KAJIAN RESISTENSI LIMA JENIS BERAS VARIETAS LOKAL TERHADAP SERANGAN Sitophilus zeamais Motsch. SKRIPSI ZULFAHNUR F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN RESISTENSI LIMA JENIS BERAS VARIETAS LOKAL TERHADAP SERANGAN Sitophilus zeamais Motsch. SKRIPSI ZULFAHNUR F"

Transkripsi

1 KAJIAN RESISTENSI LIMA JENIS BERAS VARIETAS LOKAL TERHADAP SERANGAN Sitophilus zeamais Motsch. SKRIPSI ZULFAHNUR F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 THE STUDY OF RELATIVE RESISTANCE OF LOCAL RICE TO Sitophilus zeamais MOTSCH. Zulfahnur 1, Yadi Haryadi 1 1 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus Bogor ABSTRACT The present study was conducted to evaluate resistance of local rice varieties i.e. Batutegi, Silugonggo, Ciherang, Mamberamo and Indragiri from the attack of post harvest pest Sitophilus zeamais Motsch. The research was divided into two stages, the preparation and the experiments. In the preparation, S. zeamais culture was cultured to get adult S. zeamais aged 7-14 days. In the first experiment, 10 adult insects aged 7-14 days were infested for 7 days. The adults were then removed and discarded. The infested grains were incubated to allow the emergence of progenies. The emerged progenies were counted daily till there was no emergence for 5 days consecutively. From this experiment, the parameters were number of progenies (Nt), development period (D), development index (ID), intrinsic rate of increase (Rm) and weekly multiplication capacity ( λ). In the second experiment, 100 gram of rice was infested with 25 adults of S. zeamais for 5 weeks. From this experiment, the parameters used were percentage of weight loss and percentage of holed grain. Based on number of progenies (Nt), development index (ID), intrinsic rate of increase (Rm), weekly multiplication capacity (λ), percentage of weight loss and percentage of holed grain, showed that Silugonggo variety was the most resistance among other tested rice varieties. The values are 57, , , , 10.94%, and 12.45% respectively. Keywords: rice, Sitophilus zeamais, resistance

3 ZULFAHNUR. F Kajian Resistensi Lima Jenis Beras Varietas Lokal Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. Di bawah bimbingan Yadi Haryadi RINGKASAN Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras dari tahun ke tahun meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Tingginya permintaan akan beras tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas lahan pertanian dikarenakan penyusutan lahan pertanian, perubahan fungsi lahan, dan sebagainya. Hal ini diperparah oleh keh ilangan pada tahap pascapanen. Kehilangan pascapanen dipengaruhi faktor fisik, kimia, dan biologis. Faktor biologis merupakan faktor yang paling dominan khususnya akibat serangan serangga. Serangga utama yang ditemukan menyerang beras adalah Sitophilus zeamais. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan lima varietas beras unggul lokal terhadap serangan Sitophilus zeamais. Dengan mengetahui tingkat ketahanannya, diharapkan dapat memberikan gambaran selama penyimpanan dan menjadi pedoman dalam pengembangan beras pada tahap pra maupun pascapanen. Lima varietas beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah Batutegi, Ciherang, Silugonggo, Indragiri, dan Mamberamo. Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi pembiakan serangga Sitophilus zeamais untuk memperoleh serangga dewasa yang berumur 7-15 hari sebagai serangga uji. Tahap pelaksanaan terdiri dari dua seri. Seri pertama bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan populasi Sitophilus zeamais dan seri kedua untuk mengetahui kerusakan dan susut bobot yang disebabkan oleh serangga Sitophilus zeamais. Parameter yang diamati pada seri pertama diantaranya adalah karakteristik dinamika populasi Sitophilus zeamais yaitu total populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Pada seri kedua, parameter yang digunakan adalah persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima varietas yang dikaji dalam penelitian ini, varietas Silugonggo merupakan varietas yang paling resisten terhadap serangan Sitophilus zeamais. Hal tersebut ditunjukkan oleh parameter- parameter perkembangan serangga yaitu jumlah populasi (Nt), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) dengan nilai berturut-turut adalah 57, 12,53, 0,3781, dan 1,4596. Hasil penelitian seri pertama diperkuat oleh hasil penelitian seri kedua. Persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot beras varietas Silugonggo berturut-turut 10,94% dan 12,45% lebih kecil dibandingkan dengan persen bobot biji berlubang dan persen kehilangan bobot beras varietas lainnya. Berdasarkan uji korelasi didapatkan hasil bahwa kadar amilosa berkorelasi sangat signifikan terhadap total populasi dan periode perkembangan. Walaupun demikian, amilosa bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi resistensi beras terhadap serangan serangga Sitophilus zeamais. Beberapa faktor lainnya yang kemungkinan mempengaruhi adalah kekerasan, kelembaban, kerapatan biji, dan butir mengapur.

4 Judul Skripsi : Kajian Resistensi Lima Jenis Beras Varietas Lokal Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. Nama : Zulfahnur NIM : F Menyutujui, Dosen Pembimbing, (Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc.) NIP Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, (Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc.) NIP Tanggal lulus : 3 November 2010

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Resistensi Lima Jenis Beras Varietas Lok al Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2010 Yang membuat pernyataan Zulfahnur F

6 BIODATA PENULIS Zulfahnur. Lahir di Jakarta, 18 September 1987 dari ayah Sarijaya Sarmili dan ibu Zuraidah, sebagai putra kedua dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA Negeri 47, Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Praktikum Analisis Pangan dan presiden Food Chat Club (FCC) Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Pada tahun 2010 mengikuti lomba Developing Solutions for Developing Countries (DSDC) IFTSA dan memperoleh juara II.. Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul Kajian Resistensi Lima Jenis Beras Varietas Lokal Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang telah diberikan sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini tersusun berdasarkan hasil penelitian penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief Sjaiful Nazli, DESS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan serta inspirasi selama ujian. 3. Ir. Sutisno Koswara, M. Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang mendetail selama ujian berlangsung. 4. Papi, Mami, Kakakku, dan Henni R. S. yang telah memberikan dorongan, semangat, pengertian, dan doanya. 5. Mirna, Krista dan Umam. Sahabatku yang mewarnai hidup ini. 6. Teman-teman wisma The Village (Rahmat, Pram, Ade, Cha-cha, Radit, Yoce dan lainnya) atas gelak tawa, kehangatan, canda dan masa-masa indah selama tinggal bersama. 7. Berce, Tito, Fahmi, Jali, Widi, Widya, Henni dan teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan kehangatan selama ini. Walaupun singkat tetapi sangat menyenangkan. 8. Seluruh staf, karyawan dan laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terimakasih atas bantuannya dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan khususnya teknologi penyimpanan pangan. Bogor, November 2010 Zulfahnur iii

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR LAMPIRAN...vii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 C. MANFAAT... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. BERAS... 3 B. KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA GUDANG... 4 C. KUMBANG JAGUNG (Sitophilus zeamais)... 6 III. BAHAN DAN METODE... 8 A. BAHAN DAN ALAT... 8 B. METODE PENELITIAN Tahap Persiapan Tahap Pelaksanaan Metode Analisis... 9 C. RANCANGAN PERCOBAAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK DINAMIKA POPULASI SERANGGA Jumlah Total Populasi (Nt) Periode Perkembangan (D) Indeks Perkembangan (ID) Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) iv

9 5. Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) B. KARAKTERISTIK KEHILANGAN BOBOT Persen Biji Berlubang Persen Kehilangan Bobot C. KORELASI PARAMETER-PARAMETER RESISTENSI V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi beras pecah kulit dan beras giling... 3 Tabel 2. Serangga utama pada penyimpanan... 5 Tabel 3. Kandungan amilosa pada lima varietas beras Tabel 4. Nilai rata-rata total populasi S. zeamais pada media beras Tabel 5. Nilai rata-rata periode perkembangan S. zeamais pada media beras Tabel 6. Nilai rata-rata indeks perkembangan S. zeamais pada media beras Tabel 7. Nilai rata-rata perkembangan intrinsik S. zeamais pada media beras Tabel 8. Nilai rata-rata kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais pada media beras Tabel 9. Nilai rata-rata persentase biji berlubang Tabel 10. Nilai rata-rata persentase kehilangan bobot Tabel 11. Hasil uji korelasi parametr-parameter daya resistensi dengan kadar amilosa vi

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus zeamais pada lima varietas beras Lampiran 2. Analisis sidik ragam kadar amilosa pada lima varietas beras Lampiran 3. Uji Duncan kadar amilosa pada lima varietas beras Lampiran 4. Analisis sidik ragam jumlah total populasi (Nt) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 5. Uji Duncan jumlah populasi (Nt) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 6. Analisis sidik ragam periode perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada biji Lampiran 7. Uji Duncan periode perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 8. Analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 9. Uji Duncan indeks perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 10. Analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik (RM) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 11. Uji Duncan laju perkembangan intrinsik (RM) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 12. Analisis sidik ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 13. Uji Duncan multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus zeamais pada biji beras Lampiran 14. Analisis sidik ragam persen biji berlubang pada biji beras vii

12 Lampiran 15. Uji Duncan persen biji berlubang pada biji beras Lampiran 16. Analisis sidik ragam persen kehilangan bobot pada biji beras Lampiran 17. Uji Duncan persen kehilangan bobot pada biji beras Lampiran 18. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi beras Lampiran 19. Deskripsi beras varietas Mamberamo Lampiran 20. Desripsi beras varietas Indragiri Lampiran 21. Deskripsi beras varietas Ciherang Lampiran 22. Deskripsi beras varietas Batutegi Lampiran 23. Deskripsi beras varietas Silugonggo viii

13 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dengan mayoritas penduduknya bergantung pada sektor pertanian. Pertanian sektor pangan memegang peranan penting dalam pemenuhan konsumsi dalam negeri. Konsumsi pangan terus mengalami kecenderungan kenaikan dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun jumlah konsumsi pangan tidak disertai dengan peningkatan produktivitas produk pertanian sektor pangan khususnya beras. Produksi beras dalam negeri sempat mencapai puncaknya pada periode 1984/1985 dengan ditandai oleh swasembada beras nasional. Tetapi selepas periode tersebut, produksi beras Indonesia justru jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh penciutan lahan pertanian yang beralih fungsi ke sektor non pertanian. Produksi padi nasional pada tahun 2009 adalah sebesar ton dengan produktivitas 49,38 kuintal/ha. Sementara itu pada periode , jumlah penduduk Indonesia hingga tahun 2009 diperkirakan sebesar jiwa dengan rata-rata laju pertambahan penduduk sebesar 1,40% (BPS, 2009). Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa total populasi penduduk Indonesia akan menjadi 300 juta jiwa selama kurang lebih 16 tahun kedepan. Peningkatan jumlah konsumsi beras tidak disertai peningkatan produksi padi yang seimbang dan diperparah dengan permasalahan susut bahan. Susut bahan disebabkan oleh banyak faktor baik kimia, fisik, maupun biologis. Dari ketiga faktor tersebut, susut bahan secara biologis merupakan faktor dominan yang berkontribusi pada susut bahan. Susut bahan dapat terjadi akibat serangan hama. Hama yang sering ditemukan adalah serangga, tungau, tikus, kapang, dan burung. Hama serangga sering disebut serangga hama gudang atau hama pascapanen. Menurut Sunjaya dan Widayanti (2006) penyebab kerusakan pada biji-bijian atau bahan pangan yang disimpan di daerah tropika adalah serangga. Serangga yang banyak merusak terutama dari jenis kumbang (Coleoptera). Sitophilus zeamais merupakan serangga yang paling penting dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada bahan pangan di dunia. Selain menyerang jagung dalam tempat penyimpanan, kumbang ini juga diketahui banyak menyerang beras (Nawangsih, 1999). Oleh karena itu, perlu diadakan suatu kajian resistensi berbagai jenis beras untuk mengetahui ketahanan suatu jenis beras terhadap serangan hama gudang pascapanen khususnya Sitophilus zeamais yang merupakan serangga hama gudang yang umum dijumpai pada penyimpanan beras di Indonesia. Dengan mengetahui tingkat ketahanan beras dari varietas padi unggul terhadap serangan Sitophilus zeamais, maka diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman pengembangan tanaman padi unggul baik ditingkat prapanen maupun pascapanen. 1

14 B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan lima jenis varietas beras unggul lokal terhadap serangan Sitophilus zeamais Motsch. Resistensi atau ketahanan diukur dari karakteristik dinamika populasi Sitophilus zeamais, karakteristik kehilangan bobot dan persen biji berlubang. C. MANFAAT Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang tingkat resistensi atau ketahanan beras varieatas lokal terhadap serangan Sitophilus zeamais Motsch. selama penyimpanan sehingga dapat memberikan pedoman pengembangan beras pada tahap pra panen maupun pasca panen. 2

15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BERAS Beras merupakan daging biji dari buah padi yang tersusun dalam mayang setangkai padi. Sedangkan padi sendiri adalah tanaman yang berasal dari famili Gramineae, subfamili Oryzydae, dan genus Oryzae. Padi merupakan tanaman semi aquatis yang cocok ditanam di lahan tergenang. Padi juga cocok ditanam di lahan kering asalkan kebutuhan airnya tercukupi (Manurung dan Ismunadji, 1991). Beras dalam pengertian sehari-hari merupakan gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh dengan menggunakan alat pengupas dan penggiling (Huller) serta alat penyosoh (polisher). Gabah yang terkelupas bagian luar (sekam)nya saja disebut beras pecah kulit. Sedangkan gabah yang seluruh atau sebagian kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penggilingan, umumnya berhubungan dengan proses penyosohan, disebut beras giling (Hubeis, 1984). Menurut Luh (1980), penggilingan gabah merupakan keseluruhan proses pengolahan padi menjadi beras yaitu meliputi proses pembersihan, penghilangan sekam, kulit ari dan proses pemisahan beras yang dihasilkan menurut ukurannya. Beras merupakan salah satu pangan yang mempunyai susunan makanan yang agak lengkap. Selain mengandung karbohidrat yang tinggi, kadar protein beras juga tinggi. Komposisi kimia beras berbeda-beda tergantung jenis varietas dan cara pengolahan yang dilakukan. Komposisi kimia beras pecah kulit dan beras giling dapat dilihat pada Tabel 1. Beras yang banyak beredar di Indonesia umumnya dikategorikan atas sub -familia Indica, Japonica, dan Javanica. Beras sub-familia Indica memiliki ciri-ciri berbentuk panjang hingga pendek dan agak pipih. Beras sub-familia Japonica berbentuk pendek dan agak bulat. Sedangkan beras sub-familia Javanica memiliki bentuk panjang, lebar,dan tebal (Manurung dan Ismunadji, 1991). Komponen terbesar yang terkandung dalam beras adalah karbohidrat terutama pati. Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan glukosida. Polimer glukosa pembentuk pati ada dua macam yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer berantai lurus deng an ikatan 1,4 α-glikosida yang bersifat larut air. Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan lurus 1,4α- glukosida dan ikatan cabang 1,6α-glukosida serta tidak larut dalam air (Bemiller dan Whistler, 1996). Tabel 1. Komposisi beras pecah kulit dan beras giling Komponen Beras pecah kulit Beras giling Energi (kal) Protein (gr/100gr) 6,8 7,7 Lemak (gr/100gr) 0,7 4,4 Karbohidrat (gr/100gr) 78,9 73,0 Kalsium (mg) 6,0 22,0 Fosfor (mg) 140,0 272,0 Besi (mg) 0,8 3,7 3

16 Sumber: Kementan (2010) Amilosa berpengaruh terhadap mutu masak beras. Kandungan amilosa berkorelasi positif pengembangan dan penyerapan air selama pemasakan dan berkorelasi negatif dengan kelengketan, kelunakan, kepulenan, dan nilai rasa nasi. Antara tekstur nasi dengan amilosa terdapat hubungan nyata. Beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, empuk, dan mengkilat. Beras beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang masih bersifat empuk walaupun jika dibiarkan beberapa jam nasi akan pera dan berberai (Damardjati dan Purwani, 1991). Kadar protein beras giling sekitar 6,8-7,0%. Protein merupakan komponen utama kedua setelah pati dalam susunan gizi beras. Kadar protein bila diukur dengan Kjeldahl menggunakan faktor pengali 5,95. Faktor ini berdasarkan kandungan nitrogen dalam fraksi protein beras utama (glutelin) sebesar 70,1% (Juliano, 1972). Sebagai bahan makanan pokok di Indonesia, beras dalam menu makanan masyarakat menyumbang sekurang -kurangnya 45% protein (Damardjati, 1983). Kadar protein mempengaruhi kekerasan biji dan warna beras. Beras yang mengandung kadar protein yang tinggi cenderung lebih bening, warnanya lebih kecoklatan, dan memiliki kekerasan biji lebih tinggi (Juliano et al., 1965). Kadar protein memiliki korelasi positif terhadap rendemen beras kepala dan berbanding negatif dengan derajat putih biji beras. Dalam biji, protein mengikat dan mengepak granula pati. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar protein beras semakin keras dan tahan gesekan selama penyosohan. Sehingga endosperma yang tersosoh menjadi lebih rendah. Dengan demikian, peningkatan kadar protein beras menurunkan derajat putih biji dan menaikkan rendemen beras kepala (Damardjati dan Purwani, 1991). Penampakan butir beras ditentukan oleh kapasitas endosperma, banyaknya pengapuran sisi dorsal, dan banyaknya pengapuran pada bagian tengah butir beras. Granula pati yang mengapur kurang padat dibandingkan pada bagian bening sehingga terdapat rongga udara diantara granula pati. Dengan demikian bagian yang mengapur tidak sekeras bagian bening beras sehingga butir mengapur lebih mudah rusak selama proses penggilingan (Khush et al., 1979). Kekerasan biji memiliki korelasi nyata terhadap kadar air. Sifat kekerasan mempunyai hubungan dengan tingkat kematangan dan varietas yang lebih dipengaruhi oleh kekompakan dan ikatan antar granula pati dalam endosperma beras. Rendemen beras memiliki korelasi dengan indeks kekerasan biji (Damardjati dan Purwani, 1991). B. KERUSAKAN AKIBAT SERANGGA HAMA GUDANG Susut bahan disebabkan oleh banyak faktor baik kimia, fisik, maupun biologis. Dari ketiga faktor tersebut, susut bahan secara biologis merupakan faktor dominan yang berkontribusi pada susut bahan. Susut bahan dapat terjadi akibat serangan hama gudang atau hama pascapanen. Hama yang sering ditemukan adalah serangga, tungau, tikus, kapang, dan burung. Kerusakan pada biji-bijian serealia dapat diakibatkan oleh bermacam-macam sebab sejak biji-bijian tersebut berada di lapangan sampai pada tempat pengolahan. Tingkat kerusakan yang terbesar terjadi pada tempat penyimpanan dan penyebab utama di tempat penyimpanan adalah serangga hama gudang (Ileleji et al., 2007). Serangga yang merupakan hama utama pada penyimpanan serealia dan biji-bijian dapat dilihat pada Tabel 2. 4

17 Di daerah tropis, hama serangga merupakan hama dominan yang sering menimbulkan kerusakan pada padi dan beras. Menurut Morallo-Rejesus(1984), kerusakan akibat serangga mencapai 5-10% dari bahan yang disimpan. Pada penelitian yang dilakukan di daerah Karawang, Soemardi dan Thahir (1991) menyebutkan susut beras gabah yang ditimbulkan oleh hama pada penyimpanan mencapai 6%. Cotton dan Wilbur (1974) membagi kerusakan akibat serangga menjadi dua bagian yaitu kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung dapat dis ebabkan kontaminasi serangga, pupa, larva, telur, dan bagian tubuh serangga. Kerusakan tidak langsung berupa kenaikan suhu akibat metabolis me serangga yang disebut hot spot yaitu suatu area dimana serangga menginfeksi pangan dalam jumlah yang sangat besar. Hot spot dapat menyebabkan migrasi air pada penyimpanan pangan. Hal ini dapat mengakibatkan naiknya kadar air, timbul bau apek, tumbuhnya kapang, dan menurunkan mutu beras itu sendiri. Sedangkan menurut Suyono dan Sukarna (1991), serangan hama dapat menyebabkan kerugian kuantitatif, kualitatif, mutu benih, turunnya reputasi, dan kerugian akibat peraturan dan perundang-undangan. Kerusakan yang disebabkan oleh serangga hama gudang dapat dilihat dari gejala dengan adanya lubang gesekan, lubang keluar, garukan, webbing, dust powder dan feses (Pranata, 1982). Serangga memakan bagian kaya gizi dari beras sehingga yang tertinggal merupakan beras miskin protein, vitamin, dan lemak (Winarno dan Haryadi, 1982). Menurut Suyono dan Sukarna (1991), dalam menyerang biji-bijian, serangga melakukan pemilihan. Larva Lepidoptera dan tungau menyukai embrio biji yang kaya akan mineral, protein, vitamin, dan lemak sedangkan S. oryzae dan S. zeamais menyukai karbohidrat sehingga serangga tersebut banyak menyerang endosperma. Tabel 2. Serangga utama pada penyimpanan Familia Cucujidae Curculionidae Dermestidae Trogositidae Gelechiidae Pyralidae Terebrionidae Spesies Oryzaephilus surinamensis Oryzaephilus mercator Cryptolestes pusillus Cryptolestes ferrugineus Sitophilus oryzae Sitophilus zeamais Sitophilus granarius Trogoderma spp. Tenebroides mauritanicus Sitotroga cerealella Plodia interpunctella Anagasta kuehniella Tribolium confusum Tribolium castaneum Sumber : Borror et al., 1992 Serangga juga dapat menyebabkan peningkatan asam lemak bebas yaitu dengan terbukanya permukaan bahan, lemak dioksidasi menjadi asam lemak dan gliserol (Grist dan Lever, 1969). 5

18 C. KUMBANG JAGUNG (Sitophilus zeamais) Menurut Atkins (1980), Sitophilus zeamais tergolong Ordo : Coleoptera Sub Ordo : Polyphaga Super Famili : Curuculionoidea Famili : Curculionidae Sitophilus zeamais berwarna kecoklatan dan memiliki moncong (snout) yang khas sehingga dikenal dengan sebutan kumbang moncong (Borror et al., 1992). Serangga ini memiliki dua pasang sayap. Sayap pertama merupakan sayap dengan lapisan kuat menutupi dorsal abdomen. Sayap yang kedua berupa selaput yang berfungsi untuk terbang. Pada saat beristirahat, sayap belakang terlipat di bawah sayap pertama (Ross, 1982). Antenanya siku dan menggada, pada elitra terdapat empat buah bercak bulat berwarna merah. Tipe alat mulutnya menggigit mengunyah (Kalshoven, 1981). Sitophilus zeamais merupakan hama yang utama (primer) pada biji-bijian. S. zeamais merupakan serangga yang sangat merugikan karena luasnya jangkauan serangan dan beragamnya bahan pangan yang diserang. Serangga ini dapat menyebabkan penurunan daya kecambah biji-bijian, peningkatan bulir patah pada beras giling serta penurunan berat biji-bijian (Pranata, 1982). Menurut Kalshoven (1981) kumbang ini adalah serangga penyimpanan yang paling penting dan banyak menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Serangga ini bersifat polifag, selain menyerang jagung juga menyerang beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kacang kedelai, kelapa dan jambu mente. Sitophilus zeamais lebih banyak ditemukan pada jagung dan beras sedangkan Sitophilus oryzae lebih dominan menyerang gandum. Sitophilus zeamais merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat menyerang tongkol yang ada di pertamanan. Baik imago maupun larva memakan butir-butiran dan larva berkembang dalam butiran (Borror et al., 1992). Sitophilus zeamais diketahui lebih resisten terhadap dingin dibandingkan Sitophilus oryzae. Pada suhu C, S. zeamais dewasa dapat bertahan hidup hingga 13 hari sedangkan S. oryzae hanya dapat bertahan selama 15 jam. Tahap larva dan pupa merupakan tahap yang paling resisten terhadap dingin dibandingkan tahap telur dan dewasa (Macejski dan Korunic, 1973) Seekor betina maksimum dapat bertelur hingga 575 butir (Soekarna, 1977). Telur diletakkan satu per satu dengan jumlah mencapai butir dalam kurun waktu kurang lebih tiga minggu. Peletakkan telur dapat disemua bagian biji tetapi kebanyakan dibagian dekat lembaga (Pranata, 1979). Telur berwarna putih, panjang 0,5 mm, dan berada di dalam beras 5-7 hari (Cahyana,1982). Setelah telur menetas, larva akan tetap berada di dalam beras. Larva tidak bertungkai, tidak berkaki, berwarna putih kusam atau kuning muda dengan kepala berwarna coklat. Selama periode larva, terjadi tiga kali ganti kulit dan berlangsung selama hari (Soekarna, 1977). Menurut Kranz et al. (1980), S. zeamais adalah serangga yang rakus terutama larvanya. Larva dapat memakan seluruh endosperma dan lembaga. Sehingga hanya meninggalkan kulitnya saja. 6

19 Setelah selesai masa larva, larva akan menjadi pupa. Selama menjadi pupa, S. zeamais tidak makan (Cahyana, 1982). Pupa berwarna putih, panjang 3,0-4,0 mm, dan lama stadia 3-9 hari (Soekarna, 1977). Sehari atau dua hari setelah menjadi dewasa, S. zeamais tetap berada di dalam biji. Serangga ini keluar dengan membuat jalan membulat dengan tepi tidak merata untuk melakukan perkawinan di malam hari. Serangga ini dapat hidup selama 3-4 bulan dan selama hidupnya dapat menghasilkan telur sebanyak butir (Cahyana, 1982). Penelitian yang dilakukan oleh Sidik (1979) menyimpulkan bahwa beras yang diinfestasikan Sitophilus zeamais mengalami kehilangan berat sebesar 22% selama 6 bulan penyimpanan. 7

20 III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras varietas Mamberamo, Silugonggo, Batutegi, Ciherang, dan Indragiri yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Padi Inlitpa Muara, Bogor. Serangga Sitophilus zeamais sebagai serangga uji didapatkan dari SEAMEO BIOTROP, Bogor dan jagung pipil gigi kuda sebagai media infestasi awal diperoleh dari SEAFAST center, Bogor. Alat-alat yang digunakan antara lain stoples, gelas plas tik, kain penutup, gunting, pinset, neraca analitik, cawan alumunium, oven, desikator, alat-alat gelas, dan alat-alat lainnya. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan terdiri atas pembiakan serangga Sitophilus zeamais untuk memperoleh serangga dewasa yang berumur 7-15 hari sebagai serangga uji. Pembiakan Sitophilus zeamais dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 150 ekor Sitophilus zeamais dewasa yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP diinfestasikan ke dalam 500 gram media jagung pipil dalam wadah stoples yang ditutup oleh kain penutup dan diikat dengan karet gelang. Selajutnya dilakukan inkubasi selama lima minggu pada suhu dan kelembaban ruang. Untuk menjamin bahwa media jagung bebas serangga lainnya, media jagung pipil sebelumnya dipanaskan dalam oven pada suhu 60 o C selama 2 jam. Pengovenan bertujuan mematikan serangga yang mungkin hidup pada media jagung pipil. Setelah lima minggu masa infestasi, dilakukan pengayakan untuk memisahkan serangga dewasa yang keluar. Media jagung pipil kemudian diinkubasikan kembali. Pada hari esoknya dilakukan pengayakan kembali. Serangga Sitophilus zeamais yang keluar dianggap berumur satu hari. Serangga tersebut kemudian disimpan pada media jagung pipil baru dan ditunggu hingga berumur 7-15 hari. Hal ini dilakukan secara berulang hingga didapatkan jumlah serangga Sitophilus zeamais yang diinginkan dengan umur yang diketahui. Penentuan umur Sitophilus zeamais pada percobaan sangat penting. Menurut Haryadi (1991) diacu dalam Tarmudji (2008), pada umur 7-15 hari serangga Sitophilus zeamais telah mencapai kedewasaan kawin dan dapat memproduksi telur secara maksimal. 8

21 Untuk menghindarkan penelitian dari gangguan hama yang kemungkinan berada di beras maka dilakukan tahap sub freezing pada beras. Beras yang telah dipilih dimasukkan ke dalam freezer bersuhu -20 o C selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, beras diangkat dan di thawing pada suhu rendah di refrigerator secara bertahap untuk menghindarkan terbentuknya embun yang dapat mempengaruhi karakteristik beras. 2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan percobaan dibagi menjadi dua seri percobaan yaitu Seri I untuk mengetahui laju pertumbuhan populasi Sitophilus zeamais dan Seri II untuk mengetahui kerusakan dan susut bobot yang disebabkan oleh serangga Sitophilus zeamais. a. Seri I Pada seri I, sepuluh ekor serangga Sitophilus zeamais yang diambil secara acak diinfestasikan ke dalam 200 butir beras kepala masing-masing varietas yang ditempatkan pada gelas plastik. Setelah tujuh hari masa infestasi, serangga Sitophilus zeamais dikeluarkan dan dibuang. Beras kemudian dibiarkan selama ± 21 hari. Setelah ±21 hari, dilakukan pengamatan untuk mengetahui keluarnya serangga turunan pertama (F1). Serangga turunan pertama (F1) yang keluar kemudian dihitung dan dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga tidak ada serangga turunan pertama yang keluar selama lima hari berturut-turut. b. Seri II Percobaan seri II, dilakukan dengan cara: sebanyak 25 ekor Sitophilus zeamais dipilih secara acak kemudian diinfestasikan ke dalam 100 gram beras masing-masing varietas yang ditempatkan di dalam gelas plastik. Beras diinkubasi selama lima minggu. Setelah 5 minggu, serangga Sitophilus zeamais dihitung dan dibuang. Setiap seri dilakukan dengan tiga kali ulangan untuk masing -masing varietas beras. 3. Metode Analisis a. Analisis kadar air ( AOAC, 1999) Analisis kadar air dilakukan pada saat sebelum masa infestasi dan setelah masa infestasi serangga. Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator (selama 10 menit untuk cawan alumunium dan 20 menit untk cawan porselin). Cawan kering ditimbang. Sebanyak 2 g sampel ditimbang dengan cepat kedalam cawan kering. Sampel dikeringkan dalam oven suhu o C selama 6 jam. Cawan diletakkan secara seksama agar tidak menyentuh dinding oven. Cawan sampel dipindahkan ke dalam desikator kemudian didinginkan lalu ditimbang kembali. Cawan dimasukkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat konstan. b. Karakteristik dinamika populasi serangga 9

22 Hasil pengamatan dihitung dengan parameter sebagai berikut: a. Jumlah total populasi (Nt) dengan menghitung semua serangga yang keluar ditambah dengan serangga awal yang diinfestasikan. b. Periode perkembangan (D) yaitu lamanya waktu dari tengah waktu infestasi hingga tercapai 50% dari total populasi F1 Sitophilus zeamais. c. Indeks perkembangan (ID) yang dihitung daru nilai Nt dan D dengan formula: ID = (ln Nt / D) x 100 d. Laju perkembangan intrinsik (Rm) dihitung dengan formula: dimana R= No = Jumlah serangga yang diinfestasikan Dm= Periode perkembangan dalam satu minggu e. Kapasitas multiplikasi mingguan (λ) dengan formula: λ c. Karakteristik kehilangan bobot a. Persen biji berlubang Diketahui dengan menghitung jumlah biji berlubang setelah masa infestasi dan dibandingkan dengan jumlah biji utuh, dihitung dengan formula b. Persen kehilangan bobot Dihitung dengan menggunakan formula Adam, yaitu Dimana: U = Bobot Biji Utuh Nu = Jumlah Biji Utuh D = Bobot Biji berlubang Nd = Jumlah Biji Berlubang C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap sederhana dengan tiga kali ulangan untuk tiap varietas beras. Model matematikanya sebagai berikut: Yij = µ + Ai + Σ ij Dimana : Yij = Nilai pengamatan µ = Nilai rata-rata umum Aij = Pengaruh varietas beras ke-i Σij = Galat percobaan Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS seri Setelah uji sidik ragam (Analysis of Variance) dilakukan uji Duncan. Selain itu, dilakukan juga uji korelasi. 10

23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Beras merupakan bahan pangan utama sebagai sumber karbohidrat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kementan (2010) menyebutkan bahwa tingkat konsumsi beras tahun 2009 di Indonesia sangat tinggi yaitu sebesar 139,5 kg/kapita,jauh diatas tingkat konsumsi rata-rata dunia sebesar 60 kg/kapita. Berbagai varietas beras terus dikembangkan untuk memperoleh beras unggul dalam potensi hasil, ketahanan terhadap hama dan penyakit maupun mutu/ kualitas beras. Dalam usaha pemuliaan padi, penentuan mutu beras dikelompokkan menjadi rendemen giling, penampakan bentuk dan ukuran biji, dan sifat-sifat tanak dan rasa nasi (Damardjati dan Purwani, 1991). Menurut Haryadi (2008), secara umum mutu beras dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, dan mutu penampakan dan kemurnian beras. Mutu-mutu tersebut merupakan parameter yang sering dijadikan acuan dalam pemilihan beras oleh konsumen. Dengan adanya serangan serangga Sitophilus zeamais bukan hanya dapat menyebabkan kehilangan bobot tetapi juga menyebabkan penurunan mutu dari beras. Serangan serangga dalam jumlah besar dapat menyebabkan kenaikan temperatur dan kelembaban pada beras sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan kapang dan mikroorganis me lainnya. Selain itu, bagian serangga yang tertinggal seperti eksoskeleton serangga akan menyebabkan beras menjadi kotor (filthy). Jika beras ini masuk dalam perdagangan antar negara maka kemungkinan besar akan ditolak dan merugikan produsen beras. Sehingga kerugian yang diderita bukan hanya kerugian material tetapi juga kerugian secara moriil dimana nama baik dari produsen/ negara asal dipertaruhkan. Penelitian ini merupakan kajian resistensi beras sosoh dari lima varietas padi unggul terhadap intensitas serangan serangga Sitophilus zeamais Motschulsky. Lima varietas padi tersebut adalah varietas Batutegi, Ciherang, Indragiri, Mamberamo, dan Silugonggo. Masing-masing varietas memiliki keunggulan diantaranya Batutegi memiliki rataan hasil 3,0 ton/ha gabah kering giling, umur tanam 116 hari dan tahan terhadap blas daun leher, bercak daun coklat, dan keracunan Al. Ciherang memiliki umur tanam hari dengan rataan hasil 5-7 ton/ha serta tahan terhadap hama wereng coklat dan bakteri hawar daun. Indragiri memiliki karakteristik umur tanaman 117 hari, rataan hasil 4,5-5,5 ton/ha, dan tahan terhadap wereng coklat dan penyakit blas. Silugonggo memiliki rataan hasil 3,5-4,5 ton/ha dengan umur tanaman hari dan tahan terhadap hama kecuali hama penggerek batang dan penyakit blas diferensial. Mamberamo memiliki karakteristik umur tanaman hari, rataan hasil 6,5 ton /ha, dan tahan hama wereng coklat, hawar daun bakteri strain III dan ag ak tahan terhadap virus tungro (Puslitbang Pangan, 2010). Perkembangan serangga hama gudang sangat dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan dan komoditas dimana serangga itu hidup. Faktor ini termasuk suhu, kelembaban relatif, kadar air, kekerasan, dan komposisi dari komoditas pangan yang disimpan (Syarief dan Halid, 1992). Menurut Pranata (1982), kondisi biji dan lingkungan sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan serangga, Keadaan yang dimaksud adalah suhu, cahaya, kelembaban, dan angin. Pengujian mengenai pengaruh lima macam varietas beras terhadap serangan serangga hama gudang Sitophilus zeamais didasarkan berdasarkan pada karakteristik resistensi yaitu total populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm) dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) serta karakteistik kehilangan bobot yaitu persen biji berlubang 11

24 dan persen kehilangan boot. Selain itu, diuji korelasi parameter-parameter resistensi terhadap kadar amilosa masing-masing varietas. Kadar amilosa masing-masing varietas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan amilosa pada lima varietas beras Varietas Kadar amilosa (%) Batutegi Mamberamo Indagiri Silungonggo Ciherang 22,30 a 19,00 b 23,50 c 24,11 d 23,00 e Puslitbang Pangan (2010) Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa beras varietas Silugonggo memiliki kadar amilosa tertinggi diikuti oleh beras varietas Indragiri, Ciherang, Batutegi, dan Mamberamo. A. KARAKTERISTIK DINAMIKA POPULASI SERANGGA 1. Jumlah Total Populasi (Nt) Jumlah total populasi merupakan jumlah dari serangga awal yang diinfestasikan (N o ) ditambah dengan jumlah seluruh turunan pertama (F1) yang keluar. Jumlah populasi serangga turunan pertama dihitung setiap hari sejak keluarnya serangga turunan pertama sampai tidak ada lagi serangga yang keluar dari beras lima hari berturut-turut. Jumlah serangga yang keluar setiap hari dihitung secara kumulatif sehingga diperoleh data jumlah serangga turunan pertama untuk setiap perlakuan dari setiap ulangan. Nilai rata-rata jumlah turunan pertama dari Sitophilus zeamais pada media lima varietas beras dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata-rata total populasi S.zeamais pada media beras Varietas Total Populasi Batutegi 134 a ± 5 Mamberamo 121 b ± 4 Indragiri 87 c ± 9 Silugonggo 57 d ± 3 Ciherang 100 e ± 7 Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) 12

25 Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah total populasi serangga Sitophilus zeamais pada masing-masing varietas beras berbeda dan menyebar merata. Total populasi tertinggi terdapat pada varietas Batutegi dengan total populasi 134 dan terendah pada varietas Silugonggo denga total populasi 57. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 4, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah turunan pertama yang dihasilkan. Hasil analisis lanjutan dengan uji Duncan menguatkan bahwa varietas berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan turunan pertama Sitophilus zeamais. Masing-masing varietas dari varietas Batutegi, Mamberamo, Indragiri, Silugonggo, dan Ciherang berbeda nyata terhadap total populasi serangga hama gudang Sitophilus zeamais. Total populasi serangga Sitophilus zeamais turunan pertama erat kaitannya dengan perilaku oviposisi dari induk betina. Perilaku oviposisi telah banyak dipelajari untuk mengetahui tingkah laku serangga betina dalam peletakan telur. Penelitian terhadap oviposisi mencakup hubungan oviposisi terhadap umur substrat, umur serangga betina, kepadatan serangga dan lain sebagainya. Menurut Fava dan Burlando (1995) pola oviposisi sangat dipengaruhi oleh umur dari serangga betina dan ketersediaan dari substrat. Periode puncak serangga betina memproduksi telur berkisar pada hari semenjak serangga dewasa terbentuk. Periode puncak ini dipengaruhi oleh kematangan organ seksualitas serangga betina dan pengaruh faktor biologis serangga seperti hormon. Umur serangga dewasa yang digunakan pada percobaan ini berumur antara hari. Walaupun terdapat variasi pada umur serangga induk tetapi tidak berbeda nyata dalam hal kesuburan. Penelitian yang dilakukan Fava dan Burlando (1995) membuktikan hal tersebut. Serangga dewasa yang digunakan meliputi serangga dewasa berumur 1-30 hari dan ditemukan bahwa infestasi mencapai puncak pada umur hari. Menurut Haryadi (1991) diacu dalam Tarmudji (2008) kedewasaan kawin dan produksi telur maksimal serangga Sitophilis zeamais terjadi pada umur 7-14 hari. Selain itu, ketersediaan makanan juga sangat mempengaruhi oviposisi. Semakin banyak ketersediaan makanan maka semakin banyak serangga turunan pertama yang muncul. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kanibalisme pada tahap larva. Danho et al. (2001) menyebutkan bahwa kuantitas biji-bijian mempengaruhi distribusi telur serangga. Kemungkinan infestasi telur lebih dari satu per biji jagung semakin menurun seiring dengan peningkatan jumlah biji jagung. Hal yang menarik adalah rata-rata hanya satu serangga dewasa keluar per biji jagung. Padahal dalam penelitian sebelumnya ditemukan banyak ditemukan infestasi telur lebih dari satu di biji jagung yang sama. Sehingga kemungkinan besar terjadi proses kompetisi pada tahap larva sehingga mengakibatkan kematian larva lain. Arakaki dan Takashi (1982) menyebutkan bahwa oviposisi Sitophilus zeamais dipengaruhi oleh komponen volatil dari beras. Komponen volatil ini berfungsi sebagai stimulan oviposisi serangga betina. Lebih lanjut, penelitian ini mengungkap bahwa serangga betina lebih memilih melakukan infestasi pada beras pecah kulit dibandingkan beras sosoh. Komponen volatil stimulan oviposisi diidentifikasi banyak ditemukan pada lapisan aleuron dan embrio biji beras. Maeshima et al. (1984) menyatakan bahwa komponen stimulan ini terdiri atas campuran asam ferulat, digliserida, dan sterol. Sebagai tambahan, proses infestasi Sitophilus zeamais membutuhkan bentuk padat dari bij-bijian. Bentuk padat ini berperan penting dalam oviposisi tetapi tidak terlalu penting dalam makan. Subyek penelitian yang digunakan merupakan beras sosoh berbeda varietas yaitu varietas Mamberamo, Indragiri, Silugonggo, Batutegi, dan Ciherang. Perbedaan jumlah total populasi disebabkan oleh distribusi oviposisi serangga betina Sitophilus zeamais. Perbedaan 13

26 ini kemungkinan disebabkan berbagai faktor yang saling berhubungan seperti stimulan oviposisi yang mempengaruhi peletakan telur dan kualitas biji beras. Stimulan dominan berasal dari embrio biji beras sosoh. Sifat fisiologis dan komposisi kimia erat kaitannya terhadap tahap perkembangan serangga khususnya pada saat tahap larva. Menurut Vowotor et al. (1994) sifat fisiologis dan kimiawi suatu biji-bijian mempengaruhi perkembangan larva Sitophilus zeamais. Pada biji jagung yang telah dibuang kulit dan endospermanya, pertumbuhan larva cenderung lebih lama dan tingkat kematian larva lebih tinggi dibandingkan larva pada jagung utuh. Hal ini disebabkan kandungan gizi yang tidak seimbang dimana pada perlakuan pertama komposisi karbohidrat sangat dominan. Miskinnya kandungan gizi membuat kebutuhan gizi larva tidak terpenuhi dan mengganggu proses perkembangannya. Perbedaan total populasi Sitophilus zeamais diduga karena perbedaan sifat-sifat fisiologis dan kimiawi dari masing-masing varietas beras. Komposisi kimia seperti kandungan amilosa dan protein dan fisiologis seperti kekerasan dan kerapatan biji-bijian menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan larva dan serangga Sitophilus zeamais. Laju pertumbuhan populasi turunan pertama Sitophilus zeamais pada beras dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambar 1 menujukkan grafik laju pertambahan populasi F1 Sitophilus zeamais. 140 Jumlah serangga turunan pertama (F1) kumulatif Hari Ciherang Indragiri Mamberamo Silugonggo Batutegi Gambar 1. Grafik laju pertambahan populasi turunan pertama (F1) S. zeamais pada lima varietas beras. 2. Periode Perkembangan (D) Periode perkembangan (D) merupakan waktu yang diperlukan oleh serangga untuk perkembangan dari imago menjadi imago lagi. Periode perkembangan ini dapat juga disebut sebagai periode siklus hidup. Dengan semakin pendeknya periode perkembangan maka siklus hidup serangga tersebut semakin cepat dan serangga juga makin cepat berkembang. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai periode perkembangan dapat dilihat pada Tabel 5. 14

27 Tabel 5. Nilai rata-rata periode perkembangan S. zeamais pada media beras Varietas Periode Perkembangan (hari) Batutegi 31,0 a ± 1,0 Silugonggo 32,3 a ± 0,6 Indragiri 31,3 a ± 1,2 Mamberamo 35,3 b ± 1,5 Ciherang 31,0 a ± 1,0 Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa secara absolut beras varietas Batutegi dan Ciherang memiliki nilai periode perkembangan terkecil dibandingkan jenis beras lainnya, disusul oleh beras varietas Indragiri, Silugonggo, dan Mamberamo. Dari hasil tersebut diketahui bahwa periode perkembangan serangga Sitophilus zeamais dari telur hingga dewasa terlama terdapat pada beras varietas Batutegi dan Ciherang sedangkan periode perkembangan terlama pada beras varietas Mamberamo. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais. Beras varietas Batutegi, Ciherang, Indragiri, dan Silugonggo berbeda nyata terhadap beras varietas Mamberamo. Periode perkembangan dipengaruhi oleh komposisi kimia dan karakteristik fisik dari masing-masing substrat serangga. Hasil penelitian yang dilakukan Tarmudji (2008) didapatkan hasil periode perkembangan Sitophilus zeamais pada lima jenis varietas sorgum sebesar hari. Pada penelitian yang lain didapatkan bahwa periode perkembangan beras serangga pada enam jenis varietas beras pecah kulit sebesar hari (Rojuddin, 1998). Dan menurut Kusumaningrum (1997) lama penyimpanan gabah berpengaruh terhadap periode perkembangan serangga dimana periode perkembangan serangga semakin cepat seiring dengan lama penyimpanan gabah. Terlihat bahwa terdapat keragaman periode perkembangan Sitophilus zeamais. Hal ini disebabkan oleh faktor intrinsik seperti komposisi kimia substrat dan faktor ekstrinsik seperti pengaruh lingkungan. Periode perkembangan Sitophilus zeamais dipengaruhi oleh media perkembangbiakannya. Serangga sebelum memakan media akan melakukan pengenalan dan orientasi terhadap bahan makanannya. Demikian juga pada proses peletakan telur, serangga akan melakukan identifikasi terhadap media peletakan telur. Jika media tidak sesuai maka serangga dewasa akan menahan proses bertelur bahkan pada kondisi ekstrim telur tersebut dapat diserap kembali (Atkins, 1980). Menurut Vowotor (1992) kandungan nutrisi media penting dalam perkembangan Sitophilus zeamais. Periode perkembangan Sitophilus zeamais lebih lama pada biji jagung yang lapisan embrionya dibuang dibandingkan pada biji jagu ng utuh. 15

28 Menurut Vowotor et al. (1994) terdapat hubungan antara waktu penetasan telur Sitophilus zeamais dengan suhu. Waktu inkubasi telur semakin meningkat seiring dengan penurunan suhu. Tetapi, suhu bukan merupakan satu-satunya yang menyebabkan perbedaan waktu inkubasi. Perbedaan waktu inkubasi ini dipercaya terkait dengan mikroiklim pada biji jagung. Sehingga terdapat suatu sistem kompleks di dalam biji-bijian yang dapat mempengaruhi waktu penetasan telur Sitophilus zeamais. Oviposisi induk Sitophilus zeamais memiliki peranan dalam periode perkembangan serangga. Perkembangan larva Sitophilus zeamais sangat dipengaruhi oleh makanannya. Larva dari telur yang diletakkan jauh dari embrio biji akan memiliki periode perkembangan yang lebih lama dibandingkan larva dari telur yang diletakkan pada atau dekat embrio biji. Larva dari telur yang diletakkan jauh dari embrio biji hanya akan mendapatkan sumber nutrisi berasal dari endosperma sedangkan larva dari telur yang diletakkan pada atau dekat embrio biji akan memiliki akses nutrisi pada embrio dan endosperma (Kossou et al. 1992). 3. Indeks Perkembangan (ID) Indeks perkembangan (ID) merupakan parameter yang dapat dipakai untuk melihat tingkat efektifitas bahan terhadap perkembangan serangga. Indeks perkembang an disebut juga indeks kepekaan (Index of Susceptibility). Semakin tinggi indeks perkembangan serangga maka semakin peka beras tersebut terhadap serangan serangga. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai indeks perkembangan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai rata-rata indeks perkembangan S. zeamais pada media beras Varietas Indeks Perkembangan Batutegi 15,8140 a ± 0,4 Mamberamo 13,5878 b ± 0,6 Indragiri 14,2574 bc ± 0,2 Silugonggo 12,5239 d ± 0,4 Ciherang 14,8835 c ± 0,6 Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras varietas Batutegi memiliki indeks kepekaan tertinggi dibandingkan beras lainnya, disusul oleh beras varietas Ciherang, Mamberamo, Indragiri, dan Silugonggo. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa beras varietas Batutegi sangat peka (susceptible) terhadap serangan Sitophilus zeamais dan Silugonggo merupakan varietas beras yang lebih resisten terhadap seranga Sitophilus zeamais. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa perbedaan varietas memiliki pengaruh yang nyata terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais. Menurut Haryadi (2008) ketahanan gabah beras terhadap serangan serangga hama selama penyimpanan diduga dipengaruhi oleh kekerasan endosperma, kandungan protein, amilosa, lemak dan ukuran granula pati serta ukuran serangga penyerangnya. Selain itu, 16

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi unggul dari varietas Mamberamo (tahan hama dan penyakit), Ciherang (adaptif), Inpari 10 (toleran lahan kering),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras pecah kulit varietas Way Apoburu dan varietas Ciherang, daun pepaya, daun belimbing wuluh, daun cente, daun jeruk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras varietas Cisadane dan daun mindi, serta bahan-bahan kimia seperti air suling/aquades, n-heksana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 17 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium TPPHP, Laboratorium Leuwikopo dan Laboratorium Kimia Pangan BB Pascapanen Bogor. Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Percobaan 4.1.1. Jumlah larva (30 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah larva pada 30 HSA, sedangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pengkajian daya insektisida nabati dilakukan untuk menyeleksi bahan nabati yang memiliki potensi insektisida terhadap serangga hama gudang Sitophilus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berbagai galur sorgum banyak dikembangkan saat ini mengingat sorgum memiliki banyak manfaat. Berbagai kriteria ditetapkan untuk mendapatkan varietas unggul yang diinginkan. Kriteria

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan komoditas strategis yang secara langsung mempengaruhi kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan produksi

Lebih terperinci

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi:

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi: Mortalitas Sitophilus oryzae L. pada Beras Suluttan Unsrat, Ketan Putih, dan Beras Merah di Sulawesi Utara (Mortality of Sitophilus oryzae L. in Suluttan Unsrat, white glutinous, and brown rice in North

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, xi PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk dikonsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja, Cina,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PADI Padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam tumbuhan Gramineae yang merupakan tumbuhan dengan batang yang terdiri atas ruas-ruas dan mempunyai bendera yang menempel pada pelepah

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA Oleh RAMDHAN NURBIANTO F14103066 2008 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KADAR AIR BIJI JAGUNG DAN TINGKAT KERUSAKANNYA PADA TEMPAT PENYIMPANAN

IDENTIFIKASI KADAR AIR BIJI JAGUNG DAN TINGKAT KERUSAKANNYA PADA TEMPAT PENYIMPANAN IDENTIFIKASI KADAR AIR BIJI JAGUNG DAN TINGKAT KERUSAKANNYA PADA TEMPAT PENYIMPANAN Ariance Y. Kastanja Staf Agroforestri Politeknik Padamara - Tobelo ABSTRACT The objectives of this research to know corn

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Sorgum (Sorghum bicolor (L.)) Tanaman sorgum termasuk famili Graminae atau rerumputan. Tanaman lain yang termasuk dalam famili Graminae diantaranya adalah padi, jagung, dan tebu.

Lebih terperinci

Pengaruh Periode Penyimpanan Beras terhadap Pertumbuhan Populasi Sitophilus oryzae (L.) dan Kerusakan Beras

Pengaruh Periode Penyimpanan Beras terhadap Pertumbuhan Populasi Sitophilus oryzae (L.) dan Kerusakan Beras ISSN 2302-1616 Vol 4, No. 2, Desember 2016, hal 95-101 Available online http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/biogenesis DOI http://dx.doi.org/10.24252/bio.v4i2.2514 Pengaruh Periode Penyimpanan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : SAMIWAHYUFIRANALAH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SKRIPSI. Oleh : SAMIWAHYUFIRANALAH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH EKSTRAK n-heksana DAN EKSTRAK ASETON BIJI PALA (Myristica fragrans Houtt.) TERHADAP PERKEMBANGAN SERANGGA HAMA GUDANG Sitophilus zeamais Motsch. PADA BERAS SELAMA PENYIMPANAN

Lebih terperinci

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian Ade Santika dan Rozakurniati: Evaluasi mutu beras ketan dan beras merah pada beberapa galur padi gogo 1 Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 1-5 TEKNIK EVALUASI MUTU BERAS KETAN DAN BERAS MERAH

Lebih terperinci

RESISTENSI RELATIF BERAS PECAH KULIT DAN BERAS SOSOH LIMA VARIETAS PADI ASAL BANYUMAS TERHADAP SERANGAN SITOPHILUS ORYZAE ANNISA NURULHUDA

RESISTENSI RELATIF BERAS PECAH KULIT DAN BERAS SOSOH LIMA VARIETAS PADI ASAL BANYUMAS TERHADAP SERANGAN SITOPHILUS ORYZAE ANNISA NURULHUDA RESISTENSI RELATIF BERAS PECAH KULIT DAN BERAS SOSOH LIMA VARIETAS PADI ASAL BANYUMAS TERHADAP SERANGAN SITOPHILUS ORYZAE ANNISA NURULHUDA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Pengaruh Kepadatan Populasi Sitophilus oryzae (L.) terhadap Pertumbuhan Populasi dan Kerusakan Beras

Pengaruh Kepadatan Populasi Sitophilus oryzae (L.) terhadap Pertumbuhan Populasi dan Kerusakan Beras Pengaruh Kepadatan Populasi Sitophilus oryzae (L.) terhadap Pertumbuhan Populasi dan Kerusakan Beras Effect Population Density Sitophilus oryzae (L.) against Population Growth and Damage Rice HENDRIVAL

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN DAYA INSEKTISIDA EKSTRAK DAUN MIMBA

SKRIPSI KAJIAN DAYA INSEKTISIDA EKSTRAK DAUN MIMBA SKRIPSI KAJIAN DAYA INSEKTISIDA EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) DAN EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach L. ) TERHADAP PERKEMBANGAN SERANGGA HAMA GUDANG Sitophilus zeamais Motsch. Oleh DESSY

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan

Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan TEKNIK PENGUJIAN TAMPILAN BERAS UNTUK PADI SAWAH, PADI GOGO, DAN PADI PASANG SURUT Ade Santika 1 dan Gusnimar Aliawati 2 Mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan varietas unggul padi. Perbaikan

Lebih terperinci

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA 8 AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN 1979 5777 KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA (THE

Lebih terperinci

MODIFIKASI ATMOSFER DENGAN KONSENTRASI CO 2 TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais SELAMA PENYIMPANAN JAGUNG

MODIFIKASI ATMOSFER DENGAN KONSENTRASI CO 2 TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais SELAMA PENYIMPANAN JAGUNG 2004 Enrico Syaefullah Posted 5 November 2004 Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor November 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Subramanyam dan Hagstrum (1996), Hama kumbang bubuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. digilib.uns.ac.id 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. Klasifikasi dari kumbang tepung (T. castaneum) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN DAYA DAN WAKTU OVEN GELOMBANG MIKRO TERHADAP MORTALITAS SERANGGA

PENGARUH PERLAKUAN DAYA DAN WAKTU OVEN GELOMBANG MIKRO TERHADAP MORTALITAS SERANGGA PENGARUH PERLAKUAN DAYA DAN WAKTU OVEN GELOMBANG MIKRO TERHADAP MORTALITAS SERANGGA Sitophilus zeamais (COLEOPTERA : Curculionidae) DAN KANDUNGAN PATI BERAS Oleh : KHOIRUL ANAS F 14102057 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena pada periode tersebut bahan (padi) mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena pada periode tersebut bahan (padi) mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena pada periode tersebut bahan (padi) mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Dipengaruhi oleh kualitas awal, rentang waktu simpan, teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU

PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU

PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU PERTUMBUHAN POPULASI Sitophilus zeamais Motsch. (COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EMPAT KULTIVAR BERAS MARYANA JAYANTI PASARIBU DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

Alumni Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP **) Staf Pengajar Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP ***)

Alumni Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP **) Staf Pengajar Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP ***) GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR FISIK PENYIMPANAN BERAS, IDENTIFIKASI DAN UPAYA PENGENDALIAN SERANGGA HAMA GUDANG (Studi di Gudang Bulog 103 Demak Sub Dolog Wilayah I Semarang) Adelia Luhjingga Pitaloka *), Ludfi

Lebih terperinci

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT Obyek koleksi varietas Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) pada Tahun 2016, selain berupa

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA

UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA Oleh : SALIX FINI MARIS F14104091 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI UNJUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki beragam ekosistem sangat cocok bila bahan pangan pokok penduduknya beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang sangat populer di Indonesia adalah kacang hijau (Vigna radiata.wilczek). Kacang hijau ialah tanaman penting ketiga di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN

POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 1 MARET 2010 ISSN 1979 5777 19 POTENSI DAUN SERAI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA Callosobruchus analis F. PADA KEDELAI DALAM SIMPANAN Herminanto, Nurtiati, dan D. M. Kristianti Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1a. Jumlah total populasi serangga (Nt) Sitophilus zeamais setelah penyimpanan.

Lampiran 1a. Jumlah total populasi serangga (Nt) Sitophilus zeamais setelah penyimpanan. LAMPIRAN 39 Lampiran 1a. Jumlah total populasi serangga (Nt) Sitophilus zeamais setelah penyimpanan. Nt Ratarata Jumlah U1 U2 U3 Kontrol 1924 1899 1576 5399 1799,67 0 375 393 256 1024 341,33 4 960 855

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA AIP + 3 H 2 O PH 3 + AI(OH) 3. Mg 3 P H 2 O 2 PH Mg(OH) 2

TINJAUAN PUSTAKA AIP + 3 H 2 O PH 3 + AI(OH) 3. Mg 3 P H 2 O 2 PH Mg(OH) 2 TINJAUAN PUSTAKA Fosfin Fumigasi merupakan tindakan/perlakuan dengan menggunakan gas/fumigan dalam suatu ruang atau fumigasi yang kedap udara/gas. Fumigan bila diberikan dalam konsentrasi yang sesuai akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada xvi TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang subur dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di wilayah tropis. Sehingga berbagai jenis

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara agraris. Baik dari sisi ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian memiliki peranan yang relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA WAKTU PANEN DAN KADAR GULA BIJI JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

KORELASI ANTARA WAKTU PANEN DAN KADAR GULA BIJI JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt) KORELASI ANTARA WAKTU PANEN DAN KADAR GULA BIJI JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt) Oleh : Surtinah Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning Program Studi Agroteknologi Jl. D.I.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon PENGARUH UMUR PANEN DAN KULTIVAR PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh interaksi umur panen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

Screening Varietas Padi Lokal Kalimantan Tengah Terhadap Serangan Sitophilus oryzae selama Penyimpanan

Screening Varietas Padi Lokal Kalimantan Tengah Terhadap Serangan Sitophilus oryzae selama Penyimpanan ABSTRAK A R T I K E L Screening Varietas Padi Lokal Kalimantan Tengah Terhadap Serangan Sitophilus oryzae selama Penyimpanan Screening of Local Rice Varieties from Central Kalimantan to Sitophilus oryzae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Volume 6, Nomor 1, Juli 2010

Volume 6, Nomor 1, Juli 2010 Volume 6, Nomor 1, Juli 2010 Praktek-Praktek Pelanggaran Etika Dalam Penelitian dan Publikasi A. WALSEN... 1 Evaluation of Phosphorus Use Efficiency in Four Breeding Lines of W hite C lover (Trifolium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro Jalan Kenanga No. 3 16C Mulyojati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang merupakan jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi dan ekonomis yang tinggi, serta permintaan pasar yang meningkat. Menurut Widyastuti

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3 LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI Disusun oleh: Kelompok 3 Arya Widura Ritonga Najmi Ridho Syabani Dwi Ari Novianti Siti Fatimah Deddy Effendi (A24051682) (A24051758)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU)

UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU) UJI KINERJA MESIN PEMECAH KULIT GABAH DENGAN VARIASI JARAK ROL KARET DAN DUA VARIETAS GABAH PADA RICE MILLING UNIT (RMU) Performance Test of Machine Breaking Skin Grain With Rubber Rollers Distance Variation

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Ir. Linda Yanti M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI 2 0 1 7 1 Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci