WALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "WALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE)"

Transkripsi

1 BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE) JESSICA VALINDRIA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRAK JESSICA VALINDRIA. Biologi Parasitoid Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera: Chalcididae) pada Ulat Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae). Dibimbing oleh PUDJIANTO. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi parasitoid Brachymeria lasus seperti siklus hidup, ciri morfologi, dan perilakunya. Penelitian dilakukan di laboratorium dengan mengambil Erionota thrax yang terparasit oleh B. lasus dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah-wadah plastik. Imago parasitoid B. lasus yang muncul diperbanyak dengan dipelihara dalam tabung yang di dalamnya terdapat pupa E. thrax. Untuk mengamati ciri morfologi dan siklus hidup parasitoid, pupa E. thrax yang terparasit dipelihara pada tabung kemudian, dilakukan pembedahan setiap hari dimulai pada hari kedua setelah terparasit. Untuk mengamati waktu kemunculan imago parasitoid, pupa E. thrax yang terparasit dipelihara dalam tabung reaksi hingga imago muncul. Imago parasitoid B. lasus (betina dan jantan) secara umum bewarna hitam dengan ukuran tubuh kurang lebih 6 mm, tungkai bagian femur membesar. Imago jantan dan betina dapat dibedakan melalui ovipositornya. Parasitoid B. lasus memiliki tipe telur hymenopteriform tipe larva hymenopteriform dan tipe pupa exarata. Siklus hidup parasitoid B. lasus umumnya berkisar hari. Waktu kemunculan tertinggi imago parasitoid B. lasus, baik betina maupun jantan, adalah pada kisaran jam WIB. Kata kunci : Brachymeria lasus, Erionota thrax, parasitoid pupa

3 BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE) (Biology of Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera:Chalcididae): A Pupal Parasitoid of Banana Skipper, Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera:Hesperiidae)) ABSTRACT This research was conducted to study some biological aspects of parasitoid, Brachymeria lasus, such as the life cycle, morphology, and the behavior. Research was carried out in The Laboratory of Parasitoid and Predator Biology, Department of Plant Protection, Bogor Agricultural University. Pupae of Erionota thrax parasitized by B. lasus were collected from the field and then were maintained in plastic containers until the emergence of parasitoid adults. Mated females of B. lasus were kept in a test tube (20 cm long, 3 cm in diameter), and then were provided with 1-day-old pupae of E. thrax to be parasitized. Parasitized pupae of E. thrax then were moved to another test tube and were used for observation of the parasitoid biology. The morphological features of the parasitoid larvae and pupae were observed by dissecting parasitized pupae every day starting on the second day after parasitization. To observe the life cycle of the parasitoid, parasitized pupae of E. thrax were maintained in test tubes until the eclosion of parasitoid adults. In general, adults of B. lasus (females and males) were black in color with the body size was less than 6 mm, and were characterized with the large femur of the hind legs. B. lasus have hymenopteriform eggs, hymenopteriform larvae, and exarate type pupae. The life cycle of B. lasus ranged days. Adults of B. lasus mostly emerged in the morning within 07:00-11:00 hours. Keywords : Brachymeria lasus, Erionota thrax, pupal parasitoid

4 BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA: CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE) JESSICA VALINDRIA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

6 HALAMAN PENGESAHAN Judul Skripsi : BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMENOPTERA:CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA:HESPERIIDAE) Nama : Jessica Valindria NIM : A Program Studi : Proteksi Tanaman Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Pudjianto, M.Si NIP Diketahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tugas akhir dengan judul BIOLOGI PARASITOID Brachymeria lasus WALKER (HYMEMOPTERA:CHALCIDIDAE) PADA ULAT PENGGULUNG DAUN PISANG Erionota thrax LINNAEUS (LEPIDOPTERA: HESPERIIDAE). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu yang bermanfaat, kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf Laboratorium Biologi Parasitoid dan Predator, terutama Mbak Adha dan Mbak Nita atas bantuannya. Terimakasih kepada Bapak Rosichon Ubaidilah, Bapak Uyung dan Mas Anto atas bantuannya. Terimakasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Muhammad dan Ibunda Rr. Suliyanti serta Adik Maulid Doni Rahman dan Nadya Mulindia Ramdhani yang telah memberikan dukungan moril maupun materil, kasih sayang dan doa restu. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Andrixinata B, seluruh teman-teman Kost Gajah,; sahabatku Imel, Sari, Anis, Meylinda, Via, Kiky dan seluruh teman di DPT 44 dan DPT 45 atas bantuan selama penelitian, dukungan dan motivasi, serta Erwin Dedi Prihantoro yang telah memberikan dukungan dan doa. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, nasihat dan motivasi yang diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat. Bogor, April 2012 Jessica Valindria

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 8 November 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Muhammad dan Ibu Suliyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 5 Wonosobo, pendidikan menengah pertama di SMP Muhammadiyah 1 Wonosobo dan pendidikan menengah atas di SMA Muhammadiyah 1 Wonosobo dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah, penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB (2008) dan anggota Ikatan Mahasiswa Wonosobo (IKAMANOS) IPB (2007). Penulis juga pernah menjadi panitia di kegiatan ekstrakulikuler seperti MIGRATORIA sebagai koordinator lapangan, FOR XP sebagai anggota panitia acara yang diadakan oleh HIMASITA.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN xiii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang. 1 Tujuan... 2 Manfaat. 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Pengendalian Hayati menggunakan Parasitoid 3 Parasitoid Brachymeria sp. 4 Parasitoid Brachymeria lasus 4 Taksonomi 4 Morfologi 4 Kisaran Inang.. 5 BAHAN METODE.. 7 Tempat dan Waktu Penelitian. 7 Bahan dan Alat 7 Persiapan Penelitian 8 Pengambilan Inang 8 Pemeliharaan dan Pengembangbiakan B. lasus... 9 Metode Penelitian 9 Morfologi 9 Gejala Inang 10 Siklus Hidup Parasitoid.. 10 Perilaku Parasitoid.. 10

10 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus. 12 Telur 12 Larva 13 Pupa. 14 Imago Gejala Inang Terparasit. 17 Siklus Hidup Parasitoid B. lasus 18 Perilaku Parasitoid B. lasus 19 Cara Memarasit Inang. 19 Kemunculan Parasitoid Kopulasi.. 21 KESIMPULAN DAN SARAN. 23 Kesimpulan Saran.. 23 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 25

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Ukuran imago parasitoid B. lasus.. 16 Tabel 2. Perkiraan lama stadia parasitoid B. lasus... 19

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Antena dan femur B. lasus 5 Gambar 2 Alat yang digunakan dalam penelitian.. 8 Gambar 3 Telur parasitoid B. lasus Gambar 4 Larva parasitoid B. lasus 13 Gambar 5 Pupa parasitoid B. lasus Gambar 6 Bagian tubuh imago parasitoid B. lasus 15 Gambar 7 Imago parasitoid B. lasus.. 16 Gambar 8 Perbedaan inang 17 Gambar 9 Gejala pupa terparasit Gambar 10 Imago B. lasus memarasit inang Gambar 11 Lubang keluar parasitoid B. lasus.. 21

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran Tabel 1 Ukuran larva parasitoid B. lasus.. 26 Lampiran Tabel 2 Ukuran pupa parasitoid B. lasus Lampiran Tabel 3 Ukuran imago jantan B. lasus.. 28 Lampiran Tabel 4 Ukurang imago betina B. lasus Lampiran Tabel 5 Perkiraan lama stadia B. lasus

14 1 PENDAHULUAN Latar belakang Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil daripada inangnya. Musuh alami, seperti parasitoid sering digunakan untuk mengendalikan hama. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan inangnya dapat menekan laju pertumbuhan inangnya (Wanta 2003). Salah satu famili dari ordo Hymenoptera yang dapat digunakan sebagai pengendali hama adalah famili Chalcididae. Famili ini terdiri dari bermacam macam genus, dan salah satunya adalah Brachymeria. Brachymeria sp. dapat dijadikan sebagai pengendali hayati terhadap hama-hama terutama dari ordo Lepidotera dan ordo Diptera dengan teknik pengendalian secara konservasi. Eksplorasi parasitoid Brachymeria sp. untuk mengendalikan hama terutama dari ordo Lepidoptera dapat dilakukan pada stadia pupa, dimana hama atau inang sedang berkembang menjadi pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pada stadia larva instar akhir (Goulet & Huber 1993). Indonesia memiliki beberapa species Brachymeria, diantaranya adalah Brachymeria lasus Walker dan Brachymeria trachis Crawford yang menyebar di seluruh pulau Jawa, Sumatra dan di berbagai daerah lainnya. Saat ini parasitoid B. lasus dan B. trachis mulai dimanfaatkan sebagai pengendali hama terutama dari kelompok Lepidoptera, meskipun terkadang parasitoid tersebut juga menyerang Hymenoptera (Erniwati& Rosichon 2011). Brachymeria lasus dan Brachymeria trachis biasanya memarasit ulat penggulung daun pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae) pada stadia pupa. Perbedaan yang mendasar antara B. lasus dan B. trachis adalah tanda kuning pada bagian tungkainya, B. lasus mempunyai femur yang membesar

15 2 dengan bagian apical bewarna kuning, tibia belakang bewarna krem-kekuningan, sedangkan B. trachis mempunyai femur yang membesar dengan sedikit apical bewarna kuning dan tibia belakang bewarna hitam (Erniwati & Rosichon 2011). B. lasus dapat dijadikan sebagai pengendali hayati dengan teknik pengendalian secara konservasi terhadap hama-hama terutama dari ordo Lepidoptera. Ekplorasi parasitoid B. lasus dapat dilakukan pada stadia pupa, dimana hama atau inangnya sedang berkembang menjadi pupa. Teknik pengembangan B. lasus sangat praktis dan ekonomis melihat inangnya yang mudah ditemukan di sekitar kita seperti ulat penggulung daun pisang E. thrax. Pengembangan parasitoid ini tidak membutuhkan tenaga yang banyak karena tidak memerlukan perlakuan khusus dalam pemeliharaannya. Pemanfaatan parasitoid B. lasus untuk mengendalikan ulat penggulung daun pisang memerlukan informasi dasar mengenai biologi dan ekologi parasitoid. Ciri morfologi, siklus hidup, dan perilaku parasitoid sangat penting, namun masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai biologi parasitoid B. lasus. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi parasitoid Brachymeria lasus seperti siklus hidup, ciri morfologi dan perilakunya. Manfaat Informasi tentang biologi parasitoid Brachymeria lasus yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan strategi pemanfaatan parasitoid Brachymeria lasus sebagai agen pengendalian hama tanaman.

16 3 TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Menggunakan Parasitoid Pengendalian hayati menggunakan parasitoid adalah upaya menggunakan musuh alami berupa parasitoid. Pengendalian hayati ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara kimia, antara lain tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Wanta 2003). Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar atau embun madu sebagai makanannya. Serangga yang diparasit atau inangnya akhirnya mati ketika parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Parasitoid biasanya menyerang tahap kehidupan tertentu dari satu atau beberapa spesies tertentu. Siklus hidup parasitoid yang lebih pendek dibandingkan serangga inangnya dapat digunakan untuk menekan laju pertumbuhan inangnya (Shelton A 2012). Sebagian besar parasitoid merupakan ordo Hymenoptera. Hymenoptera parasit merupakan kelompok terbesar dari serangga parasit yang larvanya berkembang pada atau dalam tubuh inangnya yang juga berupa serangga yang lain. Hymenoptera parasit berjumlah ribuan spesies di seluruh dunia dan memiliki biologi yang kompleks dan menarik. Parasitoid mempunyai satu sifat yang sama yang membedakannya dari serangga karnivor yang lain (predator), yaitu hanya memerlukan satu individu inang selama perkembangannya, sedangkan predator membutuhkan lebih dari satu mangsa untuk perkembangannya (Pudjianto 1994). Goodfray (1993) menyatakan bahwa berdasarkan perilaku makannya, parasitoid dapat diklasifikasikan menjadi dua. Beberapa parasitoid berkembang dan makan di dalam tubuh inang dan dikenal sebagai endoparasitoid. Parasitoid yang lain makan dan berkembang di luar tubuh inang dan disebut ektoparasit. Parasitoid dapat juga dibedakan berdasarkan stadia inangnya seperti parasitoid telur yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia telur, parasitoid larva yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia larva, dan parasitoid pupa yaitu parasitoid yang memarasit inangnya pada stadia pupa. (Novianti 2008).

17 4 Parasitoid Brachymeria sp. Brachymeria sp. termasuk ordo Hymenoptera famili Chalcididae yang berukuran sedang (panjangnya 2-7 mm) dengan femur belakang sangat menggembung dan bergeligi, mempunyai alat peletakan telur (ovipositor) yang sangat pendek dan sayap-sayap tidak terlipat secara longitudinal saat beristirahat (Boror et al. 1996). Parasitoid ini memiliki ciri fisik bewarna hitam dengan ukuran tubuh mencapai 12mm, dan tungkai belakang bagian femur membesar. Imago betina dapat dibedakan melalui ovipositornya. Jumlah Telur parasitoid Brachymeria sp. sangat bervariasi sesuai dengan ukuran inang. Perkembangan parasit umumnya berlangsung cepat. Siklus hidup parasitoid ini berkisar antara hari (Kalshoven 1981). Brachymeria sp. merupakan endoparasitoid yang bersifat gregarious bila ukuran inangnya besar, tetapi soliter bila ukuran inangnya kecil. Imago parasitoid meletakkan telur dalam pupa yang baru terbentuk. Pupa inang yang terparasit akan mati dalam satu atau dua hari, kemudian mengeras dan kaku ketika parasitoid di dalamnya telah menetas dari telurnya. Telur yang dihasilkan oleh induk parasitoid diletakkan pada permukaan kulit inang atau dimasukkan langsung ke dalam tubuh inang dengan tusukan ovipositornya. Larva yang keluar dari telur kemudian menghisap cairan tubuh atau memakan jaringan bagian dalam tubuh inang (Kalshoven 1981). Genus Brachymeria mempunyai banyak spesies, dan salah satu di antaranya yang terdapat di Indonesia adalah Brachymeria lasus. Parasitoid Brachymeria lasus Taksonomi Brachymeria lasus Walker (Hymenoptera : Chalcididae) termasuk ke dalam ordo Hymenoptera, Superfamili Chalcidoidae dan Famili Chalcididae (Joseph et al. 1973) Morfologi Imago parasitoid B. lasus memiliki panjang tubuh yang bervariasi antara 5-7 mm. Kepala berwarna hitam. Antena berbentuk siku, dengan ruas pertama

18 5 panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan yang pertama merupakan antena bertipe genikulat (Boror et al. 1996). Imago B. lasus baik jantan maupun betina mempunyai femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, dan tibia belakang bewarna krem-kekuningan (Joseph et al. 1973). Erniwati dan Ubaidillah (2011) menyatakan bahwa antena berbentuk siku terdiri dari empat sampai enam ruas (Gambar 1a) dan femur bagian belakang membesar dengan bagian apikal berwana kuning dan tibia belakang berwarna kuning (Gambar 1b). a Gambar 1 Antena B. lasus (a) dan femur tungkai belakang (b) (Sumber: Erniwati dan Ubaidillah 2011) b Serangga dewasa jantan dan betina yang keluar dari inang pada waktu bersamaan dapat segera berkopulasi, tetapi pada beberapa spesies kopulasi terjadi setelah imago keluar dari inang. Di lapangan kopulasi mungkin terjadi lebih dari satu kali (Prabowo 1996). Serangga jantan umumnya muncul sedikit lebih awal daripada serangga betina sehingga kopulasi terjadi segera setelah kemunculan serangga (Pudjianto 1994). Kisaran Inang B. lasus dapat memarasit kelompok Lepidoptera, tetapi terkadang juga menyerang Hymenoptera dan Diptera. Goulet dan Huber (1993) menyebutkan bahwa B. lasus dapat digunakan untuk mengendalikan hama terutama dari ordo Lepidoptera dan ordo Diptera. Pada ordo Lepidoptera pengendalian dilakukan pada stadia pupa, sedangkan pada ordo Diptera dilakukan pengendalian pada stadia larva instar akhir.

19 6 Suputa (2011) menyebutkan bahwa B. lasus merupakan salah satu parasitoid yang ditemukan memarasit serangga Arctornis sp. (Lepidoptera: Lymantriidae). Selain itu, parasitoid B. lasus juga telah diketahui dapat memarasit sekitar 120 spesies serangga lain (Erniwati & Ubaidillah 2011)

20 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari 2012 sampai April Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah parasitoid Brachymeria lasus, pupa penggulung daun Erionota thrax, madu 40% dan air destilata. Alat yang digunakan antara lain, wadah plastik berbentuk tabung berdiameter 13cm, dengan tinggi 30cm untuk pemeliharaan E. thrax yang terparasit dari lapangan dan pemeliharaan B. lasus (Gambar 2a), kain kasa, tabung reaksi ukuran panjang 20cm dan diameter 3cm (Gambar 2b), kurungan berbentuk kotak yang terbuat dari kayu berdinding kain kasa dengan ukuran 50cm x 50cm x 50cm (Gambar 2c). Alat yang digunakan untuk pengamatan yaitu, mikroskop stereo (Gambar 2d), alat untuk pembedahan seperti; cawan petri diameter 9cm, pinset halus, jarum bedah (Gambar 2e), mikroskop berkamera (Gambar 2f), kamera digital, stiker label, gelas obyek.

21 8 a b c d e f Gambar 2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian (a, wadah berbentuk tabung; b, tabung reaksi; c, kotak kayu berdinding kasa; d, mikroskop stereo; e, alat bedah; f, mikroskop berkamera) Persiapan Penelitian Pengambilan Inang Inang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupa E. thrax. Pupa disiapkan dengan cara mengambil larva instar terakhir dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dibawa ke laboratorium dan dipelihara dalam kotak kasa di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Inang tersebut diperoleh dari daerah sekitar Desa Sawah Baru dan Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemeliharaan dilakukan dengan menggunakan kurungan yang terbuat dari kayu berdinding kain kasa dengan ukuran panjang 50cm, lebar 50cm, dan tinggi 50cm yang telah diberikan daun pisang segar. Daun pisang tersebut diganti sesuai dengan kebutuhan.

22 9 Pemeliharaan dan Pengembangbiakan Brachymeria lasus Parasitoid B. lasus diperoleh dari lapangan dengan mengumpulkan pupa penggulung daun pisang yang terparasit pada tanaman inang. Hama penggulung daun yang terparasit dicirikan oleh pupa yang berwarna hitam, mati dan keras. Pupa penggulung daun pisang tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dibawa dan dipelihara di laboratorium. E. thrax yang terparasit dipelihara dalam wadah plastik yang berukuran tinggi 30cm, diameter 13cm yang ditutup dengan kain kasa. Wadah plastik tersebut disimpan di laboratorium sampai imago parasitoid muncul. Imago parasitoid yang muncul diidentifikasi untuk diketahui jenis kelaminnya, kemudian dipelihara secara berpasangan di dalam wadah plastik yang lain yang ditutup dengan kain kasa dan diberi madu sebagai makanannya. Madu tersebut sebelumnya dilarutkan dengan air hingga 40%. Larutan madu diberikan dengan menggunakan jarum. Larutan madu ditambahkan atau diganti setiap hari sesuai kebutuhan. Pengembangbiakan parasitoid dilakukan dengan cara memasukkan parasitoid betina yang telah kawin ke dalam tabung reaksi berukuran panjang 20cm dan diameter 3cm yang telah berisi pupa sehat E. thrax berumur 1 hari, kemudian ditutup dengan tisu dan diikat menggunakan karet gelang. Parasitoid dan inangnya dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar parasitoid meletakkan telur. Setelah 24 jam, pupa inang yang terparasit diambil dan diganti dengan inang yang sehat. Pupa E. thrax yang terparasit kemudian dipelihara sampai imago parasitoid muncul. Metode Penelitian Morfologi Morfologi B. lasus diamati dengan cara melakukan pembedahan pada pupa E. thrax yang terparasit dengan jarum halus bertangkai di bawah mikroskop stereo. Ciri-ciri morfologi telur, larva, pupa dan imago parasitoid diamati serta diduga lama stadia masing-masing tingkat perkembangannya. Pembedahan E. thrax yang terparasit dilakukan secara berseri. Pembedahan dilakukan pada hari ke-2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 setelah peletakan telur, untuk pengamatan telur, larva dan pupa parasitoid. Pembedahan dilakukan terhadap 5 pupa terparasit.

23 10 Parasitoid yang ditemukan diamati ciri-ciri morfologi dari masing-masing tingkat perkembangan parasitoid, dan kemudian diukur. Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu stadia parasitoid yang ditemukan saat pembedahan didokumentasikan menggunakan mikroskop berkamera dengan perbesaran yang sama, untuk mempermudah pengukuran. Pengukuran menggunakan program TPS DIG. Program ini digunakan untuk mengukur serangga menggunakan skala pada gambar yang kemudian dihitung menggunakan Microsoft Excel, untuk telur diukur panjang dan lebarnya dengan perbesaran 11x10, larva dan pupa diukur panjang tubuh dan lebar kepalanya dengan perbesaran 2x,10 dan untuk imago diukur panjang tubuh, dan lebar kepalanya dengan perbesaran 1,8x10. Gejala Inang Gejala yang timbul pada inang terparasit diamati setiap hari dengan memperhatikan perubahan warna tubuh inang, perbedaan struktur tubuh inang yang mulai mengeras setiap harinya, dan gejala lain yang ditimbulkan parasitoid terhadap inang dari hari pertama terparasit hingga imago parasitoid muncul. Siklus Hidup Parasitoid Siklus hidup adalah periode sejak peletakan telur sampai keluarnya imago dan kembali meletakkan telur. Pengamatan siklus hidup B. lasus dilakukan dengan cara mengamati imago yang memarasit inang E. thrax, kemudian inang yang terparasit diamati setiap harinya hingga imago B. lasus muncul agar diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan parasitoid pada inangnya. Setelah parasitoid muncul dipelihara lebih lanjut untuk diparasitkan kembali pada inang sehat yang telah disediakan. Pemeliharan parasitoid dilakukan di dalam wadah plastik berukuran tinggi 30cm, diameter 13cm yang ditutup dengan kain kasa dan diberi madu 40% sebagai makanannya. Perilaku Parasitoid Perilaku parasitoid yang diamati meliputi cara memarasit, kemunculan parasitoid, dan kopulasi. Pengamatan dilakukan setiap harinya dengan mengamati cara B. lasus memarasit inangnya dan waktu yang dibutuhkan untuk memarasit inang. Perilaku kemunculan imago dilakukan ketika imago parasitoid muncul dari

24 11 inang. Perilaku kopulasi B. lasus diamati dengan memelihara sepasang imago parasitoid yang belum kawin dalam tabung reaksi dan diamati perilaku, waktu dan lamanya parasitoid berkopulasi.

25 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna kuning kehijau-hijauan di bagian tengahnya (Gambar 3). Menurut Clausen (1940), telur dengan ciri-ciri tersebut merupakan telur tipe hymenopteriform. Telur tersebut diperoleh dari hasil pembedahan alat reproduksi imago parasitoid betina yang baru saja kopulasi. Pembedahan dilakukan pada alat reproduksinya karena pembedahan pada inang yang terparasit sangat sulit dilakukan, karena telur telah bercampur dengan jaringan lemak inangnya. Telur B. lasus mempunyai panjang 0,86 mm dan lebar 0,19 mm. Pengukuran telur menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 11x10. Produksi telur berkisar sekitar 75 butir tergantung pada ketersediaan inang dan makanan bagi imago (Kalshoven 1981). 0,5 mm Gambar 3 Telur parasitoid B. lasus Tipe produksi telur sebagian besar Hymenoptera adalah synovigenic sehingga ketersediaan makanan menjadi sangat penting bagi imago. Jika imago betina tidak menemukan makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan, atau imago tidak menemukan inang yang sesuai maka telur masak tidak akan diletakkan tetapi diserap kembali (ovisorption) (Prabowo 1996). Reproduksi serangga parasit dari ordo Hymenoptera dapat terjadi secara partenogenetik dan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu thelyotoky,

26 13 deuterotoky dan arrhenotoky. Arrhenotoky merupakan tipe reproduksi yang paling umum pada Hymenoptera, telur dapat berkembang baik secara partenogenetik maupun melalui pembuahan. Telur yang dibuahi menjadi diploid dan akan berkembang menjadi individu individu betina. Telur yang tidak dibuahi tetap haploid dan akan berkembang menjadi individu individu jantan (Pudjianto 1994). Larva Tubuh larva parasitoid B. lasus berwarna bening kekuningan. Larva parasitoid pada pembedahan hari ke-3 dan ke-4 setelah inang terparasit ruas-ruas tubuhnya belum tampak, berwarna kuning pucat dan kecil. Larva pada pembedahan hari ke-5 dan ke-6 berwarna kuning dengan panjang tubuh 5,55 mm dan lebar kepala 0,97 mm (lampiran tabel 1), dan ruas-ruas tubuhnya mulai tampak. Pengukuran ini menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 2x10. Ruas-ruas tubuh larva pada pembedahan hari ke-4 (Gambar 4a) dan ke-5 (Gambar 4b) masih belum jelas. Ruas-ruas tubuh larva semakin jelas pada pembedahan hari ke-7 (Gambar 4c) dan ke-8 (Gambar 4d). Tubuh larva terdiri dari 12 ruas, tidak bertungkai dengan kapsul kepala berkembang jelas pada pembedahan hari ke-7. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tipe larva B. lasus dapat digolongkan kedalam tipe hymenopteriform. Menurut Clausen (1940), larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya. a b c d 2 mm 2 mm 2 mm 2 mm Gambar 4 Larva parasitoid B. lasus ( a, hari ke-4; b, ke- 5; c, ke-7; d, hari ke-8) 2 mm

27 14 Pupa,05 Pupa B. lasus memiliki ukuran panjang tubuh 6,88 mm, dan lebar kepala 2,22 mm (lampiran tabel 2). Pengukuran pupa dilakukan pada 20 pupa berumur sebelas hari setelah pemarasitan. Pengukuran menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 2x10. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pupa umumnya dijumpai pada pembedahan hari ke-9 dan hari ke-10 setelah inang terparasit. Pada awalnya, pupa berwarna cokelat belum berbentuk dan tertutup kokon, hal tersebut terlihat saat pembedahan hari ke-9 (Gambar 5a). Pada hari ke-10, pupa mulai terbentuk dan terlihat lebih jelas bentuknya, tidak tertutup oleh kokon dan bewarna kuning kecoklatan (Gambar 5b). Pada hari ke-11 pupa mulai berubah warna dengan menimbulkan warna hitam sedikit demi sedikit (Gambar 5c). Berdasarkan hasil pengamatan dengan cara pembedahan warna hitam ini biasanya dimulai dari bagian toraks kemudian bagian abdomen, terakhir pada bagian tungkai dan kepala, hingga pada akhirnya seluruh tubuhnya berwarna hitam pekat. Pupa parasitoid B. lasus bertipe exarate (Gambar 5b). Borror et al. (1996) menyatakan bahwa pupa tipe exarate mempunyai ciri yaitu embelan-embelan bebas dan tidak melekat pada tubuh. Pupa demikian kelihatan sangat pucat. Pupa berada dalam tubuh inang yang telah mengalami pengerasan dan umumnya tidak ditutupi oleh kokon. a b c 2 mm 2 mm 2 mm Gambar 5 Pupa parasitoid B. lasus (a, hari ke-9; b, 10; c, 11) Imago Imago parasitoid, baik jantan maupun betina, umumnya berwarna hitam dengan tanda kuning dengan sayap yang transparan. Kepala dan antena berwarna hitam. Antena imago jantan dan betina memiliki persamaan bentuk dan tidak ada

28 15 perbedaan yang menonjol. Antena jantan dan betina, mempunyai ciri-ciri berbentuk siku dengan ruas pertama panjang dan ruas berikutnya kecil dan membelok membentuk sudut dengan ruas yang pertama (Gambar 6a). Menurut Boror et al. (1996), antena dengan ciri- ciri berbentuk siku, dengan ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan yang pertama merupakan antena bertipe genikulat. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka tipe antena B. lasus adalah genikulat. Imago parasitoid mempunyai femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, tibia belakang bewarna krem-kekuningan, (Gambar 6b) (Joseph et al. 1973). Femur yang membesar inilah yang menjadi ciri khas dari famili Chalcididae. Boror et al. (1996) menyatakan bahwa Chalcididae adalah chalcidoidchalcidoid yang berukuran sedang (panjangnya 2-7 mm) dengan femur belakang sangat menggembung dan bergeligi. Chalcididae biasanya berwarna hitam dengan tanda kuning. Imago parasitoid B. lasus mempunyai alat peletakan telur (ovipositor) yang pendek dan sayap-sayap yang tidak terlipat secara longitudinal bila beristirahat. Imago parasitoid betina (Gambar 7a) dan jantan (Gambar 7b) dapat dibedakan dengan mengamati bentuk alat kelamin. Alat kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral ujung abdomennya, sedangkan imago jantan tidak. Ovipositor ini dapat terlihat di bawah mikroskop stereo. a b Gambar 6 Bagian tubuh imago parasitoid B. lasus (a; antena, b; femur tungkai belakang)

29 16 2 mm a 2 mm b Gambar 7 Imago parasitoid B. lasus ( a, betina; b, jantan) Serangga betina umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar daripada yang jantan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 20 imago jantan dan 20 imago betina, terlihat bahwa panjang tubuh dan lebar kepala imago betina lebih panjang dengan panjang tubuh dan lebar kepala imago jantan (Tabel 1). Imago parasitoid betina mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6,86 mm dan lebar kepala 2,49 mm (lampiran tabel 3). Imago jantan mempunyai panjang tubuh 6,15 mm dan lebar kepala 2,18 mm (lampiran tabel 4). Tabel 1 Ukuran imago parasitoid B. lasus Jenis kelamin Ukuran rata-rata 20 Imago B. lasus (mm) Panjang Tubuh Lebar Kepala Betina 6,86 2,49 Jantan 6,15 2,18 Joseph et al. (1973) menyatakan bahwa B. lasus betina memiliki ciri- ciri panjang sekitar 5,0-7,0 mm, dengan tubuh berwarna hitam, koksanya berwarna hitam, mengkilap, trokanter berwarna hitam, femur mengkilap hitam dengan bagian apikal berwarna kuning, tibia depan dan tengah berwarna kuning dengan bulu pada tubuh putih keperakan. Kepala selebar toraks, dan ovipositor tidak terlalu panjang. Sedangkan B. lasus jantan memiliki ciri ciri panjang 3,3-5,5 mm, dan antena memiliki sensillae trichoid di sisi ventralfunicle.

30 17 Gejala Inang Terparasit Inang yang terparasit dapat dibedakan dari yang tidak terparasit (inang sehat). Inang yang terparasit memiliki ciri-ciri struktur tubuhnya mengeras dan terdapat bercak-bercak berwarna hitam. Seluruh tubuh pupa terparasit akhirnya akan berwarna hitam dan jika disentuh atau diganggu tidak bergerak (Gambar 8a). Inang yang tidak terparasit akan tetap sehat dan bewarna kuning segar kecoklatan, dan jika disentuh atau diganggu akan bergerak (Gambar 8b). Pupa inang yang terparasit akan menunjukkan perubahan gejala setiap harinya hingga imago parasitoid muncul. Hal ini disebabkan oleh reaksi tubuh inang yang terparasit terhadap perkembangan parasitoid di dalamnya. Pada hari pertama inang yang terparasit hanya diam dan bila disentuh tidak akan bergerak. Pada hari kedua inang mulai menunjukkan gejalanya dengan munculnya garisgaris hitam pada abdomennya (Gambar 9a). Diduga bahwa larva parasitoid mulai muncul pada hari kedua. Hari ketiga gejalanya sama dengan hari kedua. Pada hari keempat inang mulai kaku dan garis hitamnya semakin jelas (Gambar 9b). Pada hari keenam pupa kaku dan berwarna coklat kehitaman pada seluruh tubuhnya (Gambar 9c). Inang akan semakin keras dan bewarna hitam pada hari kedelapan (Gambar 9d). Pada hari kesembilan parasitoid di dalam pupa inang telah menjadi pupa. Pada hari ke sepuluh pupa inang terparasit bewarna hitam dan semakin keras bila disentuh (Gambar 9e). Pada hari-hari berikutnya tidak banyak perubahan pada tubuh pupa terparasit hingga imago parasitoid muncul. a b Gambar 8 Perbedaan Inang (a, terparasit; b, sehat)

31 18 a b c d e Gambar 9 Gejala pupa yang terparasit (a, hari kedua; b, hari keempat; c, hari keenam; d, hari kedelapan; e, hari kesepuluh) Pupa E. thrax yang terparasit oleh B. lasus akan mengeras, menghitam kemudian mati. Gejala awalnya adalah pupa mengeras dan apabila disentuh tidak bergerak atau pergerakkannya sangat lambat, kemudian muncul warna hitam pada tubuh inang yang dapat dilihat dalam waktu 2-3 hari setelah terparasit. Efek bagi inangnya adalah kematian setelah parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kalshoven (1981) yang menyatakan bahwa pupa sebagai inang akan mati dalam beberapa hari setelah terparasit oleh imago betina. Siklus Hidup Parasitoid B. lasus Siklus hidup adalah waktu yang diperlukan untuk perkembangan parasitoid sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid meletakkan telur kembali. Kalshoven (1981) menyebutkan bahwa siklus hidup B. lasus bekisar antara hari, hal ini terbukti dengan hasil pengamatan inang yang terparasit siklus hidup umumnya berkisar hari diamati dari awal terparasit hingga imago parasitoid muncul dan meletakkan telurnya kembali. Berdasarkan pada pembedahan terhadap inang terparasit, perkiraan lama stadium telur, larva, dan pupa B. lasus berturut-turut adalah ; 2,4 hari; 5,6 hari dan 6,3 hari dan siklus hidupnya adalah 14,3 hari (Tabel 2), (lampiran tabel 5). Berdasarkan hasil pengamatan, keturunan yang dihasilkan oleh imago betina yang tidak kopulasi atau tidak mengalami pembuahan semuanya berkelamin jantan. Imago betina yang mengalami kopulasi menghasilkan keturunan jantan dan betina. Hal ini sesuai dengan Boror et al. (1996) yang

32 19 menyatakan bahwa keturunan yang dihasilkan pada kebanyakan kelompok ordo Hymenoptera dikontrol oleh proses pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi akan berkembang menjadi betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan berkembang menjadi imago jantan. Kelangsungan hidup imago B. lasus tergantung pada ketersediaan makanan, seperti nektar atau madu. Tabel 2 Perkiraan Lama Stadia Parasitoid B. lasus Tingkat Perkembangan Parasitoid Rata- rata Lama Stadium (hari) Telur 2,4 Larva 5,6 Pupa 6,3 Siklus Hidup 14,3 Pudjianto (1994) menyatakan bahwa larutan madu sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup imago parasitoid. Kelangsungan hidup imago parasitoid sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan berupa madu. Makanan akan menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan untuk pergerakan parasitoid dan mendukung produksi telur. Prabowo (1996) menyatakan bahwa nutrisi berpengaruh terhadap kesuburan imago jantan dan produksi telur imago betina. Protein, gula, air, karbohidrat, dan vitamin bagi sebagian besar serangga merupakan unsur penting untuk produksi telur. Setiap serangga mempunyai kebutuhan yang berbeda yang harus terpenuhi dan apabila mengalami kekurangan akan menurunkan kemampuan produksi telurnya. Perilaku Parasitoid B. lasus Cara Memarasit Inang Proses pemilihan inang oleh parasitoid diatur oleh kombinasi berbagai faktor yang bekerjanya sering tumpang tindih satu dengan yang lain. Faktor kimia memegang peranan utama dalam setiap tahap pemilihan inang. Sinyal kimiawi dari pupa inang ke parasitoid pupa berupa kairomon untuk parasitoid pupa. Kairomon yang memacu peletakan telur pada hemolimfa pupa dari ngengat

33 20 sedangkan lilin diketahui sebagai asam amino dan magnesium klorida yang merangsang oviposisi (Waage & Greathead 1989) Brachymeria lasus termasuk parasitoid pupa yaitu parasitoid yang memarasit ketika inang pada stadia pupa. Parasitoid meletakkan telur dalam tubuh inang ketika inang tersebut berada pada stadia pupa, dan parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya dalam tubuh pupa inang. Parasitoid ini hidup di dalam tubuh inang dari telur, larva, pupa dan setelah menjadi imago akan mulai keluar dari lubang yang dibuatnya sendiri dengan cara menggigit tubuh inang yang telah mengalami pengerasan. Parasitoid yang hidup dalam tubuh inang disebut endoparasit. Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks, dimana proses ini perbedaannya tergantung pada jarak inang (long and short range). Salah satu proses perilaku pencarian inang pada parasitoid yaitu penemuan habitat inang (host habitat finding), dimana merupakan proses pencarian inang dalam habitat inang ( Kalshoven 1981). Brachymeria lasus yang akan memarasit inangnya pertama akan berjalan jalan di atas tubuh inangnya kemudian setelah parasitoid tersebut merasa aman dan inangnya sesuai untuk meletakkan telurnya maka B. lasus mulai menusukkan ovipositornya pada bagian abdomen inangnya dengan kisaran waktu 10 menit hingga 15 menit sampai inang tidak bergerak lagi atau bergerak melambat, kemudian telur parasitoid dimasukkan menggunakan ovipositornya ke dalam tubuh inang. B. lasus akan meletakkan tubuhnya dan tungkai belakang akan mengait atau mencengkeram tubuh inang dengan erat sehingga pada saat parasitoid menusukkan ovipositornya ke tubuh inang dan inang bereaksi dengan bergerak maka parasitoid tersebut tidak akan jatuh dari tubuh inang (Gambar 10). Gambar 10 Imago B. lasus memarasit inang E. thrax

34 21 Kemunculan parasitoid Parasitoid B. lasus muncul pada pagi hingga menjelang siang hari sekitar pukul WIB. Kemunculan imago secara bergantian satu-persatu dengan keluar melalui lubang yang dibuat dengan cara menggigit tubuh pupa. Setiap imago yang muncul membuat lubang keluarnya sendiri, sehingga tubuh pupa akan penuh dengan lubang tempat keluarnya imago. Dari hasil pengamatan diperoleh apabila dalam satu pupa terdapat 15 imago, maka lubang yang terdapat diseluruh tubuh pupa berjumlah 15 lubang (Gambar 11). Gambar 11 Lubang keluar parasitoid B. lasus Kemunculan parasitoid diawali dengan imago jantan yang kemudian diikuti oleh imago betina. Hal ini sama dengan pernyataan Pudjianto (1994) bahwa pada kebayakan Hymenoptera parasitoid, imago jantan umumnya muncul sedikit lebih awal dari yang betina. Ukuran tubuh inang sangat berpengaruh terhadap banyaknya imago parasitoid yang muncul, apabila ukuran inangnya besar maka jumlah imago parasitoid yang muncul berkisar 15 hingga 20 imago, sedangkan jika ukuran tubuh inangnya kecil maka imago parasitoid yang muncul hanya berkisar 7 hingga 10 imago B. lasus Kopulasi Kopulasi pada sebagian besar Hymenoptera parasit terjadi segera setelah kemunculannya. Serangga jantan umumnya muncul sedikit lebih awal dari serangga betina sehingga kopulasi terjadi segera setelah kemunculan serangga

35 22 betina. Namun demikian, pada beberapa spesies kopulasi tidak segera terjadi, terutama bila suhu lingkungan rendah. Pada beberapa spesies, untuk dapat memproduksi telur yang terbuahi diperlukan lebih dari satu kopulasi, sedangkan pada spesies yang lain cukup dengan satu kali kopulasi (Pudjianto 1994). Kopulasi terjadi segera setelah kemunculan imago betina parasitoid B. lasus. Imago jantan akan menarik perhatian betina, dengan menggetarkan sayapnya. Parasitoid betina yang tertarik akan mendekatinya, kemudian meninggalkan parasitoid jantan sambil mengeluarkan cairan dan parasitoid jantan akan mengikuti kemanapun betina berjalan sambil terus menggetarkan sayapnya hingga akhirnya terjadi kopulasi. Kopulasi B. lasus berlangsung kurang lebih selama 20 detik. Pudjianto (1994) menyatakan bahwa kopulasi pada sebagian besar Hymenoptera terjadi segera setelah kemunculannya bila terdapat individuindividu yang jenis kelaminnya berbeda.

36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Imago parasitoid B. lasus (betina dan jantan) secara umum berwarna hitam dengan femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal berwarna kuning, dan tibia belakang bewarna krem-kekuningan. Parasitoid B. lasus betina dan jantan dapat dibedakan dengan mengamati ovipositornya. Ciri morfologi B. Lasus antara lain adalah tipe antena genikulat, tipe telur hymenopteriform, tipe larva hymenopteriform, dan tipe pupa exarate. Ukuran tubuh betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Imago parasitoid betina B. lasus mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6,86 mm dan lebar kepala 2,49 mm, sedangkan yang jantan mempunyai panjang tubuh 6,15 mm dan lebar kepala 2,18 mm. Gejala yang ditimbulkan pada inang E. thrax yang terparasit adalah adanya perubahan warna menjadi hitam setiap harinya dan perubahan struktur tubuh inang yang menjadi keras, dan mati. Siklus hidup B. lasus berkisar hari. B. lasus dalam memarasit inangnya membutuhkan waktu sekitar menit. Waktu kemunculan imago B. Lasus terbanyak terjadi antara pukul sampai pukul B. lasus membutuhkan waktu sekitar 20 detik untuk berkopulasi. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk kelengkapan informasi biologi parasitoid B. lasus terutama keperidian, pengaruh makanan dan kisaran inangnya

37 DAFTAR PUSTAKA Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF An Introduction to the Study of Insects. Sixth edition. Ohio: Saunders College Publishing. Clausen CP Entomophagous Insect. New York : McGraw Hill. 688p. Erniwati, Ubaidillah R Hymenopteran Parasitoids associated with the Banana- skipper Erionota thrax L. (Insecta: Lepidoptera, Hesperiidae) in Java, Indonesia. Biodiversitas. Vol 12: Godfray HCJ Parasitoids behavioral and Evolutionary Ecology. New Jersey : Princenton University Press. Goulet H, Huber JT Hymenoptera of The World: An Identification Guide to Families. Canada: Agriculture Canada. Joseph KJ, Narendran TC, Joy PJ Oriental Brachymeria (Hymenoptera : Chalcididae). India: Departement of Zoology, University of Calicut. Kalshoven LGE The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Novianti F Hama Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae) dan Musuh Alaminya di Tempat-Tempat dengan Ketinggian Berbeda. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prabowo AH Biologi Snellenius (Microplitis) Manilae Ashamead (Hymenoptera: Braconidae) pada Inang Spodoptera Litura Fabr. (Lepidoptera: Noctuidae). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pudjianto Psyllaephagus yaseeni Noyes (Hymenoptera: Encyrtidae) pada kutu loncat lamtoro Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera: Psyllidae). [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Shelton A Pengendalian hayati. (12 juni 2012 Suputa Ulat Bulu. (13 juni 2012) Wagee J, Greathead D Insect Parasitoids. San Diego: Academic Press, Inc. Wanta NN Jenis Dan Parasitisasi Hama Penggulung Daun Pisang Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperiidae) Di Kecamatan Pineleng Dan Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Manado: Fakultas Pertanian UNSRAT Manado.

38 LAMPIRAN

39 26 Lampiran Tabel 1 Ukuran larva parasitoid B. lasus LARVA Ukuran (mm) Panjang Tubuh Lebar Kepala 1 6,35 0, ,47 3 6,49 1,08 4 6,00 0,95 5 5,15 0,90 6 6,60 0,93 7 5,95 0,81 8 6,28 1,08 9 6,89 0, ,15 0, ,53 0, ,33 1, ,53 0, ,06 0, ,91 1, ,26 1, ,41 0, ,48 0, ,64 1, ,55 1,66 Rata-rata 5,55 0,97

40 27 Lampiran Tabel 2 Ukuran pupa parasitoid B. lasus PUPA Ukuran (mm) Panjang Tubuh Lebar Kepala 1 6,63 2,11 2 6,58 2,28 3 6,65 2,15 4 6,37 2,17 5 6,24 2,12 6 6,56 2,15 7 6,19 2,04 8 6,22 2,11 9 8,18 2, ,26 2, ,76 2, ,64 2, ,95 2, ,96 2, ,54 2, ,82 2, ,62 2, ,82 2, ,29 1, ,35 1,99 rata-rata 6,88 2,22

41 28 Lampiran Tabel 3 Ukuran imago betina parasitoid B. lasus Imago Betina Ukuran (mm) Panjang Tubuh Lebar Kepala 1 7,72 2,79 2 7,14 2,92 3 7,67 2,75 4 7,19 2,77 5 7,61 2,78 6 7,57 2,74 7 6,91 2,49 8 6,83 2,53 9 8,94 3, ,27 2, ,98 2, ,48 2, ,90 2, ,12 2, ,16 1, ,39 2, ,48 1, ,24 2, ,81 1, ,84 2,79 Rata-rata 6,86 2,50

42 29 Lampiran Tabel 4 Ukuran imago jantan parasitoid B. lasus Imago Jantan Ukuran (mm) Panjang Tubuh Lebar Kepala 1 5,80 2,16 2 5,57 1,91 3 5,32 1,92 4 5,95 2,06 5 5,49 1,93 6 6,12 2,19 7 5,10 1,66 8 5,64 1,97 9 6,72 2, ,22 2, ,25 2, ,22 2, ,83 1, ,53 2, ,92 2, ,55 2, ,33 2, ,03 2, ,53 2, ,95 2,49 Rata -rata 6,15 2,18

43 30 Lampiran Tabel 5 Perkiraan lama stadia parasitoid B. lasus Lama stadia (hari) Ulangan Telur Larva Pupa Lama hidup Rata-rata 2,42 5,58 6,33 14,33

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp. 4 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp. Penggunaan parasitoid sebagai agens pengendali biologis untuk mengendalikan serangga hama merupakan salah satu tindakan yang bijaksana dan cukup beralasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

INVENTARISASI PARASITOID HAMA PENGGULUNG DAUN PISANG (Erionota thrax L.) DI KOTA METRO DAN SEKITARNYA PROVINSI LAMPUNG

INVENTARISASI PARASITOID HAMA PENGGULUNG DAUN PISANG (Erionota thrax L.) DI KOTA METRO DAN SEKITARNYA PROVINSI LAMPUNG J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Yulian et al.: Inventarisasi Parasitoid Hama Penggulung Daun Pisang 11 Vol. 4, No. 1: 11 15, Januari 2016 INVENTARISASI PARASITOID HAMA PENGGULUNG DAUN PISANG (Erionota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Fase Pradewasa Telur Secara umum bentuk dan ukuran pradewasa Opius sp. yang diamati dalam penelitian ini hampir sama dengan yang diperikan oleh Bordat et al. (1995) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hymenoptera. Ordo Hymenoptera memiliki ciri-ciri empat sayap yang tipis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hymenoptera. Ordo Hymenoptera memiliki ciri-ciri empat sayap yang tipis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Parasitoid Berdasarkan hasil rearing daun pisang yang dilakukan di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat di peroleh empat jenis parasitoid dari pupa Erionota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api 1. Biologi Setothosea asigna Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

Pengaruh Instar Larva Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) terhadap Keberhasilan Hidup

Pengaruh Instar Larva Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) terhadap Keberhasilan Hidup Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 2011, Vol. 8, No. 1, 36-44 Pengaruh Instar Larva Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) terhadap Keberhasilan Hidup Parasitoid

Lebih terperinci

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

Nila Wardani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Abstrak

Nila Wardani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung   Abstrak Aktivitas Parasitoid Larva (Snellenius manilae) Ashmead (Hymenoptera : Braconidae) dan Eriborus Sp (Cameron) (Hymenoptera : Ichneumonidae) dalam Mengendalikan Hama Tanaman Nila Wardani Balai Pengkajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah inang yang terparasit lebih dari 50%. Pada setiap perlakuan inang

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN Wardani & Nazar: Parasitoid telur dan larva Plutella xylostella pada tanaman kubis-kubisan EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

Studi Biologi Kutu Sisik Lepidosaphes beckii N. (Homoptera: Diaspididae) Hama pada Tanaman Jeruk

Studi Biologi Kutu Sisik Lepidosaphes beckii N. (Homoptera: Diaspididae) Hama pada Tanaman Jeruk Studi Biologi Kutu Sisik Lepidosaphes beckii N. (Homoptera: Diaspididae) Hama pada Tanaman Jeruk Biological Study of Lepidosaphes beckii N. (Homoptera: Diaspididae) as Pest in Citrus Plant Otto Endarto

Lebih terperinci

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID TELUR Trichogramma pretiosum Riley terhadap TELUR INANG Corcyra cephalonica Stainton pada PERTANAMAN KEDELAI Oleh : Mia Nuratni Yanti Rachman A44101051 PROGRAM STUDI HAMA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI.

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI. STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica L.) SKRIPSI Oleh : NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM : 0805105020 KONSENTRASI PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Embriani BBPPTP Surabaya LATAR BELAKANG Serangan hama merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tanaman. Berbagai

Lebih terperinci

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT Jurnal HPT Volume 2 Nomor 3 April 2014 ISSN: 2338-4336 EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU Lukmanul Hakim, Sri Karindah,

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana

Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana Kelimpahan Populasi Parasitoid Sturmia Sp. (Diptera: Tachinidae) Pada Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae) Di Daerah Alahan Panjang Sumatera Barat Novri Nelly Staf pengajar jurusan Hama dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

KAJIAN PARASITOID: Eriborus Argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae) PADA Spodoptera. Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae)

KAJIAN PARASITOID: Eriborus Argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae) PADA Spodoptera. Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) 53 KAJIAN PARASITOID: Eriborus Argenteopilosus Cameron (Hymenoptera : Ichneumonidae) PADA Spodoptera. Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) (Novri Nelly, Yaherwandi, S. Gani dan Apriati) *) ABSTRAK

Lebih terperinci

PARASITISASI DAN KAPASITAS REPRODUKSI COTESIA FLAVIPES CAMERON (HYMENOPTERA: BRACONIDAE) PADA INANG DAN INSTAR YANG BERBEDA DI LABORATORIUM

PARASITISASI DAN KAPASITAS REPRODUKSI COTESIA FLAVIPES CAMERON (HYMENOPTERA: BRACONIDAE) PADA INANG DAN INSTAR YANG BERBEDA DI LABORATORIUM J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 87 Vol. 6, No. 2 : 87 91, September 2006 PARASITISASI DAN KAPASITAS REPRODUKSI COTESIA FLAVIPES CAMERON (HYMENOPTERA: BRACONIDAE) PADA INANG DAN INSTAR YANG BERBEDA DI LABORATORIUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama (Bractrocera dorsalis) Menurut Deptan (2007), Lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : insecta

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Endang Sulismini A

Endang Sulismini A Fluktuasi Asimetri Sayap Parasitoid Eriborus argenteopilosus Cameron (Hymenoptera: Ichneumonidae) Asal Pertanaman Kubis di Kecamatan Cibodas, Kabupaten Cianjur dan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE

SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE SPESIES, PERBANDINGAN KELAMIN, DAN CIRI MORFOLOGI PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella sp., DI KEBUN PERCOBAAN NGALE Tantawizal, Christanto, dan W Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian yang dilakukan dalam mengontrol populasi Setothosea asigna dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Susanto dkk., 2010), Konsep ini bertumpu pada monitoring

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KENDALIKAN PENGGULUNG DAUN TEH Homona coffearia DENGAN PARASITOID. Oleh : Ardiyanti Purwaningsih, SP. MP dan Umiati, SP.

KENDALIKAN PENGGULUNG DAUN TEH Homona coffearia DENGAN PARASITOID. Oleh : Ardiyanti Purwaningsih, SP. MP dan Umiati, SP. KENDALIKAN PENGGULUNG DAUN TEH Homona coffearia DENGAN PARASITOID Oleh : Ardiyanti Purwaningsih, SP. MP dan Umiati, SP. Pernah minum teh??? Pasti hampir seluruh orang didunia ini pernah menikmati kesegaran

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya

BAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari April 2005 sampai Februari 2006. Kegiatan ini dibagi dua bagian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian laboratorium. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pengaruh Ketiadaan Inang Terhadap Oviposisi di Hari Pertama Setelah Perlakuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama S. manilae tidak mendapatkan inang maka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKMP POTENSI LARVA CHRYSOPIDAE SEBAGAI AGENS PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU-KUTUAN DAN THRIPS

LAPORAN AKHIR PKMP POTENSI LARVA CHRYSOPIDAE SEBAGAI AGENS PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU-KUTUAN DAN THRIPS 1 LAPORAN AKHIR PKMP POTENSI LARVA CHRYSOPIDAE SEBAGAI AGENS PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU-KUTUAN DAN THRIPS Disusun oleh : Yosi Febrianti Bangun A34100005 (2010) Widi Astuti A34100009 (2010) Dian Novitasari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci