ANALISIS STRUKTUR KRISTAL DAN SIFAT KELISTRIKAN BAHAN La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 DENGAN METODE SOL-GEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS STRUKTUR KRISTAL DAN SIFAT KELISTRIKAN BAHAN La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 DENGAN METODE SOL-GEL"

Transkripsi

1 ANALISIS STRUKTUR KRISTAL DAN SIFAT KELISTRIKAN BAHAN La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 DENGAN METODE SOL-GEL Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Oleh JULI HARTATI NIM: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2019 M

2 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ANALISIS STRUKTUR KRISTAL DAN SIFAT KELISTRIKAN BAHAN La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 DENGAN METODE SOL-GEL Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) JULI HARTATI NIM: Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si NIP Arif Tjahjono, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tati Zera, M.Si NIP ii

3 LEMBAR PENGESAHAN UJIAN Skripsi dengan judul Analisis Struktur Kristal dan Sifat Kelistrikan Bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 dengan Metode Sol-Gel yang ditulis oleh Juli Hartati dengan NIM telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 Oktober Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Strata satu (S1) Program Studi Fisika. iii

4 LEMBAR PERNYATAAN Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Juli Hartati NIM : Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Struktur Kristal dan Sifat Kelistrikan Bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 dengan Metode Sol-Gel adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari orang lain. Jakarta, 1 Oktober 2019 Juli Hartati NIM iv

5 ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai struktur kristal dan sifat kelistrikan bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x )MnO 3 (x= 0, 0.2, 0.3, dan 0.5) dengan metode sol-gel. Senyawa yang digunakan dicampurkan di atas hot plate sampai mencapai ph 7 saat ditetesi ammonia solution kemudian didiamkan sampai berubah menjadi gel. Gel didehidrasi pada suhu 120 C, pra-kalsinasi 650 C selama 6 jam, kalsinasi 1000 C selama 12 jam, dan sintering 1200 C selama 12 jam. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa struktur kristal La 0.7 (Ba 1-x Sr x )MnO 3 adalah rombohedral dengan space grup R-3c. Dengan meningkatnya substitusi ion Sr 2+, terjadi penurunan intensitas dan pergeseran puncak ke arah sudut yang lebih besar karena pengaruh jari-jari ion Sr 2+ (1.44 ) lebih kecil dibandingkan dengan jari-jari ion Ba 2+ (1.61 ). Sifat kelistrikan bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x )MnO 3 diukur dengan cryogenic magnetometer dan diolah menggunakan metode regresi linier, hasilnya diketahui bahwa ketika x = 0.2 memiliki resistivitas yang tinggi yaitu Ωmm, sedangkan ketika x = 0.3 memiliki resisivitas yang rendah yaitu Ωmm. Kata kunci: La 0.7 (Ba 1-x Sr x )MnO 3, struktur kristal, resistivitas v

6 ABSTRACT Analysis crystal structure and electrical properties of La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 compound (x = 0, 0.2, 0.3, and 0.5) by sol-gel method has been investigated. The compound used is mixed on a hot plate until reached a ph 7 when dropped ammonia solution, then let stand until turn into a gel. Dehydrated gel at 120 C, pre-calcination at 650 C for 6 hours, calcination at 1000 C for 12 hours, and sintering at 1200 C for 12 hours. The result of refinement XRD pattern shown that samples are single phase with rhombohedral crystal structure with R-3c space group. The intensity decrease and peak list shift to larger angle when Srsubstitution increased, it s caused ionic radii of Sr 2+ (1.44 ) is smaller than Ba 2+ (1.61 ). The resistivity at x = 0.2 is higest ( Ωmm) and x = 0.3 is lowest (5.914 Ωmm). Key words: : La 0.7 (Ba 1-x Sr x )MnO 3, crystal structure, resistivity vi

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu wa Ta ala yang telah memberikan karunia-nya sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat selesai pada waktunya dengan judul Analisis Struktur Kristal dan Sifat Kelistrikan Bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 dengan Metode Sol-gel. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wa Sallam beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam kegiatan penelitan maupun penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua tersayang yang senantiasi mendoakan setiap kegiatan yang penulis lakukan. 2. Ibu Dr. Tati Zera, M.Si selaku kepala Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku pembimbing pertama 4. Bapak Arif Tjahjono, S.T., M.Si, selaku pembimbing kedua. 5. Ibu Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud., selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Dr. Ambran Hartono, M.Si selaku penguji pertama. 7. Bapak Dr. Sutrisno, M.Si selaku penguji kedua. vii

8 8. Ikhwan Nur Rahman, M.Si yang membantu penulis dalam proses sintesis sampel dan penyusunan laporan tugas akhir ini. 9. Seluruh teman-teman program studi Fisika UIN Jakarta tahun angkatan Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih terdapat kekurangan, karenanya kritik dan saran dari penyusunan laporan tugas akhir ini sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan pada penyusunan laporan selanjutnya. Kritik dan saran tersebut dapat dikirim melalui Jakarta, Juli 2019 Penulis viii

9 DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Struktur Perovskite... 7 ix

10 2.2 Teori Medan Kristal dan Efek Jahn-Teller Double Exchange (DE) Diagram Fasa La 1-x (Ba, Sr) x MnO Sistem Kristal Identifikasi X-ray Diffraction (XRD) Pengaruh Substitusi Ion Ba dan Sr pada LaMnO HukumOhm dan Hambatan Jenis (Resistivitas) Metode Sol-Gel BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian Persamaan Stokiometri dan Komposisi Bahan Sintesis La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO Karakterisasi X-ray Diffractometer (XRD) Cryogenic Magnetometer BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakterisasi X-ray Diffractometer (XRD) x

11 4.2 Resistivitas La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Struktur kubus perovskite. 7 Gambar 2.2. Bentuk orbital d dalam medan oktahedral Gambar 2.3. Pembelahan medan kristal pada five-fold degenerasi atom 3d pada energi rendah t 2g dan energi tinggi e g Gambar 2.4. Skema mekanisme double exchange 13 Gambar 2.5. Diagram fasa LBMO 14 Gambar 2.6. Diagram fasa LSMO Gambar 2.7. Sistem kristal beserta kisi bravais 16 Gambar 2.8. Skema Bragg 18 Gambar 2.9. Distribusi intensitas pada detektor sinar-x Gambar Perbedaan pola imtensitas sinar-x, kristal (hijau) dan amorf (biru).. 20 Gambar Pola difraksi sinar-x LBMO.. 22 Gambar Pola difraksi sinar-x La 0.67Sr0.33 MnO 3 23 Gambar Pola difraksi sinar-x pada LBSMO.. 24 Gambar Grafik arus dan tegangan untuk (a) konduktor yang mengikuti hokum Ohm, dan (b) alat nonohmik, dalam hal ini dioda. 25 Gambar Grafik I-V characteristic untuk (a) resistansi besar, (b) resistansi kecil, (c) dioda, dan (d) baterai Gambar Skema sintesis metode sol-gel.. 28 Gambar 3.1. Tahapan Penelitian xii

13 Gambar 3.2. (a) La 2 O 3 dilarutkan dengan aquabidest, (b) La 2 O 3 setelah ditetesi nitrit acid, (c) Larutan prekusor setelah ditetesi ammonia solution dengan ph = 2, dan (d) Larutan prekusor ketika ph = Gambar 3.3. (a) Prekusor yang telah menjadi gel, (b) Hasil proses dehidrasi, (c) Sampel yang telah ditumbuk, (d) Sampel yang telah dikalsinasi, dan (e) Sampel yang telah disintering 40 Gambar 3.4. Alat karakterisasi X-ray Diffractometer Gambar 3.5. Cryogenic Magnetometer. 42 Gambar 4.1. Pola difraksi sinar-x La 0.7 Ba 0.3 MnO Gambar 4.2. Pola difraksi sinar-x La 0.7 Ba 0.24 Sr 0.06 MnO Gambar 4.3. Pola difraksi sinar-x La 0.7 Ba 0.21 Sr 0.09 MnO Gambar Pola difraksi sinar-x La 0.7 Ba 0.15 Sr 0.15 MnO Gambar 4.5. Gabungan pola difraksi sinar-x La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO Gambar 4.6. Volume cell terhadap nilai x. 48 Gambar 4.7. Pergeseran puncak pola difraksi sinar-x La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO Gambar 4.8. Ukuran rata-rata polikristal LBSMO Gambar 4.9. Panjang ikatan d Mn-O dan sudut Mn-O-Mn.. 52 Gambar Visualisasi polikristal La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 52 Gambar Grafik hubungan antara beda potensial terhadap arus 53 Gambar Regresi linier antara beda potensial dengan arus pada La 0.7 Ba 0.3 MnO xiii

14 Gambar Regresi linier antara beda potensial dengan arus pada La 0.7 Ba 0.24 Sr 0.06 MnO Gambar Regresi linier antara beda potensial dengan arus pada La 0.7 Ba 0.21 Sr 0.09 MnO Gambar Regresi linier antara beda potensial dengan arus pada La 0.7 Ba 0.15 Sr 0.15 MnO xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jari-jari ion pada senyawa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 9 Tabel 2.2. Sistem kristal 16 Tabel 3.1. Spesifikasi prekursor yang digunakan Tabel 3.2. Atom relatif dari masing-masing ion pada senyawa La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO Tabel 3.3. Massa molekul relatif masing-masing prekursor Tabel 3.4. Wt% masing-masing ion pada senyawa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO Tabel 3.5. Massa masing-masing ion 34 Tabel 3.6. Wt% ion metal.. 35 Tabel 3.7. Massa prekursor Tabel 3.8. Massa prekursor yang digunakan. 35 Tabel 3.9. Mol masing-masing ion 36 Tabel Mol C 6 H 8 O 7 36 Tabel Massa C 6 H 8 O 7 37 Tabel Massa timbang C 6 H 8 O 7. H 2 O.. 37 Tabel Massa prekursor yang digunakan untuk membuat senyawa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO Tabel 4.1 Parameter struktur kristal La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO Tabel 4.2. Ukuran rata-rata kristal La 0.7 Ba0.3 MnO 3 50 Tabel 4.3. Ukuran rata-rata kristal La 0.7 Ba 0.24 Sr 0.06 MnO Tabel 4.4. Ukuran rata-rata kristal La 0.7 Ba 0.21 Sr 0.09 MnO 3 51 xv

16 Tabel 4.5. Ukuran rata-rata kristal La 0.7 Ba 0.15 Sr 0.15 MnO 3 51 Tabel 4.6. Nilai resistansi dan resistivitas material La 0.7 (Ba 1x Sr x ) 0.3 MnO xvi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terdapat empat jenis material yang telah diketahui saat ini, yaitu logam, polimer, komposit dan ceramic. Setiap material tersebut memiliki karakteristik kelistrikan yang berbeda, misalnya material logam merupakan konduktor listrik yang baik, polimer sebagian besar merupakan insulator listrik, komposit dan ceramic merupakan material yang memiliki sifat kelistrikan yang bervariasi, baik insulator, semikonduktor, maupun superkonduktor. Perbedaan sifat kelistrikan pada masing-masing material ini disebabkan karena setiap material terdiri dari atom penyusun yang memiliki elektron. Elektron tersebut mengalami pergerakan sehingga dapat menimbulkan aliran listrik pada suatu material. Sifat kelistrikan mencakup resistivitas, konduktivitas, permitivitas atau tetapan dielektrik, dan kebocoran arus listrik (electrical-loss properties). Sifat-sifat tersebut salah satunya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang elektronika. Misalnya, untuk material yang mampu menyimpan muatan listrik harus memiliki sifat dielektrik, material yang mampu menghantarkan arus listrik dengan baik harus memiliki sifat konduktivitas yang tinggi, dan material yang mampu menahan arus listrik harus memiliki resistivitas yang tinggi. Untuk mendapatkan suatu material dengan sifat-sifat tertentu yang diinginkan, dapat dilakukan dengan cara merekayasa material. 1

18 Salah satu rekayasa material yang menarik perhatian para peneliti dalam beberapa dekade terakhir ini adalah rekayasa material terhadap oksida perovskite, terutama lantanum manganit perovskite (LaMnO 3 ). LaMnO 3 menunjukkan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan kelistrikan dan kemagnetan apabila ion La 3+ disubstitusikan dengan ion divalent seperti Ba 2+, Sr 2+, dan Ca 2+ dan ion Mn 3+ disubstitusikan dengan ion logam transisi seperti Fe dan Ni. Dengan adanya substitusi ion tersebut dapat menyebabkan adanya interaksi antara ion Mn 3+ dan Mn 4+ yang dapat menentukan sifat magnetik dan listrik [1]. Fenomena yang ditunjukkan pada perovskite manganit berupa efek magnetoresistansi, magnetokalorik, penyerap gelombang elektromagnetik, perpindahan muatan, transisi fasa metal-insulator, dan resistance switching [2, 3]. Efek magnetoresistansi pada struktur manganit perovskite dapat diaplikasikan pada magnetic recording, aktuator, dan sensor [2], sedangkan sifat resistance switching dapat diaplikasikan pada Random Access Memory (RAM) dan flash memory. Selain dapat mempengaruhi karakteristik dari LaMnO 3, mensubstitusikan ion divalent seperti Ba 2+ dan Sr 2+ dapat mengubah struktur kubus perovskite menjadi struktur lain seperti ortorombik maupun rombohedral. Hal ini dapat disebabkan karena adanya distrosi Jahn-Teller. Distrosi ini dapat disebabkan karena perbedaan ukuran jari-jari ion yang disubstitusikan, dimana ion Ba 2+ memiliki ukuran jari-jari ion lebih besar dibandingkan dengan ion Sr 2+, sehingga struktur senyawa induk LaMnO 3 akan terdistorsi. 2

19 Nilai substitusi x akan mempengaruhi sifat dan karakteristik kelistrikan dan magnetik material manganit. Misalnya, senyawa La 1-x Ba x MnO 3 dengan x = 0.33 menunjukkan transisi fasa dari ferromagnetik metalik ke paramagnetik insulator pada suhu 340 K, x = 0.44 dan 0.38 senyawa ini menunjukkan transisi metal insulator pada suhu currie T C dengan resistivitas sebesar 10-3 (Ω cm) [3]. Pada senyawa La 1-x Sr x MnO 3 dengan x = 0.33 memiliki suhu currie T C sebesar 370 K [4]. Pada penelitian ini digunakan senyawa induk La 1-x Ba x MnO 3 (LBMO) yang disubstitusikan dengan ion Sr dengan x = 0, 0.2, 0.3, dan 0.5. Dengan akan terbentuk senyawa dasar LBMO, pada penelitian Sergei et al. terjadi transisi fasa paramagnetik karena mensubstitusikan ion Ba 2+, menunjukkan efek magnetoresistan yang besar pada LBMO, sedangkan pada LSMO menunjukkan nilai resistivitas minimum disekitar T C [2] [5] dan besar atomik ion Ba 2+ dan Sr 2+ akan sama pada struktur La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 sesuai dengan perhitungan stokiometri sehingga menarik perhatian untuk diteliti. Pada penelitian ini digunakan senyawa induk LBMO yang akan disubstitusikan dengan ion Sr 2+. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyintesis LBSMO, antara lain metode solid-state, reaksi garam cair, sol-gel, dan sintesis hidrotermal. Pada penelitian ini digunakan metode sol-gel. Metode ini cocok digunakan untuk skala laboratorium karena relatif mudah, dapat dilakukan perlakuan panas pada suhu rendah dan tinggi, dan lebih ekonomis. Selain itu, untuk mendapat fasa tunggal lebih mudah dibandingkan dengan metode solid state dimana lebih sukar 3

20 untuk mendapatkan fasa tunggal karena selama proses eksperimen kemungkinan terdapat pengotor akan lebih besar. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh substitusi ion Sr 2+ terhadap struktur kristal bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3? (x = 0, 0.2, 0.3, dan 0.5) 2. Bagaimana pengaruh substitusi ion Sr 2+ terhadap sifat kelistrikan bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3? (x = 0, 0.2, 0.3, dan 0.5) 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan pengaruh substitusi ion Sr 2+ terhadap struktur kristal bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO Menentukan pengaruh substitusi ion Sr 2+ terhadap sifat kelistrikan bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode sintesis sampel menggunakan metode sol-gel. 2. Sampel yang dibuat memiliki senyawa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 dengan besar substitusi x = 0, 0.2, 0.3, dan

21 3. Analisis struktur kristal bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD), untuk mengetahui sifat kelistrikan bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 menggunakan Cryogenic Magnetometer dengan metode Four Point Probe (FPP). 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk mengkaji keilmuan mengenai pengaruh substitusi ion Sr terhadap struktur mikro dan sifat kelistrikan bahan La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3 dengan variasi substitusi x = 0, 0.2, 0.3, dan 0.5 sehingga dapat menambah wawasan peneliti dan para pembaca. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini terdiri dari lima bab, antara lain: BAB I Pendahuluan Pada bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, batasan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan penelitian. BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini berisi tentang teori-teori dan penelitian sebelumnya yang menjadi landasan teori dalam penelitian tugas akhir ini. BAB III Metode Penelitian Pada bab ini berisi tentang gambaran umum proses penelitian yang dilakukan, seperti waktu dan tempat, alat dan bahan, serta tahapan penelitian. 5

22 BAB IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini berisi hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan. BAB V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian serta saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya. 6

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Perovskite Struktur perovskite pertama kali ditemukan pada mineral perovskite kalsium titanat (CaTiO 3 ). Struktur perovskite memiliki formula umum ABO 3, dimana A dan B merupakan kation dan O adalah anion. Pada struktur ini, ion site A berada di sudut-sudut kisi, biasanya merupakan unsur alkali atau tanah jarang (La, Pr, Nd) yang berdekatan dengan ion oksigen. Ion site B, berada di tengah kisi, dapat berupa logam transisi 3d hingga 5d (Mn, Fe, Cu) yang berdekatan dengan enam ion oksigen, dan O merupakan oksigen yang menempati facecentered sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.1. [46] Gambar 2.1. Struktur kubus perovskite [6] 7

24 Salah satu struktur perovskite ABO 3 yang banyak diteliti adalah lantanum manganit (LaMnO 3 ) yang dapat didoping atau disubstitusikan pada ion La 3+ sebagai site A. LaMnO 3 menunjukkan fenomena colossal magnetoresistance (CMR), magnetocaloric effect (CME), feromagnetisme dengan konduksi metal, charge atau orbital ordering dan katoda dalam solid oxide fuel cells (SOFCs) [1], [6]. Ion La 3+ dapat disubstitusikan dengan ion divalent (Ba, Sr, dan Ca) sehingga dapat mengubah kandungan ion mangan pada LaMnO 3, dari Mn 3+ menjadi Mn 4+. Interaksi antara ion Mn 3+ dan Mn 4+ dapat menentukan sifat magnetik dan sifat kelistrikan pada oksida mangan sebagai akibat adanya double exchange (DE) [1], [7]. Adanya substitusi pada site A dan site B membuat struktur kubus perovskite mengalami perubahan atau distrosi. Distorsi pada struktur perovskite dapat disebabkan karena adanya perbedaan ukuran jari-jari ion yang disubstitusikan dan efek Jahn-Teller. Distorsi pada struktur perovskite ABO 3 dapat ditentukan dengan rasio ukuran jari-jari ion site A dan ion site B. Hubungan antara ion tersebut dinyatakan sebagai faktor toleransi Goldschmidt (t) dengan persamaan [8]: dimana dan merupakan jari-jari kation site A dan site B dan adalah jarijari oksigen (O). Faktor toleransi Goldschmidt s (t) untuk struktur perovskite berada pada 0,86 dengan memiliki struktur kristal orthorombik, memiliki struktur kristal rombohedral, dan memiliki struktur kristal kubus. 8

25 Untuk menghitung faktor toleransi pada persamaan 2.1, harus diketahui ukuran jari-jari masing-masing ion pada stuktur perovskite. Tabel 2.1 menunjukkan ukuran jari-jari dari masing-masing ion yang digunakan pada La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 [8][9]. Tabel 2.1 Jari-jari Ion pada Struktur La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 Ion Jari-jari Ion Jari-jari ( La Mn Ba Mn Sr O Teori Medan Kristal dan Efek Jahn-Teller Crystal Field Theory (CFT) atau teori medan kristal merupakan metode yang dapat menjelaskan lokalisasi pada orbital elektron 3d [10]. CFT dapat menjelaskan sifat magnet dan spektrum absorbsi dari transisi metal maupun senyawa lain [11]. Sifat fisik perovskite manganit (LaMnO 3 ) dipengaruhi oleh spin elektron, muatan, dan derajat kebebasan orbital [12]. Mangan (Mn) memiliki dasar oktahedral MnO 6. Pada struktur kubik oktahedral MnO 6, hibridasi dan interaksi elektrostatik dengan oksigen elektron 2p akan menyebabkan medan kristal elektron 3d pada Mn 3+. Kerangka bentuk medan oktahedral (bilangan koordinasi 6) ditunjukkan pada gambar

26 Gambar 2.2. Bentuk orbital d dalam medan oktahedral [12] Dalam oktahedral MnO 6 terdapat tiga orbital degenerasi (d xy, d yz, dan d zx ) dengan orbital e g yang terdiri atas orbital dan memiliki energi lebih tinggi dan orbital t 2g yang terdiri atas orbital dan memiliki energi yang lebih rendah [12, 13]. Semua elektron dalam tingkat energi ini dalam keadaan sejajar satu sama lain karena kopling Hund s inter-atomik yang kuat, mengarah ke spin S = 2 untuk ion Mn 3+ dan S = 3/2 untuk ion Mn 4+. Tiga elektron Mn 4+ menempati keadaan t 2g, sedangkan elektron keempat Mn 3+ menuju ke keadaan e g. Elektron pada e g lebih mudah bergerak dibandingkan elektron pada t 2g dan dapat melompat dari site Mn ke site lainnya. Berdasarkan teori Jahn-Teller, konfigurasi ini tidak stabil dan degenerasi pada tingkat e g akan menghilang [13]. Ion oksigen disekitar ion Mn 3+ dapat menyesuaikan tempatnya, membentuk asimetri antara arah yang berbeda yang dapat menghilangkan degenerasi. Keadaan degenerasi ini terjadi karena adanya interaksi orbital dengan kisi yang disebut sebagai distorsi Jahn-Teller. Distorsi Jahn-Tellar merupakan fenomena yang 10

27 terjadi dalam suatu sistem karena adanya degenerasi keadaan suatu elektron. Elektron tersebut dapat terdistorsi dengan spontan menjadi simetri terendah sehingga menghilangkan degenerasi dan membuat tingkat energi yang lebih stabil [14]. Terdapat dua jenis distrosi untuk pembelahan pada tingkat e g yaitu Q 2 dan Q 3. Q 2 merupakan distorsi bidang dasar, dimana satu pasangan ion oksigen diagonal dipindahkan ke dalam dan pasangan ion oksigen lainnya dipindahkan keluar. Sedangkan Q 3 merupakan distorsi tetragonal yang menghasilkan elongasi atau perpanjangan atau distorsi oktahedron MnO 6 [13]. Gambar 2.3. Pembelahan medan kristal pada five-fold degenerasi atom 3d pada energi rendah t 2g dan energi tinggi e g [13] Besarnya efek Jahn-Tellar pada LaMnO 3 mengartikan lompatan elektron keluar orbital antara dua site Mn yang dipengaruhi oleh penyelarasan relatif dari spin inti sehingga menjadi maksimum ketika dalam keadaan parallel dan minimum dalam keadaan antiparallel [15] [16]. 11

28 Distorsi Jahn-Teller pada oktahedral MnO 6 perovskite manganit memberikan efek terhadap kelistrikan dan magnetik. Tipe sederhana dari distori ini adalah oktahedral memanjang sepanjang arah orbital dan berkontraksi ke arah orbital [17]. Dengan meningkatnya distorsi pada kisi, struktur kristal akan berubah dari orthorombik ke rhombohedral bergantung variasi x. Distorsi struktur ini mengindikasikan perubahan pada konduksi listrik yang bergantung pada panjang ikatan d Mn-O dan besar ikatan sudut Mn-O-Mn [18]. 2.3 Double Exchange (DE) Double exchange (DE) merupakan mekanisme interaksi spin elektron yang menyebabkan adanya feromagnetisme dan konduksi metalik pada perovskite manganit [19], akibat adanya hoping elektron mangan pada orbital 3d [20]. Pada senyawa LaMnO 3 ion Mn dalam keadaan 3+ dengan konfigurasi 3d 4 dengan tiga elektron menempati tingkat energi t 2g yang membentuk spin inti yang besarnya S = 3/2 oleh kopling Hunds intraatomik yang kuat dan elektron keempat menempati salah satu orbital e g yang mengalami degenerasi energi [21]. Berdasarkan aturan Hunds, pembawa elektron tidak mengubah orientasi spin elektron ketika terjadi lompatan dari ion satu ke ion berikutnya, sehingga elektron-elektron tersebut hanya dapat melompat jika spin dari dua ion paralel [22]. Proses dasar dalam mekanisme DE ini adalah elektron melompati kulit d dari Mn 4+ (d 3, ke Mn 3+ (d 4, melewati oksigen atau dari ion Mn 3+ ke ion Mn 4+ sehingga ion Mn 4+ dan ion Mn 3+ bertukar tempat [23]. 12

29 Gambar 2.4. Skema mekanisme double exchange [24] Dalam kasus atom magnetik, konfigurasi Mn 3+ O 2- Mn 4+ dan Mn 4+ O 2 Mn 3+ mengalami degenerasi jika spin di kedua kulit d adalah paralel. DE selalu bersifat ferromagnetik, tidak seperti superexchange yang melibatkan transfer elektron dan bersifat antiferomagnetik. Jika spin Mn tidak paralel atau jika ikatan Mn-O-Mn tertekuk, transfer elektron akan lebih sulit dan menurunkan mobilitas elektron. Hal ini dapat mempengaruhi kondutivitas, ferromagnetism, dan suhu Currie [22]. 2.4 Diagram Fasa La 1-x (Ba, Sr) x MnO 3 Lantanum manganit banyak mendapat perhatian dari peneliti salah satunya karena fenomena magnetoresistan. Selain itu, terjadi fenomena transisi fasa dari metal ke insulator pada T MI yang disertai dengan adanya transisi fasa magnetik dari ferromagnetik ke paramagnetik pada suhu currie T C. Besarnya nilai substitusi dapat menentukan transisi fasa pada La 1-x (Ba, Sr) x MnO 3. Maka dari itu, sangat perlu mengetahui diagram fasa La 1-x (Ba, Sr) x MnO 3 untuk mendapatkan hasil rekayasa material yang diinginkan. Gambar 2.5 berikut merupakan diagram fasa LBMO. Sergei et al [2] melakukan substitusi ion Ba pada LaMnO 3, dari hasil penelitian tersebut 13

30 diketahui bahwa ketika substitusi ion Ba kecil (x = 0 0.2) bersifat ferromagnetik insulator. Perubahan transisi fasa ferromagnetik ke paramagnetik (T C ) terjadi pada suhu 340 K saat substitusi ion Ba x = 0.5. Gambar 2.5. Diagram fasa LBMO [2] Rao et al melakukan substitusi ion Sr terhadap LaMnO 3 [25], berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa ketika nilai substitusi ion Sr kecil, LSMO akan bersifat insulator. Suhu currie (T C ) LSMO berada sekitar 350 K saat substitusi x mencapai

31 Gambar 2.6. Diagram fasa LSMO [25] 2.5 Sistem Kristal Kristal merupakan susunan atom-atom yang teratur dalam ruang tiga dimensi. Keteraturan susunan atom-atom tersebut terjadi karena harus memenuhi bentuk geometris, ikatan atom, serta susunan atom yang rapat. Struktur kristal terdiri dari sel unit, yaitu unit pengulangan terkecil dari kristal dengan vektor dasarnya Berdasarkan dimensi dan posisi sudut vektor-vektor basis tersebut, kristal dapat dibedakan menjadi tujuh macam sistem kristal [26, 27]. ]Ketujuh sistem kristal tersebut memiiliki kisi bravais, yaitu titik-titik dalam ruang tiga dimensi yang memiliki lingkungan yang serupa. Adapun ketujuh sistem kristal beserta kisi bravaisnya dapat ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut [28]. 15

32 Kubus Tabel 2.2. Sistem kristal Sistem Parameter Kisi Kisi Bravais Simbol Simpel P a = b = c Pusat badan I = 90 Pusat muka C Tetragonal Trigonal/ Rombohedral Heksagonal/ Rombus Ortorhombik Monoklinik Triklinik a = b c a = b = c = 90 Simple Pusat badan 90 < 120 Simpel a = b c = 120 Simpel Simpel a b c Pusat dasar = 90 Pusat badan Pusat muka a b c Simpel Pusat dasar a b c 90 Simple P I P P P C I F P C P Gambar 2.7. Sistem kristal beserta kisi bravais [26] Sistem kristal heksagonal dan trigonal memerlukan sumbu a = b c = 120. Keduanya dapat dideskripsikan dengan sumbu 6-fold dari 16

33 kisi parallel ke sumbu c. Oleh karena itu, pada beberapa tulisan hanya disebutkan enam sistem kristal dengan sistem trigonal merupakan bagian dari heksagonal. Trigonal memiliki keunikan yaitu sel unit trigonal adalah rombohedral [27]. 2.6 Identifikasi X-ray Diffraction (XRD) X-ray Diffraction (XRD) merupakan metode yang tepat untuk mempelajari struktur kristal dengan memanfaatkan interaksi antara sinar-x dengan atom yang tersusun dalam sebuah sistem kristal. Metode ini bersifat tidak merusak dan dapat memberikan informasi struktural pada skala atom [29, 30]. XRD dapat digunakan untuk melihat material kristal tunggal maupun polikristal. Selain itu, Prinsip kerja XRD yaitu seberkas sinar-x ditembakkan pada sampel kemudian berkas tersebut akan dihamburkan oleh atom-atom pada jalur sinar-x yang sedang diukur. Sebaran sinar-x membentuk interferensi konstruktif satu sama lain. Interferensi ini dapat dipelajari dengan menggunakan hukum Bragg untuk menentukan karakteristik material kristal maupun polikristal [31]. Hukum Bragg tersebut dapat dituliskan dengan persamaan 2.2 berikut. dengan adalah panjang gelombang sinar-x, d adalah jarak dan adalah posisi sudut Bragg. Konsep hukum Bragg mengansumsikan bahwa hamburan sinar-x terkonsentrasi pada titk-titik diskrit dan interferensi yang terjadi tidak memberikan hamburan yang signifikan [31]. 17

34 Gambar 2.8. Skema Bragg [31] Dengan XRD juga dapat menentukan ukuran rata-rata dari ukuran kristalin. Paul Scherrer merupakan seorang saintis yang dalam tulisannya mempublikasikan persamaan untuk menentukan rata-rata ukuran kristal, yang mana saat ini dikenal sebagai persamaan Scherrer. Persamaan Scherrer dituliskan dalam bentuk persamaan 2.3 berikut [32] dengan D adalah ukuran kristal, adalah panjang gelombang sinar-x yang diradiasikan, B adalah nilai FWHM dan adalah sudut Bragg. Analisis X-ray Diffraction dapat berupa beberapa parameter, seperti informasi struktur yang berupa sistem kristal dan parameter kisi, karakteristik sampel dan kemurnian sampel. Data hasil pengujian XRD dapat dianalisis dengan berbagai teknik numerik, salah satunya dengan metode rietveld refinements. Metode ini mencocokan (fitting) pola difraksi eksperimental dengan profil kalkulasi dan background. Fit terbaik dicari dari fitting kuadrat terkecil pada semua intensitas secara simultan. Proses rietveld akan terus mengubah parameter 18

35 sampai mencapai ftting terbaik yaitu ketika seluruh pola terhitung (calculation) dan seluruh pola observasi tercapai [33]. Profil puncak menentukan distribusi intensitas pada sistem pendeteksi selama pengukuran. Intensitas kalkulasi (I calc ) sebagai fungsi koordinat sudut mempengaruhi distribusi pencahayaan sepanjang detektor. Distribusi intensitas padadetektor diperlihatkan pada gambar 2.9, dalam kasus spesimen datar dan silindris [34]. Gambar 2.9. Sudut pendeteksi [34] Gambar tersebut menunjukkan bahwa distribusi intensitas menunjukkan asimetris yang melebar ke arah sudut yang lebih rendah. Distribusi intensitas kalkulasi mengindikasikan bahwa terjadi perubahan profil puncak bahkan pada sudut yang relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kelengkungan tersebut berperan dalam membentuk profil puncak [34]. 19

36 Distribusi intensitas puncak sinar-x dapat menentukan kekristalan material, kristal dan amorf. Gambar 2.10 menunjukkan perbedaan intensitas antara kristal (hijau) memiliki intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan amorf (biru). Moreau et al mengungkapkan bahwa ukuran butir pada material dengan intensitas rendah memiliki ukuran rata-rata kristal lebih kecil. Sedangkan material dengan intensitas tinggi, pola puncak difraksi lebih tajam dan menunjukkan ukuran rata-rata kristal lebih besar dibandingkan intensitas puncak difraksi yang rendah dan melebar [35]. Gambar Perbedaan pola intensitas sinar-x, kristal (hijau) dan amorf (biru) [35] 2.7 Pengaruh Substitusi Ion Ba dan Sr pada LaMnO 3 Lantanum manganit (LaMnO 3 ), substitusi Barium lantanum manganit (La 1-x Ba x MnO 3 ), dan substitusi Stronsium lantanum manganit (La 1-x Sr x MnO 3 ) merupakan turunan dari struktur perovskite ABO 3. Struktur kristal LaMnO 3 dapat mengalami distorsi apabila disubtitusikan dengan ion lain karena tiga macam distorsi, yaitu 1) ketidakcocokan antara ukuran kation dengan rongga yang ditempati, 2) kemiringan oktahedral MnO 6 dimana sudut Mn-O-Mn kurang dari 180 dan 3) distorsi Jahn-Teller [36, 37]. 20

37 LaMnO 3 tanpa disubstitusi ion divalent akan memiliki struktur orthorombik pada suhu ruang dan akan menunjukkan transformasi orthorombik atau rombohedral pada suhu 600 o C. Transformasi ini dikaitkan dengan perubahan ion Mn 3+ menjadi ion Mn 4+ ketika LaMnO 3 disubstitusikan dengan ion divalent (Sr 2+, Ba 2+, dan Ca 2+ ). Transisi orthorombik atau rombohedral bergantung pada jumlah Mn 4+ dan pengaruh stokiometri material yang digunakan [10]. Senyawa LaMnO 3 merupakan material antiferomagnetik insulator. Ketika disubstitusikan dengan ion divalent seperti Ba 2+ dan Sr 2+, senyawa tersebut dapat menjadi feromagnetik-metalik ketika berada di bawah suhu Currie T C [38]. Dengan mensubstitusikan ion Ba 2+ pada manganit dapat menunjukkan tatanan feromagnetik dan magnetoresistansi di atas suhu ruang, misalnya senyawa La 0.65 Ba 0.35 MnO 3 (LBMO) memiliki suhu currie T C 362 K [39]. Pada senyawa LSMO keadaan feromagnetik-metal terjadi karena perpindahan pasangan elektron pada orbital e g dengan spin lokal orbital t 2g [40]. Mohamed et al. mensubstitusikan ion Ba 2+ pada senyawa LaMnO 3 kemudian dilakukan X-ray Diffractometer (XRD) untuk mengetahui struktur dan parameter krsital pada senyawa LBMO. Dari hasil XRD tersebut diketahui bahwa senyawa LBMO memiliki pola difraksi sinar-x seperti ditunjukkan pada gambar Adapun struktur kristal yang terbentuk merupakan struktur rhombohedral dengan space group R-3c dan parameter kisi dan. [41] 21

38 Gambar Pola difraksi sinar-x pada LBMO [41] A. Rostamnejadi et al. mensubstitusikan ion Sr 2+ pada senyawa LaMnO 3 dan dihasilkan pola difraksi sinar-x seperti ditunjukkan pada gambar Struktur yang terbentuk yaitu rhombohedral dengan space group R-3c pada suhu ruang dan parameter kisi dan [4]. 22

39 Gambar Pola difrkasi sinar-x dari La 0.67 Sr 0.33 MnO 3 [4] Gambar 2.13 merupakan hasil pola difraksi sinar-x senyawa La 0.67 Ba 0.22 Sr 0.11 MnO 3 dari hasil penelitian yang dilakukan oleh F. Ben Jemma et al [42]. Berdasarkan gambar 2.7 dan gambar 2.8, pola difraksi sinar-x untuk LBSMO memiliki kecenderungan puncak difraksi yang berada pada posisi 2 yang sama. 23

40 Gambar Pola difraksi sinar-x pada LBSMO [42] 2.8 Hukum Ohm dan Hambatan Jenis (Resistivitas) Dalam arus listrik terdapat hambatan listrik yang menentukan besar kecilnya arus listrik. Semakin besar hambatan listrik maka arus listrik yang mengalir semakin kecil untuk suatu beda potensial V. Hal tersebut disebabkan karena adanya interaksi antara elektron dengan atom-atom suatu bahan. George Simon Ohm ( ) menjelaskan hubungan antara kuat arus listrik (I), beda potensial (V), dan hambatan atau resistansi (R) dengan persamaan 2.4 [43]. 24

41 Hubungan antara kuat arus (I) dengan beda potensial (V), serta hubungan antara kuat arus (I) dengan hambatan (R) ditunjukkan dengan grafik pada gambar 2.14 berikut. (a) (b) Gambar Grafik arus dan tegangan untuk (a) konduktor yang mengikuti hukum Ohm, dan (b) alat nonohmik, dalam hal ini dioda [telah diolah kembali] Hubungan antara arus dan beda potensial menunjukkan karakteristik tertentu dari suatu bahan atau benda. Hubungan arus dan beda potensial tersebut disebut dengan current-voltage characteristic atau I-V characteristic yang dapat dibedakan dengan empat jenis seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.15 [44, 45]. 25

42 (a) (b) (c) (d) Gambar Grafik I-V characteristic untuk (a) resistansi besar, (b) resistansi kecil, (c) dioda, dan (d) baterai [telah diolah kembali] Ketika elektron mengalir dalam suatu bahan, elektron tersebut akan mengalami rintangan dari molekul-molekul dan ion-ion dalam konduktor tersebut, sehingga aliran listrik akan mengalami hambatan [45]. Hambatan suatu bahan dengan luas penampang (A) dan panjang (l) serta besar hambatan jenis (resistivitas) suatu bahan dapat dinyatakan dengan persamaan

43 2.9 Metode Sol-Gel Sol-gel merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk sintesis lantanum manganit selain metode solid state. Metode ini telah dilakukan pada pertengahan tahun 1800 dalam penelitian yang dilakukan oleh Ebelman dan Graham mengenai silika gel. Sol adalah suspensi koloid partikel didalam cairan atau larutan [46], sedangkan gel adalah campuran suspensi partikel dengan cairan lain sehingga jaringan sol akan menkadi jaringan gel. Suspensi dari partikel padat atau molekul-molekul koloid dalam larutan dibuat dengan metal alkoksi dan dihidrolisis dengan air sehingga menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam larutan, dan reaksinya merupakan reaksi hidrolisi [47]. Dengan metode sol-gel campuran berbagai komponen pada tingkat molekular dapat dengan mudah dicapai dalam larutan. Beberapa keuntungan metode ini antara lain kemurnian tinggi, homogenitas dan suhu yang digunakan lebih rendah dan hasilnya dapat diperoses untuk membentuk kristal [46]. Terdapat tiga pendekatan untuk untuk membuat sol-gel, metode pertama yaitu gelasi larutan serbuk koloid, metode kedua yaitu hidrolisis dan polikondensasi alkoksi atau perkurosr nitrat dengan pengeringan hypercritical, dan metode ketiga yaitu hidrolisis dan polikondensasi perkusor alkoksi dengan pengeringan di bawah suhu ruang [48]. 27

44 Gambar Skema sintesis metode sol-gel [49] 28

45 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada tanggal Maret s/d Juni 2019 di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Fakultas Sains dan Teknologi Univerisitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Milling dan Laboratorium Furnace Departemen Fisika Universitas Indonesia, Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Puspiptek Serpong. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain breaker glass, timbangan digital, spatula, batang pengaduk, pipet, magnetic strirer, ph indikator, aluminium foil, hot plate, ovev, furnace, krusibel, mortal, termometer, gelas stainless steel, dan alat karakterisasi sampel berupa X-Ray Diffractometer (XRD) dan Cryogenic Magnetocaloric (CM). Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain Lanthanum (III) oxide (La 2 O 3 ), Manganese nitrat tetrahydrate (Mn(NO 3 ) 2.4H 2 O), Barium nitrate (Ba(NO 3 ) 2 ), Strontium nitrate (Sr(NO 3 ) 2 ), Citric acid monohydrate (C 6 H 8 O 7 H 2 O), Nitric acid (HNO 3 ), ammonia solution, dan aquabidest. 29

46 3.3 Tahapan Penelitian Studi literatur Semua prekursor ditimbang sesuai dengan perhitungan stokiometri Prekusor La 2 O 3 ditambahkan aquabidest kemudian ditetesi HNO 3 sambil dipanaskan sampai bening Prekusor (Ba(NO 3 ) 2, Sr(NO 3 ) 2, Mn(NO 3 ) 2.4H2O, C 6 H 8 O 7. H 2 O) dilarutkan dengan aquabidest Campurkan prekusor menjadi satu larutan Panaskan sambil diaduk sampai ± 80 C Tambahkan ammonia solution sampai ph 7 kemudian tunggu hingga terbentuk gel Proses dehidrasi 120 C sampai gel mengering Pra-kalsinasi 650 C selama 6 jam Kalsinasi 1000 C selama 12 jam Kompaksi 10 ton Sintering pada 1200 C selama 12 jam Kesimpulan Analisa dan pembahasan Karakterisasi XRD dan CM Gambar 3.1 Tahapan Penelitian 30

47 1.4 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini dilakukan sintesis lantanum barium manganit dengan mensubstitusikan ion ion Strontium (Sr) dengan persamaan La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3 (x = 0; 0,2; 0,3; dan 0,5) menggunakan metode sol-gel. Sebelum disintesis, semua prekusor dihitung menggunakan persamaan stokiometri untuk masing-masing nilai x sehingga didapat massa prekursor yang digunakan. Setelah semua sampel disintesis, selanjutnya dilakukan proses dehidrasi untuk menghilangkan kadar air pada sampel, proses kalsinasi untuk menghilangkan unsur-unsur organik, dan proses heat treatment sintering selama 12 jam untuk penumbuhan kristal. Setelah sampel selesai disintering, kemudian sampel dikaraterisasi menggunakan X-ray Diffractometer (XRD) untuk mengetahui fasa yang terbentuk serta parameter kristal pada sampel, cryogenic magnetocaloric dengan metode Four Point Probe untuk mengetahui resistansi dan konduktivitas dari material, dan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk menganalisa morfologi sampel Persamaan Stokiometri dan Komposisi Bahan Proses sintesis sampel menggunakan prekursor dengan produk Merck dengan sampel LBSMO memenuhi persamaan umum yaitu La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3 dengan masing-masing susbtitusi x = 0; 0.2; 0.3; dan 0.5. Masingmasing spesifikasi prekursor diperlihatkan pada tabel 3.1 berikut. 31

48 Tabel 3.1. Spesifikasi Prekursor yang digunakan No 1 Nama Senyawa Lanthanum (III) oxide (La 2 O 3 ) Mr (gram/mol) 325,809 Produk Kemurnian Merck 99,99% Manganese nitrat tetrahydrate 2 (Mn(NO 3 ) 2.4H 2 O) 251,0046 Merck 98,5% 3 4 Barium nitrate (Ba(NO 3 ) 2 ) Strontium nitrate (Sr(NO 3 ) 2 ) Citric acid monohydrate 261,3344 Merck 99% 211,6274 Merck 99% 5 (C 6 H 8 O 7.H 2 O) 210,1352 Merck 99.5% Maka berdasarkan bahan-bahan yang digunakan yaitu senyawa La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3 memenuhi persamaan reaksi sebagai berikut. A La(NO 3 ) 3 + B Ba(NO 3 ) 2 + C Sr(NO 3 ) 2 + D Mn(NO 3 ) 2.4H 2 O + E C 6 H 8 O 7.H 2 O F La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) G H 2 O + H CO 2 + I N 2 + J NO 2 Diketahui massa atom relatif dari masing-masing ion pada senyawa La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3 adalah sebagai berikut: 32

49 Tabel 3.2. Atom relatif dari masing-masing ion pada senyawa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 Ion La Mn Ba Sr C H O Ar Kemudian dicari besar massa molekul relatif (Mr) dari prekursor yang digunakan seperti berikut: Tabel 3.3. Massa molekul relatif masing-masing prekursor Prekursor Mr Prekursor Mr La 2 O 3 325,809 Sr(NO 3 ) 2 211,6274 Mn(NO 3 ) 2.4H 2 O 251,0046 C 6 H 8 O 7 H 2 O 210,1352 Ba(NO 3 ) 2 261,3344 Setelah diketahui Mr masing-masing ion, maka selanjutnya menghitung Mr senyawa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 sesuai dengan nilai x (x=0, 0.2, 0.3, dan 0.5). x = 0 x = 0.2 x = 0.3 x =

50 Selanjutnya yaitu menghitung wt% masing-masing ion dengan persamaan: Sehingga wt% yang diperoleh untuk masing-masing ion adalah: Tabel 3.4. wt% masing-masing ion pada senyawa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 X Wt% La Wt% Ba Wt% Sr Wt% Mn Wt% O Massa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 yang dibuat sebanyak 12 gram, sehingga untuk menghitung masing-masing massa ion ditentukan dengan persamaan: Setelah menghitung dengan persamaan 3.2, maka didapatkan massa masingmasing ion sebagai berikut: Tabel 3.5. Massa masing-masing ion X gram La gram Ba gram Sr gram Mn gram O Selanjutnya menghitung wt% ion metal untuk menentukan massa prekursor yang digunakan. Wt% ion metal tersebut dapat ditentukan dengan persamaan: 34

51 Tabel 3.6. wt% ion metal Prekursor Wt% Ion Metal Prekursor Wt% Ion Metal La 2 O Sr(NO 3 ) Ba(NO 3 ) Mn(NO 3 ) 2.4H 2 O Selanjutnya menghitung massa prekursor dapat ditentukan dengan persamaan: Tabel 3.7. Massa prekursor wt% Ion metal x gr La 2 O 3 gr Ba(NO 3 ) 2 gr Sr(NO 3 ) 2 Mn(NO 3 ) 2.4H 2 O Selanjutnya massa timbang prekursor dapat ditentukan dengan persamaan: Sehingga didapat massa prekursor yang digunakan yaitu: Tabel 3.8. Massa prekursor yang digunakan x gr La 2 O 3 gr Ba(NO 3 ) 2 gr Sr(NO 3 ) 2 Mn(NO 3 ) 2.4H 2 O

52 Untuk menghitung massa C 6 H 8 O 7.H 2 O dihitung mol masing-masing ion dengan persamaan: Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 3.9. Mol masing-masing ion x mol La mol Ba mol Sr mol Mn total mol logam Mol sitrat adalah 1.2, Untuk menghitung mol C 6 H 8 O 7 dapat ditentukan dengan persamaan: sehingga didapatkan hasil: Tabel mol C 6 H 8 O 7 x Mol C 6 H 8 O Untuk menghitung massa C 6 H 8 O 7 dapat ditentukan dengan persamaan: sehingga didapat: 36

53 Tabel Massa C 6 H 8 O 7 X Massa C 6 H 8 O 7 (gram) Untuk menentukan massa timbang C 6 H 8 O 7. H 2 O yang digunakan, terlebih dahulu harus diketahui wt% C 6 H 8 O 7, massa C 6 H 8 O 7. H 2 O dengan persamaan: sehingga didapat: Tabel Massa timbang C 6 H 8 O 7.H 2 O massa x timbang wt% C 6 H 8 O 7 gr C 6 H 8 O 7.H 2 O C 6 H 8 O 7.H2 O Massa masing-masing prekursor yang digunakan untuk membuat senyawa La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 diperlihatkan pada tabel 3.13 berikut: 37

54 Tabel Massa prekursor yang digunakan untuk membuat senyawa La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3 X La 2 O 3 (gram) Ba(NO 3 ) 2 (gram) Sr(NO 3 ) 2 (gram) Mn(NO 3 ) 2.4H 2 O (gram) C 6 H 8 O 7.H 2 O (gram) 0 5,6751 3, , , ,7461 3,1892 0, , , ,7832 2,8081 0, , , ,8562 2,0315 1, ,074 26, Sintesis La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 Proses sintesis La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 dengan variasi substitusi x = 0; 0.2; 0.3; dan 0.5 dilakukan menggunakan metode sol-gel. Pertama, semua bahan prekursor ditimbang sesuai dengan perhitungan stokiometri yang diperlihatkan pada tabel 3.13 menggunakan timbangan digital dan breaker glass sebagai wadah. Kemudian semua bahan dilarutkan menggunakan aquabidest. La 2 O 3 ditempatkan pada breaker glass ukuran 250 ml. Setelah itu, panaskan La 2 O 3 dengan hot plate kemudian tetesi dengan nitrid acid sampai berubah warna menjadi bening. Kemudian semua bahan prekursor yang telah dilarutkan dengan aquabidest dicampurkan ke dalam larutan La 2 O 3 sampai suhu larutan mencapai 80 C kemudian tetesi ammonia solution sampai ph 7. Selanjutnya, tunggu larutan tersebut hingga menjadi - gel yang ditandai dengan magnetic bar yang tidak bergerak. 38

55 a b c d Gambar 3.2 (a) La 2 O 3 dilarutkan dengan aquabidest, (b) La 2 O 3 setelah ditetesi nitrit acid, (c) Larutan prekusor setelah ditetesi ammonia solution dengan ph = 2, dan (d) Larutan prekusor ketika ph = 7 [Dokumen pribadi] Setelah sampel selesai disintesis, selanjutnya sampel dioven sampai mengering pada suhu 120 C untuk menghilangkan kadar air sehinggal gel menjadi padatan, proses ini disebut sebagai dehidrasi. Kemudian sampel ditumbuk menggunakan mortar dan dilakukan pra-kalsinasi pada suhu 650 C selama 6 jam untuk menghilangkan unsur-unsur organik. Selanjutnya dilakukan kalsinasi selama 12 jam pada suhu 1000 C. Kemudian dilakukan sintering pada suhu 1200 C selama 12 jam yang bertujuan untuk membentuk kristalin pada sampel. 39

56 a b c d Gambar 3.3 (a) Prekusor yang telah menjadi gel, (b) Hasil proses dehidrasi, (c) Sampel yang telah ditumbuk, (d) Sampel yang telah dikalsinasi, dan (e) Sampel yang telah disintering [dokumen pribadi] e 3.5 Karakterisasi Karakterisasi pada penilitian ini menggunakan X-ray Diffractometer (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), dan Crygonecic magnetocaloric dengan metode four point probe (FPP). 40

57 3.5.1 X-ray Diffractometer (XRD) X-ray Diffractometer (XRD) adalah alat karakterisasi yang digunakan untuk menganalisis fasa yang terbentuk pada sampel dengan memanfaatkan difraksi sinar-x. Selain itu, dapat diketahui pula parameter kristal dari sampel. Suatu sampel apabila ditembak menggunakan sinar-x maka akan terbentuk pola difraksi yang kemudian pola tersebut akan direfinement. Karakterisasi X- ray Diffractometer (XRD) dilakukan di LAB UPP IPD Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Gambar 3.4. Alat karakterisasi X-ray Diffractometer [doumentasi pribadi] 41

58 3.5.2 Cryogenic Magnetometer Untuk mengukur resistivitas sampel, dilakukan pengukuran dengan cryogenic magnetometer dengan metode four point probe (FPP) pada suhu ruang. Hasilnya diperoleh data tegangan sebagai fungsi arus. Pengukuran ini dilakukan di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI Puspiptek Serpong. Gambar 3.6 Cryogenic Magnetometer [dokumentasi pribadi] 42

59 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Karakterisasi X-ray Diffractometer (XRD) Karakterisasi sampel dengan X-ray Diffractometer (XRD) dilakukan dengan meradiasikan Cu K ( ) untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk pada sampel La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 (x = 0; 0.2; 0.3; dan 0.5) serta untuk mengetahui parameter struktur kristal yang terbentuk seperti struktur kristal, space grup, unit cell volume, ukuran kristal dan lainnya. Prinsip kerja XRD yaitu sinar-x dikenakan pada sampel dengan panjang gelombang tertentu sehingga akan terjadi difraksi gelombang yang berjarak d dan sudut 2 yang memenuhi difraksi Bragg. Gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.4 menunjukkan pola difraksi sinar-x dari keempat sampel, dan gambar 4.5 menunjukkan gabungan pola difraksi sinarx dari keempat sampel. 43

60 Gambar 4.1. Pola difraksi sinar-x La 0.7 Ba 0.3 MnO 3 Gambar 4.2. Pola difraksi sinar-x La 0.7 Ba 0.24 Sr 0.06 MnO 3 44

61 Gambar 4.3. Pola difraksi sinar-x La 0.7 Ba 0.21 Sr 0.09 MnO 3 Gambar 4.4. Pola difraksi sinar-x La 0.7 Ba 0.15 Sr 0.15 MnO 3 45

62 Gambar 4.5. Gabungan pola difraksi sinar-x La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 (x = 0; 0.2; 0.3; dan 0.5) Gambar 4.5 merupakan gabungan dari pola difraksi sinar-x La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3 (x = 0; 0.2; 0.3; dan 0.5). Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam membandingkan keempat sampel. Gambar 4.5 menunjukkan adanya perbedaan nilai intensitas yang muncul pada tiap puncak. Intensitas pada sinar-x menunjukkan keteraturan atom-atom pada kristal. Semakin tinggi intensitas yang dihasilkan, maka semakin baik keteraturan atom-atom pada La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3. Berdasarkan gambar 4.5, ketika x = 0 memiliki intensitas tertinggi, dimana senyawa yang terbentuk adalah La 0.7 Ba 0.3 MnO 3. Sedangkan ketika disubstitusikan dengan ion Sr 2+ (x= 0.2, 0.3, dan 0.5), intensitas menunjukkan adanya penurunan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika x = 0 memiliki keteraturan atom paling baik, artinya sampel tersebut bersifat kristalin, dan ketika 46

63 disubstitusikan dengan ion Sr 2+ (x= 0.2, 0.3, dan 0.5) dapat dikatakan bahwa sampel bersifat amorf. Analisis data menggunakan metode rietveld refinement menunjukkan bahwa sampel LBSMO untuk semua nilai x memiliki fasa tunggal dengan struktur rombohedral dan space group R-3c. Tabel 4.1 berikut menunjukkan parameter struktur kristal La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3. Tabel 4.1 Parameter struktur kristal La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 Parameter Kisi x = 0 x = 0.2 x = 0.3 x = 0.5 Struktur Kristal Rombohedral Rombohedral Rombohedral Rombohedral Space grup R-3c R-3c R-3c R-3c a = b ) c ) Volume sel ( ) Discrepancy Factors Rp Wrp GoF Bond length ( d Mn-O Bond angle ( ) <Mn-O-Mn> Bandwidth (u.a) W (10-2 ) Toleransi Goldscmidth T Sampel x = 0 merupakan sampel LBMO tanpa ada subtitusi ion Sr 2+. Dengan bertambahnya substitusi ion Sr 2+ membuat volume sel polikristal 47

64 La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3. mengalami penurunan seperti ditunjukkan pada gambar 4.6. Penurunan ini dapat terjadi karena ion Sr 2+ memiliki jari-jari ion lebih kecil dibandingkan jari-jari ion Ba 2+ sehingga menurunkan jarak antar kisi. Selain itu, perbedaan jari-jari ion juga mempengaruhi besar toleransi Goldscmidth (t) sebagai akibat adanya distorsi pada struktur LaMnO 3 yang disebabkan karena ketidak cocokan antara ukuran jari-jari ion yang disubstitusikan dengan jari-jari ion La. Ukuran jari-jari ion Ba 2+ (1.61 dan ion Sr 2+ (1..44 terlalu besar untuk menempati site-a yaitu La 3+ ( Dengan meningkatnya nilai subtitusi x pada site La 3+, nilai faktor toleransi Goldschmidt s (t) menurun. Hal ini karena ketika nilai substitusi x meningkat, jumlah jari-jari ion pada site A La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 akan menurun dari ke Perbedaan jari-jari ion juga dapat menyebabkan adanya pergeseran puncak dari pola difraksi sinar-x. Gambar 4.7 menunjukkan pergeseran puncak untuk setiap x. Gambar 4.6. Volume cell terhadap substitusi x 48

65 Gambar 4.7. Pergeseran puncak pola difraksi sinar-x La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 Dari gambar 4.7 diketahui bahwa puncak dari pola difraksi sinar-x mengalami pergeseran ke arah sudut yang lebih besar. Pergeseran ini mengindikasikan bahwa sampel LBMO memiliki jarak antar kisi d lebih besar dibandingkan ketika disubstitusi dengan ion Sr 2+ sehingga jarak d mengecil karena kandungan ion Ba 2+ pada senyawa LBSMO berkurang dari senyawa LBMO. Hasil refinement juga menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan ukuran rata-rata kristal seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.8. Ukuran ratarata kristal dihitung menggunakan metode Scherrer yang memenuhi persamaan 2.2. Berdasarkan hasil perhitungan ukuran rata-rata kristal, ketika nilai substitusi x = 0.2 memiliki ukuran rata-rata kristal tertinggi, kemudian akan berkurang ketika substitusi ion Sr 2+ meningkat. 49

66 Gambar 4.8. Ukuran rata-rata polikristal La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 Perhitungan ukuran rata-rata kristal dengan metode Scherrer dapat ditentukan dengan diketahui nilai k = 0.94, panjang gelombang sinar-x yang diradiasikan ( ), FWHM atau B dan cos dari hasil rietveld refinement. Hasil rietveld refinement dan perhitungan ukuran rata-rata kristal dapat diketahui pada tabel 4.2 sampai dengan tabel 4.5 sebagai berikut: Tabel 4.2. Ukuran rata-rata kristal La 0.7 Ba0.3 MnO 3 2 cos FWHM FWHM (deg) (rad) D (nm) Rata-rata

67 Tabel 4.3. Ukuran rata-rata kristal La 0.7 Ba 0.24 Sr 0.06 MnO 3 2 cos FWHM FWHM (deg) (rad) D (nm) Rata-rata Tabel 4.4. Ukuran rata-rata kristal La 0.7 Ba 0.21 Sr 0.09 MnO 3 2 cos FWHM FWHM (deg) (rad) D (nm) Rata-rata Tabel 4.5. Ukuran rata-rata kristal La 0.7 Ba 0.15 Sr 0.15 MnO 3 2 cos FWHM FWHM (deg) (rad) D (nm) Rata-rata Substitusi ion Sr 2+ pada bahan La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 tidak mengubah sistem kristal senyawa LBMO, akan tetapi mengubah parameter kisi sehingga menyebabkan adanya distorsi pada MnO 6. Oleh karena itu, panjang ikatan d Mn-O dan sudut Mn-O-Mn akan mengalami perubahan. Gambar 4.9 menunjukkan perubahan panjang ikatan d Mn-O dan sudut Mn-O-Mn. Semakin besar susbtitusi x, panjang ikatan d Mn-O semakin meningkat dan sudut Mn-O-Mn akan menurun. 51

68 Gambar 4.9. Panjang ikatan d Mn-O dan sudut Mn-O-Mn Sebagaimana yang telah diketahui dari refinement dan nilai faktor toleransi Goldscmidht t (tabel 4.1) bahwa material La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 memiliki sistem kristal rombohedral, maka visualisasi sistem kristal material La 0.7 (Ba 1- xsr x ) 0.3 MnO 3 ditunjukkan pada gambar 4.10 sebagai berikut. Gambar Visualisasi kristal La 0.7 (Ba 1-x Sr x ) 0.3 MnO 3 52

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

Ringkasan Tugas Akhir. : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance

Ringkasan Tugas Akhir. : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance Ringkasan Tugas Akhir Nama, NPM : Siti Maryam, 0806326424 Pembimbing : Budhy Kurniawan Judul (Indonesia) : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance La 1-x Bi x MnO 3 Melalui Proses

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat terutama dalam bidang mikroelektronika atau miniaturisasi peralatan elektronik. Mikroelektronika didorong oleh

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PENGARUH DOPING NI TERHADAP RESISTIVITAS SENYAWA LA0.67SR0.33MN1-XNIXO3

PENGARUH DOPING NI TERHADAP RESISTIVITAS SENYAWA LA0.67SR0.33MN1-XNIXO3 DOI: doi.org/10.21009/spektra.012.08 PENGARUH DOPING NI TERHADAP RESISTIVITAS SENYAWA LA0.67SR0.33MN1-XNIXO3 Utami Widyaiswari 1,a), Budhy Kurniawan 1), Agung Imaduddin 2), Sitti Ahmiatri Saptari 3) 1Departemen

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL La 0.67 Ba 0.33 Mn 1-x Ti x O 3 DENGAN VARIASI X=0; 0.02; 0.04; 0.06 MELALUI PROSES MECHANICAL ALLOYING Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

SINTESIS DAN STRUKTUR KRISTAL BAHAN LaMnO 3 DAN La 0,7 Er 0,3 MnO 3 PEROVSKITE SKRIPSI

SINTESIS DAN STRUKTUR KRISTAL BAHAN LaMnO 3 DAN La 0,7 Er 0,3 MnO 3 PEROVSKITE SKRIPSI SINTESIS DAN STRUKTUR KRISTAL BAHAN LaMnO 3 DAN La 0,7 Er 0,3 MnO 3 PEROVSKITE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Strata satu Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan Bab ini memaparkan hasil dari sintesis dan karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit Sr 2 Mg 1-X Fe x MoO 6-δ dengan x = 0,2; 0,5; 0,8; dan

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

ASPEK STRUKTUR DAN KONDUKTIVITAS La 1-x (Sr,Ca) x FeO 3-δ SEBAGAI BAHAN KATODA PADA SEL BAHAN BAKAR PADATAN TESIS

ASPEK STRUKTUR DAN KONDUKTIVITAS La 1-x (Sr,Ca) x FeO 3-δ SEBAGAI BAHAN KATODA PADA SEL BAHAN BAKAR PADATAN TESIS ASPEK STRUKTUR DAN KONDUKTIVITAS La 1-x (Sr,Ca) x FeO 3-δ SEBAGAI BAHAN KATODA PADA SEL BAHAN BAKAR PADATAN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN Variasi kecepatan stiring 800 rpm, variasi temperatur sintering 700, 800, 900 C Variasi temperatur 700 C = struktur kristal tetragonal, fase nya anatase, no PDF 01-086-1156,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena sifat resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat melayang dalam medan magnet. Kedua sifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 disintesis dengan metode kopresipitasi dengan rasio fasa aktif Cu, promotor ZnO, penyangga dan Al 2 O 3 yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menampilkan bentuk struktur mikro sampel, cuplikan yang terdapat pada sample holder dietsa dengan larutan HCL yang telah diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan HCL pekat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF YUNI SUPRIYATI M 0204066 Jurusan Fisika Fakultas MIPA

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA Pengaruh doping Fe terhadap mikrostruktur dan resistivitas material perovskite La 0.67 Sr 0.33 Mn 1-x Fe x O 3 dengan variasi doping x=0; 0.05 ;0.1 ;0.15 ;0.5 THESIS Diajukan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR

Lebih terperinci

MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN

MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Modul IV ini adalah modul yang akan memberikan gambaran umum tentang kristalografi, pengetahuan tentang kristalografi sangat penting

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi-2223 Dengan Menggunakan Metode Self-Fluks SKRIPSI

Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi-2223 Dengan Menggunakan Metode Self-Fluks SKRIPSI Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi-2223 Dengan Menggunakan Metode Self-Fluks SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 SENIN, 14 MARET 2014 MT 204 SIDANG TUGAS AKHIR TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

Lebih terperinci

Bab III Metoda Penelitian

Bab III Metoda Penelitian 28 Bab III Metoda Penelitian III.1 Lokasi Penelitian Sintesis senyawa target dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Fisik-Material Departemen Kimia, Pengukuran fotoluminesens

Lebih terperinci

Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Pengaruh Konsentrasi Doping Ce (X) Terhadap Sifat Listik Material Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ under-doped M. Saputri, M. F. Sobari, A. I. Hanifah, W.A. Somantri,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI Oleh AHMAD EFFENDI 04 04 04 004 6 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 PEMBUATAN

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Efek Atmosfer Udara dan Oksigen Terhadap Struktur Kristal dan Kristalografi Material Superkonduktor (Bi0,40Pb0,45)Sr2(Ca0,40Y0,70)Cu2Oz

Efek Atmosfer Udara dan Oksigen Terhadap Struktur Kristal dan Kristalografi Material Superkonduktor (Bi0,40Pb0,45)Sr2(Ca0,40Y0,70)Cu2Oz Efek Atmosfer Udara dan Oksigen Terhadap Struktur Kristal dan Kristalografi Material Superkonduktor (Bi0,40Pb0,45)Sr2(Ca0,40Y0,70)Cu2Oz Zahratul Jannah AR Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sintesis material, beberapa hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. Perbaikan kinerja

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895. Karena asalnya tidak diketahui waktu itu maka disebut sinar-x. Sinar-X digunakan untuk tujuan

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI 140310110018 JURUSAN FISIKA OUTLINES : Sinar X Difraksi sinar X pada suatu material Karakteristik Sinar-X Prinsip

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA PEROVSKIT GANDA Sr 2 Mg 1-X Fe X MoO 6-δ SEBAGAI MATERIAL ANODA PADA SEL BAHAN BAKAR DENGAN METODA SOL-GEL

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA PEROVSKIT GANDA Sr 2 Mg 1-X Fe X MoO 6-δ SEBAGAI MATERIAL ANODA PADA SEL BAHAN BAKAR DENGAN METODA SOL-GEL SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA PEROVSKIT GANDA Sr 2 Mg 1-X Fe X MoO 6-δ SEBAGAI MATERIAL ANODA PADA SEL BAHAN BAKAR DENGAN METODA SOL-GEL (Synthesis and Characterization Double Perovskit Compound Sr

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

SINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil Dan Pembahasan Pada bagian ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa-senyawa yang disintesis. Sampel dipreparasi dengan menggunakan proses sonikasi pada campuran material-material

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv v vi viii ix x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

METODA FOTO BACK-REFLECTION LAUE UNTUK MENENTUKAN ARAH SUMBU KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x=0,4)

METODA FOTO BACK-REFLECTION LAUE UNTUK MENENTUKAN ARAH SUMBU KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x=0,4) METODA FOTO BACK-REFLECTION LAUE UNTUK MENENTUKAN ARAH SUMBU KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x=0,4) Agung Imaduddin Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314

Lebih terperinci

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI WULANDARI HANDINI 04 05 04 0716 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur);

01 : STRUKTUR MIKRO. perilaku gugus-gugus atom tersebut (mungkin mempunyai struktur kristalin yang teratur); 01 : STRUKTUR MIKRO Data mengenai berbagai sifat logam yang mesti dipertimbangkan selama proses akan ditampilkan dalam berbagai sifat mekanik, fisik, dan kimiawi bahan pada kondisi tertentu. Untuk memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

PEMBUATAN BATANG PELET La 2-2X Sr 1+2X Mn 2 O7 SEBAGAI BAHAN PENUMBUH KRISTAL TUNGGAL

PEMBUATAN BATANG PELET La 2-2X Sr 1+2X Mn 2 O7 SEBAGAI BAHAN PENUMBUH KRISTAL TUNGGAL PEMBUATAN BATANG PELET La 2-2X Sr 1+2X Mn 2 O7 SEBAGAI BAHAN PENUMBUH KRISTAL TUNGGAL Agung Imaduddin Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Gd 470 Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314 E-mail :

Lebih terperinci

REKAYASA MATERIAL ABSORBER GELOMBANG MIKRO BERBASIS LANTANUM MANGANAT

REKAYASA MATERIAL ABSORBER GELOMBANG MIKRO BERBASIS LANTANUM MANGANAT LAPORAN PENELITIAN KOLEKTIF REKAYASA MATERIAL ABSORBER GELOMBANG MIKRO BERBASIS LANTANUM MANGANAT PENELITI Ketua SITTI AHMIATRI SAPTARI 19770416 200501 2 008 Anggota PRIYAMBODO 19800507 200910 1 002 Pusat

Lebih terperinci