VII. KARAKTERISTIK MEDIA CETAK DALAM PROSES ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI. Media cetak brosur diartikan sebagai barang yang tercetak atau media cetak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. KARAKTERISTIK MEDIA CETAK DALAM PROSES ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI. Media cetak brosur diartikan sebagai barang yang tercetak atau media cetak"

Transkripsi

1 82 VII. KARAKTERISTIK MEDIA CETAK DALAM PROSES ADOPSI DAN DIFUSI INOVASI 7.1. Karakteristik Media Cetak Brosur Media cetak brosur diartikan sebagai barang yang tercetak atau media cetak yang bentuknya seperti buku yang berkisar halaman, pada umumnya menyajikan satu topik bahasan yang disajikan secara mendetail. Media cetak brosur merupakan media cetak yang ditujukan pada perubahan pengetahuan, motivasi dan sikap. Media cetak ini ditujukan melengkapi dan memperkuat metode penyuluhan yang lain yang mempublikasikan informasi pertanian kepada petani. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan karakteristik media cetak brosur adalah (a) bahasa yang mudah dipahami, (b) sesuai kebutuhan dan (c) penyajian yang menarik Bahasa yang mudah dipahami Media cetak brosur dikatakan tidak mudah dipahami jika tanggapan dari peternak memperoleh skor 1 4,64, dikatakan kurang dipahami jika tanggapan dari peternak memperoleh skor 4,65 8,20 dan dikatakan mudah dipahami jika tanggapan peternak memperoleh skor 8, Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa isi media cetak brosur yaitu bahasa yang mudah dipahami, sebagian besar peternak menyatakan mudah dipahami yaitu sebanyak 46 jiwa (61,33 %). Hal ini disebabkan karena sebagian besar peternak yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi yaitu tamat SMTA, sarjana muda dan sarjana. Kemudian kurang dipahami sebanyak 20 jiwa (26,67 %) dan hanya 9 jiwa (12 %) peternak menyatakan tidak mudah dipahami.

2 83 Hal ini disebabkan karena hanya sedikit peternak yang mempunyai tingkat pendidikan yaitu SD dan SLTP. Untuk lebih jelasnya data tentang tanggapan peternak terhadap bahasa yang mudah dipahami dapat disajikan pada Tabel 7.1. Tabel 7.1. Distribusi tanggapan peternak terhadap bahasa yang mudah dipahami di Kota Kendari Tahun 2003 No. Kategori Jumlah Skor Jumlah peternak (jiwa) Persentasse (%) 1. Tidak dipahami 1-4, ,00 2. Kurang dipahami 4, 65 8, ,67 3. Mudah dipahami 8, ,33 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan diartikan bahwa media cetak brosur yang dibaca oleh peternak sesuai dengan kebutuhan yang ada. Artinya media cetak brosur yang akan diterima oleh peternak harus sesuai dengan kebutuhan yang ada di lapangan. Oleh karena itu dalam penyusunan isi/materi perlu dirancang untuk dapat memfasilitasi keterlibatan aktif petani, mulai dari proses pengidentifikasian potensi wilayah (agroekosistem) sampai dengan pada penyusunan program. Dalam hal pendistribusian agar dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna pesan inovasi yang akan disebarkan, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi perilaku segmen kelompok sasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43 jiwa (57 %) peternak menyatakan bahwa isi/materi media cetak brosur sesuai kebutuhan.

3 84 Kemudian peternak yang menyatakan kurang sesuai kebutuhan sebanyak 28 jiwa (37,33 %) dan selanjutnya tidak sesuai dengan kebutuhan sebanyak 4 jiwa (5,33 %). Untuk lebih jelasnya dapat disajikan pada Tabel 7.2. Tabel 7.2. Tingkat kesesuaian kebutuhan isi/materi media cetak brosur di Kota Kendari Tahun 2003 No. Kategori kesesuaian Jumlah skor Jumlah peternak (jiwa) Persentase (%) 1. Tidak sesuai kebutuhan ,33 2. Kurang sesuai kebutuhan 3, ,33 3. Sesuai kebutuhan 6, ,33 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer Penyajian yang menarik Penyajian yang menarik diartikan bahwa isi/materi yang disajikan dalam media cetak brosur bentuknya menarik untuk dibaca. Bentuknya menarik dalam artian bahwa penyajian yang menarik menggunakan illustrasi foto/gambar dan kertas yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 33 jiwa (44 %) peternak menyatakan media cetak brosur penyajian yang menarik, kemudian 32 jiwa (42,67 %) peternak menyatakan kurang menarik dan hanya 10 jiwa (13,33) peternak menyatakan penyajian tidak menarik. Untuk lebih jelasnya data tentang penyajian media cetak brosur dapat disajikan pada Tebel 7.3. Tabel 7.3. Tingkat penyajian media cetak brosur di Kota Kendari Tahun 2003 No. Kategori penyajian Jumlah skor Jumlah peternak (jiwa) Persentase (%) 1. Tidak menarik ,33 2. Kurang menarik ,67 3. Menarik ,00 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer

4 Analisis Pengaruh Media Cetak Brosur Karakteristik media cetak brosur (bahasa yang mudah dipahami, sesuai kebutuhan, dan penyajian yang menarik) dapat mempengaruhi pengetahuan, motivasi kerja, dan sikap peternak dengan menggunakan analisis regresi linear Analisis regresi Analisis regresi karakteristik media cetak brosur (bahasa yang mudah dipahami, sesuai kebutuhan, dan penyajian yang menarik) masing-masing diregresikan dengan pengetahuan, motivasi kerja, dan sikap peternak, disajikan pada Tabel 7.4. Tabel 7.4. Hasil analisis regresi karekteristik media cetak brosur terhadap pengetahuan, motivasi kerja, dan sikap peternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 Pengetahuan Motivasi Sikap Nama Variabel Bahasa yang mudah dipahami Sesuai kebutuhan Penyajian Menarik Konstanta Koefisien Regresi ** ns ns *** t hitung Koefisien Regresi ns ns ns *** t hitung Koefisien Regresi * ns ns *** t hitung R 2 F-hitung Durbin-Watson *** ** *** Sumber: Analisis Data Primer Keterangan : *** : Signifikan pada taraf signifikansi 99% ** : Signifikan pada taraf signifikansi 95% * : Signifikan pada taraf signifikansi 90% ns : Tidak signifikan pada taraf signifikansi 90-99%

5 Bahasa yang mudah dipahami Berdasarkan Tabel 7.4. nampak bahwa nilai determinasi (R 2 ) sebesar 0.164, memberikan arti bahwa 16,4 % variasi dari variabel dependen (pengetahuan peternak) dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu bahasa yang mudah dipahami, sedangkan sisanya 83,6 % variasi variabel dependen dijelaskan variabel diluar model. Selanjutnya nilai determinan (R 2 ) sebesar 0,119 memberikan arti bahwa 11,9 % variasi dari variabel dependen (motivasi kerja) dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu bahasa yang mudah dipahami, sedangkan sisanya 88, 1 % variasi variabel dependen dijelaskan variabel diluar model. Demikian pula dengan nilai determinan (R 2 ) sebesar 0,175 memberikan arti bahwa 17, 5 % variasi dari variabel dependen (sikap peternak) dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu bahasa yang mudah dipahami, sedangkan sisanya 82,5 % variasi variabel dependen dijelaskan variabel diluar model. Hasil analisis regresi pada Tabel 7.4. secara parsial terlihat bahwa untuk variabel bahasa yang mudah dipahami diregresikan dengan pengetahuan, (t -hitung 2,14) lebih besar dari (t -tabel 1,999) berarti signifikan pada tingkat signifikansi 95 %, yang mempunyai arti bahwa bahasa yang mudah dipahami berpengaruh terhadap pengetahuan peternak. Sementara berdasarkan hasil analisis koefisien regresi terhadap pengetahuan peternak berada pada daerah penolakan (negatif), yang berarti semakin mudah dipahami bahasanya maka tingkat pengetahuannya tetap. Hal ini disebabkan; peternak jarang membaca brosur; sebagian besar tingkat pengetahuan peternak yang sudah tinggi sehingga membaca brosur tidak menambah

6 87 pengetahuan; peternak hanya membaca brosur tetapi tidak mendalami/menelaah isinya; peternak ingin mempraktekan pengalaman yang diperoleh dari sesama peternak sehingga brosur yang dibaca/diterima tidak menambah pengetahuan. Selanjutnya untuk variabel bahasa yang mudah dipahami diregresikan dengan motivasi, (t -hitung 1,643) lebih kecil dari (t -tabel 1,667) berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, yang mempunyai arti bahwa bahasa yang mudah dipahami tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja. Hal ini disebabkan karena; peternak jarang membaca brosur; brosur yang selama ini beredar tidak memberikan efek pendapatan, karena berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa, +10 tahun harga ternak ayam broiler relatif sama (tetap) yaitu Rp per ekor; pekerjaan beternak ayam broiler merupakan pekerjaan sampingan. Hasil analisis koefisien regresi dari variabel tersebut tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan terhadap variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja. Demikian pula dengan variabel bahasa yang mudah dipahami diregresikan dengan sikap peternak, (t -hitung 1,989) lebih besar dari (t -tabel 1,667) berarti signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, yang mempunyai arti bahwa bahasa yang mudah dipahami berpengaruh terhadap sikap peternak. Sementara berdasarkan hasil analisis koefisien regresi terhadap sikap peternak berada pada daerah penerimaan (positif), hal ini menunjukkan bahwa semakin mudah dipahami bahasanya maka semakin positif sikap peternak. Hasil analisis deskriptif mengenai bahasa yang mudah dipahami menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (61,33 %; Tabel 7.4.) menyatakan

7 88 bahasanya mudah dipahami, sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap pengetahuan peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Kelsey dan Hearne (1995) (dalam Kushartanti, 2001) menyatakaan bahwa dalam pembuatan isi pesan harus mudah dibaca, disampaikan dengan bentuk pendek, sederhana namun jelas maksudnya, menghindari penggunaan istilah-istilah yang sulit dan tidak dimengerti sasaran. Sejalan dengan pendapat di atas, maka Ban & Hawkins (1996) menyatakan bahwa agar media cetak efektif dimanfaatkan oleh sasaran maka perlu disajikan dalam bentuk yang mudah dimengerti yaitu menggunakan bahasa yang sederhana/setingkat dengan kemampuan daya serab sasaran dan disajikan secara sistematis. Selanjutnya Hanafi (1984) menyatakan bahwa untuk meningkatkan keefektifan media cetak maka salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah penyampaian pesan hendaknya mudah dimengerti oleh sasaran. Hal ini dapat diartikan bahwa bahasa yang mudah dipahami akan dapat mengubah pola sikap peternak, kalau sesuai dengan daya serab peternak atau inovasi yang akan diterapkan dapat memberdayakan ekonominya Sesuai kebutuhan Hasil analisis regresi pada Tabel 7.4. secara parsial terlihat bahwa untuk variabel sesuai kebutuhan yang diregresikan dengan pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak dimana diperoleh (t -hitung masing-masing 0,703, 0,634, dan 0,138) lebih kecil dari (t -tabel 1,667) berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, yang mempunyai arti bahwa sesuai kebutuhan tidak berpengaruh. Hal ini nilai koefisien regresi dari variabel tersebut tidak bermakna, artinya kenaikan atau

8 89 penurunan penggunaan variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak. Dari hasil analisis deskriptif sesuai kebutuhan menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (57,33 %; Tabel 7.4) menyatakan sesuai kebutuhan, tetapi tidak signifikan secara statistik. Sehubungan dengan hal tersebut dapat diartikan walaupun peternak menerima atau setuju bahwa media cetak brosur sesuai kebutuhan ternyata tidak menjamin untuk mempengaruhi pengetahuan peternak, motivasi kerja dan sikap peternak. Hal ini disebabkan (1) sebagian besar peternak mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, (2) peternak suka membaca koran, (3) mendapatkan informasi dari teman-teman peternak dan dari penyuluh pertanian, serta (4) media televisi dan radio sehingga membaca maupun tidak membaca media cetak brosur tidak berpengaruh terhadap pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak Penyajian yang menarik Hasil analisis regresi pada Tabel 7.4. secara parsial terlihat bahwa untuk variabel penyajian yang menarik diregresikan dengan pengetahuan, motivasi kerja, dan sikap peternak dimana diperoleh masing-masing (t -hitung 0,915, 0,878, dan 1,605) lebih kecil dari (t -tabel 1,667) berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, yang mempunyai arti bahwa penyajian yang menarik tidak berpengaruh. Hal ini nilai koefisien regresi dari variabel tersebut tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan penggunaan variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak.

9 90 Hasil analisis deskriptif penyajian yang menarik menunjukkan bahwa (44 %; Tabel 7.4) peternak menyatakan penyajian yang menarik, tetapi tidak signifikan. Berhubungan dengan ini dapat diartikan walaupun peternak menerima atau setuju bahwa media cetak brosur penyajian yang menarik ternyata tidak menjamin untuk mempengaruhi pengetahuan peternak, motivasi kerja dan sikap peternak. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwasanya (1) sebagian besar peternak mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi (2) peternak yang suka membaca koran, (3) mendapatkan informasi dari teman-teman peternak dan dari penyuluh pertanian, serta (4) media televisi dan radio sehingga membaca dan tidak membaca media cetak brosur tidak berpengaruh terhadap pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak. Selain itu tidak berpengaruhnya karena antara variabel sesuai kebutuhan dan penyajian yang menarik saling mempengaruhi, dimana bila sesuai kebutuhan harus diikuti oleh penyajian yang menarik demikian pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kelsey dan Hearne (1995) (dalam Kushartanti, 2001), Ban & Hawkins, (1996), Hanafi (1984) yang pada intinya dapat disimpulkan bahwa media cetak efektif bagi sasaran bila sesuai kebutuhan (penyajian isi/topik pesan dengan sasaran), selanjutnya penyajian yang menarik harus disesuaikan dengan kebutuhan atau daya serab sasaran dan dapat dimengerti oleh sasaran.

10 Tingkat Adopsi Inovasi Beternak Ayam Broiler Tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler dinilai dari empat komponen inovasi dengan menggunakan teknik skoring.

11 92 Komponen inovasi yang dimaksud adalah (1) penggunaan bibit, (2) pengandangan, (3) pakan, dan (4) pemeliharaan, dengan menggunakan metode skala Thustone. Hasil penelitian tentang distribusi tingkat adopsi beternak ayam broiler di Kota Kendari dapat disajikan pada Tabel 7.5. Tabel 7.5. Distribusi peternak menurut tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Kategori Jumlah Skor Jumlah Peternak (jiwa) Persentase (%) 1. Adopsi rendah ,67 2. Adopsi tinggi ,33 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Sedangkan keragaan tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler dilihat dari masingmasing komponen yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi dapat disajikan pada Tabel 7.6. Tabel 7.6. Keragaan tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Komponen Inovasi Skor Skor Persentase (%) maksimum perolehan 1. Penggunaan bibit ,78 2. Pengandangan ,00 3. Pakan ,00 4. Pemeliharaan ,22 J u m l a h ,00 Sumber: Analisis Data Primer. Dari Tabel 7.6. nampak bahwa tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler berada kategori adopsi tinggi yaitu sebanyak 40 jiwa (53,33 %), dengan skor perolehan dan 35 jiwa (46,67 %) dengan skor perolehan 0 24 berada pada kategori adopsi rendah. Dengan demikian menunjukkan bahwa komponen inovasi

12 93 beternak ayam broiler yang diintroduksi terjadi perbedaan tingkat adopsi oleh petani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik dari masing-masing peternak, namun sebagian besar sudah menerapkan inovasi beternak ayam broiler, sedangkan berdasarkan pada Tabel 7.6. terlihat bahwa komponen penggunaan benih dengan perolehan skor rata-rata 14 (77,78 %), komponen pengandangan dengan perolehan skor rata-rata 6 (75,00 %), komponen pakan dengan perolehan skor rata-rata 6 (100 %), komponen pemeliharaan dengan perolehan skor rata-rata 13 (72,22 %). Keseluruhan pencapaian skor keempat komponen inovasi tersebut adalah 39 (78 %) sedangkan untuk skor maksimum apabila keempat komponen inovasi tersebut diintroduksi secara keseluruhan adalah skor 50 (100 %). Berdasarkan skor dari keempat komponen inovasi yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi skor perolehan 39 (78 %) maka dapat disimpulkan bahwa tingkat adopsi peternak ayam broiler termasuk dalam kategori adopsi tinggi. Tingginya tingkat adopsi inovasi dapat dilihat pada komponen inovasi pakan, namun masih terdapat kekurangan atau kelemahan pada komponen inovasi lain yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler yaitu: (1). Penggunaan bibit Bibit yang digunakan di Kota Kendari terdiri atas 3 jenis bibit (strain) yang beredar yaitu (a) Strain Lohman 202, (b) strain bubbard 707, (c) strain Wanokoyo, dimana ketiga strain tersebut tentunya mempunyai keungulan dan kekurangan tergantung kepada peternak.

13 94 Berdasarkan hasil penelitian rendahnya penerapan komponen inovasi penggunaan bibit dikarenakan peternak paham tentang jenis dan ciri bibit yang baik/unggul namun peternak tidak ada pilihan lain hanya menerima apa yang mereka terima di tempat tanpa harus ke toko penyedia bibit. Hal ini disebabkan karena petani sibuk dengan pekerjaan rutin mereka sehingga tidak ada waktu luang yang banyak untuk memilihan bibit yang ada. Selain itu juga mempertimbangkan ongkos transpor ke toko penyedia bibit dan takut akan resiko kematian di perjalanan. Hal ini sejalan dengan pendapat Blanckenburg dan sachs (dalam Azwardi 2001) menyatakan bahwa perilaku petani dalam menghadapi resiko ditentukan oleh konflik antara kecenderungan aman dan kecenderungan berhasil berdasarkan suatu hirarki tujuan, dan berasumsi bahwa tujuan tertinggi dalam berusahatani adalah terjaminnya usaha dan terjaminnya stabilitas, maka keputusan optimal yang diambil ternyata lebih cenderung keamanan dari pada hasil. (2). Pengandangan Berdasarkan hasil penelitian umumnya komponen teknologi pengandangan telah sesuai anjuran seperti jenis, bentuk, cara penempatan dan konstruksi kandang namun ada komponen lain yaitu pemilihan lokasi kandang yang belum sesuai rekomendasi, hal ini karena terbatas lahan sehingga mereka memanfaatkan lahan pekarangan yang mereka milik. Sesuai rekomendasi pemilihan lokasi minimal 5 m dan sedapat mungkin jauh dari pemukiman penduduk karena selain baunya yang mengganggu tetangga juga sifat ternak itu sendiri yang mudah stress, tidak tahan terhadap kebisingan. Sementara di lokasi penelitian pada umumnya peternak

14 95 memanfaatkan lahan pekarangan sebagai tempat beternak bahkan kandang bersambung dengan induk rumah mereka. (3). Pakan Berdasarkan hasil penelitian komponen teknologi pakan peternak telah sepenuhnya menerapkan sesuai anjuran (pemberian pakan butiran, konsentrat dan pemberian vitaman lengkap). Penerapan komponen pakan disebabkan karena peternak memahami benar bahwa keberhasilan berusaha ternak (kecepatan pertumbuhan) umumnya dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Saragih (2000) yang menyatakan bahwa produktivitas ayam ras (broiler) sangat tergantung pada pakan (kualitas, tempat, waktu, baik secara teknis maupun secara ekonomis). Selanjutnya dikatakan bahwa produktivitas akan diperoleh bila dipenuhi 4 (empat) tepat yaitu tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat tempat dan konsumsi pakan yang efisien. Oleh karena itu semakin lengkap pakan diberikan maka semikin cepat berproduksi, juga dengan pakan yang sempurna memungkinkan tahan terhadap serangan penyakit. Jika tidak ayam broiler mempunyai titik waktu optimum untuk dipanen, keterlambatan waktu pemanenan akan meningkatkan biaya pemeliharaan secara tepat, mengingat umur ayam broiler yang relatif pendek (28 hari) sudah bisa dipanen maka pakan bagi petani merupakan hal yang penting, sehingga petani tidak tanggung-tanggung membeli pakan (butiran, konsentrat dan vitamin) yang diperjualbelikan dipasaran sesuai rekomendari, tanpa harus mengemas sendiri.

15 96 (4). Pemeliharaan Berdasarkan hasil penelitian komponen inovasi pemeliharaan sebagian besar telah menerapkan sesuai anjuran (melakukan sanitasi, vaksinasi, dan pemberian obat pencegahan) namun masih dalam ketegori yang rendah. Rendahnya tingkat adopsi inovasi pemeliharaan khusus vaksinasi dan pemberian obat) hal ini disebabkan karena tanggapan sebagian peternak bahwa vaksinasi dan pemberian obat, tidak perlu karena ayam broiler umurnya pendek dan hanya pemborosan biaya, pada hal dengan vaksinasi dapat memberi daya tahan terhadap serangan penyakit, sedangkan pemberian obat dapat menyembuhkan penyakit paling tidak dapat mengurangi tingkat kematian. Dengan demikin petani enggan menerapkan teknologi yang sifatnya pencegahan. Sejalan dengan hal tersebut Rogers (dalam Hanafi, 1986) menyatakan bahwa inovasi teknologi bersifat preventif (pencegahan) biasanya kecepatan adopsi teknologinya rendah, karena keuntungan relatif dari inovasi preventif tersebut sulit didemonstrasikan manfaatnya oleh penyuluh/petugas kepada kliennya, karena hasilnya baru dapat dirasakan pada masa yang akan datang. Demikian pula dengan vaksinasi dapat membuat kekebalan terhadap penyakit juga dapat memacu pertumbuhan ternak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian De Zeew (1973/1974) (dalam Wiharto, 1985) terhadap experimen ayam broiler sebagaimana dilihat pada Tabel 7.7.

16 97 Tabel 7.7. Deskripsi perbedaan ayam broiler yang divaksin dan tidak divaksin Tahun 1985 No. Deskripsi Tidak Divaksin Perbedaan divakksin 1. Ayam berbadan sehat 95,2 % 96,8% 1,6 % 2. Pertumbuhan ayam 27,58 % 31,18 % 3,6 % 3. Konversi ransum 2,032 % 1,99 % 0,04 % Sumber: Petunjuk Beternak Ayam. Berdasarkan Tabel 7.7. nampak bahwa terjadi perbedaan yang signifikan pada ternak ayam broiler yang divaksin dan pada ternak ayam yang tidak divaksin terutama pada ayam berbadan sehat dengan perbedaan (1, 6 %), pertumbuhan ayam (3,6 %) dan konversi ransum (0,04 %). Untuk mengetahui diterima tidaknya hipotesis kedua (lihat Tabel 7.5. dan Tabel 7.6.) dimana diketahui bahwa dari 75 peternak sebanyak 40 jiwa (53,33 %) termasuk dalam kategori tingkat adopsi tinggi dan 35 jiwa peternak (46,67 %) termasuk dalam kategori tingkat adopsi rendah. Selanjutnya setelah dilakukan uji parameter proporsi, diperoleh bahwa nilai Z-hitung sebesar Hasil pengujian hipotesis kedua membuktikan bahwa Z-hitung (0.572) lebih kecil dari Z-tabel pada tingkat signifikansi 95 % (1,645), hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian hanya sebagian kecil atau kurang dari 50 % peternak mempunyai tingkat adopsi yang tinggi. Adanya perbedaan pada analisis deskriptif dan pada uji proporsi adopsi inovasi beternak ayam broiler karena secara statistik tidak berbeda nyata, sehingga varian nilai 53,33 % dianggap sama dengan nilai 50 %.

17 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Analisis deskriptif Petani dalam mengadopsi suatu inovasi beternak ayam broiler dipengaruhi oleh faktor internal petani (pengetahuan, motivasi kerja dan sikap peternak) dan faktor lain (tingkat pendidikan, pengalaman, tenaga kerja, modal, ketersediaan sarana produksi dan pasar) Pengetahuan peternak Pengetahuan peternak diartikan sebagai pemahaman dan penilaian terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. Pengetahuan peternak merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, mencari penalaran, dan mengorganisasikan pengalamannya terhadap komponen inovasi beternak ayam broiler. Untuk lebih jelasnya tingkat pengetahuan peternak terhadap inovasi beternak ayam broiler di Kota Kendari dapat dilihat pada Tabel 7.8. Tabel 7.8. Distribusi tingkat pengetahuan peternak terhadap inovasi beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Klasifikasi Pengetahuan Skor Jumlah Peternak (jiwa) Persentase (%) 1. Tetap 0 5, ,67 2. Bertambah sedikit 5,33 10, ,00 3. Bertambah banyak 10, ,33 J u m l a h Sumber. Analisis Data Primer. Pada Tabel 7.8. dapat diketahui bahwa sebagian besar peternak yaitu 47 jiwa (62,67 %) pengetahuannya tetap, kemudian bertambah sedikit sebesar 21 jiwa (28 %)

18 99 dan hanya 7 jiwa (9,33) pengetahuannya bertambah banyak terhadap komponen inovasi beternak ayam broiler Motivasi kerja Motivasi kerja peternak adalah dorongan atau kekuatan pada diri peternak baik dari dalam maupun dari luar sehingga mereka rela dan mau mengikuti tehapan - tahapan dalam mengadopsi inovasi yang dianjurkan. Berdasarkan hasil penelitian motivasi kerja peternak dapat disajikan pada Tabel 7.9. Tabel 7.9. Distribusi motivasi kerja beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Klasifikasi Motivasi Kerja Skor Jumlah peternak (jiwa) Persentase (%) 1. Rendah 2 5, ,67 2. Sedang 5,33 8, ,33 3. Tinggi 8, ,00 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Berdasarkan Tabel 7.9. dapat dijelaskan bahwa sebagian besar peternak memiliki motivasi kerja yang tinggi yaitu sebanyak 33 jiwa (44 %), selanjutnya 28 jiwa (37,33) memiliki motivasi kerja sedang dan hanya 14 jiwa (18,67 %) yang memiliki motivasi kerja yang rendah. Jika dilihat secara keseluruhan, maka motivasi kerja peternak yang sesuai anjuran dikategorikan tinggi dengan skor rata-rata 8,04, dengan kisaran skor antara Hal ini menunjukkan bahwa peternak memiliki dorongan yang kuat untuk menerapkan teknologi yang dianjurkan, agar usaha mereka lebih berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan akan protein hewani, serta menambah pendapatan keluarga.

19 100 Motivasi kerja dalam berusaha ternak ayam broiler di daerah penelitian adalah (1) dorongan untuk menambah pendapatan keluarga. Karena peternak sebagian besar telah mempunyai pekerjaan pokok (pegawai negeri sipil dan ABRI) sehingga pekerjaaan beternak hanya sebagai pekerjaan sampingan (lihat pekerjaan pokok peternak, Tabel 6.2). (2) dorongan untuk memenuhi kebutuhan sosial yaitu beternak sebagai wadah kerjasama, saling tukar informasi/pengalaman. Hal ini sesuai dengan teori motivsasi Alderfer (ERG) yaitu dari kata existensi, relatedness, dan growth. Menurut teori ini, bahwa mempertahankan existensi seseorang merupakan kebutuhan dasar, yang dalam klasifikasi Maslow berarti terpenuhinya kebutuhan primer termasuk keamanan. Relatedness, yaitu sifat manusia sebagai mahluk sosial, yang dalam klasifikasi Maslow identik dengan kebutuhan sosial dan penghargaan (esteem), dan Growth yaitu merupakan kebutuhan yang pada dasarnya tercermin pada keinginan seseorang untuk bertambah dan berkembang, yang dalam klasifikasi Maslow sebagai aktualisasi diri Sikap peternak Sikap peternak terhadap inovasi beternak ayam broiler adalah kecenderungan yang berasal dari diri peternak yang didasarkan pada pengetahuan yang dia miliki yaitu tanggapan positif atau mendukung (favorable) dan tanggapan tidak mendukung atau negatif (unfavorable) terhadap inovasi tersebut. Sikap peternak dalam hal ini merupakan penilaian terhadap inovasi beternak ayam broiler yang dianjurkan. Untuk lebih jelasnya distribusi sikap peternak terhadap inovasi beternak ayam broiler dapat disajikan pada Tabel 7.10.

20 101 Tabel Distribusi sikap peternak terhadap inovasi beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Kategori Sikap Skor Jumlah Peternak (jiwa) Persentase (%) 1. Negatif 22 31, ,33 2. Netral 31,66 41, ,00 3. Positif 41, ,67 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Berdasarkan pada Tabel menunjukkan bahwa 39 jiwa (52 %) peternak memiliki sikap netral, kemudian ada 19 jiwa (25,33 %) peternak memiliki sikap tidak mendukung (negatif) dan hanya 17 jiwa (22,67 %) memiliki sikap yang mendukung (positif) terhadap inovasi beternak ayam broiler. Dengan demikian secara keseluruhan sikap peternak terhadap inovasi beternak ayam broiler berada pada kategori netral, dengan skor rata-rata 36,64 dengan kisaran 22 51, artinya peternak tidak menerima dan menolak terhadap inovasi beternak ayam broiler yang dianjurkan Tingkat pendidikan peternak Kemampuan peternak dalam mengelola usahataninya sebagian ditentukan oleh tingkat pendidikan, baik yang bersifat formal maupun informal. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan dapat berpikir lebih baik dan mudah menerima inovasi baru khususnya dalam pengembangan usahataninya. Gambaran mengenai keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan peternak dapat disajikan pada Tabel 7.11.

21 102 Tabel Keadaan peternak menurut tingkat pendidikan di Kota Kendari Tahun 2003 No Tingkat Pendidikan Jumlah Peternak Persentase (jiwa) (%) 1. Tamat sekolah dasar 3 4,00 2. Tamat SLTP 4 5,33 3. SLTA 45 60,00 4. Sarjana Muda 8 10,67 5. Sarjana (S 1 ) 15 20,00 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Dari Tabel dapat dilihat bahwa sebagian besar peternak mempunyai tingkat pendidikan SLTA yaitu sebesar 45 jiwa (60 %), selanjutnya berpendidikan sarjana sebesar 15 jiwa (20 %), 8 jiwa (10,67 %) berpendidikan sarjana muda, 4 jiwa (5,33 %) SLTP dan hanya 3 jiwa (4 %) yang berpendidikan sekolah dasar. Dengan demikian peternak secara keseluruhan mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi Pengalaman peternak Pengalaman peternak diartikan sebagai pengetahuan peternak yang diperoleh melalui rutinitas kegiatan usahatani sehari-hari atau peristiwa yang pernah dialaminya. Peternak dalam mengelola usahataninya tidak terlepas dari pengalaman yang ia dapatkan lalu dijadikan guru dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan dan berbagai alternatif yang baik dalam menjalankan setiap kegiatan usahataninya. Pengalaman juga sangat menentukan berhasil tidaknya seorang peternak dalam mengusahakan suatu jenis usahatani dalam hal ini usahatani ternak ayam broiler banyak ditentukan oleh lamanya beternak.

22 103 Untuk lebih jelasnya pengalaman peternak dapat disajikan pada Tabel Tabel Distribusi pengalaman beternak di Kota Kendari Tahun 2003 No. Pengalaman peternak (tahun) Jumlah peternak (jiwa) Persentase (%) 1. 0,5 2, , , , , ,33 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Tabel menunjukkan bahwa sebagian besar peternak yaitu 37 jiwa (49,33 %) telah berpengalaman 3 5,4 tahun, selanjutnya 34 jiwa (45,33 %) telah pengalaman 0,5 2,9 tahun dan hanya 4 jiwa (5,33 %) telah berpengalaman 5,5 8 tahun. Kenyataan ini menggambarkan bahwa sebagian besar peternak telah memiliki pengalaman dasar dalam beternak ayam broiler Tenaga kerja Tenaga kerja adalah faktor produksi yang kedua dalam proses produksi pertanian, sedangkan dalam ilmu ekonomi tenaga kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha memproduksi benda-benda. Tenaga kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah tenaga kerja keluarga dan diluar keluarga yang aktif bekerja dalam usahatani. Tenaga kerja merupakan sumberdaya manusia yang digunakan dalam melaksanakan usahataninya, terutama yang telah mampu melakukan kegiatan usahatani. Adapun jumlah tenaga kerja yang aktif bekerja dalam beternak ayam broiler dapat disajikan pada Tabel 7.13.

23 104 Tabel Distribusi tenaga kerja yang aktif bekerja dalam beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Klasifikasi Tenaga Kerja (jiwa) Jumlah Peternak (jiwa) Persentase (%) (rendah) 42 56, (tinggi ) 33 44,00 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Berdasarkan Tabel nampak bahwa 42 jiwa (56 %) peternak mempunyai tenaga kerja rendah yaitu antara 0 2 jiwa, dan hanya 33 jiwa (44 %) peternak yang mempunyai jumlah tenaga kerja tinggi. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa ratarata jumlah tenaga kerja peternak sebanyak 3 jiwa dengan kisaran 0 5 jiwa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan di daerah penelitian masih dalam kategori rendah Modal usahatani Modal merupakan faktor ketiga sesudah faktor alam dan tenaga kerja dalam proses produksi pertanian. Modal umumnya diartikan sebagai barang-barang bernilai ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Modal dalam penelitian ini adalah modal yang digunakan untuk membeli sarana produksi dan upah tenaga kerja dalam proses adopsi inovasi beternak ayam broiler. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa modal yang digunakan dalam berternak ayam broiler dapat disajikan pada Tabel 7.14.

24 105 Tabel Distribusi tingkat penggunaan modal beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Tingkat Modal (Rp) Jumlah peternak (jiwa) Persentase (%) , , , , ,00 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Tabel nampak bahwa sebagian besar peternak yaitu sebanyak 47 jiwa (62.67 %) mempunyai kemampuan modal yang rendah yaitu Rp dan hanya 4 jiwa (4 %) yang mempunyai modal beternak yang tinggi yaitu antara Rp Selanjutnya jika dilihat secara keseluruhan maka rata-rata modal usahatani yang dimiliki peternak sebesar Rp dengan kisaran modal antara Rp Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peternak mempunyai modal usahatani yang masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin besar jumlah ternak yang dimiliki maka semakin sedikit jumlah peternak Ketersediaan sarana produksi Ketersedian sarana produksi secara lokal dalam jumlah dan kualitas yang memadai di suatu daerah dapat memperlancar kegiatan beternak; seperti bibit, pengandangan, pakan dan pemeliharaan. Semakin tersedia sarana produksi yang ada maka semakin terpenuhi kebutuhan peternak.

25 106 Adapun keragaan pernyataan peternak tentang ketersediaan sarana produksi dapat disajikan pada Tabel Tabel Ketersediaan sarana produksi beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Klasifikasi Ketersediaan Sarana Produksi Jumlah peternak (jiwa) Persentase (%) 1. Kurang tersedia ( 0 2,66 ) 45 60,00 2. Tersedia ( 2,67 5,33 ) 10 13,33 3. Sangat Tersedia ( 5,34 8 ) 20 26,67 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Dari Tabel menunjukkan bahwa sebagian besar peternak yaitu sebesar 45 jiwa (60 %) menyatakan kurang tersedia, kemudian 10 jiwa (13,33 %) menyatakan tersedia dan 20 jiwa (26,67 %) yang menyatakan sangat tersedia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketersediaan sarana produksi (bibit, pengandangan dan pakan) memberi peluang untuk pengembangan usaha ternak ayam broiler Pasar Pasar diartikan sebagai proses transaksi antara penjual dan pembeli. Ketersediaan pasar disuatu daerah merupakan salah satu indikator untuk memajukan perekonomian suatu daerah. Dengan adanya pasar diharapkan dapat menunjang kelancaran aktivitas peternak dalam mengelola usahataninya atau dengan kata lain dapat mempermudah penyediaan kebutuhan masyarakat dan pemasaran hasil produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pemasaran hasil produksi ternak ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 7.16.

26 107 Tabel Perilaku pemasaran ternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No. Kategori Pemasaran Skor Jumlah Peternak (jiwa) Persentase (%) 1. Tidak sesuai/memenuhi 2-5, ,67 2. Kurang sesuai/memenuhi 5,33 8, ,33 3. Sesuai/memenuhi 8, ,00 J u m l a h Sumber: Analisis Data Primer. Dari tabel menunjukkan bahwa 39 jiwa (52 %) peternak sesuai/memenuhi harga pasar, kemudian 22 jiwa (29,33 %) peternak kurang sesuai/memenuhi harga pasar dan hanya 14 jiwa (18,67 %) peternak. Dengan demikian sebagian besar peternak 39 jiwa (52 %) sesuai/memenuhi harga pasar yang ditetapkan Analisis regresi berganda Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi beternak ayam broiler meliputi: pengetahuan, motivasi kerja, sikap, tingkat pendidikan, pengalaman, tenaga kerja, modal, ketersediaan sarana produksi dan pasar, dianalisis menggunakan regresi berganda metode kuadrat terkecil atau ordinary least square (OLS), dengan bantuan komputer melalui program SPSS versi 10, dan analisis jalur (path analysis) program Amos versi Analisis regresi berganda merupakan salah satu uji statistik parametri. Uji statistik ini menuntut persyaratan tertentu antara lain minimal data skala interval dan kontinu (Siegel, 1997). Oleh karena itu maka variabel kualitatif (adopsi inovasi, pengetahuan, motivasi kerja, sikap, sarana produksi, dan pasar) bukan skala interval maka dilakukan proses penentuan skor dengan metode Skala Likert.

27 108 Menurut Suryabrata, (2000), dan Azwar (2002) menyatakan bahwa data yang dihasilkan melalui metode skala Likert didefenisikan sebagai data skala interval. Hasil analisis berganda faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler di Kota Kendari dapat disajikan pada Tabel Tabel Hasil analisis regresi adopsi inovasi beternak ayam broiler di Kota Kendari Tahun 2003 No Nama Variabel Koefisien regresi t - hitung. 1. Pengetahuan (X 1 ) -0,221* -1, Motivasi kerja (X 2 ) 0,419 ** 2, Sikap (X 3 ) 0,0092 ns 1, Tingkat pendidikan (X 4 ) -0,289 * -1, Pengalaman (X 5 ) 0,0092 ns 0, Tenaga kerja (X 6 ) -0,767 * -1, Modal (X 7 ) 0, ns 1, Sarana produksi (X 8 ) -0,207 ns -0, Pasar (X 9 ) 0,350 * 1, Konstanta 27,005 *** 6,064 R 2 0,333 F -hitung 3,607 *** DW (Durbin Watson) 1,640 Sumber: Analisis Data Primer Keterangan: *** = Signifikan pada tingkat signifikansi 99 % ** = Signifikan pada tingkat signifikansi 95 % * = Signifikan pada tingkat signifikansi 90 % ns = Tidak signifikan pada tingkat signifikansi % Berdasarkan Tabel nampak bahwa nilai determinasi (R 2 ) sebesar 0.333, memberikan arti bahwa 33,3 % variasi dari variabel dependen (adopsi inovasi beternak ayam broiler) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yaitu pengetahuan (X 1 ), motivasi kerja (X 2 ), sikap (X 3 ), tingkat pendidikan (X 4 ), pengalaman (X 5 ), tenaga kerja (X 6 ), modal (X 7 ) ketersediaan sarana produksi (X 8 ),

28 109 dan pasar (X 9 ), sedangkan sisanya 66,7 % variasi variabel dependen dijelaskan variabel diluar model. Untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama digunakan uji F, dimana diperoleh (F -hitung 3,607) lebih besar dari (F -tabel 2,70) pada tingkat signifikansi 99 %, yang berarti variabel independen; pengetahuan, motivsi kerja, sikap, tingkat pendidikan, pengalaman, tenaga kerja, modal, ketersediaan sarana produksi, dan pasar secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen ( tingkat adopsi inovasi) pada tingkat signifikansi 99 %. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa pengetahuan, motivasi kerja, sikap, tingkat pendidikan, pengalaman, tenaga kerja, modal, ketersediaan sarana produksi dan pasar berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler, dapat diterima atau terbukti. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap adopsi inovasi digunakan uji t. Dari hasil uji t seperti disajikan pada Tabel variabel independen secara parsial menunjukkan pengaruh nyata terhadap adopsi inovasi yaitu; pengetahuan (X 1 ) motivasi kerja (X 2 ), tingkat pendidikan (X 4 ), tenaga kerja (X 6 ), dan pasar (X 9 ), sedangkan variabel independen lainnya seperti; sikap (X 3 ) pengalaman (X 5 ), modal (X 7 ), dan ketersediaan sarana produksi (X 8 ) tidak berpengaruh nyata, berarti nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel tidak bermakna, artinya kenaikan maupun penurunan penggunaan variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler.

29 110 Adapun pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler adalah sebagai berikut: Pengetahuan peternak Hasil analisis regresi pada Tabel secara parsial terlihat bahwa untuk variabel pengetahuan (t -hitung 1,758) lebih besar dari (t -tabel 1,667) berarti signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, yang mempunyai arti bahwa pengetahuan peternak berpengaruh terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. Koefisien regresi dari hasil analisis berada pada daerah penolakan (negatif) berarti bahwa pengetahuan peternak berpengaruh negatif terhadap tingkat adopsi beternak ayam broiler. Artinya apabila pengetahuannya tetap maka tingkat adopsi inovasinya semakin tinggi. Dari hasil analisis deskriptif mengenai pengetahuan peternak terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (62,67 %; Tabel 7.4.) pengetahuannya tetap, sehingga tidak signifikan. Hal ini diartikan peternak bersikap memahami ataupun setuju dengan inovasi beternak ayam broiler ternyata tidak menjamin diterapkannya inovasi tersebut sebab pengetahuan peternak rata-rata sudah tinggi, ini dapat dilihat pada tingkat pendidikan peternak (Tabel 7.7) yaitu kurang lebih (90, 67 %) peternak mempunyai pendidikan SLTA dan sarjana, sehingga jika peternak akan mengadopsi inovasi tertentu selalu mempertimbangkan untung ruginya atau manfaat dari inovasi tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (dalam Hanafi (1987) menyatakan bahwa suatu inovasi akan lebih cepat diadopsi oleh petani apabila teknologi tersebut memiliki sifat-sifat diantaranya; dapat memberi keuntungan relatif, sesuai dengan

30 111 kebutuhan petani, mudah dilaksanakan, dapat dicoba dalam skala kecil, dan hasilnya dapat dilihat oleh petani lain Motivasi kerja Hasil analisis regresi pada Tabel secara parsial terlihat bahwa untuk variabel motivasi kerja (t -hitung 2,019) lebih besar dari (t -tabel 1,999) berarti signifikan pada tingkat signifikansi 95 %, mempunyai arti bahwa motivasi kerja peternak berpengaruh terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. Koefisien regresi dari hasil analisis berada pada daerah penerimaan (positif), menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler. Hasil analisis deskriptif mengenai motivasi kerja terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler menunjukkan bahwa peternak (44 %; Tabel 7.5) mempunyai motivasi kerja yang tinggi terhadap inovasi beternak ayam broiler. Hal ini memberikan arti bahwa peternak yang bermotivasi tinggi tentunya akan berusaha untuk mencapai hasil yang lebih tinggi dibanding dengan hari-hari sebelumnya. Jadi dengan adanya keinginan atau motif yang tinggi terhadap beternak ayam broiler dengan hasil yang menguntungkan maka akan ada usaha dari peternak untuk mewujudkan keinginan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (1992) menyatakan bahwa kekuatan motif yang menguasai seseorang dapat dilihat dari kuatnya kemauan untuk berbuat, jumlah waktu yang tersedia, kerelaan meninggalkan tugas lain, kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan itu dan ketekunan dalam mengerjakan tugas.

31 Sikap peternak Hasil analisis regresi pada Tabel secara parsial terlihat bahwa untuk variabel sikap peternak (t -hitung 1,080 lebih kecil dari (t -tabel 1,667) berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, mempunyai arti bahwa sikap peternak tidak berpengaruh terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. Hal ini koefisien regresi dari variabel tersebut tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan terhadap variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi. Berdasarkan hasil analisis deskriptif mengenai sikap peternak terhadap inovasi berternak ayam broiler, ternyata sebagian besar peternak (52 %; Tabel 7.6.) bersikap netral, sehingga tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa peternak telah mengerti dan memahami aspek-aspek yang terkandung dalam inovasi beternak ayam broiler, dengan persepsi peternak yang netral atau tidak menolak ataupun menerima. Hal ini sesuai dengan pendapat Liongberger dan Gwin (1982) menyatakan bahwa pertimbangan petani untuk mengadopsi suatu inovasi diantaranya dipengaruhi oleh keuntungan relatif, bila inovasi tersebut diadopsi, kesesuaian dengan kondisi/kebutuhan petani dan juga pengalaman petani setelah mencoba sendiri akan keberhasilan inovasi tersebut Tingkat pendidikan Hasil analisis regresi pada Tabel secara parsial terlihat bahwa untuk variabel tingkat pendidikan (t -hitung 1,702) lebih besar dari (t -tabel 1,667) berarti signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, mempunyai arti bahwa tingkat pendidikan peternak berpengaruh terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler.

32 113 Koefisien regresi hasil analisis berada pada daerah penolakan (negatif), artinya bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah tingkat adopsinya. Hasil analisis deskriptif mengenai tingkat pendidikan peternak terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (90,67 %; Tabel 7.4) mempunyai tingkat pendidikan SLTA dan sarjana muda/sarjana, ini dapat dikategorikan tingkat pendidikan peternak yang tinggi, sehinga signifikan. Tingginya tingkat pendidikan peternak ternyata tidak memberikan pengaruh positif terhadap tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang dimiliki oleh peternak tidak relevan dengan ilmu peternakan, umumnya peternak mempunyai pendidikan SLTA umum/kejuruan dan sarjana muda/sarjana umum. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988) menyatakan bahwa dalam prakteknya hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat adopsi pertanian adalah berjalan secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang inovasi baru tersebut di sekolah Pengalaman peternak Hasil analisis regresi pada Tabel secara parsial terlihat bahwa untuk variabel pengalaman peternak (t -hitung 0,252) lebih kecil dari (t -tabel 1,667) berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, mempunyai arti bahwa pengalaman peternak tidak berpengaruh terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. Hal ini koefisien regresi dari variabel tersebut tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan terhadap variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler.

33 114 Hasil analisis deskriptif mengenai pengalaman peternak terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler menunjukkan bahwa (49,33 %; Tabel 7.8) peternak telah berpengalaman 3 5 tahun tetapi tidak signifikan, namum pengalaman peternak tersebut tidak menjamin diadopsinya inovasi beternak ayam broiler. Para peternak dalam mengadopsi suatu inovasi akan selalu mempertimbangkan sifat dari inovasi tersebut, apakah inovasi tersebut menguntungkan, apakah sesuai dengan kondisi/kebutuhan petani, dan telah diujicobakan oleh petani dan berhasil, (Lionberger & Gwin, 1982) Tenaga kerja Hasil analisis regresi pada Tabel secara parsial terlihat bahwa untuk variabel tenaga kerja (t -hitung 1,723) lebih besar dari (t -tabel 1,667) berarti signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, mempunyai arti bahwa tenaga kerja mempunyai pengaruh terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. Koefisien regresi hasil analisis berada pada daerah penolakan (negatif), hal ini menunjukkan bahwa dengan tersedianya tenaga kerja yang tinggi maka semakin rendah tingkat adopsinya. Hasil analisis deskriptif mengenai tenaga kerja terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (56 %; Tabel 7.9) mempunyai tenaga kerja yang rendah, sehingga signifikan. Hal ini disebabkan tenaga kerja dalam beternak ayam broiler tidak membutuhkan banyak tenaga kerja. Umumnya tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga, karena frekuensi pekerjaan beternak ayam broiler relatif lebih sedikit yang umumnya dilakukan pada pagi dan sore hari, seperti memberi makan dan minum.

34 Modal usahatani Hasil analisis regresi pada Tabel secara parsial terlihat bahwa untuk variabel modal usahatani (t -hitung 1,132) lebih kecil dari (t -tabel 1,667) berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, yang mempunyai arti bahwa modal usahatani peternak tidak berpengaruh terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. Hal ini koefisien regresi dari variabel tersebut tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan terhadap variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler. Hasil analisis deskriptif mengenai modal usahatani terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (62,67 %; Tabel 7.10) modal usahatani tergolong dalam kategori yang rendah, sehingga tidak signifikan. Karena keterbatasan modal umumnya peternak tidak menerapkan komponen inovasi beternak ayam broiler yang dianjurkan, khususnya pakan, bibit dan obat-obatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bachrein dan Hasanuddin (1997) menyatakan bahwa pada umumnya petani mengadopsi inovasi yang diintroduksi tidak secara utuh namum hanya secara parsial, disesuaikan dengan kemampuan modal dan tenaga yang dimiliki. Namun modal dalam beternak ayam broiler bisa dalam jumlah yang kecil disesuaikan dengan kebutuhan atau kemampuan modal peternak. Semakin besar modal yang dialokasikan oleh peternak maka ada kemungkinan untuk memperbesar volume usaha yang akan dikembangkan. Modal merupakan penghambat dalam mengusahakan ternak ayam broiler karena rata-

35 116 rata peternak mempunyai modal antara Rp dan masih dalam kategori rendah Ketersediaan sarana produksi Hasil analisis regresi pada Tabel secara parsial terlihat bahwa untuk variabel ketersediaan sarana produksi (t -hitung 0,831) lebih kecil dari (t -tabel 1,667) berarti tidak signifikan pada tingkat signifikansi 90 %, yang mempunyai arti bahwa ketersediaan sarana produksi tidak berpengaruh terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler. Hal ini koefisien regresi dari variabel tersebut tidak bermakna, artinya kenaikan atau penurunan terhadap variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi beternak ayam broiler. Hasil analisis deskriptif mengenai ketersediaan sarana produksi terhadap adopsi inovasi beternak ayam broiler menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (60 %; Tabel 7.11) menyatakan kurang tersedia sarana produksi, sehingga tidak signifikan. Ketersediaan sarana produksi seperti pakan, obat-obatan dan bibit DOC dengan harga yang tinggi karena belum adanya perusahaan pakan, obat-obatan dan pembibitan secara lokal. Ketersediaan sarana produksi disuplay dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Menurut Marwan et.al (1990) (dalam Azwardi, 2001) menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap adopsi teknologi adalah adanya faktor pendukung seperti kebijakan, ketersediaan sarana produksi, pasar dan harga. Selanjutnya sejalan dengan hasil penelitian Saleh Mokhtar, (2001) menyatakan bahwa ketersediaan sarana produksi secara lokal, berpengaruh positif secara nyata

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan jangka panjang II, pembangunan sektor pertanian khususnya sub sektor peternakan terus digalakan melalui usaha intensifikasi, ektensifikasi dan diversifikasi

Lebih terperinci

FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI LAHAN KERING DATARAN RENDAH DI LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH

FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI LAHAN KERING DATARAN RENDAH DI LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI LAHAN KERING DATARAN RENDAH DI LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH Lintje Hutahaean, Saidah, dan Ferry. F. Munier Balai Pengkajian

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORI Media Cetak Brosur Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

III. LANDASAN TEORI Media Cetak Brosur Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi 22 III. LANDASAN TEORI 3.1. Media Cetak Brosur Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Media cetak disediakan untuk memenuhi bahan kebutuhan para petani dan masyarakat lain yang memerlukan dan mengambil manfaat

Lebih terperinci

Tingkat Adopsi Inovasi Peternak dalam Beternak Ayam Broiler di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari

Tingkat Adopsi Inovasi Peternak dalam Beternak Ayam Broiler di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari Tingkat Adopsi Inovasi Peternak dalam Beternak Ayam Broiler di Kecamatan Bajubang Kabupaten Widya Lestari 1, Syafril Hadi 2 dan Nahri Idris 2 Intisari Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usaha ternak ayam adalah usaha yang membudidayakan ayam ras pedaging probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Responden pada penelitian ini adalah peternak yang berdiam di Desa Dompu, Moyo Mekar dan Desa Sepakat Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat dengan karakteristik

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Karakteristik Responden Pada bab ini akan membahas semua data yang dikumpulkan dari responden dalam penelitian, sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

MINAT PETERNAK UNTUK MENGEMBANGKAN TERNAK SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus : Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi)

MINAT PETERNAK UNTUK MENGEMBANGKAN TERNAK SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus : Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi) Volume 11, Nomor 2, Hal. 01-07 ISSN 0852-8349 Juli - Desember 2009 MINAT PETERNAK UNTUK MENGEMBANGKAN TERNAK SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus : Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR.

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR. KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR Diarsi Eka Yani 1 Pepi Rospina Pertiwi 2 Program Studi Agribisnis, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran 283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini dengan judul Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Modal Sendiri dan Pendapatan Margin terhadap Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (digembalakan) menjadi pola pemeliharaan insentif (dikandangkan), serta mulai

BAB III METODE PENELITIAN. (digembalakan) menjadi pola pemeliharaan insentif (dikandangkan), serta mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Semakin bertambahnya tingkat pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya kesadaran untuk merubah pola pemeliharaan secara tradisional (digembalakan)

Lebih terperinci

PENGARUH KEMAMPUAN KEWIRAUSAHAAN DAN SISTEM KEMITRAAN TERHADAP MOTIVASI PETERNAK AYAM PEDAGING DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS

PENGARUH KEMAMPUAN KEWIRAUSAHAAN DAN SISTEM KEMITRAAN TERHADAP MOTIVASI PETERNAK AYAM PEDAGING DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS PENGARUH KEMAMPUAN KEWIRAUSAHAAN DAN SISTEM KEMITRAAN TERHADAP MOTIVASI PETERNAK AYAM PEDAGING DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS Ilham Rasyid, Amrulah, Muhammad Darwis Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Petani Peternak Sapi Petani peternak merupakan orang yang melakukan kegiatan mengembangbiakkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI Volume 11, Nomor 1, Hal. 31-37 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2009 HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Objek penelitian adalah variabel-variabel yang diteliti. Menurut Arikunto (2010:161) variabel adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel 38 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai Agustus 2009 pada dua basis pemeliharaan yang berbeda yakni: basis lahan sawah dan lahan persawahan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 214-221 ISSN 1411-0172 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN ANALYSIS OF LIVESTOCK REVENUE AND FEASIBILITY BROILER CHICKENS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asuransi Jiwa Pendidikan Bumiputera 1912 Pekanbaru Cabang Sukajadi.

BAB III METODE PENELITIAN. Asuransi Jiwa Pendidikan Bumiputera 1912 Pekanbaru Cabang Sukajadi. BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil objek penelitian pada AJB. Asuransi Jiwa Pendidikan Bumiputera 1912 Pekanbaru Cabang Sukajadi. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

Jurnal Iprekas - Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa

Jurnal Iprekas - Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA PISANG KEPOK (Musa paradisiaca)di DESA SUNGAI KUNYIT LAUT KECAMATAN SUNGAI KUNYIT KABUPATEN PONTIANAK Komaryati, Adi Suyatno Staf

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menyangkut pembahasan penulisan ini, maka penulis mengambil lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. menyangkut pembahasan penulisan ini, maka penulis mengambil lokasi BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam usaha untuk mendapatkan data dan keterangan yang menyangkut pembahasan penulisan ini, maka penulis mengambil

Lebih terperinci

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kerja sama usaha ternak ayam broiler

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kerja sama usaha ternak ayam broiler 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kerja sama usaha ternak ayam broiler Perternak sebagai plasma Perusahaan sebagai inti Kecamatan Gunung Pati Menyediakan: Lahan, kandang, tenaga kerja,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting karena hal ini menentukan berhasil atau tidaknya hasil penelitian. Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan

Lebih terperinci

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG LAMPIRAN Lampiran 1 KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG 1. Keadaan Umum Responden 1.1. Identitas Responden 1. Nama : (L / P) 2. Umur : tahun 3. Alamat : RT /

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data 49 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuisioner.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran. variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan diukur dan 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar, Definisi Operasional dan Pengukuran Definisi opersional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai bagaimana variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS FUNGSI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DI KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

EFEKTIVITAS FUNGSI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DI KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW EFEKTIVITAS FUNGSI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DI KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Suratini 1) dan Jamhari Hadipurwanta 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 2) Balai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu Desa Parbuluan I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya, suatu negara akan melakukan pembangunan ekonomi dalam berbagai bidang baik pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Hypermart Jln. R.A. Kartini No.62 Central Plaza

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Hypermart Jln. R.A. Kartini No.62 Central Plaza BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hypermart Jln. R.A. Kartini No.62 Central Plaza Bandar Lampung. Adapun penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya yield to maturity (YTM) dari obligasi negara seri fixed rate tenor 10 tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Mina Padi 1. Umur Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan berfikir petani dalam melaksanakan usaha taninya, hal tersebut juga berkaitan

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam hasil dari rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging dengan

Lebih terperinci

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK

Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah Ratnaningsih 1. ABSTRAK PERSEPSI PETANI TENTANG DETERMINAN SELEKSI SALURAN KOMUNIKASI DALAM PENERIMAAN INFORMASI USAHATANI PADI (KASUS PETANI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN) Pepi Rospina Pertiwi, Rinda Noviyanti, Dewi Juliah

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data time series tahunan 2002-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung. Adapun data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati masyarakat baik dari kalangan bawah maupun kalangan atas karena menimbulkan kepuasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan sistem informasi akuntansi terkomputerisasi.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan sistem informasi akuntansi terkomputerisasi. BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan untuk subyek penelitian ini adalah karyawan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk 35 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yang selanjutnya akan dianalisis dan di uji sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Manyarejo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Pemilihan lokasi didasarkan atas wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika KERANGKA PEMIKIRAN Pangan rekayasa genetika merupakan produk hasil pencangkokan dari satu gen ke gen yang lain. Pangan rekayasa genetika juga merupakan suatu produk yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Gandus terletak di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Gandus merupakan salah satu kawasan agropolitan di mana

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI

VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI 6.1. Analisis Faktor-Faktor Risiko Produksi Pada penelitian ini dilakukan pada peternak ayam broiler yang bekerja sama dengan pihak perusahaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun.

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun. 20 III. METODE PENELITIAN A. Batasan Operasional dan Jenis data 1. Batasan Operasional Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan datang berdasarkan data yang ada dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi, BAB III 3.1. Jenis dan Sumber Data METODE PENELITIAN 3.1.1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data yang dicatat secara

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIVITAS PELATIHAN TEKNOLOGI USAHA AYAM HIBRIDA BAGI PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN PETANI

KAJIAN EFEKTIVITAS PELATIHAN TEKNOLOGI USAHA AYAM HIBRIDA BAGI PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN PETANI KAJIAN EFEKTIVITAS PELATIHAN TEKNOLOGI USAHA AYAM HIBRIDA BAGI PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN PETANI TRIE JOKO PARYONO, ERNAWATI DAN HERWINARNI ENDAH MUMPUNI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Koperasi Jasa Keuangan Syariah Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data Tingkat Bagi Hasil

Lebih terperinci

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru Susanto dan Noor Amali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam ras petelur yang banyak dipelihara saat ini adalah ayam ras petelur yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras petelur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Menurut Arikunto (2010: 161) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hal ini karena objek penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. obyek penelitian adalah para pengguna software akuntansi pada perusahaanperusahaan

BAB III METODE PENELITIAN. obyek penelitian adalah para pengguna software akuntansi pada perusahaanperusahaan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dari kuesioner dalam penelitian ini dilakukan sekitar satu bulan dari tanggal 13 Oktober sampai 14 November 2014. Dengan obyek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI INTEGRASI SAPI POTONG PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DI SULAWESI TENGAH

FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI INTEGRASI SAPI POTONG PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DI SULAWESI TENGAH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI INTEGRASI SAPI POTONG PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DI SULAWESI TENGAH Lintje Hutahaean dan Heni Sulistyawati PR Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil populasi pada karyawan Hotel Nusantara Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil populasi pada karyawan Hotel Nusantara Bandar 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini mengambil populasi pada karyawan Hotel Nusantara Bandar Lampung yang berlokasi di JL. Soekarno Hatta No. 50 Sukabumi Indah Kecamatan Sukabumi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISA DATA. subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah konsumen yang pernah

BAB IV GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISA DATA. subyek penelitian. Subyek penelitian ini adalah konsumen yang pernah BAB IV GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Gambaran Subyek Penelitian Pembahasan dalam uraian ini adalah tentang gambaran subyek penelitian, dimana subyek penelitian ini menggambarkan karakteristik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah para masyarakat yang bekerja atau bertempat tinggal di daerah KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive), IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat penelitian berlangsung. Terdapat 3 karakteristik responden yang. Tabel 5.1

BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat penelitian berlangsung. Terdapat 3 karakteristik responden yang. Tabel 5.1 1 BAB V ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakterisitik Responden Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar sebanyak 100 orang yang penulis temui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan, dan sikap mental

Lebih terperinci

Bab III METODELOGI PENELITIAN

Bab III METODELOGI PENELITIAN Bab III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem informasi akuntansi pada hotel di Tangerang. Responden dalam

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN JUMLAH PAKAN TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT

PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN JUMLAH PAKAN TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN JUMLAH PAKAN TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT Dewi Hastuti, Renan Subantoro, Muammar Ismail Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden Dalam penelitian ini yang dipilih sebagai objek penelitian oleh peneliti adalah konsumen yang sudah menggunakan sepatu Converse. Peneliti memilih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian dengan mengambil objek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian dengan mengambil objek III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian dengan mengambil objek penelitian pada Giant Supermarket, Jl Z. A. Pagar Alam, Bandarlampung. Adapun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, definisi Undang-Undang Pangan No.7 tahun 1996 menjelaskan, pangan adalah segala sesuatu yang berasl dari sumber hayati dan air, baik yang diolah

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 29 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, III. METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilaksanakan Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Penelitian ini berlangsung pada bulan April sampai dengan Mei 2017. Kecamatan Sayegan berada pada

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci