PROFIL LEUKOSIT KAMBING PERANAKAN ETAWAH SETELAH VAKSINASI IRADIASI Streptococcus agalactiae UNTUK PENCEGAHAN MASTITIS SUBKLINIS KUKUH SYIROTOL ICHSAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL LEUKOSIT KAMBING PERANAKAN ETAWAH SETELAH VAKSINASI IRADIASI Streptococcus agalactiae UNTUK PENCEGAHAN MASTITIS SUBKLINIS KUKUH SYIROTOL ICHSAN"

Transkripsi

1 PROFIL LEUKOSIT KAMBING PERANAKAN ETAWAH SETELAH VAKSINASI IRADIASI Streptococcus agalactiae UNTUK PENCEGAHAN MASTITIS SUBKLINIS KUKUH SYIROTOL ICHSAN DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Berjudul Profil Leukosit Kambing Peranakan Etawah setelah Vaksinasi Iradiasi Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Mastitis Subklinis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya tulis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Kukuh Syirotol Ichsan NIM B

4 ABSTRAK KUKUH SYIROTOL ICHSAN. Profil Leukosit Kambing Peranakan Etawah setelah Vaksinasi Iradiasi Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Mastitis Subklinis. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan BOKY JEANNE TUASIKAL. Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing yang dipelihara untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging. Sebagai ternak penghasil susu, kambing PE juga rentan terhadap mastitis subklinis. Di peternakan sapi perah Pulau Jawa, mastitis subklinis biasanya disebabkan oleh Streptococcus agalactiae. Banyak metode yang dikembangkan untuk mencegah mastitis subklinis antara lain meningkatkan higiene sanitasi, teat dipping, dan vaksinasi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keefektifan vaksin untuk mencegah mastitis subklinis yang disebabkan oleh S. agalactiae melalui pengamatan profil leukosit. Kambing yang digunakan adalah kambing sehat dengan usia kebuntingan empat sampai lima bulan yang divaksin dua sampai tiga kali dengan interval 2 minggu. Volume vaksin yang digunakan adalah 2 ml yang mengandung 10 8 cfu/ml S. agalactiae. Sampel darah yang digunakan diambil satu minggu setelah vaksinasi. Sampel darah yang diperoleh dibuat menjadi preparat ulas darah yang diwarnai dengan Giemsa dan diamati profil leukosit (nilai relatif dan jumlah) di bawah mikroskop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada posvaksinasi I nilai relatif dan jumlah limfosit dari kambing perlakuan lebih tinggi dari kontrol dan berbeda nyata pada (73.67±2.05% dan 5230±87 sel/µl) begitupun pada posvaksinasi III (66.00±4.08% dan 5676±1520 sel/µl). Hal ini menunjukkan telah terbentuk imun sekunder terhadap S. agalctiae penyebab mastitis subklinis. Kata kunci: kambing Peranakan Etawah (PE), profil leukosit, Streptococcus agalactiae, vaksin iradiasi. ABSTRACT KUKUH SYIROTOL ICHSAN. Leucocytes Profile of Etawah Cross Breed Goat as a Response to Irradiated Vaccine Streptococcus agalactiae to Prevent Subclinical Mastitis Supervised by SRI ESTUNINGSIH and BOKY JEANNE TUASIKAL. Etawah cross breed goat was domesticated to fulfill human need on meat and milk. As a dairy milk producer etawah cross breed goat is susceptible to subclinical mastitis. Subclinical mastitis is often caused by Streptococcus agalactiae. Several methods had been developed to prevent subclinical mastitis, i.e., promoting sanitation and higiene, teat dipping, and vaccination. The objective of this reseach was to identify the efectiveness of irradiated vaccine S. agalactiae to prevent subclinical mastitis caused by S. agalactiae through observation of leucocytes profile. This research used pregnant healthy goats with four until five months gestation that were vaccinated three times with interval of 2 weeks. The vaccine volume used was 2 ml and contain 10 8 cfu/ml S. agalactiae administerated by subcutaneous route. The blood samples of 9 pregnant Etawah cross breed goats (5 vaccinated goats and 4 control goats) were taken out every one week post vaccinated. Samples were prepared to be blood smear preparation and stained with

5 Giemsa and examined on leucocytes profile (relative value and total value). This study showed that limphocytes from treated etawah cross breed goats were higher than control. Relative and total value of lymphocytes in prevactination were significantly different (P<0.05) (73.67±2.05% and 5230±87 cell/µl) also postvactination 3 rd (66.00±4.08% and 5676±1520 cell/µl). The study concluded that the secondary immune response from vaccination program already formed to prevent subclinical mastitis in etawah cross breed goat caused by S. agalactiae. Keywords: etawah cross breed goat, irradiation vaccine, leucocytes profile, Streptococcus agalactiae.

6

7 PROFIL LEUKOSIT KAMBING PERANAKAN ETAWAH SETELAH VAKSINASI IRADIASI Streptococcus agalactiae UNTUK PENCEGAHAN MASTITIS SUBKLINIS KUKUH SYIROTOL ICHSAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat-nya maka karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah Profil Leukosit Kambing Peranakan Etawah setelah Vaksinasi Iradiasi Streptococcus agalactiae untuk Pencegahan Mastitis Subklinis. Dengan segala syukur dan berbahagia, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr Drh Sri Estuningsih, MSi APVet dan Dr Drh Boky Jeanne Tuasikal, MSi selaku pembimbing yang selalu mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. Demikian pula ucapan terima kasih kepada Bapak Drh Candra yang membantu dan membimbing dalam pengambilan sampel di lapang. Orang tua dan keluarga yang selalu memberi dukungan dan nasihat selama penulis melalui jenjang sarjana. Ibu Dr Drh Eva Harlina sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu menyediakan waktu untuk berbagi keluh kesah selama jenjang sarjana. Ibu Dr Drh Anita Esfandiari, MSi selaku dosen penilai dalam seminar skripsi. Bapak Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi dan Dr Drh I Ketut Murdite Adyane, MSi, PAVet sebagai dosen penguji skripsi. Sahabat-sahabat terbaik Acromion FKH 47 Mohammad Zaenal Abidin Mursyid, Intan Pandini Restu Mukti, Hidayati, Fitri Aprian Harjo, Novan Eko Kurniawan, Denny Putra Romadhon, Fahmi Khairi, Tri Handoko Lasrianto, Mariska Ramdhianti, Rahmad Arsy, Tri Apriyadi Hidayat, I Nengah Donny Artika, Fredi Praja Himawan, Eling Purwanto, Irene Soteriani Uren, Risti Laily, dan teman-teman lain yang selalu memberikan semangat. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat Bogor, Januari 2015 Kukuh Syirotol Ichsan

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Kambing Peranakan Etawah 2 Mastitis 3 Streptococcus agalactiae 4 Vaksin Iradiasi Sinar Gamma 4 Leukosit 5 METODE 7 Waktu dan Tempat Penelitian 7 Bahan dan Alat 8 Prosedur Analisis Data 10 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 16 DAFTAR PUSTAKA 16 Riwayat Hidup 19

13 DAFTAR TABEL 1 Perbandingan komposisi susu kambing dan susu sapi 3 2 Jadwal pengambilan darah dan vaksinasi iradiasi S. agalactiae kambing PE perlakuan dan pengambilan darah kambing kontrol 9 3 Hasil pengamatan jumlah leukosit kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kontrol 10 4 Hasil pengamatan neutrofil kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol 11 5 Hasil pengamatan monosit kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol 12 6 Hasil pengamatan limfosit kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol 13 7 Hasil pengamatan eosinofil kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol 15 DAFTAR GAMBAR 1 Kambing PE jantan 2 2 Kambing PE betina 3 3 Ambing mastitis pada kambing PE 4 4 Neutrofil 5 5 Eosinofil 6 6 Basofil 6 7 Limfosit 7 8 Monosit 7 9 Pengambilan darah dari Vena jugularis Morfologi neutrofil kambing PE perlakuan Morfologi monosit kambing PE perlakuan Morfologi limfosit kambing PE perlakuan Morfologi eosinofil kambing PE perlakuan 15

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing peranakan etawah (PE) adalah salah satu jenis kambing yang dapat dimanfaatkan daging dan susunya. Kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang dengan Kambing Etawah (Sudono dan Abdulgani 2002). Produksi susu kambing PE berkisar L per ekor per hari. Karakteristiknya berwarna putih, globul lemak kecil, protein lunak, kandungan kalsium, fosfor, vitamin A, E, B kompleks yang tinggi, dan proporsi asam lemak rantai pendek dalam jumlah yang relatif tinggi sehingga mudah dicerna (Ceballos et al. 2009). Mastitis subklinis pada sapi perah di Pulau Jawa sering disebabkan oleh Streptococcus agalactiae atau Staphylococcus aureus (Sugiri dan Anri 2010). Seperti halnya sapi perah, kambing PE juga rentan terhadap kejadian mastitis. Mastitis dapat terjadi karena sanitasi kandang yang buruk atau pemerahan yang tidak higienis. Mastitis pada kambing mengakibatkan penurunan produksi susu sekitar 10 25%, kematian anak karena tidak mendapatkan kolostrum, peningkatan biaya pengobatan, meningkatnya jumlah hewan yang harus dikeluarkan, dan susu ditolak di pasaran karena jumlah sel somatik (JSS) lebih tinggi dari normal dan mengandung patogen (Leitner et al. 2004). Hasil penelitian Mc Dougall et al. (2002) menyatakan bahwa kambing penderita mastitis subklinis apabila JSS mencapai jumlah 1x10 6 sel/ml. Berdasarkan JSS dalam susu, maka kejadian mastitis subklinis pada kambing berkisar 9 50% (Sanchez et al. 2007). Mastitis dapat dicegah melalui penerapan manajemen pemeliharaan yang baik, pemerahan yang baik dan higienis, melakukan teat dipping, dan penggunaan antibiotik. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan vaksin yang berasal dari bakteri penyebab mastitis tersebut (Lindahl et al. 2005). Saat ini sedang dikembangkan vaksin untuk mencegah mastitis subklinis yakni vaksin iradiasi menggunakan sinar gamma. Radiasi adalah emisi (pancaran) dan perambatan energi melalui materi atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel. Sedangkan iradiasi merupakan istilah yang digunakan untuk aplikasi radiasi (BATAN 2008). Vaksin iradiasi mampu melemahkan agen patogen tanpa menghilangkan daya imunogeniknya dan mampu meningkatkan kekebalan pada hewan coba (Smith 1992). Sebelumnya pernah dikembangkan vaksin dengan iradisasi yakni Venezuelan equine ensephalitis, Lysteria monocytogenes, dan influenza (Tuasikal et al. 2012). Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah: 1. Apakah vaksin iradiasi S. agalactiae dapat menjadi solusi untuk mencegah mastitis subklinis pada kambing PE? 2. Apakah dosis yang digunakan efektif untuk membentuk antibodi terhadap S. agalactiae pada kambing PE?

16 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil leukosit (nilai total leukosit diferensiasi jenis leukosit, dan jumlah masing-masing jenis leukosit) kambing PE setelah vaksinasi iradiasi Streptococcus agalactiae untuk pencegahan mastitis subklinis. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang profil leukosit sebagai respon terhadap vaksin iradiasi S. agalctiae pada kambing PE dan mengetahui keefektifan vaksin tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Kambing Peranakan Etawah Kambing peranakan etawah (PE) merupakan persilangan kambing kacang dan kambing etawah (Sudono dan Abdulgani 2002). Kambing jantan berbadan besar, tinggi gumba cm, bobot dapat mencapai 91 kg sedangkan betina tinggi gumbanya dapat mencapai 92 cm serta memiliki berat tubuh di bawah jantan ±63 kg, dan kambing jantan maupun betina memiliki telinga panjang cm. Masa kebuntingan antara hari, dewasa kelamin usia empat bulan (Kartinaty dan Gufroni 2010). Kambing PE dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Subfamili : Caprinae Genus : Capra Spesies : Capra aegagrus Subspecies : Capra aegagrus hircus Gambar 1 Kambing PE jantan (Sutama 2011)

17 3 Gambar 2 Kambing PE betina (Sutama 2011) Produksi susu kambing PE L per ekor/ hari. Globul lemak lebih kecil, protein lebih lunak, kandungan kalsium, fosfor, vitamin A, E, dan B kompleks yang tinggi. Susu kambing perah dapat dikonsumsi oleh orang yang alergi susu sapi (Blakely dan Bade 1991). Tabel 1 Perbandingan komposisi susu kambing dan susu sapi Hewan Air (%) Lemak (%) Sumber: Blakely dan Bade (1991). Protein (%) Laktosa (%) Mineral (%) Bahan Padat Tanpa Lemak (%) Total Bahan Padat (%) Kambing Sapi Mastitis Mastitis merupakan penyakit yang banyak dialami oleh ternak penghasil susu. Mastitis dibedakan menjadi dua yakni mastitis klinis dan subklinis. Gejala dari mastitis klinis adalah ambing menjadi panas, bengkak, mengeras, dan dihasilkan susu yang yang mengandung darah. Penyebab mastitis subklinis pada sapi di pulau Jawa sering disebabkan oleh Streptococcus agalactiae atau Staphylococcus aureus (Sugiri dan Anri 2010). Kejadian mastitis klinis pada kambing perah sebesar 25.5% terjadi setelah melahirkan atau 40 hari pasca melahirkan (Mc Dougall et al. 2002). Mastitis pada kambing mengakibatkan penurunan produksi susu sekitar 10 25%, kematian anak karena tidak mendapatkan kolostrum, peningkatan biaya pengobatan, meningkatnya jumlah hewan yang harus dikeluarkan, dan susu ditolak di pasaran karena jumlah sel somatik (JSS) lebih tinggi dari normal dan mengandung patogen (Leitner et al. 2004). Hasil penelitian Mc Dougall et al. (2002) menyatakan bahwa kambing penderita mastitis subklinis apabila JSS mencapai jumlah 1x10 6 sel/ml dan tidak menunjukkan gejala klinis. Berdasarkan JSS dalam susu, maka kejadian mastitis subklinis pada kambing berkisar 9 50% (Sanchez et al. 2007). Pencegahan penyebaran mastitis dapat dilakukan dengan penerapan manajemen pemeliharaan yang baik, pemerahan yang higienis, melakukan teat dipping dengan menggunakan Sodium hipoklorat setelah pemerahan, dan

18 4 pemeriksaan jumlah sel somatik pada periode laktasi normal. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan vaksin yang berasal dari bakteri penyebab mastitis tersebut, misalnya S. agalactiae (Lindahl 2005). Gambar 3 Ambing mastitis pada kambing PE (Suwito dan Indrajulianto 2013) Streptococcus agalactiae Menurut Lehmann and Neumann (1896) S. agalactiae diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Lactobacillales Famili : Streptococcaceae Genus : Streptococcus Spesies : Streptococcus agalactiae Karakteristik Streptococcus agalactiae adalah diplococcal, gram positif, nonmotil, tidak membentuk spora, memproduksi kapsul polisakarida, dan mampu bertahan pada temperatur tinggi. Bakteri ini dikelompokkan dalam grup B Streptococcus (GBS), yang merupakan satu dari empat beta-hemolityc streptococci. Faktor virulensi S. agalactiae berasal dari produk ekstraseluler yakni kapsul polisakarida, protein permukaan, dan protein yang disekresikannya. Komponen lainnya adalah hemaglutinin yang berperan sebagai adhesin (Wahyuni et al. 2006). Kemampuan menempel pada permukaan epitel mamae, lebih penting daripada invasi hal ini menyebabkan tidak ada perubahan yang kasat mata (Wibawan et al. 1998). Vaksin Iradiasi Sinar Gamma Vaksin adalah suatu suspensi atau substansi mikroorganisme yang digunakan untuk menginduksi terbentuknya sistem imun. Vaksinasi merupakan suatu usaha meningkatkan imunitas orang atau hewan terhadap invasi mikroorganisme patogen atau toksinnya. Jenis vaksin yang tersedia di pasaran yakni live vaccine, killed vaccine, vaksin toksoid, vaksin rekombinan, dan vaksin DNA (Radji 2010). Radiasi adalah emisi (pancaran) dan perambatan energi melalui materi atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel. Sedangkan iradiasi merupakan istilah yang digunakan untuk aplikasi radiasi. Ada tiga jenis radiasi yang

19 5 ada yakni radisai partikel bermuatan (alfa, beta, proton, dan elektron), radiasi partikel tidak bermuatan (neutron), dan radiasi gelombang elektromagnetik (sinar X dan sinar gamma) (BATAN 2008). Sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek, dipancarkan oleh isotop radioaktif sebagai inti bentuk tidak stabil, dan meluruh untuk mencapai bentuk stabil. Vaksin iradisai sinar gamma merupakan vaksin yang dibuat dengan memanfaatkan radiasi untuk melemahkan agen patogen tanpa merusak dinding selnya, target utama adalah bagian DNA yang merupakan sumber informasi genetik sel. Perubahan genetik sel akan berakibat pada terganggunya kinerja atau kematian sel, sehingga antigen tetap memiliki daya imunogenik dan mampu meningkatkan kekebalan pada hewan coba (Smith 1992). Keunggulan vaksin jenis ini adalah dapat mengaktifkan seluruh fase sistem imun, meningkatkan respon imun terhadap seluruh antigen, durasi imunisitas lebih panjang, biaya lebih murah, lebih cepat menimbulkan respon imunitas, mudah dibawa ke lapangan, dapat mengurangi wild type (Tatriana dan Sugoro 2007). Saat ini sudah ada beberapa vaksin yang dibuat dengan metode ini yakni vaksin Venezuelan eqiune enchepahalitis, Lysteria monocytogenes, dan vaksin influenza (Tuasikal et al. 2012). Leukosit Leukosit terdiri dari lima jenis yakni neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Jumlah leukosit normal kambing adalah sel/µl (Lawhead dan James 2007). Neutrofil Neutrofil berfungsi sebagai fagosit dan penghancur mikroorganisme oleh enzim fagosom atau oleh organel peroksisom. Neutrofil dewasa memiliki inti bergelambir 3 5, sitoplasma kelabu pucat dan mengandung butir halus. Masa hidup neutrofil yang tidak aktif pada sistem sirkulasi sekitar 4 10 jam sedangkan yang telah bermigrasi bertahan selama 1 2 hari (Guyton dan Hall 2006). Jumlah neutrofil pada kambing normal adalah sel/µl (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 30 48% (Latimer et al. 2003). Gambar 6 Neutrofil (Harvey 2001) Eosinofil

20 6 Eosinofil memiliki granul merah dan bergelambir dua. Eosinofil berperan mengatur peradangan, melawan parasit, dan reaksi alergi. Eosinofil membunuh parasit dengan melepaskan enzim hidrolitik dan lisosom, melepaskan oksigen reaktif, serta melepaskan polipeptida bersifat larvasidal. Jumlah eosinofil normal kambing adalah sel/µl (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 1 8% (Latimer et al. 2003). Gambar 7 Eosinofil (Harvey 2001) Basofil Basofil bersitoplasma biru gelap, dipenuhi granul dengan inti bersegmen. Basofil jumlahnya tinggi pada keadaan alergi. Basofil melepaskan heparin ke dalam sirkulasi darah seperti halnya sel mast. Hal ini terjadi karena antibodi yang berperan dalam reaksi alergi (IgE) memiliki kemampuan untuk menempel pada sel mast dan basofil, kemudian melepaskan histamin, bradikinin, serotonin, heparin, slowreacting substance of anaphylaxis, dan enzim lisosomal (Guyton dan Hall 2006). Jumlah basofil normal kambing adalah sel/µl (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 0 1% (Latimer et al. 2003). Gambar 8 Basofil (Harvei 2001) Limfosit Limfosit memiliki dua bentuk yakni limfosit besar dan kecil. Limfosit besar merupakan bentuk muda dan limfosit kecil merupakan bentuk dewasa. Limfosit banyak ditemukan pada organ limfoid yakni tonsil, limfonodus, limpa, dan timus. Masa hidup limfosit berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahuntahun (Guyton dan Hall 2006). Dalam sistem pertahanan limfosit dibedakan menjadi dua yakni limfosit B dan limfosit T. Limfosit B berkembang dan dewasa di bone marrow berperan sebagai pertahanan humoral sedangkan limfost T

21 7 bertindak sebagai pertahan seluler. Jumlah normal limfosit pada kambing adalah sel/µl (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 50 70% (Latimer et al. 2003). Gambar 9 Limfosit (Harvei 2001) Monosit Monosit diproduksi oleh sumsum tulang kemudian menuju aliran darah akhirnya menuju ke jaringan menjadi makrofag. Fungsi utama monosit dalam sistem imun yaitu merespon adanya tanda-tanda inflamasi dengan cara bergerak cepat (kira-kira 8 12 jam) ke tempat yang terinfeksi, membentuk protein dari suatu komplemen, dan mengeluarkan substansi yang mempengaruhi proses peradangan kronik (Guyton and Hall 2006). Diameter monosit μm, inti berbentuk tapal kuda atau oval. Jumlah normal monosit kambing adalah sel/µl (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 0 4% (Latimer et al. 2003). Gambar 10 Monosit (Harvey 2001) METODE Waktu dan Tempat Penelitian Vaksin dibuat di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Pengambilan darah kambing dilakukan tanggal 14 November 2012 sampai 21 Maret 2013 sedangkan vaksinansi tanggal 20 November, 4 dan 21 Desember 2012 di peternakan kambing PE Bangun Dioro Farm, Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor. Interval pengambilan darah satu minggu setelah vaksinasi. Pengamatan diferensiasi leukosit tanggal 29 Agustus 2013 sampai 3 Juli 2014 di Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan perhitungan jumlah leukosit dilakukan di BATAN.

22 8 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 9 ekor kambing PE yang sehat secara klinis usia kurang lebih 2 tahun (5 ekor perlakuan dan 4 ekor kontrol) usia kebuntingan empat sampai lima bulan (pemeriksaan kebuntingan dengan ultrasonografi (USG)), obat cacing, antibiotik, vaksin iradiasi S. agalactiae, pakan kambing, pewarna Giemsa, larutan turk, reagen California Mastitis Test (CMT), IPB 1 Mastitis Test, alkohol 70%, minyak imersi, xylol, metanol, dan vitamin B kompleks. Alat yang digunakan adalah tabung penampung darah dengan heparin, jarum 22 G, syringe 3 ml, USG, distrene plasticiser xylene (DPX) mountant, counting chamber Neubauer, cover glass, object glass, boks preparat, kapas, tisu, pipet tetes, kamera digital, komputer, mikroskop Olympus, kamera digital electronic eyepiece MD- 130, dan software SPSS 16. Persiapan Bahan Vaksin dibuat oleh BATAN. Bahan dasar vaksin adalah bakteri S. agalactiae 10 8 cfu/ml yang diiradiasi dengan sinar gamma krad/jam. Vaksin yang digunakan sebanyak 2 ml/ekor secara subkutan di regio gumba (Tuasikal et al. 2012). Vaksinasi dilakukan sebanyak tiga kali pada usia kebuntingan 4 sampai 5 bulan. Persiapan Hewan Percobaan Jumlah kambing PE yang digunakan dalam penelitian sebanyak 9 ekor kambing betina bunting usia empat sampai lima bulan (5 ekor perlakuan dan 4 ekor kontrol) sebelumnya dilakukan USG, uji CMT, pretreatment menggunakan antibiotik, obat cacing (albendazole), dan vitamin B kompleks. Penomoran kambing perlakuan (20, 22, 35, 68, dan 69) sedangkan untuk kontrol (1, 3, 6, dan 32). Bobot kambing antara ±25.5 kg. Vaksinasi pertama dilakukan pada minggu ketiga usia kebuntingan 4 bulan dan dilakukan booster dengan interval setiap 2 minggu sekali (minggu pertama dan minggu ke tiga kebuntingan 5 bulan). Vaksinasi dihentikan jika kambing sudah melahirkan.

23 9 Tabel 2 Jadwal pengambilan darah dan vaksinasi iradiasi S. agalactiae kambing PE perlakuan dan pengambilan darah kambing kontrol Nomor Kambing Kebuntingan 4 Bulan Minggu ke- Kebuntingan 5 Bulan Minggu ke- Laktasi Minggu ke X X 22 X X 35 X X 68 X X X 69 X X X Keterangan : = Pengambilan darah X= Vaksinasi Kambing no. 20 melahirkan 10 Desember 2012, no. 22 melahirkan 9 Desember 2012, no. 35 melahirkan 18 Desember 2012, no. 68 melahirkan 30 Desember 2012, no.69 melahirkan 25 Desember 2012, Kambing kontrol (1, 3, 6, dan 32) mengalami keguguran. Pengambilan Sampel Darah Pengambilan darah dilakukan dari Vena jugularis 1 minggu setelah vaksinasi. Setelah Vena jugularis ditemukan, bagian yang akan ditusuk disucihamakan dengan alkohol 70%. Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung penampung dengan antikoagulan heparin. Gambar 11 Pengambilan darah dari Vena jugularis Pembuatan Sediaan Ulas Darah dan Diferensiasi Leukosit Darah diteteskan pada ujung object glass kemudian diulas dengan object glass lain. Setelah kering dilanjutkan fiksasi selama 5 menit dalam metanol. Setelah difiksasi, object glass direndam dalam zat warna Giemsa selama 30 menit,

24 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan sampai kering. Sediaan ulas darah yang telah diwarnai kemudian diamati di bawah mikroskop perbesaran obyektif 100X dan okuler 10X untuk menghitung diferensiasi leukosit hingga jumlah total yang teramati mencapai jumlah 100. Jumlah masing-masing jenis leukosit ditentukan dengan cara mengalikan persentase tersebut dengan jumlah total leukosit (Eggen et al. 2001). Selama proses diferensiasi leukosit difoto menggunakan kamera digital electronic eyepiece MD-130 yang terhubung secara langsung dengan komputer. Prosedur Analisis Data Data yang diperoleh dinyatakan dalam rataan dan simpangan baku masingmasing kelompok diolah dengan Microsoft Excel 2013 dilanjutkan analisis of varriance (ANOVA) one way menggunakan SPSS 16, dan uji post hoc Duncan untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan pada P<0.05 (Singgih 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh jumlah leukosit pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil pengamatan jumlah leukosit kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol Pengambilan Jumlah Leukosit (sel/µl) darah Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Prevaksinasi 8966±946 a 8633±879 a Posvaksinasi I 7100±244 a 7366±339 a Posvaksinasi II 7666±736 a 8466±899 a Posvaksinasi III 8600±1557 a 8266±2015 a Dua minggu posvaksinasi III 9066±262 a 9333±618 a Nilai normal sel/µl ( Lawhead dan James 2007) *Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (p<0.05). Jumlah leukosit prevaksinasi kambing perlakuan adalah 8966±946 sel/µl lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yakni 8633±879 sel/µl. Hal yang berbeda ditunjukkan pada posvaksinasi I, jumlah leukosit kambing perlakuan mengalami penurunan dan lebih rendah dari nilai kontrol. Penurunan jumlah leukosit kambing perlakuan terjadi karena limfosit dimobilisasi ke jaringan limfoid untuk pembentukkan antibodi yang memerlukan waktu 3 14 hari selain itu neutrofil dimobilisasi ke jaringan tempat penyuntikan vaksin (Lawhead dan James 2007). Peningkatan jumlah leukosit kambing perlakuan terjadi secara berturut-turut dari posvaksinasi II, III, dan dua minggu posvaksinasi III. Hal ini terjadi karena

25 11 telah dilakukan booster, sehingga terbentuk imun sekunder terhadap antigen (Radji 2010). Selain itu pengambilan darah posvaksinasi III merupakan akhir kebuntingan, yang menyebabkan terjadinya stres. Stres mengakibatkan meningkatnya kadar kortisol sehingga jumlah neutrofil meningkat yang menyebabkan jumlah leukosit meningkat pula. Keadaan ini disebut sebagai leukositosis kortikosteroid (Stocham dan Scott 2008). Neutrofil Penyuntikan vaksin akan memicu sel-sel pertahanan tubuh yakni neutrofil dan makrofag untuk memfagosit agen. Neutrofil merupakan leukosit yang pertama berperan dalam melawan infeksi (Radji 2010). Hasil pengamatan tertera pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengamatan neutrofil kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol Nilai Relatif (%) Jumlah Neutrofil (sel/µl) Pengambilan Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Darah Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Prevaksinasi 26.67±0.57 b 36.33±18.23 b 2331±350 b 3136±948 b Posvaksinasi I 18.67±2.08 b 42.00±17.69 c 1325±190 b 3094±949 c Posvaksinasi II 19.00±1.15 a 32.33±7.09 a 1456±228 a 2737±607 a Posvaksinasi 25.67±6.02 c 47.33±5.50 d 2207±168 c 3912±1630 d III Dua minggu posvaksinasi III Nilai normal 38.33±12.74 c 34.00±12.49 c 3475±1012 c 3173±1033 c 30 48% (Latimer et al. 2003) sel/µl (Lawhead dan James 2007) *Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (p<0.05) Nilai relatif neutrofil kambing perlakuan prevaksinasi adalah 26.67±0.57% lebih rendah dari kontrol dan di bawah nilai normal. Namun, jumlahnya masih dalam kisaran nilai normal (2331±350 sel/µl). Meningkatnya jumlah neutrofil dapat dipengaruhi faktor stres saat handling (Nwiyi et al. 2000). Nilai relatif neutrofil kambing perlakuan posvaksinasi I 18.67±2.08% lebih rendah dibandingkan dengan prevaksinasi dan berbeda nyata dengan kontrol (p<0.05). Hal ini terjadi karena neutrofil banyak dimobilisasi ke jaringan tempat disuntikkan vaksin. Neutrofil memiliki kemampuan untuk berpindah ke jaringan yang diserang oleh mikroorganisme (Lawhead dan James 2007). Nilai relatif neutrofil kambing perlakuan posvaksinasi II mengalami peningkatan yakni 19.00±1.15%, namun tidak berbeada nyata dengan kontrol (P>0.05). Nilai relatif neutrofil posvaksinasi III juga mengalami peningkatan yakni 25.67±6.02%. Hal ini dapat terjadi karena saat itu merupakan masa akhir kebuntingan yang memicu stres. Stres mengakibatkan tingginya kadar kortisol dalam darah sehingga jumlah leukosit

26 12 utamanya neutrofil meningkat melalui pelepasan neutrofil dari sumsum tulang masuk ke dalam aliran darah dan menghambat migrasi neutrofil dari sirkulasi darah menuju jaringan (Colville dan Bassert 2008). Nilai relatif neutrofil kambing perlakuan kembali meningkat pada dua minggu posvaksinasi III yakni 38.33±12.74% namun masih normal. Gambar 12 Morfologi neutrofil kambing PE perlakuan, bar= 5 µm Monosit Selain neutrofil, leukosit yang mampu memfagosit adalah makrofag. Makrofag adalah monosit yang telah bermigarasi ke jaringan (Guyton dan Hall 2006). Hasil pengamatan tertera pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pengamatan monosit kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol Nilai Relatif Monosit (%) Jumlah Monosit (sel/µl) Pengambilan Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Darah Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Prevaksinasi 8.00±3.46 a 4.33±1.15 a 717±418 a 373±118 a Posvaksinasi I 6.67±4.51 a 5.67±3.05 a 473±36 a 417±199 a Posvaksinasi II 6.00±1.73 a 3.33±1.15 a 460±173 a 281±94 a Posvaksinasi 7.00±0.00 a 5.67±2.31 a 602±90 a 468±317 a III Dua minggu posvaksinasi III Nilai normal 3.67±3.05 a 6.00±3.46 a 332±237 a 559±343 a 0 4% (Latimer et al. 2003) sel/µl ( Lawhead dan James 2007) *Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (p<0.05) Nilai relatif monosit kambing perlakuan prevaksinasi adalah 8.00±3.46% lebih tinggi dari kontrol. Monosit tinggi pada keadaan peradangan, neoplastik, dan serangan agen infesksius (leishmaniasis, histoplasmosis, dan Eehrlichiosis) (Harvey dan John 2001). Nilai relatif monosit mengalami penurunan pada posvaksinasi I menjadi 7.67±4.51% begitupun posvaksinasi II menjadi 6.00±1.73%, karena monosit dimobilisasi ke subkutan di daerah gumba untuk memfagosit agen yang disuntikkan menjadi makrofag. Makrofag yang banyak

27 13 terkonsentari di jaringan menyebabkan jumlah monosit yang ada di sirkulasi berkurang (Radji 2010). Mekanisme terbentuknya antibodi pada vaksinasi diawali dengan antigen yang disuntikkan ke jaringan. Makrofag berubah menjadi antigen presenting cell (APC) setelah memfagosit antigen. Nilai relatif monosit kembali mengalami kenaikan saat posvaksinasi III yakni 7.00±0.00%. Hal ini menunjukkan telah terbentuk imun sekunder. Makrofag merupakan salah satu bentuk dari respon imun selular, dimana aktivitas makrofag sangat dipengaruhi oleh interferon dan interleukin yang dihasilkan oleh sel T. Umumnya antingen mikroba maupun antigen yang terlarut disajikan oleh makrofag kepada sel T-helper, sehingga, monosit diproduksi dalam jumlah banyak dan cepat untuk dimobilisasi ke jaringan menjadi makrofag (Radji 2010). Nilai relatif monosit kembali mengalami penurunan pada dua minggu posvaksinasi III yakni 3.67±3.05%, namun masih normal 0 4% (Latimer et al. 2003). Gambar 13 Morfologi monosit kambing PE perlakuan, bar= 5 µm Limfosit Limfosit merupakan leukosit yang berperan dalam pembentukan antibodi (Radji 2010). Hasil pengamatan tertera pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pengamatan limfosit kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol Nilai Relatif Limfosit (%) Jumlah Limfosit (sel/µl) Pengambilan Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Darah Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Prevaksinasi 64.00±2.16 b 58.00±15.76 b 5738±411 b 5007±757 b Posvaksinasi I 73.67±2.05 c 49.00±12.32 b 5230±87 c 3609±451 a Posvaksinasi II 76.00±2.16 d 61.6 ±6.94 d 5801±427 b 5221±1143 b Posvaksinasi 66.00±4.08 b 40.33±4.02 a 5676±1520 b 3333±954 a III Dua minggu posvaksinasi III Nilai normal 57.67±8.73 a 58.33±7.84 a 5228±924 a 5444±1268 a 50 70% (Latimer et al. 2003) sel/µl (Lawhead dan James 2007) * Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (p<0.05)

28 14 Nilai relatif limfosit pada prevaksinasi 64.00±2.16% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol 58.00±15.76%. Nilai relatif limfosit meningkat pada posvaksinasi I yakni 73.67±2.05% dan berbeda nyata dengan kontrol (p<0.05), peningkatan nilai tersebut tidak diikuti oleh peningkatan jumlah. Jumlah limfosit justru mengalami penurunan dari 5738±411 sel/µl menjadi 5230±87 sel/µl, namun lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penurunan tersebut terjadi karena jumlah leukosit posvaksinasi I menurun dan tubuh masih dalam proses merespon pembentukan antibodi setelah paparan antigen yang pertama, normalnya tubuh memerlukan waktu 3 14 hari untuk mencapai puncak terbentuknya antibodi dimana pembentukan antibodi terjadi di dalam organ-organ limfoid sekunder (Lawhead dan James 2007). Nilai relatif limfosit posvaksinasi II mengalami peningkatan menjadi 76.00±2.16% lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukan telah terbentuk imun sekunder. Respon imun sekunder berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan imun primer karena adanya sel B dan sel T memori yang telah mengenali antigen pada paparan pertama (Radji 2010). Selanjutnya, nilai relatif limfosit menurun pada posvaksinasi III yakni 66.00±4.08%, namun lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan berebeda nyata (p<0.05), karena saat itu merupakan akhir kebuntingan yang memicu terjadinya stres. Stres menyebabkan peningkatan sekresi ACTH yang mengakibatkan peningkatan kortisol di dalam darah. Efek kortisol terhadap limfosit adalah limfolisis dan limfosit diasingkan ke dalam jaringan limfoid (Colville dan Bassert 2008). Dua minggu pos vaksinasi III, nilai relatif limfosit menurun menjadi 57.67±8.73% namun masih normal. Gambar 14 Morfologi limfosit kambing PE perlakuan, bar= 5 µm Eosinofil Eosinofil memiliki peran melawan infeksi parasit, mengatur peradangan dan reaksi alergi (Lawhead dan James 2007). Hasil pengamatan tertera pada Tabel 7.

29 15 Tabel 7 Hasil pengamatan eosinofil kambing PE perlakuan vaksinasi iradiasi S. agalactiae dan kambing PE kontrol Pengambilan Nilai Relatif Eosinofil (%) Jumlah Eosinofil (sel/µl) Darah Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Prevaksinasi 1.33±1.15 a 1.33±2.31 a 119 ±96 a 114±0 a Posvaksinasi I 1.00±1.00 a 3.33±0.57 a 71±71 a 245±12 a Posvaksinasi II 0.67±0.58 a 2.67±3.05 a 51±47 a 226±274 a Posvaksinasi III 1.33±1.15 a 6.67±9.86 a 114±112 a 551±59 a Dua minggu 0.33±0.58 a 1.66±0.57 a 29±53 a 154±43 a posvaksinasi III Nilai normal 1 8% (Latimer et al. 2003) sel/µl ( Lawhead dan James 2007) *Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (p<0.05). Nilai relatif eosinofil dan jumlah eosinofil secara keseluruhan menunjukkan pola yang fluktuatif dalam kisaran normal dan tidak ada perbedaan nyata antara perlakuan dengan kontrol. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa vaksin tidak memicu reaksi alergi. Eosinofil akan meningkat melebihi nilai normal pada keadaan hipersensitif (alergi), infeksi parasit (endoparasit atau ektoparasit), hypoadenokortism, dan eosinofilik leukimia. Eosinofil menurun pada keadaan stres, toksimia, dan peradangan akut (Stocham dan Scott 2008). Gambar 15 Morfologi Eosinofil kambing PE perlakuan, bar= 5 µm Basofil Selain eosinofil, basofil merupakan indikator reaksi alergi. Jumlah normal basofil kambing adalah sel/µl (Lawhead dan James 2007) sedangkan nilai relatifnya 0 1% (Latimer et al. 2003). Pengamatan kali ini tidak ditemukan basofil pada kambing perlakuan dan kontrol.

30 16 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Vaksin iradiasi S. agalactiae dapat dikatakan efektif untuk membentuk sistem imun sekunder melalui pengamatan profil leukosit. Hal ini dapat dilihat dari nilai relatif dan jumlah limfosit yang lebih tinggi dan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada pengambilan darah posvaksinasi I dan posvaksinasi III. Selain itu, vaksin iradiasi S. agalactiae tidak memicu reaksi alergi, dilihat dari rendahnya eosinofil dan tidak ditemukan basofil pada kambing perlakuan. Saran Perlu dilakukan pengkajian tentang dosis optimum vaksin iradiasi S. agalactiae, titer antibodi terhadap S. agalactiae, dan kadar kortisol darah. DAFTAR PUSTAKA [BATAN] Badan Tenaga Nuklir Nasional Dasar dasar Fisika Radiasi. Jakarta (ID): Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional. Blakely J, Bade D The Science of Animal Husbandary. New Jersey (US): Prantice-Hall. Ceballos LS, Morales ER, Adarve GDLT, Castro JD, Martinez LP, Sampelayo MRS Composition of goat and cow milk produced under similar conditions and analyzed by identical methodology. J Food Comp Anal. 22: Colville TP, Bassert JM Clinical Anatomy and Physiology Laboratory Manual for Veterinary Technicians. St. Louis (US): Elsevier. Eggen DW, Schrijver JG, Bins M WBC content of platelet concentrates prepared by the buffy coat method using different processing procedures and storage solutions. Tranfusion. 41(11): Guyton A, Hall E Text Book of Medical Physiology 11 th edition. Philadhelpia (US): Elsevier Saunder. Harvey, John W Atlas of Veterinary Hematology: Blood and Bonemarrow of Domestic Animals. Philadhelpia (US): Elsevier Saunder. Kartinaty T, Gufroni LM Budidaya Kambing Peranakan Etawah. Kalimantan Barat (ID): Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian Kalimantan Barat. Kuby Thomas JK, Richard AG, Barbara AO Immunology 6 th Edition. New York (US): W.H. Freeman. Latimer KS, Mahaffey EA, Prasse KW Duncan and Prasse's Veterinary Laboratory Medicine: Clinical Pathology ed 4. Lowa state (US) Wiley- Blackwell. Lawhead B, James MB Introduction to Veterinary Science. New York (US): Thomson Delmar Learning.

31 Leitner G, Merin U, Silanikove N Changes in milk composition as affected by subclinical mastitis in goats. J Dairy Sci. 87: Lindahl GM, Stalhammar C, T Areschoug Surface protein of Streptococcus agalactiae and related protein in other bacterial pathogen. Clinical microbiologi reviews. [Internet]. [diunduh 15 Februari 2014]. Tersedia pada: Mc Dougall S, Pankey W, Delaney C, Barlow J, Patricia AM, Scruton D Prevalence and incidence of subclinical mastitis in goats and dairy ewes in Vermont USA. Small Ruminant Res. 46(2): Nwiyi TN, Egbe, Nwaosu SC, Salami Hematological values of apparently healthy sheep and goats as influenced by age and sex in arid zone of Nigeria. Afr J Biomed Res. 3(2): Radji M Imunologi dan Virologi. Jakarta (ID): Isfi Penerbitan. Sanchez J, Montes P, Jimenez A, Andres S Prevention of clinical mastitis with barium selenate in dairy goats from a selenium deficient area. J Dairy Sci. 90: Singgih S Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. Jakarta (ID): Alex Media Komputinda. Smith NC Concepts and strategies for antiparasite immunoprophylaxis and therapy. Int J Parasitol. 22: Sudono A, Abdulgani I K Budidaya Aneka Ternak Perah. Diktat Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sugiri YD, Anri A Prevalensi Patogen Penyebab Mastitis Subklinis (Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae) dan Patogen Penyebab Mastitis Subklinis lainnya pada Peternak Skala Kecil dan Menengah di Beberapa Sentra Peternakan Sapi Perah di Pulau Jawa. Bandung (ID): Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet (BP3HK). Stocham SL, Scott MA Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology 2 nd edition. Lowa State (US): Blacwell. Sutama KI Kambing Peranakan Etawah Sumberdaya Ternak Penuh Berkah. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Suwito W, Indarjulianto S Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis pada Kambing Peranakan Etawah: Epidemiologi, Sifat Klinis, Patogenesis, Diagnosis Dan Pengendalian. Wartazoa. 23(1): 1-7. Tetriana D, Sugoro I Aplikasi teknik nuklir dalam bidang vaksin. Buletin Alara. 9(1): 1 4. [Internet]. [diunduh 13 Januari 2015]. Tersedia pada: Tuasikal BJ, Estuningsih S, Pasaribu FH, Wibawan I W T Orientasi dosis iradiasi Streptococcus agalactiae untuk bahan vaksin mastitis subklinis pada sapi perah. Sci J App Isot Radiat 8(2): Wahyuni AETH, Wibawan IWT, Pasaribu FH, Priosoeryanto BP Distribusi serotipe Streptococcus agalactiae penyebab mastitis subklinis pada sapi perah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. J Vet. 7(1): 1 8 Wibawan IWT The possibilty of using vaccine to control bovine subclinical mastitis and human neonatal infection caused by group B Sterptococci. Media Veteriner 5:

32 18

33 19 RIWAYAT HIDUP Penulis dengan nama Kukuh Syirotol Ichsan ini lahir di Rembang, 2 Juni Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Rembang dilanjutkan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun Penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di dalam kampus maupun luar kampus di antaranya menjabat sebagai ketua Organisasi Mahasiswa Daerah Rembang di Bogor angkatan 47 (2010), anggota divisi pendidikan Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH-IPB ( ), Pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Taekwondo IPB ( ), Wakil ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Taekwondo IPB (2013), Instruktur Taekwondo di SD Insan Cendekia (2014) dan Asisten Pelatih Taekwondo Candradimuka Club (2014). Penulis juga pernah ikut serta sebagai panitia kegiatan yang berbentuk event organizer antara lain Wakil Ketua IPB Goes to Field dengan tema Peran Mahasiswa Kedokteran Hewan IPB dalam Membantu Mewujudkan Swasembada Daging 2014 di Bondowoso (2013), Wakil Ketua IPB Goes to Field di Kabupaten Bogor dengan tema Manajemen Penanganan Zoonosis: Rabies di Kabupaten Bogor (2014). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Ilmu Histologi veterner 1 dan 2 (2013), asisten Praktikum Embriologi (2014), dan asisten Patologi Sistemik 2 (2014).

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil leukosit (nilai total leukosit diferensiasi jenis leukosit, dan jumlah masing-masing jenis leukosit) kambing PE setelah vaksinasi iradiasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

Profil Darah dan Penambahan Bobot Badan Kambing Peranakan Ettawah Setelah Pemberian Vaksin Iradiasi Streptococcus agalactiae

Profil Darah dan Penambahan Bobot Badan Kambing Peranakan Ettawah Setelah Pemberian Vaksin Iradiasi Streptococcus agalactiae DOI: http://dx.doi.org/10.14334/pros.semnas.tpv-2017-p.371-376 Profil Darah dan Penambahan Bobot Badan Kambing Peranakan Ettawah Setelah Pemberian Vaksin Iradiasi Streptococcus agalactiae (Blood Profile

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA ITA KRISSANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Busungbiu Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng memiliki letak geografis antara 114-115 Bujur Timur dan 8 03-9 23 Lintang

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyuwangi secara astronomis terletak di antara 113 53 00 114 38 00 Bujur Timur dan 7 43 00 8 46 00 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi yang mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM

GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Patogen dalam Susu Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu merupakan bahan pangan alami yang mempunyai nutrisi sangat lengkap dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawa sehingga mempunyai sifat diantara keduanya (Atabany,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu dipengaruhi beberapa faktor utama yang salah satunya adalah penyakit. Penyakit pada sapi perah yang masih menjadi ancaman para peternak adalah penyakit mastitis yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran. ABSTRAK Leucocytozoonosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kerugian berarti dalam industri peternakan. Kejadian penyakit Leucocytozoonosis dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing 4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat

Lebih terperinci

Bila Darah Disentifus

Bila Darah Disentifus Judul Fungsi Darah Bila Darah Disentifus Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Darah di sentrifuse q Lapis paling bawah (merah) 45% adalah Eritrosit atau hematokrit q Lapis tengah (abu-abu putih) 1 % adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

Kesetaraan Uji Mastitis IPB-1 dengan Metode Breed untuk Mendiagnosis Mastitis Subklinis pada Susu Kerbau Murrah dan Kambing

Kesetaraan Uji Mastitis IPB-1 dengan Metode Breed untuk Mendiagnosis Mastitis Subklinis pada Susu Kerbau Murrah dan Kambing Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 540-547 pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.4.540 Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) Sapi perah yang umum digunakan sebagai ternak penghasil susu di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi PFH merupakan

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging ABSTRAK Bursa Fabrisius merupakan target organ virus Infectious Bursal Disease (IBD) ketika terjadi infeksi, yang sering kali mengalami kerusakan setelah ayam divaksinasi IBD baik menggunakan vaksin aktif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT

DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NANANG SYAIFUL

Lebih terperinci

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase MURNI SARI, IDA BAGUS NGURAH SWACITA, KADEK KARANG AGUSTINA Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari 2017. Lokasi pemeliharaan ayam broiler di Peternakan milik Bapak Hadi Desa Sodong Kecamatan Mijen Kota Semarang. Analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Seseorang pada umur produktif, susu dapat membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

Ketahanan Susu Kambing Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji Didih dan Alkohol

Ketahanan Susu Kambing Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji Didih dan Alkohol Ketahanan Susu Kambing Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji Didih dan Alkohol Andriawino Berdionis Sanam, Ida Bagus Ngurah Swacita, Kadek Karang Agustina Lab. Kesmavet-Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 3 Jadwal penelitian Kegiatan

BAHAN DAN METODE. Tabel 3 Jadwal penelitian Kegiatan 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, dengan mengambil tempat di Bagian Bedah dan Radiologi sebagai tempat pengambilan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

JUMLAH SEL SOMATIK SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH SETELAH VAKSINASI DENGAN VAKSIN IRADIASI Streptococcus agalactiae UNTUK PENCEGAHAN MASTITIS SUBKLINIS

JUMLAH SEL SOMATIK SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH SETELAH VAKSINASI DENGAN VAKSIN IRADIASI Streptococcus agalactiae UNTUK PENCEGAHAN MASTITIS SUBKLINIS JUMLAH SEL SOMATIK SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH SETELAH VAKSINASI DENGAN VAKSIN IRADIASI Streptococcus agalactiae UNTUK PENCEGAHAN MASTITIS SUBKLINIS NOVAN EKO KURNIAWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kambing kacang, eritrosit, Denpasar Barat

ABSTRAK. Kata kunci : kambing kacang, eritrosit, Denpasar Barat ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pada 40 ekor kambing kacang betina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sitologi sel darah abnormal pada kambing kacang yang berada di Rumah Potong Kambing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Respon deferensiasi sel darah perifer mencit terhadap vaksin S. agalactiae yang diradiasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Respon deferensiasi sel darah perifer mencit terhadap vaksin S. agalactiae yang diradiasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Vaksinasi adalah suatu proses membangkitkan kekebalan protektif dengan menggunakan antigen yang relatif tidak berbahaya (Tripp 2004). Vaksinasi merupakan metode yang paling efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Produksi Susu Produksi susu yang fluktuatif selama sapi laktasi hal ini disebabkan kemampuan sel-sel epitel kelenjar ambing yang memproduksi susu sudah menurun bahkan beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Shella Hudaya, 2008 Pembimbing I : Khie Khiong, S.Si,M.Si.,M.Pharm.Sc,Ph.D Pembimbing II : Hana Ratnawati, dr., M.Kes

ABSTRAK. Shella Hudaya, 2008 Pembimbing I : Khie Khiong, S.Si,M.Si.,M.Pharm.Sc,Ph.D Pembimbing II : Hana Ratnawati, dr., M.Kes ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP JUMLAH LIMFOSIT PADA LIMPA MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster YANG DIINOKULASI Listeria monocytogenes Shella Hudaya, 2008 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diduga memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Dasar-dasar Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo Departemen Mikrobiologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Unair Pokok Bahasan Sejarah Imunologi Pendahuluan Imunologi Komponen Imunologi Respons Imun Imunogenetika

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipotesis Higiene Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi yang terjadi pada tiga puluh sampai empat puluh tahun terakhir, terutama di negara-negara

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Denpasar, 13 Desember 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak I Made Wirtha dan Ibu dr. Ni Putu Partini Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci