BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jembatan Jembatan merupakan salah satu bentuk konstruksi yang berfungsi meneruskan jalan melalui suatu rintangan. Seperti sungai, lembah dan lain-lain sehingga lalu lintas jalan tidak terputus olehnya. Menurut Struyk (1995) dalam Suryantara (2004), jembatan merupakan struktur yang melintasi sungai, teluk, atau kondisi-kondisi lain berupa rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan yang dimaksud yaitu dapat berupa sungai, jurang, laut, ruas jalan tidak sebidang dan lain sebagainya. Sehingga memungkinkan kendaraan, kereta api maupun pejalan kaki dapat melintas dengan lancar dan aman. Dalam perencanaan konstruksi jembatan dikenal dua bagian yang merupakan satu kesatuan yang utuh yakni : 1. Bangunan Bawah ( Sub Struktur ) 2. Bangunan Atas ( Super Struktur ) Bangunan atas terdiri dari lantai kendaraan, trotoar, tiang-tiang sandaran dan gelagar. Bangunan bawah terdiri dari pondasi, abutmen, pilar jembatan dan lainlain. Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah. Bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis. Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut : 1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang. 2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien. 5

2 3. Penggerusan ( scowing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang. Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penempatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian sistem perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, misalnya saja sistem perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun mengenai sistem nonteknik seperti obyektivitas pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut. Mengenai bentuk-bentuk jembatan dapat dibedakan menurut: a. Material yang digunakan Jembatan kayu Jembatan baja Jembatan beton Jembatan gabungan baja dan beton b. Jenis konstruksinya Jembatan ulir Jembatan gelagar Jembatan plat Jembatan gantung Jembatan dinding penuh Jembatan lengkungan c. Menurut penggolongan Jembatan yang dapat digerakan, merupakan jenis jembatan baja yang pelaksanaannya dibuat sebagai gelagar dinding penuh. Jembatan tetep, jenis jembatan seperti ini digunakan untuk keperluan lalu lintas. Seperti jembatan kayu, jembatan beton dan jembatan batu. 2.2 Jembatan Pelengkung Melengkung adalah sebuah keunikan dari sebuah jembatan yang ditunjukkan seperti setengah lingkaran atau elips. Jembatan pelengkung adalah jembatan dengan struktur setengah lingkaran dimana pada kedua ujungnya 6

3 bertumpu pada abutmen. Pada umumnya jembatan pelengkung dibuat untuk melewatkan kendaraan atau kereta api yang menyeberangi lembah atau sungai yang dalam. Jembatan ini biasanya dibuat dari beton atau baja. Salah satu aspek penting pada konstruksi pelengkung adalah bahwa struktur tersebut harus didesain untuk memikul sejumlah tertentu variasi beban, baik momen lentur maupun gaya gaya aksial tanpa terjadi perubahan bentuk yang mencolok pada struktur. Schodek (1998) membedakan jembatan berdasarkan jenis strukturnya menjadi beberapa klasifikasi, yaitu : 1. Pelengkung Terjepit Pelengkung jenis ini memiliki perletakan jepit pada kedua ujungnya yang tidak memperbolehkan adanya rotasi pada perletakan struktur. Akibatnya terjadi sejumlah gaya vertikal dan horisontal serta momen pada perletakan struktur. Jenis pelengkung seperti ini sangat dipengaruhi oleh penurunan relatif oleh tumpuannya. Struktur jembatan pelengkung jenis ini hanya dibangun pada keadaan tanah yang relatif stabil. Pelengkung terjepit merupakan struktur yang sangat kuat dibandingkan struktur pelengkung lainnya. Gambar 2.1 Pelengkung terjepit Sumber : Suryantara (2004) 2. Pelengkung Dua Sendi Pelengkung jenis ini mempunyai tumpuan sendi pada kedua ujungnya yang memungkinkan terjadinya rotasi. Gaya-gaya yang dihasilkan pada perletakan hanyalah gaya vertikal dan gaya horisontal. Jenis pelengkung seperti ini relatif tidak dipengaruhi oleh penurunan tumpuan karena 7

4 memungkinkan adanya rotasi pada sendi. Umumnya struktur pelengkung jenis ini menggunakan material baja. Gambar 2.2 Pelengkung dua sendi Sumber : Suryantara (2004) 3. Pelengkung Tiga Sendi Pelengkung jenis ini merupakan pekengkung yang memiliki tiga buah sendi pada strukturnya, yaitu dua buah pada masing-masing perletakannya dan satu buah sendi pada puncak pelengkung. Jenis struktur pelengkung seperti ini tidak dipengaruhi oleh penurunan tumpuan. Namun, penambahan sendi pada puncak pelengkung akan mengurangi kekakuan struktur dan menyebabkan defleksi yang besar. Selain itu, pelengkung jenis ini tergolong struktur statis tak tentu karena kedua segmen pelengkung dapat saling berputar. Gambar 2.3 Pelengkung tiga sendi Sumber : Suryantara (2004) 8

5 4. Pelengkung Terikat Pada pelengkung jenis ini struktur diikat pada pelengkung dan merupakan variasi pelengkung yang dapat diaplikasikan pada jenis tanah yang tidak terlalu padat. Pada jenis pelengkung seperti ini, gaya horisontal yang terjadi pada struktur plengkung utama dapat diimbangi oleh gaya horisontal pada pelengkung samping sehingga gaya horisontal yang diterima pondasi relatif lebih kecil. Gambar 2.4 Pelengkung terikat Sumber : Suryantara (2004) Menurut bentuknya, jembatan pelengkung memiliki tiga variasi bentuk: 1. True Arch yaitu apabila konstruksi pelengkung ada dibawah lantai kendaraan. Gambar 2.5 True arch 9

6 2. Tied Arch, yaitu apabila konstruksi pelengkung berada pada atas lantai kendaraan. Gambar 2.6 Tied arch 3. Half True Arch yaitu gabungan dari True Arch dan Tied Arch yang konstruksi pelengkungnya berada dibawah dan diatas lantai kendaraan. Gambar 2.7 Half true arch 2.3 Pembebanan Jembatan Dalam perencanaan jembatan, pembebanan yang diberlakukan pada jembatan jalan raya, adalah mengacu pada standar RSNI T Pembebanan Untuk Jembatan. Standar ini menetapkan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunan-bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan. Standar Pembebanan untuk Jembatan 2004 memuat beberapa penyesuaian berikut: a. Gaya rem dan gaya sentrifugal yang semula mengikuti Austroads, dikembalikan ke Peraturan Nr. 12/1970 dan Tata Cara SNI yang sesuai AASHTO 10

7 b. Faktor beban ultimit dari Beban Jembatan BMS-1992 direduksi dari nilai 2 ke 1,8 untuk beban hidup yang sesuai AASHTO c. Kapasitas beban hidup keadaan batas ultimit (KBU) dipertahankan sama sehingga faktor beban 1,8 menimbulkan kenaikan kapasitas beban hidup keadaan batas layan (KBL) sebesar 2/1,8-11,1 %. d. Kenaikan beban hidup layan atau nominal (KBL) meliputi : Beban T truk desain dari 45 ton menjadi 50 ton. Beban roda desain dari 10 ton menjadi 11,25 ton. Beban D terbagi rata (BTR) dari q = 8 kpa menjadi 9 kpa. Beban D garis terpusat (BGT) dari p = 44 kn/m menjadi 49 kn/m. e. Beban mati ultimit (KBU) diambil pada tingkat nominal (faktor beban = 1) dalam pengecekan stabilitas geser dan guling dari pondasi langsung. Sesuai standar ini, beban truk legal adalah 50 ton dengan konfigurasi satu truk setiap jalur sepanjang bentang jembatan Selain daripada RSNI T Pembebanan Untuk Jembatan, ada standar lain yang umum digunakan dalam perencanaan jembatan, yaitu Bridge Management System (BMS). Adapun pembebanan untuk jembatan yang dijelaskan dalam Bridge Management System ini meliputi: Beban Gravitasi Beban gravitasi meliputi beban-beban yang disebabkan oleh berat dari komponen yang ada pada jembatan. Beban ini meliputi beban permanen dan transien yang bekerja menuju pusat bumi. Perhitungan untuk beban gravitasi ini memanfaatkan prinsip hukum Newton yaitu : (2.1) Dimana : F merupakan gaya gravitasi dalam satuan Newton (N); m adalah massa (kg); dan a adalah percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/s Beban Permanen Beban permanen yaitu beban-beban yang bekerja pada jembatan dalam jangka waktu yang lama dan/ atau bahkan selama masa layan jembatan. Adapun yang tergolong dalam beban permanen ini antara lain: 11

8 Beban mati dari komponen struktur dan non struktur (berat sendiri) Beban mati dari lapisan aus dan utilitas (berat tambahan, seperti pipa dan kabel, dan lain sebagainya) Beban mati dari timbunan tanah Beban tekanan tanah dan surcharge Beban pelaksanaan tetap Beban mati dari komponen struktur dan nonstruktur merupakan beban permanen yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan analisis. Komponen struktur terdiri dari seluruh elemen yang berfungsi sebagai penahan beban bagi jembatan, seperti balok memanjang, struktur pelengkung, pilar, dan abutmen. Komponen nonstruktur meliputi trotoar, parapet, railing, rambu-rambu, iluminator, dan lain-lain. Berat dari komponen-komponen ini dapat dihitung berdasarkan bentuk geometri masing-masing komponen dan berat jenis bahannya. Beban mati akibat lapisan aus dan utilitas dihitung berdasarkan ketebalan lapisannya. Yang dimaksud lapisan aus disini adalah lapisan penutup lantai kendaraan, seperti aspal atau beton. Beban ini perlu diperhitungkan sebagai beban tambahan pada pelat lantai kendaraan karena setelah sekian kali dilewati kendaraan kondisi permukaan lantai menjadi tidak rata lagi (aus pada daerah lintasan roda). Ketebalan dari lapisan aus ini sangat bervariasi. Oleh karenanya, faktor untuk beban mati tambahan ini lebih besar dari faktor beban untuk berat sendiri. Misalnya menurut BMS faktor untuk berat sendiri adalah 1,3 dan 0,7 sementara untuk beban tambahan adalah 2,0 dan 0,7; sementara menurut AASHTO faktor beban untuk berat sendiri diberikan 1,25 dan 0,9 sementara untuk untuk beban tambahan adalah 1,5 dan 0,65. Beban utilitas adalah beban yang diterima jembatan akibat pipa dan kabel yang mungkin ada pada jembatan. Beban ini sulit diprediksi, sehingga dengan memakai faktor beban yang lebih besar, kesalahan prediksi dapat dikurangi pengaruhnya. Beban mati akibat timbunan tanah sering dijumpai pada jembatan pelengkung atau pada tumit dari struktur dinding penahan tanah seperti abutmen ataupun sayap (wing wall). Tekanan tanah pada dinding penahan terjadi dibelakang dinding dan surcharge diatas tanah di belakang dinding. Beban akibat 12

9 tekanan tanah ini juga memiliki variasi tinggi sehingga faktor beban yang digunakan harus dinaikan. Beban mati akibat pelaksanaan yang sifatnya permanen seperti berat sendiri dan gaya prategang pada struktur tertentu harus diperhitungkan dalam analisis dengan faktor beban yang sesuai Beban Transien Yang tergolong dalam beban transien disini adalah beban hidup yang terjadi pada jembatan. Untuk jembatan jalan raya, umumnya berupa beban kendaraan ringan dan sepeda motor. Disamping yang juga tergolong dalam jenis beban ini yaitu beban pejalan kaki. Namun yang paling kritis dalam beban transien ini adalah beban truk, sehingga pengaruh beban kendaraan ringan dapat diabaikan. Dalam analisis, selain beban truk, harus diperhatikan juga mengenai pengaruh lain seperti beban kejut lalu lintas (impact) atau efek dinamis, gaya rem (braking force), dan gaya sentrifugal. Jumlah lajur dalam perencanaan jembatan merupakan kriteria penting, karenanya harus ditetapkan terlebih dahulu. Jumlah lajur lalu-lintas rencana adalah integer dari lebar jembatan dibagi lebar lajur rencana. BMS sendiri menentukan lebar lajur rencana adalah sebesar 2750 mm Beban Lalu Lintas Beban lalu lintas yang umum digunakan dalam perencanaan jembatan adalah beban D dan beban T. Beban D merupakan beban lajur yang bekerja pada seluruh lebar lajur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang setara atau ekivalen dengan iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah beban D ini sangat tergantung pada lebar lajur kendaraan itu sendiri. Beban T adalah beban truk yang didefinisikan sebagai kendaraan berat tiga as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksudkan sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk yang diterapkan tiap lajur lalu lintas. 13

10 Beban Lajur D a. Intensitas dari beban lajur D Beban lajur D didefinisikan sebagai beban yang terdiri dari beban merata yang tersebar sepanjang lajur kendaraan, dikenal dengan UDL yang digabungkan dengan beban garis, dikenal dengan KEL, seperti terlihat pada gambar berikut: Gambar 2.8 Beban lajur D Sumber : BMS (1992), bagian 2 Beban terbagi rata UDL mempunyai intensitas q kpa dimana besarnya q ini tergantung dari panjang total (L) yang dibebani sebagai berikut: L 30 m, maka q = 8,0 kpa L 30 m, maka q = kpa Sementara untuk beban garis KEL dengan intensitas p kpa harus ditempatkan tegak lurus dari arah lalu lintas pada jembatan dan ditetapkan sebesar 44 kpa. b. Penyebaran beban lajur D pada arah melintang Beban D harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen UDL dan KEL dari beban D pada arah melintang harus sama. Bila: Lebar lajur kendaraan jembatan 5,5 m maka beban D harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100%. 14

11 Lebar lajur kendaraan jembatan > 5,5 m maka beban D harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100%. Hasilnya adalah beban garis sebesar 5,5 kn/m dan beban terpusat ekivalen sebesar 5,5 p kn, yang bekerja berupa STRIP pada jalur sebesar 5,5 m. Lajur lalu lintas yang berupa strip ini dapat ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban D tambahan sebesar 50% dari intensitas awal harus ditempatkan pada sisa lebar lajur kendaraan. Penyebaran beban dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut: Gambar 2.9 Penyebaran beban lajur D pada arah melintang Sumber : BMS (1992), bagian Beban Truk T Beban truk atau beban T ini terdiri dari kendaraan truk semi trailler yang mempunyai susunan dan berat as seperti pada Gambar 2.10, dimana berat dari masing-masing as disebarkan menjadi dua beban merata yang sama besar yang merupakan bidang kontak antara dua roda truk dengan lantai kendaraan. Dengan tidak memperhitungkan panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk yang dapat ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana, meskipun pada kenyataan di lapangan suatu jembatan dapat saja dibebani oleh iring-iringan truk. Dengan catatan kendaraan truk ini harus ditempatkan di tengah-tengah lajur lalu lintas rencana. 15

12 Gambar 2.10 Penyebaran beban truk T Sumber : BMS (1992), bagian Beban Dinamis Faktor beban dinamis (DLA) berlaku pada beban KEL, beban D dan beban T untuk simulasi kejut dari kendaraan bergerak pada struktur jembatan. Besar dari faktor beban dinamis ini adalah sama untuk semua bagian struktur jembatan sampai pondasi. Untuk beban T, nilai DLA adalah 0,3 Untuk beban KEL, nilai DLA merupakan fungsi dari panjang bentang ekivalen (Le), yaitu: Le 50 m, maka DLA = 0,4 50 m < Le < 90 m, maka DLA = 0,525 0,0025 Le Le 90 m, maka DLA = 0,3 Dimana : Le adalah panjang bentang aktual (untuk bentang sederhana) Le = (untuk bentang menerus) 16

13 2.3.6 Beban/ Gaya Rem Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai kendaraan. Dengan ditentukan sesuai persyaratan berikut: HTB = 250 untuk Lt 80 m HTB = ,5*(Lt-80) untuk 80 < Lt < 180 m HTB = 500 untuk Lt > 180 m Dengan besarnya gaya rem adalah HTB/jumlah balok girder. Dengan lengan kerja gaya, y = 1,8 + (tebal lapisan aspal+overlay) + (0,5. tinggi girder) Beban Seret dan Tumbukan pada Pilar Untuk beban seret dan tumbukan pada pilar, gaya seret nominal ultimate dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung pada kecepatan air rata-rata, yaitu: 2 TEF 0,5.C D.(Vs). AD (2.2) Dimana : Vs = kecepatan air rata-rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau C D = koefisien seret yang tergantung dari bentuk pilar (Gambar 2.12 BMS 1992, bagian 2) A D = luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m 2 ) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran (Gambar 2.13, BMS 1992, bagian 2) Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan asumsi bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan dari lendutan elastis ekivalen dari pilar dengan rumus: 2 M.(V ) T S EF d (2.3) Dimana: M = massa batang kayu (2 ton) Vs = kecepatan air (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau d = lendutan elastis ekivalen (m), Tabel 2.8, BMS 1992, bagian 2 17

14 2.3.8 Pengaruh Temperatur Semua elemen struktur diberikan pengaruh temperatur untuk menghitung perpanjangan dan penyusutan pada jembatan. Pengaruh suhu di Indonesia umumnya kecil dan masih mampu diserap oleh perletakan dan disalurkan ke bangunan bawah oleh bangunan atas Pengaruh Beban Gempa Untuk beban rencana gempa minimum, dihitung dengan analisa statik ekivalen, dimana rumus yang digunakan adalah: T EQ = Kh. I. W T (2.4) dengan Kh = C. S (2.5) Keterangan: T EQ Kh C T = gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau = koefisien beban gempa horisontal = koefisien geser tanah dasar untuk daerah, waktu getar alami, dan kondisi tanah setempat yang sesuai (Gambar 2.14, BMS 1992, bagian 2) = waktu getar alami (diperoleh saat analisis Modal di Run analysis pada SAP2000) I = faktor kepentingan (Tabel 2.13, BMS 1992, bagian 2) S = faktor tipe bangunan (Tabel 2.14, BMS 1992, bagian 2) W T = berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan Beban Pelaksanaan Berdasarkan BMS 1992, bagian 2, perencana jembatan harus memperhitungkan adanya gaya-gaya yang timbul selama pelaksanaan konstruksi, stabilitas, dan daya tahan dari bagian-bagian komponen jembatan. Apabila rencana pelaksanaan tergantung pada metode pelaksanaan yang akan digunakan, maka struktur harus mampu menahan semua beban pelaksanaan secara aman. Adapun beban pelaksanaan yang dimaksud disini adalah: 18

15 Beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri, dan Aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan 2.4 Kombinasi Pembebanan Faktor beban dan kombinasi pembebanan yang digunakan mengacu pada BMS 1992 bagian 2. Dimana faktor beban dan kombinasi beban yang akan digunakan seperti yang nampak dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 berikut: Tabel 2.1 Faktor beban pada keadaan batas ultimate No. Aksi Durasi Faktor Beban pada Keadaan Batas Ultimate 1 Berat sendiri Tetap 1,3 2 Beban tambahan Tetap 1,8 3 Beban lajur D Transien 1,8 4 Beban truk T Transien 1,8 5 Gaya rem Transien 1,8 6 Beban trotoar Transien 1,8 7 Aliran/ benda hanyutan Transien 1,8 8 Angin Transien 1,2 9 Gempa Transien 1 Sumber : BMS (1992) Tabel 2.2 Kombinasi beban ultimate Kombinasi Beban Aksi Aksi Tetap Beban berat sendiri x x x x x x Beban mati tambahan x x x x x x Beban truk T atau Beban lajur D x o o o Beban pejalan kaki x Aksi Transient Beban angin o x o Gaya rem x o o o Aliran/hanyutan o x o o Aksi Lain Beban gempa x keterangan : x berarti memasukan faktor beban ultimate penuh. o berarti memasukan nilai yang sama dengan beban layan Sumber : BMS (1992) 19

16 2.5 Metode dan Overhead Form Traveller (Traveller) Metode analisis konstruksi bertahap dengan bantuan Traveller adalah metode terkini yang digunakan/ diaplikasikan untuk konstruksi yang menggantung atau kantilever. Umumnya namun tidak selalu metode ini digunakan untuk jenis struktur beton bertulang yang menggantung. Dek beton dan jenis struktur menggantung lainnya seringkali dibangun dengan bantuan struktur sementara atau bekisting yang ditujukan untuk pengecoran di tempat. Struktur sementara atau bekisting ini kemudian akan dilepas setelah beton mengering. Sebagai pengganti bekisting untuk pengecoran di tempat yang memerlukan tata cara penyusunan yang rumit dan penyangga scaffolding yang banyak, maka digunakanlah form traveller sebagai bekisting pada daerah terbuka pada struktur kantilever. Penggunaan form traveller ini memberikan keuntungan untuk struktur dengan bentang panjang seperti jembatan yang umumnya terdapat jurang atau sungai di bawah jembatan tersebut yang menyulitkan untuk aksesibilitas kerja. Form traveller tradisional menggunakan bagian-bagian semacam bekisting yang dapat digerakan sepanjang arah konstruksi sementara ditunjang oleh bagian struktur yang telah disiapkan. Sebuah form traveller umumnya berupa frame yang mendukung bekisting dengan roda rel sehingga dapat bergerak dari satu section ke section yang lainnya. Struktur jembatan beton konvensional menggunakan banyak penunjang dalam pembangunan dek jembatan, terutama pada pertemuan antara balok maupun jaringan dek. Untuk lebih efisiensi biaya dan waktu, digunakanlah form traveller. Desain form traveller konvensional terdiri atas sling bawah dan traveler atas. Seperti namanya, sling bawah digantung dibawah struktur jembatan yang telah dinaikan sebelumnya dan diteruskan sampai ujung struktur untuk mendukung bekisting untuk section berikutnya yang akan dibangun. Selama proses pembangunan, sling bawah ini tetap dilanjutkan untuk pengembangan struktur. Disisi lain, traveler atas adalah bagian dari form traveller yang diletakan diatas struktur yang telah dinaikan sebelumnya. Traveler atas ini dapat bergerak maju menuju segmen struktur yang akan dicor sekaligus sebagai tempat bekisting digantungkan. 20

17 Prinsip kerja dari form traveller ini adalah form traveller dipasang sedemikian hingga pada struktur yang telah dinaikan sebelumnya. Kemudian form traveller ini digerakan menuju section yang akan dibangun untuk selanjutnya dilakukan cor ditempat. Selanjutnya, seluruh beban dari section/ bagian yang baru dibangun ditahan oleh bagian struktur yang telah selesai dibangun sebelumnya. Segera setelah segmen tersebut kuat untuk menerima/ menahan bebannya sendiri, maka form traveller dapat digerakan menuju bagian yang akan dibangun selanjutnya. Gambar 2.11 Form traveller 2.6 Konsep Beton Bertulang Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja. Karena beton merupakan material yang kuat menahan tekan, namun lemah dalam menahan tarik, maka beton akan mengalami retak jika beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kekuatan tariknya. Kemudian timbul ide untuk mengkombinasikan material beton ini dengan material baja yang mempunyai kelebihan yang kuat menahan tarik. Dengan menanamkan material baja seperlunya pada beton diperoleh material beton 21

18 bertulang dengan baja sebagai andalan pemikul tarik dan beton sebagai andalan pemikul tekan 2.7 Perencanaan Pelengkung Analisa struktur untuk menganalisa konstruksi pelengkung adalah dengan membagi pelengkung menjadi bagian-bagian yang sama panjangnya disepanjang sumbu sendiri pelengkung. Semakin banyak potongan/ section yang dibuat maka semakin teliti hasil yang akan diperoleh. Tinjauan konstruksi dapat dilihat dalam gambar berikut: Gambar 2.12 Gambar penampang pelengkung Tiap potongan merupakan suatu bagian kecil, sehingga dapat dianggap keseluruhan terbagi atas beberapa garis lurus yang patah-patah yang tingginya mengikuti persamaan busur lingkaran: L : (x-a) 2 + (y-b) 2 = R 2 (2.26) Pelengkung dengan batang non prismatis, yaitu pelengkung dengan penampang berbeda pada ujung-ujungnya, besarnya harga n sebagai perbandingan antara momen inersia penampang pada suatu titik dengan momen inersia penampang pada puncak lengkungan, tidak sama dengan satu. Besarnya momen inersia di setiap titik tentu berbeda dan bervariasi dan merupakan fungsi dari x, atau dapat dirumuskan sebagai berikut: (2.27) Salah satu cara untuk menganalisa konstruksi pelengkung dengan batang non prismatis adalah dengan membagi balok pelengkung menjadi beberapa 22

19 segmen (bagian-bagian kecil) dengan jarak yang sama terhadap sumbu longitudinal pelengkung. Semakin banyak segmen/ bagian yang dibuat, semakin teliti hasil analisa yang diperoleh. Gambar 2.13 Gambar penampang pelengkung non-prismatis Sumber: Sutarja, 2014 Untuk penyelesaian analisa, digunakan beberapa asumsi yaitu: 1. Tiap potongan merupakan suatu bagian yang kecil, sehingga dapat diasumsikan sebagai batang yang lurus. Dengan demikian, pelengkung akan terlihat tersusun dari beberapa garis lurus yang patah-patah seperti pada Gambar Gambar 2.14 Gambar Pembagian Pias Pelengkung 23

20 2. Karena tiap potongan merupakan bagian yang kecil, maka panjang segmen ditentukan dengan persamaan Phytagoras, yaitu: (2.28) Gambar 2.15 Pias Pelengkung Sumber: Sutarja, 2014 Pelengkung terjepit pada kedua sisinya dapat dianalisa apabila gaya desak, gaya lintang, dan momen di sembarang penampang yang tegak lurus terhadap sumbu kelengkungannya tersebut telah diketahui. Gaya desak (N) yang berupa dorongan, adalah gaya yang bekerja tegak lurus terhadap penampang di titik beratnya. Gaya lintang (V) adalah gaya yang bekerja sejajar dengan penampang. Momen (M) adalah momen total terhadap titik kerja gaya desak pada penampang. Gaya desak, gaya lintang, dan momen di sembarang tempat sepanjang pelengkung terjepit akan dapat dengan mudah dianalisa dengan statika sederhana apabila keenam reaksi pada kedua tumpuannya diketahui. Dengan meninjau seluruh kerangka terdapat enam redundan yang tidak diketahui dan tiga persamaan statika yang tersedia, maka lengkungan terjepit tergolong statis tak tentu derajat tiga. 24

21 2.8 Konsep Prategang Ada beberapa definisi mengenai beton prategang, beberapa diantaranya adalah: a. Menurut PBI-1971 Beton prategang, adalah beton bertulang di dalam mana telah ditimbulkan tegangan-tegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga tegangan-tegangan akibat beban-beban dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan b. Menurut Draft Konsensus Pedoman Beton 1988 Beton prategang, adalah beton bertulang di mana telah diberikan tegangan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat pemberian beban yang bekerja. c. Menurut ACI Beton prategang, adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal Adapun konsep-konsep dasar dari beton prategang pada dasarnya adalah memberikan tegangan terlebih dahulu pada beton bertulang sebelum beton bertulang menerima beban luar. Ada tiga konsep yang mendasari beton prategang ini yaitu: a. Konsep pertama Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis. Ini merupakan buah pemikiran Eugene Freyssinet yang memvisualisasikan beton prategang pada dasarnya adalah beton yang di ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Dari konsep ini lahirlah kriteria tidak ada tegangan tarik pada beton. Pada umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan bahan yang getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang 25

22 elastis. Dalam bentuk yang paling sederhana, ambilah balok persegi panjang yang diberi gaya prategang oleh sebuah tendon sentries (egs berimpit cgc). Lihat gambar Akibat gaya prategang F, akan timbul tegangan tekan merata sebesar : = A F (2.29) Jika M adalah momen eksternal pada penampang akibat beban dan berat sendiri balik, maka tegangan pada setiap titik sepanjang penampang akibat M adalah : = M y I (2.30) Di mana Y adalah jarak dari sumbu yang melalui titik berat dan I adalah momen inersia penampang. Jadi distribusi tegangan yang dihasilkan adalah : = A F + M y I (2.31) Gambar 2.16 Distribusi tegangan beton prategang sentries Sumber: Sutarja (2011) Bila tendon ditempatkan eksentris (sebesar e), maka distribusi tegangannya (lihat Gambar 2.17) menjadi : 26

23 = A F ± F e I v M y ± I dimana F e I y adalah tegangan akibat momen eksentris. Gambar 2.17 Distribusi tegangan beton prategang eksentries Sumber: Sutarja (2011) b. Konsep kedua, sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan beton. Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal (Gambar 2.18). Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan jalan menariknya sebelum kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika baja mutu tinggi ditanam pada beton, seperti pada beton bertulang biasa, beton disekitarnya akan menjadi retak berat sebelum seluruh kekuatan baja digunakan (Gambar 2.19). oleh karena itu baja perlu ditarik sebelumnya (pratarik) terhadap beton. Dengan menarik dan menjangkarkan ke beton dihasilkan tegangan dan regangan yang diinginkan pada kedua bahan, tegangan dan regangan tekan pada beton 27

24 serta tegangan dan regangan pada baja. Kombinasi ini memungkinkan pemakaian yang aman dan ekonomis dari kedua bahan dimana hal ini tidak dapat dicapai jika baja hanya ditanamkan dalam beton seperti pada beton bertulang biasa. Gambar 2.18 Momen penahan internal pada balok beton prategang dan beton bertulang Sumber: Sutarja (2011) Gambar 2.19 Balok beton menggunakan baja mutu tinggi Sumber: Sutarja (2011) c. Konsep ketiga, sistem prategang untuk mencapai pertimbangan beban. Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya-saya pada sebuah batang (lihat Gambar 2.20 dan 28

25 Gambar 2.21). Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda-benda dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja dan pada beton sepanjang beton. Gambar 2.20 Balok prategang dengan tendon parabola Sumber: Sutarja (2011) Gambar 2.21 Balok prategang dengan tendon membengkok Sumber: Sutarja (2011) 2.9 Pengenalan Program SAP2000 Program SAP2000 merupakan salah satu program analisis struktur yang lengkap namun mudah untuk digunakan. Prinsip utama penggunaan program ini adalah pemodelan struktur, eksekusi analisis, dan pemeriksaan atau optimalisasi 29

26 desain., yang semuanya dilakukan dalam satu langkah atau satu tampilan. Untuk tampilan dari SAP2000 sendiri berupa tampilan real time sehingga memudahkan pengguna untuk melakukan pemodelan secara menyeluruh dalam waktu singkat namun dengan hasil yang tepat. Output yang dihasilkan juga dapat ditampilkan sesuai dengan kebutuhan baik berupa model struktur, grafik, maupun spreadsheet. Semua hasil output ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan penyusunan laporan analisis dan desain. Analisis SAP2000 menggunakan finite element method baik untuk static analysis maupun dynamic analysis (nonliniear analysis). Semuanya terintegrasi dalam satu paket yang dilengkapi dengan beberapa database untuk keperluan analisis dan desain seperti database tampang struktur untuk berbagai bentuk mulai dari yang simetris maupun non simetris. Beberapa kemampuan yang dimiliki oleh program SAP2000 antara lain: Analisis yang cepat dan akurat Model pembebanan yang lebih lengkap, baik itu static loading (beban diam) maupun dinamic loading (beban bergerak). Pemodelan elemen shell yang lebih akurat Analisis dinamik dengan Ritz dan Eigenvalue Sistem koordinate ganda untuk bentuk geometri struktur yang kompleks SAP2000 tidak membatasi kapasitas analisis sehingga dapat diaplikasikan untuk bentuk yang paling kompleks sekalipun. Program ini juga dilengkapi dengan analisis struktur jembatan dengan pembebanan bergerak, dan pilihan analisis dengan time history yang dapat disesuaikan dengan kondisi di daerah tertentu. Efek gerakan tanah dasar juga dapat mempengaruhi struktur yang dimodelkan. Untuk keperluan desain struktur, SAP2000 mnyediakan fasilitas yang lengkap untuk perencanaan struktur beton maupun baja. Desain struktur baja dilengkapi dengan input dimensi dan bentuk yang disesuaikan dengan database yang berlaku untuk beberapa aturan perencanaan. Hal yang sama juga berlaku untuk perencanaan struktur beton. Program SAP2000 dilengkapi dengan perhitungan penulangan yang dibutuhkan. Elemen-elemen tertentu dapat digabungkan menjadi satu grup yang memudahkan dalam perencanaan. Tampilan 30

27 data perhitungan untuk masing-masing elemen dapat ditampilkan langsung dengan meng-klik elemen yang dikehendaki. Program SAP2000 ini sendiri didukung oleh berbagai peraturan yang dapat dipilih dalam perencanaan. Untuk struktur beton, peraturan yang mendukung antara lain: U.S. ACI (2005)/ IBC 2003 dan AASHTO LRFD (1997) Canadian CSA-A (1994) British BS (1989) Eurocode 2 ENV (1992) New Zealand NZS (1995) Sementara untuk mendukung perencanaan struktur baja, antara lain: U.S. AISC/ASD (1989), AISC/LRFD (1994), AASHTO LRFD (1997) Canadian CAN/CSA-S (1994) British BS 5950 (1990) Eurocode 3 (ENV ) 2.10 Sistem Koordinat pada SAP Pada program SAP 2000, setiap model struktur menggunakan koordinat yang berbeda, untuk menentukan join dan arah beban, displacement, gaya-gaya dalam dan tegangan. Semua sistem koordinat pada model, ditentukan dengan mengikuti sistem koordinat global X, Y, Z. Dan setiap bagian joint dan frame dari struktur / penampang, mematuhi sistem koordinat lokal 1,2,3. Pada setiap penampang punya sistem koordinat lokal yang digunakan untuk menentukan potongan property, beban dan gaya-gaya dalam. Sumbu 1 pada sistem koordinat lokal batang adalah sumbu yang arahnya searah sumbu penampang. Sumbu 2 dan sumbu 3 adalah sumbu yang tegak lurus. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan element/forces pada SAP dimana momen 3-3 berarti momen yang terjadi pada pada sumbu 3-3 lokal frame. Begitu pula gaya-gaya yang lain menyesuaikan dengan sumbu yang dimaksud. 31

28 2.11 Analisis Konstruksi Bertahap Berdasarkan Analysis Reference Manual SAP2000, 2002, kenonlinieran struktur dapat digolongkan menjadi: kenonlinieran material seperti berbagai macam kenonlinieran sambungan dan batas tegangan pada elemen batang serta diagram tegangan regangan material; kenonlinieran geometri seperti analisis efek P-delta dan konstruksi bertahap. Konstruksi bertahap merupakan bagian dari analisis statis nonlinier yang menganalisa struktur dalam beberapa fase tingkat/ tahap (Analysis Reference Manual SAP 2000, 2002). Ide dasar dari analisis ini adalah pada tahap awal, kondisi awal struktur adalah nol, dalam artian elemen struktur memiliki gaya-gaya dalam dan lendutan sama dengan nol. Semua elemen belum terbebani dan belum terjadi lendutan. Untuk tahapan analisa selanjutnya, merupakan kelanjutan dari analisis nonlinier pada tahapan sebelumnya. Maksud dari pernyataan ini yaitu gaya-gaya dalam dan deformasi pada tahap sebelumnya diikutsertakan pada analisis tahap berikutnya. Masih berdasarkan Analysis Reference Manual SAP2000, 2002, analisis konstruksi bertahap merupakan bagian analisis nonlinier khusus yang memerlukan beberapa kondisi sehingga dapat diterima program. Konstruksi bertahap memungkinkan kita sebagai pengguna untuk menentukan tahapan yang ingin ditambahkan atau dikurangi dari struktur yang dianalisis, memilih secara selektif beban yang akan dikerjakan pada struktur, serta mempertimbangkan perilaku material struktur terhadap waktu, seperti usia, penyusutan, dan rangkaknya. Analisis konstruksi bertahap digolongkan menjadi analisis nonlinier statik karena dalam analisisnya struktur yang dianalisis dapat berubah seiring waktu. Oleh karena itu, analisis konstruksi bertahap dapat dikerjakan bersamaan dengan beberapa tahap yang melibatkan analisis nonliniear lainnya seperti Time History Analysis dan Stiffness Basis Analysis. Dalam analisis konstruksi bertahap, hasil analisis pada tahap terakhirlah yang akan digunakan sebagai acuan. Dalam SAP2000, untuk setiap analisis nonlinier konstruksi bertahap, akan ditentukan beberapa tahapan yang akan digunakan. Tahapan-tahapan ini akan dianalisis sesuai dengan urutan tahapan yang ditentukan, mulai dari tahap pertama dan seterusnya. Pengguna dapat menentukan berapa banyak tahapan yang 32

29 diinginkan dalam satu Load Case. Analisis konstruksi bertahap juga dapat diteruskan dari satu Load Case ke Load Case lainnya. Dalam tiap tahapan, perlu ditentukan beberapa hal sebagai berikut: a. Durasi, dalam hari. Hal ini akan digunakan untuk Time-dependent effects. Namun, jika analisis ini tidak ingin digunakan, atur durasinya menjadi nol. b. Jumlah objek yang dikelompokan dalam tahap tersebut ditambahkan ke struktur. Usia/ umur objek merupakan fungsi dari Time-dependent effects jika diperhitungkan. c. Jumlah objek yang dihilangkan dari struktur. d. Jumlah objek yang akan dibebani ditentukan. Apakah seluruh objek yang ada akan dibebani ataukah hanya objek dalam grup yang baru ditambahkan dalam tahapan ini yang akan dibebani. Objek dapat ditentukan secara detail dengan menggunakan kelompokkelompok. Pada umumnya penggunaan kelompok/ grup ini akan sangat memudahkan, sehingga dalam analisis konstruksi bertahap, langkah pertama dalam analisis adalah untuk menentukan kelompok/ grup untuk setiap tahapannya. Setiap tahapan dalam analisis konstruksi bertahap dianalisis secara terpisah untuk tahapan yang telah ditentukan. Analisis setiap tahap memiliki dua bagian, yaitu : (1) Perubahan struktur dan pengaplikasian beban dianalisis. (2) Ketika ditentukan kondisi durasi sama dengan nol, kemudian dianalisis time-dependent material effects. Selama masa ini, struktur tidak berubah dan pengaplikasian beban dianggap konstan. Dalam analisis konstruksi bertahap ini, kondisi yang benar-benar dipakai adalah kondisi terakhir dari struktur. Jika suatu objek berada di beberap kelompok, maka objek tersebut akan diasumsikan sesuai dengan kelompok terakhir yang mengikutsertakannya. 33

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI BEBAN JEMBATAN AKSI TETAP AKSI LALU LINTAS AKSI LINGKUNGAN AKSI LAINNYA AKSI KOMBINASI FAKTOR BEBAN SEMUA BEBAN HARUS DIKALIKAN DENGAN FAKTOR BEBAN YANG TERDIRI DARI : -FAKTOR BEBAN KERJA -FAKTOR BEBAN

Lebih terperinci

PERILAKU LENTUR, GESER, DAN NORMAL BALOK PELENGKUNG DENGAN ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP (STUDI KASUS : JEMBATAN SANGEH)

PERILAKU LENTUR, GESER, DAN NORMAL BALOK PELENGKUNG DENGAN ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP (STUDI KASUS : JEMBATAN SANGEH) PERILAKU LENTUR, GESER, DAN NORMAL BALOK PELENGKUNG DENGAN ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP (STUDI KASUS : JEMBATAN SANGEH) COVER TUGAS AKHIR Oleh : I Wayan Krisna Mila Wijaya NIM: 1104105009 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang YUNO YULIANTONO, ASWANDY

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur A ANAAN TR Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur lengkung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pada bentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Jembatan Pelengkung (arch bridges) Jembatan secara umum adalah suatu sarana penghubung yang digunakan untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah yang lainnya oleh karena

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT A. DATA BOX CULVERT h1 ta c ts d H h2 h3 L DIMENSI BOX CULVERT 1. Lebar Box L = 5,00 M 2. Tinggi Box H = 3,00 M 3. Tebal Plat Lantai h1 = 0,40 M 4. Tebal Plat Dinding h2 = 0,35 M 5. Tebal Plat Pondasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Lalu lintas Ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefenisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama,

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumpuan Menurut Timoshenko ( 1986 ) ada 5 jenis batang yang dapat digunakan pada jenis tumpuan yaitu : 1. Batang kantilever Merupakan batang yang ditumpu secara kaku pada salah

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan air / lalu lintas

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Geometrik Lalu Lintas Perencanan geometrik lalu lintas merupakan salah satu hal penting dalam perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan geometrik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv INTISARI...xvi ABSTRACT...

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH PENET, DI SANGEH

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH PENET, DI SANGEH Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 12 Mei 2007 PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH PENET, DI SANGEH I Nyoman Sutarja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK) OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK) Christhy Amalia Sapulete Servie O. Dapas, Oscar H. Kaseke Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Rencana awal dalam perancangan jembatan beton yang melintasi jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200 meter. Fokus pada perancangan

Lebih terperinci

4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN

4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN 4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN 4.1.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu bangunan yang menghubungkan ruas jalan karena melintasi ngarai, bukit, sungai dan saluran air,atau

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN JEMBATAN

ANALISIS BEBAN JEMBATAN DATA JEMBATAN ANALISIS BEBAN JEMBATAN JEMBATAN SARJITO II YOGYAKARTA A. SISTEM STRUKTUR PARAMETER KETERANGAN Klasifikasi Jembatan Klas I Bina Marga Tipe Jembatan Rangka beton portal lengkung Jumlah bentang

Lebih terperinci

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm B. Perhitungan Sifat Penampang Balok T Interior Menentukan lebar efektif balok T B ef = ¼. bentang balok = ¼ x 19,81 = 4,95 m B ef = 1.tebal pelat + b w = 1 x 200 + 400 = 00 mm =, m B ef = bentang bersih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD WOS DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG.

PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD WOS DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG. PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD WOS DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG. Sutarja, I Nyoman Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayanan, Mobile: 08123953036, E-mail: nsutarja_10@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Supriyadi (1997) jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu ajalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 Citra Bahrin Syah 3106100725 Dosen Pembimbing : Bambang Piscesa, ST. MT. Ir. Djoko Irawan,

Lebih terperinci

Standar Pembebanan Pada Jembatan Menurut SNI The Loading Standards on Bridges According to SNI

Standar Pembebanan Pada Jembatan Menurut SNI The Loading Standards on Bridges According to SNI Standar Pembebanan Pada Jembatan Menurut SNI 1725 2016 The Loading Standards on Bridges According to SNI 1725 2016 Y. Djoko Setiyarto 1 1 Program Studi Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia Email

Lebih terperinci

MODUL 2 STRUKTUR BAJA II. Pembebanan Jembatan. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

MODUL 2 STRUKTUR BAJA II. Pembebanan Jembatan. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution STRUKTUR BAJA II MODUL 2 Pembebanan Jembatan Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 1. Pendahuluan. 2. Pengertian dan istilah.. 3. Aksi dan beban tetap. a) Beban mati. b) Beban mati tambahan. c) Pelapisan

Lebih terperinci

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK 1. JEMBATAN GELAGAR BAJA JALAN RAYA - UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 25 m - KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA BERUPA BALOK MEMANJANG YANG DIPASANG SEJARAK 45 cm 100 cm. - LANTAI

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA KRUENG SAKUI KECAMATAN SUNGAI MAS KABUPATEN ACEH BARAT

PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA KRUENG SAKUI KECAMATAN SUNGAI MAS KABUPATEN ACEH BARAT PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA KRUENG SAKUI KECAMATAN SUNGAI MAS KABUPATEN ACEH BARAT Aulia Azra, Faisal Rizal2, Syukri3 ) Mahasiswa, Diploma 4 Perancangan Jalan dan Jembatan,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Dr. AZ Department of Civil Engineering Brawijaya University Pendahuluan JEMBATAN GELAGAR BAJA BIASA Untuk bentang sampai dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh: ULIL RAKHMAN

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM:

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM: PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan oleh GRACE HELGA MONALISA BAKARA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD YEH POH DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG.

PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD YEH POH DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG. Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD YEH POH DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG. I Nyoman Sutarja 1, I Ketut Swijana 2 1 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA LAMPIRAN 1 DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA LAMPIRAN 2 PERINCIAN PERHITUNGAN PEMBEBANAN PADA JEMBATAN 4.2 Menghitung Pembebanan pada Balok Prategang 4.2.1 Penentuan Lebar Efektif

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA Mahasiswa: Farid Rozaq Laksono - 3115105056 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Djoko Irawan, Ms J U R U S A

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tinjauan Umum Perencanaan fly over ini direncanakan dengan bentang 450 meter yang dibagi jaraknya dengan 6 buah pier sejauh kurang lebih 50 meter. Perencanaan fly over ini mengaanalisa

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH NGONGKONG DI KABUPATEN BADUNG, BALI

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH NGONGKONG DI KABUPATEN BADUNG, BALI Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH NGONGKONG DI KABUPATEN BADUNG, BALI I Nyoman Sutarja Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER Oleh : Fajar Titiono 3105.100.047 PENDAHULUAN PERATURAN STRUKTUR KRITERIA DESAIN

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR Oleh : Faizal Oky Setyawan 3105100135 PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI HASIL PERENCANAAN Latar Belakang Dalam rangka pemenuhan dan penunjang kebutuhan transportasi

Lebih terperinci

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN A. Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui rintangan yang permukaannya lebih rendah. Rintangan ini biasanya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) OLEH : ABDUL AZIZ SYAIFUDDIN 3107 100 525 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. I GUSTI

Lebih terperinci

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS SEMINAR TUGAS AKHIR OLEH : ANDREANUS DEVA C.B 3110 105 030 DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL LINTAS JALUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

RSNI T Prakata

RSNI T Prakata Prakata Standar Pembebanan untuk Jembatan dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan melalui Gugus Kerja Bidang Prasarana Transportasi Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Tingkat Strata 1 (S-1) DISUSUN OLEH: NAMA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DESAIN

BAB III METODOLOGI DESAIN BAB III METODOLOGI DESAIN Metodologi suatu perencanaan adalah tata cara atau urutan kerja suatu perhitungan perencanaan untuk mendapatkan hasil perencanaan ulang bangunan atas jembatan. Adapun uraian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jembatan Menurut Struyck dan Van Der Veen (1984) dalam Perencanaan jembatan Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS Panjang bentang jembatan L = 15.00 m Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B1 = 7.00 m Lebar trotoar B2 = 1.00 m Lebar total jembatan B1 + 2 * B2 =

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Teknik Sipil,Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB II PERATURAN PERENCANAAN BAB II PERATURAN PERENCANAAN 2.1 Klasifikasi Jembatan Rangka Baja Jembatan rangka (Truss Bridge) adalah jembatan yang terbentuk dari rangkarangka batang yang membentuk unit segitiga dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /

Lebih terperinci

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA SEMINAR TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA OLEH : AHMAD FARUQ FEBRIYANSYAH 3107100523 DOSEN PEMBIMBING : Ir.

Lebih terperinci

ANALISA PERENCANAN JEMBATAN KALI WULAN DESA BUNGO KECAMATAN WEDUNG KABUPATEN DEMAK UNTUK BANGUNAN ATAS

ANALISA PERENCANAN JEMBATAN KALI WULAN DESA BUNGO KECAMATAN WEDUNG KABUPATEN DEMAK UNTUK BANGUNAN ATAS ANALISA PERENCANAN JEMBATAN KALI WULAN DESA BUNGO KECAMATAN WEDUNG KABUPATEN DEMAK UNTUK BANGUNAN ATAS Fatchur Roehman Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus III. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus yang dilakukan yaitu metode numerik dengan bantuan program Microsoft Excel dan SAP 2000. Metode numerik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin kekuatan dan keamanan suatu bangunan, karena inti dari suatu bangunan terletak pada kekuatan bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fly Over atau Overpass Jembatan yaitu suatu konstruksi yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau melintang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan merupakan sebuah struktur yang sengaja dibangun untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, lembah, rel kereta api maupun jalan raya. Struktur jembatan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Umum Jembatan adalah suatu struktur yang melintasi suatu rintangan baik rintangan alam atau buatan manusia (sungai, jurang, persimpangan, teluk dan rintangan lain) dan

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan 13, 14 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA STRUKTUR ATAS URAIAN DIMENSI NOTASI DIMENSI SATUAN Lebar jembatan b 10.50 m Lebar jalan (jalur lalu-lintas) b 1 7.00 m Lebar

Lebih terperinci

disusun oleh : MOCHAMAD RIDWAN ( ) Dosen pembimbing : 1. Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO,MS 2. Dr. RIDHO BAYUAJI,ST.MT

disusun oleh : MOCHAMAD RIDWAN ( ) Dosen pembimbing : 1. Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO,MS 2. Dr. RIDHO BAYUAJI,ST.MT disusun oleh : MOCHAMAD RIDWAN (3111040607) Dosen pembimbing : 1. Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO,MS 2. Dr. RIDHO BAYUAJI,ST.MT DIPLOMA 4 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. i LEMBAR PENGESAHAN. ii LEMBAR PERSEMBAHAN.. iii KATA PENGANTAR. iv ABSTRAKSI vi DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xv DAFTAR NOTASI.. xx DAFTAR LAMPIRAN xxiv BAB I

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK SEMINAR TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK OLEH : FIRENDRA HARI WIARTA 3111 040 507 DOSEN PEMBIMBING : Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO, MS JURUSAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan tinggi tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang memiliki

Lebih terperinci

JEMBATAN RANGKA BAJA. bentang jembatan 30m. Gambar 7.1. Struktur Rangka Utama Jembatan

JEMBATAN RANGKA BAJA. bentang jembatan 30m. Gambar 7.1. Struktur Rangka Utama Jembatan JEMBATAN RANGKA BAJA 7.2. Langkah-Langkah Perancangan Struktur Jembatan Rangka Baja Langkah perancangan bagian-bagian jembatan rangka baja adalah sbb: a. Penetapan data teknis jembatan b. Perancangan pelat

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang hampir 70 persen wilayahnya merupakan lautan dan lebih dari 17.504 pulau yang terpisahan oleh laut. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP TUGAS AKHIR PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP (Kasus Jembatan Tanah Ayu, Kec. Abiansemal, Kab. Badung) Oleh : I Putu Agung Swastika 0819151024 JURUSAN

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014 REDESAIN PRESTRESS (POST-TENSION) BETON PRACETAK I GIRDER ANTARA PIER 4 DAN PIER 5, RAMP 3 JUNCTION KUALANAMU Studi Kasus pada Jembatan Fly-Over Jalan Toll Medan-Kualanamu TUGAS AKHIR Adriansyah Pami Rahman

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota Semarang dalam rangka meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

Rico Daniel Sumendap Steenie E. Wallah, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Rico Daniel Sumendap Steenie E. Wallah, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Kajian Kapasitas Gelagar Beton Bertulang Berdasarkan Sistem Pembebanan BMS 199 dan SNI 005 Rico Daniel Sumendap Steenie E. Wallah, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN BUSUR MENGGUNAKAN DINDING PENUH PADA SUNGAI BRANTAS KOTA KEDIRI. Oleh : GALIH AGENG DWIATMAJA 3107 100 616

PERENCANAAN JEMBATAN BUSUR MENGGUNAKAN DINDING PENUH PADA SUNGAI BRANTAS KOTA KEDIRI. Oleh : GALIH AGENG DWIATMAJA 3107 100 616 PERENCANAAN JEMBATAN BUSUR MENGGUNAKAN DINDING PENUH PADA SUNGAI BRANTAS KOTA KEDIRI Oleh : GALIH AGENG DWIATMAJA 3107 100 616 LATAR BELAKANG Kondisi jembatan yang lama yang mempunyai lebar 6 meter, sedangkan

Lebih terperinci

Modul 4 PRINSIP DASAR

Modul 4 PRINSIP DASAR Modul 4 PRINSIP DASAR 4.1 Pendahuluan Ilmu statika pada dasarnya merupakan pengembangan dari ilmu fisika, yang menjelaskan kejadian alam sehari-hari, yang berkaitan dengan gaya-gaya yang bekerja. Insinyur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pendahuluan Umumnya pada suatu struktur, akibat dari gaya-gaya luar akan timbul tegangan tarik yang ukup besar pada balok, pelat dan kolom, di sini beton biasa tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan suatu kombinasi antara beton dan baja tulangan. Beton bertulang merupakan material yang kuat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pemilihan Tipe Jembatan Tinjauan Penelitian Pembahasan...

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pemilihan Tipe Jembatan Tinjauan Penelitian Pembahasan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii MOTTO... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAKSI... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xix DAFTAR NOTASI...

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN JURUSAN DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL FTSP ITS SURABAYA MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO Oleh : M. ZAINUDDIN 3111 040 511 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG Antonius 1) dan Aref Widhianto 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Data-data yang diasumsikan dalam penelitian ini adalah geometri struktur, jenis material, dan properti penampang I girder dan T girder. Berikut

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I-1

I.1 Latar Belakang I-1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Berbagai jenis struktur, seperti terowongan, struktur atap stadion, struktur lepas pantai, maupun jembatan banyak dibentuk dengan menggunakan struktur shell silindris.

Lebih terperinci