BAB II KAJIAN PUSTAKA. Model PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Model PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Model PBL Model PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan konstekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan harus dipecahkan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsip yang secara simultan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran. Sebuah permasalahan pada umumnya diselesaikan dalam beberapa kali pertemuan karena merupakan permasalahan multikonsep bahkan dapat merupakan masalah multidisiplin ilmu. (Sani, 2014) Konsep PBL Pembelajaran berbasis masalah (PBL) berlandaskan teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme). Menurut teori konstruktivisme, siswa belajar mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian dunia nyata (real world problem) secara tersturktur untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa. Pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Pembelajaran akan dapat membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) dan meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis. 7

2 8 Problem based learning pertama sekali digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di Southern Illnois University School of Medicine. Dr. Howard Barrows dari sekolah tersebut mendefinisikan PBL sebagai sebuah metode pembelajaran berbasis pada prinsip penggunaan masalah sebagai titik permulaan untuk integrasi pengetahuan yang baru. ( Barrows dalam Sani, 2014) Menurut Arends (dalam Putra, 2013) model PBL adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri. PBL juga bisa didefinisikan sebagai lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah untuk belajar; sebelum mempelajari sesuatu, siswa diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. PBL dapat pula didefinisikan sebagai sebuah metode pembelajaran yang didsarkan pada prinsip bahwa masalah bisa dijadikan sebagai titik awal untuk mendapatkan ataupun mengintegrasikan ilmu baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar siswa mampu mempelajari sesutau yang dapat menyokong keilmuan. (Nursalam dalam Putra, 2013) PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata stimulus) terhadap siswa, kemudian ia diminta mencari pemecahan masalah melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, serta prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Dalam hal ini, permasalahan menjadi fokus, stimulus, dan pemandu proses belajar, sedangkan guru menjadi fasilitator dan pembimbing. (Putra, 2013)

3 Tujuan Pembelajaran PBL Secara umum, tujuan pembelajaran dengan model PBL adalah sebagai berikut: a. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, serta kemampuan intelektual. b. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman nyata atau stimulasi. (Putra, 2013) Menurut Norman dan Schmidt (dalam Sani, 2014), PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam beberapa hal, yakni: 1. mentransfer konsep pada permasalahan baru; 2. integrasi konsep; 3. ketertarikan belajar; 4. belajar dengan arahan sendiri; 5. keterampilan belajar. Tujuan utama PBL bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. PBL juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik. Kemandirian belajar dan keterampilan sosial itu dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifkasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah. (Kurniasih dan Berlin, 2014)

4 Langkah-langkah pembelajaran model PBL Gambaran rinci langkah-langkah model PBL dapat diamati dalam tabel berikut: Table 2.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Model PBL Langkah No. Kegiatan Guru Orientasi masalah Mengorganisasikan siswa untuk belajar Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja Menganalisis dan mnegevaluasi hasil pemecahan masalah (Putra, 2013) 1 Menginformasikan tujuan pembelajaran Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan 2 terjadi pertukaran ide yang terbuka 3 Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara 4 terbuka Membantu siswa dalam menemukan konsep berdasarkan 1 masalah Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi, dan 2 cara belajar siswa aktif 3 Menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam 1 mengerjakan / menyelesaikan masalah 2 Mendorong kerja sama dan penyelesaian tugas-tugas 3 Mendorong dialog dan diskusi dengan teman Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisakan 4 tuags-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah 5 Membantu siswa merumuskan hipotesis 6 Membantu siswa dalam memberikan solusi Membimbing siswa dalam mengerjakan lembar kegiatan 1 siswa (LKS) 2 Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kerja Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan 1 masalah Memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan 2 masalah 3 Mengevaluasi materi Sani (2014) juga mengemukakan langkah model PBL sebagai berikut:

5 11 Table 2.2. Langkah-Langkah Pembelajaran Model PBL Langkah Aktivitas Guru dan Peserta Didik Mengorientasi peserta didik terhadap masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Menganalisis dan mengevaluasi hasil proses pemecahan masalah Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapat kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan Dari masing-masing pendapat tersebut mengenai tahapan model PBL, terdapat kesamaan yaitu model PBL terdiri dari lima langkah utama: orientasi siswa pada masalah, pengorganisasian siswa untuk belajar, penyelidikan secara individu maupun kelompok, pengembangan dan penyajian hasil kerja, serta analisis dan evaluasi. Tahapan-tahapan PBL yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu. Tahapan-tahapan PBL tersebut dapat diintegrasikan dengan aktivitas-

6 12 aktivitas pendekatan saintifik sesuai dengan karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sebagaimana tertera pada Permendikbud No. 81a Tahun Aktivitas-aktivitas tersebut adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasikan/mengolah informasi, dan mengomunikasikan. (Kurniasih dan Berlin, 2014) Skenario pembelajaran dengan metode PBL hendaknya memenuhi karakteristik antara lain: 1. terkait dengan dunia nyata; 2. memotivasi siswa; 3. membutuhkan pengambilan keputusan; 4. multitahap; 5. dirancang untuk kelompok; 6. menyajikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi; 7. mencakup tujuan pembelajaran, berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), dan keterampilan lainnya. (Sani, 2014) Kelebihan dan Kekurangan Model PBL Sebuah model selalu ada kelebihan dan kekurangan. Namun dari sebuah model kita harus mampu memilih model yang lebih banyak keunggulan atau kelebihannya. a. Kelebihan model PBL Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan konsep tersebut

7 13 2. Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi 3. Pengetahuan tertanam berdasarkan kerangka pemikiran yang dimliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna 4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya. 5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya. 6. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. 7. PBL diyakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. b. Kekurangan model PBL Selain berbagai kelebihan tersebut, model PBL juga memiliki beberapa kekurangan, yakni: 1. Bagi siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai 2. Membutuhkan banyak waktu dan dana, serta 3. Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan metode PBL (Putra, 2013)

8 Berpikir Kritis Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah dan menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi, dan pencarian ilmiah. (Putra, 2013) Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang sistematis, terarah dan jelas yang merupakan suatu kegiatan mental seperti proses mengamati, menganalisis, meneliti, mengobservasi dan lain-lain sebagai suatu cara menemukan suatu solusi dalam memecahkan suatu masalah. (Husamah dan Setyaningrum, 2013) Menurut Webster s New Encyclopedic All New 1994 Edition (dalam Amri dan Iif, 2010), kritis (critical) adalah menerapkan atau mempraktikkan penilaian yang teliti dan obyektif sehingga berpikir kritis dapat diartikan sebagai yang membutuhkan kecermatan dalam membuat keputusan. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita percayai dan apa yang kita kerjakan. Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. (Ennis dalam Amri dan Iif, 2010). Costa (dalam Amri dan Iif, 2010) mengkategorikan proses berpikir kritis kompleks atau berpikir tingkat tinggi ke dalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan karena dalam kehidupan di masyarakat, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan pemecahan. Untuk memecahkan suatu

9 15 permasalahan tentu diperlukan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan berpikir kritis yang baik. Sesuai pendapat Ennis (dalam Amri dan Iif, 2010) menyatakan bahwa terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu fokus (focus), alasan (reason), kesimpulan (inference), situasi (situation), kejelasan (clarity), dan tinjauan ulang (overview). Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa tahap-tahap dalam berpikir kritis sebagai berikut : 1. Fokus (focus). Langkah awal dari berpikir kritis adalah mengindetifikasi masalah dengan baik. Permasalahan yang menjadi focus bisa terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen. 2. Alasan (reason). Apakah alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam focus. 3. Kesimpulan (inference). Jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk sampai pada kesimpulan yang diberikan. 4. Situasi (situation). Mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya. 5. Kejelasan (clarity). Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argument tersebut sehingga terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan. 6. Tinjauan ulang (overview), artinya kita perlu mencek apa yang sudah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari dan disimpulkan.

10 16 Dari masing-masing unsur keterampilan berpikir kritis di atas, diuraikan lagi menjadi sub-keterampilan berpikir kritis dan masing-masing indikatornya dituliskan dalam tabel berikut: Tabel 2.3. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis Keterampilan Berpikir Kritis 1. Memberikan Penjelasan dasar 2. Membangun Keterampilan dasar Sub Keterampilan Berpikir Kritis 1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisis argument 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang 4.Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak? Aspek a. Mengidentifikasi atau memformulasikan suatu pertanyaan. b. Mengidentifikasi atau memformulasikan kriteria jawaban yang mungkin. c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang sedang dihadapi. a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan c. Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan d. Mencari persamaan dan perbedaan e. Mengidentifikasi dan menangani ketidakrelevanan f. Mencari struktur dari sebuah pendapat/argument g. Meringkas a. Mengapa? b. Apa yang menjadi alasan utama? c. Apa yang kamu maksud dengan? d. Apa yang menjadi contoh? e. Apa yang bukan contoh? f. Bagaiamana mengaplikasikan kasus tersebut? g. Apa yang menjadikan perbedaannya? h. Apa faktanya? i. Apakah ini yang kamu katakan? j. Apalagi yang akan kamu katakan tentang itu? a. Keahlian b. Mengurangi konflik interest c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi e. Menggunakan prosedur yang ada f. Mengetahui resiko g. Keterampilan memberikan alasan h. Kebiasaan berhati-hati

11 17 Keterampilan Berpikir Kritis 3.Menyimpulkan 4. Membuat penjelasan lebih lanjut 5. Strategi dan taktik Sub Keterampilan Berpikir Kritis 5.Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi 6. Mendeduksi dan mempertimbangkan deduksi 7. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi 8. Membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan 9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi 10.Mengidentifikasi asumsi 11. Memutuskan suatu tindakan 12. Berinteraksi dengan orang lain Aspek a. Mengurangi praduga/menyangka b. Mempersingkat waktu antara observasi dengan laporan c. Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri d. Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan e. Penguatan f. Kemungkinan dalam penguatan g. Kondisi akses yang baik h. Kompeten dalam menggunakan teknologi i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas kriteria a. Kelas logika b. Mengkondisikan logika c. Menginterpretasikan pernyataan a. Menggeneralisasi b. Berhipotesis a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi c. Mengaplikasikan konsep ( prinsip-prinsip, hukum dan asas) d. Mempertimbangkan alternatif e. Menyeimbangkan, menimbang dan memutuskan Ada 3 dimensi: a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang, ekspresi yang sama, operasional, contoh dan noncontoh b. Strategi definisi c. Konten (isi) a. Alasan yang tidak dinyatakan b. Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi argumen a. Mendefisikan masalah b. Memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi permasalahan c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk solusi d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan e. Merivew f. Memonitor implementasi a. Memberi label b. Strategi logis c. Srtrategi retorik d. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan atau tulisan

12 18 Watson dan Glaser (dalam Amri dan Iif, 2010) juga melakukan pengukuran kemampuan berpikir kritis melalui tes yang mencakup lima buah indicator, yaitu mengenal asumsi, melakukan inferensi, deduksi, interpretasi, dan mengevaluasi argumen. menurut Glaser (dalam Fisher, 2009) indikator-indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut: a. Mengenali masalah b. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalahmasalah itu, c. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, d. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, e. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, f. Menganalisis data g. Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, h. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, i. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan, j. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, k. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas, l. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

13 19 Sedangkan menurut Ennis (dalam Sari, 2012) indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa meliputi: a. Mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan. b. Mencari alasan. c. Berusaha mengetahui infomasi dengan baik. d. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya. e. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan. f. Berusaha tetap relevan dengan ide utama. g. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar. h. Mencari alternatif. i. Bersikap dan berpikir terbuka. j. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu. k. Mencari penjelasan sebanyak mungkin. l. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah. Dari pendapat para ahli mengenai indikator berpikir kritis, maka peneliti membuat kesimpulan dari pendapat-pendapat tersebut sehingga didapat indikator berpikir kritis yang nantinya akan digunakan dalam penelitian. Adapun indikatornya sebagai berikut: 1. Tanggap dalam mengenali masalah 2. Kemampuan berpendapat secara logis 3. Kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan/pendekatan terhadap suatu masalah 4. Mampu menguraikan sesuatu secara terperinci

14 20 5. Meragukan temuan teman 6. Bertanggung jawab 7. Memiliki kemampuan untuk menyimpulkan berbagai informasi 8. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil 9. Mencari alternaif 2.3 Laju Reaksi Pengertian Laju Reaksi Apakah yang dimaksud dengan laju reaksi? Laju reaksi adalah berkurangnya jumlah reaktan atau bertambahnya jumlah produk dalam satuan waktu. Satuan dari jumlah zat bermacam-macam, misalnya gram, mol, atau polaritas. Sebagai contoh, apabila kita akan mengamati laju reaksi dari pembakaran kertas, kita dapat menghitung berapa gram kertas yang terbakar dalam satuan waktu. Dalam perhitungan kimia banyak digunakan zat kimia berupa larutan atau berupa gas dalam ruang tertutup. Oleh karena itu, digunakan satuan khusus, yaitu konsentrasi. Perhatikan reaksi berikut! R P Pada awal reaksi yang ada hanya reaktan (R) karena zat produk (P) belum terbentuk. Setelah reaksi berjalan, zat P mulai terbentuk. Semakin lama konsentrasi zat P semakin bertambah, konsentrasi zat R semakin berkurang. Laju reaksi tersebut dapat di gambarkan dengan grafik berikut:

15 21 Konsentrasi P Konsentrasi R Laju reaksi Gambar 2.1 Grafik Laju Reaksi Berdasarkan grafik tersebut, jumlah konsentrasi reaktan semakin berkurang maka laju reaksinya adalah berkurangnya jumlah konsentrasi R per satuan waktu, yang dirumuskan sebagai berikut. Keterangan: = berkurangnya konsentrasi reaktan = perubahan waktu = laju reaksi Akan tetapi, dapat juga dibaca bahwa jumlah konsentrasi produk semakin bertambah maka laju reaksinya adalah bertambahnya jumlah konsentrasi P per satuan waktu, yang dirumuskan sebagai berikut. Keterangan: = bertambahnya konsentrasi produk (Kuswati, 2013)

16 Teori Tumbukan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi 1) Teori Tumbukan Menurut teori tumbukan, kecepatan reaksi ditentukan oleh faktor frekuensi tumbukan efektif (f) dan orientasi tumbukan (p). Kedua faktor tersebut terkandung dalam tetapan pada kecepatan reaksi, yaitu: k = p f Oleh karena tetapan berbanding lurus dengan kecepatan reaksi maka faktorfaktor tersebut berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Dengan kata lain, jika frekuensi tumbukan tinggi maka kecepatan reaksi akan meningkat, sebaliknya jika frekuensi tumbukan rendah maka kecepatan reaksi akan menurun. Frekuensi tumbukan dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi. Jika konsentrasi pereaksi diperbesar maka peluang untuk bertumbukan juga semakin besar. Akibatnya, tumbukan semakin sering terjadi sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Hal ini berhubungan dengan jumlah molekul, semakin tinggi konsentrasi, jumlah molekul semakin besar sehingga kemungkinan terjadi tumbukan efektif semakin besar. Selain dipengaruhi konsentrasi, frekuensi tumbukan juga dipengaruhi suhu reaksi. Jika suhu reaksi dinaikkan, partikel-partikel pereaksi bergerak lebih cepat sehingga tumbukan lebih sering terjadi. Setiap kenaikan suhu 10 dapat meningkatkan frekuensi tumbukan sekitar 2%. Faktor orientasi berhubungan dengan luas permukaan bidang sentuh zat-zat yang bereaksi. Orientasi yang tepat dari partikel-partikel pereaksi akan

17 23 menghasilkan tumbukan yang efektif, seperti digambarkan pada reaksi antara NO dan Cl2 berikut. Gambar 2.2 Tumbukan Pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa mekanisme A, molekul NO dan Cl2 saling mendekat dengan orientasi atom N mengarah pada molekul Cl2. Selain itu, sudut orientasi berada pada posisi pembentukan ikatan O=N Cl. Orientasi seperti ini tepat untuk terjadinya reaksi. Sebaliknya, pada mekanisme B, molekul NO dan Cl saling mendekat dengan atom O mengarah pada molekul Cl2. Oleh karena orientasinya tidak tepat untuk membentuk ikatan antara atom N dan Cl maka orientasi seperti ini tidak efektif untuk terjadinya reaksi. 2) Energi Pengaktifan (Ea) Molekul-molekul pereaksi selalu bergerak dan peluang terjadinya tumbukan selalu ada. Akan tetapi, tumbukan yang terjadi belum tentu menjadi reaksi jika energi yang dimiliki oleh masing-masing pereaksi tidak cukup untuk menghasilkan tumbukan efektif, meskipun orientasi molekul sudah tepat untuk menghasilkan tumbukan efektif. Agar tumbukan antarmolekul pereaksi efektif dan menjadi reaksi maka fraksi molekul yang bertumbukan harus memiliki energi lebih besar daripada energi pengaktifan. Apakah energi pengaktifan itu?

18 24 Energi pengaktifan adalah energi minimum yang diperlukan untuk menghasilkan tumbukan efektif agar terjadi reaksi. Energi pengaktifan dilambangkan oleh Ea. Energi pengaktifan untuk setiap reaksi (misalnya: A + B C) umumnya memiliki bentuk grafik seperti pada gambar di bawah ini. Pada gambar dibawah ini, energi pengaktifan diungkapkan sebagai energi penghalang yang harus diatasi oleh setiap molekul pereaksi agar menjadi produk. Gambar 2.3 Grafik Energi Pengaktifan Jika Anda perhatikan grafik tersebut, energi pengaktifan ada hubungannya dengan perubahan entalpi reaksi. Dapatkah Anda menunjukkan hubungan tersebut? Apakah reaksinya eksoterm atau endoterm? Oleh karena energi hasil reaksi lebih rendah dari energi pereaksi maka nilai H untuk reaksi tersebut negatif. Dengan kata lain, reaksinya eksoterm. Sebaliknya, jika arah reaksi dibalikkan, yakni: C A + B maka produk reaksi (A + B) memiliki energi lebih besar dari pereaksi C. Besarnya energi pengaktifan untuk reaksi kebalikannya, Ea(balik) = Ea(maju) + Hreaksi. Jadi, selisih energi pengaktifan untuk kedua reaksi adalah sebesar Hreaksi. Kerja katalis dalam mempercepat reaksi adalah dengan cara membuat jalan alternatif (jalan pintas) bagi pereaksi dalam membentuk produk, yaitu dengan cara menurunkan energi pengaktifannya, seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

19 25 Gambar 2.4 Kerja Katalis Menurunkan Ea (Sunarya, 2008) 3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Menurut fauziah (2009) Laju reaksi kimia dapat berlangsung cepat, atau lambat dan dapat juga meningkat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Apa saja yang mempengaruhi laju reaksi? Berdasarkan teori tumbukan suatu faktor akan mempengaruhi laju reaksi dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Konsentrasi Untuk beberapa reaksi baik reaksi dalam fasa gas, cair ataupun padat kenaikan konsentrasi meningkatkan laju reaksi. Contoh reaksi antara asam klorida yang ditambahkan pada natrium tiosulfat, endapan kuning terbentuk yang menunjukkan pembentukkan belerang. Na2S2O3(aq) + 2 HCl(aq) 2 NaCl(aq) + H2O(l) + S(s) + SO2(g)

20 26 Gambar 2.5 Pengaruh Konsentrasi Jika larutan natrium tiosulfat dibuat semakin encer, pembentukkan endapan semakin membutuhkan waktu yang lama. Dengan asumsi bahwa reaksi terjadi antara dua partikel karena terjadinya tumbukan, tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif. Ini berlaku untuk reaksi pada fasa apapun, baik untuk fasa gas, cair atau pun padat. Jika konsentrasi tinggi maka kemungkinan terjadinya tumbukan semakin banyak. Anggaplah pada suatu waktu kamu punya satu juta partikel yang memiliki cukup energi untuk mengatasi energi aktivasinya sehingga dapat bereaksi, atau E>Ea. Jika kamu punya 100 juta maka akan bereaksi 100 juta, maka hasil reaksi biasanya mengikuti kelipatan zat pereaksi yang ditambahkan. b) Luas Permukaan Jika kita gunakan padatan dalam bentuk serbuk biasanya hasil reaksi akan lebih cepat diperoleh. Hal itu dikarenakan zat dalam bentuk serbuk memiliki luas permukaan yang lebih besar. Memperbesar luas permukaan padatan akan meningkatkan peluang terjadinya tumbukan. Bayangkan sebuah reaksi antara

21 27 logam magnesium dan asam klorida encer. Reaksi akan mencakup tumbukan antara atom magnesium dan ion hidrogen. Mg(s) + 2 H + (aq) Mg 2+( aq) + H 2 (g) Gambar 2.6 Pengaruh Luas Bidang Sentuh c) Temperatur Gambar 2.7 Pengaruh Suhu Perubahan suhu akan mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Pada umumnya, kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Jika suhu naik, maka partikelpartikel zat-zat yang terlibat dalam reaksi akan menyerap kalor (energi), sehingga energi kinetik partikel-partikel tersebut meningkat. Oleh karena itu, dengan meningkatnya suhu, maka semakin banyak partikel yang mempunyai energi

22 28 kinetik lebih besar dari energi aktivasi. Keadaan ini memungkinkan terjadinya lebih banyak tumbukan efektif antara partikel-partikel, sehingga reaksi berlangsung dengan lebih cepat. Berdasarkan hasil eksperimen, setiap kenaikan suhu sebesar 1000C, maka laju reaksi akan meningkat dua kali. Hubungan laju reaksi dengan peningkatan suhu dapat dinyatakan secara matematis: Keterangan: v = laju reaksi pada suhu tertentu v 0 = laju reaksi mula-mula T = kenaikan suhu d) Katalis Katalis dapat mempengaruhi terjadinya reaksi, tetapi pada akhir reaksi dapat diperoleh kembali. Fungsi katalis adalah menurunkan energi aktivasi, sehingga jika ke dalam suatu reaksi ditambahkan katalis, maka reaksi akan lebih mudah terjadi. Hal ini disebabkan karena zat- zat yang bereaksi akan lebih mudah melampaui energi aktivasi. Katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen, sehingga pada akhir reaksi zat tersebut dapat diperoleh kembali. Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga energi aktivasi (Ea). Sedangkan zat yang dapat memperlambat laju reaksi disebut inhibitor.meskipun katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi ia tidak mempengaruhi perbedaan energi antara produk dan pereaksi. Dengan kata lain, penggunaan katalis tidak akan mengubah entalpi reaksi.

23 29 Pengaruh katalis dalam mempengaruhi laju reaksi terkait dengan energi pengaktifan reaksi (Ea). Katalis yang digunakan untuk mempercepat reaksi memberikan suatu mekanisme reaksi alternatif dengan nilai Ea yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai Ea reaksi tanpa katalis. Semakin rendah nilai Ea maka lebih banyak partikel yang memiliki energi kinetik yang cukup untuk mengatasi halangan Ea yang rendah ini. Gambar 2.8 Hubungan Katalis dan Ea Dengan memperhatikan gambar. diatas dapat dilihat bahwa tanpa katalis, energi pengaktifan (Ea) suatu reaksi lebih banyak, sedangkan dengan menggunakan katalis, Ea menjadi lebih sedikit, sehingga laju reaksi menjadi lebih cepat. Ini berarti bahwa katalis dapat meningkatkan energi pengaktifan suatu reaksi, sehingga laju reaksi menjadi semakin besar Persamaan laju Reaksi dan Orde Reaksi Orde reaksi selalu ditentukan dengan melakukan eksperimen. Kamu tidak dapat menentukan orde reaksi dengan melihat persamaan reaksi saja. Mari kita anggap kita sedang melakukan eksperimen untuk menemukan apa yang terjadi pada laju reaksi, dengan satuan laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi satu zat pereaksi, A. hal yang kemungkinan besar akan kamu temukan adalah : Kemungkinan pertama: laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi A

24 30 Berarti jika kamu menggandakan konsentrasi A, laju reaksi akan dua kali lebih besar juga. Jika kamu meningkatkan konsentrasi A dengan kelipatan 4, kecepatan juga akan meningkat 4 kali lipat. Kamu dapat menyatakan ini dengan menggunakan lambang berikut : Penulisan rumus dalam tanda kurung siku menunjukkan konsentrasi diukur dalam mol per liter. Kamu juga dapat menulisnya dengan mengantikan kesebandingan dengan suatu bilangan atau konstanta, k. Kemungkinan kedua : laju reaksi sebanding dengan kuadrat dari konsentrasi A. Ini berarti jika kamu menggandakan konsentrasi A, maka laju reaksi akan 4 kalinya (2 2 ). Jika kamu lipat tigakan konsentrasi A, maka laju akan menjadi 9 kalinya(3 2 ). Dapat dinyatakan sebagai : Dengan melakukan eksperimen antara A dan B, kamu akan menemukan laju reaksi dinyatakan dalam konsentrasi A dan B sebagai berikut :

25 31 Persamaan diatas disebut sebagai persamaan laju untuk reaksi. Konsentrasi A dan B merupakan penentu dari laju reaksi tersebut, jadi merupakan variabel bebas yang menentukan besarnya laju reaksi sedangkan laju reaksi sendiri menjadi variabel terikat. Pangkat yang terdapat pada A dan B merupakan orde reaksi. Jika dalam reaksi, orde reaksi A bernilai 0 (nol), itu berarti konsentrasi A tidak mempengaruhi reaksi, jika orde reaksi nol maka penyataannya akan menghilang dari persamaan laju. Contoh, berikut adalah reaksi yang melibatkan A dan B, dengan masing masing persamaan laju diperoleh dari eksperimen untuk menemukan bagaimana konsentrasi A dan B mempengaruhi laju reaksi : Contoh 1: Laju = k[a][b] Untuk masalah disini, orde reaksi A dan B adalah 1. Jumlah keseluruhan orde reaksi adalah 2. Contoh 2: Pada temperatur 273 C, gas brom dapat bereaksi dengan nitrogen monoksida menurut persamaan reaksi: 2 NO(g) + Br2(g) 2 NOBr(g) Data hasil eksperimen dari reaksi itu adalah sebagai berikut:

26 32 Tabel 2.4. Contoh Data Hasil Eksperimen Tentukan: a. Orde reaksi terhadap NO b. Orde reaksi terhadap Br 2 c. Orde reaksi total d. Persamaan laju reaksinya e. Tetapan laju reaksi (k) Jawab: Misal persamaan laju reaksi: v = k[no] m.[br 2 ] n a. Untuk menentukan orde reaksi terhadap NO digunakan [Br 2 ] yang sama, yaitu percobaan 1 dan 4 Jadi orde reaksi terhadap NO = 2 b. Untuk menentukan orde reaksi terhadap Br2 digunakan [NO] yang sama, yaitu percobaan 1 dan 2 jadi, orde reaksi terhadap Br 2 = 1 c. Orde reaksi total = m + n = = 3 d. Persamaan laju reaksi: v = k[no] m.[br2] n v = k[no] 2.[Br2]

27 33 e. Untuk menentukan harga k, dapat diambil salah satu data dari percobaan, misalnya data percobaan 1 v = k[no] 1 2.[Br2] 1 Dari persamaan reaksi untuk reaksi : A B dengan persamaan laju reaksi sebagai : Laju = v = k [A]n tampak orde reaksi merupakan pangkat dari konsentrasi, maka grafik yang akan diperoleh jika kita plot antara laju reaksi dan perubahan konsentrasi, adalah sebagai berikut : a. Orde nol Laju = v = k [A] 0 = k b. Orde Satu Gambar 2.9 Grafik Orde 0 Laju = v = k[a] 1 = k[a]

28 34 c. Orde dua Gambar 2.10 Grafik Orde 1 Laju = v = k [A] 2 Gambar 2.11 grafik orde 2 (Fauziah, 2009) 2.4 Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang dari penelitian ini yaitu kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI MIA SMA N 10 Kota Jambi, guru belum sepenuhnya melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis sehingga pembelajaran dikelas kurang aktif. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti adakah pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis setelah keterlaksanaan model PBL. Dalam penelitian ini digunakan satu kelas sebagai kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen ini akan dilaksanakan proses pembelajaran menggunakan model PBL. Diharapkan dengan diterapkannya model PBL di kelas eksperimen ini dapat berpengaruh pada sikap kritis siswa dan pembelajaran menjadi lebih aktif.

29 35 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI: 1. Pembelajaran masih di dominasi guru. 2. Siswa cenderung untuk menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. 3. Hanya sebagian siswa yang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. BERPIKIR KRITIS Berpikir kritis adalah sikap ilmiah yang diharapkan dalam penelitian ini PBL PBL adalah model yang digunakan karena dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa yang konsepnya menggunakan masalah dunia nyata. LAJU REAKSI Laju reaksi adalah materi yang diterapkan menggunakan model PBL karena memiliki karakteristik berupa hitungan dan konsep-konsep yang ada dalam fakta kehidupan sehari-hari. HASIL YANG DIHARAPKAN: Adanya pengaruh dari keterlaksanaan model PBL ini terhadap kemampuan bepikir kritis siswa pada materi Laju reaksi Gambar 2.12 Kerangka Berpikir Penelitian 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, hipotesis peneliti yaitu terdapat pengaruh keterlaksanaan model PBL terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Laju Reaksi di kelas XI MIA SMAN 10 Kota Jambi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran PBL Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan.dalam konteks pembelajaran biologi masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Kartu Bergambar Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran. Media dapat berupa video, gambar, buku, film dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun 1970-an. Model Problem Based Learning berfokus pada penyajian suatu permasalahan

Lebih terperinci

wanibesak.wordpress.com

wanibesak.wordpress.com 1. Diberikan beberapa pernyataan 1) katalis dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menaikan energi aktivasi 2) tahap penentu laju reaksi adalah tahap reaksi yang berlangsung paling lambat 3) laju reaksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Discovery Learning Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain dari pembelajaran penemuan (Kosasih, 2014: 83). Discovery adalah menemukan konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Gagne dan Briggs dalam Arsyad (2011:4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Sugiarto (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 62) mengategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasiinformasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Teknik NHT Dalam penerapannya pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik pembelajaran, salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT).

Lebih terperinci

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu 3 LAJU REAKSI Setelah mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: Menghitung konsentrasi larutan (molaritas larutan). Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, luas permukaan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media sangat 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Kartu Bergambar Media adalah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media sangat perlu

Lebih terperinci

Laju Reaksi KIM 2 A. KEMOLARAN B. LAJU REAKSI C. UNGKAPAN LAJU REAKSI LAJU REAKSI. materi78.co.nr

Laju Reaksi KIM 2 A. KEMOLARAN B. LAJU REAKSI C. UNGKAPAN LAJU REAKSI LAJU REAKSI. materi78.co.nr Laju eaksi A. KEMOLAAN Dalam laju reaksi, besaran yang digunakan adalah kemolaran benda. Kemolaran menyatakan jumlah mol zat terlarut dari tiap liter larutan atau gas, menunjukkan kekentalan atau kepekatan.

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut. Konsentrasi Jika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel

Lebih terperinci

A. MOLARITAS (M) B. KONSEP LAJU REAKSI C. PERSAMAAN LAJU REAKSI D. TEORI TUMBUKAN E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI

A. MOLARITAS (M) B. KONSEP LAJU REAKSI C. PERSAMAAN LAJU REAKSI D. TEORI TUMBUKAN E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI 3 LAJU REAKSI A. MOLARITAS (M) B. KONSEP LAJU REAKSI C. PERSAMAAN LAJU REAKSI D. TEORI TUMBUKAN E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI Materi dapat berubah dari bentuk yang satu ke bentuk yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemampuan adalah karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemampuan adalah karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kemampuan Kemampuan sama dengan kata kesanggupan atau kecakapan. Dengan bahasa yang lebih terperinci, kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan individu untuk melakukan

Lebih terperinci

c. Suhu atau Temperatur

c. Suhu atau Temperatur Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Discovery Learning Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H 2 SO 4 0.05 M dibutuhkan larutan H 2 SO 4 5 M sebanyak ml a. 5 ml b. 10 ml c. 2.5 ml d. 15 ml e. 5.5 ml 2. Konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Laju reaksi adalah laju pengurangan reaktan tiap satuan waktu atau laju pembentukan produk tiap satuan waktu. Laju reaksi dipengaruhi oleh: sifat dan keadan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA 4

LEMBAR KERJA SISWA 4 88 LEMBAR KERJA SISWA 4 Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Submateri Pokok Alokasi Waktu : Kimia : I/ganjil : Laju Reaksi : Teori Tumbukan : 2 x 45 menit Standar Kompetensi Memahami Kinetika Reaksi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Berpikir Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan berpikir seseorang dapat mengolah berbagai informasi yang diterimanya dan mengembangkannya

Lebih terperinci

MODUL LAJU REAKSI. Laju reaksi _ 2013 Page 1

MODUL LAJU REAKSI. Laju reaksi _ 2013 Page 1 MODUL LAJU REAKSI Standar Kompetensi ( SK ) : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri. Kompetensi

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H2SO4 0.05 M dibutuhkan larutan H2SO4 5 M sebanyak ml a. 5 ml b. 10 ml c. 2.5 ml d. 15 ml e. 5.5

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi Soal nomor 1 Mencari volume yang dibutuhkan pada proses pengenceran. Rumus pengenceran V 1. M 1 = V 2. M 2 Misal volume yang dibutuhkan sebanyak x ml, maka

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KE-1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KE-1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KE-1 Sekolah : SMAN 3 Tangerang Selatan Mata Pelajaran : Kimia Kelas/ Semester : XI/ I Tahun Pelajaran : 010/011 Pokok Bahasan : Laju Reaksi

Lebih terperinci

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN STANDAR KOMPETENSI 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan

Lebih terperinci

Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan kondisi kesetimbangan

Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan kondisi kesetimbangan KINETIKA Pendahuluan Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan kondisi kesetimbangan Namun persamaan reaksi tidak dapat menjawab :. Seberapa cepat reaksi berlangsung 2. Bagaimana

Lebih terperinci

SOAL LAJU REAKSI. Mol CaCO 3 = = 0.25 mol = 25. m Mr

SOAL LAJU REAKSI. Mol CaCO 3 = = 0.25 mol = 25. m Mr SOAL LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H 2 SO 4 0.05 M dibutuhkan larutan H 2 SO 4 5 M sebanyak ml A. 5 ml B. 10 ml C. 2.5 ml D. 15 ml E. 5.5 ml : A Mencari volume yang dibutuhkan pada proses

Lebih terperinci

Bab 10 Kinetika Kimia

Bab 10 Kinetika Kimia D e p a r t e m e n K i m i a F M I P A I P B Bab 0 Kinetika Kimia http://chem.fmipa.ipb.ac.id Ikhtisar 2 3 Laju Reaksi Teori dalam Kinetika Kimia 4 Mekanisme Reaksi 5 46 Faktor Penentu Laju Reaksi Enzim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan Ajar Brosur Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa

Lebih terperinci

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP & K-13 kimia K e l a s XI LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami konsep molaritas. 2. Memahami definisi dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

MENYARING DAN MENDEKANTASI

MENYARING DAN MENDEKANTASI MENYARING DAN MENDEKANTASI MENYARING - Menyaring adalah suatu proses dimana partikelpartikel dipisahkan dari cairan dengan melewatkan cairan melalui bahan permeabel (kertas saring,dll). - Endapan : suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. melibatkan siswa secara aktif dalam merancang tujuan pembelajaran untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. melibatkan siswa secara aktif dalam merancang tujuan pembelajaran untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Project Based Learning Model project based learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam merancang tujuan pembelajaran untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan. PETA KONSEP LAJU REAKSI Berkaitan dengan ditentukan melalui Waktu perubahan Dipengaruhi oleh Percobaan dari Pereaksi Hasil reaksi Konsentrasi Luas Katalis Suhu pereaksi permukaan menentukan membentuk mengadakan

Lebih terperinci

OAL TES SEMESTER I. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! a. 2d d. 3p b. 2p e. 3s c. 3d 6. Unsur X dengan nomor atom

OAL TES SEMESTER I. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! a. 2d d. 3p b. 2p e. 3s c. 3d 6. Unsur X dengan nomor atom KIMIA XI SMA 3 S OAL TES SEMESTER I I. Pilihlah jawaban yang paling tepat!. Elektron dengan bilangan kuantum yang tidak diizinkan n = 3, l = 0, m = 0, s = - / n = 3, l =, m =, s = / c. n = 3, l =, m =

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi

BAB III METODE PENELITIAN. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi secara operasional, diantaranya: 1. Kemampuan berpikir kritis yang akan diukur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP Standar Kompetensi 1. Memahami kinetika reaksi dan kesetimbangan kimia

Lebih terperinci

Laju reaksi menunjukkan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi persatuan waktu.

Laju reaksi menunjukkan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi persatuan waktu. Bab IV Laju Reaksi Sumber: Ebbing, General Chemistry Laju reaksi menunjukkan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi persatuan waktu. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti pembelajaran siswa dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget (Sanjaya, 2008) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil

Lebih terperinci

yang berkaitan dengan Laju Reaksi, diberikan pada tabel berikut ini.

yang berkaitan dengan Laju Reaksi, diberikan pada tabel berikut ini. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengumpulan data, persentase siswa SMA Negeri 1 Paguyaman, Kabupaten Boalemo yang memberikan jawaban untuk tiap item tes yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar 1. Belief Siswa terhadap Matematika Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap sesuatu. Belief siswa terhadap matematika adalah keyakinan

Lebih terperinci

Termodinamika apakah suatu reaksi dapat terjadi? Kinetika Seberapa cepat suatu reaksi berlangsung?

Termodinamika apakah suatu reaksi dapat terjadi? Kinetika Seberapa cepat suatu reaksi berlangsung? Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi Chapter 8 Kinetika Kimia Termodinamika apakah suatu reaksi dapat terjadi? Kinetika Seberapa cepat suatu reaksi berlangsung?

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran dianggap dapat berhasil apabila proses dan hasil belajarnya baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan IPA di sekolah dirumuskan dalam bentuk pengembangan individu-individu yang literate terhadap sains.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Paguyaman yang berhubungan dengan materi laju reaksi diberikan dalam Tabel 2 berikut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Paguyaman yang berhubungan dengan materi laju reaksi diberikan dalam Tabel 2 berikut. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dari hasil penelitian diperoleh presentase jawaban siswa kelas XI SMA Negeri 1 Paguyaman yang berhubungan dengan materi laju reaksi diberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Matematika (dari bahasa Yunani: mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen 209 LAMPIRAN C. INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification) Memfokuskan pertanyaan Menganalisis argumen Bertanya menjawab penjelasan

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu pelajaran yang dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu pelajaran yang dalam 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Praktikum Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu pelajaran yang dalam mempelajarinya memerlukan pengalaman langsung. Dalam hal ini salah satu cara mendapatkan pengalaman langsung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan semakin hari terus mengadakan perbaikan ke jenjang yang lebih baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

Lebih terperinci

SOAL KIMIA 2 KELAS : XI IPA

SOAL KIMIA 2 KELAS : XI IPA SOAL KIMIA KELAS : XI IPA PETUNJUK UMUM. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan. Periksa dan bacalah soal dengan teliti sebelum Anda bekerja. Kerjakanlah soal anda pada lembar jawaban

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) DALAM PEMBELAJARANMENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) DALAM PEMBELAJARANMENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem based learning merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual untuk merangsang peserta

Lebih terperinci

SILABUS Sekolah : SMA Negeri 5 Surabaya Mata Pelajaran : Kimia Kelas/semester : XI/1 Referensi : BSNP / CIE Standar Kompetensi

SILABUS Sekolah : SMA Negeri 5 Surabaya Mata Pelajaran : Kimia Kelas/semester : XI/1 Referensi : BSNP / CIE Standar Kompetensi SILABUS Sekolah : SMA Negeri 5 Surabaya Mata Pelajaran : Kimia Kelas/semester : /1 Referensi : BSNP / CIE Standar Kompetensi : 1.Memahami struktur atom untuk meramalkan sifat-sifat periodik unsur, struktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Representasi Matematis Jones dan Knuth (1991) mengungkapkan bahwa representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan

Lebih terperinci

PROBLEM BASED LEARNING. R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016

PROBLEM BASED LEARNING. R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016 PROBLEM BASED LEARNING R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016 Learning = Pembelajaran Hakikat pembelajaran mengasah atau melatih moral kepribadian manusia proses pembelajaran dituntut untuk selalu menyesuaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan global menuntut dunia pendidikan untuk selalu berkembang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah di beberapa negara mengajukan salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Variabel Terikat a. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis menurut Ennis (1993) adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Ilmu Kimia Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu

Lebih terperinci

Kode KIM.10. Laju Reaksi

Kode KIM.10. Laju Reaksi Kode KIM.10 Laju Reaksi BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2004 BAB I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 9. KINETIKA KIMIA

BAB 9. KINETIKA KIMIA BAB 9 BAB 9. KINETIKA KIMIA 9.1 TEORI TUMBUKAN DARI LAJU REAKSI 9.2 TEORI KEADAAN TRANSISI DARI LAJU REAKSI 9.3 HUKUM LAJU REAKSI 9.4 FAKTOR-FAKTOR LAJU REAKSI 9.5 MEKANISME REAKSI 9.6 ENZIM SEBAGAI KATALIS

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI. Kelompok V : Amir Hamzah Umi Kulsum

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI. Kelompok V : Amir Hamzah Umi Kulsum PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI Kelompok V : Amir Hamzah 1415005 Umi Kulsum 1415018 AKADEMI KIMIA ANALISIS CARAKA NUSANTARA CIMANGGIS, KELAPA DUA DEPOK, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

MODUL I Pembuatan Larutan

MODUL I Pembuatan Larutan MODUL I Pembuatan Larutan I. Tujuan percobaan - Membuat larutan dengan metode pelarutan padatan. - Melakukan pengenceran larutan dengan konsentrasi tinggi untuk mendapatkan larutan yang diperlukan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR KECEPATAN REAKSI Disusun Oleh : 1. Achmad Zaimul Khaqqi (132500030) 2. Dinda Kharisma Asmara (132500014) 3. Icha Restu Maulidiah (132500033) 4. Jauharatul Lailiyah (132500053)

Lebih terperinci

Siswa diingatkan tentang struktur atom, bilangan kuantum, bentuk-bentuk orbital, dan konfigurasi elektron

Siswa diingatkan tentang struktur atom, bilangan kuantum, bentuk-bentuk orbital, dan konfigurasi elektron RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Stuktur atom dan sistem periodik unsur Pertemuan Ke- : 1 dan 2 Alokasi Waktu : 2 x pertemuan (4 x 45 menit)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kurikulum Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tentang pembelajaran IPS teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati *

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati * PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati * ABSTRAK Keterampilan berpikir kritis perlu dikuasai oleh setiap orang karena dapat digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Model PBL merupakan suatu model yang dirancang untuk merangsang. perkembangan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif siswa dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Model PBL merupakan suatu model yang dirancang untuk merangsang. perkembangan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif siswa dengan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Based Learning (PBL) Model PBL merupakan suatu model yang dirancang untuk merangsang perkembangan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif siswa dengan menghadirkan masalah-masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

Laju Reaksi. Bahan Ajar Mata Pelajaran Kimia Kelas XI Semester I

Laju Reaksi. Bahan Ajar Mata Pelajaran Kimia Kelas XI Semester I Laju Reaksi Bahan Ajar Mata Pelajaran Kimia Kelas XI Semester I SK, KD dan Indikator Kemolaran Konsep Laju Reaksi Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi Evaluasi Referensi Selesai Standar Kompetensi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan untuk memasuki jenjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan tinjauan tentang literasi sains dan teknologi (STL),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan tinjauan tentang literasi sains dan teknologi (STL), 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan tinjauan tentang literasi sains dan teknologi (STL), pembelajaran berbasis literasi sains dan teknologi (STL), penilaian literasi sains dan teknologi (STL),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakag Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakag Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakag Masalah Pengertian Kurikulum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning Teori yang melandasi Problem Based Learning adalah teori Vygotsky, Bruner dan Dewey. Teori Vgostky menjelaskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djamarah (2005:66), guru perlu menciptakan suatu masalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djamarah (2005:66), guru perlu menciptakan suatu masalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Djamarah (2005:66), guru perlu menciptakan suatu masalah untuk dipecahkan oleh anak didik di kelas. Pemecahan masalah dapat mendorong

Lebih terperinci