BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan gambaran dan analisis terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini juga menjelaskan pengaruh dari variabel desentralisasi fiskal dan variabel yang determinan terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu belanja modal, jumlah penduduk dan modal manusia di Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan hasil analisis kuantitatif yang dilakukan dengan model analisis regresi berganda (Multiple Reggresion Analysis) terhadap spesifikasi model ekonometrika yang telah dirumuskan pada bab 3 yang dilakukan dengan menggunakan software eviews Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004 tepatnya pada tanggal 5 Oktober 2004, Sulawesi Barat telah resmi menjadi provinsi ke-33 di Indonesia. Pada awal terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat terdiri dari 5 kabupaten yaitu Majene, Polewali Mandar, Mamasa, Mamuju, dan Mamuju Utara. Tanggal 14 Desember 2012 terbentuk kabupaten baru yaitu Kabupaten Mamuju Tengah yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Mamuju. Sulawesi Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara dan Selat Makassar di sebelah barat, sedangkan sebelah selatan dan timur dibatasai oleh Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat tercatat ,16 kilometer persegi. Jumlah penduduknya mencapai jiwa. 1

2 Sumber: RT RW Prov. Sulawesi Barat Gambar 4.1 Peta Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Barat 2

3 4.2 Implementasi Desentralisasi Fiskal di Provinsi Sulawesi Barat Rasio Penerimaan dan Belanja Daerah Sejak dibentuknya Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi baru yaitu tepatnya pada tanggal 5 Oktober 2004 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004, penerimaan daerah masih sangat bergantung pada sumber-sumber penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Hal tersebut tentunya membawa implikasi langsung terhadap peningkatan kapasitas pendapatan dan belanja di seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Total pendapatan dan belanja daerah kabupaten di Sulawesi Barat dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2013 meningkat sangat tajam. Jumlah total realisasi pendapatan seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2006 sebesar miliar rupiah meningkat menjadi miliar rupiah di tahun 2013 atau ratarata meningkat 13,63 persen per tahun. Daerah yang paling tinggi laju pertumbuhan penerimaan daerah adalah kabupaten Mamasa yang mencapai rata-rata 15,19 persen per tahun, sementara yang terendah adalah Kabupaten Polman dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 12,67 persen per tahun. Sementara jumlah realisasi belanja tahun 2006 sebesar miliar rupiah meningkat menjadi miliar rupiah pada tahun 2013, atau rata-rata meningkat sebesar 14,18 persen per tahun. Daerah yang paling tinggi laju belanja daerah adalah Kabupaten Mamasa yang rata-rata mencapai 16,7 persen per tahun dan terendah adalah Kabupaten Polman rata-rata sebesar 13,03 persen per tahun. 3

4 Jika di lihat dari derajat desentralisasi fiskal yaitu dengan cara membandingkan total belanja pemerintah daerah dengan belanja pemerintah pusat, terlihat bahwa perkembangan derajat desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat masih sangat kecil. Tahun 2006 rasio penerimaan hanya sebesar 0, Tahun 2007 rasio ini meningkat menjadi 0, dan kembali turun di tahun 2008 menjadi 0, Rasio ini terus mengalami peningkatan sampai tahun 2013 menjadi 0, Secara jelas dapat di lihat pada gambar di bawah ini. 0, , , , , , , , Belanja 0, , , , , , , , Penerimaan 0, , , , , , , , Sumber: BPK, LHP Keuangan Pemerintah Daerah, berbagai tahun (diolah) Gambar 4.2. Rasio Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Terhadap Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat Tahun Berdasarkan Gambar 4.2 terlihat bahwa derajat desentralisasi fiskal yang diukur dari rasio total belanja pemerintah daerah terhadap total belanja pemerintah pusat juga tidak jauh berbeda dengan indikator penerimaan. Tahun 2006 rasio belanja daerah mencapai 0, Angka ini relatif berfluaktif, yakni meningkat menjadi sebesar 0, di tahun 2009 dan kembali turun di tahun 2011 menjadi 0, sampai pada tahun 2013 menjadi sebesar 0,

5 Komposisi Penerimaan Daerah Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa penerimaan daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat masih sangat bergantung terhadap sumber penerimaan yang bersumber dari pemerintah pusat, yaitu dalam bentuk dana perimbangan. Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai kontribusi terbesar dalam penerimaan daerah. Tahun 2006 penerimaan dari Dana Alokasi Umum di Provinsi Sulawesi Barat mencapai 78,56 persen terhadap total penerimaan seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat, kemudian turun menjadi 75,94 persen di tahun Hingga tahun 2013 kontribusi DAU sebesar 77,10 persen. Sementara itu, kontribusi Dana Alokasi Khusus (DAK) menempati urutan kedua dalam penerimaan daerah. Tahun 2006 kontribusi DAK terhadap penerimaan daerah sebesar 10,78 persen meningkat di tahun 2007 menjadi sebesar 13,52 persen, dan hingga tahun 2013 terus meningkat menjadi 13,52 persen. Selanjutnya kontribusi untuk penerimaan daerah yang ketiga adalah Dana Bagi Hasil (DBH). Kontribusi DBH mengalami penurunan dari tahun ketahun, terlihat pada tahun 2006 kontribusi DBH sebesar 8,09 persen, dan menurun menjadi 7,35 persen pada tahun Hingga tahun 2013, kontribusi DBH mencapai 5,74 persen. Secara jelas, dapat di lihat pada Tabel 4.1 Tahun Tabel 4.1. Perkembangan Penerimaan Daerah di Provinsi Sulawesi Barat, Penerimaan (Rupiah) DAU (Rupiah) Kontribusi Terhadap Penerimaan (%) ,362,480,224,584 1,070,419,999, ,818,570, ,178,449, ,581,730,709,351 1,191,112,871, ,858,009, ,559,320, ,754,119,522,791 1,324,391,258, ,583,789, ,531,543, ,813,361,184,595 1,376,997,134, ,806,314, ,287,096, ,847,341,769,082 1,449,158,247, ,954,200, ,256,928, ,130,687,603,220 1,637,115,429, ,463,400, ,346,650, ,585,667,626,771 2,000,769,441, ,277,070, ,587,069, ,996,595,208,301 2,310,290,454, ,096,000, ,882,871, Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan BPK (diolah) DAK (Rupiah) Kontribusi Terhadap Penerimaan (%) DBH (Rupiah) Kontribusi Terhadap Penerimaan (%) 5

6 Tabel 4.1 menjelaskan bahwa penerimaan daerah kabupaten di Sulawesi Barat yang berasal dari dana perimbangan menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun. Tahun 2006 penerimaan daerah kabupaten sebesar 1,362 miliar rupiah meningkat menjadi 2,996 miliar ditahun 2013, atau rata-rata kenaikannya sebesar 12,11 persen per tahun. Akan tetapi, peningkatan jumlah penerimaan daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat tersebut tidak diikuti dengan kemandirian keuangan daerah dalam membiayai belanjanya. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat (Aulia, 2014). Untuk melihat kemandirian fiskal suatu daerah yaitu dengan cara membandingkan besarnya PAD terhadap total penerimaan daerah. Tabel 4.2 Rasio Kemandirian Fiskal Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun (dalam persen) Tahun Majene Polman Mamasa Mamuju Matra Sumber: BPK Sulawesi Barat, (data diolah) Berdasarkan Tabel 4.2, menunjukkan bahwa keadaan rasio kemandirian fiskal di kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat sangat rendah yaitu rata-rata hanya 2,72 persen dan perkembangannya mengalami fluktuatif selama tahun 2006 sampai dengan tahun Hal ini menunjukkan bahwa kabupaten yang berada di Provinsi 6

7 Sulawesi Barat memiliki kemandirian yang sangat rendah. Artinya keseluruhan kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat belum dapat dikatakan mandiri dalam sektor keuangan sehingga untuk memenuhi kebutuhan fiskal masih sangat bergantung pada peran pemerintah pusat. Tabel 4.3 Perkembangan Penerimaan Dana Perimbangan dan Kontribusinya Terhadap Total Penerimaan Daerah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat, Majene Polman Mamasa Mamuju Matra Tahun Juta Rupiah Rasio Terhadap Penerimaan Daerah (%) Juta Rupiah Rasio Terhadap Penerimaan Daerah (%) Juta Rupiah Rasio Terhadap Penerimaan Daerah (%) Juta Rupiah Rasio Terhadap Penerimaan Daerah (%) Juta Rupiah Rasio Terhadap Penerimaan Daerah (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Sumber: BPK Provinsi Sulawesi Barat, (data diolah) Tabel 4.3 menunjukkan bahwa lebih dari 95 persen penerimaan daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat pada periode bersumber dari dana perimbangan. Walaupun ketergantungan terhadap dana perimbangan tersebut mengalami penurunan, namun penurunannya tidak terlalu signifikan. Terlihat pada tahun 2006 porsi dana perimbangan terhadap total penerimaan daerah di Kabupaten Majene sebesar 97,94 persen menurun sebesar 1,61 persen menjadi 96,33 persen pada tahun Kabupaten Polman pada tahun 2006 porsi dana perimbangan sebesar 97,07 persen, pada tahun 2013 menjadi sebesar 96,64 atau mengalami penurunan sebesar 0,43 persen. Selanjutnya Kabupaten Mamasa di tahun 2006 porsi dana perimbangan sebesar 99,41 persen dan pada tahun 2013 menurun sebesar 1,10 7

8 persen menjadi sebesar 98,31 persen. Kemudian Kabupaten Mamuju porsi penerimaan dari dana perimbangan pada tahun 2006 sebesar 96,36 persen dan pada tahun 2013 menjadi sebesar 96,29 persen yang berarti penurunannya hanya sebesar 0,07 persen. Kabupaten Matra pada tahun 2006 porsi penerimaan dari dana perimbangan sebesar 97,34 persen menurun sebesar 0,48 persen menjadi 96,86 persen pada tahun Angka ini menunjukkan bahwa masih tingginya tingkat ketergantungan daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat kepada pemerintah pusat terhadap penerimaan daerah Alokasi Belanja Daerah Seiring dengan peningkatan penerimaan daerah akibat dari implementasi desentralisasi fiskal, maka alokasi dan belanja daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat juga semakin meningkat. Dengan adanya peningkatan belanja tersebut maka diharapkan dapat lebih memberikan manfaat dan menjadi stimulus untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat. Berkaitan dengan belanja daerah pada kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat, terlihat bahwa alokasi belanja daerah selama periode masih menunjukkan besaran anggaran yang digunakan untuk belanja pegawai. Porsi alokasi belanja daerah yang digunakan untuk belanja pegawai rata-rata sebesar 50 persen dari total belanja daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Bahkan porsi untuk belanja pegawai menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun. Pada tahun 2006 porsi untuk belanja pegawai hanya sebesar 36,3 persen dan pada tahun 2013 meningkat menjadi sebesar 50,6 persen. Secara jelas, rata-rata alokasi belanja daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat tahun dapat di lihat pada Gambar

9 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0-53,0 54,6 55,3 50,6 45,2 45,9 40,0 36,335,1 36,2 31,8 29,7 23,4 21,6 22,6 24,4 19,0 16,9 17,8 16,5 16,5 18,1 19,6 14,314,2 4,8 6,0 6,6 7,2 7,2 4,0 5, Pegawai Barang Jasa Modal Lainnya Sumber: BPK Provinsi Sulawesi Barat, (data diolah) Gambar 4.3 Alokasi Belanja Daerah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun Berdasarkan Gambar 4.3 dapat di lihat bahwa setengah lebih porsi anggaran digunakan hanya untuk belanja pegawai seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Proporsi terbesar kedua selanjutnya adalah belanja modal, di mana porsi penggunaan untuk belanja modal rata-rata sebesar 28 persen. Jika dicermati lebih jauh, porsi untuk belanja modal mengalami tren penurunan dari tahun ketahun. Tahun 2006 proporsi belanja modal sebesar 35,1 persen, meningkat di tahun 2007 menjadi 36,2 persen. Tahun 2008 sampai 2012 proporsi belanja modal mengalami penurunan sebesar 22.6 persen dan di tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 24,4 persen. Proporsi ini masih berada di bawah rata-rata belanja modal kabupaten/kota se Indonesia yaitu sebesar 25,36 persen (Kementerian Keuangan, 2014). 9

10 Sumber: BKP Sulawesi Barat, LHP (diolah) Gambar 4.4 Perkembangan Realisasi Belanja Modal Kabupaten di Sulawesi Barat, Berkaitan dengan belanja modal di Provinsi Sulawesi Barat, Gambar 4.4 menunjukkan bahwa Kabupaten Mamuju merupakan daerah yang memiliki rata-rata realisasi belanja modal terbesar pada periode Hal tersebut tidak terlepas karena Kabupaten Mamuju adalah merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Barat yang tentunya melakukan pembenahan dan perbaikan infrastruktur sarana dan prasarana diberbagai bidang. Kabupaten Mamasa merupakan daerah yang memiliki rata-rata realisasi belanja modal terendah pada periode Penduduk dan Tenaga Kerja Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2013 mencapai jiwa yang terdistribusi pada 5 wilayah kabupaten. Secara rinci jumlah dan distribusi penduduk di wilayah Provinsi Sulawesi Barat tahun 2013 disajikan pada Gambar

11 Sumber: BPS, Sulawesi Barat Dalam Angka (diolah) Gambar 4.5 Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Barat Tahun Gambar 4.5 menujukkan bahwa Kabupaten Polman mempunyai penduduk terbanyak di Provinsi Sulawesi Barat. Tahun 2006 jumlah penduduk di Kabupaten Polman sebanyak jiwa dan terus meningkat sampai tahun 2013 mencapai jiwa. Daerah yang mempunyai jumlah penduduk paling sedikit adalah Kabupaten Mamasa yaitu pada tahun 2006 jumlah penduduknya sebanyak jiwa, dan terus meningkat sampai tahun 2013 mencapai jiwa. Dibandingkan dengan luas wilayahnya, penduduk di wilayah Provinsi Sulawesi Barat memiliki tingkat kepadatan jarang. Tahun 2013 kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Barat adalah sebesar 73 jiwa/km 2, artinya setiap satu kilometer persegi dihuni oleh 73 orang penduduk. Dari 5 kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi Barat, terdapat 2 daerah yang memiliki kepadatan penduduk di atas kepadatan penduduk tingkat provinsi yaitu Kabupaten Polman dan Kabupaten Majene, sedangkan 3 kabupaten lainnya yaitu Mamasa, Mamuju, dan Matra 11

12 memiliki tingkat kepadatan penduduk lebih rendah dibandingkan dengan kepadatan tingkat provinsi. Tabel 4.4 Tingkat Kepadatan Penduduk Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013 No Kabupaten Luas Daerah Jumlah Penduduk (km2) % Jiwa % 1 Majene , Polman 2, , Mamasa 2, , Mamuju 8, , Matra 3, , Kepadatan Penduduk (orang/km2) Sulawesi Barat 16, ,234, , ,218, , ,189, Sumber: BPS, Sulawesi Barat Dalam Angka 2014 Dari tabel di atas terlihat bahwa daerah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kabupaten Polman yaitu 204 orang/km 2, kemudian Kabupaten Majene dengan kepadatan penduduk 168 orang/km 2. Sementara itu, daerah yang paling rendah kepadatan penduduknya adalah Kabupaten Mamuju yaitu 44 orang/km 2. Terkait dengan ketenagakerjaan, jumlah angkatan kerja di Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan tren peningkatan. Tahun 2006 jumlah angkatan kerja sebanyak orang atau sebesar 45 persen dari total jumlah penduduk. Pada tahun 2013 jumlah ini meningkat menjadi sebanyak orang atau sebesar 48 persen dari total penduduk di wilayah Provinsi Sulawesi Barat, sebagaimana tersaji pada Tabel

13 Tabel 4.5 Jumlah Penduduk dan Angkatan Kerja Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013 No Kabupaten Angkatan Kerja (Jiwa) Jumlah Penduduk (Jiwa) % Angkatan Kerja Terhadap Jumlah Penduduk 1 Majene 61, , Polman 181, , Mamasa 69, , Mamuju 156, , Matra 67, , Sulawesi Barat 536,475 1,338, ,631 1,189, ,144 1,047, , , Sumber: BPS, Sulawesi Barat Dalam Angka, (diolah) 4.4 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur yang Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Keberhasilan program pendidikan terutama program wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun secara umum dapat dievaluasi dari perkembangan jumlah murid yang bersekolah di tingkat SD dan SMP. Kondisi ini dapat dilihat dari perkembangan rata-rata lama sekolah. Tahun 2006 rata-rata lama sekolah di Sulawesi Barat selama 6,30 tahun dan meningkat ditahun 2013 menjadi 7,35 tahun, sebagaimana tersaji pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah di Provinsi Sulawesi Barat No Kabupaten Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Majene Polman Mamasa Mamuju Matra Sulawesi Barat Sumber: BPS, Sulawesi Barat Dalam Angka, (diolah) 13

14 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa Kabupaten Majene merupakan daerah yang mempunyai nilai rata-rata lama sekolah paling tinggi yaitu pada tahun 2006 adalah sebesar 7,30 dan tahun 2013 meningkat menjadi 8,51. Daerah yang mempunyai nilai rata-rata lama sekolah terendah adalah Kabupaten Polman yaitu sebesar 5,80 pada tahun 2006 dan tahun 2013 sebesar 7, Estimasi Variabel Independen Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi data panel dengan menggunakan bantuan program Eviews 8. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5 persen (α=0,05) atau tingkat kepercayaannya sebesar 95 persen Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel Mengingat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, maka terdapat tiga metode analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi model penelitian di atas yaitu: metode Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect. Dengan pertimbangan bahwa jumlah sampel atau unit cross section yang digunakan adalah seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Barat yaitu sebanyak 5 kabupaten dan time series yang digunakan adalah selama 8 tahun yaitu periode tahun 2006 sampai dengan 2013, maka model analisis yang akan digunakan adalah metode Fixed Effect. Untuk meyakinkan ketepatan penggunaan metode Fixed Effect, penulis melakukan beberapa pengujian statistik yaitu: (1) Uji signifikansi Fixed Effect melalui Uji-F (Uji Chow); dan (2) Uji Signifikansi Random Effect melalui Uji Hausman. 14

15 Uji Chow Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan atau memilih model mana yang paling tepat antara metode Common Effect dengan Fixed Effect. Hasil Uji-F (Uji Chow) dengan menggunakan Program Eviews 8 sebagai berikut. Uji Redundant Fixed Effects Persamaan: Desentralisasi Fiskal Pengujian cross-section fixed effects Tabel 4.7 Hasil Uji Signifikansi Fixed Effect melalui Uji Chow Uji Dampak Statistik d.f. Prob. Cross-section F (4,31) Cross-section Chi-square sumber: Hasil Pengolahan Program Eviews 8 Dari tabel hasil Uji Chow di atas dapat dilihat bahwa nilai F-test adalah 40, dengan probabilitas sebesar 0,0000 atau lebih kecil dari tingkat signifikansi atau alpha 5 % (α=0,05) yang berarti Hipotesis H 0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa metode Fixed Effect merupakan metode analisis yang lebih sesuai untuk digunakan Uji Hausman Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan atau memilih model mana yang paling tepat antara metode Fixed Effect dengan Random Effect. Korelasi Random Effects - Uji Hausman Persamaan: Desentralisasi Fiskal Pengujian cross-section random effects Tabel 4.8 Hasil Uji Signifikansi Random Effect melalui Uji Hausman Uji Ringkas Chi-Sq. Statistik Chi-Sq. Statistik d.f. Prob. Cross-section random Sumber: Hasil Pengolahan Program Eviews 8 15

16 Dari tabel hasil Uji Hausman dapat dilihat bahwa nilai Chi Square adalah sebesar 163, dengan probabilitas sebesar 0,0000 atau lebih kecil dari tingkat signifikansi atau alpha 5 % (α=0,05) yang berarti Hipotesis H 0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa metode Fixed Effect merupakan metode analisis yang lebih sesuai untuk digunakan. Berdasarkan hasil Uji Chow dan Uji Hausman di atas dapat disimpulkan bahwa metode Fixed Effect Model (FEM) merupakan metode yang tepat untuk digunakan dalam analisis data panel pada penelitian ini Pengujian Kriteria Statistik Dengan menggunakan model fixed effect (FEM), diperoleh hasil regresi sebagai berikut. Tabel 4.9. Hasil Regresi dengan Menggunakan Model Fixed Effect Variabel Koefisien Std. Error t-statistik Prob. DF LBM LPOP RLS C R-squared F - Statistik Prob (F-statistik) Sumber: Hasil Pengolahan eviews 8 Berdasarkan Tabel 4.9, maka persamaan model dapat ditransformasikan sebagai berikut. Log PDRB_PK = 7, DF + 0,0915 Log BM + 0,3112 Log POP + 0,2357 RLS + ε it.. (4.1) 16

17 Koefisien Determinasi (R 2 ) Nilai koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan ketepatan atau goodness of fit model yang digunakan. Semakin besar nilai koefisien determinasi (R 2 ), yang dicerminkan pada angka koefisien determinasi mendekati satu maka akan semakin baik model tersebut dalam menjelaskan pengaruh variabel-variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Sebaliknya, semakin kecil nilai R 2 atau nilainya mendekati nol, maka akan semakin tidak baik model yang digunakan. Berdasarkan Tabel 4.9 hasil analisis pengaruh desentralisasi fiskal dan variabel belanja modal, pertumbuhan penduduk, serta akumulasi modal manusia yang di proksi dengan rata-rata lama sekolah terhadap pertumbuhan ekonomi diperoleh nilai koefisien determinasi atau R 2 sebesar 0,915. Ini berarti bahwa variabel bebas (independent) yang terdiri dari Desentralisasi Fiskal (DF), Belanja Modal (LBM), Jumlah Penduduk (LPOP), dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) telah memberikan kontribusi sebesar 91,5 persen terhadap pertumbuhan PDRB di Provinsi Sulawesi Barat. Sisanya sebesar 8,5 persen dipengaruhi oleh variabelvariabel lain atau faktor-faktor lain di luar model Pengujian Secara Simultan (Uji F) Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh simultan pengaruh variabel-variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Berdasarkan Tabel 4.9 hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai F hitung yang diperoleh adalah sebesar 42,238 dengan probabilitas sebesar 0,0000. Ini berarti nilai probabilitas F hitung yang diperoleh lebih kecil dari Alpha yang ditetapkan (0,000<0,05). Dengan demikian menolak H 0 artinya variabel-variabel Desentralisasi Fiskal (DF), Belanja 17

18 Modal (LBM), Jumlah Penduduk (LPOP), dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) secara serentak atau bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan PDRB di Provinsi Sulawesi Barat Pengujian Secara Parsial (Uji-t) Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh parsial masing-masing variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat (dependent). Berdasarkan Tabel 4.9 dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Hasil regresi pada variabel Desentralisasi Fiskal (DF) mempunyai nilai koefisien sebesar 0,047 dengan probabilitas sebesar 0,638. Artinya nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar daripada Alpha 0,05 (0,638 > 0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desentralisasi fiskal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan PDRB. 2. Hasil regresi pada variabel Belanja Modal (LBM) mempunyai nilai koefisien sebesar 0,0915 dengan probabilitas sebesar 0,072, dapat disimpulkan bahwa variabel belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi setidaknya pada Alpha 10 persen (α=0,10). Nilai koefisien sebesar 0,0915 dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1 persen belanja modal, ceteris paribus, akan meningkatkan PDRB riil per kapita sebesar 0,0915 persen. 3. Hasil regresi pada variabel Jumlah Penduduk (LPOP), mempunyai nilai koefisien sebesar 0,311 dengan probabilitas sebesar 0,038, sehingga disimpulkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDRB pada Alpha 5 persen (α=0,05). Nilai koefisien sebesar 0,311 mempunyai arti bahwa setiap peningkatan 1 persen jumlah 18

19 penduduk, ceteris paribus, akan meningkatkan PDRB riil per kapita sebesar 0,311 persen. 4. Hasil regresi pada variabel Rata-rata Lama Sekolah (RLS), mempunyai nilai koefisien sebesar 0,235 dengan probabilitas sebesar 0,000 dapat disimpulkan bahwa variabel rata-rata lama sekolah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDRB pada Alpha 1 persen (α=0,01). Nilai koefisien sebesar 0,235 dapat diartikan bahwa setiap peningkatan 1 tahun ratarata lama sekolah, ceteris paribus, akan meningkatkan PDRB riil per kapita sebesar 0,235 persen Implikasi Hasil Studi terdahulu mengenai desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi umumnya menggunakan 3 indikator, yaitu indikator penerimaan dan indikator pengeluaran serta indikator otonomi. Namun pada penelitian ini estimasi hanya perfokus pada variabel desentralisasi fiskal indikator pengeluaran yaitu rasio antara realisasi pengeluaran pemerintah daerah per kapita terhadap realisasi pengeluaran pemerintah pusat per kapita. Alasannya adalah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia pada saat ini lebih memfokuskan kepada sisi pengeluaran, artinya bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal di daerah adalah diberikannya kebebasan kepada daearah untuk membelanjakan dana sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah. Dengan begitu alokasi atau komposisi belanja daerah akan sangat mempengaruhi perekonomian disuatu daerah. Alasan lainnya adalah bahwa dalam konteks desentralisasi fiskal di Indonesia sumber-sumber penerimaan berupa pajak dan sumber penerimaan lainnya sebagian besar masih merupakan kewenangan pemerintah pusat, sementara di daerah 80 19

20 sampai 95 persen penerimaannya masih merupakan transfer dari pemerintah pusat yaitu dana perimbangan berupa DAU, DAK, serta DBH. Dengan demikian fokus terhadap indikator pengeluaran dinilai lebih mencerminkan desentralisasi fiskal Implikasi Hasil Variabel Desentralisasi Fiskal Berdasarkan hasil analisis uji parsial menunjukkan bahwa nilai koefisien desentralisasi fiskal sebesar mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat. Dengan demikian studi tidak mencerminkan kesesuaian dengan dugaan awal bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan dalam pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat sehingga hasil ini menerima hipotesis nol (H 0 ) dan menolak dugaan awal (H 1 ) Jika melihat nilai koefisien dari variabel Desentralisasi Fiskal sebesar 0,04713 menunjukkan arah yang positif. Artinya, variabel desentralisasi fiskal yang diukur dari indikator pengeluaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat, tetapi pengaruhnya belum cukup signifikan. Ini menunjukkan bahwa pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk membelanjakan anggaran sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa desentralisasi fiskal di Indonesia pada saat ini lebih memfokuskan kepada sisi pengeluaran, artinya bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal di daerah adalah diberikannya kebebasan kepada daearah untuk membelanjakan dana sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah. Dengan begitu alokasi atau komposisi belanja daerah akan sangat 20

21 mempengaruhi perekonomian disuatu daerah. Alokasi dan komposisi belanja daerah ini yang ditengarai menjadi penyebab nilai yang tidak signifikan dalam pengaruhnya desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat. Jika diperhatikan lebih jelas, alokasi atau komposisi belanja daerah kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan bahwa belanja pegawai memiliki rasio terbesar terhadap belanja daerah dan secara persentase mengalami peningkatan setiap tahun. Sementara itu, belanja modal yang merupakan investasi publik hanya memiliki porsi 25 persen dari total belanja daerah, dan jika dicermati lebih jauh angka ini mengalami tren penurunan setiap tahun. Hal ini mencerminkan bahwa alokasi anggaran yang berkaitan langsung dengan kepentingan publik belum dialokasikan dengan baik. Berkaitan dengan belanja daerah (UNDP, 2008) menyatakan sebenarnya secara normatif belanja pegawai dalam jangka pendek dapat meningkatkan perekonomian daerah melalui pengeluaran konsumsi. Akan tetapi, pada kenyataannya komposisi Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) di Daerah Otonomi Baru (DOB) terdiri dari pegawai yang diangkat setelah pemekaran dan pegawai yang mengalami mutasi dari daerah induk atau daerah lainnya. Kenyataan yang ditemukan bahwa pegawai mutasi masih tetap bermukim di daerah asalnya (ibukota kabupaten induk, ibukota provinsi, dan daerah lainnya). Akibatnya belanja pegawai tidak sepenuhnya berkontribusi pada DOB sebagai daerah kerjanya, melainkan tetap mengalir di daerah yang menjadi tempat domisili asal daerah. Dari sisi ini, belanja pegawai kurang optimal mendorong pengeluaran konsumsi di daerah kerjanya, yang berarti dalam jangka pendek belum mampu meningkatkan perekonomian. 21

22 Implikasi Hasil Variabel Belanja Modal Hasil analisis investasi pemerintah yaitu belanja modal menunjukkan arah yang positif dan signifikan, sehingga menolak H 0 dan menerima H 2. Hal ini menunjukkan bahwa belanja modal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDRB riil per kapita di Provinsi Sulawesi Barat. Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengeluaran berupa alokasi belanja modal dalam rangka untuk menyediakan sarana dan prasarana fasilitas publik yang merupakan aset pemerintah daerah yang mempunyai nilai manfaat lebih dari satu tahun merupakan penunjang terlaksananya berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Hasil penelitian ini sama dengan hasil yang diperoleh Rebelo dan Easterly (1993), yang menjelaskan pengaruh yang positif dan signifikan antara investasi pemerintah dengan pertumbuhan output Implikasi Hasil Variabel Jumlah Penduduk Hasil regresi atas variabel jumlah penduduk (POP) memperoleh hasil yang positif dan signifikan, dengan demikian dapat disimpulkan menolak H 0 dan meneriman H 3. Hasil yang positif tersebut sesuai dengan pendapat Todaro dan Smith (2011: 362), yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja merupakan salah satu faktor determinan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jika dilihat dari sisi penawaran (agregat demand), apabila jumlah tenaga kerja yang tersedia lebih besar akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Dari sisi permintaan (agregat supply), jumlah penduduk merupakan potensi pasar domestik yang diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal. Jika dihubungkan dengan teori law of diminishing returns, hasil positif mengindikasikan bahwa jumlah penduduk di Provinsi Sulawesi 22

23 Barat belum mencapai jumlah penduduk yang optimal, yaitu kondisi di mana jumlah penduduk mencapai pendapatan per kapita dalam kondisi maksimum, sehingga penambahan jumlah penduduk masih memungkinkan tercapainya laju pertumbuhan ekonomi Implikasi Hasil Variabel Rata-Rata Lama Sekolah Hasil estimasi terhadap variabel Modal Manusia yang di proksi dengan ratarala lama sekolah (RLS), menunjukkan arah yang positif dan signifikan terhadap PDRB per kapita ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan menolak H 0 dan menerima H 4. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi angka rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan, maka akan semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian yang dilakukan oleh Hauoas dan Yagoubi (2005) menyimpulkan bahwa variabel modal manusia yang diukur dengan rata-rata lama sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Negara Timur Tengah dan Afrika Utara periode Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Akai dan Sakata (2002), Thiessen (2003), Iimi (2005), Wibowo (2008), serta Jumadi et al. (2013) yang menyimpulkan bahwa variabel Human Capital berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 23

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengumpulan data yang berupa laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Analisis pengaruh PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah sektor kesehatan, dan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan terhadap indeks pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1 Analisis Weighted

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dan menggunakan data sekunder.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dan menggunakan data sekunder. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dan menggunakan data sekunder. Dalam penelitian ini, data diambil dari laporan terbitan BPS nasional periode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian dilakukan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Dengan pertimbangan di setiap wilayah mempunyai sumber daya dan potensi dalam peningkatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh kemiskinan, pengeluran pemerintah bidang pendidikan dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah, Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta).

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah, Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta). BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara kerja atau prosedur mengenai bagaimana kegiatan yang akan dilakukan untuk mengumpulkan dan memahami objek-objek yang menjadi sasaran dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam model yang baik tidak

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam model yang baik tidak BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Uji Kualitas Data A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas memberikan arti bahwa dalam suatu model terdapat perbedaan dari varian residual

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian 34 BAB III Metode Penelitian 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis penelitian ini menggunakan data yang bersifat kuantitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berwujud dalam kumpulan angka-angka. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji heteroskedastisitas Berdasarkan hasil Uji Park, nilai probabilitas dari semua variable independen tidak signifikan pada tingkat 5 %. Keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. provinsi. Dalam satu karesidenan terdiri dari beberapa kapupaten atau kota.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. provinsi. Dalam satu karesidenan terdiri dari beberapa kapupaten atau kota. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Karesidenan adalah sebuah pembagian administratif dalam sebuah provinsi. Dalam satu karesidenan terdiri dari beberapa kapupaten atau kota.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, Indonesia dijadikan sebagai objek penelitian untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, ekspor dan jumlah penduduk terhadap

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh Belanja Pemerintah di Bidang Kesehatan, Belanja Pemerintah di Bidang Pendidikan, Indeks Pemberdayaan Gender, dan Infrastruktur Jalan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD Cross-section F Pemilihan model estimasi

Lebih terperinci

ANALISIS ALOKASI BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN

ANALISIS ALOKASI BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN ANALISIS ALOKASI BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN JURNAL Oleh: Nama : Moristha Alodia Nomor Mahasiswa : 12313164 Jurusan : Ilmu Ekonomi UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh derajat desentralisasi fiskal penerimaan, variabel desentralisasi pengeluaran yaitu belanja tak langsung dan belanja langsung, Inflasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. ekonomi, variabel pertumbuhan ekonomi yaitu pendapatan asli daerah, investasi

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. ekonomi, variabel pertumbuhan ekonomi yaitu pendapatan asli daerah, investasi 63 BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, variabel pertumbuhan ekonomi yaitu pendapatan asli daerah, investasi dan pengangguran. Alat

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data merupakan variabel yang diukur dan diperoleh dengan mengukur nilai satu atau lebih variabel dalam sampel atau populasi. Data menurut

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini

Lebih terperinci

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB Sementara itu, Kabupaten Supiori dan Kabupaten Teluk Wondama tercatat sebagai daerah dengan rata-rata angka kesempatan kerja terendah selama periode 2008-2010. Kabupaten Supiori hanya memiliki rata-rata

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 1%.

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 1%. A. Uji Kualitas Data 1. Uji Heteroskedastisitas BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidakstabilan varians dari residual

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect, dan random

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect, dan random 67 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Estimasi Model Data Panel Estimasi model yang digunakan adalah regresi data panel yang dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang telah disediakan dan dipublikasi oleh pihak lain. Penelitian ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang telah disediakan dan dipublikasi oleh pihak lain. Penelitian ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data sekunder yang telah disediakan dan dipublikasi oleh pihak lain. Penelitian ini merupakan pengujian

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI PANEL TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN/KOTA D.I.YOGYAKARTA

ANALISIS REGRESI PANEL TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN/KOTA D.I.YOGYAKARTA ANALISIS REGRESI PANEL TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN/KOTA D.I.YOGYAKARTA Mita Pangestika 1 *Jurusan Statistika FIMIPA Universitas Islam Indonesia *mitapanges@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. analisis ilusi fiskal dengan pengukuran pendekatan pendapatan (revenue

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. analisis ilusi fiskal dengan pengukuran pendekatan pendapatan (revenue BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 54 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kelayakan Pembentukan Kabupaten Mamasa 5.1.1 Analisis Kelayakan Pembentukan Kab. Mamasa Berdasarkan Syarat Teknis PP. No. 78 Tahun 2007 Pembentukan daerah otonom

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil Provinsi Jawa Timur sebagai lokasi penelitian untuk menganalisis pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB) dan investasi terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Instrumen dan Data Uji kualitas data dalam penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air, dan tenaga kerja.

III. METODE PENELITIAN. yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air, dan tenaga kerja. III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan variabel terikat yaitu PDRB, dan variabel bebas yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan analisis mengenai pengaruh jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap retribusi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan suatu negara diarahkan pada upaya meningkatkan pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Pada hasil pengumpulan data sekunder mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus ( DAK ), Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang muncul bersumber dari variasi data cross section yang digunakan. Pada

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang muncul bersumber dari variasi data cross section yang digunakan. Pada 70 BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kaulitas Data 1. Uji Heterokedastisitas Heterokedastisitas memberikan arti bahwa dalam suatu model terdapat perbedaan dari varian residual atas observasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah data PDRB, jumlah penduduk dan PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun 2000-2014 yang meliputi kabupaten

Lebih terperinci

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA Pengalihan kewenangan pemerintah pusat ke daerah yang membawa konsekuensi derasnya alokasi anggaran transfer ke daerah kepada pemerintah daerah sudah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan secara empiris mengenai pengaruh positif pendapatan asli daerah, dana alokasi umum,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab. BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Regresi 1. Uji Asumsi Klasik. Pengujian ini hanya akan menguji dua uji asumsi klasik karena menggunakan metode data panel, yaitu uji multikolinieritas dan uji heterokedastisitas.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini salah satunya karena Provinsi Jawa Timur menepati urutan pertama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Banten. Pemilihan lokasi di Kabupaten/Kota disebabkan karena berdasarkan hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pada lokasi penelitian ini diambil pada Kabupaten/Kota yang terdiri dari 29 kabupaten dan 6 kota di Provinsi Jawa tengah dengan variabel penelitian pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data laporan keuangan

BAB III METODE PENELITIAN. di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data laporan keuangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data laporan keuangan pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Perekonomian Provinsi Aceh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Perekonomian Provinsi Aceh 1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perekonomian Provinsi Aceh Sejak tahun 2009 hingga saat ini, Provinsi Aceh terdiri dari 23 kabupaten dan kota, banyaknya jumlah kabupaten dan kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk

Lebih terperinci

3. METODE. Kerangka Pemikiran

3. METODE. Kerangka Pemikiran 25 3. METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu serta mengacu kepada latar belakang penelitian, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dapat dibuat suatu bentuk kerangka

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kuantitatif

III METODE PENELITIAN. Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kuantitatif III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu menjelaskan kedudukan variabel-variabel penelitian yang diteliti serta pengaruh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) 46 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belanja modal sendiri terjadi akibat kebutuhan sarana dan prasarana suatu daerah

BAB I PENDAHULUAN. belanja modal sendiri terjadi akibat kebutuhan sarana dan prasarana suatu daerah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pengalokasian anggaran belanja modal merupakan suatu pengalokasian dana dalam bentuk APBD yang bertujuan untuk menambah aset tetap. Anggaran belanja modal sendiri

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas. 81 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kausalitas Penelitian ini menggunakan analisis model GLS (General Least Square). Metode GLS sudah memperhitungkan heteroskedastisitas pada variabel independen

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji. Multikolinearitas dan uji Heteroskedastisitas.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji. Multikolinearitas dan uji Heteroskedastisitas. BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Instrumen dan Data Uji kualitas data dalam penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menggunakan data Tingkat Pengangguran Terbuka, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Upah Minimum dan Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor.

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor. digilib.uns.ac.id 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Data 1. UJI Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi imi terjadi heterokedastisitas atau tidak, untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabelvariabel penelitian

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci disertai dengan langkah-langkah analisis data yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 49 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Analisis Deskripsi Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan data gabungan antara cross section dan data time series. Adapun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan secara sensus dengan data sekunder berbentuk time series dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2015, dan data cross section yang terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia di Indonesia BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia di Indonesia tahun 005-008, dengan variabel yang mempengaruhinya yaitu pertumbuhan ekonomi, pengeluaran

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian hipotesisnya yang meliputi uji srempak (uji-f), Uji signifikansi parameter individual (Uji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan kuantitatif adalah suatu penelitian yang menekankan analisisnya pada

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan kuantitatif adalah suatu penelitian yang menekankan analisisnya pada 46 III. METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian dan Sumber Data Pendekatan kuantitatif adalah suatu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data angka yang diolah dengan metode statistika tertentu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pembahasan mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah ditinjau dari beberapa hal. Pertama, proporsi belanja

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0 hingga 114,4 Bujur Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibandingkan dengan produksi sub-sektor perikanan tangkap.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibandingkan dengan produksi sub-sektor perikanan tangkap. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dalam menyusun penelitian ini adalah pada 29 kabupaten dan 9 kota di Provinsi Jawa Timur, dengan pertimbangan bahwa Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1.Variabel penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1.Variabel penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Variabel penelitian dan Definisi Operasional Untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian, diperlukan beberapa variabel yang perlu diteliti.variabel penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah

BAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian dampak kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota Provinsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Metode anlisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Metode anlisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh Kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

PENGARUH PAD, DAU, DAK TERHADAP IPM DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Tahun )

PENGARUH PAD, DAU, DAK TERHADAP IPM DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Tahun ) PENGARUH PAD, DAU, DAK TERHADAP IPM DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Papua Tahun 2009-2013) Ayu Aldi Raviyanti, Sri Rahayu dan Dewa Putra Krishna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

Lebih terperinci

PENGARUH KEUANGAN DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Royda, S.E., M.Si.

PENGARUH KEUANGAN DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Royda, S.E., M.Si. PENGARUH KEUANGAN DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Royda, S.E., M.Si. Dosen Tetap Universitas Tridinanti Palembang Email : roydafauzi@ymail.com Info Artikel

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah Kesenjangan ekonomi antar wilayah dapat ditentukan menggunakan indeks Williamson yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Pulau Jawa Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota di antaranya dari Kab Pacitan, Kab Ponorogo, Kab Trenggalek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. (Pendapatan Asli Daerah) pada kabupaten/ kota di Provinsi DIY tahun

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. (Pendapatan Asli Daerah) pada kabupaten/ kota di Provinsi DIY tahun BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh JKW (Jumlah Kunjungan Wisatawan), JOW (Jumlah Obyek Wisata) dan PP (Pendapatan Perkapita) terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan tuntutan reformasi di Indonesia, otonomi daerah mulai diberlakukan. Hal ini salah satunya ditandai dengan adanya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul kajian Pengaruh Belanja Daerah Terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek penelitian Penelitian yang digunakan ini mengunakan obyek penelitian dari seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Jawa Timur yang totalnya ada 38 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji teori-teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah 63 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Belanja Barang dan Jasa (BBJ) terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. untuk menganalisis pengaruh PMDN dan Tenaga Kerja terhadap Produk

BAB III METODE PENELITIAN. untuk menganalisis pengaruh PMDN dan Tenaga Kerja terhadap Produk BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, Indonesia dijadikan sebagai objek penelitian untuk menganalisis pengaruh PMDN dan Tenaga Kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Bruto, Indek Pembangunan Manusia, Upah Minimum Provinsi daninflasi

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Bruto, Indek Pembangunan Manusia, Upah Minimum Provinsi daninflasi BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Indek Pembangunan Manusia, Upah Minimum Provinsi daninflasi terhadap Jumlah Penduduk Miskin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung berjumlah 14 kabupaten dan kota. Sampel yang

Lebih terperinci