CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI"

Transkripsi

1 CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI

2 Gambaran Umum 1 Grafik 1. 2 Aceh akan terus memiliki sumber daya keuangan yang besar dalam masa mendatang dari dana otonomi khusus. Tahun 2012 penerimaan Aceh terhitung sebesar Rp. 21 triliun, meningkat 31 persen dari tahun Sama dengan daerah lain di Indonesia, dana perimbangan merupakan sumber pendanaan terbesar, mencapai 52 persen atau terhitung secara nominal sebesar Rp. 10,4 triliun pada tahun 2012, dak termasuk dana otonomi khusus. Apabila termasuk dana otsus, penerimaan dari transfer pemerintah pusat tercatat sebesar 82 persen. Belanja pemerintah di Aceh meningkat seiring dengan peningkatan penerimaan daerah pada tahun Belanja keseluruhan terhitung secara riil (tahun dasar 2010) sebesar Rp. 19 triliun atau meningkat 70 persen jika dibandingkan tahun 2005, yang tercatat sebesar Rp. 7 triliun. Belanja pemerintah provinsi tercatat sebesar Rp. 9.5 triliun atau 50 persen dari keseluruhan belanja pemerintah. Belanja untuk pemerintahan umum cenderung meningkat dan memiliki porsi terbesar dalam struktur belanja Aceh. Aceh termasuk daerah yang memiliki belanja infrastruktur terbesar di Indonesia. Menduduki urutan ke tujuh terbesar di Indonesia, belanja infrastruktur Aceh per kapita pada tahun 2012 tercatat sebesar Rp. 736 ribu, sedangkan rata-rata nasional tercatat sebesar Rp. 358 ribu. Meski secara umum kondisi infrastruktur Aceh lebih baik dari rata-rata nasional, namun kebutuhan infrastruktur khususnya akses terhadap pusat-pusat ekonomi di perdesaan masih sangat dibutuhkan. Alokasi belanja pendidikan Aceh tahun 2012 telah meningkat hampir dua kali lipat dari tahun Belanja pendidikan Aceh keseluruhan (kabupaten/kota) di tahun 2012 secara riil (tahun dasar 2010) terhitung Rp. 5 triliun. Sama dengan pola belanja pada tahun 2011, belanja pemerintah untuk pembangunan fisik terutama sarana dan prasarana pendidikan tahun 2012 masih cukup signifikan, sedangkan program peningkatan mutu pendidikan masih mendapatkan alokasi yang rela f kecil. Belanja kesehatan Aceh yang berasal dari APBA terus meningkat, terhitung sebesar Rp. 2,2 triliun pada tahun Belanja ini ga kali lipat lebih nggi dibandingkan pada tahun Program pemerintah Jaminan Kesehatan Aceh merupakan program terbesar dari pemerintah Aceh yang lebih bersifat kura f, sehingga menyisakan alokasi belanja yang sedikit untuk program preven f. Grafik 1. Penerimaan Aceh (Provinsi/Kabupaten-Kota) Sumber : Departemen Keuangan dan DPKKA Sama dengan daerah lain di Indonesia, dana perimbangan merupakan sumber utama penerimaan pemerintah di Aceh. Dana perimbangan terhitung mencapai 75 persen dari keseluruhan penerimaan pemerintah di Aceh, dak termasuk dana otonomi khusus. 3 Apabila termasuk dana otsus, penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat tercatat sebesar 82 persen. Penerimaan DAU tercatat sebesar Rp. 7,7 triliun, meningkat secara riil sebesar Rp. 141 miliar dibandingkan dengan tahun Sementara penerimaan dana otsus tercatat sebesar Rp. 6,2 triliun, juga meningkat secara riil sebesar Rp. 659 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Dari tahun 2008 hingga 2012, penerimaan dana otsus secara keseluruhan terhitung sebesar Rp. 24,8 triliun. Penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) secara riil cenderung stagnan, bahkan menurun secara riil di ngkat provinsi dan kabupaten/kota. Penerimaan riil dari PAD sebesar 1,2 triliun pada tahun 2008 menurun menjadi Rp. 1 triliun pada tahun Kontribusi PAD terhadap total pendapatan pemerintah pada tahun 2012 hanya sebesar 6 persen dari total penerimaan Aceh, menurun dari tahun-tahun sebelumnya yang terhitung sebesar 7 persen. Minimnya penerimaan PAD menunjukkan ngginya ngkat ketergantungan provinsi Aceh pada sumber fiskal dari transfer pemerintah pusat. Hal ini sama dengan daerah lain di Indonesia, dimana PAD secara rata-rata hanya menyumbangkan 10 persen dari keseluruhan penerimaan daerah, Grafik 2. Grafik 2. Penerimaan Asli Daerah (Provinsi/Kabupaten-Kota) 1. Penerimaan Penerimaan Aceh secara riil meningkat 17 persen dalam dua tahun terakhir setelah mengalami penurunan di tahun Tahun 2012 penerimaan keseluruhan pemerintah di Aceh terhitung sebesar Rp. 21 triliun, meningkat 31 persen dari tahun Peningkatan penerimaan Aceh pada tahun 2012 juga sejalan dengan trend peningkatan APBD secara nasional. 2 Penerimaan Aceh pada beberapa tahun belakangan secara riil melandai, diakibatkan oleh menurunnya produksi migas yang cukup signifikan. Akan tetapi penurunan ini dapat diseimbangkan oleh peningkatan penerimaan sumber lain, terutamanya Otsus, Sumber : Departemen Keuangan dan DPKKA 1 Analisis ini dibuat untuk mengetahui lebih jauh tentang kondisi keuangan pemerintah di Aceh dengan menggunakan data-data resmi yang bersumber dari Pemerintah Aceh, Departemen Keuangan, BPS dan sumber-sumber resmi lainnya. Analisis ini membahas perkembangan belanja publik Aceh yang mencakup penerimaan dan belanja pemerintah, termasuk di beberapa sektor kunci; kesehatan,dan infrastruktur dan pendidikan. Analisis ini dihasilkan oleh peneliti yang berasal dari Pemerintah Aceh, JPA (Jaringan Peduli Anggaran) Aceh dan akademisi bersama-sama dengan tim PECAPP. 2 Secara nasional, trend anggaran belanja daerah meningkat rata-rata sebesar 12,8 persen dari tahun 2009 hingga 2012 (Departemen Keuangan, 2012). 3 Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai pembangunan, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah. Dana perimbangan secara ratarata didaerah lain di Indonesia terhitung sebesar 80 persen dari penerimaan daerah.

3 Penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan terbesar provinsi Aceh masih terbilang kecil. Meskipun penerimaan pajak terus meningkat se ap tahunnya, rata-rata sebesar 5 persen sejak dua tahun terakhir, akan tetapi pajak daerah di Aceh masih terbilang minim jika dibandingkan dengan Produk Domes k Regional Bruto Aceh. Rasio antara pajak dan PDRB Aceh terhitung sebesar Tahun 2012 rasio pajak keseluruhan (agregat) di provinsi dan kabupaten/kota Aceh sebesar 0.9 persen, berada pada peringkat ke 6 terendah secara nasional. Sementara rata-rata rasio pajak keseluruhan provinsi dan kabupaten/kota se-indonesia adalah 1,39, Grafik 3. Hal ini menunjukkan realisasi penerimaan pajak di Aceh masih rendah Belanja Pemerintah Grafik 3. Rasio pajak dan PDRB Sumber : Rasio pajak dan PDRB Tahun 2012 belanja pemerintah di Aceh meningkat seiring dengan peningkatan penerimaan daerah. Belanja keseluruhan terhitung secara riil sebesar Rp. 19 triliun atau meningkat 70 persen jika dibandingkan tahun 2005, yang tercatat sebesar Rp. 7 triliun. Belanja pemerintah provinsi tercatat sebesar Rp. 9.5 triliun atau 50 persen dari keseluruhan belanja pemerintah. Belanja untuk pemerintahan umum cenderung meningkat dan memiliki porsi terbesar dalam struktur belanja Aceh. Alokasi belanja ini secara riil meningkat terhitung dari Rp. 6,2 triliun di tahun 2011 menjadi Rp. 6.8 triliun pada tahun 2012 atau 36 persen dari keseluruhan belanja pemerintah di Aceh, Grafik 4. mengelola hanya 18 persen, sementara 82 persen dikelola oleh kabupaten/kota. Tahun 2012, belanja pendidikan di provinsi secara riil sebesar Rp. 939 miliar, menurun dibandingkan tahun 2011 terhitung secara riil Rp. 986 milliar. Terhitung dari tahun 2008 hingga tahun 2012, Aceh telah membelanjakan Rp. 23 triliun di sektor pendidikan. Alokasi belanja kesehatan tahun 2012 meningkat secara nominal namun menurun secara riil. Belanja kesehatan terhitung sebesar Rp. 2 triliun pada tahun 2012, meningkat 6 persen dibandingkan tahun 2011, dan terhitung sebesar 10 persen dari keseluruhan belanja pemerintah. Peningkatan belanja kesehatan sejak sejak tahun 2010 didorong oleh pengalokasian anggaran untuk program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Secara keseluruhan pemerintah telah membelanjakan lebih dari Rp. 1 triliun sejak program ini diluncurkan pada tahun 2010, anggaran JKA terus meningkat dari Rp. 243 miliar tahun 2010 menjadi 400 milyar di tahun Belanja barang dan jasa meningkat dan memiliki porsi terbesar dari alokasi belanja provinsi, terhitung sebesar 45 persen di tahun Peningkatan signifikan pada belanja barang dan jasa berkenaan dengan belanja dana otsus yang diserahkan pada Kab/ Kota (lihat Permendagri No. 37/2010). Sebagaimana di tahun 2011, peningkatan porsi belanja barang dan jasa di tahun 2012 juga terjadi terutama di sektor infrastruktur yaitu mencapai 16 persen atau terhitung sebesar Rp. 1.5 triliun. Porsi belanja pegawai tahun 2012 di provinsi menurun menjadi 12 persen pada tahun 2012, meskipun secara nominal sedikit meningkat, Grafik 5. Belanja pegawai pada ngkat provinsi tercatat sebesar Rp.1,1 trilliun. Grafik 5. Belanja Provinsi 3 Grafik 4. Belanja Pemerintah Sumber : Depkeu, DPKKA dan PECAPP Belanja pegawai di ngkat kabupaten terus meningkat. Porsi belanja ini meningkat dari 59 persen di tahun 2010 menjadi 61 persen tahun 2012 dan merupakan ter nggi ke 2 secara nasional. 5 Besarnya porsi belanja pegawai di kabupaten/kota di satu sisi erat kaitannya dengan jumlah dan ukuran lembaga serta aparatur daerah, di sisi lain juga disebabkan ngginya alokasi belanja gaji guru karena secara umum kelebihan jumlah guru terjadi di hampir semua kabupaten/kota di Aceh. 6 Sedikitnya dana tersedia untuk belanja barang dan jasa akan mempengaruhi kecepatan dan kualitas pembangunan daerah, Grafik 6. Sumber : Depkeu, DPKKA dan PECAPP Alokasi belanja sektor pendidikan tahun 2012 meningkat. Belanja pendidikan keseluruhan terhitung secara riil sebesar Rp. 5 triliun, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2005 sebesar Rp. 2.7 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah provinsi 4 Rasio pajak merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak daerah dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Rasio pajak dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, mengukur kinerja perp.ajakan, dan melihat potensi pajak yang dimiliki oleh suatu daerah. 5 Rata rata belanja pegawai kabupaten/kota secara nasional tahun 2012 sebesar 50,9 persen (sumber: Depkeu, 2012). 6 Belanja untuk Gaji Guru mengambil porsi anggaran besar dalam APBK di semua kab/kota. Pada tahun 2010, rata rata 67 persen belanja pendidikan untuk gaji guru (Sedia, AusAID).. Tahun 2012 proporsi jumlah guru terhadap total pegawai negeri sipil daerah (PNSD) kabupaten/kota mencapai 50.6 persen.

4 Grafik 6. Komposisi belanja Kabupaten / Kota Grafik 8. Belanja Infrastruktur Aceh 4 Sumber : Depkeu, DPKKA dan PECAPP Sumber : DPKKA 3. Belanja Sektor Infrastruktur 7 Aceh termasuk daerah yang memiliki belanja infrastruktur terbesar di Indonesia.Menduduki urutan ke-tujuh terbesar di Indonesia, belanja infrastruktur Aceh per kapita pada tahun 2012 tercatat sebesar Rp. 736 ribu, sedangkan rata-rata nasional tercatat sebesar Rp. 358 ribu, Grafik 7. Provinsi Kalimantan Timur menduduki peringkat pertama dengan belanja infrastruktur terhitung lebih dari Rp. 2,6 juta perkapita. Sumatera Utara meskipun memilki belanja infrastruktur lebih besar dari Aceh yang terhitung sebesar Rp. 4,4 Trilliun, lebih besar dari Aceh, menduduki peringkat ke-23 dari sisi belanja perkapita. Mengingat dengan nilai belanja perkapita yang rela f besar, merupakan kesempatan bagi Aceh untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap kebutuhan infrastruktur pada saat ini, sekaligus merencanakan kebutuhan infrastruktur dimasa mendatang. Grafik 7. Belanja perkapita infrastruktur Indonesia, 2012 Pembangunan jalan dan jembatan memilki porsi terbesar dari belanja infrastruktur Aceh, terhitung sebesar 44 persen. Berdasarkan DPA (Da ar Pelaksanaan Anggaran) pada Dinas Bina Marga 2012 menunjukkan bahwa belanja infrastruktur terhitung sebesar Rp.1,5 Trilliun dan sebesar Rp. 682 milliar dibelanjakan untuk pembangunan jalan dan jembatan, sedangkan belanja untuk infrastruktur perdesaan terhitung hanya 14 persen atau Rp. 211 miliar, grafik 9. Belanja pemeliharaan terhitung sebesar Rp. 248 milliar atau 16 persen dari keseluruhan belanja, tercatat meningkat sebesar 96 persen dari tahun sebelumnya yang hanya di alokasikan sebesar Rp. 126 miliar. Sudah semes nya peningkatan alokasi belanja pemeliharaan infrastruktur dilakukan searah dengan jumlah investasi pembangunan yang telah dilakukan selama ini, termasuk yang dibangun oleh donor internasional. 8 Grafik 9. Belanja Infrastruktur Aceh (Bina Marga) Sumber : DPA Bina Marga 2012 Sumber : Depkeu Belanja infrastruktur pada tahun 2012 meningkat, setelah sebelumnya menurun sejak tahun Sejak adanya dana otsus pada tahun 2008, alokasi belanja infrastruktur pemerintah di Aceh meningkat tajam. Akan tetapi setelah mengalami penurunan semenjak tahun 2010 belanja infrastruktur kembali meningkat pada tahun Belanja pemerintah termasuk kabupaten kota secara keseluruhan pada tahun 2012 secara nominal terhitung sebesar Rp. 3,6 trilliun, meningkat sebesar 4 persen dibandingkan dengan tahun 2008, Grafik 8. Sejak tahun 2008, sebesar Rp. 5,4 Trilliun belanja modal telah dibelanjakan oleh pemerintah provinsi Aceh hingga tahun 2012, jauh lebih besar dari pada provinsi Sumatera Utara, yang tercatat hanya sebesar Rp. 4.3 trilliun. Banyak dari belanja modal provinsi yang berasal dari dana otonomi khusus di peruntukkan untuk kabupaten/kota. Belanja provinsi tercatat memiliki komposisi lebih besar dari pada kabupaten/kota, terhitung sebesar 57 persen. 7 Analisis infrastruktur pada laporan ini berfokus pada pembangunan jalan dan jembatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan data-data resmi terbaru. Beberapa analisis infrastruktur dapat dilihat pada laporan sebelumnya, Analisis Belanja Publik 2011 Wilayah pantai barat dan wilayah tengah Aceh memiliki sarana infrastruktur yang masih sangat rendah. Secara umum, 39 persen jalan kabupaten di seluruh Aceh dalam kondisi rusak. Pada tahun 2011 tercatat jalan kabupaten Nagan Raya dan Aceh Jaya dalam keadaan rusak lebih dari 90 persen. Gayo Lues juga memiliki lebih dari 50 persen jalan kabupaten dalam kondisi rusak. Sebahagian besar daerah di sepanjang pantai mur Aceh, seper Lhokseumawe, Aceh Tamiang dan Aceh Timur memiliki kondisi jalan kabupaten yang lebih baik, dimana kurang dari 30 persen jalan kabupaten dalam kondisi rusak. Hal ini hendaknya menjadi salah satu per mbangan perencanaan pembangunan infrastruktur bagi pemerintah provinsi, Grafik 10. Pengalokasian anggaran yang berasal dari dana otonomi khusus belum sepenuhnya berdasarkan kebutuhan dan kondisi nyata dilapangan. 8 Menurut laporan Bank Dunia, Aceh Reconstruction Update June 2009, Aceh telah menerima sekitar US$745 juta (atau Rp.73 T) untuk pembangunan jalan selama rekonstruksi.

5 Grafik 10. Alokasi Otsus Pembangunan Jalan dan Kondisi Jalan Grafik 12. Belanja Pendidikan Aceh 5 Sumber : DPA Bina Marga 2012, BPS & Kementrian PU Sumber : Dinas Keuangan Aceh 4. Sektor Pendidikan 9 Alokasi belanja pendidikan Aceh tahun 2012 telah meningkat hampir dua kali lipat dari tahun Belanja pendidikan Aceh keseluruhan di tahun 2012 secara riil terhitung Rp. 5 triliun, terdiri dari belanja pendidikan provinsi sebesar Rp. 914 miliar dan kabupaten/kota Aceh sebesar Rp. 4.1 triliun, Grafik 11. Pengeluaran pendidikan tahun ini secara riil meningkat sebesar Rp. 2.1 triliun atau 76 persen dibandingkan tahun 2005, Grafik 11. Porsi belanja kabupaten/kota terhadap keseluruhan belanja pendidikan terhitung sebesar 82 persen. Meskipun belanja pendidikan secara keseluruhan meningkat, akan tetapi proporsi belanja pada dinas pendidikan terhadap keseluruhan belanja di sektor lain di ngkat kabupaten/kota dan provinsi terhitung menurun. 10 Sama dengan pola belanja pada tahun 2011, belanja pemerintah untuk pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tahun 2012 masih cukup signifikan. Tahun ini belanja dinas pendidikan provinsi untuk sarana dan prasarana sekolah sebesar Rp. 557 miliar atau 73 persen dari keseluruhan belanja di tahun Pembangunan sarana fisik dan fisik sekunder terhitung sebesar Rp. 428 miliar dan merupakan belanja terbesar dalam pengeluaran dinas pendidikan di tahun ini. Sementara belanja untuk pengadaan alat pendukung sekolah dan penunjang kegiatan belajar mengajar sebesar Rp. 112 miliar, Grafik 13. Pengeluaran pembagunan fisik dan pengadaan alat pendukung sekolah yang bersumber dari dana otsus terhitung sebesar Rp. 199 miliar. 11 Grafik 13. Belanja langsung Dinas Pendidikan Prov. Aceh Grafik 11. Belanja Pendidikan Aceh Sumber : DPA, Dinas Pendidikan 2012 Sumber : Dinas Keuangan Aceh Dinas pendidikan mengelola sebagian besar dana pendidikan provinsi. Alokasi anggaran pada dinas pendidikan tahun 2012 sebesar Rp.762 Miliar atau 76 persen dari seluruh anggaran belanja di sektor pendidikan, jumlah ini menurun sebesar 11 persen dibandingkan alokasi tahun sebelumnya, Grafik 12. Sementara Badan Pembinaan Pendidikan Dayah memiliki belanja sebesar Rp.136 miliar atau 13 persen dari keseluruhan belanja pendidikan, meningkat secara nominal sebesar Rp. 39 miliar pada tahun Belanja pada dinas pemuda dan olah raga terhitung sebesar Rp.100 miliar, meningkat sebesar Rp. 36,2 miliar dibandingkan tahun Program peningkatan mutu pendidikan mendapatkan alokasi yang rela ve kecil dibandingkan dengan program lain. Tercatat hanya Rp. 68 miliar belanja pendidikan dialokasikan untuk peningkatan mutu pendidikan di Aceh atau sebesar sembilan persen dari keseluruhan belanja pendidikan. Sedangkan pendidikan dasar dan pendidikan menengah merupakan program utama dalam belanja pendidikan pada dinas pendidikan, Grafik 14. Kedua jenjang pendidikan ini memiliki porsi hampir sebesar 80 persen dari keseluruhan komposisi belanja program pendidikan, menyisakan sedikit alokasi belanja untuk peningkatan mutu pendidikan Berbeda dengan analisis belanja publik 2011 untuk sektor pendidikan terdahul, analisis pada laporan ini lebih menitik beratkan analisis belanja pendidikan yang berkenaan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Analisis sebelumnya menunjukkan bahwa ketersediaan sarana fisik termasuk jumlah guru di Aceh sudah memadai, sedangkan mutu pendidikan masih merupakan tantangan utama. 10 Porsi belanja pada dinas pendidikan tingkat provinsi terhitung sebesar 12 persen, menurun dua persen dari tahun Sedangkan tingkat kabupaten, secara rata-rata terhitung sebesar 31 persen,menurun sebesar 3 persen dari tahun Hasil analisis belanja public terdahulu menyimpulkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana fisik untuk pendidikan dasar dan menengah sudah relative memadai, Analisis Belanja Publik 2011, PECAPP. 12 Pada tahun 2011, program terbesar pada pendidikan dasar adalah bantuan beasiswa yatim piatu terhitung sebesar Rp.207,9 miliar atau hampir 50 persen dari total belanja pendidikan dasar pada tahun Tetapi sejak tahun 2012, belanja untuk bantuan anak yatim dialokasikan melalui Dinas Keuangan Daerah yaitu sebesar Rp 212 miliar.

6 Grafik 14. Komposisi Belanja Pendidikan Prov. Aceh Grafik 16. Nilai Ujian Kompetensi Guru Indonesia, Sumber : DPA, Dinas Pendidikan 2012 Alokasi anggaran dinas pendidikan untuk peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan masih minim. Tahun 2012, alokasi anggaran untuk program peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan pada Dinas Pendidikan provinsi sebesar Rp.68 milliar atau sembilan persen dari keseluruhan belanja dinas pendidikan. Akan tetapi sebahagian besar atau 76 persen anggaran peningkatan mutu dialokasikan untuk membayar gaji guru dan tenaga kependidikan non-pns sedangkan sisanya 24 persen atau Rp.16 milliar merupakan belanja yang berimplikasi langsung pada peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan. Sedangkan pela han standar kompetensi yang bertujuan meningkatkan mutu guru hanya terhitung sebesar sembilan persen atau Rp.6,3 miliar, Grafik 15. Grafik 15. Belanja Pendidikan Mutu Guru dan Pendidik 5. Sektor Kesehatan 14 Sumber : LPMP Aceh Belanja kesehatan Aceh yang berasal dari APBA terus meningkat; lebih dari Rp.2 triliun pada Pada tahun 2012, pembiayaan yang dilakukan provinsi terhitung sebesar Rp.904 miliar, sedangkan kabupaten Rp.1,4 triliun. Dibandingkan dengan tahun 2005, pembiayaan kesehatan secara riil meningkat lebih ga kali lipat pada tahun 2012, Grafik 12. Porsi terbesar pembelanjaan terletak di ngkat kabupaten/kota tercatat sebesar 61 persen, Grafik 17. Pembiayaan di ngkat provinsi meningkat signifikan sejak tahun 2008, searah dengan adanya tambahan sumber pembiayaan dari dana Otsus. Program pemerintah JKA yang terhitung sebesar Rp.243 miliar pada tahun 2010 dan Rp. 400 miliar tahun 2011 turut menambah porsi belanja kesehatan provinsi. 15 Grafik 17. Belanja Kesehatan Aceh Sumber : DPA, Dinas Pendidikan 2012 Kualitas guru di Aceh masih rendah dibandingkan dengan beberapa provinsi lain di Indonesia. Hasil uji kompetensi awal guru tahun 2012, Aceh berada pada peringkat ke 28 nasional, dengan nilai UKA tercatat sebesar 36,1, sedangkan rata-rata nasional tercatat sebesar 40, Grafik 16. Peringkat Aceh masih dibawah Papua (peringkat ke-9), NTB (peringkat ke-12) dan NTT (peringkat ke-17). Pada tahun pelajaran 2011/2012, sebanyak 18 kabupaten/kota di Aceh masih memiliki guru dak layak di atas 70 persen. Kabupaten Simeulu tercatat sebagai kabupaten yang memiliki persentase guru yang belum memenuhi standar dari sisi kualifikasi dan kompetensi, mencapai 97 persen, sedangkan kota Banda Aceh tercatat mencapai 50 persen. Disamping itu, terdapat disparitas yang nggi pada persentase guru layak mengajar antar jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan menengah memiliki persentase guru layak mengajar yang lebih nggi dari pada jenjang pendidikan dasar Data dinas pendidikan Aceh menunjukkan guru layak mengajar rata rata 25 persen guru di tingkat sekolah dasar, 75 persen tingkat SMP/MTs dan 90 persen di sekolah menengah Sumber : Depkeu, DPKKA dan PECAPP Hampir 80 persen belanja kesehatan Pemerintah Aceh yang bersumber APBA dikelola oleh Dinas Kesehatan. Dari total anggaran kesehatan Rp. 904 Milyar yang bersumber APBA, Dinas Kesehatan Aceh mengelola sebesar Rp. 707 Milyar. Besarnya dana yang dikelola Dinas Kesehatan berkenaan dengan program 14 Beberapa analisis belanja yang berkenaan terhadap sarana kesehatan, jumlah dan sebaran tenaga kesehatan telah dikemukakan pada laporan sebelumnya. 15 Kontribusi APBN untuk belanja kesehatan di Aceh meningkat sebesar Rp. 12 Milyar dari Rp. 15,5 Milyar di tahun 2011 menjadi Rp. 27 Milyar pada tahun 2012

7 Jaminan Kesehatan Aceh sejak tahun Pola pengelolaan belanja ini sejak tahun 2007 menunjukkan pola yang sama, dimana Dinas Kesehatan merupakan pengelolal terbesar belanja kesehatan, Grafik 18. Sebesar 22% lainnya dikelola oleh Rumah Sakit pemerintah, yang berada di ibukota provinsi. Sesuai dengan fungsinya, biaya yang disediakan untuk rumah sakit akan lebih besar digunakan untuk upaya kura f, sementara dana yang ditempatkan di Dinas kesehatan digunakan untuk kegiatan preven f dan kura f. Belanja preven f juga lebih rendah dari belanja supor f yang berjumlah Rp. 752 Milyar Rupiah, Grafik 20. Menurut data dari Na onal Health Account Indonesia tahun , secara ratarata nasional penggunaan anggaran untuk preven f terhitung sebesar 28 persen, jauh lebih nggi dari Aceh yang hanya terhitung sebesar 10 persen. 19 Grafik 20. Jenis Belanja Program Kesehatan 7 Grafik 18. Anggaran Belanja Kesehatan Aceh 2012 Sumber : Pecapp, Dinas Kesehatan Aceh, RSZA, RSIA, RSJ, 2012 Sumber : Pecapp, Dinas Kesehatan Aceh, 2012 Belanja pembangunan pusat layanan masyarakat belum sepenuhnya berdasarkan kebutuhan. Akses sebaran pusat pelayanan kesehatan di Aceh juga merupakan salah satu tantangan utama di bidang kesehatan. 17 Alokasi belanja yang berasal dari dana otsus yang diperuntukkan bagi pembangunan sarana kesehatan yang baru untuk kabupaten/kota terlihat berbeda dengan kebutuhan, Grafik 14. Kabupaten Simeulu yang memiliki jarak rata-rata antara penduduk dengan sarana kesehatan sebesar 11,3 kilo meter memiliki alokasi belanja Rp. 2 milyar, sedangkan Aceh Timur memiliki alokasi belanja yang lebih nggi, meskipun memiliki jarak yang lebih dekat, Grafik Belanja untuk program kura f akan terus meningkat serah dengan meningkatnya biaya satuan kura f. Pertambahan biaya rawat jalan dan rawat inap ngkat lanjut terutama pada pertengahan tahun 2011 bermakna terjadinya kecenderungan pertambahan biaya terhadap periode waktu, Grafik 21. Pertumbuhan biaya tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh perubahan biaya satuan obat yang lebih besar daripada belanja pelayanan. Perlu menjadi perha an dimana pengendalian kasus rawat jalan dan rawat inap ngkat lanjut jika terus bertambah akan cenderung mengakibatkan pertambahan biaya. Konsentrasi pemerintah yang terlalu besar terhadap sektor kura f dalam jangka panjang akan mengakibatkan beban belanja yang semakin nggi. Grafik 21. Biaya RJTL dan RITL Program JKA Tahun 2010 dan 2011 Grafik 19. Belanja Kesehatan Aceh (sumber dana otsus, 2012) Sumber : Dinkes Aceh, Pecapp Sumber : DPA Dinas Kesehatan Aceh 2012, Podes Belanja kura f terus menjadi belanja terbesar dari pemerintah sejak dimulainya program JKA, tahun Belanja kura f selama 5 tahun belakangan terhitung sebesar Rp. 1,4 Trilyun atau 57% dari total belanja kesehatan, jauh diatas belanja preven f yang hanya berjumlah Rp. 99 Milyar selama 5 tahun. 16 Analisis belanja pemerintah mengenai Jaminan Kesehatan Aceh telah dibahas pada laporan Analisis Belanja Publik Aceh 2011, PECAPP. 17 Secara rata-rata jarak terdekat dari kediaman penduduk di Aceh ke fasilitas kesehatan masyarakat terdekat adalah 8 kilometer (Analisis Belanja Publik Aceh 2011, PECAPP). 18 Meskipun tentunya alokasi belanja dapat saja berbeda antar kabupaten yang diperngaruhi oleh tingkat biaya dan variabel lain, akan tetapi analisis alokasi belanja pembangunan sarana kesehatan masyarkat dibandingkan dengan populasi juga menujukkan bahwa pembangunan sarana kesehatan belum sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan. 19 Program preventif di Aceh lebih didukung dari sumber pembiayaan APBN. Hampir 50 persen program pemerintah untuk preventif didanai oleh pemerintah pusat pada tahun 2012.

8 PECAPP Kantor Gubernur Aceh Lt. 2 Gedung Biro Organisasi Jl. T. Nyak Arief No pecapp.aceh@gmail.com

ANALISIS BELANJA SEKTOR KESEHATAN ACEH. Rachmad Suhanda Peneliti Senior Kesehatan - PECAPP PECAPP

ANALISIS BELANJA SEKTOR KESEHATAN ACEH. Rachmad Suhanda Peneliti Senior Kesehatan - PECAPP PECAPP ANALISIS BELANJA SEKTOR KESEHATAN ACEH Rachmad Suhanda Peneliti Senior Kesehatan - OUTLINE ANALISIS BELANJA KESEHATAN ACEH INDIKATOR CAPAIAN KESEHATAN JKA KESIMPULAN & REKOMENDASI Belanja Kesehatan Aceh

Lebih terperinci

Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T

Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Belanja Publik Aceh 2013; Mengulang Kekeliruan www.belanjapublikaceh.org Prof. Raja Masbar Banda Aceh, 28 November 2013 Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Diperkirakan

Lebih terperinci

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013 POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN 2013 Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013 PENERIMAAN DAERAH 2 Penerimaan Aceh Tengah meningkat secara

Lebih terperinci

Belanja Publik Aceh & Tantangan Pembangunan Ekonomi. Harry Masyrafah Aceh Tengah, 24 September 2013

Belanja Publik Aceh & Tantangan Pembangunan Ekonomi. Harry Masyrafah Aceh Tengah, 24 September 2013 Belanja Publik Aceh & Tantangan Pembangunan Ekonomi Harry Masyrafah Aceh Tengah, 24 September 2013 Aceh akan menerima lebih dari Rp 100T pada akhir tahun 2014, dan akan terus bertambah.. Diperkirakan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g. T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013

Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g. T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013 Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013 Rp. Triliun Belanja Infrastruktur Aceh meningkat lebih dua kali lipat sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD

Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD Pendapatan Daerah Secara umum, pendapatan daerah terdiri dari tiga jenis yaitu pendapatan asli

Lebih terperinci

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN DANA BAGI HASIL PAJAK ROKOK KEPADA KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH ACEH BERDASARKAN REALISASI PENERIMAAN BULAN DESEMBER 2015 DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii 1 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2014 KATA PENGANTAR Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2001 menunjukkan fakta bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis rasio ketergantungan keuangan daerah, simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut. 1. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh memiliki tingkat

Lebih terperinci

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011 Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011 Belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011 diarahkan untuk:

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014

ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014 ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM RAPBN 2014 1. Perkembangan Anggaran Pendidikan Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.32 Tahun 2004 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan L

2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan L LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2012 KEUANGAN NEGARA. APBD. DAU. Daerah. Provinsi. Kabupaten/Kota. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI

Lebih terperinci

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012 Now or Never Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012 Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Aceh akan menerima lebih dari Rp 100T pada akhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011-2015 3.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah. Implementasi otonomi daerah menuntut terciptanya performa keuangan daerah yang lebih baik. Namun pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan Aceh kembali membaik, terlihat dari TPAK yang menunjukkan peningkatan dari 61,77% pada Agustus 2012 menjadi 65,56% per Februari

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan LAMPIRAN BAB II. Inflasi PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI Prov/Kab/Kota Tingkat Inflasi (%) Keterangan Prov Maret 0 (YoY) Kabupaten Maret 0 (bulanan)

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN KEKURANGAN DANA BAGI HASIL PAJAK ROKOK KEPADA KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH ACEH BERDASARKAN REALISASI PENERIMAAN TAHUN 2014 DAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012 ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012 1 KATA PENGANTAR Dalam konteks implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah selama lebih dari satu dasawarsa ini telah mengelola

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan gambaran dan analisis terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini juga menjelaskan pengaruh

Lebih terperinci

PEMBELAJAAN PUBLIK SEKTOR PENDIDIKAN

PEMBELAJAAN PUBLIK SEKTOR PENDIDIKAN PEMBELAJAAN PUBLIK SEKTOR PENDIDIKAN Oleh: Renaldi Safriansyah, SE, M.HSc, M.PM Unsyiah Disampaikan pada PELATIHAN ANALISIS BELANJA PUBLIK,23 25 September 2013, Takengon Aceh Tengah 1 Prinsip Pen8ng dalam

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 05/6474/Th.V, 28 Desember 2016 TINJAUAN PDRB KOTA BONTANG MENURUT PENGGUNAAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Penggunaan Kota Bontang dalam tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan sesuai dengan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau dan banyak provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota, kecamatan, kelurahan dan dibagi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 03/14/Th.IV, 15 September 2014 TINJAUAN PDRB MENURUT KONSUMSI MENCAPAI 69,42 Triliun Rupiah, Net Ekspor 53,44 Triliun Rupiah Dari Harga Berlaku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2011 PERATURAN PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

MONITORING REALISASI APBD 2009

MONITORING REALISASI APBD 2009 MONITORING REALISASI APBD 2009 Triwulan III (s/d 30 September 2009) SUMMARY Realisasi kumulatif pendapatan daerah sampai dengan akhir triwulan III mencapai 73,38%, realisasi tertinggi adalah realisasi

Lebih terperinci

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016 BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber

Lebih terperinci

Hibah & Bansos; Antara Anugrah dan Dillema

Hibah & Bansos; Antara Anugrah dan Dillema Hibah & Bansos; Antara Anugrah dan Dillema Renaldi Safriansyah PECAPP Banda Aceh, 11 December 2013 Jaring pengaman sosial merupakan investasi yang brilian, karena akan membantu keluarga keluar dari lingkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

Deskripsi dan Analisis

Deskripsi dan Analisis 1 Deskripsi dan Analisis APBD 2012 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2012 Daftar Isi DAFTAR ISI...iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vii KATA PENGANTAR... xi EKSEKUTIF SUMMARY...xiii BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami

Lebih terperinci

PECAPP. Pembelanjaan Publik Sektor Pendidikan. Nazamuddin FE Unsyiah

PECAPP. Pembelanjaan Publik Sektor Pendidikan. Nazamuddin FE Unsyiah A-PDF Watermark DEMO: Purchase from www.a-pdf.com to remove the watermark Pembelanjaan Publik Sektor Pendidikan Nazamuddin FE Unsyiah Disampaikan pada PELATIHAN ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH, 15 19 TH Oktober

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Otonomi daerah yang berarti bahwa daerah memiliki hak penuh dalam mengurus rumah tangganya sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN disampaikan pada: Sosialisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

Gambar 1: Sumber fiskal Aceh mengalami peningkatan yang substansial dalam 6 tahun terakhir

Gambar 1: Sumber fiskal Aceh mengalami peningkatan yang substansial dalam 6 tahun terakhir Page 1 RINGKASAN EKSEKUTIF Aceh telah mengalami peningkatan sumber daya fiskal yang luar biasa. Sejak berlakunya Desentralisasi dan Otonomi Khusus, pendapatan yang secara langsung dikelola pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Perhitungan Dana Alokasi Umum TA 2017 DAMPAK PENGALIHAN KEWENANGAN DARI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai perekonomian Indonesia sehingga beberapa sektor ekonomi yang. menjadi indikator PDB mengalami pertumbuhan negatif.

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai perekonomian Indonesia sehingga beberapa sektor ekonomi yang. menjadi indikator PDB mengalami pertumbuhan negatif. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memajukan kesejahteraan umum, itulah salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Aceh terletak Antara , ,6 LU dan. belahan dunia Timur dan Barat sehingga memiliki potensi pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Aceh terletak Antara , ,6 LU dan. belahan dunia Timur dan Barat sehingga memiliki potensi pendapatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Aceh terletak Antara 01 0 58 37,2 06 0 04 33,6 LU dan 94 0 57 57,6 98 0 17 13,2 BT dengan ketinggian rata-rata 125 Meter di permukaan air laut. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan stabilnya kondisi harga dan terbukanya kesempatan peningkatan pembangunan yang luas, baik berupa

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh dan Kementrian Keuangan Republik

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BAB 4 Kondisi Ketenagakerjaan Aceh kembali memburuk, terlihat dari TPAK yang menunjukkan penurunan cukup dalam dari 65,85 per Februari 212 menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN DANA BAGI HASIL PAJAK KENDARAAN BERMOTOR, BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR, PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR DAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp ISSN 2302-0164 10 Pages pp. 140-149 PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH Yudi Satrya

Lebih terperinci

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan

Lebih terperinci

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH i Kebijakan otonomi memberikan peluang bagi daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk mengaktualisasi kewenangan dan kemandiriannya dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

DESENTRALISASI FISKAL: IMPLIKASI BAGI APBD DAN PEMBANGUNAN DI DAERAH

DESENTRALISASI FISKAL: IMPLIKASI BAGI APBD DAN PEMBANGUNAN DI DAERAH DESENTRALISASI FISKAL: IMPLIKASI BAGI APBD DAN PEMBANGUNAN DI DAERAH Lokakarya Membangun Birokrasi yang Bersih dan Melayani Hotel d Maleo, Mamuju, 28-29 Desember 2011 Dr. Wahyudi Kumorotomo Magister Administrasi

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERMASALAHNNYA

ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERMASALAHNNYA ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERMASALAHNNYA Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Keputusan tersebut telah dilegalkan dalam UUD 1945 maupun UU Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN soloraya.net Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat 15 Agustus 2014, menyatakan bahwa selain dialokasikan

Lebih terperinci