GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT"

Transkripsi

1 Bemisia tabaci GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum MILL.): PANJANG ROSTRUM DAN SAYAP PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT SERTA PERIODE RETENSI Tomato chlorosis virus (ToCV) HERLIE ARIFEBRIAWAN DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK HERLIE ARIFEBRIAWAN, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.): Panjang Rostrum dan Sayap pada Beberapa Ketinggian Tempat serta Periode Retensi Tomato chlorosis virus (ToCV). Dibimbing oleh DEWI SARTIAMI dan GEDE SUASTIKA. Bemisia tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk ke dalam famili Aleyrodidae. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi ukuran panjang tubuh kutukebul ini. Serangga yang berada di dataran tinggi memiliki ukuran lebih besar, bobot tubuh lebih berat, dan warna lebih gelap dibandingkan dengan spesies serangga yang sama yang berada di dataran rendah. Sepanjang abad ke-20, B. tabaci telah menjadi vektor patogenpatogen tertentu baik di rumah kaca maupun di lahan terbuka di wilayah beriklim hangat. Penyakit Tomato chlorosis virus (ToCV) adalah salah satu penyakit yang ditularkan oleh B. tabaci. Penyakit ToCV ini termasuk baru yang dikategorikan new emerging disease akibat pengaruh pemanasan global. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui variasi panjang rostrum dan sayap B. tabaci berdasarkan ketinggian tempat hidupnya dan (2) mengukur periode retensi ToCV yang ditularkan B. tabaci. Penelitian ini dilakukan dengan pengukuran panjang rostrum dan panjang sayap B. tabaci dari beberapa tempat dengan ketinggian berbeda. Sampel B. tabaci berasal dari Ciawi (Bogor) ketinggian 573 m dpl (di atas permukaan laut), Pacet (Cianjur) ketinggian 1225 m dpl, Batu (Batu) ketinggian 675 m dpl dan Cikole (Sukabumi) ketinggian 1022 m dpl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. tabaci yang memiki panjang rostrum dan panjang sayap yang berbeda-beda di setiap tempat. Panjang rostrum dari daerah Pacet ±21.72 µm, Cikole ±21.84 µm, Batu ±18.60 µm, Ciawi ±17.06 µm. Panjang sayap dari daerah Pacet ±95.66 µm, Cikole ±60.13 µm, Batu ±67.40 µm, Ciawi ±53.57 µm. Penelitian yang lain adalah mengakuisisi B. tabaci ke dalam kurungan serangga yang berisi tanaman tomat yang positif virus ToCV dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam kurungan serangga yang berisi tanaman tomat yang sehat. Periode makan akuisisi selama 48 jam. Seekor imago B. tabaci yang telah di akuisisi dipindahkan ke tanaman uji. Setiap 24 jam B. tabaci tersebut dipindahkan ke tamanan uji berikutnya secara berseri selama tujuh hari. Percobaan dilakukan dengan 10 ulangan dari B. tabaci yang di-akuisisi ke tanaman tomat bervirus ToCV dan 10 ulangan dari B. tabaci yang di-akuisisi ke tanaman tomat sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. tabaci viruliferus dalam seri inokulasi ke tanaman tomat mampu menularkan virus hingga hari ke-4, hal ini dilihat dari timbulnya gejala ToCV pada tanaman tomat tersebut. Untuk konfirmasi bahwa gejala klorosis yang muncul pada tanaman tomat uji disebabkan oleh infeksi ToCV dilakukan dengan RT-PCR. Kata kunci: periode retensi, Tomato chlorosis virus, ToCV, Bemisia tabaci, panjang rostrum, panjang sayap.

3 Bemisia tabaci GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum MILL.): PANJANG ROSTRUM DAN SAYAP PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT SERTA PERIODE RETENSI Tomato chlorosis virus (ToCV) HERLIE ARIFEBRIAWAN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 Judul : Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.): Panjang Rostrum dan Sayap pada Beberapa Ketinggian Tempat serta Periode Retensi Tomato chlorosis virus (ToCV) Nama NRP : Herlie Arifebriawan : A Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Dra. Dewi Sartiami, M.Si. Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 01 Februari 1988, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Suherijono dan Lies Sumerdulinah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Islam Al-Azhar 4 Kebayoran Lama pada tahun Penulis melanjutkan studi ke SLTP Islam Al-Azhar 3 Bintaro dan lulus tahun Kemudian pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTA Islam Al-Azhar 1 Kebayoran Baru. Selama SLTP dan SMA penulis aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler, seperti sepak bola, basket dan OSIS. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun Setelah menjalani masa Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Fakultas Pertanian, Departemen Proteksi Tanaman (PTN).

6 PRAKATA Puji serta syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.): Panjang Rostrum dan Sayap pada Beberapa Ketinggian Tempat serta Periode Retensi Tomato chlorosis virus (ToCV). Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui variasi panjang rostrum dan sayap B. tabaci berdasarkan ketinggian tempat hidupnya dan (2) mengukur periode retensi ToCV yang ditularkannya., yang hasilnya diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai perbandingan morfologi yang mencakup panjang rostrum dan sayap kutukebul B. tabaci pada beberapa ketinggian tempat yang berbeda dan lama periode retensi kutukebul B. tabaci yang berperan sebagai vektor ToCV dalam tanaman tomat. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga dan Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari April sampai November Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dra. Dewi Sartiami, M.Si. dan Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi dan telah memberikan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc sebagai dosen penguji, Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik, serta kepada kedua orang tua (Suherijono dan Lies Sumerdulinah), dan kakak-kakakku Rilie Adisetiawan dan Hersye Nurauliawati atas doa dan semangatnya. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Laboratorium Biosistematika dan Musium Serangga, Ibu Aisyah, Mbak Lia, Mbak Elsa, Mbak Atik, Fitrah, Vani. Rekan-rekan di Laboratorium Virologi, Mbak Tuti, Bu Ifa, Bu Rita, Pak Irwan, Ka Aceu, Ita, Amel, Lara, Dillah, Laras, Anto dan rekan-rekan PTN 43 lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu. Bogor, Maret 2011 Herlie Arifebriawan

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Bemisi tabaci... 4 Tomato chlorosis virus (ToCV)... 5 Hubungan Virus dengan Serangga Vektornya... 6 BAHAN DAN METODE... 8 Tempat dan Waktu Penelitian... 8 Metode Penelitian... 8 Survei dan Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber ToCV... 8 Pembuatan Preparat dan Identifikasi B. tabaci... 8 Pengukuran Panjang Rostrum dan Sayap B. tabaci... 9 Pengukuran Periode Retensi ToCV pada Tubuh Kutukebul Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Tomat Variasi Panjang Rostrum dan Panjang Sayap B. tabaci Periode Retensi ToCV dalam Tubuh Kutukebul KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii ix x

8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Panjang rostrum dan sayap B. tabaci Masa infektif B. tabaci dalam penularan berseri Tomato chlorosis virus... 16

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pengukuran B. tabaci Tanaman tomat untuk pengujian retensi ToCV Morfologi B. tabaci Tanaman tomat uji yang memperlihatkan gejala klorosis setelah diinokulasi ToCV melalui B. tabaci (kiri) dan yang tidak memperlihatkan gejala (kanan) Hasil elektroforesis menggunakan pasangan primer spesifik ToCV- CF dan ToCV-CR... 18

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Panjang rostrum dan panjang sayap B. tabaci dari Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Panjang rostrum dan panjang sayap B. tabaci dari Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi Panjang rostrum dan panjang sayap B. tabaci dari Kecamatan Batu, Kota Batu Panjang rostrum dan panjang sayap B. tabaci dari Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor Data temperatur ( 0 C) bulanan tahun

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Bemisia tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk ke dalam famili Aleyrodidae (Borror et al. 1992). Spesies B. tabaci merupakan kutukebul yang memiliki kisaran inang luas. Kalshoven (1981), mengelompokkan tanaman inang dari serangga ini meliputi beberapa famili, yaitu famili Compositae, Cucurbitaceae, Cruciferae, dan Solanaceae. Menurut Hill (1987), tanaman inang utama B. tabaci adalah kapas, tembakau, tomat, ubi jalar, ubi kayu, beberapa jenis gulma, serta tanaman lain yang dapat menjadi inang alternatif. Hal ini menyebabkan banyaknya nama umum B. tabaci yang dikenal luas, diantaranya adalah kutukebul kapas (cotton whitefly), kutukebul tembakau (tobacco whitefly), dan kutukebul ubi jalar (sweetpotato whitefly) (Kalshoven 1981). Imago B. tabaci berwarna kuning dengan panjang tubuh mm dan sayap yang tertutup oleh tepung berwarna putih. Lama hidup imago bervariasi tergantung faktor lingkungan. Lama hidup imago betina hingga 16 hari, sedangkan imago jantan umurnya lebih singkat dibandingkan imago betina, yaitu sekitar 9-15 hari (CABI 2005). Suhu tubuh serangga sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan tempat serangga tersebut hidup. Serangga beradaptasi dengan suhu lingkungan untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Salah satu bentuk adaptasi serangga adalah dengan adanya perbedaan ukuran tubuh (Kingsolver 2008). Serangga yang hidup pada suhu rendah memerlukan nutrisi yang lebih banyak dan memiliki metabolisme yang lebih lambat dibandingkan serangga yang hidup pada suhu tinggi. Serangga yang memiliki metabolisme rendah mempunyai ukuran tubuh lebih panjang (Prado 2010). Menurut Oliveira et al. (2004) serangga yang berada di dataran tinggi memiliki ukuran lebih besar, bobot tubuh lebih berat, dan warna lebih gelap dibandingkan dengan spesies serangga yang sama yang berada di dataran rendah. Data mengenai variasi morfologi B. tabaci berdasarkan ketinggian tempat belum ada, sehingga diperlukan penelitian mengenai pengetahuan variasi morfologi B. tabaci dari beberapa ketinggian tempat berbeda.

12 Beberapa tahun belakangan, B. tabaci telah menjadi masalah utama bagi para petani di seluruh dunia. Walaupun B. tabaci dianggap sebagai grup serangga tropis, spesies berbahaya ini banyak sekali ditemukan di seluruh belahan lain dunia, terutama di daerah beriklim subtropis. Sepanjang abad ke-20, B. tabaci telah menjadi vektor patogen-patogen tertentu baik di rumah kaca maupun di lahan terbuka di wilayah beriklim hangat (Martin et al. 2000). Stadia nimfa dan imago kutukebul merupakan stadia yang menyebabkan kerusakan tanaman (Morales 2001). Tomato chlorosis virus (ToCV) adalah salah satu virus tanaman yang ditularkan oleh B. tabaci. ToCV diketahui tidak dapat ditularkan melalui cairan perasan tanaman sakit ataupun melalui benih. ToCV ditularkan ke dalam jaringan tanaman oleh kutukebul Bemisia tabaci biotipe A dan B, Trialeurodes abutilonea (Wisler et al. 1998b), dan T. vaporariorum (Wintermantel & Wisler 2006). Menurut Wisler & Duffus (2001) B. tabaci merupakan kutukebul yang memiliki efisiensi menularkan ToCV lebih baik dibanding kutukebul yang lainnya. ToCV ini termasuk baru yang dikategorikan new emerging disease akibat pengaruh pemanasan global (Segev et al. 2004). ToCV pertama kali tersebar di negara bagian Florida, USA sejak tahun Virus ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dan sampai saat ini keberadaannya telah dilaporkan di banyak negara seperti di Perancis (Masse et al. 2008), Spanyol (Navas-Castillo et al. 2000; Lozano et al. 2006), Taiwan (Tsai et al. 2004), dan Yunani (Katanya et al. 2008). Menurut Hartono & Wijonarko (2007), penyakit ini pada tanaman tomat telah menyebar di sentra pertanaman tomat di Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat. Penyakit ToCV ini mempunyai gejala menguning pada bagian interval daun (Duffus et al. 1996, Hirota et al. 2010), bintik-bintik nekrotik kecil (Wintermantel & Wisler 2006), mengeriting (Hirota et al. 2010), dan gejala lanjutan akan menyebabkan daun tampak berwarna merah kecoklatan (Wisler et al. 1998a). Menurut Wintermantel et al. (2005), ToCV adalah virus yang berbentuk panjang lentur (flexuous filamentous) dengan ukuran diameter 12 nm dan panjang rata-rata nm. Data lebih terperinci mengenai keefektifan B. tabaci dalam menularkan ToCV pada tanaman tomat belum tersedia di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini

13 perlu dilakukan untuk mengetahui lama waktu retensi virus ToCV dalam tubuh serangga vektor B. tabaci. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui variasi panjang rostrum dan sayap B. tabaci berdasarkan ketinggian tempat hidupnya dan (2) mengukur periode retensi ToCV yang ditularkannya. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai perbandingan morfologi yang mencakup panjang rostrum dan sayap kutukebul B. tabaci pada beberapa ketinggian tempat yang berbeda dan lama periode retensi kutukebul B. tabaci yang berperan sebagai vektor ToCV dalam tanaman tomat.

14 TINJAUAN PUSTAKA Bemisi tabaci Kutukebul B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1992). Serangga B. tabaci merupakan spesies kutukebul yang memiliki kisaran inang luas. Kalshoven (1981), mengelompokkan tanaman inang dari serangga ini meliputi beberapa famili, yaitu famili Compositae, Cucurbitaceae, Cruciferae, dan Solanaceae. Menurut Hill (1987), tanaman inang utama B. tabaci adalah kapas, tembakau, tomat, ubi jalar, ubi kayu, beberapa jenis gulma, serta tanaman lain yang dapat menjadi inang alternatif. Hal ini menyebabkan banyaknya nama umum B. tabaci yang dikenal luas, diantaranya adalah kutukebul kapas (cotton whitefly), kutukebul tembakau (tobacco whitefly), dan kutukebul ubi jalar (sweetpotato whitefly) (Kalshoven 1981). Imago B. tabaci menurut Usman (2003) lebih menyukai daun tanaman tomat dibandingkan dengan daun tanaman cabai. Permukaan daun tanaman tomat secara genetik memiliki rambut-rambut daun yang banyak sehingga dapat meningkatkan suhu dan kelembaban mikro dan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan serta kehidupan serangga ini lebih kondusif. Selain itu, kondisi permukaan daun tanaman tomat tersebut lebih memberi kenyamanan serangga ini untuk melakukan aktivitas makan dan bertelur karena serangga ini lebih mudah menjangkarkan tungkai-tungkainya dibandingkan pada tanaman cabai yang memiliki permukaan daun yang lebih licin. Menurut Martin (2000), ciri morfologi B. tabaci adalah sebagai berikut: Telur yang baru diletakkan berwarna kekuningan dan biasanya tertutup lilin, warna telur akan berubah setelah 24 jam menjadi berwarna coklat. Nimfa instar satu berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah dengan panjang tubuh 0.22 mm dan lebar 0.13 mm. Nimfa instar dua berwarna hijau gelap dengan panjang tubuh 0.28 mm dan lebar 0.17 mm, dengan antena sangat pendek dan tungkai yang tereduksi. Pupa berbentuk bulat panjang, dibagian toraks agak melebar dan cembung dengan abdomen yang tampak jelas. Terdapat satu pasang seta kauda (cauda setae) pada ujung anal. Vasiform orifice terdapat di daerah sebelum ujung posterior puparium, berbentuk segitiga, dan

15 ukurannya lebih panjang dari panjang alur kaudal (caudal furrow). Hampir separuh bagian operkulumnya menutupi bagian vasiform orifice. Imagonya berwarna kuning dengan panjang tubuh mm dan sayap yang tertutup oleh tepung berwarna putih. Lama hidup imago bervariasi tergantung faktor lingkungan. Lama hidup imago betina sekitar enam hari, tetapi pada kondisi tertentu mampu mencapai 60 hari dan pada umumnya imago jantan umurnya lebih singkat dibandingkan imago betina, yaitu sekitar 9-17 hari (CABI 2005). Kutukebul B. tabaci ini dapat beradaptasi pada suhu hangat yakni berkisar 14 sampai 35 0 C, dengan suhu optimum sekitar 25 sampai 30 0 C. Pada tanaman tomat, imago mampu hidup selama hari pada suhu 28 sampai 30 0 C, sedangkan imago betina mampu memproduksi 195 telur pada suhu 25 0 C (Smith 2009). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas terbesar B. tabaci menyerang tanaman terjadi pada musim panas dan untuk daerah tropis populasi serangga ini banyak dijumpai pada musim kemarau. Sepanjang abad ke-20, B. tabaci telah menjadi vektor patogen-patogen tertentu baik di rumah kaca maupun di lahan terbuka di wilayah beriklim hangat ( Martin et al. 2000). Sebagai vektor, kutukebul dilaporkan dapat menularkan beberapa kelompok virus, diantaranya: closterovirus, geminivirus, carlavirus, potyvirus, nepovirus, luteovirus, dan virus DNA yang berbentuk batang (Markham et al. 1994). Di antara kelompok virus tersebut yang paling banyak ditularkan adalah closterovirus (Famili Closteroviridae, Genus Crinivirus) dan geminivirus (Famili Geminiviridae, Genus Begomovirus) (Muniyappa & Reddy 1983, Wisler et al. 1998). Tomato chlorosis virus (ToCV) ToCV pertama kali tersebar di negara bagian Florida sejak tahun Virus ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dan sampai saat ini keberadaannya telah dilaporkan di banyak Negara seperti di Perancis (Masse et al. 2008), Spanyol (Navas-Castillo et al. 2000; Lozano et al. 2006), Taiwan (Tsai et al. 2004), dan Yunani (Katanya et al. 2008). Virus ini ditularkan oleh kutukebul B. tabaci biotipe A dan B, T. vaporariorum, serta T. abutilonea dengan periode retensi 1-2 hari. ToCV ditularkan oleh ketiga spesies serangga vektor di atas

16 dengan sangat efisien secara semipersisten, sehingga kejadian penyakit kuning pada tanaman tomat sangat dipengaruhi oleh kepadatan populasi dan aktivitas serangga ini (Jacquemond et al. 2008). ToCV merupakan kelompok RNA dengan panjang partikel nm (Wintermantel et al. 2005). Virus ini mempunyai dua jenis genom berupa RNA utas tunggal RNA yaitu RNA 1 dan RNA 2 yang masing-masing berukuran 7.8 dan 8.2 kb. Menurut Martelli et al. (2000), RNA 1 mengkode dua jenis protein yang terlibat dalam replikasi virus, sedangkan RNA 2 mengandung beberapa gen yaitu sebuah protein kecil yang hidrofobik, sebuah protein berukuran sekitar 60 kda, dan dua jenis protein mantel yaitu CP dan CPm. Selubung protein minor (CPm) pada ToCV, yang membentuk bagian ekor/ujung virion memiliki peranan dalam penularan dengan kutukebul. CPm dari ToCV memiliki kespesifikan dengan reseptor T. vaporariorum dan B. tabaci. Menurut Wintermantel (2006), kespesifikan virus dan vektornya sangat ditentukan oleh reseptor yang ada pada stilet serangga dengan CP dari virus bersangkutan. Infeksi ToCV pada tanaman tomat menyebabkan klorosis yang pada awalnya terjadi pada daun-daun bagian bawah kemudian berkebang ke bagian pucuk, pada lamina daun di antara tulang daun mengalami klorosis (interveinal yellowing). Setelah munculnya vektor kutukebul, gejala ini berkembang dalam beberapa minggu. Daun menjadi tebal dan keriting,dan mudah rapuh jika dipatahkan. Virus ini dapat menyebar dengan cepat ke pertanaman di sekitar sumber virus sesuai dengan aktivitas kutukebul sebagai vektornya sehingga kejadian penyakit dalam satu kebun petani sering ditemukan mencapai lebih dari 90% (Navas-Castillo et al. 2000). Kehilangan hasil akibat infeksi virus ini di lapangan menyebabkan ukuran buah mengecil, jumlah buah berkurang saat panen, dan menurunnya umur tanaman (Wintermantel 2004). Hubungan Virus dengan Serangga Vektornya Sebagian besar virus tanaman ditularkan oleh serangga vektor dan tergantung pada perilaku serta kapasitas penyebaran vektor tersebut untuk menyebarkan virus dari tanaman ke tanaman. Ordo Hemiptera merupakan kelompok serangga yang paling banyak sebanyak vektor virus tanaman. Sebagian besar serangga yang menjadi

17 vektor virus tanaman merupakan anggota subordo Sternorrhyncha (kutukebul, kutuputih) (Borror et al. 1992). Dari 1200 spesies kutukebul yang telah diteliti,hanya empat spesies (B. tabaci, T. vaporariorum, T. abutilonea, dan T. ricini) ditemukan menularkan virus tanaman (Jones 2003). Virus ditularkan oleh kutukebul diklasifikasikan berdasarkan lamanya vektor mempertahankan virus. Klasifikasi ini dapat dibedakan antara non-persisten yaitu jika kemampuan vektor menularkan virus hilang dalam beberapa menit atau beberapa jam, semipersisten yaitu jika kemampuan vektor menularkan virus hilang setelah beberapa hari, dan persisten jika kemampuan vektor untuk menularkan virus tersimpan untuk beberapa hari atau selama vektor tersebut hidup (Sylvester 1956). Klasifikasi lain digunakan dalam menunjuk tempat retensi virus dalam vektor. Dalam hal ini virus dipertahankan pada ujung stilet yang disebut stylet-borne (Kennedy et al. 1962), sedangkan virus dipertahankan pada saluran pencernaan disebut foregut-borne (Nault & Ammar 1989). Hal ini menjelaskan bahwa virus non-persisten merupakan stylet-borne dan semipersisten adalah foregut-borne (Fereres & Moreno 2009). Interaksi antara protein selubung virus dengan kutukebul terjadi saat penempelan partikel virus dengan reseptor sehingga virus dapat tertular. Virus akan berada dalam tubuh serangga vektor saat diakuisisi. Virus menuju sel epitel saluran pencernaan dan berasosiasi dengan kelenjar saliva serangga. Virus bersirkulasi dalam usus serangga sampai akhirnya virus mencapai ke stilet dan masuk ke dalam tanaman sehat saat vektor makan cairan floem. Virus tersebut memerlukan waktu akuisisi dan inokulasi satu hari hingga beberapa minggu dalam tubuh serangga (Gray & Banerjee 1999). Beberapa istilah dalam penularan virus oleh serangga virus yaitu transovarial merupakan kemampuan serangga dalam menularkan virus yang diturunkan pada telur serangga, transtadial adalah kemampuan serangga dalam menularkan virus dari stadia ke stadia selanjutnya. Periode makan akuisisi adalah waktu yang dibutuhkan serangga untuk mengambil virus dari tanaman terinfeksi sedangkan periode makan inokulasi adalah waktu yang dibutuhkan serangga untuk memindahkan virus ke tanaman sehat (Aidawati et al. 2002).

18 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei dan pengambilan sampel kutukebul dan tanaman tomat yang menunjukkan gejala penyakit klorosis dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Bogor, Cianjur, Batu dan Sukabumi. Identifikasi, pengukuran panjang rostrum dan sayap kutukebul dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga sedangkan pengukuran periode retensi dan identifikasi virus dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan April sampai November Metode Penelitian Survei dan Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber ToCV Pengambilan sampel kutukebul dilakukan di beberapa daerah sentra produksi tomat di Jawa Barat dan Jawa Timur yang mempunyai ketinggian tempat yang berbeda yaitu di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 573 m di atas permukaan laut (mdpl) dengan suhu rata-rata C; Kecamatan Batu, Kota Batu 675 mdpl suhu C; Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi 1022 mdpl suhu C; Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur 1225 mdpl suhu C. Untuk analisa variasi ukuran tubuh B. tabaci, koleksi imago kutukebul dilakukan dari beberapa pertanaman tomat petani sekitar 5-6 kebun per daerah ketinggian tempat. Imago kutukebul yang telah dikoleksi dengan aspirator, kemudian dimasukkan ke dalam tabung gelas yang telah diisi alkohol 70% agar awet sampai diamati di laboratorium. Untuk analisa periode retensi ToCV dalam tubuh kutukebul, tanaman tomat sumber ToCV diambil dari tanaman tomat yang menunjukkan gejala khas penyakit klorosis di daerah Pacet, Cianjur. Pembuatan Preparat dan Identifikasi B. tabaci Identifikasi B. tabaci dilakukan berdasarkan morfologi pupa yang diperoleh dari hasil perbanyakan serangga. Agar morfologi pupa kutukebul dapat diamati dan dianalisa dengan jelas maka terlebih dahulu harus dilakukan pewarnaan dengan

19 asam fuchsin. Preparasi pewarnaan dilakukan sebagai berikut. Pupa kutukebul direndam ke dalam tabung reaksi yang berisi alkohol 80% dan dipanaskan pada suhu C selama 10 menit, kemudian dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi KOH 10% dan dipanaskan sampai isi pupa lunak atau terlihat transparan. Kemudian spesimen dipindahkan ke dalam cawan Syracus. Pada cawan Syracus, spesimen pupa ditekan perlahan pada bagian lingkar dorsal posterior sampai seluruh isi pupa keluar, lalu dicuci dengan aquades sampai bersih dan sisa KOH hilang. Pewarnaan dilakukan dengan merendam spesimen pupa di dalam campuran asam fuchsin dan asam asetik glacial dengan perbandingan 1:1 sampai berwarna merah yaitu sekitar menit. Kemudian spesimen pupa direndam dalam alkohol 80% sampai warna merah yang optimum, kemudian direndam lagi dalam larutan Carbol xylene selama satu menit. Spesimen pupa kemudian direndam dalam alkohol absolut beberapa menit, lalu di dalam minyak cengkeh selama 10 menit. Selanjutnya pupa diambil dan diletakkan di tengah kaca objek. Setelah pupa ditata lurus, diteteskan Canada balsam secara merata dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian preparat dikeringkan ke dalam pemanas selama 4-7 hari. Pengamatan morfologi pupa kutukebul dilakukan di bawah mikroskop compound dan identifikasi dilakukan berdasarkan Martin (2000). Pengukuran Panjang Rostrum dan Sayap B. tabaci Pengukuran panjang rostrum dan sayap dilakukan terhadap imago betina B. tabaci yang sudah dikoleksi dari berbagai sentra produksi tomat di Jawa Barat dan Jawa Timur. Pengukuran tersebut dilakukan dengan bantuan mikroskop stereo yang dilengkapi skala mikrometer. Pengukuran panjang sayap dilakukan cukup dengan pembesaran 80 kali, sedangkan untuk pengukuran panjang rostrum perlu pembesaran yang lebih tinggi yaitu 110 kali. Ukuran panjang sebenarnya (dalam µm) diperoleh dengan membagi ukuran yang teramati di mikroskop dengan nilai pembesaran mikroskop. Untuk mendapatkan data yang dapat mewakili panjang rostrum dan sayap populasi B. tabaci di suatu daerah maka pengukuran dilakukan terhadap 30 ekor imago kutukebul per lokasi survei.

20 0.2 mm 0.3 mm Gambar 1 Pengukuran B. tabaci. Panjang rostrum (kiri) dan sayap (kanan) Pengukuran Periode Retensi ToCV pada Tubuh Kutukebul Periode retensi ToCV pada tubuh kutukebul diukur dengan menginokulasikan virus dari satu individu serangga vektor ke bibit tomat secara berseri. Satu ekor imago B. tabaci yang baru berumur sehari dibiarkan makan akuisisi pada tanaman tomat sakit sumber ToCV atau tanaman tomat sehat, sebagai kontrol selama dua hari (48 jam), kemudian dipindahkan ke bibit tomat yang baru berumur seminggu setelah dipindahkan ke pot individu atau dua minggu setelah disemai dan dibiarkan makan inokulasi selama sehari (24 jam). Setelah makan inokulasi pada satu bibit tomat, serangga tersebut (individu yang sama) dipindahkan ke bibit tomat baru dan dibiarkan makan inokulasi juga selama sehari (24 jam). Kegiatan seperti ini terus dilakukan sampai proses inokulasi berseri dilakukan pada bibit tomat baru yang ke tujuh. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap sembilan ekor individu imago B. tabaci yang lain sehingga perlakuan ini diulangi pada sepuluh ekor serangga vektor. Setelah proses inokulasi, bibit tomat dipelihara pada kurungan kedap serangga dan kemunculan gejala khas infeksi ToCV dilakukan setiap hari. Gambar 2 Tanaman tomat untuk pengujian retensi ToCV

21 Perbanyakan serangga vektor dilakukan dengan menginvestasikan imago B. tabaci yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor pada tanaman tomat sehat di dalam kurungan serangga. Telur yang muncul dipelihara pada kurungan yang sama sampai pupulasinya mencukupi sebagai bahan pengujian. Tanaman yang digunakan dalam pengujian adalah benih tanaman tomat varietas Martha yang di tanam di dalam tray yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Setelah satu minggu bibit tanaman tomat dipindahkan ke dalam polibag yang berisi campuran tanah dan pupuk. Satu minggu kemudian tanaman tomat dapat digunakan untuk percobaan. Untuk memastikan bahwa gejala klorosis yang muncul pada bibit tomat uji disebabkan oleh infeksi ToCV dan bukan oleh faktor lain, maka dikonfirmasi melalui reverse transcriptation-polymerase chain reaction (RT-PCR) yang dilakukan sebagai berikut: RNA total diekstraksi dari jaringan daun bibit tomat uji dengan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen Inc., Chatsworth, CA., USA) mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh Qiagen. RNA total yang telah diekstraksi digunakan sebagai template dalam reaksi RT. Reaksi RT dilakukan dengan total volume 10 µl yang mengandung 2 µl RNA total, 1 µl buffer RT 10X, 0.35 µl 50 mm DTT (dithiothreitol), 2 µl 10 mm dntp (deoksiribonukleotida triphosphat), 0.35 µl M-MuLV Rev, 0.35 µl RNase inhibitor, 0.75 µl oligo (dt), dan 3.2 µl H 2 O. Reaksi RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25 0 C selama 5 menit, 42 0 C selama 60 menit, dan 70 0 C selama 15 menit. Complementary DNA hasil RT digunakan sebagai template dalam reaksi PCR menggunakan pasangan primer yang telah didesain khusus untuk mengamplifikasi ToCV yaitu ToCV-CF (5 -GTGTCAGGC CATTGTAAACCAAG-3 ) dan ToCV-CR (5 -CACAAAGCGTTTCTTTTCATA AGCAGG-3 ) dengan prediksi ukuran produk 360 bp. Reaksi PCR dilakukan dengan total volume 25 µl, terdiri atas 1 µl primer ToCV-CF, 1 µl primer ToCV-CR, 2.5 µl buffer PCR 10X + Mg 2+, 0.5 µl 10 mm dntp, 0.3 µl Taq DNA polymerase, 18.7 µl H 2 O, dan 1 µl DNA template. Amplifikasi ini dilakukan pada Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA). Amplifikasi ini didahului dengan denaturasi

22 awal pada 94 0 C selama 4 menit. Kemudian dilanjutkan dengan 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94 0 C selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 62 0 C selama 1 menit, dan pemanjangan pada 72 0 C selama 2 menit. Khusus untuk siklus terakhir, ditambahkan 10 menit pada 72 0 C untuk tahapan sintesis, dan siklus berakhir pada suhu 4 0 C. Produk PCR kemudian dielektroforesis pada 1.0% gel agarose. Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 50 volt selama 45 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet. Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut dipotret dengan menggunakan kamera digital. Analisis Data Data pengukuran panjang rostrum dan sayap B. tabaci diolah menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dengan program The Statistical Analysis System (SAS) 9.0 for Windows. Pengaruh yang berbeda nyata akan dilakukan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan dengan taraf nyata (α) = 5%.

23 HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga dan digunakan dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasi. Tubuh imago kutukebul ini berwarna kuning dengan sayap yang ditutupi oleh sekresi berupa tepung berwarna putih, dengan panjang tubuh mm. Sayap terdiri dari dua pasang dan transparan seperti tenda dengan posisi saat istirahat terlihat menyempit ke depan (Gambar 3, kiri). Ciri-ciri tersebut sesuai yang disebutkan oleh Kalshoven (1981) tentang ciri-ciri imago B. tabaci. 0.3 mm 0.2 mm Gambar 3 Morfologi B. tabaci. Imago (kiri) dan puparium (kanan): (1) basal tungkai tengah dan belakang, (2) ruas abdomen VII, (3) operculum, (4) vasiform orifice, (5) lingula, (6) caudal furrow, dan (7) caudal setae. Identifikasi lebih lanjut yang dilakukan menggunakan kunci identifikasi Martin (2000) berdasarkan morfologi puparium memastikan bahwa kutukebul ini adalah B. tabaci. Ciri-ciri morfologi puparium yang ditemukan bersesuaian dengan B. tabaci adalah sebagai berikut: Puparium berbentuk bulat panjang, dengan bakal mata terpisah. Mempunyai tujuh pasang rambut dorsal memanjang, trakea dengan pinggiran seperti sisir terdiri dari gigi-gigi yang jelas, lingula memanjang membentuk lidah, tetapi bagian submargin tidak mempunyai barisan papila, serta basal tungkai tengah dan belakang tidak berseta. Terdapat satu pasang caudal setae pada ujung anal yang sama panjangnya. Vasiform orifice terdapat di daerah sebelum

24 ujung ujung posterior puparium, berbentuk segitiga, dan ukurannya lebih panjang dari panjang caudal furrow. Operculum hampir seluruh bagian menutupi bagian vasiform orifice (Gambar 3, kanan). Variasi Panjang Rostrum dan Panjang Sayap B. tabaci Kutukebul B. tabaci yang diamati pada pertanaman tomat di daerah dengan ketinggian tempat yang berbeda memperlihatkan variasi panjang rostrum dan sayap (Tabel 1). Imago B. tabaci yang hidup di daerah dataran yang lebih tinggi memiliki rostrum berukuran nyata lebih panjang dari imago B. tabaci yang hidup di daerah yang lebih rendah. Demikian juga ukuran sayap imago B. tabaci yang hidup di daerah dataran yang lebih tinggi nyata lebih panjang dibandingkan dengan imago B. tabaci yang hidup di daerah yang lebih rendah. Pengukuran yang dilakukan oleh Oliveira et al. (2004) juga memperlihatkan hasil yang sama dengan penelitian ini yaitu pada Dalbulus maidis (Hemiptera: Cicadellidae). Wereng yang berada di dataran tinggi memiliki ukuran lebih besar, bobot tubuh lebih berat, dan warna lebih gelap dibandingkan dengan spesies wereng yang sama yang berada di dataran rendah. Variasi ukuran anggota tubuh wereng tampaknya lebih dipengaruhi oleh perbedaan suhu lingkungan hidupnya. Menurut Ayoade (1983) tinggi-rendahnya suatu daerah, mempengaruhi suhu pada daerah tersebut. Semakin tinggi suatu tempat, maka suhu akan semakin rendah dan intensitas cahaya semakin tinggi. Seperti data yang disajikan dalam Tabel 1, terlihat bahwa B. tabaci yang ditemukan di daerah Pacet, daerah pengamatan dengan ketinggian tertinggi (1225 m dpl) dan dengan kondisi suhu terendah ( C), mempunyai ukuran rostrum sebesar ±21.72 µm dan sayap sebesar ±95.66 µm. Kedua parameter ini menunjukkan ukuran rostrum dan sayap terpanjang dibandingkan tempat pengamatan lainnya. Murai & Toda (2002) juga menemukan bahwa imago Thrips tabaci yang pada stadia nimfanya berada pada suhu rendah memiliki bobot tubuh yang lebih berat dibandingkan imago serangga yang pada stadia nimfanya berada pada suhu tinggi. Data yang ditabulasikan dalam Tabel 1 juga menunjukkan bahwa ukuran rostrum B. tabaci memperlihatkan beda nyata pada masing-masing tempat

25 pengamatan. Perbedaan ketinggian masing-masing tempat sudah dapat memberikan pengaruh nyata terhadap panjang rostrum B. tabaci. Panjang sayap B. tabaci yang hidup di daerah Pacet tidak nyata berbeda dengan yang hidup di daerah Cikole. Perbedaan ketinggian tempat daerah-daerah ini tampaknya belum cukup untuk memberikan perbedaan pengaruh nyata terhadap panjang sayap B. tabaci. Hal yang sama juga terlihat pada sayap B. tabaci yang hidup di daerah Batu dan Ciawi. Tabel 1 Panjang rostrum dan sayap B. tabaci Lokasi Ketinggian Suhu Rata-rata Panjang ±SB a (µm) pengamatan tempat (m dpl) ( 0 C) rostrum sayap Pacet ±21.72 a ±95.66 a b Cikole ±21.84 b ±60.13 a Batu ±18.60 bc ±67.40 b Ciawi ±17.06 c ±53.57 b a SB = Simpangan baku b angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α 0.05) Periode Retensi ToCV dalam Tubuh B. tabaci Dalam penelitian ini dan juga penelitian yang dilakukan oleh Fitriasari (2010), telah berhasil dilakukan penularan ToCV penyebab penyakit klorosis pada tanaman tomat melalui satu individu imago B. tabaci. Membiarkan B. tabaci melakukan makan akuisisi pada tanaman tomat bergejala klorosis sebagai sumber ToCV sudah cukup untuk menjadikan serangga tersebut menjadi infektif dan dapat menularkan virus ke tanaman tomat baru. Lamanya periode infektif B. tabaci dalam menularkan ToCV telah berhasil diukur dalam penelitian ini (Tabel 2). Periode retensi diukur mulai saat serangga vektor menjadi infektif sampai tidak mampu lagi menularkan virus. Pengukuran dilakukan dengan penularan berseri yaitu serangga vektor (dalam hal ini B. tabaci) segera setelah menjadi infektif (setelah 48 jam periode makan akuisisi) dipindahkan setiap 24 jam untuk makan inokulasi pada bibit tomat baru. Kemampuan penularan dilihat dari muncul tidaknya gejala klorosis pada bibit tomat yang diinokulasi. Pada penelitian ini, gejala khas penyakit klorosis muncul pada bibit tomat uji berkisar antara 2 sampai 3 minggu setelah inokulasi. Seperti disajikan pada Gambar 4, gejala awal yang jelas nampak berupa daun-daun bagian bawah mengalami

26 klorosis berwarna kuning terutama pada jaringan di antara tulang daun. Gejala yang sama juga telah dilaporkan oleh Fitriasari (2010) yang menularkan ToCV pada tomat varietas Martha. Menurut Accotto et. al (2001) gejala lain yang timbul pada tanaman tomat di lapangan akibat infeksi ToCV dapat berupa daun nekrosis, daun menggulung ke bawah, beberapa daun pucuk dapat berubah warna menjadi ungu, diikuti dengan penurunan produksi buah. Kehilangan hasil terjadi karena area fotosintesis pada daun berkurang. Gambar 4 Tanaman tomat uji yang memperlihatkan gejala klorosis setelah diinokulasi ToCV melalui B. tabaci (kiri) dan yang tidak memperlihatkan gejala (kanan). Dalam masa infektif, beberapa B. tabaci mampu menularkan ToCV ke bibit tomat pada pemindahan ke-4, atau dengan kata lain periode retensinya mencapai 4 hari (Tabel 2). Namun demikian, kebanyakan B. tabaci mampu menularkan ToCV hanya sampai hari ke-3. Sampai saat ini belum ada laporan tentang periode retensi B. tabaci terhadap virus ToCV. Tabel 2 Masa infektif Bemisia tabaci dalam penularan berseri Tomato chlorosis virus a Pengamatan hari ke Tanaman yang diinokulasi dan reaksinya A B C D E F G H I J mt mt mt - - mt - mt - - a Keterangan: + = tanaman terinfeksi, - = tanaman tidak terinfeksi, mt = serangga mati

27 Periode retensi B. tabaci terhadap ToCV hasil penelitian ini lebih singkat dibandingkan hubungan geminivirus dengan serangga vektornya, misalnya Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) dengan vektor B. tabaci. Hasil penelitian Sulandari (2004), menyatakan periode retensi B. tabaci terhadap TYLCV mencapai 6 hari. Penelitian periode retensi B. tabaci terhadap Squash leaf curl virus (SLCV), hasil penelitian Cohen et al. (1983) menunjukkan hasil periode retensi yang cukup lama yakni mencapai 26 hari. Stenger et al. (1990) menyatakan bahwa B. tabaci hanya mampu menahan Pepper leaf curl virus (PepLCV) dalam tubuhnya selama 10 hari, sedangkan Idris & Brown (1998) menemukan periode retensi B. tabaci terhadap Sinaloa tomato leaf curl virus (STLCV) lebih dari 9 hari dan terputus-putus. Adanya perbedaan periode retensi yang cukup jauh dari hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya di atas karena adanya perbedaan dari sifat virus. Kelompok ToCV yang digunakan dalam penelitian ini bersifat semipersisten, sedangkan penelitian lain menggunakan virus yang persisten dalam tubuh B. tabaci. Perbandingan ini dilakukan karena belum adanya laporan periode retensi virus golongan crinivirus terhadap vektornya. Imago B. tabaci yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai lama hidup sekitar 8 hari. Menurut Kurniawan (2007) imago B. tabaci biotipe-b yang diperbanyak di rumah kaca dapat hidup sampai hari ke-20. Hal ini mungkin disebabkan adanya zat antiviral di dalam tubuhnya yang berasal dari tanaman yang berpengaruh negatif atau pengaruh langsung dari virus pada serangga vektornya (Cohen et al. 1983). Antiviral yang berasal dari tanaman selain berpengaruh negatif pada serangga vektornya, juga dapat menurunkan konsentrasi virus yang terdapat di dalam tubuh serangga. Menurut Cohen et al. (1983), konsentrasi virus menurun 1-2% per hari sampai hari ke-20. Keberadaan virus di dalam tubuh kutukebul juga menyebabkan lama hidupnya turun sekitar 25% (Sulandari 2004). Selain itu, ada faktor abiotik atau faktor lingkungan yang mempengaruhi lama hidup kutukebul, salah satunya adalah suhu lingkungan. Menurut Subagyo (2010), peningkatan suhu 4 0 C (dari 25 0 C ke 29 0 C) akan memperpendek siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat. ToCV merupakan salah satu anggota Crinivirus yang mempunyai panjang partikel nm (Wintermantel et al. 2005). Virus ini mempunyai dua jenis

28 genom berupa RNA utas tunggal RNA yaitu RNA 1 dan RNA 2 yang masingmasing berukuran 7.8 dan 8.2 kb. Crinivirus merupakan kelompok virus yang penyebarannya terbatas pada jaringan floem dan terakumulasi pada tingkat rendah pada tanaman yang terinfeksi. Oleh karena itu, pembuatan antiserum sulit dilakukan dan sampai saat ini belum tersedia antiserum untuk deteksi ToCV. Pada penelitian ini, deteksi virus ini dilakukan melalui pendekatan molekuler yaitu melalui RT- PCR. Deteksi dengan RT-PCR memerlukan sepasang primer yang didesain khusus untuk mendeteksi virus tersebut. Pasangan primer yang digunakan dalam penelitian ini telah didesain khusus berdasarkan analisa sekuen ToCV yang diunduh dari GenBank. M K+ D3 D4 K- 360 bp Gambar 5 Hasil elektroforesis menggunakan pasangan primer spesifik ToCV-CF dan ToCV-CR. RNA diekstraksi dari sampel tanaman tomat yang positif terinfeksi oleh ToCV (K+), sampel bibit tomat uji yang memperlihatkan gejala klorosis (D3) dan yang tidak memperlihatkan gejala (D4) setelah diinokulasi, dan sampel tanaman tomat sehat (K-). M adalah marker 100 bp DNA ladder. Pada penelitian ini, keberhasilan penularan ToCV melalui imago B. tabaci dilihat dari kemunculan gejala klorosis pada bibit tomat uji. Untuk memastikan bahwa gejala klorosis tersebut disebabkan oleh karena keberadaan ToCV dalam jaringan tanaman maka dilakukan verifikasi melalui RT-PCR yang hasilnya disajikan pada Gambar 5. RT-PCR yang telah dilakukan dengan menggunakan pasangan primer ToCV- CF [5 -GTGTCAGGCCATT GTAAACCAAG-3 ] dan ToCV-CR [5 -CACAAAG

29 CGTTTCTTTTCATAAGCAGG-3 ] berhasil mengamplifikasi DNA berukuran 360 bp. Produk PCR ini sesuai dengan prediksi berdasarkan sikuen ToCV isolat NC yang berasal dari Florida, USA (Wintermantel et al. (2005). Seperti terlihat pada Gambar 4, hasil RT-PCR dari sampel bibit tomat uji yang bergejala klorosis memperlihatkan pita DNA berukuran 360 bp, sama dengan hasil RT-PCR dari sampel tanaman tomat yang sudah diketahui terinfeksi ToCV (kontrol positif). Hasil penelitian ini memverifikasi bahwa bibit tomat yang menunjukkan gejala klorosis setelah diinokulsi adalah benar disebabkan oleh keberadaan ToCV di dalam jaringannya. RT-PCR dari sampel tanaman tomat sehat yang tidak menghasilkan pita DNA meneguhkan bahwa sistem deteksi ini sangat valid.

30 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ukuran panjang rostrum dan sayap B. tabaci bervariasi pada ketinggian tempat dan suhu lingkungan yang berbeda. Ukuran rostrum B. tabaci yang ditemukan di daerah Pacet adalah ±21.72 µm, Cikole ±21.84 µm, Batu ±18.60 µm, Ciawi ±17.06 µm. Ukuran sayap B. tabaci yang ditemukan di daerah Pacet ±95.66 µm, Cikole ±60.13 µm, Batu ±67.40 µm, dan di Ciawi ±53.57 µm. Kutukebul B. tabaci masih infektif menularkan ToCV pada hari ke-4 setelah periode makan akuisisi, atau periode retensi ToCV pada tubuh B. tabaci adalah 4 hari. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengukuran tubuh B. tabaci bagian lain, pada inang tanaman selain tomat dan kisaran tinggi tempat yang lebih luas, yaitu <500 m dpl dan >1200 m dpl. Selain itu perlu dilakukan penelitian tentang periode retensi ToCV dengan menggunakan kutukebul vektor ToCV dan varietas tanaman tomat yang lain.

31 DAFTAR PUSTAKA [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Data Temperatur dan Kelembaban. Bogor: BMKG. [CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International Corp protection compendium 2005 [CD-ROM]. Wallingford, UK: CAB International. Accotto GP, Vaira AM, Vecchiati M, Finetti Sialer MM, Gallitelli D, Davino M First report of tomato chlorosis virus in Italy. Plant Disease 85:1208. Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S Transmission of an Indonesian isolate of Tobacco leaf curl virus (Geminivirus) by Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae). Plant Pathology 18: Ayoade JO Introduction to Climatology for the Topics. John Wiley & Sons, Ney York. Borror DJ, Triplehorn, Johnson An Introduction to the Study of Insects. Edisi ke-6. New York: Saunders College Publishing. Cohen S, Duffus JE, Larsen RC, Liu HY, Flock RA Purification, serology, and vector relationships of Squash leaf curl virus a whitefly transmitted geminivirus. Phytopathology 3: Duffus JE, Liu H-Y, Wisler GC Tomat infectious chlorosis virus-a new clostero-like virus transmitted by Trialeurodes vaporariorum. European Journal of Plant Pathology 102: Fereres A, Moreno A Behavioural aspects influencing plant virus transmission by homopteran insects. Virus Research 141: Fitriasari ED Keefektifan kutukebul dalam menularkan virus penyebab penyakit kuning pada tanaman tomat. [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gray SM, Banerjee N Mechanism of arthropod transmission of plant and animal viruses. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 3: Hartono S, Wijonarko A Karakterisasi Biologi Molekuler Tomato Infectious Chlorosis Virus Penyebab Penyakit Kuning pada Tanaman Tomat di Indonesia. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus 2: Hill D Agriculture Insect Pests of the Tropics and Their Control. Cambrige: Cambridge University Press.

32 Hirota T, Natsuaki T, Murai T, Nishigawa H, Niibori K, Goto K, Hartono S, Suastika G, Okuda S Yellowing disease of tomato caused by Tomato chlorosis virus newly recognized in Japan. J Gen Plant Pathology 76: Idris AM, Brown JK Sinaloa tomato leaf curl geminivirus: biological and and moleculer evidence for a new subgroup III virus. Phytopathol 88: Jacquemond M, Verdin E, Dalmon A, Guilbaud L, Gognalons P Serological and molecular detection of Tomato chlorosis virus and Tomato infectious chlorosis virus in tomato. Plant Pathology 58:1365:3059. Jones DR Plant viruses transmitted by whitefly. European Journal of plant pathology 109: Kalshoven LGE The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Katanya ARA, Stavridou E, Farhan K. Livieratos IC Nucleotide sequence analysis and detection of a Greek isolate of tomato chlorosis virus. Plant Pathology 57: Kennedy JS, Day MF, Eastop VF A Conspectus of Aphids as Vectors of Plant Viruses. Commonwealth Institute of Entomology, London. Kingsolver JG, Huey RB Size, temperature, and fitness: three rules. Evolutionary Ecology Research 10: Kurniawan, HA Neraca kehidupan kutukebul, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) biotipe-b dan non-b pada tanaman mentimun (Curcumis sativus L) dan cabai (Capsicum annuum L.). [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lozano GE, Moriones E, Navas-Castillo J Complete nucleotide sequence of the RNA2 of the crinivirus tomato chlorosis virus. Archives of Virology 151: Markham PG, Bedford ID, Liu S, Pinner MS The transmission of geminiviruses by Bemisia tabaci. Pesticide Science 42: Martelli GP, Agranovsky AA, Bar-Joseph M, Boscia D, Candresse T, Coutts RHA, Dolija VV, Duffus JE, Falk BW, Gonsalves D, Jelkmann W, Karasev AV, Minafra A, Murant A, Namba S, Niblett CL, Vetten HJ, and Yoshikawa N In: van Regenmontel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens EB, Estes MK, Lemon SM, Maniloff J, Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR and Wickner RB (eds) Virus Taxonomy, Seventh Report of the International Committe on Taxonomy of Viruses (pp ). Academic Press, San Diego.

33 Martin JH, Misfud D, Rapisarda C The whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of Europe and Mediteranian basin. Buletin of Entomological Research 90: Masse D, lefeuvre P, Delatte H, Karime ALA, Hostachy B, Reynaud B, Lett JM Tomato chlorosis virus: first report in Mayotte Island. Plant Pathlogy 57:388. Mock Bogor. Land Capability Appraisal in Indonesia. Soil Research Institute, Morales FJ Conventional breeding of resistence to Bemisia tabacitransmitted geminiviruses. Crop Prot 20: Muniyapa V, Reddy DVR Transmission of Cowpea mild mottle virus by Bemisia tabaci in non persistent manner. Plant Dis 67: Murai T, Toda S Variation of Thrips tabaci in colour and size: Thrips and Tospoviruses: Proceedings of the 7th International Symposium on Thysanoptera Calabria. Australian National Insect Collection Canberra, Nault LR, Ammar ED Leafhopper and planthopper transmission of plant viruses. Ann Rev Entomol 34: Navas-Castillo J, Camero R, Bueno M, Moriones E Severe yellowing outbreaks in tomato in Spain associated with Infections of Tomato chlorosis virus. Plant Disease 84: Oliveira CM, Lopes JRS, Dias CTDS, Nault LR Influence of latitude and elevation on polymorphism among populations of the corn leafhopper, Dalbulus maydis (DeLong and Wolcott) (Hemiptera: Cicadellidae), in Brazil. Enviromental Entomology 33(5): Prado SS, Hung KY, Daugherty MP, Almeida RPP Indirect effect of temperature on stink bug fitness, via maintenance of gut-associated simbionts. Applied and Environmental Microbiology : Segev L, Wintermantel WM, Polston JE, and Lapidot M First report of tomato chlorosis virus in Israel. Plant Disease 88:1160. Smith PE Whitefly: identification and biology in New Zealand greenhouse tomato crops. Factsheet 1. Horticulture New Zealand. Fresh tomato product group. Stenger DC, Duffus JE, Vilalon B Biological and genomic properties of geminivirus isolated from pepper. Phytopathology 80:

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan survei dan pengambilan sampel kutukebul dilakukan di sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang (kabupaten Garut), Kecamatan Pacet (Kabupaten Cianjur), Kecamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV)

TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV) TICV pertama kali ditemukan di lahan tomat California tahun 1993 (Duffus et al. 1994) dan setelah itu ditemukan pula di beberapa lahan tomat

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI

KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI 35 KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood)

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) Kutukebul T. vaporariorum merupakan hama utama pada berbagai tanaman hortikultura dan tanaman hias. Kutukebul ini bersifat

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keefektifan Kutukebul dalam Menularkan Virus Penyebab Penyakit Kuning pada Tanaman Tomat adalah karya saya dengan

Lebih terperinci

WESTWOOD (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

WESTWOOD (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT Trialeurodes vaporariorum WESTWOOD (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum MILL.): PANJANG ROSTRUM DAN SAYAP DI BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT SERTA PERIODE RETENSI Tomato infectious

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh ToCV

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh ToCV 3 TINJAUAN PUSTAKA Tomato Chlorosis Virus (ToCV) ToCV merupakan virus tanaman tomat yang termasuk ke dalam genus Crinivirus, famili Closteroviridae yang terbatas pada jaringan floem. Virus ini pertama

Lebih terperinci

Sari Nurulita, Gede Suastika* Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK ABSTRACT

Sari Nurulita, Gede Suastika* Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK ABSTRACT ISSN: 2339-2479 Volume 9, Nomor 4, Agustus 2013 Halaman 107 115 DOI: 10.14692/jfi.9.4.107 Identifikasi Tomato infectious chlorosis virus dan Tomato chlorosis virus melalui Reverse Transcription Polymerase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk kecantikan, menjaga

Lebih terperinci

TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS (TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION

TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS (TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION DETEKSI DIFERENSIAL TOMATO CHLOROSIS VIRUS (ToCV) DAN TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS (TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) AMELIA ANDRIANI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

3 METODE. Tempat dan Waktu

3 METODE. Tempat dan Waktu 13 3 METODE Tempat dan Waktu Penelitian terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu (1) survei kejadian penyakit di lapangan dan (2) deteksi virus dan identifikasi kutukebul. Kegiatan pertama dilakukan di areal

Lebih terperinci

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Garut Jln. Raya Samarang No. 52A, Garut, Jawa Barat 44151

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Garut Jln. Raya Samarang No. 52A, Garut, Jawa Barat 44151 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 19, No. 2, 2015: 80 88 DETEKSI MOLEKULER PENYEBAB PENYAKIT KUNING (Tomato chlorosis virus DAN Tomato infectious chlorosis virus) PADA TANAMAN TOMAT MOLECULAR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015 PENGARUH PENGGUNAAN BARIER NET BERWARNA (MERAH DAN PUTIH) TERHADAP POPULASI Bemisia tabaci PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI DESA KERTA Made Mika Mega Astuthi 1, I Putu Sudiarta 1 *

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cabai 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya

Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Ind., April 2006, Vol. 3, No. 1, 41-49 Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya YULIANI, PURNAMA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat ( Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT NERACA KEHIDUPAN KUTUKEBUL, Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.), TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.), DAN GULMA BABADOTAN (Ageratum conyzoides

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

Kutu Kebul (Homoptera : Aleyrodidae) pada Tanaman Cabai, Tomat dan Kedelai di Bogor, Cianjur dan Sukabumi

Kutu Kebul (Homoptera : Aleyrodidae) pada Tanaman Cabai, Tomat dan Kedelai di Bogor, Cianjur dan Sukabumi Kutu Kebul (Homoptera : Aleyrodidae) pada Tanaman Cabai, Tomat dan Kedelai di Bogor, Cianjur dan Sukabumi Yuliani, SP., M.Si.* Abstrak Kutu kebul (Hemiptera : Aleyrodidae) dapat menyebabkan kerusakan langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus 5 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan mengoleksi kutu putih dari berbagai tanaman hias di Bogor dan sekitarnya. Contoh diambil dari berbagai lokasi yaitu : Kelurahan Tanah baru

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI Manggaro, April 2010 Vol.11 No.1:1-7 HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI Jumsu Trisno 1), Sri Hendrastuti Hidayat 2), Ishak Manti

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi Organisme Pengganggu Tanaman dan Tanaman Tomat

2 TINJAUAN PUSTAKA. Interaksi Organisme Pengganggu Tanaman dan Tanaman Tomat 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Organisme Pengganggu Tanaman dan Tanaman Tomat Kendala utama pada budidaya tanaman hortikultura termasuk tanaman tomat adalah organisme pengganggu tanaman (OPT) yang terdiri

Lebih terperinci

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 6, Desember 2014 Halaman 195 201 DOI: 10.14692/jfi.10.6.195 Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai Intensity

Lebih terperinci

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

INFEKSI GANDA BEGOMOVIRUS DAN CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMAT DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH

INFEKSI GANDA BEGOMOVIRUS DAN CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMAT DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 19, No. 2, 2015: 60 64 INFEKSI GANDA BEGOMOVIRUS DAN CRINIVIRUS PADA TANAMAN TOMAT DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH DOUBLE INFECTIONS OF BEGOMOVIRUS AND CRINIVIRUS

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan 51 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Strain virus PMWaV-2 adalah agen utama penginduksi gejala layu pada tanaman nanas sedangkan strain PMWaV-1 belum diketahui peranannya dalam simtomatologi. 2. Infestasi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Terung merupakan tanaman asli India dan Srilanka, satu famili dengan tomat dan kentang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan petani dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus 109 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus Sepuluh ekor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B yang diuji mampu menularkan ketiga strain begomovirus

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017 Hubungan Antara Populasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci) (Gennadius) ( Hemiptera : Aleyrodidae) dengan Insiden Penyakit Kuning pada Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum Mill.) di Dusun Marga Tengah, Desa Kerta,

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tomat ( Lycopersicum esculentum Hama dan Penyakit Tomat Hama tanaman tomat Ulat buah

TINJAUAN PUSTAKA Tomat ( Lycopersicum esculentum Hama dan Penyakit Tomat Hama tanaman tomat Ulat buah 3 TINJAUAN PUSTAKA Tomat (Lycopersicum esculentum) Tomat adalah sayuran yang penting dan terkenal secara luas di semua negara berkembang. Tomat termasuk dalam kelompok sayuran yang paling utama berdasarkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagian dorsal eksuvia dan karakter morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi dan deskripsi kutukebul famili Aleurodicinae

Lampiran 1 Bagian dorsal eksuvia dan karakter morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi dan deskripsi kutukebul famili Aleurodicinae LAMPIRAN 81 82 Lampiran 1 Bagian dorsal eksuvia dan karakter morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi dan deskripsi kutukebul famili Aleurodicinae (contoh spesies: Aleurodicus pulvinatus (Maskell))

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU PROSES INFEKSI DAN GEJALA SERANGAN TOBACCO MOZAIC VIRUS PADA TANAMAN TEMBAKAU Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Tabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Genotipe

Tabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Genotipe 134 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gejala Infeksi Strain Begomovirus pada Genotipe Tanaman Tomat Hasil inokulasi tiga strain begomovirus terhadap genotipe tanaman tomat menunjukkan gejala yang beragam (Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

POTENSI TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV) ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN TOMAT

POTENSI TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV) ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN TOMAT POTENSI TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV) ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN TOMAT DONNARINA SIMANJUNTAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK FITRI MENISA. Deteksi dan Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN PENYAKIT KLOROSIS DAN KERUPUK DENGAN KEBERADAAN DUA SPESIES KUTUKEBUL PADA TANAMAN TOMAT ACEU WULANDARI AMALIA

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN PENYAKIT KLOROSIS DAN KERUPUK DENGAN KEBERADAAN DUA SPESIES KUTUKEBUL PADA TANAMAN TOMAT ACEU WULANDARI AMALIA HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN PENYAKIT KLOROSIS DAN KERUPUK DENGAN KEBERADAAN DUA SPESIES KUTUKEBUL PADA TANAMAN TOMAT ACEU WULANDARI AMALIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN TESIS IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN I DEWA MADE PUTRA WIRATAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan

Lebih terperinci

UJI SEROLOGI Tomato chlorosis virus (ToCV) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) RIZA DESTARI

UJI SEROLOGI Tomato chlorosis virus (ToCV) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) RIZA DESTARI UJI SEROLOGI Tomato chlorosis virus (ToCV) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) RIZA DESTARI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2

Lebih terperinci

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh: AFIF FERDIANTO A44103058 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun (Cucumis sativus Linn.) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TANAMAN INDIKATOR DAN TEKNIK RAPD-PCR UNTUK PENENTUAN BIOTIPE BEMISIA TABACI GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)

TANAMAN INDIKATOR DAN TEKNIK RAPD-PCR UNTUK PENENTUAN BIOTIPE BEMISIA TABACI GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 1 Vol. 8, No. 1: 1 7, Maret 2008 TANAMAN INDIKATOR DAN TEKNIK RAPD-PCR UNTUK PENENTUAN BIOTIPE BEMISIA TABACI GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) Purnama Hidayat 1, Noor Aidawati

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C

Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 April 2014, Vol. 11 No. 1, 11 18 Online version: http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi DOI: 10.5994/jei.11.1.11 Neraca

Lebih terperinci

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) TERHADAP BEGOMOVIRUS DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN VEKTOR KUTUKEBUL Bemisia tabaci GENN. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) NISSA FAWWAZ ADILAH DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI GENN.) DAN PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI LAMPUNG BARAT

HUBUNGAN ANTARA POPULASI KUTU KEBUL (BEMISIA TABACI GENN.) DAN PENYAKIT KUNING PADA CABAI DI LAMPUNG BARAT Sudiono J. HPT Tropika. & Purnomo ISSN : 1411-7525 Hubungan antara Populasi Kutu Kebul dan Penyakit Kuning pada Cabai di Lampung Barat 115 Vol. 9, No. 2: 115-120, September 2009 HUBUNGAN ANTARA POPULASI

Lebih terperinci

Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat

Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 (1): 1-7 ISSN 1410-5020 Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat The Spread of Yellow Disease of Chili Plant in

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) adalah salah satu komoditas sayuran penting secara ekonomi yang dibudidayakan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komoditas ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A44102060 PROGRAM STUD1 HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

UJI SEROLOGI DIFERENSIAL DAN SIMULTAN UNTUK Tomato chlorosis virus (ToCV) DAN Tomato infectious chlorosis virus (TICV) PADA TANAMAN TOMAT

UJI SEROLOGI DIFERENSIAL DAN SIMULTAN UNTUK Tomato chlorosis virus (ToCV) DAN Tomato infectious chlorosis virus (TICV) PADA TANAMAN TOMAT UJI SEROLOGI DIFERENSIAL DAN SIMULTAN UNTUK Tomato chlorosis virus (ToCV) DAN Tomato infectious chlorosis virus (TICV) PADA TANAMAN TOMAT LAILATUS SA ADAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia 23 HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia Penyakit klorosis saat ini sudah ditemukan di Indonesia. Pertama kali ditemukan di sentra pertanaman tomat di Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci