ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT"

Transkripsi

1 NERACA KEHIDUPAN KUTUKEBUL, Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.), TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.), DAN GULMA BABADOTAN (Ageratum conyzoides L.) PADA SUHU 25 o C DAN 29 o C VANI NUR OKTAVIANY SUBAGYO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ABSTRAK VANI NUR OKTAVIANY SUBAGYO, Neraca Kehidupan Kutukebul, Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), dan Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) pada Suhu 25 C dan 29 C. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT. Bemisia tabaci (Gennadius) merupakan hama penting pada tanaman hortikultura. Selain dapat merusak langsung pada tanaman, B. tabaci juga dapat menyebarkan virus tanaman. Geminivirus merupakan salah satu virus yang ditularkan oleh B. tabaci yang menyebabkan penyakit keriting kuning pada tanaman tomat dan cabai. Diketahui bahwa B. tabaci juga dapat menyerang gulma yang tumbuh disekitar pertanaman budidaya, diantaranya adalah Ageratum conyzoides atau babadotan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui siklus hidup, lama hidup, keperidian, dan laju reproduksi B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan. Percobaan dilakukan dengan mengamati 50 telur yang dipelihara pada masing-masing tanaman uji (3 ulangan). Tanaman ditumbuhkan pada suhu 25 o C dan 29 o C di dalam growth chamber dengan pencahayaan 12 jam terang dan 12 jam gelap (L:D = 12:12). Lama hidup setiap stadium pertumbuhan kutukebul diamati, serta kemampuan imago betina bertelur setiap hari dicatat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan siklus hidup B. tabaci pada suhu 25 o C masing-masing adalah 27,30; 24,96; 21,17 hari dan pada suhu 29 o C masingmasing adalah 20,71; 21,04; 22,67 hari. Kemampuan bertahan hidup atau lama hidup pada suhu 25 o C masing-masing adalah 33,71; 31,21; 28,08 hari dan pada suhu 29 o C masing-masing adalah 26,83; 27,00; 29,04 hari. Keperidian pada suhu 25 o C masing-masing adalah 45,96; 37,71; 48,50 butir dan pada suhu 29 o C masing-masing adalah 41,30; 31,96; 43,83 butir. Nilai R 0 pada suhu 25 o C masing-masing adalah 28,20; 28,94; 57,28 individu per induk per generasi dan pada suhu 29 o C masing-masing adalah 25,14; 15,77; 23,09 individu per induk per generasi. Nilai r pada suhu 25 o C masing-masing adalah 0,12; 0,13; 0,18 individu per induk per hari dan pada suhu 29 o C masing-masing adalah 0,14; 0,12; 0,13 individu per induk per hari. Nilai T pada suhu 25 o C masing-masing adalah 28,47; 25,68; 22,74 hari dan pada suhu 29 o C masing-masing adalah 22,47; 22,97; 24,45 hari. Nilai DT pada suhu 25 o C masing-masing adalah 5,78; 5,33; 3,85 hari dan pada suhu 29 o C masing-masing adalah 4,95; 5,78; 5,33 hari. Kata kunci: Bemisia tabaci, neraca kehidupan, tanaman tomat, tanaman cabai, gulma babadotan, 25 o C, 29 o C.

3 NERACA KEHIDUPAN KUTUKEBUL, Bemisia tabaci (Gennadius) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.), TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.), DAN GULMA BABADOTAN (Ageratum conyzoides L.) PADA SUHU 25 o C DAN 29 o C VANI NUR OKTAVIANY SUBAGYO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Neraca Kehidupan Kutukebul, Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), dan Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) pada Suhu 25 C dan 29 o C Nama NRP : Vani Nur Oktaviany Subagyo : A Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. NIP Diketahui, Plh. Ketua Departemen Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. NIP Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 15 Oktober 1988, sebagai anak ke-dua dari empat bersaudara pasangan Bapak Ade Rasdiana Subagyo dan Ibu Neng Hadiyati. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 17 Bandung. Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan dan organisasi di IPB, antara lain sebagai anggota Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG) tahun , UKM Gentra Kaheman tahun , Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita) sebagai staf Pengembangan Minat dan Bakat (PSDM) periode , Ketua Redaksi Majalah Metamorfosa periode , Reporter Majalah Metamorfosa periode Penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) tahun 2009, serta tercatat sebagai Mahasiswa Berprestasi (MAPRES) Peringkat III Departemen Proteksi Tanaman tahun 2009 dan asisten mata kuliah Entomologi Umum tahun Penulis juga mendapatkan beasiswa BBM periode dan

6 PRAKATA Puji serta syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Neraca Kehidupan Kutukebul, Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.), dan Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) pada Suhu 25 C dan 29 o C. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui neraca kehidupan B. tabaci yang meliputi siklus hidup, lama hidup, keperidian, dan laju reproduksinya pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C dan 29 o C, yang hasilnya diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C dan 29 o C, serta menambah informasi kepustakaan tentang ekologi B. tabaci. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari Februari sampai Juli Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing dan telah memberikan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc selaku dosen penguji, Ir. Djoko Priyono, M.Agr Sc selaku dosen moderator, serta kepada kedua orang tua (Dr. Ade Rasdiana Subagyo, SH. MM. dan Neng Hadiyati), kakakku Vina Aprilianty, adikku Annisa Puspadini dan Salma Nurul Fathimah atas doa dan semangatnya. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Laboratorium Biosistematika dan Musium Serangga Ibu Dewi, Ibu Nina, Ibu Aisyah, Mba Lia, Mba Elsa, Mba Atik, Mba Rika, Mba Wilna, Ka Hendrival, Ucok, Herlie yang telah membantu penulis selama di laboratorium. Terima kasih banyak kepada saudara Dwi Priyo Prabowo, SP. dan sahabat-sahabatku Sari Nurulita, Amelia Andriani, Lia Nazirah serta teman-teman DPT angkatan 41, 42, 43, 44, 45 dan teman-teman di kostan Edelweiss Atas (Neng Mega, Miftah, Eka, dkk.) atas bantuan, semangat, serta doanya. Bogor, Agustus 2010 Vani Nur Oktaviany Subagyo

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Taksonomi dan Morfologi... 3 Biologi... 4 Penyebaran... 5 Gejala dan Akibat Serangan... 5 Neraca Kehidupan... 6 Tanaman inang... 7 Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)... 7 Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)... 8 Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.)... 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Persiapan Pengujian Perbanyakan Serangga Persiapan Tanaman Uji Pengujian Neraca Kehidupan Parameter Neraca Kehidupan HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus Hidup Lama Hidup Keperidian Laju Reproduksi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix x xi

8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 C Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 C Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C... 23

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Imago Bemisia tabaci Gulma babadotan, Ageratum conyzoides Kurungan untuk pemeliharaan dan perbanyakan B. tabaci Growth chamber SANYO model MLR-350H yang digunakan untuk percobaan, (a) tampak luar dan (b) tampak dalam Tanaman pada suhu 25 o C pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 13 MST dan (c) gulma babadotan umur 5 MST Tanaman pada suhu 29 o C pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 14 MST dan (c) gulma babadotan umur 7 MST Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (l x ) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (m x ) pada tanaman tomat pada suhu 25 C dan 29 C Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (l x ) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (m x ) pada tanaman cabai pada suhu 25 C dan 29 C Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (l x ) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (m x ) pada gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C... 21

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Lama stadia dan keperidian B. tabaci pada suhu 25 o C Lama stadia dan keperidian B. tabaci pada suhu 29 o C Siklus hidup B.tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C dan 29 o C Lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 C Lama hidup betina, prapeneluran, dan peneluran B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 C Keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 C Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 29 C... 43

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) adalah salah satu spesies kutukebul yang diketahui dapat menyerang lebih dari 600 spesies tanaman di berbagai famili, antara lain Compositae, Cucurbitae, Cruciferae, dan Solanaceae (Kalshoven 1981; Hill 1987). Serangannya dapat mengakibatkan kerusakan langsung maupun tidak langsung pada tanaman. Kerusakan langsung menimbulkan gejala berupa bintik klorosis yang mengakibatkan berkurangnya jumlah klorofil pada daun, sehingga mengganggu proses fotosintesis tanaman inang. Kerusakan tidak langsung berkaitan dengan kemampuannya sebagai vektor virus pada berbagai tanaman, diantaranya pada tanaman tomat dan cabai (Kalshoven 1981; Borror et al. 1996; Hidayat et al. 2008). Penyakit keriting kuning pada cabai yang disebabkan geminivirus adalah salah satu penyakit yang ditularkan oleh B. tabaci. Penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman tomat dan cabai di Indonesia, dengan persentase kehilangan hasil berkisar dari 20% sampai 100% (Sudiono 2003; Sudiono & Yasin 2006; Setiawati et al. 2007). Berdasarkan hasil penelitian Hendrival (2010), B. tabaci juga dapat menyerang berbagai jenis gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai, salah satu spesies gulma yang paling banyak diserang adalah Ageratum conyzoides (Linnaeus) (Asterales: Asteraceae) atau lebih dikenal dengan nama babadotan. Di Indonesia, penyakit keriting kuning juga menyerang gulma babadotan, dan menurut Sukamto et al. (2005), spesies geminivirus yang sama pada gulma babadotan ditemukan juga pada tanaman tomat. Berdasarkan hasil penelitian Meliansyah (2010), di pertanaman cabai di Jawa ditemukan 13 spesies gulma yang bergejala penyakit keriting kuning dan gejala tersebut terbukti berasosiasi dengan infeksi geminivirus. Hal ini berarti keberadaan gulma babadotan yang bergejala penyakit keriting kuning di sekitar pertanaman budidaya dapat menjadi sumber penyakit (inokulum). Penyebaran dan perkembangan B. tabaci di berbagai tanaman, didukung oleh kemampuan tingkat reproduksinya yang tinggi, baik secara seksual maupun aseksual dengan partenogenesis. Perkembangan hidup B. tabaci dipengaruhi oleh

12 beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya proses dinamika populasi, yaitu jenis tanaman inang, suhu, dan kelembaban. Menurut Naranjo dan Ellsworth (2005), tanaman inang merupakan salah satu faktor biotik yang dapat mempengaruhi aspek biologi dan kelangsungan hidup suatu organisme. Berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2007), B. tabaci biotipe-b dan non-b memiliki waktu generasi lebih cepat pada tanaman mentimun daripada tanaman cabai. Selain karena faktor tanaman inang, suhu juga dapat mempengaruhi lama hidup dan keperidian imago Bemisia spp. (Wang & Tsai 1996). Masa inkubasi telur dan masa nimfa secara keseluruhan akan semakin cepat seiring dengan peningkatan suhu (Gameel 1977). Berdasarkan hasil penelitian Purbosari (2008), siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada tanaman tomat membutuhkan waktu yang lebih lama pada suhu 23 o C dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 29 o C. Salah satu cara untuk mempelajari perkembangan suatu populasi B. tabaci adalah dengan mengetahui neraca kehidupan. Di dalam neraca kehidupan terdapat gambaran ringkas tentang kehidupan yang spesifik dari suatu populasi, serta deskripsi yang sistematis tentang mortalitas dan kelangsungan hidup populasi tersebut (Price 1975; Smith 1990). Oleh karena itu, informasi mengenai neraca kehidupan B. tabaci sangat diperlukan sebagai informasi dasar dalam menelaah perubahan kepadatan dan laju pertumbuhan atau penurunan populasi B. tabaci. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui neraca kehidupan B. tabaci yang meliputi siklus hidup, lama hidup, keperidian, dan laju reproduksinya pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C dan 29 o C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C dan 29 o C, serta menambah informasi kepustakaan tentang ekologi B. tabaci.

13 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B. tabaci merupakan spesies kutukebul yang memiliki kisaran inang luas. Kalshoven (1981), mengelompokkan tanaman inang dari serangga ini meliputi beberapa famili, yaitu famili Compositae, Cucurbitaceae, Cruciferae, dan Solanaceae. Menurut Hill (1987), tanaman inang utama B. tabaci adalah kapas, tembakau, tomat, ubi jalar, ubi kayu, beberapa jenis gulma, serta tanaman lain yang dapat menjadi inang alternatif. Hal ini menyebabkan banyaknya nama umum B. tabaci yang dikenal luas, diantaranya adalah kutukebul kapas (cotton whitefly), kutukebul tembakau (tobacco whitefly), dan kutukebul ubi jalar (sweetpotato whitefly) (Kalshoven 1981). 0,2 mm Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. Menurut Kalshoven (1981), ciri morfologi B. tabaci adalah sebagai berikut: Telur yang baru diletakkan berwarna kekuningan dan biasanya tertutup lilin, warna telur akan berubah setelah 24 jam menjadi berwarna coklat. Nimfa instar satu berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah dengan panjang tubuh 0,22 mm dan lebar 0,13 mm. Nimfa instar dua berwarna hijau gelap dengan panjang tubuh 0,28 mm dan lebar 0,17 mm, dengan antena sangat pendek dan tungkai yang tereduksi. Pupa berbentuk bulat panjang, dibagian toraks agak melebar dan

14 cembung dengan abdomen yang tampak jelas. Terdapat satu pasang seta kauda (cauda setae) pada ujung anal. Vasiform orifice terdapat di daerah sebelum ujung posterior puparium, berbentuk segitiga, dan ukurannya lebih panjang dari panjang alur kaudal (caudal furrow). Hampir separuh bagian operkulumnya menutupi bagian vasiform orifice. Imagonya berwarna kuning dengan panjang tubuh 1-1,5 mm dan sayap yang tertutup oleh tepung berwarna putih. Biologi Imago betina setelah kopulasi akan meletakkan telur tegak lurus pada permukaan daun bagian bawah dengan cara menyisipkan telurnya ke dalam jaringan epidermis daun. Pada umumnya imago betina lebih tertarik meletakkan telur pada daun yang lebih muda dari pada daun tua. Masa inkubasi telur tergantung pada keadaan lingkungan terutama suhu. Pada suhu 26 o C sampai 32 o C masa inkubasi adalah 4-6 hari dan pada suhu 18 o C sampai 20 o C adalah hari (Gameel 1977). Menurut Ditlin Hortikultura (2008), imago betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat. Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir, dengan lama stadium telur rata-rata 5,8 hari. Menurut Gameel (1977), nimfa B. tabaci mempunyai tiga instar dan masa nimfa keseluruhan adalah hari pada suhu 28 o C sampai 30 o C dan hari pada suhu yang lebih rendah. Selain karena pengaruh suhu, siklus hidup B. tabaci juga dipengaruhi keadaan atau kondisi fisik dari tanaman inangnya. Lama siklus hidup pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari (Ditlin Hortikultura 2008). Waktu yang dibutuhkan imago sejak keluar dari pupa hingga dapat mengembangkan sayapnya adalah 8-15 menit. Setelah mengembangkan sayap, tubuh imago baru akan tertutup lilin. Lama hidup imago bervariasi tergantung faktor lingkungan. Lama hidup imago betina sekitar enam hari, tetapi pada kondisi tertentu mampu mencapai 60 hari dan pada umumnya imago jantan umurnya lebih singkat dibandingkan imago betina, yaitu sekitar 9-17 hari (CABI 2005).

15 Penyebaran Menurut Kalshoven (1981), B. tabaci memiliki daerah penyebaran yang cukup luas dan terdapat di India, Afrika hingga Amerika. Di Indonesia, serangga ini ditemukan di pulau Jawa dan Sumatra pada berbagai jenis tanaman. B. tabaci umumnya tersebar di daerah tropik dan subtropik, bersifat polifag, dan diketahui berperan sebagai vektor virus pertanaman. Di Sumatara dan Jawa, B. tabaci menularkan penyakit virus mosaik dan daun menggulung pada tanaman tembakau. Pada tahun 1983 dilaporkan penularan penyakit virus yang disebabkan oleh serangga ini pada tanaman tembakau di daerah Deli, Sumatra Utara. Hal tersebut terjadi setelah dilakukan introduksi tumbuhan famili Compositae, seperti Ageratum conyzoides dan Synedrella sp. serta Euphatorium odoratum dari Amerika Selatan sekitar tahun 1930-an. Di India B. tabaci bukan hanya berperan sebagai vektor virus tembakau tetapi juga vektor virus pada Hibiscus sp. dan dapat menyebabkan kerusakan yang amat parah (Kalshoven 1981) yang diikuti munculnya jelaga (warna hitam) akibat pertumbuhan cendawan. Gejala dan Akibat Serangan Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang menghisap cairan daun, gejala berupa bintik klorosis pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat tusukan stilet. Ekskresi kutu kebul menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesis tidak berlangsung normal. Selain kerusakan langsung oleh hisapan imago dan nimfa, kutukebul sangat berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh virus dapat merusak daun, batang, akar, buah, biji atau bunga, dan mungkin menyebabkan kerugian ekonomis dengan menurunkan hasil dan kualitas produk tumbuhan (Agrios 1996). Menurut Aidawati et al. (2002), satu imago B. tabaci dapat menularkan geminivirus dengan tingkat keberhasilan 50%. Penyakit keriting kuning yang ditularkan B. tabaci misalnya, dapat menyebabkan kehilangan hasil berkisar antara 20% sampai 100 % (Setiawati et al. 2007).

16 Neraca Kehidupan Neraca kehidupan adalah satu cara untuk mempelajari perkembangan suatu populasi serangga. Di dalam neraca kehidupan terdapat deskripsi yang sistematis tentang mortalitas dan kelangsungan hidup suatu populasi. Informasi tersebut merupakan informasi dasar yang diperlukan dalam menelaah perubahan kepadatan dan laju pertambuhan atau penurunan suatu populasi (Price 1975; Smith 1990). Data dari informasi di atas dapat digunakan untuk menentukan statistik populasi dari suatu organisme. Mengamati perkembangan suatu kelompok individu yang semuanya lahir pada waktu yang sama (kohor) hingga kematian individu terakhir, sambil mencatat kematian individu-individu anggota dan kelahiran keturunannya adalah cara untuk mendapatkan data yang menunjang pembuatan statistik populasi tersebut. Parameter neraca kehidupan yang digunakan untuk melihat hubungan preferensi B. tabaci terhadap tanaman yang diujikan adalah lama stadia pradewasa, lamanya stadia imago, dan keperidian imago betina. Parameter demografi yang dihitung Birch (1948), meliputi: 1. Laju reproduksi bersih (R 0 ) dihitung dengan rumus: R 0 = Σl x m x 2. Laju pertambahan intrinsik (r) dihitung dengan rumus: r = ln R 0 / T 3. Rataan masa generasi (T) dihitung dengan rumus: T = Σxl x m x /Σl x m x 4. Populasi berlipat ganda (DT) dihitung dengan rumus: DT = ln(2)/r Keterangan: x = kelas umur kohor (hari) l x m x = proporsi individu yang hidup pada umur ke-x = keperidian spesifik individu-individu pada kelas umur ke-x Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago betina sampai menetas menjadi nimfa instar satu; 2) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan nimfa instar satu sampai menjadi pupa; 3) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan pupa

17 sampai menjadi imago; 4) lama hidup imago sejak keluar dari pupa sampai mati; 5) masa sebelum peletakkan telur sampai meletakkan telur pertama kali (prapeneluran); dan 6) jumlah telur yang diletakkan. Menurut Morgan et al. (2001), perbedaan neraca kehidupan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, inang, kondisi iklim tempat penelitian, dan metode perbanyakan serangga (rearing) yang digunakan. Efek suhu dan kultivar pada neraca kehidupan berpengaruh terhadap kelahiran dan kematian. Penyebaran kutukebul secara geografi dan keragaman strain pada berbagai subspesies juga dapat menyebabkan neraca kehidupan kutukebul berbeda-beda. Tanaman Inang Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Tomat merupakan sayuran yang bergizi tinggi yang mempunyai banyak manfaat. Dalam ilmu botani, tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiosspermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Lycopersicon Spesies : Lycopersicon esculentum Mill. Menurut Cahyono (2008), tanaman tomat termasuk kedalam tanaman semusim (berumur pendek), karena tanaman hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat berbentuk perdu yang panjangnya mencapai kurang lebih dua meter. Oleh karena itu, tanaman tomat perlu diberi ajir dari turus bambu atau turus kayu agar tidak roboh di tanah, dan agar tanaman tomat dapat tumbuh secara vertikal keatas. Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah tanah yang mengandung lempung (ph kisaran 5,5 sampai 6,5) dengan sistem tata air yang baik (air tidak boleh tergenang), karena akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan oksigen. Suhu optimum untuk tanaman tomat antara 20 o C dan 30 o C.

18 Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Cabai merupakan suatu komoditas sayuran yang tidak dapat ditinggalkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Prajnanta (1999), berdasarkan asal-usulnya cabai berasal dari Peru. Hal ini dikarenakan bangsa Meksiko sudah menggemari cabai semenjak tahun 7000 SM, jauh sebelum Colombus menemukan benua Amerika tahun Cabai yang ditemukan Colombus memang tanaman asli Amerika Selatan. Setelah itu, tanaman ini menyebar ke Amerika Tengah menuju Amerika Serikat bagian selatan (Setiadi 2008). Dalam ilmu botani, tanaman cabai diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiosspermae Kelas : Polemoniales Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum annuum L. Cabai merupakan tanaman berumah satu dan dapat menyerbuk sendiri. Tinggi tanaman ini antara 0,65-0,75 m. Secara umum cabai dapat ditanam di areal sawah maupun tegal, di dataran rendah maupun tinggi, dan saat musim kemarau maupun musim penghujan. Namun demikian ada beberapa persyaratan tertentu yang harus diperhatikan agar tanaman cabai dapat memberikan hasil yang baik. Menurut Setiadi (2008), persyaratan tersebut adalah ketinggian tempat dan iklim (menentukan jenis cabai yang akan ditanam), kandungan air dalam tanah (bila di lahan sawah sebaiknya cabai ditanam pada akhir musim hujan tetapi bila di lahan tegal sebaiknya cabai ditanam pada akhir musim kemarau), serta kondisi tanah yang harus subur dan kaya akan bahan organik, dengan ph yang sesuai untuk tanaman cabai yaitu 6,5 dan suhu optimumnya antara 21 o C dan 28 o C. Gulma Babadotan (Ageratum conyzoides L.) Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian, karena dapat menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Pentingnya suatu gulma ditinjau dari interaksinya dengan tanaman yang dibudidayakan, karena beberapa gulma dapat menjadi inang alternatif dari hama

19 yang umumnya menyerang tanaman budidaya. Salah satu jenis gulma yang umumnya menjadi inang alternatif adalah A. conyzoides. Dalam ilmu botani, gulma A. conyzoides diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Ageratum Spesies : Ageratum conyzoides L. Gambar 2 Gulma babadotan, Ageratum conyzoides. A. conyzoides (babadotan) dikenal sebagai gulma yang dapat mengeluarkan alelopati. Batangnya tegak, bulat bercabang, dan berbulu pada buku-bukunya dan pada bagian yang rendah. Daunnya bertangkai cukup panjang, berbentuk bulat telur, bergerigi, dan berbulu. Duduk daun bawahnya berhadapan, sedangkan bagian teratas bertangkai pendek. Bunganya mengelompok berbentuk cawan, setiap bulir terdiri dari bunga, berwarna biru muda, putih, atau violet (ungu). Tumbuh pada ketinggian m dpl. dan membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk tumbuh, dengan kisaran suhu optimum antara 16 o C dan 24 o C (Moenandir 1988). Menurut Hendrival (2010), gulma babadotan banyak ditemukan di pertanaman cabai di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY.

20 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari Februari sampai Juli Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah serangga kutukebul B. tabaci, tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) varietas Ratna umur 3 bulan, tanaman cabai (Capsicum annuum L.) varietas Keriting Bogor umur 3 bulan, dan gulma babadotan (Ageratum conyzoides L.) umur 1 bulan sebagai tanaman inang. Alat yang digunakan adalah growth chamber SANYO model MLR-350H, mikroskop binokuler, kurungan serangga yang terbuat dari plastik mika, dan tabung kaca. Metode Penelitian Persiapan Pengujian Perbanyakan serangga. Perbanyakan diawali dengan menginvestasikan imago atau pupa B. tabaci ke dalam kurungan serangga, dengan tanaman tomat sebagai inangnya. Setelah satu bulan populasi imago B. tabaci dalam kurungan akan bertambah dan dapat digunakan sebagai bahan pengujian. Gambar 3 Kurungan untuk pemeliharaan dan perbanyakan B. tabaci.

21 Persiapan tanaman uji. Tanaman yang digunakan dalam pengujian adalah tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) varietas Ratna umur 3 bulan, tanaman cabai (Capsicum annuum L.) varietas Keriting Bogor umur 3 bulan, dan gulma babadotan (Ageratum conyzoides L.) umur 1 bulan, yang diambil dari lapang. Pemilihan jenis tanaman uji, baik tanaman budidaya maupun gulma di dasarkan pada jenis tanaman yang umumnya banyak diserang B. tabaci dan dapat menjadi inang utama atau alternatif B. tabaci di lapang. Sedangkan pemilihan umur tanaman di dasarkan pada kesiapan tanaman untuk diujikan, yaitu tanaman tidak terlalu muda tetapi juga belum berbunga. Budidaya tanaman tidak menggunakan bahan kimia yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama. Pengujian Neraca Kehidupan Pengujian neraca kehidupan pada tanaman uji di awali dengan memasukan imago B. tabaci sebanyak 15 imago (5 jantan dan 10 betina) ke dalam tabung plastik mika berbentuk silinder yang bagian atasnya dilapisi kain kasa. Di bagian tengah plastik mika terdapat lubang yang berfungsi untuk memasukan imago. Setelah 24 jam, imago tersebut dikeluarkan dari tabung, dan dari sekian banyak jumlah telur yang diletakkan imago betina, hanya 50 telur yang akan diamati perkembangannya pada setiap ulangan (setiap tanaman uji terdiri dari 3 ulangan). Jumlah telur yang berlebih akan dimatikan dengan cara ditusuk menggunakan jarum, sehingga total populasi awal pada setiap tanaman uji dalam suatu suhu adalah 150 telur. Imago yang dihasilkan dipindahkan ke tanaman lain yang sama dengan inang sebelumnya, setiap kurungan hanya berisi satu imago (baik jantan maupun betina). Tanaman ditumbuhkan pada suhu 25 o C dan 29 o C di dalam growth chamber SANYO model MLR-350H (L:D = 12:12). Penentuan suhu pengujian di dasarkan pada rataan suhu di daerah beriklim sedang (25 o C) dan panas (29 o C).

22 (a) (b) Gambar 4 Growth chamber SANYO model MLR-350H yang digunakan untuk percobaan, (a) tampak luar dan (b) tampak dalam. Parameter Neraca Kehidupan Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian dihitung menggunakan software SPSS 15 dengan uji Duncan taraf 5%. Sedangkan, laju reproduksi dihitung berdasarkan parameter demografi Birch (1948), meliputi: 5. Laju reproduksi bersih (R 0 ), dihitung dengan rumus: R 0 = Σl x m x 6. Laju pertambahan intrinsik (r), dihitung dengan rumus: r = ln R 0 /T 7. Rataan masa generasi (T), dihitung dengan rumus: T = Σxl x m x /Σl x m x 8. Populasi berlipat ganda (DT), dihitung dengan rumus: DT = ln (2)/r Keterangan: x = kelas umur kohor (hari) l x m x = proporsi individu yang hidup pada umur ke-x = keperidian spesifik individu pada kelas umur ke-x

23 Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago betina sampai menetas menjadi nimfa instar satu; 2) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan nimfa instar satu sampai menjadi pupa; 3) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan pupa sampai menjadi imago; 4) lama hidup imago sejak keluar dari pupa sampai mati; 5) masa sebelum peletakkan telur sampai meletakkan telur pertama kali (prapeneluran); dan 6) jumlah telur yang diletakkan.

24 HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus Hidup Perbedaan siklus hidup serangga menurut Morgan et al. (2001), dipengaruhi oleh spesies serangga, suhu, tanaman inang, serta metode perbanyakan serangga yang digunakan. Menurut Schoonhoven et al. (2005), faktor dari tanaman yang dapat mempengaruhi serangga dalam proses pemilihan dan penentuan inang diantaranya adalah bentuk daun, trikoma pada daun, serta senyawa-senyawa kimia hasil proses metabolisme sekunder tanaman tersebut. B. tabaci misalnya, lebih menyukai tanaman yang mempunyai banyak trikoma dan mengandung kelenjar atau getah sebagai tanaman inangnya. Siklus hidup B. tabaci pada suhu 25 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan berturut-turut adalah 27,30; 24,96; dan 21,17 hari (Tabel 1). Siklus hidup B. tabaci pada setiap tanaman hasilnya masing-masing berbeda nyata, dimana pada gulma babadotan siklus hidup B. tabaci lebih singkat 6,13 hari dibandingkan tanaman tomat dan 3,79 hari lebih singkat dibandingkan tanaman cabai. Siklus hidup B. tabaci pada suhu 29 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 20,71; 21,04; dan 22,67 hari (Tabel 1). Siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat lebih singkat 0,33 hari dibandingkan tanaman cabai dan 1,96 hari lebih singkat dibandingkan gulma babadotan, namun hasil antara tanaman tomat dan tanaman cabai pada suhu ini tidak berbeda nyata. Siklus hidup B. tabaci pada umumnya lebih singkat pada tanaman tomat dan gulma babadotan dibandingkan pada tanaman cabai. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini adalah banyaknya trikoma pada tanaman tomat dan gulma babadotan. Menurut Shivanathan (1983), tanaman cabai bukan inang yang sesuai bagi pertumbuhan B. tabaci, sehingga di lapang jarang terlihat koloni B. tabaci pada tanaman cabai. Faktor fisik dan kimia tanaman memegang peranan penting dalam pemilihan dan penentuan inang, karena setiap tanaman mengandung nutrisi yang berbeda bagi keberlangsungan hidup suatu individu. Faktor ini umumnya tidak bekerja secara tunggal, melainkan secara bersama-sama membentuk suatu sistem pertahanan (Kogan 1982).

25 Tabel 1 Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada suhu 25 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan Parameter populasi Siklus Hidup (hari) Lama Hidup (hari) Keperidian (butir telur) 25 o C Tomat Cabai Babadotan 27,30±2,05c 24,96±2,22b 21,17±1,61a 33,71±2,61c 31,21±3,79b 28,08±3,51a 45,96±10,13ab 37,71±18,11a 48,50±17,01b Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan suhu yang sama serta diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Selang Berganda Duncan pada taraf α = 5%. Tabel 2 Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada suhu 29 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan Parameter populasi Siklus Hidup (hari) Lama Hidup (hari) Keperidian (butir telur) 29 o C Tomat Cabai Babadotan 20,71±1,63a 21,04±0,91a 22,67±1,01b 26,83±2,96a 27,00±2,62a 29,04±1,68b 41,30±13,28b 31,96±10,65a 43,83±9,64b Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan suhu yang sama serta diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Selang Berganda Duncan pada taraf α = 5%. Menurut Wang & Tsai (1996), semakin meningkatnya suhu maka siklus hidup serangga akan semakin singkat, tetapi pada suhu di atas 30 o C waktu yang diperlukan serangga untuk menyelesaikan siklus hidupnya akan menurun secara drastis. Penurunan lamanya siklus hidup seiring meningkatnya suhu pada tanaman tomat adalah 6,59 hari dan pada tanaman cabai adalah 3,92 hari. Penurunan lamanya siklus hidup seiring peningkatan suhu tidak terjadi pada gulma babadotan. Siklus hidup B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 C lebih singkat 1,5 hari dibandingkan pada suhu 29 o C. Hal ini dikarenakan kisaran suhu optimum bagi gulma babadotan itu sendiri adalah 16 o C sampai 24 o C (Moenandir 1988), sehingga pada suhu 29 o C setelah dua minggu pengujian beberapa helai daun bagian bawah gulma babadotan terlihat mengering (Gambar 6c).

26 Gambar 5 (a) (b) (c) Tanaman pada suhu 25 o C pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 13 MST dan (c) gulma babadotan umur 5 MST. (a) (b) (c) Gambar 6 Tanaman pada suhu 29 o C pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 14 MST dan (c) gulma babadotan umur 7 MST. Lama Hidup Lama hidup menentukan karakteristik kelangsungan hidup suatu organisme dalam suatu populasi. Setiap organisme memiliki variasi jangka hidup yang terbatas. Hasil pengamatan harian menunjukkan bahwa lama hidup atau kemampuan bertahan hidup B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 C berturut-turut adalah 33,71; 31,21; dan 28,08

27 hari (Tabel 1). Lama hidup B. tabaci pada setiap tanaman hasilnya masing-masing berbeda nyata, dimana pada gulma babadotan lama hidup B. tabaci lebih singkat 5,63 hari dibandingkan tanaman tomat dan 3,13 hari dibandingkan tanaman cabai. Lama hidup B. tabaci pada suhu 29 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 26,83; 27,00; dan 29,04 hari (Tabel 1). Lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat lebih singkat 0,17 hari dibandingkan tanaman cabai dan 2,21 hari dibandingkan gulma babadotan, tetapi hasil antara tanaman tomat dan tanaman cabai pada suhu ini tidak berbeda nyata. Menurut Wang & Tsai (1996), suhu dapat mempengaruhi lama hidup imago betina B. tabaci. Pada suhu 20 C imago betina B. tabaci dapat hidup sampai 44,36 hari, sedangkan pada suhu 30 C dan 35 C, imago betina hanya dapat hidup selama 12,47 dan 10,43 hari. Kemampuan bertahan hidup atau lama hidup B. tabaci pada suhu 30 o C sampai 34 o C akan lebih singkat dibandingkan lama hidup B. tabaci pada suhu 18 o C sampai 22 o C (Gameel 1977). Hasil pengamatan harian juga menunjukkan bahwa peningkatan suhu sebesar 4 C (dari 25 C menjadi 29 C) akan mempersingkat waktu lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 6,88 hari dan pada tanaman cabai sebesar 4,21 hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purbosari (2008), yang menyatakan bahwa lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat membutuhkan waktu yang lebih lama pada suhu 23 o C dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 29 o C. Namun, penurunan lama hidup seiring peningkatan suhu tidak terjadi pada gulma babadotan. Lama hidup B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 C lebih singkat 0,96 hari dibandingkan pada suhu 29 o C. Hal ini dikarenakan gulma babadotan pada suhu 29 o C mengalami penurunan kondisi secara fisik, ditandai dengan mengeringnya beberapa helai daun bagian bawah setelah dua minggu masa pengujian. Laju kematian B. tabaci pada suhu 25 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan mulai terjadi pada stadia telur, yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah masing-masing pada hari ke-8, ke-12, dan ke-9 (Gambar 7,8, dan 9). Sementara itu, pada suhu 29 C laju kematian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan mulai terjadi pada stadia

28 telur, yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah masing-masing pada hari ke-9, ke-6, dan ke-12 (Gambar 7, 8, dan 9). Persentase keberhasilan telur untuk menetas dapat dilihat dari data kematian pada stadia telur. Keberhasilan telur untuk menetas pada suhu 25 C pada tanaman tomat dan gulma babadotan sebesar 98,67%, sedangkan pada tanaman cabai sebesar 99,33%. Sementara itu, persentase keberhasilan telur menetas pada suhu 29 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan sebesar 95,33%; 91,33%; dan 94,67%. Keperidian Banyaknya individu betina dalam suatu populasi dapat mempengaruhi nilai keperidian. Semakin banyaknya betina maka telur yang dihasilkan juga akan semakin banyak, dan hal ini akan sangat merugikan bila serangga tersebut berperan sebagai hama. Banyaknya telur yang dihasilkan imago betina memperlihatkan tingkat kesesuaian individu tersebut pada tanaman inangnya. Keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 25 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 45,96; 37,71; dan 48,50 butir telur (Tabel 1). Puncak nilai m x pada tanaman tomat terjadi diawal peneluran atau pada hari ke-23, dengan rata-rata 8 butir telur yang diletakkan pada hari tersebut. Sedangkan puncak m x pada tanaman cabai terjadi pada hari ke-25, dengan rata-rata 6,53 butir telur, dan puncak m x pada gulma babadotan terjadi pada hari ke-22, dengan rata-rata 8,34 butir telur yang diletakkan imago betina pada hari tersebut. Keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 29 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 41,30; 31,96; dan 43,83 butir telur. Puncak nilai m x pada tanaman tomat terjadi pada hari ke-32, dengan rata-rata 8 butir telur yang diletakkan betina pada hari tersebut. Puncak m x pada tanaman cabai terjadi pada hari ke-21, dengan rata-rata 6,89 butir telur per betina. Sedangkan puncak m x pada gulma babadotan terjadi pada hari ke-22, dengan rata-rata 7,80 butir telur per betina.

29 Gambar 7 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (l x ) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (m x ) pada tanaman tomat pada suhu 25 C dan 29 C.

30 Gambar 8 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (l x ) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (m x ) pada tanaman cabai pada suhu 25 C dan 29 C.

31 Gambar 9 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (l x ) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (m x ) pada gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C.

32 Menurut Wang & Tsai (1996), keperidian imago betina B. tabaci akan menurun seiring meningkatnnya suhu. Imago betina B. tabaci yang dipelihara pada suhu 20 o C sampai 25 o C dapat meletakkan telur rata-rata 324,41 dan 223,67 butir per imago, sedangkan pada suhu 35 o C imago betina B. tabaci hanya dapat meletakkan 21,67 butir telur per imago. Hasil penelitian Purbosari (2008), memperlihatkan bahwa keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 23 o C lebih tinggi dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 29 o C, yaitu berturut-turut adalah 93,38; 62,75; dan 32,17 butir. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan harian yang menunjukkan adanya penurunan keperidian imago betina pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan seiring dengan meningkatnya suhu, secara berurutan penurunannya sebesar 4,66; 5,75 dan 4,67 butir telur. Peningkatan suhu juga berpengaruh pada pergeseran kurva m x, yaitu kurva m x akan bergeser kesebelah kiri seiring dengan peningkatan suhu, kecuali pada gulma babadotan yang memang mengalami penurunan kondisi secara fisik pada suhu 29 C sehingga berdampak lain. Hal ini berarti peningkatan suhu 4 o C (dari 25 o C ke 29 o C) akan mempercepat waktu peneluran dan mempersingkat lamanya peneluran. Laju Reproduksi Nilai R 0 atau laju reproduksi bersih pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan untuk masing-masing tanaman adalah 28,20; 28,94; dan 57,28 individu per induk per generasi. Nilai R 0 yang tinggi memperlihatkan tingkat kesesuian hidup B. tabaci pada suatu tanaman. Nilai R 0 paling tinggi pada suhu 25 C terdapat pada gulma babadotan, sehingga dapat disimpulkan bahwa B. tabaci pada suhu 25 C lebih sesuai hidup pada gulma babadotan, dibandingkan pada tanaman tomat dan tanaman cabai. Pada suhu 29 C nilai R 0 pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 25,14; 15,77; dan 23,09 individu per induk per generasi. Nilai R 0 paling tinggi pada suhu 29 C terdapat pada tanaman tomat, sehingga dapat disimpulkan bahwa B. tabaci pada suhu 29 C lebih sesuai hidup pada tanaman tomat, dibandingkan pada tanaman cabai dan gulma babadotan.

33 Tabel 3 Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 o C Parameter 25 o C 29 o C populasi Tomat Cabai Babadotan Tomat Cabai Babadotan R o 28,20 28,94 57,28 25,14 15,77 23,09 r 0,12 0,13 0,18 0,14 0,12 0,13 T 28,47 25,68 22,74 22,47 22,97 24,45 DT 5,78 5,33 3,85 4,95 5,78 5,33 Keterangan : R o = laju reproduksi bersih (individu/induk/generasi) r = laju pertambahan intrinsik (individu/induk/hari) T = rataan masa generasi (hari) DT = waktu untuk populasi berlipat ganda (hari) Seiring peningkatan suhu dari 25 C ke 29 C terjadi penurunan nilai R 0 pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan, secara berurutan besarnya adalah 3,06; 13,17; dan 34,19 individu per induk per generasi. Penurunan nilai R 0 pada tanaman tomat pada suhu 29 C tidak akan merubah kesimpulan bahwa B. tabaci lebih sesuai hidup pada tanaman tomat pada suhu tersebut. Hal ini dikarenakan singkatnya waktu untuk populasi berlipat ganda (DT) pada tanaman tomat dibandingkan tanaman lainnya. Nilai DT yang tinggi dapat meningkatkan nilai R 0 dalam satuan waktu tertentu (Birch 1948). Jika nilai R 0 < 1 artinya populasi serangga akan menurun menuju kepunahan, sedangkan bila R 0 > 1 artinya populasi serangga akan meningkat. Laju pertambahan intrinsik (r) merupakan pertambahan populasi pada lingkungan konstan dan sumberdaya yang tidak terbatas. Nilai r B. tabaci pada suhu 25 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan berturutturut adalah 0,12; 0,13; dan 0,18 individu per induk per hari. Pada suhu 29 C nilai r pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan adalah 0,14; 0,12; dan 0,13 individu per induk per hari. Terlihat nilai r tertinggi pada suhu 25 C terdapat pada gulma babadotan dan pada suhu 29 C pada tanaman tomat. Tingginya nilai r ini disebabkan oleh tingginya keperidian, rendahnya mortalitas pradewasa dan masa dewasa B. tabaci pada gulma babadotan dan tanaman tomat pada suhu tersebut. Tetapi nilai laju pertambahan intrinsik (r) yang tinggi pada suatu spesies tidak selalu diartikan sebagai tingkat keberhasilan dalam suatu habitat. Hal ini dikarenakan adanya proses seleksi dari spesies tersebut agar nilai r

34 nya menjadi relatif tinggi, sehingga dapat berkompetisi dengan spesies yang lain (Birch 1948). Nilai r pada tanaman tomat meningkat sebesar 0,2 individu per induk per hari seiring dengan meningkatnya suhu. Sementara itu, pada tanaman cabai dan gulma babadotan menurun seiring meningkatnya suhu, besarnya penurunan nilai r secara berurutan adalah 0,1 dan 0,5 individu per induk per hari. Adanya perbedaan nilai r ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat kematian, kelahiran, dan waktu perkembangan B. tabaci pada masing-masing tanaman tersebut disetiap tahap pengujian. Menurut Birch (1948), jika nilai r lebih kecil dari nilai r yang minimum maka spesies tersebut gagal dalam bertahan hidup. Suatu populasi akan mencapai nilai r yang tinggi apabila suatu individu mencapai fase dewasa dengan tingkat reproduksi yang lebih awal. Rataan masa generasi (T) adalah rataan waktu yang dibutuhkan sejak telur diletakkan hingga saat imago betina menghasilkan separuh keturunannya. Spesies pada suatu populasi yang mempunyai nilai T yang rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan spesies pada populasi yang mempunyai nilai T yang tinggi. Rataan masa generasi B. tabaci pada suhu 25 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 28,47; 25,68; dan 22,74 hari. Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk menghasilkan separuh keturunannya pada gulma babadotan lebih singkat dibandingkan pada tanaman tomat dan tanaman cabai. Nilai r B. tabaci pada suhu 29 C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 22,47; 22,97; dan 24,45 hari. Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk menghasilkan separuh keturunannya pada suhu 29 C pada tanaman tomat lebih singkat dibandingkan pada tanaman cabai dan gulma babadotan. Hal ini berarti populasi B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 C dan pada tanaman tomat pada suhu 29 o C, akan tumbuh lebih cepat dibandingkan B. tabaci pada tanaman lainnya pada suhu yang sama. Rataan masa generasi pada tanaman tomat dan tanaman cabai seiring meningkatnya suhu mengalami penurunan, secara berurutan besarnya penurunan masing-masing adalah 6 dan 2,71 hari. Sementara itu, pada gulma babadotan seiring meningkatnya suhu masa generasi bertambah 1,71 hari. Hal ini berarti,

35 pada tanaman tomat dan tanaman cabai populasi B. tabaci tumbuh lebih cepat pada suhu 29 C dibandingkan suhu 25 o C, sedangkan pada gulma babadotan populasi B. tabaci tumbuh lebih cepat pada suhu 25 C dibandingkan suhu 29 C. Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk berlipat ganda (DT) terlama pada suhu 25 C terdapat pada tanaman tomat yaitu 5,78 hari dan tersingkat pada gulma babadotan yaitu 3,85 hari. Sedangkan nilai DT pada tanaman cabai adalah 5,33 hari. Sementara itu, nilai DT terlama pada suhu 29 C terdapat pada tanaman cabai sebesar 5,78 hari dan tersingkat pada tanaman tomat sebesar 4,95 hari. Sedangkan nilai DT pada gulma babadotan adalah 5,33 hari. Menurut Birch (1948), nilai populasi berlipat ganda yang tinggi pada suatu individu dapat menyebabkan penurunan sumber daya lingkungan dan mempengaruhi nilai laju pertambahan intrinsik (r). Nilai DT pada tanaman cabai dan gulma babadotan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu dari 25 C ke 29 o C, secara berurutan nilai penurunannya adalah 0,45 dan 1,48 hari. Sementara itu, pada tanaman tomat nilai DT mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu, yaitu selama 0,83 hari. Hal ini menandakan perkembangan populasi B. tabaci pada tanaman tomat lebih baik pada suhu 29 C dibandingkan pada suhu 25 o C.

36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C masing-masing adalah 27,30; 24,96; dan 21,17 hari. Sedangkan pada suhu 29 o C secara berurutan masing-masing adalah 20,71; 21,04; dan 22,67 hari. Kemampuan bertahan hidup atau lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C masingmasing adalah 33,71; 31,21; dan 28,08 hari. Sedangkan pada suhu 29 o C secara berurutan masing-masing adalah 26,83; 27,00; dan 29,04 hari. Keperidian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C masing-masing adalah 45,96; 37,71; dan 48,50 butir telur. Sedangkan pada suhu 29 o C secara berurutan masing-masing adalah 41,30; 31,96; dan 43,83 butir telur. Peningkatan suhu 4 o C (dari 25 o C ke 29 o C) akan memperpendek siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 6,59 hari dan pada tanaman cabai sebesar 3,92 hari, kecuali pada gulma babadotan peningkatan suhu akan memperpanjang siklus hidup sebesar 1,5 hari. Peningkatan suhu akan mempersingkat waktu lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 6,88 hari dan pada tanaman cabai sebesar 4,21 hari, kecuali pada gulma babadotan peningkatan suhu akan memperpanjang lama hidup sebesar 0,96 hari. Peningkatan suhu akan menurunkan keperidian B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 4,66 butir telur, pada tanaman cabai sebesar 5,75 butir telur, dan pada gulma babadotan sebesar 4,67 butir telur. Nilai laju reproduksi bersih (R 0 ) pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C masing-masing adalah 28,20; 28,94; dan 57,28 individu per induk per generasi. Sedangkan pada suhu 29 o C secara berurutan masing-masing adalah 25,14; 15,77; dan 23,09 individu per induk per generasi. Nilai laju pertambahan intrinsik (r) pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 o C masing-masing adalah 0,12; 0,13; dan 0,18 individu per induk per hari. Sedangkan pada suhu 29 o C secara berurutan masingmasing adalah 0,14; 0,12; dan 0,13 individu per induk per hari. Rataan masa generasi (T) pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C

Neraca kehidupan kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 C dan 29 C Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 April 2014, Vol. 11 No. 1, 11 18 Online version: http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi DOI: 10.5994/jei.11.1.11 Neraca

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus 5 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting bagi penduduk Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa kedelai merupakan sumber

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cabai 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Terung merupakan tanaman asli India dan Srilanka, satu famili dengan tomat dan kentang.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA

KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA KERAGAMAN UKURAN DAN WARNA Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annuum) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT MAGDALENA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

STATISTIK DEMOGRAFI Bemisia tabaci Gennadius (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN KEDELAI VARIETAS EDAMAME DAN WILIS SITI RIZKAH SAGALA

STATISTIK DEMOGRAFI Bemisia tabaci Gennadius (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN KEDELAI VARIETAS EDAMAME DAN WILIS SITI RIZKAH SAGALA STATISTIK DEMOGRAFI Bemisia tabaci Gennadius (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN KEDELAI VARIETAS EDAMAME DAN WILIS SITI RIZKAH SAGALA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT

INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT INTERAKSI POPULASI WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens Stål. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) DENGAN KEPIK PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA PADI VARIETAS CIHERANG ZULFIRMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari April 2005 sampai Februari 2006. Kegiatan ini dibagi dua bagian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian laboratorium. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L.

HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. HUBUNGAN NEMATODA PARASIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug wilt of pineapple) PADA NANAS (Ananas comosus L. Merr) ISMAWARDANI NURMAHAYU PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam klasifikasi tumbuhan, tanaman tomat termasuk kelas Dicotyledonae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam klasifikasi tumbuhan, tanaman tomat termasuk kelas Dicotyledonae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tomat 1) Botani dan morfologi tanaman tomat Dalam klasifikasi tumbuhan, tanaman tomat termasuk kelas Dicotyledonae (berkeping dua). Secara lengkap ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

HAZEN ARRAZIE KURNIAWAN

HAZEN ARRAZIE KURNIAWAN NERACA KEHIDUPAN KUTUKEBUL, Bemisia tabaci GENNADIUS (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) BIOTIPE-B DAN NON-B PADA TANAMAN MENTIMUN (Curcumis sativus L.) DAN CABAI (Capsicum annuum L.) HAZEN ARRAZIE KURNIAWAN SEKOLAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI.

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI. STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica L.) SKRIPSI Oleh : NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM : 0805105020 KONSENTRASI PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood)

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) Kutukebul T. vaporariorum merupakan hama utama pada berbagai tanaman hortikultura dan tanaman hias. Kutukebul ini bersifat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis KATA PENGANTAR Buah terung ini cukup populer di masyarakat, bisa di dapatkan di warung, pasar tradisional, penjual pinggir jalan hingga swalayan. Cara pembudidayaan buah terung dari menanam bibit terung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA

KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA KEBUGARAN PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis (HEMIPTERA: MIRIDAE) PADA BERBAGAI VARIETAS INANG PADI, ASAL POPULASI LABORATORIUM DAN LAPANG FITRINNISYA PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja,

I. PENDAHULUAN. Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, I. PENDAHULUAN Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Desa Serang terletak pada ketinggian 800-1200 dpl dan memiliki curah hujan bulanan mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

POTENSI GUANO KELELAWAR PEMAKAN SERANGGA DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN OLEH

POTENSI GUANO KELELAWAR PEMAKAN SERANGGA DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN OLEH POTENSI GUANO KELELAWAR PEMAKAN SERANGGA DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN OLEH Phytophthora infestans (Mont.) de Bary PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum) NELLY SAPTA YANTI A44103007 PROGRAM

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) SERTA HASIL PANEN PADA PERTANAMAN KACANG PANJANG MOHAMAD AFIAT PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung TINJAUAN PUSTAKA Kepik Coklat (R.linearis Fabr.) Biologi Hama Hama ini sering dikenal dengan sebutan kepik penghisap polong kedelai karena hama ini menyerang polong kedelai. Menurut Wahyu (2010), klasifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Sawi ke dalam : Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistematika) tanaman, sawi termasuk Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Taksonomi tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci