BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
|
|
- Utami Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Fisika partikel dibangun dari mekanika kuantum relativistik yang kemudian dikembangkan menjadi teori medan kuantum (Quantum Field Theory) disertai dengan konsep medan tera di dalamnya. Terdapat empat jenis interaksi yang ada di alam semesta yaitu interaksi gravitasi, elektromagnetik, lemah, dan kuat. Hingga pada akhirnya Glashow, Weinberg dan Salam berhasil membangun sebuah model yang berhasil menyatukan tiga jenis interaksi (interaksi gravitasi tidak termasuk) yang disebut Model Standar (Standard Model). Dengan ditemukannya boson tera W ±, dan Z 0 dalam eksperimen membuat Glashow, Weinberg, dan Salam meraih hadiah Nobel bidang fisika. Yang paling baru adalah dengan ditemukannya partikel yang berperan membangkitkan massa, yang disebut partikel Brout-Englert-Higgs boson pada tahun 2012 oleh ATLAS dan CMS (The Atlas Collaboration, 2012). Penemuan ini mengakhiri penantian panjang para fisikawan partikel selama lima dekade dan mengantarkan Francois Englert dan Peter Higgs meraih hadiah Nobel tahun Model standar dibangun berdasarkan teori medan tera (gauge theory) yang menggabungkan interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah yang kemudian disebut teori elektrolemah. Interaksi elektrolemah ini dijabarkan dengan menggunakan grup tera SU(2) L U(1) Y. Disamping interaksi elektrolemah, interaksi kuat dijabarkan dengan menggunakan grup tera SU(3) C. Kemudian ketiga interaksi tersebut digabungkan menjadi satu kesatuan dengan menggunakan grup tera SU(3) C SU(2) L U(1) Y. Disamping keberhasilannya, model standar belum mampu menjelaskan beberapa hal. Pertama, massa neutrino. Dalam model standar tidak terdapat suku massa neutrino. Namun pada kenyataannya neutrino ternyata memiliki massa. Hal ini ditunjukkan dari hasil eksperimen osilasi neutrino dibeberapa akselerator seperti Mini- BooNE (Mini Booster Neutrino Experiment, Fermilab), LSND (Liquid Scintillation Neutrino Detector, Los Alamos), dan Super-Kamiokande (Super-Kamioka Neutrino Detection Experiment, Jepang). Kedua, keberadaan materi gelap (dark matter). Hasil observasi menunjukkan bahwa partikel-partikel penyusun alam semesta yang tampak hanya sekitar 5% dari seluruh rapat energi alam semesta 20% berupa materi 1
2 2 gelap, 75% berupa energi gelap (dark energy) (lihat misalnya Gorbunov dan Rubakov (2011)). Materi gelap diduga adalah suatu materi atau partikel yang berinteraksi sangat lemah dengan partikel lain, bahkan dengan partikel sejenisnya, serta tidak memiliki muatan elektromagnetik sehingga sulit untuk dideteksi. Salah satu hasil observasi yang menguatkan keberadaan materi gelap adalah tumbukan kluster galaksi (bullet cluster) 1E (Clowe dkk, 2006). Ketiga, ketaksimetrian partikel-antipartikel saat ini di alam semesta. Saat ini jumlah antipartikel di alam semesta jauh lebih sedikit dibandingkan partikelnya. Baryogenesis dan leptogenesis adalah teori yang terdepan untuk menjelaskan masalah ini (Fukugita dan Yanagida, 1986). Keempat, masalah hierarki (hierarchy problem). Hasil eksperimen terkini menunjukkan massa partikel Higgs adalah 126 GeV. Tidak ada alasan yang mendasar secara teoritik mengapa massa partikel Higgs sedemikian ringan, mengapa tidak seorde dengan massa Planck (10 19 GeV). Untuk menyelesaikan beberapa kelemahan model standar, para fisikawan partikel berusaha membangun model-model baru. Salah satunya adalah supersimetri (supersymmetry). Supersimetri adalah suatu simetri antara boson dan fermion sehingga setiap partikel dalam model standar memiliki pasangan-super nya (superpartner). Namun hingga saat ini keberadaan super-pasangan belum terdeteksi walaupun energi pemercepat partikel yang digunakan LHC (Large Hadron Collider) di CERN telah mencapai 7 TeV. Oleh karena itu, kesimetrian SUSY dianggap sudah rusak sebelum perusakan simetri elektrolemah (electroweak symmetry breaking). Model ini mampu menjelaskan masalah hierarki, momen magnet muon, penyatuan ketiga interaksi pada energi tinggi (Grand Unified Theory), dan partikel supersimetri paling ringan (Lightest Supersymmetric Particle) dapat menjadi kandidat materi gelap. Hingga saat ini sudah banyak sekali pengembangan penelitian SUSY. Selain itu, terdapat model lain yang juga merupakan pengembangan model standar yaitu model cermin yang pertama kali diusulkan oleh Lee dan Yang (1956). Model cermin itu sendiri merupakan pengembangan dari model simetri kiri-kanan (left-right symmetry) yang pertama kali diperkenalkan oleh Senjanovic dan Mohapatra (1975) dan sudah mengalami berbagai pengembangan hingga saat ini. Konsep paling mendasar dari model cermin adalah memperkenalkan adanya dunia lain yang paralel dengan dunia tampak. Dunia lain ini sering disebut dunia cermin. Berbagai model cermin telah dibangun diantaranya Foot dkk (1991), Foot dan Volkas (1995), Gu (2012), Satriawan (2013). Dalam model cermin termodifikasi (Satriawan, 2013) dapat diperoleh massa neutrino dan materi gelap tak simetri (Asymmetric Dark Matter)
3 3 yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa Ω DM 5Ω B. Namun seperti halnya model standar, dalam model cermin termodifikasi masih terdapat masalah hierarki. Konsep yang bisa menghilangkan masalah hierarki adalah Supersimetri (SUSY) sehingga perlu dibangun model cermin dengan menambah transformasi supersimetri di dalamnya. Sebagai contoh model Foot dkk (1991) telah dikembangkan menggunakan prinsip supersimetri oleh Berezhiani (2005). Dalam penelitian ini akan dilakukan pengembangan model cermin termodifikasi dengan prinsip SUSY. 1.2 Perumusan Masalah Berbagai model telah dikembangkan untuk menjawab beberapa kelemahan model standar. Model Cermin Termodifikasi (Satriawan, 2013) dapat menjelaskan massa neutrino dan diduga dapat digunakan untuk menunjukkan fakta bahwaω DM 5Ω B. Namun masalah hierarki belum dibahas dalam model Cermin Termodifikasi ini. Model yang mampu menjelaskan masalah hierarki adalah supersimetri. Mengacu pada keberhasilan Berezhiani (2005) membangun model supersimetri bagi model Foot dkk (1991), maka dalam penelitian ini akan dibangun model supersimetri bagi model Cermin Termodifikasi untuk menjawab masalah hierarki yang timbul. Dalam membuat model supersimetri, terdapat kebebasan dalam membuat Higgs yang nantinya akan membangkitkan massa partikel dalam model. Model Standar Supersimetrik Minimal (MSSM) menggunakan dua buah medan-super Higgs (Ĥu dan Ĥd), model supersimetri yang dikembangkan oleh Frugiuele dan Gregoire (2012) menggunakan satu buah medan-super Higgs dan satu buah Higgs menggunakan partikel pasangan-super dari neutrino (sneutrino), dan model yang dikembangkan Riva-Biggio-Pomarol (2012) tidak menggunakan medan-super Higgs sebagai pembangkit massa partikel melainkan menggunakan oleh sneutrino. Dalam penelitian ini dipilih salah satu kemungkinan penggunaan medan-super Higgs. 1.3 Batasan Masalah 1. Model yang akan dikembangkan didasarkan pada model Cermin Termodifikasi yang dikembangkan oleh Satriawan (2013). 2. Pengembangan yang dilakukan dibatasi pada pengembangan SUSY N = 1 dengan menyertakan simetri-r.
4 4 1.4 Tujuan Penulisan 1. Membuat sebuah model supersimetri pengembangan dari model Cermin Termodifikasi 2. Menganalisis konsekuensi dibangunnya Model Cermin-Termodifikasi Supersimetrik 1.5 Manfaat Penelitian 1. Menyelesaikan masalah hierarki dalam model Cermin Termodifikasi 2. Menjadi salah satu model baru sebagai kandidat yang mampu menjawab massa neutrino dan keberadaan materi gelap 1.6 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan studi pustaka (literatur) yang terdiri atas jurnal ilmiah, buku, dan sumber-sumber internet dari website yang terpercaya. Penulis juga berdiskusi dengan beberapa ahli di bidang terkait dan mengunjungi acara-acara ilmiah untuk mendapatkan tambahan referensi. Detail langkah kerja umum yang akan dilakukan adalah : 1. Mengumpulkan semua kesimpulan data eksperimen dan fakta fenomenologis terkait dengan massa neutrino dan keberadaan materi gelap. 2. Mempelajari aljabar supersimetri yang dikembangkan oleh Haag-Lopushanski- Sohnius serta model supersimetri awal Wess-Zumino. 3. Mempelajari model Cermin Termodifikasi Satriawan (2013). 4. Mempelajari pengembangan model supersimetri Riva-Biggio-Pomarol (2012). 5. Membuat pengembangan supersimetri bagi model Cermin Termodifikasi. 6. Menganalisis model cermin termodifikasi supersimetri terutama konsekuensi yang diakibatkan.
5 5 1.7 Tinjauan Pustaka Model standar meskipun secara fenomenologis dapat menjelaskan interaksi yang ada di alam semesta, namun diyakini masih belum sempurna. Sehingga banyak model-model lain yang dibangun dengan tujuan untuk menjawab hal-hal yang belum bisa dijelaskan oleh model standar. Model SUSY pertama kali diperkenalkan oleh Wess dan Zumino (1974). Supersimetri adalah simetri yang memasangkan antara boson dan fermion sehingga setiap partikel dalam model standar memiliki partikel pasangan-super (superpartner). Model Wess-Zumino dan supersimetri akan dijabarkan dengan lebih lengkap dalam bab selanjutnya. Foot dkk (1991) membuat sebuah model cermin menggunakan grup tera SU(3) 1 SU(2) 1 U(1) 1 SU(3) 2 SU(2) 2 U(1) 2 dengan indeks 1 menunjukkan dunia tampak, sedangkan indeks 2 menunjukkan dunia cermin. Model ini invarian terhadap suatu transformasi paritas Z 2 yang ditunjukkan sebagai berikut x x; t t G 1µ G 2µ ; W 1µ W 2µ ; B 1µ B 2µ f L γ 0 F R ; e R γ 0 E L q L γ 0 Q R ; u R γ 0 U L ; d R γ 0 D L. (1.1) Partikel dalam dunia tampak dan cermin ditunjukkan pada tabel (1.1) dan (1.2) Tabel 1.1: Fermion dunia tampak dalam model Foot beserta dimensi wakilan dan bilangan kuantum terkait grup teranya Nama fermion SU(3) 1 SU(2) 1 U(1) 1 SU(3) 2 SU(2) 2 U(1) 2 f L 1,2,-1,1,1,0 q L 3,2, 1 3,1,1,0 d R 3,1,- 2 3,1,1,0 e R 1,1,-2,1,1,0 u R 3,1,- 4 3,1,1,0 Dalam model ini terdapat dua buah dublet Higgs φ 1 (1, 2,1)(1, 1,0); φ 2 (1, 1,0)(1, 2,1) (1.2)
6 6 Tabel 1.2: Fermion dunia cermin dalam model Foot beserta dimensi wakilan dan bilangan kuantum terkait grup teranya Nama fermion SU(3) 1 SU(2) 1 U(1) 1 SU(3) 2 SU(2) 2 U(1) 2 F R 1,1,0,1,2,-1, Q R 1,1,0, 3,2, 1 3 D L 1,1,0,3,1,- 2 3 E L 1,1,0, 1,1,-2 U L 1,1,0,3,1,- 4 3 yang memperoleh nilai harap vakum tak nol setelah perusakan simetri secara spontan. φ 1 = φ 2 = ( 0 υ ). (1.3) Model ini mampu menjelaskan osilasi neutrino (Foot dan Volkas, 1995) dan materi gelap (Foot, 2014). Dalam model ini terdapat tercampurnya foton dunia tampak dan cermin L = ǫf µν 1 F 2µν. (1.4) Untuk mengatasi masalah ini dilakukan fine tuning dengan memberikan nilai ǫ yang menyebabkan model ini tidak alami. Selain itu, dalam model ini karakteristik dari dunia tampak dan dunia cermin sama, sehingga ada kemungkinan terbentuk atom, molekul, planet, dan galaksi di dunia cermin. Padahal hingga saat ini observasi belum menunjukkan adanya atom, molekul, planet, dan galaksi dunia cermin. Pengembangan supersimetri model cermin Foot dkk (1991) dilakukan oleh Berezhiani (2005). Model ini berlandaskan dari grup tera G G dengan G adalah grup tera bagi sektor nyata, sedangkan G adalah grup tera bagi sektor cermin. Dalam modelnya, setiap partikel dalam dunia tampak dan dunia cermin disajikan dalam medan-super (superfields) L kidal dan konjugatnya berupa medan-super tak kidal R. Medan-super dalam model ini adalah sebagai berikut L : q,l,ũ, d,ẽ,φ u,d ; R : q, l,u,d,e, φu,d L : q,l,ũ, d,ẽ,φ u,d; R : q, l,u,d,e, φ u,d (1.5) dengan tanda aksen menunjukkan sektor cermin. Bentuk potensial-super dalam
7 7 model ini adalah sebagai berikut W = ũy u qφ u + dy d qφ d +ẽy e lφ d +µφ u φ d W = ũ Y uq φ u + d Y dq φ d +ẽ Y el φ d +µ φ uφ d. (1.6) MedanLdanL apabila dikenai operator transformasi paritas memenuhi sifatl R danl R dan potensial-superw danw merupakan pasangan konjugasi kompleks satu sama lain. Inti dari model ini, akibat adanya paritas cermin sektor cermin memiliki sifat fisis yang sama dengan komponen kidal sektor nyata. Belum ditemukannya partikel super-pasangan hingga saat ini menyebabkan anggapan bahwa simetri dari SUSY sudah rusak. Nelson dan Seiberg (1994) mengusulkan bahwa keberadaan simetri-r merupakan syarat perlu untuk perusakan SUSY dan perusakan simetri-r secara spontan merupakan syarat cukup supaya kedua syarat terpenuhi. Frugiuele dkk (2012) menyajikan beberapa klasifikasi fenomenologis terkait dengan pengembangan model SUSY yang menyertakan simetri-r. Frugiuele dan Gregoire (2012) memperkenalkan suatu model dengan sneutrino (pasangan-super dari neutrino) menjadi pengganti Higgs-down (H d ) dengan tetap menyertakan Higgs-up (H u ). Berbeda dengan Frugiuele dan Gregoire (2012), terdapat pengembangan model SUSY lain yang diusulkan oleh Riva-Biggio-Pomarol (2012). 1.8 Keaslian Tesis Berdasarkan pelacakan literatur dan internet yang ada ternyata permasalahan yang dikaji dalam tesis ini belum pernah diteliti.
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.
Lebih terperinciModel Korespondensi Spinor-Skalar
Albertus H. Panuluh, dkk / Model Korespondensi Spinor-Skalar 119 Model Korespondensi Spinor-Skalar Albertus H. Panuluh, Istikomah, Fika Fauzi, Mirza Satriawan Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alam semesta pada awal kelahirannya sesaat setelah big bang didominasi oleh radiasi. Pada era radiasi, suhu alam semesta sangat tinggi dan partikel-partikel
Lebih terperinciKAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC)
KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) Muhammad Taufiqi Dosen Pembimbing Agus Purwanto, D.Sc JURUSAN FISIKA Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciLembar Pengesahan JURNAL. Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone. ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka )
Lembar Pengesahan JURNAL Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka ) Oleh La Sabarudin 4 4 97 Telah diperiksa dan disetujui oleh TELAAH FUNDAMENTAL
Lebih terperinciPartikel Elementer dan Interaksi Alamiah
Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah By. Agus Mulyono Atom adalah partikel kecil dengan ukuran jari-jari 1 Amstrong. Atom bukanlah partikel elementer. John Dalton (1766-1844) pada tahun 1803 memberikan
Lebih terperinciPerspektif Baru Fisika Partikel
8 Perspektif Baru Fisika Partikel Tujuan Perkuliahan: Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui perkembangan terbaru dari fisika partikel. 2. Mengetahui kelemahan-kelemahan
Lebih terperinciTheory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.
Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari
Lebih terperinciPendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan
1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.
Lebih terperinciSOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII
SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton
Lebih terperinciAkselerator Partikel dan Detektor
Akselerator Partikel dan Detektor Microskop terbesar di dunia Arif Hidayat Pendahuluan Fisika Inti 27 Mei 2009 Isi Apakah Akselerator Partikel itu? Akselerator Primitif Modern Linear dan Circular akselerator
Lebih terperinciVolume 1 Nomor 1 Januari 2017
http://journal.fisika.or.id/rf Volume 1 Nomor 1 Januari 2017 Risalah Fisika Vol. 1 No. 1 Halaman 1-27 Yogyakarta, Januari 2017 http://journal.fisika.or.id/rf mempublikasikan hasil-hasil penelitian dalam
Lebih terperinciFisika Partikel: Tinjauan Kualitatif
2 Fisika Partikel: Tinjauan Kualitatif Tujuan Perkuliahan: Setelah mempelajari bab 2 ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui nama, sifat dan massa dari partikel-partikel elementer 2. Mengerti proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem inti dapat dipelajari melalui kesatuan sistem penyusun inti sebagai akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi proton
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi
Lebih terperinciEFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON
EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON M. Fitrah Alfian R. S. *), Anto Sulaksono Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 1644 *) fitrahalfian@sci.ui.ac.id Abstrak Bintang boson statis dengan
Lebih terperinciUmur Alam Semesta (The Age o f the Universe)
Umur Alam Semesta (The Age o f the Universe) Prof. P. Silaban, Ph.D. Theoretical Physics Laboratory Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya menjadi bagan berpikir yang runtut, yakni berupa kaitan logis antara konsepkonsep
Lebih terperinciKB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:
KB.2 Fisika Molekul 2.1 Prinsip Pauli. Konsep fungsi gelombang-fungsi gelombang simetri dan antisimetri berlaku untuk sistem yang mengandung partikel-partikel identik. Ada perbedaan yang fundamental antara
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Teoretik Pada pertengahan abad ke-20, fisika teoretik menjadi bidang ilmu yang berkembang pesat dan memberikan perubahan pada prinsip-prinsip fisika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena optik dapat mendeskripsikan sifat medium dalam interaksinya dengan gelombang elekromagnetik. Hal tersebut ditentukan oleh beberapa parameter optik, yaitu indeks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari mana datangnya dunia? Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pertanyaan di atas selalu ada dan setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam menjawab.
Lebih terperinci16 Mei 2017 Waktu: 120 menit
OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Tingkat Nasional Bidang Fisika: FISIKA MODERN & MEKANIKA KUANTUM (Tes 4) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit Petunjuk
Lebih terperinciSupergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold
Bab III Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold III.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi teori 4-dimensi yang memiliki generator supersimetri melalui kompaktifikasi orbifold dari
Lebih terperinciMENGAPA ENERGI GELAP SANGAT RINGAN SEKALI. Ahmad Sudirman
MENGAPA ENERGI GELAP SANGAT RINGAN SEKALI Ahmad Sudirman Pendidikan teknik CAD, CAM dan CNC (3CTEQ) STOCKHOLM, 9 Januari 2014 1 MENGAPA ENERGI GELAP SANGAT RINGAN SEKALI Copyright 2014 Ahmad Sudirman*
Lebih terperinciILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.
ILMU FISIKA Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DEFINISI ILMU FISIKA? Ilmu Fisika dalam Bahasa Yunani: (physikos), yang artinya alamiah, atau (physis), Alam
Lebih terperinciPENERAPAN MEKANIKA KUANTUM SUPERSIMETRIK DALAM MASALAH RADIAL DAN PERSAMAAN DIRAC DERAJAT PERTAMA
SKRIPSI PENERAPAN MEKANIKA KUANTUM SUPERSIMETRIK DALAM MASALAH RADIAL DAN PERSAMAAN DIRAC DERAJAT PERTAMA Elida Lailiya Istiqomah 03/171226/PA/09791 Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada
Lebih terperinciMEKANISME PERUSAKAN SIMETRI DENGAN DIMENSI EKSTRA
MEKANISME PERUSAKAN SIMETRI DENGAN DIMENSI EKSTRA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Fisika Muhandis Shiddiq 0305027041 Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciKoreksi Boson Gauge SU(6) dalam Anomali NuTeV
Koreksi Boson Gauge SU(6) dalam Anomali NuTeV Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains Ardy Mustofa 030000111 Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciRelativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus
RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum
Lebih terperinciKONSEKUENSI HASIL PENELITIAN TIM ICARUS TENTANG KELAJUAN NEUTRINO TERHADAP TEORI RELATIVITAS
KONSEKUENSI HASIL PENELITIAN TIM ICARUS TENTANG KELAJUAN NEUTRINO TERHADAP TEORI RELATIVITAS Bertha Wikara Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret wikasih54@gmail.com Perum Puri
Lebih terperinciSEJARAH FISIKA. Anwar Astuti Sari Dewi_Fisika_2008 1
SEJARAH FISIKA Fisika (Bahasa Yunani: φυσικός (physikos), "alamiah", dan φύσις (physis), "Alam") adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak
Lebih terperinciElektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam
Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).
Lebih terperinciBAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR
A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada akhir abad ke -19 dan awal abad ke -20, semakin jelas bahwa fisika (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini disebabkan semakin
Lebih terperinciGetaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan
Lebih terperinciBAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB
BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB III.1 Penyebab Fluktuasi Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi
Lebih terperinciK 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2
1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP Standar Kompetensi 1. Memahami struktur atom untuk meramalkan sifat-sifat
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein
BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb
Lebih terperinciTeori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas
Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan
Lebih terperinciSelamat Datang Di Perkuliahan. Fisika Umum (MA 301) UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Selamat Datang Di Perkuliahan Fisika Umum (MA 301) Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini (minggu 1) Silabus Pendahuluan
Lebih terperinci2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel
. Deskripsi Statistik Sistem Partikel Formulasi statistik Interaksi antara sistem makroskopis.1. Formulasi Statistik Dalam menganalisis suatu sistem, kombinasikan: ide tentang statistik pengetahuan hukum-hukum
Lebih terperinciMajelis Guru Besar. Institut Teknologi Bandung. Pidato Ilmiah Guru Besar. Institut Teknologi Bandung
Pidato Ilmiah Guru Besar Profesor Freddy Permana Zen UNIFIKASI INTERAKSI DI ALAM SEMESTA: DARI EINSTEIN SAMPAI SUPERSTRING Balai Pertemuan Ilmiah ITB 56 Hak cipta ada pada penulis Judul: Pidato Ilmiah
Lebih terperinciPrinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan
Konsep teori relativitas Teori relativitas khusus Einstein-tingkah laku benda yang terlokalisasi dalam kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Transforasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi
Lebih terperinciPertanyaan Final (rebutan)
Pertanyaan Final (rebutan) 1. Seseorang menjatuhkan diri dari atas atap sebuah gedung bertingkat yang cukup tinggi sambil menggenggam sebuah pensil. Setelah jatuh selama 2 sekon orang itu terkejut karena
Lebih terperinciKONDENSASI BOSE-EINSTEIN. Korespondensi Telp.: , Abstrak
KONDENSASI BOSE-EINSTEIN Wipsar Sunu Brams Dwandaru Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Jurusan Pendidikan Fisika, F MIPA UNY, Karangmalang, Yogyakarta, 55281 Korespondensi Telp.: 082160580833, Email:
Lebih terperinciAgus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1,
Agus Suroso 14 Pekan Kuliah B Mekanika ( C a t a t a n K u l i a h F I 2 1 0 4 M e k a n i k a B ) Semester 1, 2017-2018 Sistem Partikel (2) 10 10 1 Gerak relatif pada sistem dua partikel 10 2 Tumbukan
Lebih terperinciPARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI
PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya
Lebih terperinciStatistik + konsep mekanika. Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:
Bab 4 Deskripsi Statistik Sistem Partikel Bagaimana gambaran secara statistik dari sistem partikel? Statistik + konsep mekanika Hal-hal yang diperlukan dalam menggambarkan keadaan sistem partikel adalah:
Lebih terperinciMomen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)
Gerak Rotasi Momen Inersia Terdapat perbedaan yang penting antara masa inersia dan momen inersia Massa inersia adalah ukuran kemalasan suatu benda untuk mengubah keadaan gerak translasi nya (karena pengaruh
Lebih terperinciChap. 8 Gas Bose Ideal
Chap. 8 Gas Bose Ideal Model: Gas Foton Foton adalah Boson yg tunduk kepada distribusi BE. Model: Foton memiliki frekuensi ω, rest mass=0, spin 1ħ Energi E=ħω dan potensial kimia =0 Momentum p = ħ k, dengan
Lebih terperinciHAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI
HAND OUT FISIKA KUANTUM MEKANISME TRANSISI DAN KAIDAH SELEKSI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Kuantum Dosen Pengampu: Drs. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., PhD Disusun oleh kelompok 8:.
Lebih terperinci1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan
. (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan
Lebih terperinci= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3)
2. Osilator Harmonik Pada mekanika klasik, salah satu bentuk osilator harmonik adalah sistem pegas massa, yaitu suatu beban bermassa m yang terikat pada salah satu ujung pegas dengan konstanta pegas k.
Lebih terperinciPerkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1
Perkuliahan PLPG Fisika tahun 2009 Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Muatan Listrik Dua jenis muatan listrik: positif dan negatif Satuan muatan adalah coulomb [C] Muatan elektron (negatif) atau proton (positif)
Lebih terperinciBAB IV OSILATOR HARMONIS
Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial Parsial (PDP) digunakan oleh Newton dan para ilmuwan pada abad ketujuhbelas untuk mendeskripsikan tentang hukum-hukum dasar pada fisika.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Medan Bila bicara tentang partikel-partikel, maka akan selalu terkait dengan apa yang disebut dengan medan. Medan adalah sesuatu yang muncul merambah ruang waktu, tidak
Lebih terperinciBAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN
1.1. Pendahuluan BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti Alam. Karena itu Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan dasar yang mempelajari gejala-gejala alam dan interaksinya
Lebih terperinciFI-5002 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem /2017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan :
ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-500 Mekanika Statistik SEMESTER/ Sem. - 016/017 PR#1 : Review of Thermo & Microcanonical Ensemble Dikumpulkan :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Melalui eksperimen mahasiswa dapat mengamati sifat fisis yang terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fisika merupakan mata pelajaran yang mempelajari keadaan fisik dari suatu materi baik perubahan bentuk, sifat, maupun keadaan materi yang diamati. Namun tidak semua
Lebih terperinciPerkuliahan Fisika Dasar II FI-331. Oleh Endi Suhendi 1
Perkuliahan Fisika Dasar II FI-331 Oleh Endi Suhendi 1 Menu hari ini (2 minggu): Medan dan Gaya Magnet Oleh Endi Suhendi 2 Medan Gravitasi Listrik Massa m Muatan q (±) Menghasilkan: Merasakan: Tinjau juga
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia
ANALISIS SIFAT-SIFAT PION DALAM REAKSI INTI DALAM TERAPI PION R. Yosi Aprian Sari Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY; ryosia@uny.ac.id, 081578010933 Abstrak Pion dapat dihasilkan dari interaksi proton
Lebih terperinciKemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh
SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Aldytia Gema Sukma 1, Drs. Bansawang BJ, M.Si, Dr. Tasrief Surungan, M.Sc 3 Universitas Hasanuddin,
Lebih terperinciI. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu
I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu 1 Muatan Listrik Contoh klassik: Penggaris digosok-gosok pada kain kering tarik-menarik dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika yang berkembang sampai akhir abad yang ke 19 dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori medan
Lebih terperinciPerumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum. Part-1
Perumusan Ensembel Mekanika Statistik Kuantum Part-1 Latar Belakang Untuk system yang distinguishable maka teori ensemble mekanika statistic klasik dapat dipergunakan. Tetapi bilamana system partikel bersifat
Lebih terperinciTugas Filsafat Ilmu dan Logika Artikel Ilmiah Tema: Sejarah MEMAKNAI PARTIKEL TUHAN SEBAGAI SEJARAH FISIKA ABAD KE-21 ATAU KEBOHONGAN PUBLIK
Tugas Filsafat Ilmu dan Logika Artikel Ilmiah Tema: Sejarah MEMAKNAI PARTIKEL TUHAN SEBAGAI SEJARAH FISIKA ABAD KE-21 ATAU KEBOHONGAN PUBLIK Oleh: Raih Rizky Mega Falah (081113040) Dosen Pembimbing: Dr.
Lebih terperinciBIDANG STUDI : FISIKA
BERKAS SOAL BIDANG STUDI : MADRASAH ALIYAH SELEKSI TINGKAT PROVINSI KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 013 Petunjuk Umum 1. Silakan berdoa sebelum mengerjakan soal, semua alat komunikasi dimatikan.. Tuliskan
Lebih terperincisisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan materi yang mampu berinteraksi dengan cahaya (baryonic)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alam semesta yang kita tempati ini terdiri dari 5% materi biasa, dan 95% sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan
Lebih terperinciDAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)
DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik
Lebih terperinciKETENTUAN AGUNG ( THE GOLDEN RULE ) Suparno Satira
KETENTUAN AGUNG ( THE GOLDEN RULE ) Suparn Satira Suparn_satira@yah.cm 1 JENJANG / HIRARKI Falsafah Visi Idelgi / Dktrin Misi Aturan / Knsep Dasar Anggaran Dasar / ART Perumusan dinamika / Gejala Peraturan
Lebih terperinciTeori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas
Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu
Lebih terperinciFISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB
FISIKA MODERN Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB 1 MANFAAT KULIAH Memberikan pemahaman tentang fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan melalui fisika klasik Fenomena alam yang berkaitan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 200 Mata Pelajaran : Fisika Kelas : XII IPA Alokasi Waktu : 20 menit
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana
Lebih terperinciArtikel Fisika. : Purnomo Satria NIM : Astronut dan bumi mengalami kaidah jatuh bebas akibat gaya gravitasi
Nama : Purnomo Satria NIM : 1133467162 Artikel Fisika Astronut dan bumi mengalami kaidah jatuh bebas akibat gaya gravitasi Fisika (bahasa Yunani: φυσικός (fysikós), "alamiah", dan φύσις (fýsis), "alam")
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSAMAAN DIRAC UNTUK POTENSIAL ROSEN MORSE HIPERBOLIK DENGAN COULOMB LIKE TENSOR UNTUK SPIN SIMETRI MENGGUNAKAN METODE HIPERGEOMETRI
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIRAC UNTUK POTENSIAL ROSEN MORSE HIPERBOLIK DENGAN COULOMB LIKE TENSOR UNTUK SPIN SIMETRI MENGGUNAKAN METODE HIPERGEOMETRI Tri Jayanti 1, Suparmi, Cari Program Studi Ilmu Fisika
Lebih terperinciGaya merupakan besaran yang menentukan sistem gerak benda berdasarkan Hukum Newton. Beberapa fenomena sistem gerak benda jika dianalisis menggunakan
Gaya merupakan besaran yang menentukan sistem gerak benda berdasarkan Hukum Newton. Beberapa fenomena sistem gerak benda jika dianalisis menggunakan konsep gaya menjadi lebih rumit, alternatifnya menggunakan
Lebih terperinciPersamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan
(Pendahuluan) 1D untuk syarat batas Robin 2D dengan syarat batas Dirichlet Fisika Komputasi Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran http://phys.unpad.ac.id/jurusan/staff/dharmawan email : dharmawan@phys.unpad.ac.id
Lebih terperinciEfek Relativistik Pada Hamburan K + n
Efek Relativistik Pada Hamburan K + n Putu Adi Kusuma Yudha l, Dr. Agus Salam 2, Dr. Imam Fachruddin 3 1. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Fisika, Universitas
Lebih terperinciReduksionisme, Prinsip Antropik, dan Sains yang Relijius
Reduksionisme, Prinsip Antropik, dan Sains yang Relijius Oleh: Terry Mart Beberapa belas tahun silam, ketika saya sedang window-shopping di pusat perbelanjaaan Hauptwache di kota Frankfurt, Jerman, saya
Lebih terperinciFISIKA. Sesi DUA KEPING SEJAJAR DAN KAPASITOR A. DUA KEPING SEJAJAR
FISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 05 Sesi NGAN DUA KEPING SEJAJAR DAN KAPASITOR A. DUA KEPING SEJAJAR Keping sejajar adalah dua keping konduktor yang mempunyai luas dan bahan yang sama. Jika dihubungkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atom Bohr Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya mengenai spektrum
Lebih terperinciFisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003
Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pada salah satu cabang ilmu fisika yaitu kosmologi merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Kosmologi merupakan ilmu yang mengulas alam semesta beserta dinamikanya.
Lebih terperinciFisika Dasar II. II. Silabus 1. Identitas mata kuliah Nama mata kuliah : Fisika Dasar II Nomor kode : FI331
Fisika Dasar II I. DESKRIPSI Mata kuliah ini adalah kelanjutan dari mata kuliah Fisika Dasar I dan merupakan prasyarat bagi kelompok mata kuliah keahlian program studi pada program S-1 Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciMassa m Muatan q (±) Menghasilkan: Merasakan: Tinjau juga Dipol p. Menghasilkan: Merasakan:
KEMAGNETAN Menu hari ini (2 minggu): Medan dan Gaya Magnet Medan Gravitasi Listrik Massa m Muatan q (±) Menghasilkan: Merasakan: Tinjau juga Dipol p Menghasilkan: Merasakan: Magnet Batang Kutub sejenis
Lebih terperinciSEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA & KOMPUTER JAKARTA STI&K SATUAN ACARA PERKULIAHAN
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMAA & KOMPUTER JAKARTA STI&K SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata : FISIKA DASAR Kode Mata : DK - 11203 Jurusan / Jenjang : D3 MANAJEMEN INFORMAA Tujuan Instruksional Umum : Agar
Lebih terperinciMATA PELAJARAN PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM
MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Program Studi : Fisika : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 24 April 2008 Jam : 08.00 0.00 PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN)
Lebih terperinciMATERI, ENERGI DAN GELOMBANG. Konsep Dasar IPA
MATERI, ENERGI DAN GELOMBANG Konsep Dasar IPA Apa yang kalian ketahui tentang Energi? Energi Listrik Energi Cahaya Energi Gerak Energi Panas Dsb. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan.
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)
RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) FISIKA MODERN OLEH : Tim Penyusun PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2009 Nama Matakuliah Kode / SKS : Fisika Modern
Lebih terperinciFISIKA MODERN. Pertemuan Ke-7. Nurun Nayiroh, M.Si.
FISIKA MODERN Pertemuan Ke-7 Nurun Nayiroh, M.Si. Efek Zeeman Gerakan orbital elektron Percobaan Stern-Gerlach Spin elektron Pieter Zeeman (1896) melakukan suatu percobaan untuk mengukur interaksi antara
Lebih terperinciKeterkaitan Grup Spesial Uniter dengan Grup Spesial Ortogonal
Jurnal Matematika Integratif Volume 12 No. 2, Oktober 2016, pp. 117-124 p-issn:1412-6184, e-issn:2549-903 doi:10.24198/jmi.v12.n2.11928.117-124 Keterkaitan Grup Spesial Uniter dengan Grup Spesial Ortogonal
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur atom Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran
Lebih terperinci