V. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Yuliana Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan berbeda dan memiliki fasilitas yang terpusat serta tidak menyebar secara merata. Pada kurun waktu jumlah penduduk Kota mengalami pertumbuhan penduduk yang stabil, walaupun terdapat beberapa pertumbuhan penduduk yang tinggi dan mengalami penurunan di beberapa titik tahun. Untuk memproyeksi jumlah penduduk Kota di tahun 2030, maka dibutuhkan model pertumbuhan yang tepat. Pada penelitian ini, model pertumbuhan yang digunakan adalah Kurva Gompertz/saturation, yaitu model pertumbuhan yang memiliki titik jenuh pada sebuah pertumbuhan, sehingga model pertumbuhan ini akan mengalami titik stasioner (tidak terus meningkat). Sehingga suatu kota akan memiliki batas ambang berapa jumlah penduduk yang dapat dipenuhi kebutuhannya. Metode ini terpilih karena memiliki nilai R 2 yang lebih tinggi dibanding dengan model pertumbuhan lainnya, seperti ditampilkan pada Tabel 5. Masing-masing kecamatan memiliki model pertumbuhan penduduk yang berbeda-beda, oleh karna itu pemodelan pertumbuhan penduduk dianalisis per jumlah penduduk per kecamatan, dengan titik tahun perhitungan dari tahun 1995 hingga tahun Model petumbuhan penduduk memiliki nilai R 2 atau koefisien determinasi. Tingginya nilai persentase dari koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa pemodelan pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah pemodelan yang mendekati pertumbuhan penduduk nyata di lapang. Nilai persentase koefisien determinasi terdapat pada selang 0-100%. Semakin tinggi presentasi nilainya, maka semakin menunjukan keadaan nyata di lapang, sebaliknya semakin rendah presentasi nilainya, maka semakin tidak menunjukan atau tidak sesuai dengan keadaan nyata di lapang. Perbandingan nilai R 2 masingmasing kecamatan kecamatan ditampilkan pada Tabel 6. 42
2 Tabel 5. Perbandingan nilai R 2 Masing-masing Kecamatan. Model Pertumbuhan Selatan Timur Utara Tengah Barat Tanah Sareal Discrete Time Continous Time Eksponensial Saturation 98,43 98,36 97,39 98,36 99,57 84,19 Nilai R 2 dan perhitungan hasil model proyeksi pertumbuhan penduduk per kecamatan Kota disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Tabel Model Persamaan Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota per kecamatan. Kecamatan R 2 (%) P t Selatan 98, ,21exp 0,67 0,052 1 exp 0,67 0,052 Timur 98, ,25exp 1,0 0,045 1 exp 1,0 0,045 Utara 97, ,3exp 0,6 0,1 1 exp 0,6 0,1 Tengah 98, exp 2,34 0, exp 2,34 0,0042 Barat 99, ,8exp 0,6 0,1 1 exp 0,6 0,1 Tanah Sareal 84, ,1exp 1,1 0,047t 1 exp 1,1 0,047t 43
3 Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model pada Tabel 6 maka dapat diketahui bahwa model persamaan Kecamatan Barat memiliki nilai persentase koefisien determinasi tertinggi bila dibandingkan dengan 5 kecamatan lainnya, yaitu 99,57% dan Kecamatan Tanah Sareal memiliki nilai persentase terendah yaitu 84,19% namun angka ini tetap menunjukan bahwa pemodelan jumlah penduduk di Kecamatan Tanah Sareal mendekati keadaan nyata di lapang pada tahun Tabel 7. Tabel Pertumbuhan Penduduk Kota Ta hun Selatan Timur Utara Tengah Barat Tanah Sareal Jumlah Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kota diproyeksikan memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa pada tahun Dengan rincian masing-masing kecamatan sebagaimana uraian berikut : 44
4 Tahun Hasil Proyeksi Data BPS Gambar 14. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Selatan Jumlah Penduduk Kecamatan Selatan mengalami penurunan dari tahun Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat hingga tahun Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 19% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu jiwa Tahun Hasil Proyeksi Data BPS Gambar 15. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Timur 45
5 Jumlah Penduduk Kecamatan Timur mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat dengan stabil hingga tahun Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 10% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu jiwa Hasil Proyeksi Tahun data BPS Gambar 16. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Utara Jumlah Penduduk Kecamatan Utara mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun Namun pada tahun lainnya, jumlah penduduk terus meningkat dengan stabil hingga tahun Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Utara memiliki penduduk sebanyak 17% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu jiwa. 46
6 Tahun Gambar 17. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Tengah Jumlah Penduduk Kecamatan Tengah mengalami penurunan pada tahun kemudian mengalami pertumbuhan yang stabil hingga Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kecamatan Tengah diproyeksikan mengalami peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2030 hingga berjumlah jiwa Tahun Gambar 18. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Barat 47
7 Dari tahun 1995 jumlah penduduk Kecamatan Barat mengalami pertumbuhan yang meningkat dengan stabil hingga tahun Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Barat memiliki penduduk sebanyak 26% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu jiwa Tahun Gambar 19. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Tanah Sareal Pertumbuhan jumlah penduduk Kecamatan Tanah Sareal mengalami pertumbuhan yang cukup besar dari tahun dan kembali turun pada kemudian terus meningkat dengan stabil hingga tahun Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kecamatan Tanah Sareal memiliki penduduk sebanyak 20% dari seluruh prediksi jumlah penduduk Kota pada tahun 2030, yaitu jiwa. 48
8 Tahun Gambar 20. Grafik data BPS dan hasil proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Pertumbuhan jumlah penduduk Kota mengalami pertumbuhan yang cukup besar pada tahun dan kembali turun pada kemudian terus meningkat dengan stabil hingga tahun Berdasarkan hasil analisis pendugaan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan saturation model (Tabel 7) maka dapat diketahui bahwa Kota memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa pada tahun Masing-masing kecamatan memiliki persentase jumlah penduduk yang berbeda-beda sesuai dengan pertumbuhan masing-masing kecamatan, persentase tersebut disajikan pada Gambar
9 Tanah Sareal % Selatan % Barat % Tengah % Timur % Utara % Gambar 21. Grafik Proyeksi Presentasi Jumlah Penduduk Kota per Kecamatan di Tahun timur selatan Utara Tengah Barat Tanah Sareal 0 Gambar 22. Grafik Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota per Kecamatan aaaaaaaaaaadi Tahun
10 5.2. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Per Kecamatan Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 Dengan diketahuinya proyeksi jumlah penduduk Kota per kecamatan, maka dapat pula dihitung kebutuhan RTH Kota dan per Kecamatan sesuai dengan standar kebutuhan RTH per orang pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008, yaitu 2,53 m 2 /orang. Tabel 8. Proyeksi Kebutuhan RTH Kota dan per Kecamatan sesuai jumlah penduduk kota di tahun 2030 Kecamatan Jumlah Penduduk Kebutuhan RTH/kecamatan Kebutuhan RTH/ kecamatan Persen Luas RTH Terhadap Luas Kota (jiwa) (m 2 ) (ha) (%) Selatan ,59 68,07 0,57 Timur ,49 38,29 0,32 Utara ,67 60,31 0,51 Tengah ,43 29,21 0,25 Barat ,37 94,02 0,79 Tanah Sareal ,93 71,50 0,60 Jumlah ,48 361,41 3,04 Sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk, maka besar kecilnya kebutuhan RTH per kecamatan pun bergantung besar kecilnya jumlah penduduk. Pada Tabel 7, Kecamatan Barat memiliki angka kebutuhan RTH yang paling tinggi, yaitu 94,02 ha, luas ini merupakan 0,79% dari seluruh luas Kota. Kemudian Kecamatan Selatan dengan kebutuhan RTH seluas 0,57% dari luas Kota, yaitu 68,07 ha. Kecamatan Tanah Sareal membutuhkan RTH seluas 0,6% dari seluruh luas Kota, yaitu 71,50 ha. Kecamatan Utara membutuhkan RTH seluas 60,31 ha yang setara dengan 0,51% dari keseluruhan luas Kota. Kecamatan Tengah dengan luas wilayah paling sempit memiliki kebutuhan RTH seluas 0,25% dari luas keseluruhan Kota, atau setara dengan 29,21 ha. Kecamatan Timur memiliki luas kebutuhan RTH 0,32% dari luas Kota, yaitu seluas 38,21 ha. 51
11 Jumlah Kebutuhan RTH Kota seluas 361,4 ha apabila dibandingkan dengan luas Kota bogor, hanya membutuhkan 3,04% dari seluruh luas Kota. Jumlah ini masih di bawah standarisasi luas RTH yang harus dipenuhi oleh kawasan perkotaan sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 yaitu 30% dari total luas wilayah. Hasil dari metode ini masih memiliki kekurangan karena sumber data sekunder yang digunakan tidak terdapat jumlah penduduk yang hanya pulang-pergi tanpa tinggal di Kota. Seperti pada akhir minggu, jumlah individu meningkat akibat jumlah wisatawan domestik maupun asing yang berlibur maupun yang hanya berekreasi. Sehingga hasil dari proyeksi ini diduga masih di bawah dari angka yang sesungguhnya dibutuhkan Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Per Kecamatan Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Salah satu fungsi RTH perkotaan adalah fungsi ekologis salah satunya adalah memproduksi oksigen. Struktur batang, cabang, ranting, dan daun tetumbuhan dapat mereduksi bising, debu, dan view yang mengganggu Melalui proses-proses fisiologis, tumbuhan melakukan evapotranspirasi dan fotosintesis. Proses ini dapat menetralisir karbondioksida (CO2), memproduksi oksigen (O2), dan meningkatkan kadar uap air yang mendinginkan udara di sekitarnya pada siang hari. Untuk menghitung kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen kota, dibutuhkan data jumlah ternak dan kebutuhan oksigen ternak untuk masingmasing jenis ternak, data jumlah kendaraan dan kebutuhan bahan bakar serta jenis kendaraan, data jumlah industri dan kebutuhan oksigen masing-masing skala industrinya, serta jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen masing-masing individu, dibutuhkan juga konstanta berat kering tanaman. Dari data tersebut dapat di prediksi pula proyeksi kebutuhan RTH pada titik tahun yang diinginkan dengan menggunakan perhitungan kebutuhan RTH sesuai Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/
12 Tabel 9. Proyeksi Kebutuhan RTH menurut kebutuhan oksigen Kota dan per Kecamatan di tahun 2030 Kecamatan Kendaraan Ternak Industri Penduduk Jumlah Berat Kering Tanaman (g/m2) 1 gram Berat Kering Tanaman (g/hari) Kebutuhan RTH (m2) Kebutuhan RTH (ha) a b C D a+b+c+d e F (a+b+c+d)/e.f (a+b+c+d)/e.f Selatan , , , Timur ,5 8,076, , , Utara , , , , Tengah ,95 5,730, , , Barat , , , , Tanah Sareal , , , , Jumlah , Dari hasil pengolahan data perhitungan yang disajikan pada Tabel 9, luas proyeksi kebutuhan RTH kebutuhan oksigen, Kecamatan Barat seluas 207,76 ha, Kecamatan Selatan membutuhkan RTH seluas 188,65 ha. Kecamatan Tanah Sareal seluas 179,39 ha. Kecamatan Utara membutuhkan RTH seluas 169,85 ha. Kecamatan Tengah membutuhkan 103,71 ha dan Kecamatan Timur membutuhkan RTH seluas 94,38 ha. Tabel 10. Proporsi RTH Sesuai Kebutuhan Oksigen Tiap Kecamatan Terhadap Luas Kecamatan Kecamatan Kebutuhan RTH/kecamatan Luas Wilayah Kebutuhan RTH/kecamatan (ha) (ha) (%) Selatan 188, ,12 Timur 94, ,30 Utara 169, ,59 Tengah 103, ,76 Barat 207, ,32 Tanah Sareal 179, ,52 Kota 943, ,96 Masing-masing persentase luas kebutuhan RTH sesuai kebutuhan oksigen dapat dilihat dari Tabel 10. Total proyeksi kebutuhan luas RTH sesuai dengan kebutuhan oksigen, kota membutuhkan RTH seluas 943,73 ha, atau setara dengan 7,96% dari seluruh luas wilayah Kota. Konstanta yang digunakan 53
13 dalam perhitungan merupakan konstanta berat kering tanaman untuk tanaman dalam hutan kota, sehingga yang menjadi arahan RTH adalah RTH sebagai hutan kota. Hasil dari metode ini masih memiliki kekurangan karena sumber data sekunder yang ada tidak sesuai 100% dengan data di lapang, data sekunder untuk jumlah kendaraan di Kota, tidak dapat dihitung jumlah pasti kendaraan selain plat nomer Kota, kendaraan yang hanya melewati Kota, namun tidak berdomisili di Kota pun tidak ada datanya. Sehingga angka perhitungan RTH sesuai kebutuhan oksigen Kota ini diperkirakan masih lebih rendah dari angka kebutuhan seharusnya Arahan dan Pola Penyebaran Proyeksi Kebutuhan RTH Kota Per Kecamatan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota dan Jumlah Penduduk di Tahun 2030 Pembuatan peta pola penyebaran arahan RTH mengunakan jumlah luasan RTH dari perhitungan kebutuhan RTH sesuai jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen Kota. Arahan pola sebaran RTH adalah penentuan daerah mana yang tidak boleh dibangun, bukan menentukan daerah mana yang boleh dibangun. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk ditampilkan pada Gambar 24 dan berdasarkan kebutuhan oksigen pada Gambar 23. Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk di Kota paling besar distribusinya adalah Kecamatan Barat yaitu seluas 94,02 ha karena Kecamatan Barat memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Sebaran RTH di kecamatan ini merata di setiap desanya karena pemukiman cenderung tersebar merata walaupun sedikit lebih padat di bagian timur kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Barat, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya, sama seperti sebaran RTH berdasarkan jumlah penduduknya. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Timur, hampir merata di setiap desanya namun cenderung lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, sebagai 54
14 contohnya adalah tanah kosong yang sejajar dengan Jalan Tol Jagorawi yang menjadi batas wilayah Kecamatan Timur. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Timur, memiliki sebaran yang kurang merata di setiap desanya, sebarannya lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, pepohonan, semak dan ladang. Sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Tanah Sareal, terdistribusi hampir merata di setiap desanya namun cenderung lebih banyak di bagian utara dan barat kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Tanah Sareal, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, semak dan pepohonan. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Utara, hampir merata di setiap desanya karena pemukiman cenderung tersebar merata. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong dan semak. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Utara, memiliki sebaran yang merata di setiap desanya, sama seperti sebaran RTH berdasarkan jumlah penduduknya. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, semak dan pepohonan. 55
15 N W E S Meters Skala 1 : jalan Kolektor Sekunder Jalan Kolektor Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Arteri Primer Non RTH Arahan RTH Sumber Peta Land Use/Land Cover Kota Tahun Gambar 23. Peta Arahan Sebaran Proyeksi RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota
16 N W S E Meters Skala 1 : Jalan Kolektor Sekunder Jalan Kolektor Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Arteri Primer Arahan RTH Non RTH Sumber : Peta Land Use/Land Cover Kota Tahun Gambar 24. Peta Arahan Sebaran Proyeksi RTH Sesuai Penduduk Kota
17 Sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Selatan, cenderung terdistribusi lebih bayak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong. Arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Selatan, memiliki sebaran yang sama dengan RTH kebutuhan penduduk, yaitu kurang merata di setiap desanya, sebarannya lebih banyak di bagian selatan kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan sebagai tanah kosong, sebagai contohnya adalah tanah kosong di TPU Gunung Gadung, yang merupakan kawasan pemakaman yang luas. Distribusi sebaran RTH berdasarkan kebutuhan penduduk Kecamatan Tengah, terpusat pada tengah kecamatan yaitu kawasan Kebun Raya dan Istana Presiden. Sama halnya dengan arahan sebaran RTH berdasarkan kebutuhan oksigen Kecamatan Tengah, memiliki sebaran yang terpusat pada tengah kecamatan. Kondisi eksisting yang digunakan sebagai arahan RTH merupakan areal dengan penggunaan lahan hingga pemukiman, untuk mengatasi hal ini dapat digunakan alternatif penanaman tanaman (pohon) yang memiliki produksi oksigen tinggi hingga mampu memenuhi kebutuhan oksigen kecamatan, maupun dengan penanaman pada lahan sempit, seperti taman vertikal maupun taman pada atap bangunan. 58
III. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, seperti pada Gambar 2. Analisis spasial maupun analisis data dilakukan di Bagian
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor
Lebih terperinciINFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI
INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting
Lebih terperinciINVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM
INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun
Lebih terperinciARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani
ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
152 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Kondisi ruang terbuka hijau (RTH) yang terdapat di Kampus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.
Lebih terperinciIPB International Convention Center, Bogor, September 2011
IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN SINTESIS
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian
Lebih terperinci5. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi
Lebih terperinci2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan
Lebih terperinci, 2016 KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU D AN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN D I KAMPUS UNIVERSITAS PEND IDIKAN INDONESIA (UPI) BAND UNG
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Oksigen merupakan unsur yang sangat penting dalam tata kehidupan makhluk hidup. Oksigen diperlukan oleh makhluk hidup sebagai salah satu ciri makhluk hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut
Lebih terperinciSTUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN
STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT
Lebih terperinciSTUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN
STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini mencakup penggunaan lahan, faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, dan dampak perubahan penggunaan lahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik peningkatan maupun penurunannya. Menurut Rusli (1995), secara umum
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang
IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan
Lebih terperinciKEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR
KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR Nilva Elysa Siregar Alumnus S1 Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas
Lebih terperinciINVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR
INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi
Lebih terperinciV HASIL DAN PEMBAHASAN
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel
Lebih terperinciIII PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH
III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN SINTESIS
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi
Lebih terperinciMomentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN
KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN Wiwik Handayani 1*, Gagoek Hardiman 1 dan Imam Buchari 1 1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang Jalan Imam Bardjo,
Lebih terperinciPengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan
Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).
Lebih terperinciOleh Yuliana Suryani Dosen Pembimbing Alia Damayanti S.T., M.T., Ph.D
PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK (RTH) UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN GENTENG Oleh Yuliana Suryani 3310100088
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau 5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Jakarta Timur Identifikasi penyebaran dan analisis perubahan Ruang Terbuka Hijau di kawasan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Dalam proses pertumbuhannya tumbuhan memerlukan air yang berfungsi sebagai proses pengangkutan hara dan mineral ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Kadar air
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu
Lebih terperinciTabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53
70 Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Emisi CO 2 (ton) 176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12
Lebih terperinciPAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI
Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis 2 0 08 LU serta 3 0 02 LS serta
Lebih terperinciTELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak
1 TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU () PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya alam hayati yang memiliki peranan fungsi jasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama
Lebih terperinciTabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )
8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota
Lebih terperinciKebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota pada Kawasan Padat, Studi Kasus di Wilayah Tegallega, Bandung
Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota pada Kawasan Padat, Studi Kasus di Wilayah Tegallega, Bandung Widyastri Atsary Rahmy (1), Budi Faisal (2), Agus R. Soeriaatmadja
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG
ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati
Lebih terperinciMETODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian
12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki
Lebih terperinciKampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat
Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah
Lebih terperinciAnalisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Buangan Gas CO2 pada Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung Risna Rismiana Sari 1, Yackob Astor 2, Tenni Nursyawitri 3 1,2 Staff PengajarJurusan Teknik Sipil,Politeknik
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan 4.1.1. Analisis Penggunaan Lahan Tahun 2010 Pola penggunaan lahan Kecamatan Tembalang tahun 2010 menunjukkan bahwa penggunaan lahan sebagai
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK
ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK Habib Abdullah 1, Agus Ruliyansyah 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON
110 BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON Pada Bab ini dilakukan analisis data-data yang telah diperoleh. Untuk mempermudah proses analisis secara keseluruhan, dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan
Lebih terperinci4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
61 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Degradasi Hutan di Lapangan 4.1.1 Identifikasi Peubah Pendugaan Degradasi di Lapangan Identifikasi degradasi hutan di lapangan menggunakan indikator
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009:3). Metode penelitian yang
38 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009:3). Metode penelitian yang
Lebih terperinciRINGKASAN. Kota Bogor, Ruang Terbuka Hijau, Pertumbuhan Penduduk, Kebutuhan Oksigen.
RINGKASAN INTAN LAKSMITA SARI. Kajian Proyeksi Luas Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor dan Arahan Pola Penyebarannya. Di bawah bimbingan ERNAN RUSTIADI dan BAMBANG SULISTYANTARA. Peningkatan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan
Lebih terperinci6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:
6.1 Kesimpulan 6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni antara lain : a. Berdasarkan UU No. 26/2007 standar Kebutuhan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR
24 BAB IV KONDISI UMUM KOTA BOGOR 4.1 Profil Wilayah Kota Bogor Kota Bogor secara geografis terletak pada 106 o 48 Bujur Timur dan 6 o 36 Lintang Selatan dengan jarak ± 56 km dari ibukota Jakarta. Wilayah
Lebih terperinciKEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON
KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability
Lebih terperinci1. Angka. 2. Angka Kering. beras atau. meningkat. meningkat dari 1,4. diperkirakan akan. Produksi ubi kayu 2010.
. BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR T No.8/11/53/Th. XV, 1 November PRODUKSI TANAMAN PADI DAN PALAWIJA NTT (ANGKA TETAP 211 & ANGKAA RAMALAN II ) 1. Angka Tetap (ATAP) produksi padi Provinsi NTT Tahun 211
Lebih terperinciPengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur
Lebih terperinciAnalisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan yang merupakan framework dari penyusunan laporan ini. Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Dibahas pula ruang lingkupnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot dan kebakaran hutan dan lahan pada periode 5 tahun
Lebih terperinciMatrik Cascading Kinerja Dinas Tata Bangunan dan Kebersihan tahun 2016
Matrik Cascading Kinerja Dinas Tata Bangunan dan Kebersihan tahun 2016 KEPALA DINAS Isu Strategis Tujuan Indikator Tujan Target Indikator Tujuan (Tahun Sasaran Indikator Kinerja Sasaran Alasan Pemilihan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. PJP I telah mencapai sukses besar, yaitu mengantar Indonesia dari suatu negara
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional Indonesia. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang bekerja pada sektor pertanian.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA...
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Permasalahan... 4 1.3 Tujuan dan
Lebih terperinciPEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk
V PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
14 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1. Sejarah dan Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu telah dikunjungi wisatawan sejak 1713. Pengelolaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian
BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciMETODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)
19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten
Lebih terperinci