PENAPISAN MUTASI GEN BETA GLOBIN PADASISWI SMAN 1 SUKARAJA SUKABUMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENAPISAN MUTASI GEN BETA GLOBIN PADASISWI SMAN 1 SUKARAJA SUKABUMI"

Transkripsi

1 PENAPISAN MUTASI GEN BETA GLOBIN PADASISWI SMAN 1 SUKARAJA SUKABUMI Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : RAISSYA ARMILLA PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2017 M

2 i

3 ii

4 iii

5 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan nikmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat belajar higga tepat pada waktunya penulis harus menuliskan laporan penelitian ini. Penulis menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penelitian ini tidak akan pernah terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih: 1. Kepada Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, Prof. Dr. dr. Sardjana, Sp.OG (K), SH, Yardi, PhD, Apt, Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Kepada dr. Nouval Shahab, SpU, Ph.D, FICS, FACS selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menggali ilmu di PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Kepada Bapak Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD selaku pembimbing 1 yang telah mempercayai untuk bergabung dalam penelitian Beliau, serta tak pernah lelah untuk mencurahkan waktu, tenaga, semangat, dan ilmunya untuk berbagi bersama penulis dan timnya. Serta, selaku penanggung jawab modul riset yang turut memupuk semangat penulis untuk menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya dan pembimbing akademik peneliti. 4. Kepada dr. Yanti Susianti SpA(K) selaku pembimbing 2 yang turut mencurahkan waktu, tenaga, semangat, dan ilmunya serta tak pernah lelah untuk mengoreksi laporan penelitian ini. 5. Kepada dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, PhD, FINASIM selaku penguji 1 dan Ibu Dr. Zeti Harriyati, S.Si, M.Biomed selaku penguji 2 yang telah menyempatkan waktunya untuk menguji pada ujian skripsi. 6. Kepada dua orang tercinta, orang tua saya, Arif Sumantri dan Almarhumah Jamilla Upik Noras yang mungkin tidak dapat melihat saya lagi dalam menyelesaikan skripsi ini, namun saya berterima kasih atas limpahan kasih sayang dan pengorbanan yang tak dapat terbalaskan oleh apapun. Terimakasih iv

6 banyak atas doa yang senantiasa mengiringi langkah putrimu, atas perjuangan yang tak kenal lelah selama mencari responden satu per satu, dan atas kesabaran yang telah mengajarkan putrimu banyak hal. 7. Kepada kakak tersayang, dr. Arifah Shabrina, terimakasih atas doa dan dukunganmu, semoga kelak peneliti bisa mengikuti langkahnya sebagai dokter muslim. 8. Kepada dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D terimakasih atas perannya yang turut serta memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan ini. 9. Kepada Nenek tersayang, R. Aisyah dan Hj. Satiti Ruslan Atmowiryo yang senantiasa mengiringi langkah cucunda dengan doa hingga penulis kelak akan menjadi seorang dokter. 10. Kepada saudara-saudara: Atha, Rahma, dan Zulfa, serta Pakde Uun dan Cik Salma. Terimakasih atas doanya dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 11. Kepada saudara-saudara yang ada di Jawa dan Sumatera yang mungkin tidak dapat disebutkan satu per satu. 12. Kepada Ajeng Ristia yang telah senantiasa menemani penulis untuk menyusun laporan ini, serta suka duka bersama membaca hasil sequence DNA. 13. Teman-teman satu kelompok penelitian: Ajeng Ristia, Nurul Fathimah, M. Rizki Ramadhan. Terimakasih atas kerjasama dimulai dari tahun 2014 setelah modul riset tingkat 1 hingga sekarang yang luar biasa selama melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian. Tidak pernah mengenal lelah dalam kegagalan membaca hasil PCR dan Elfor. Kegagalan kami adalah canda tawa dan pembelajaran yang berharga untuk kami.tiga tahun sudah kita berjalan bersama, terhitung cukup lama namun berbuah hasil yang menyenangkan. 14. Sahabat-sahabat yang turut mewarnai hari-hari selama masa kuliah; Putri Rahma Azizah, Desy Islamiati, Amalina Fitrasari, Selvia Oktaviani A, Harningtyas Alifin Jasmin, Nida Rania, dan Sherly Trisna. Terimakasih untuk selalu ada saat suka dan duka. Terimakasih untuk tak pernah lelah untuk mengingatkan. 15. Sahabat yang setia menemani saat down ataupun saat hampir menyerah untuk melanjutkan penelitian: Witha Novialy dan Putri Rahma Ajizah. Tawa dan v

7 semangat kalian tidak pernah terlupakan oleh penulis untuk melanjutkan penelitian hingga tuntas, dengan kalian penulis merasakan artinya persahabatan. Terimakasih Pujah dan Witha. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia. Aamiin. Wassalamu alaikum Wr. Wb Ciputat, 16 Juni 2017 Penulis vi

8 ABSTRAK Raissya Armilla. Program Studi Kedokterandan Profesi Dokter. Penapisan Mutasi Gen Beta Globin pada Siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Mutasi beta globin merupakan mutasi yang menyebabkan penyakit thalassemia. Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan berkurangnya produksi hemoglobin (Hb) yang tidak adekuat sebagai akibat berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai polipeptida globin. Tujuan penelitian ini untuk melakukan penapisan mutasi gen beta globin pada siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, jumlah sampel sebanyak 81 orang dari satu sekolah dengan rentang usia tahun yang telah dipilih secara Simple Random Sampling. Pengambilan darah dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, dan mutasi beta globin dengan menggunakan PCR dan sequencing DNA. Tipe mutasi yang terbanyak yaitu heterozigot IVSI-5 G>C frekuensi 5% dengan sifat patogenik. Sedangkan untuk non patogenik kami dapatkan pada mutasi kombinasi CD 2 T>C dan IVSII-16 G>C. Kata kunci: Beta globin, Hb, IVSI-5 G>C, CD 2 T>C, IVSII-16 G>C. ABSTRACT Raissya Armilla. Medical Education Study Program and Doctor Profession. Screening Mutation of Beta Globin Gene on the Students of SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Beta globin mutation is a mutation which causes thalassemia disease. Thalassemia is a hereditary disease characterized by inadequate production of hemoglobine (Hb) as a result of reduced or absent globin polypeptide chain synthesis. The purpose of this research is to screen the mutation of beta globin gene on the students of SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. This researched used descriptive method the amount of samples is 81 people from one school with the age range years that have been choosen by simple random sampling. Blood taking is done to check hemoglobine levels and beta globin mutation by using PCR and DNA sequencing.the type of mutation that we get the most is heterozygot IVSI-5 G>C frequency 5% with pathogenic nature. As for non pathogenic we get on the combinationof CD 2 T>C and IVSII-16 G>C. Keywords: Beta globin, Hb, IVSI-5 G>C, CD 2 T>C, IVSII-16 G>C. vii

9 DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN PANITIA UJIAN... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan penelitian Tujuan Penulisan Manfaat Penulisan Peneliti Civitas Akademika... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Thalassemia Klasifikasi Thalassemia Patogenesis Thalassemia Hemoglobin viii

10 2.3 Diagnosis Molekular Kerangka Teori Kerangka Konsep BAB III METODE PENELITIAN Desain Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Populasi dan Populasi Target Populasi Terjangkau Perkiraan Besar Kriteria Pemilihan Teknik Pengambilan Alat dan Bahan Cara Kerja Penelitian Pengumpulan Data Isolasi DNA Pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA PCR Analisis Fragmen DNA Menggunakan Elektroforesis Analisis Hasil Sequencing Alur Kerja Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Hasil Isolasi Genom dari Darah Responden Amplifikasi Gen β-globin Menggunakan PCR dan Sequencing Pembahasan Analisa Mutasi Gen β-globin Keterbatasan Penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran ix

11 PERNYATAAN PENELITIAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Permohonan Ethical Approval Penelitian Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden Lampiran 3. Alat dan Bahan Penelitian Lampiran 4. Gel Documentation Hasil Elektroforesis Agarose dari Produk PCR Genom DNA Lampiran 5. Hasil Sequence DNA yang Tidak Terbaca Lampiran 6. Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Lampiran 7. Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan Hb x

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jenis Thalassemia Berdasarkan Sifat Homozigot dan Heterozigot Tabel 2.2 Parameter Hematologi Thalassemia ß Tabel 2.3 Diagnosis Banding Thalassemia dan Anemia Defisiensi Besi Tabel 2.4 Perbedaan Fisik dan Kimia Antara Oksihemoglobindan Dioksihemoglobin Tabel 2.5 Tabel Definisi Operasional Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Tabel 3.2 Langkah Isolasi DNA Tabel 3.3 Komposisi mix PCR Tabel 3.4 Teknik PCR xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Diagnosis Hemoglobinopati Dengan Pemeriksaan DNA Gambar 2.2 Prevalensi Hemoglobinopati di Dunia Gambar 2.3 Patofisiologi Gejala Klinis Anemia pada Thalassemia Gambar 2.4 Situs Splicing pada Gen ß Globin Gambar 2.5 Lokasi Mutasi Penyebab Thalassemia- ß Gambar 2.6 Apusan darah tepi pasien thalassemia ß HbE heterozigot Gambar 2.7 Apusan darah tepi pasien Hb E homozigot dengan gambaran mikrositik hipokrom, sel target dan poikilosit lain Gambar 2.8 Proses pembentukan hemoglobin Gambar 2.9 Aliran informasi genetik Gambar 2.10 Kerangka Teori Gambar 2.11 Kerangka Konsep Gambar 4.1 Hasil PCR Gen β-globin Gambar Interetasi Hasil SequencingNormal...52 Gambar Interpretasi Hasil SequencingMutasi Heterozigot IVS I-5 G>C Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot Codon 2 T>C Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Homozigot Codon 2 T>C Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot IVS II-16 G>C...53 Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Homozigot IVS II-16 G>C...53 Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot IVS II-74 T>G...54 Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Homozigot IVS II-74 T>G...54 Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sequencing MutasiHeterozigot 81 C>T...55 xii

14 DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Persentase Mutasi Gen β-globin xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Permohonan Ethical Approval Penelitian...68 Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden...69 Lampiran 3 Alat dan bahan penelitian...71 Lampiran 4 Gel Documentation hasil elektroforesis agarose dari produk PCR genom DNA sampel...74 Lampiran 5 Hasil Sequence DNA yang Tidak Terbaca...75 Lampiran 6 Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA...76 Lampiran 7 Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan Hb...79 xiv

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit herediter pada sel darah merah yang ditandai dengan berkurangnya produksi hemoglobin (Hb) yang tidak adekuat sebagai akibat berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai polipeptida globin. 1 Prevalensi gen thalassemia mencapai 30-40% di Thailand bagian utara dan Laos, 4,5% di Malaysia, dan 5% di Filipina. 2 Untuk Indonesia sendiri WHO menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 6-10% orang dengan thalassemia beta minor. 2 Menurut data statistik, prevalensi penyakit thalassemia di dunia cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia. Beberapa hasil riset menunjukkan angka kejadian thalassemia di Indonesia cukup tinggi. Penelitian Injo LEL (1989) menyebutkan bahwa dari 36 pasien thalassemia di RSCM yang berusia 3-22 tahun, ditemukan 23 pasien dengan thalassemia dan 13 pasien thalassemia HbE. 3 Data dari Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM), sampai dengan akhir tahun 2008 terdaftar pasien thalassemia yang terdiri dari 50% thalassemia, 48,2% thalassemia /Hb-E, dan 1,8% pasien thalassemia 4 1

17 2 Diperkirakan tiap tahunnya di Indonesia lahir anak dengan thalassemia. 4 Provinsi Jawa Barat merupakan daerah dengan prevalensi thalassemia terbanyak se-indonesia, yaitu sebanyak 42% dari total orang. 1,5 Di Sukabumi, berdasarkan informasi dari ketua Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Cabang Sukabumi dr. Hasan Basri mencatat sebanyak 150 anak di Sukabumi menderita thalassemia, yang mengalami peningkatan cukup besar setiap tahunnya. 3 Salah satu metode pencegahan adalah melakukan skrining pada perempuan berusia tahun, karena pada usia tersebut umumnya perempuan sudah siap menikah. 6 Metode skrining (penapisan) ini sangat efektif dilakukan pada populasi masyarakat untuk menekan kejadian thalassemia baru. 7 Individu usia subur yang siap menikah mudah dijaring melalui edukasi (penyuluhan) saat usia Sekolah Menengah Atas (SMA) dan akan sangat bermanfaat sebagai agent of change untuk memutus rantai thalassemia yang diturunkan dari perempuan atau calon ibu. Peneliti melakukan diagnosis molekuler mutasi gen globin dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan sequencing DNA pada sampel darah siswi SMAN 1 Sukaraja Sukabumi yang berusia tahun sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap kemungkinan penyakit thalassemia. Penapisan mutasi gen globin ini diharapkan memberikan kontribusi dalam peningkatan program promotif - preventif terhadap penekanan angka kejadian thalassemia baru.

18 3 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana prevalensi individu dengan mutasi globin pada perempuan berusia tahun di wilayah Sukabumi? 1.3 Pertanyaan penelitian 1. Berapakah prevalensi mutasi globin pada remaja perempuan berusia tahun di wilayah Sukabumi? 2. Bagimana gambaran genotip remaja perempuan berusia tahun di Sukabumi? 3. Bagaimana variasi genetik globin pada remaja perempuan berusia tahun di Sukabumi? 1.3 Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum Untuk mengetahui prevalensi mutasi globin pada remaja perempuan berusia tahun di wilayah Sukabumi. b. Tujuan Khusus Mengetahui gambaran genotip remaja perempuan berusia tahun di Sukabumi. Mengetahui variasi genetik globin pada remaja perempuan berusia tahun di Sukabumi.

19 4 1.4 Manfaat Penulisan Hasil penelitian diharapkan memiliki manfaat untuk: Peneliti a. Memiliki keterampilan bidang molekuler dalam mendeteksi adanya mutasi genetik dengan menggunakan teknik PCR dan sequencing DNA. b. Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. c. Menambah pengetahuan mengenai mutasi genetik globin Civitas Akademika Sebagai sumber pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian genetik biomolekuler.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Thalassemia Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan berkurangnya produksi hemoglobin (Hb) yang tidak adekuat sebagai akibat berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai polipeptida globin. Thalassemia merupakan suatu penyakit herediter. Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien thalassemia, membawa kecenderungan terjadinya peningkatan angka kematian akibat penyakit ini. Hal tersebut disebabkan karena thalassemia memunculkan beberapa komplikasi/penyulit di antaranya adalah kerentanan terhadap infeksi, anemia berat, gangguan pertumbuhan fisik (tulang), serta mental. Menurut Ratna Agung dikutip dari tesis yang berjudul Kendala Deteksi Mutasi: Thalassemia-β Sebagai Model, Thalassemia adalah suatu penyakit genetik pada sel darah merah, yang menyebabkan gangguan pada sintesis hemoglobin. Berdasarkan reduksi rantai globinnya, thalassemia dibedakan menjadi 2 jenis yaitu thalassemia a (alfa) dan b (beta). Bila yang mengalami gangguan pada rantai a maka disebut sebagai thalassemia a (alfa) dan apabila yang terganggu ada pembentukan rantai b (beta) maka disebut sebagai thalassemia b (beta). 8 5

21 6 Kedua penyakit ini merupakan penyakit dari hemoglobinopati. Hemoglobinopati ialah sekelompok kelainan herediter yang ditandai oleh gangguan pembentukan molekul hemoglobin. 10 Kelainan ini dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu: 1. Hemoglobinopati struktural Disini terjadi perubahan struktur hemoglobin (kualitatif) karena subsitusi satu asam amino atau lebih pada salah satu rantai peptida hemoglobin. 10 Hemoglobinopati yang penting sebagian besar merupakan varian rantai beta. 11 Contoh hemoglobinopati struktural adalah penyakit Hb C, Hb E, dan Hb S Sindrom Thalassemia Thalassemia adalah suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis atau absennya pembentukan satu atau lebih rantai globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal (kuantitatif). 10 Sebagai akibatnya timbul ketidakseimbangan sintesis suatu rantai, salah satu rantai disintesis berlebihan sehingga mengalami presipitasi, membentuk Heinz bodies. 10 Eritrosit yang mengandung Heinz bodies tersebut mengalami hemolisis intrameduler sehingga terjadi eritropoiesis yang inefektif, disertai pemendekan hidup eritrosit yang beredar. 10 Hal tersebut diikuti dengan kompensasi pembentukan rantai globin lain sehingga membentuk konfigurasi lain. 12 Misalnya pada thalassemia beta, rantai beta tidak terbentuk, sehingga rantai alfa mengalami ekses atau perannya melampaui batas yang mengakibatkan presipitasi pada rantai ini. 10

22 7 Gambar 2.1 Diagnosis Hemoglobinopati Dengan Pemeriksaan DNA. 14 Hemoglobinopati adalah kelainan bawaan akibat adanya mutasi pada gen yang mengatur pembentukan rantai globin. Perubahan pada gen tersebut dapat mengakibatkan adanya perubahan susunan asam amino pada rantai globin sehingga terbentuk rantai globin yang abnormal atau terjadi perubahan kecepatan pembentukan rantai globin normal. Apabila terjadi perubahan susunan amino pada rantai globin, maka disebut sebagai hemoglobin varian sedangkan bila terjadi perubahan kecepatan pembentukan rantai globin normal maka disebut thalassemia. Hemoglobin varian merupakan kelainan globin yang sifatnya kualitatif sedangkan thalassemia merupakan kelainan yang sifatnya kuantitatif. 7,8,9,13,15,16

23 8 Berikut prevalensi hemoglobinopati di populasi dunia, Indonesia masuk ke daerah South-East Asia dengan gen pembawa 5-40%. Gambar 2.2 Prevalensi Hemoglobinopati di Dunia. 14

24 Klasifikasi Thalassemia Secara klinis thalassemia dapat dibedakan menjadi thalassemia mayor, intermedia, dan minor. Klasifikasi thalassemia : 17 Klinis 1. Hidrops fetalis Thalassemia dengan delesi empat gen. 2. Thalassemia mayor Tergantung transfusi, homozigot. Thalassemia o atau kombinasi sifat thalassemia lain. 3. Thalassemia intermedia - Thalassemia homozigot Thalassemia + ringan homozigot. Pewarisan bersama thalassemia. Peningkatan kemampuan untuk membuat hemoglobin fetus (produksi rantai - ). - Thalassemia heterozigot Pewarisan bersama gen globin- tambahan ( atau ). Sifat thalassemia dominan. - Thalassemia dan hemoglobin fetus persisten herediter Thalassemia homozigot. Thalassemia thalassemia heterozigot. Hb lepore homozigot (beberapa kasus).

25 10 - Penyakit hemoglobin H 4. Thalassemia minor Sifat thalassemia - o. Sifat thalassemia Hemoglobin fetus persisten herediter Sifat thalassemia. Sifat thalassemia - Sifat thalassemia - o. +. Tabel 2.1 Jenis Thalassemia Berdasarkan Sifat Homozigot dan Heterozigot Jenis Haplotipe Sifat thalassemia heterozigot (minor) Thalassemia - Homozigot + o - -/ MCV, MCH rendah Hidrops fetalis + Thalassemia - - MCV, MCH berkurang minimal Seperti thalassemia - heterozigot o o MCV, MCH rendah (HbA 2 > 3,5%) + MCV, MCH rendah (HbA 2 > 3,5%) Thalassemia dan hemoglobin fetus persisten herediter Hb Thalassemia Lepor MCV. MCH rendah (HbF 5-20%, HbA 2 normal) MCV, MCH rendah (HbA Thalassemia mayor (HbF 98% HbA 2 2%) Thalassemia mayor atau intermedia ( HbF 70-80%, HbA 10-20%, HbA 2 variabel) Thalassemia intermedia (HbF 100%) Thalassemia mayor atau Thalassemia dan hemoglobin fetus persisten 80-90%, Hb Lepore 10%, HbA 2 berkurang) Intermedia (HbF 80%, Hb Lepore 10-20%, HbA, HbA 2 tidak ada) Sumber: Thompson MW, Mc Innes RR, Willard HF. The Hemoglobinopathies: Models of Molecular Disease. in Thompson & Thompson, eda. Genetic in Medicine. USA: WB Saunders Company

26 Tabel 2.1 Jenis Thalassemia Berdasarkan Sifat Homozigot dan Heterozigot (Lanjutan) herediter Patogenesis Thalassemia Kelainan genetik -globin Berkurang atau tidak diproduksinya rantai -globin Thalassemia Rantai berlebihan dalam eritrosit Sebagian akan berikatan dengan rantai dan Pada eritrosit ditemukan badan inklusi yang masih berinti di sumsum tulang yang dapat dilihat dengan pewarnaan supravital Pembentukan HbF dan HbA 2 Daya ikat yang kuat terhadap oksigen Jaringan Hipoksia Badan inklusi menurunkan kelenturan membran eritrosit Sel tersebut bersifat lebih kaku dan sukar menembus celah-celah endotel sumsum tulang Masuk ke dalam peredaran darah Masuk melalui limpa Badan inklusi difagosit oleh makrofag Kerusakan sel dan terbentuk tear drop cell Akibatnya eritrosit berinti tersebut akan hancur atau rusak dan terjadi kebocoran isi sel Umur eritrosit menjadi pendek Eritropoiesis berlangsung tidak efektif Anemia mikrositik hipokrom Gambar 2.3 Patofisiologi Gejala Klinis Anemia pada Thalassemia 17 Thalassemia ß merupakan kelainan sel darah pada rantai ß. Thalassemia ß adalah kelainan autosomal resesif yang diturunkan oleh individu yang kedua alelnya mengalami mutasi pada thalassemia ß, baik

27 12 homozigot ataupun heterozigot. Thalassemia ß tersebut merupakan kelainan herediter yang berupa berkurangnya polipeptida globin pada rantai ß. 18 Kondisi tersebut mengakibatkan sintesis hemoglobin berkurang dan ketidakseimbangan antara rantai globin dan rantai globin ß yaitu berlebihnya jumlah rantai globin. Rantai globin yang berlebih tersebut akan membentuk suatu rantai yang abnormal yaitu 4 rantai globin. Rantai globin yang abnormal ini merupakan rantai globin yang tidak stabil dan mudah berpresipitasi pada prekursor sel darah merah di sumsum tulang sehingga mengganggu pembentukan eritrosit atau eritropoiesis, 19 juga mengakibatkan sel darah merah mudah rusak (hemolisis) di sirkulasi perifer. 20 Dasar kelainan genetik penyakit thalassemia beta disebabkan adanya mutasi gen beta, yang dapat berupa: 1. Delesi gen Delesi gen ini jarang terjadi pada thalassemia beta, tersering pada thalassemia beta yang kompleks seperti thalassemia gamma beta. Delesi gen ini dapat terjadi mulai dari bagian intron sampai akhir dari bagian exon. Kelainan ini banyak ditemukan pada suku Indian dan penyebarannya hampir 30% suku bangsa tersebut. Umumnya keadaan penyakit berat. 18,19 2. Mutasi transkripsi Merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada thalassemia beta. Mutasi ini terjadi pada proses pembentukan m-rna. Pada kelainan ini terjadi mutasi basa nukleotida promoter region. Berat ringannya

28 13 kelainan ditentukan oleh banyaknya basa nukleotida yang terganti, sehingga mempengaruhi aktivitas DNA dan dapat menyebabkan berkurangnya m-rna yang terbentuk. Mutasi ini didapat pada thalassemia ß + Mediteranian, terjadi mutasi satu basa sitosin ke guanine yang menyebabkan penurunan 10% produksi m-rna. Pada thalassemia ß + China terjadi mutasi adenin ke guanin dan menyebabkan penurunan produksi m-rna sebanyak 20-30%. Pada kedua tipe ini fenotip penyakit tampak ringan. 18,19,20 3. Mutasi prosesing RNA Pada kelainan ini tidak terjadi splicing yang normal pada basa nukleotida tertentu yaitu AG dan GT, Karena adanya mutasi pada salah satu basa nukleotida tersebut. Mutasi pada thalassemia beta terjadi terutama karena perubahan G (guanin) ke A (adenin) pada GT dan G (guanin) ke C (sitosin) pada AG. Perubahan ini akan mengakibatkan bagian intron akan lebih memanjang ke bagian ekson, sehingga bagian ekson yang berisi kodon untuk membentuk m-rna berkurang. Selain itu processing mutation ini juga menjadi dasar terjadinya kejadian Hb varian. Mutasi tersebut mengakibatkan terjadinya kesalahan pelepasan bagian intron yang menyebabkan terjadinya kelainan susunan basa nukleotida kodon di bagian ekson sehingga terjadi pembentukan asam amino yang lain. Sebagai contoh pada HbE rantai ß E merupakan mutasi yang menghasilkan perubahan satu asam amino, yaitu perubahan dari glutamat (Glu) ke lisin (Lys). Jenis mutasi ini sering terjadi pada

29 14 bangsa-bangsa di Asia, khususnya Asia Tenggara, China, dan Negro. 18,19,20,21 4. Mutasi nonsense Pada keadaan ini terbentuk m-rna yang tidak dapat berfungsi secara baik karena terhentinya proses translasi sebelum terbentuk rangkaian asam amino yang lengkap. Hal ini disebabkan adanya mutasi penggantian nukleotida tertentu dan dikenal sebagai akhir pembacaan kodon. Kelainan dengan terbentuknya kodon UAA sering terjadi pada thalassemia ß Mediteranian dan kelainan terbentuknya kodon UAG pada thalassemia ß Sardinia. Keduanya merupakan kelainan yang berat karena hampir seluruh globin rantai ß tidak terbentuk. Mutasi ini sering terjadi pada bangsa bangsa Mediteranean, Indian, dan Asia. 19,20,21, Struktur Molekul dan Kontrol Gen Globin-ß Sintesis rantai globin pada manusia disandi oleh 2 kelompok gen, yaitu gen globin -like dan gen globin ß-like. Kedua gen ini membentuk suatu gugus gen yang terletak pada kromosom yang berbeda. 22,23 Rantai globin- mengandung 141 asam amino, sedangkan rantai globin- ß tersusun atas 146 asam amino. 24,25 Gen globin- ß terdiri dari 3 ekson yang dipisahkan oleh 2 intron (IVS, intervening sequence). Ukuran masing-masing ekson dan intron ini tidak sama, ada yang panjang dan pendek. Ekson 1 merupakan yang terpendek, tersusun atas 30 kodon, sedangkan ekson 2 membentang dari kodon merupakan ekson terpanjang, dan ekson 3 tersusun dari

30 15 kodon Intron pertama (IVS1) terletak di antara kodon dengan panjang 130 pb, sedangkan intron kedua (IVS2) terletak diantara kodon 104 dan 105 dengan ukuran 850 pb. 24 Secara umum setiap gen globin terdiri atas tiga ekson dan diantara ketiga ekson terdapat intron (intervening sequence=ivs). Bagian hulu atau upstream atau 5 dan sebelah hilir atau downstream atau 3 terdapat segmen DNA yang masing-masing dinamakan DNA sisi 5 (5 flanking DNA) dan DNA sisi 3. Setelah transkripsi, ujung hulu 5 dari mrna akan ditempati oleh rangkai (sequence) yang terdiri atas 2 atau 3 nukleotid yang mempunyai struktur khusus, yang disebut cap, sehingga tempat tersebut dinamakan cap site. Ujung hilir dari DNA sisi 3 merupakan tempat penambahan poliadenil. 26 Heksanukleotid yang terdapat pada batas ekson-intron penting sekali untuk berlangsungnya proses splicing. 27 Rangkai tersebut dinamakan consensus splice sequence. Insiasi translasi dari mrna bermula dari kodon AUG dan berakhir pada kodon UAA, UAG, atau UGA. 28

31 Gambar 2.4 Situs Splicing pada Gen ß Globin

32 Gambar 2.5 Lokasi Mutasi Penyebab Thalassemia- ß

33 Thalassemia ß Mayor Thalassemia mayor akibat diturunkannya dua mutasi yang berbeda, masing-masing mengenai sintesis globin-ß (heterozigot campuran). Pada beberapa kasus, terjadi delesi gen ß, gen dan ß, atau bahkan gen, ß, dan. 17 Gambaran klinis: 1. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran ketika seharusnya terjadi pergantian dari produksi rantai ke rantai ß. 2. Pembesaran hati dan limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedular, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang mengalami pembesaran tersebut, meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma, dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan (pooling) eritrosit. 3. Pelebaran tulang yang disebabkanoleh hiperplasia sumsum tulang yang hebat menyebabkan terjadinya facies thalassemia dan penipisan korteks di banyak tulang, dengan ciri khas terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan gambaran rambut berdiri (hair on end) pada foto ronsen. 4. Penimbunan besi pasca transfusi darah. 5. Mudah terkena infeksi. 6. Osteoporosis Thalassemia ß Minor Keadaan pada thalassemia ini biasanya tanpa gejala yang berat. Gambaran darah sangat jelas, mikrositik hipokrom (MCV dan MCH

34 19 sangat rendah) namun jumlah eritrosit tinggi (>5,5 x 10 2 /mm 3 ) dan anemia ringan (hemoglobin g/dl). 17 Untuk memastikan diagnosis karena hampir sama sifatnya dengan thalassemia, maka dilihat kadar HbA 2 yang tinggi (>3,5%). Indikasi terpenting untuk memastikan diagnosis yakni konseling prenatal pada pasien dengan seorang pasangan yang juga mempunyai kelainan hemoglobin yang nyata Thalassemia Intermedia. Thalassemia intermedia merupakan thalassemia dengan derajat tingkat keparahan sedang pada (Hb 7,00-10,0 g/dl) yang tidak memerlukan transfusi teratur. Dapat disebabkan oleh pengaruh genetik. Thalassemia ß homozigot dengan produksi Hb F yang lebih dari biasanya atau dengan defek genetik pada sintesis rantai ß atau oleh sifat thalassemia ß sendiri tetapi dengan derajat kelainan globin ringan seperti Hb Lepore. 17 Gejala klinis yang biasa ditemukan yaitu, deformitas tulang, pembesaran hati dan limpa, eritropoiesis ekstramedular, dan gambaran kelebihan besi yang disebabkan oleh absorpsi yang meningkat Thalassemia. Penyakit ini merupakan kegagalan pada produksi rantai dan. Pada keadaan homozigot hanya ditemukan HbF, dan secara hematologik gambarannya seperti thalassemia intermedia Hemoglobin Lepore. Merupakan suatu hemoglobin yang abnormal yang disebabkan oleh crossing over yang tidak seimbang pada gen dan yang

35 20 memproduksi rantai polipeptida yang terdiri dari rantai di ujung aminonya dan rantai di ujung karboksil Thalassemia ß Hb E Thalassemia ß dapat dijumpai sebagai penyakit yang berdiri sendiri ataupun dalam bentuk heterozigot ganda dalam hemoglobin varian. Bentuk heterozigot ganda antara thalassemia dengan hemoglobin varian yang sering dijumpai adalah thalassemia ß HbS, thalassemia ß HbE, thalassemia ß HbC, dan thalassemia HbS. 11,29 Bentuk Thalassemia ß Hb E, yaitu genotip ß E ß O atau ß E ß +. Thalassemia ß Hb E pertama kali dijumpai di Thailand. 11 Thalassemia ß Hb E sering ditemukan di Asia Tenggara, kedua gen terdapat dalam frekuensi tinggi. 30 Hal ini disebabkan karena adanya pernikahan pasien thalassemia dan Hb E yang tidak terdeteksi HbE (Cd26, GAG>AAG) 26Glu HbE ( 2 ß lys 2 ) terjadi akibat adanya mutasi titik pada kodon 26 (GAG AAG), menyebabkan perubahan asam amino posisi 26 dari glutamat menjadi lisin. Mutasi ini mengaktivasi cryptic donor site pada kodon 25 selama process splicing m-rna ß E sehingga terjadi splicing abnormalsebesar 5 8 %, meskipun situs splicing normal masih tetap aktif. 31 Pada umumnya manifestasi klinis HbE ringan, baik dalam bentuk heterozigot (HbE trait) maupun homozigot (HbE/HbE). 32 Heterozigot ganda HbE dengan thalassemia ß memberikan gambaran klinis yang bervariasi, mulai dari bentuk yang ringan sampai dengan ketergantungan

36 21 terhadap transfusi darah; dengan kadar Hb antara 3-13 g/dl. 32 Kelainan Hemoglobin E ini banyak ditemukan di Asia Tenggara termasuk Indonesia. 32 Mikrositik hipokrom Sel target Gambar 2.6 Apusan darah tepi pasien thalassemia ß HbE heterozigot. 26 Sel target Poikilosit Gambar 2.7 Apusan darah tepi pasien Hb E homozigot dengan gambaran mikrositik hipokrom, sel target dan poikilosit lain. 26

37 Parameter Hematologi Thalassemia ß Tabel 2.2 Parameter Hematologi Thalassemia ß. Parameter Normal Heterozigot Homozigot Hb (g/dl) Pria Wanita 13,5 1,5 MCV (fl) 92 9 < HbA 2 (%) 2,2-3,5 3, HbF (%) <1 1-5 <10->90 HbA(%) >95% Sumber: Bunn, H. Franklin. Hemoglobin Molecular, Genetic, and Clinical Aspects. Philadelphia: W.B Saunders Company Tabel 2.3 Diagnosis Banding Thalassemia dan Anemia Defisiensi Besi. Thalassemia Anemia defisiensi besi Splenomegali + - Ikterus + = Perubahan morfologik eritrosit Tak sebanding dengan derajat anemi Sebanding dengan derajat anemi Sel target ++ +/- Resistensi osmotik Meningkat Normal Besi serum Meningkat Menurun TIBC Menrun Meningkat Cadangan besi Meningkat Kosong Feritin serum Meningkat Menurun HbA2/HbF Meningkat Normal Sumber: Bunn, H. Franklin. Hemoglobin Molecular, Genetic, and Clinical Aspects. Philadelphia: W.B Saunders Company

38 Hemoglobin Fungsi dari hemoglobin yaitu sebagai pengikat oksigen yang sangat dibutuhkan untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. 32 Oleh karena itu, ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matang. 32 Ada banyak informasi tentang berbagai sifat fisik dan kimia pada hemoglobin. Banyak perbedaan sifat kimia pada oksihemoglobin dan deoksihemoglobin dapat diartikan dan diprediksikan dalam bentuk struktur tiga dimensi ditetapkan oleh Perutz dan rekan. 11 Dioksihemoglobin terdisosiasi menjadi dimer jauh lebih mudah daripada oksihemoglobin.

39 24 Tabel 2.4 Perbedaan Fisik dan Kimia Antara Oksihemoglobindan Dioksihemoglobin. Oksihemoglobin Deoksihemoglobin Properti fisik Spektrum yang terlihat: 576,540 nm 555 nm puncak absorbansi Spektrum soret 415 nm 430 nm Kerentanan magnetic Rendah (diamagnetik) Tinggi (paramagnetik) Properti kimia Kelarutan Tinggi Rendah Disosiasi kedalam dimer Cepat Lambat Mengikat haptoglobin Cepat Lambat Pencernaan oleh karboksipeptidase Cepat Lambat Sumber: Orkin, S. H. Kazazian, H. H., Jr., Antonarakis, S. Linkage of globin gene polymorphisms with DNA polymorphisms in human 1982 thalassemia mutations and globin gene cluster. Nature.

40 25 Tabel 2.4 Perbedaan Fisik dan Kimia Antara Oksihemoglobindan Dioksihemoglobin. 11 (Lanjutan) Oksihemoglobin Deoksihemoglobin Properti kimia Reaktivitas 93-sistein SH Reaktivitas terhadap bromotimol Cepat Lambat Lambat Cepat Reaktivitas terhadap sianat Lambat Lebih lambat Sifat fungsional Afinitas terhadap ligan heme Tinggi Rendah Afinitas terhadap proton Rendah Tinggi Relatif afinitas untuk CO 2 Rendah Tinggi Afinitas untuk fosfat organik Rendah Tinggi Sumber: Orkin, S. H. Kazazian, H. H., Jr., Antonarakis, S. Linkage of globin gene polymorphisms with DNA polymorphisms in human 1982 thalassemia mutations and globin gene cluster. Nature.

41 26 Perbedaan terutama karena ikatan garam intersubunit, termasuk 2,3-DPG, yang menstabilkan struktur deoksi. Disosiasi hemoglobin menjadi dimer tampaknya diperlukan untuk mengikat haptoglobin dan untuk infiltrasi hemoglobin melalui glomeruli ginjal. 32 Suksinil KoA yang dibentuk dalam siklus krebs Membentuk molekul pirol 4 pirol bergabung untuk membentuk protofirin IX Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom Bergabung dengan besi membentuk molekul heme Membentuk subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin Gambar 2.8 Proses pembentukan hemoglobin. 32 Setiap rantai hemoglobin memiliki gugus prostetik heme yang mengandung satu atom besi, karena adanya empat rantai hemoglobin di setiap molekul hemoglobin, dapat ditemukannya empat atom besi di setiap molekul hemoglobin. Empat atom besi pada setiap molekul hemoglobin dapat berikatan dengan molekul oksigen pada setiap molekulnya, sehingga empat molekul oksigen dapat diangkut oleh setiap molekul hemoglobin. 32

42 27 Apabila adanya abnormalitas pada molekul hemoglobin menentukan afinitas ikatan hemoglobin terhadap oksigen. Abnormalitas tersebut dapat mengubah ciri-ciri fisik dari molekul hemoglobin. Contohnya pada anemia sel sabit, asam amino valin digantikan oleh asam glutamat pada satu titik, masing-masing di kedua rantai beta. 32 Jika terpapar dengan oksigen berkadar rendah, akan terbentuk kristal panjang di dalam sel-sel darah merah yang panjangnya kadang-kadang mencapai 15. Hal ini membuat sel-sel tersebut tidak dapat melewati kapilerkapiler kecil, dan ujung kristal tersebut yang tajam cenderung merobek membran sel, sehingga terjadi anemia sel sabit Diagnosis Molekular Diagnosis molekular pada pemeriksaan thalassemia menggunakan DNA dari darah. Pemeriksaan ini dipakai untuk mencari gen thalassemia. Gen tersebut tersusun atas asam nukleat yang disebut asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid, DNA). 33 Molekul tersebut berperan sebagai pembawa informasi genetik. 34 Transkripsi Translasi Replikasi DNA RNA Protein Transkripsi balik Gambar 2.9 Aliran informasi genetik. 34

43 28 Diagnosis molekular menggunakan DNA bertujuan untuk mencari adanya mutasi. Mutasi adalah perubahan pada sekuens DNA tersebut Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan sebuah penggandaan DNA yang dilakukan secara in vitro. Cara ini banyak sekali dipakai, karena sifatnya yang cenderung lebih mudah, spesifik, dan sensitif. Prinsip PCR adalah apabila DNA dicampur dengan oligonukleotida yang komplementer dan diberi kondisi yang sesuai, maka oligonukleotida tadi akan berperan sebagai titik awal (primer) sintesis copy dari DNA target. Dengan menggunakan dua primer, satu di sebelah hulu (5 ) dan satu di sebelah hilir (3 ) (reverse primer), segmen DNA yang terletak di antara kedua primer tadi akan tergandakan. Dalam satu siklus reaksi, satu untai DNA tunggal akan tergandakan menjadi 2 untai. Dengan n siklus, dari satu DNA untai tunggal teoretis akan dihasilkan 2 n copy. Dengan 25 siklus dari satu DNA untai tunggal akan dihasilkan lebih dari 30 juta copy. 36 Dengan digunakan enzim Taq yang tahan panas sampai C maka dapat dicapai otomatisasi pengerjaan dan segmen DNA berukuran sampai beberapa kilo base pair (kb) dapat digandakan dalam waktu kurang dari 3 jam. 37 Metode ini sangat sensitif, DNA sejumlah 1 telah cukup untuk satu sample. Dari single copy genes dapat diperoleh sejumlah copy DNA cukup untuk dianalisis. 38 Pembentukan dimer pada prosedur PCR dimanfaatkan untuk diagnostik (cara Ligase Chain Reaction/LCR). Prinsip LCR ini yakni, dua

44 29 oligonukleotid yang menghibridasi segmen yang berdekatan dengan DNA target dapat mengalami penyambungan (ligase) bila ujung-ujungnya yang berdekatan dengan komplementer dengan DNA target. Bila ujung 3 dari oligonukleotid yang berdekatan mismatch, maka ligasi tidak akan terjadi. 39 Maasalah yang muncul pada prosedur diagnostik ini adalah; Kita harus tahu lebih dahulu spektrum mutasi dalam populasi untuk menyesuaikan oligonukleotid yang dipakai. 2. Kondisi reaksi menuntut persyaratan yang lebih tinggi dibanding PCR biasa, kenaikan 5 unit enzim pada tiap reaksi atau dua kali lipat konsentrasi oligonukleotid, demikian pula jumlah siklus lebih dari 25 atau 30 akan menyebabkan terjadinya reaksi bebas cetakan (template free reaction); oligonukleotid dengan panjang tidak tepat atau tidak mengandung fosfat 5 akan menurunkan efisiensi reaksi yang berarti menurunnya sensitivitas. Kelebihan metode ini adalah bahan radioaktif tidak diperlukan dan otomatisasi dapat diterapkan sehingga dapat dipakai untuk sejumlah besar sampel. 41

45 Analisis Sequencing Analisis sequencing digunakan untuk mengetahui suatu mutasi pada salah satu alel. Analisis tersebut dilakukan pada DNA untai tunggal. Secara garis besar proses ini meliputi: Reaksi PCR untuk mengamplifikasi fragmen DNA yang akan disekuens, mendapatkan DNA untai tunggal dengan teknik kloning dan sequencing template DNA tersebut. 21 Hasil sequencing tersebut kemudian dibandingkan dengan sekuens DNA referens (Genebank). 21

46 Kerangka Teori Faktor genetik Mutasi pada kompleks gen ß globin Thalassemia ß: - CD2 - IVSI-5 - IVSII-16 - IVSII-74 - IVSII-81 - IVSII-81 HbE: Mutasi Codon 26 glu lys Rantai ß berhenti atau berkurang Presipitasi rantai yang berlebihan yang tidak mendapat pasangan rantai ß Thalassemia Pada eritrosit ditemukan badan inklusi yang masih berinti di sumsum tulang yang dapat dilihat dengan pewarnaan supravital Presipitasi rantai pada eritrosit Presipitasi rantai intramedular Hypercoagulability dan disfungsi platetlet Thromboembolism dan disfungsi vaskular Perubahan bentuk eritrosit Hemolisis ANEMIA mikrositik hipokrom Eritropoiesis inefektif Absorpsi Fe Deposit Fe dalam jaringan Sistem imun Jantung Hati Testis dan ovarium Kelenjar paratiroid dan tiroid Kelenjar pituitari Pankreas Gambar 2.10 Kerangka Teori 42

47 Kerangka Konsep Siswi tahun SMAN 1 Sukaraja Sukabumi Gen ß globin Identifikasi mutasi pada kompleks gen ß globin Thalassemia ß: - CD2 - IVSI-5 - IVSII-16 - IVSII-74 - IVSII-81 HbE: Mutasi Codon 26 glu lys Gambar 2.11 Kerangka Konsep

48 Definisi operasional Dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah istilah yang didefinisikan sebagai berikut Tabel 2.5 Tabel Definisi Operasional No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Skor 1 Gen Variasi Light Nominal Homozigot globin sequencing cycler 480 Heterozigot DNA pada Roche 04 gen globin

49 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan desain cross sectional. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei Pengambilan sampel darah dilakukan di SMA Negeri 1 Sukaraja, Sukabumi. Proses perlakuan spesimen darah dilaksanakan di Laboratorium Riset, Biokimia dan Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.3 Populasi dan Populasi Target Populasi target adalah remaja perempuan di wilayah Sukabumi Populasi Terjangkau Populasi terjangkau adalah responden perempuan masyarakat Sukabumi berusia tahun. 35

50 Perkiraan Besar Dalam penelitian ini penentuan jumlah sampel peneliti menggunakan rumus besar sampel deskriptif: 43 adalah deviasi baku alfa adalah proporsi kategori variabel yang diteliti adalah 1- adalah presisi untuk penelitian deskriptif, proporsi (P) yang dimaksud adalah proporsi dari kategori variabel yang diteliti. 43 Untuk mentukan besar sampel yang akan diteliti maka nilai P yang digunakan adalah jumlah prevalensi thalassemia berdasarkan hasil survey riskesdas sejumlah 21,7 %. 4 Pada penelitian deskriptif kategorik, presisi ( ) penelitian berarti kesalahan peneliti yang masih bisa diterima untuk memprediksi proporsi yang akan diperoleh. Peneliti menetapkan

51 37 bahwa selisih nilai yang akan diperoleh dengan nilai sebenarnya yang masih bisa diterima adalah 10%, maka presisi penelitian adalah sebesar 10%. Semakin kecil nilai presisi ( ), maka semakin kecil kesalahan penelitian, semakin baik presisi penelitian, akan tetapi semakin banyak subjek penelitiannya Kriteria Pemilihan Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini terdiri dari kriteria inklusi, eksklusi, dan kriteria drop out Kriteria inklusi a. Siswi perempuan SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi b. Berusia tahun c. Menyetujui informed consent Kriteria eksklusi Mengalami gangguan pembekuan darah. Mengalami menstruasi Kriteria drop out yang digunakan rusak selama proses penelitian berlangsung Tehnik Pengambilan Pengambilan sampel menggunakan metode Simple Random Sampling. dipilih secara acak dari jumlah yang telah ditentukan. Subjek yang terlibat terlebih dahulu menyatakan kesediannya untuk menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar informed consent. Selanjutnya subjek yang

52 38 bersedia mengisi dan menandatangani informed consent secara sukarela memberikan 3-5 ml darahnya untuk dilakukan pemeriksaan screening genetik. darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA dan diberi nomor, selanjutnya disimpan dalam cold room untuk dilakukan isolasi DNA, kemudian dilakukan PCR, dan sequencing DNA. Pengambilan sampel ini telah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

53 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tertera dalam tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Alat Bahan Pengambilan sampel (darah) Spuit 3 cc EDTA dalam tabung Tourniquet Tabung berisi EDTA Sarung tangan Kapas alkohol Isolasi genom DNA dari darah Tabung mikro sentrifugasi 1,5 ml steril, Penangas air (Water bath) AS ONE TRW 42TP 80 high temperature version, pipet mikro BIOHIT berbagai ukuran, vortex DADD, 2 ml collection tube, Alat sentrifugasi, Eppendorf, mikrotip Biologi ukuran 10, 200, dan 1000, incubator EYELA NDO-400, biomedical freezer SANYO RBC Lysis Buffer GB Buffer Elution Buffer Ethanol Absolut W1 Buffer Wash Buffer Pengukuran konsentrasi hasil isolasi DNA Maestro Nano Drops

54 40 Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian (Lanjutan) Alat Bahan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA sequencer ABI PRISM 3730x1 Genetic Analyzer develop by Applied Biosystems, US primer spesifik gen -globin Elektroforesis genom DNA Elektroforesis ATTO My Power II 300 AE8135, Timbangan analitik Adventure TM, gel doc system, penggaris sumur Agarosa Ethidium bromide Loading dye Plastic wrap 3.5 Cara Kerja Penelitian Pengumpulan Data Pengambilan darah dilakukan oleh tim dokter PSKPD FKIK UIN pada bulan Februari Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan cara punksi darah vena untuk penapisan mutasi gen -globin. Responden sebanyak 85 orang yang telah mengisi lembar informed consent (lampiran 1) dilakukan pengambilan darah sebanyak 3 cc. darah diberi nomor dan disimpan dalam freezer/cold room untuk dilakukan isolasi genom DNA, kemudian dilakukan teknik PCR serta sequencing DNA dan selanjutnya dilakukan analisis hasil sequencing.

55 Isolasi DNA Tabel 3.2 Langkah Isolasi DNA Persiapan Langkah 1 Cell Lysis Langkah 2 DNA binding Fresh Blood 1. Darah sebanyak300 dimasukkan kedalam tabung mikrosentrifugasi berukuran 1,5 ml RBC Lysis Buffer kemudian ditambahkan dan dikocok. 3. Tabung diinkubasi 10 menit dalam suhu ruangan. 4. Tabung disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, supernatant dibuang RBC Lysis Buffer ditambahkan untuk meresuspensi endapan leukosit, kocok, kemudian diproses dengan cell lysis GB Buffer ditambahkan kedalam tabung tadi. 7. Tabung diinkubasi pada suhu 60 o C selama 10 menit untuk memastikan sampel terlisis dengan baik. 8. Pada saat yang sama, tabung lain berisi50 Elution Buffer untuk tiap satu sampel disiapkan, kemudian diinkubasi pada suhu 60 o C. 9. Setelah tabung sampel tadi diinkubasi, tabung didinginkan di suhu ruangan ethanol absolute ditambahkan kedalam tabung tadi, kemudian secara cepat dikocok selama10 detik. 11. GD Column pada 2 ml Collection Tube disiapkan. 12. Campuran ethanol tadi dipindahkan kedalam GD Column. 13. Tabung disentrifugasi pada x g

56 Table 3.2 Langkah Isolasi DNA (Lanjutan) 42 Langkah 3 Wash Langkah 4 DNA Elution selama 5 menit. 14. Cairan pada 2 ml Collection Tube dibuang. 15. GD Collumn ditempatkan kembali pada 2mL Collection Tube w1 Buffer ditambahkan kedalam GD column kemudian disentrifugasi pada x g selama 1 menit. 17. Cairan pada 2 ml Collection Tube dibuang. 18. GD Collumn ditempatkan kembali pada 2 ml Collection Tube Wash Bufer ditambahkan kedalam GD Collumn. 20. Tabung disentrifugasi pada x g selama1 menit. 21. Cairan pada 2 ml Collection Tube dibuang. 22. GD Collumn ditempatkan kembali pada 2 ml Collection Tube. 23. Tabung disentrifugasi kembali selama 1 menit untuk mengeringkan matriks kolom. Standar elution buffer untuk 1 sampel adalah 100. Jika sampel yang digunakan dalam volum yang sedikit, volume elusi sekitar dapat meningkatkan konsentrasi DNA. 24. GD Collumn yang sudah kering dipindahkan kedalam tabung mikrosentrifugasi yang steril elution buffer yang sudah diinkubasi ditambahkan kedalam matriks kolom, dibiarkan selama 3 menit. 26. Tabung disentrifugasi pada xg.

57 Pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA DNA genom hasil isolasi dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan Denovix Spectrophotometer sehingga diketahui konsentrasi dan kemurnian DNA. 1. Sebanyak 1 μl ddh 2 O dimasukkan ke dalam apparatus sebagai blanko. 2. Apparatus dibersihkan dengan kertas tisu. 3. Sebanyak 1 μl elusi buffer dimasukkan ke dalam apparatus sebagai blanko. 4. Apparatus dibersihkan dengan tisu dan dapat dimulai pengukuran DNA. 5. Sebanyak 1 μl DNA hasil isolasi dimasukkan ke dalam apparatus kemudian dilakukan pengukuran. 6. Konsentrasi DNA dapat diketahui dari nanogram/μl dan kemurniandna dapat diketahui dari nilai 260/ PCR Berikut prosedur dalam PCR yang akan digunakan : a. DNA didenaturasi oleh panas dengan suhu o C selama 20 detik. Dua untai terpisah karena rusaknya hidrogen yang mengikat mereka. b. Campuran reaksi mengandung 4 deoxynucleotide triphosphates ( datp, dctp, dgtp, dttp), dan thermostable DNA polymerase. DNA polymerase tidak mengalami denaturasi pada suhu yang tinggi. Campuran tersebut kemudian mengalami pendinginan, suhu diturunkan menjadi O C.

58 44 c. Setiap helai molekul DNA mengalami proses annealing dengan primer oligonukleotida melengkapi kedua ujung urutan target yang membutuhkan waktu 20 detik. d. Suhu dinaikan ke o C dan primer diperluas oleh aksi polymerase DNA selama 30 detik. Polymerase yang mensintesis urutan komplementer 5 ke 3 arah dari masing-masing primer. Jika template mengandung nukleotida A, enzim menambahkan pada nukleotida T untuk primer. Jika template berisi G, ia menambahkan C untuk rantai baru. Pada titik ini akan ada persis dua salinan dari urutan DNA target. e. Campuran dipanaskan lagi di o C untuk denaturasi molekul dan memisahkan helai dan siklus diulang. Setiap helai baru kemudian bertindak sebagai template untuk siklus sintesis berikutnya. Jadi amplifikasi hasil pada eksponensial (logaritmik) tingkat, yaitu jumlah DNA yang dihasilkan ganda pada setiap siklus. Produk diperkuat pada akhir PCR yang disebut amplikon.

59 45 Standar PCR Protocol KAPA HiFi Hot Start Ready Mix PCR Kit Step 1: persiapkan PCR mater mix. Tabel 3.3 Komposisi mix PCR Komponendan konsentrasi bahan Kappa HifiHotStartReadyMix PCR kit Primer forward (10 pmol) Primer reverse (10 pmol) DNA Template (100 ng/μl) ddh 2 o Total voume reaksi Volume akhir dalam larutan 12,5 μl 1 μl 1 μl 4 μl 6,5 μl 25 Μl Step2:Mengatur reaksi individual - Transfer volume yang sesuaiuntuk PCR Master mix, template dan primer ke individu PCR tubes, atau sumur dari PCR plate. - Ditutup atau disegel setiap reaksi individu, mix dan kemudian di sentrifuge. Step 3: Melakukan PCR dengan cycling protocol berikut Tabel 3.4 Tehnik PCR Step Temperature Duration Cycle Initial denaturation 95 0 C 3 min 1 Denaturation 98 0 C 20 sec Annealing C 15 sec Extension 72 0 C sec/kb Final Extension 72 0 C 1 min/kb 1

60 Analisis Fragmen DNA Menggunakan Elektroforesis Hasil isolasi dan amplifikasi DNA dianalisis menggunakan elektroforesis. Tahap elektroforesis adalah sebagai berikut: 1. Pada elektroforesis menggunakan gel agarosa 1,5% dengan cara mencampurkan 1,5 gram bubuk agarose dengan 100 ml buffer TAE 1x. 2. Larutan Ethidium bromide ditambahkan pada gel sebanyak 1 μl untuk visualisasi DNA. 3. Sebanyak 3 μl DNA hasil PCR dicampurkan dengan 1 μl loadingdye dan dimasukkan ke dalam sumur. 4. Sebanyak 5 μlladder 100 bp dicampur dengan 1 μl loadingdye sebagai marker dimasukkan ke dalam sumur. 5. Elektroforesis berlangsung selama 60 menit dengan beda potensial 90 V dalam buffer TAE. Setelah elektroforesis selesai, gel ditempatkan pada UV transiluminator padagel Doc System AnalisisHasil Sequencing Analisishasil sequencing dilakukan setelah didapatkan produk PCR sekeuensing dilakukan dengan mengirimkan sampel ke lab sequencing First Base. Gen yang akan dilakukan sequencing yaitu β-globin. Setelah dilakukan sequencing, maka akan dibaca hasil sequencing tersebut dari urutan awal hingga yang terakhir. Hasil analisis sequencing kemudian dibandingkan dengan sequencing normal manusia yang didapatkan dari data Genebank. Apabila ada tumpang tindih atau overlapping dan susunan basanya berubah maka akan dihitung mutasi homozigot dan heterozigot. Setelah mutasi tersebut dibaca, maka ditentukan letak mutasi yang ditemukan,pada posisi kodon, intron, maupun eksonnya.

61 Alur Kerja Penelitian Desain Primer Darah Optimasi produk PCR meliputi formulasi dan program PCR Isolasi DNA dengan metode Geneaid Sequencing DNA Analisis DNA genom dengan teknik elektroforesis dan Nano drop Interpretasi Hasil Sequencing DNA menggunakan Chromas software Presentasi frekuensi mutasi gen -globin pada populasi Sukabumi usia tahun Pita DNA diamati menggunakan gel docsystem, dan dinilai purity DNA menggunakan Nano drop

62 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Hasil Isolasi Genom dari Darah Responden yang digunakan pada penelitian ini berupa sampel DNA yang diisolasi dari sel darah putih (white blood), terdiri dari 81 sampel DNA siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Isolasi dan purifikasi DNA dari sampel darah (whole blood) dilakukan berdasarkan protokol Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultur Cell) Geneaid GB100. Kemudian untuk memeriksa apakah DNA telah terisolasi dan terpurifikasi dengan baik dilakukan elektroforesis yang dapat dilihat pada gambar (lampiran 4). Setelah dilakukan isolasi genom, dilakukan uji spektrofotometri menggunakan Nano Drop Spektrofotometer. Kemurnian DNA berkisar 0,82-1,94 yang dapat dilihat pada tabel 6.1 (lampiran 5). Adapun nilai konsentrasi DNA dapat dilihat pada table 6.1 (lampiran 5). Uji spektrofotometri bertujuan untuk mengetahui nilai kemurnian, konsentrasi DNA, dan konsentrasi non DNA dari hasil isolasi genom. Kemudian beberapa sampel dipilih secara acak untuk dilakukan konfirmasi keberadaan pita genom menggunakan elektroforesis gel agarosa (lampiran 4). Beberapa sampel dilakukan isolasi genom lebih dari satu kali. Hal tersebut disebabkan karena adanya darah yang menggumpal dalam proses isolasi sehingga kemurniannya kurang pada saat dilakukan Nano drop dan setelah elektroforesis tidak menunjukkan gambaran pita (lampiran 5). 49

63 Marker Pita pada 1200 bp Gambar 4.1 Hasil PCR Gen β-globin Keterangan gambar: 1-10 merupakan hasil PCR gen β-globin, marker sebagai penanda posisi pasang basa DNA. Pada gambar 4.1 didapatkan gen β-globin yang terpendar pada pita seribu dua ratus pasang basa. Gen β-globin didapatkan dari sampel DNA setelah dilakukan PCR. Marker yang berada di bagian kiri berjajar merupakan segmen DNA yang spesifik dan telah diketahui ukurannya. Marker berfungsi sebagai penanda posisi pasangan basa dari molekul DNA yang bermigrasi. Pada hasil amplifikasi DNA gen β-globin marker atau penanda terbaca pada 1200 pasang basa. satu hingga sepuluh merupakan hasil amplifikasi DNA gen β-globin. Teknik yang digunakan adalah teknik amplifikasi fragmen DNA secara in vitro dengan menggunakan sepasang primer oligonukleotida melalui serangkaian reaksi denaturasi, anealing dan ekstensi. Primer yang digunakan akan berhibridasi terhadap untai DNA yang sekuensnya komplementer, sehingga fragmen DNA yang teramplifikasi adalah fragmen DNA yang terletak antara kedua primer tersebut. 8 Alat yang digunakan untuk mengamati hasil dari elektroforesis tersebut adalah gel doc.

64 Amplifikasi Gen β-globin Menggunakan PCR dan Sequencing Sebanyak 77 nomor identitas dilakukan amplifikasi gen β-globin. Namun, hanya 72 nomor identitas yang memiliki hasil sequence DNA yang baik dan dapat diinterpretasikan. Lima sampel memiliki sequence yang buruk dan terlalu banyak noise sehingga tidak dapat diinterpretasikan. Berdasarkan hasil sequencing ditemukan terdapat lima jenis mutasi (CD2 T>C, IVS I-5 G>C, IVS II-16 G>C, IVS II-74 T>G, IVS II-81 C>T) dari gen β-globin yang ditemukan dari 72 siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Dari seluruhnya, paling banyak mutasi pada CD2 T>C homozigot varian dan heterozigot (tiga puluh sembilan koma delapan puluh persen). Kedua yang paling banyak mutasi yaitu 16 G>C homozigot varian dan heterozigot (24.18%) dan ketiga yang paling banyak mutasi yaitu IVS II-74 T>G homozigot varian dan heterozigot (16.38%).

65 52 Berikut adalah contoh hasil sequencing sampel DNA yang menyebabkan munculnya trait β-globin. Grafik 4.1 Persentase Mutasi Gen β-globin. Hasil normal Heterozigot 2 peak G dan C Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot IVS I-5 Pada gambar didapatkan mutasi pada basa sitosin dan guanin tumpang tindih dalam IVS I-5 yang ditunjukkan dengan tanda biru.

66 53 Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi heterozigot pada intron 1 nukleotida 5. Hasil normal Heterozigot 2 peak T dan C Homozigot CAT menjadi CAC Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot CD-2 Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Homozigot CD-2 Pada gambar heterozigot didapatkan mutasi pada basa timin dan sitosin tumpang tindih dalam kodon 2 yang ditunjukkan dengan tanda biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi heterozigot pada kodon 2 ekson 1. Pada gambar homozigot didapatkan mutasi basa timin menjadi basa sitosin dalam kodon 2 yang ditunjukkan dengan tanda biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi homozigot varian pada kodon 2 ekson 1. Hasil normal Homozigot CGC menjadi CCC Heterozigot 2 peak G dan C Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Homozigot 16 Gambar Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot 16 Pada gambar homozigot didapatkan mutasi pada basa guanin menjadi basa sitosin dalam 16 yang ditandai tanda biru.

67 54 Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi homozigot varian pada intron 2 nukleotida 16. Pada gambar heterozigot didapatkan mutasi pada basa guanin dan sitosin tumpang tindih dalam 16 yang ditandai tanda biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi heterozigot pada intron 2 nukleotida 16. Hasil normal Homozigot T menjadi G Heterozigot 2 peak T dan G Gambar Interpretasi Hasil Sekuensing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sekuensing Mutasi Homozigot 74 Gambar Interpretasi Hasil Sekuensing Mutasi Heterozigot 74 Pada gambar homozigot didapatkan mutasi basa timin menjadi basa guanin dalam 74 yang ditandai tanda biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi homozigot varian pada intron 2 nukleotida 74. Pada gambar heterozigot didapatkan mutasi pada basa timin dan guanin tumpang tindih dalam 74 yang ditandai tanda biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi heterozigot pada intron 2 nukleotida 74.

68 55 Hasil normal Heterozigot 2 peak C dan T Gambar Interpretasi Hasil Sekuensing Normal Gambar Interpretasi Hasil Sekuensing Mutasi Heterozigot 81 Pada gambar didapatkan mutasi basa sitosin dan timin tumpang tindih atau dalam 81 yang ditandai tanda biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi heterozigot pada intron 2 nukleotida 81.

69 Pembahasan Analisa Mutasi Gen β-globin Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat lima jenis mutasi dalam 20 tipe genotipik pada siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Mutasi yang paling banyak ditemukan ialah CD2: T>C baik homozigot (Gambar 4.3.3)maupun heterozigot (Gambar 4.3.2). Mutasi ini ditemukan paling sering pada kontrol sehat baik tipe heterozigot ataupun homozigot. Polimorfisme bentuk tunggal ini tidak memiliki efek patogenik saat terbentuk pola genotipik dengan IVS2-16: G>C Homozigot (Gambar 4.4.2) dan IVS2-74; T>G Homozigot (Gambar 4.5.2) Mutasi lain yang paling umum ialah IVS2-16: G>C, mutasi ini ditemukan pada kontrol sehat baik bentuk heterozigot (Gambar 4.4.3) atau homozigot (Gambar 4.4.2). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan CD2: T>C dan IVS2-16: G>C merupakan satu-satunya polimorfisme yang tidak memiliki efek patogenik. Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh, CD2: T>C dan IVS2-16 G>C adalah mutasi ketiga yang paling umum ditemukan, dengan frekuensi 57.1%. Pada penelitian ini, CD2: T>C dan IVS2-16 G>C adalah mutasi pertama yang paling banyak frekuensinya. Codon 2 T>C mengubah CAT ke CAC tetapi keduanya mengkode asam amino yang sama, yaitu histidin. 11 Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh, mutasi IVS1-5: G>C saja bisa menimbulkan kondisi patogen pada genotipik homozigot. Sedangkan, pada sampel nomor tiga, kami menemukan mutasi IVS1-5: G>C

70 57 saja tipe heterozigot (Gambar 4.2.2), akan tetapi tidak menunjukkan gejala ataupun penyakit thalassemia, dan Hb pada sampel nomor tiga ini dalam batas normal yaitu 14.3 g/dl. Pada penelitian ini, kami menemukan sampel yang menimbulkan kondisi patogen yakni Hb dibawah 11 g/dl, dengan mutasi IVS1-5: G>C frekuensi 5% pada genotip heterozigot bersama dengan mutasi lain. Hal ini disebabkan karena, thalassemia IVS1-5 dinilai berdasarkan kuantitas mrna yang dimiliki gen globin. 11 Untuk IVS1-5 yang memiliki kadar Hb normal, maka mrna abnormal yang dimiliki masih lebih sedikit dari mrna yang normal. Oleh sebab itu, masih dapat membentuk Hb. Sedangkan untuk IVS1-5 dengan kondisi patogenik yaitu denganhb yang rendah, disebabkan karena mrna normal lebih sedikit dari mrna abnormal. Hal tersebut diperberat dengan mutasi IVS1-5 yang ditemukan bersama dengan mutasi lain, sehingga mrna yang abnormal lebih banyak. Maka kami menyarankan untuk melakukan pemeriksaan dengan Real Time PCR agar dapat memeriksa nilai mrna yang dimiliki. 11 Mutasi di IVS-1 dan di ekson 1 diidentifikasi menyebabkan kekurangan globin mrna. 44 Disebabkan karena alternatif splicing dari prekursor molekul mrna pada satu atau lebih sisi dekat 5 situs terakhir IVS-1. Semua mutasi ini meninggalkan secara utuh dinukleotid GT sequence pada splice 5 situs IVS-1, dengan demikian memungkinkan beberapa proses normal prekursor molekul mrna terjadi di situs tersebut. 44,45

71 58 Subsitusi dasar semua yang terjadi di sekitar situs splice 5 IVS-1, tampak menyebabkan kerusakan situs splice yangnormal dan penggunaan yang abnormal dari alternatif donor splice (atau cryptic ) yang sudah ada sebelumnya: dua terletak di ujung bawah ekson 1 dan satu terletak di atas IVS-1. 46,47 Mutasi di IVS-1 yang menyebabkan alternatif splicing yang berlokasi pada posisi ke-5 IVS-1. Mutasi pada posisi ke-lima banyak ditemukan di populasi Asian Indian dan menyebabkan sindrom thalassemia yang cukup parah, dengan turunnya kadar dari mrna yang normal. 11 Mutasi lain yang ditemukan yaitu IVS2-81 C>T heterozigot (Gambar 4.6.2) dan IVS2-74 T>G homozigot (Gambar 4.5.2) heterozigot (Gambar 4.5.3). Mutasi ini memiliki dua fenotip yaitu non patogenik dan patogenik. Pada non patogenik ditemukan Hb normal dan pada patogenik yang ditemukan dengan mutasi lain, didapatkan nilai Hb yang rendah. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh, IVS2-81 C>T hanya ditemukan pada pasien thalassemia, dan IVS2-74 T>G ditemukan pada kontrol yang sehat saja. Mutasi di IVS-2 disebabkan alternatif splicing pada prekursor molekul mrna. Mutasi pada IVS-2 dapat menyebabkan trait thalassemia dengan membuat alternatif situs splicing ketika meninggalkan situs splicing yang normal tetapi hipofungsi atau fungsinya jadi berkurang. 11 Mutasi ini meyebabkan aktivasi situs second pre-existing splice pada IVS-2. Nukleotida

72 59 sebanyak 850 terjadi kerusakan pada nukleotida ke-745 pada IVS-2. 12,13 Mutasi mengubah C(T) ke G(T) dan membuat rangkaian GT dinukleotid yang dapat berpotensial menerima sebagai 5 atau donor situs splice. Sebagian kecil dari prekursor molekul mrna dapat berproses dengan normal, tetapi sebagian besar berproses secara abnormal. 12,13 Proses prekursor molekul mrnayang terjadi dengan cara internal, segmen IVS-2 disimpan dalam proses mrna. Pada akhir 3, prekursor menyambung dari situs splice 5 yang dibentuk oleh nukleotida 745 ke normal situs splice 3 pada akhir IVS Beberapa mutasi thalassemia tersebut, memberikan gambaran klinis anemia pada trait thalassemia. Dinyatakan bahwa keparahan anemia yang terjadi pada thalassemia- tergantung dari tingkat ketidakseimbangan rantai globin. Pasien dengan kombinasi HbE biasanya membutuhkan transfusi darah karena tingkat keparahan anemia yang sangat tinggi. Namun pada penelitian ini, kami tidak menemukan adanya mutasi pada HbE. Thalassemia- tidak hanya ditemukan di daerah Mediterania, melainkan di berbagai daerah lain terutama daerah Timur Tengah, daratan India dan Asia Tenggara dengan spektrum mutasi yang berbeda pada tiap populasi. 48 Diketahui bahwa tiap populasi umumnya mempunyai tipe alel thalassemia- yang spesifik. Oleh karena itu walaupun ada lebih dari 15 jenis mutasi pada penyakit ini, hanya beberapa jenis saja yang ditemukan pada suatu etnik tertentu, dan seringkali merupakan ciri khas etnik tersebut terutama untuk daerah Sukaraja, Sukabumi. Ciri khas dari etnik Sukabumi

73 60 yakni, mutasi CD2 T>C dan IVSII-16 G>C ditemukan pada sampel patogenikdan non patogenik, sama dengan penelitian yang dilakukan di Bangladesh. Beberapa sampel patogenik ditemukan dengan kadar Hb yang rendah. Kadar Hb yang rendah itu tergantung dari kadar mrna yang dimiliki. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa mutasi IVSI-5 G>C saja didapatkan pada individu yang memiliki Hb normal dan tidak memiliki gejala thalassemia. Sementara itu bentuk heterozigot bersama dengan mutasi lain ditemukan pada pasien thalassemia. Sedangkan pada penelitian di Bangladesh, mutasi IVSI-5 G>C hanya ditemukan pada pasien thalassemia dalam bentuk homozigot. 49 Perbedaan tersebut disebabkan karena pada penelitian di Bangladesh bentuk mutasi IVS1-5 G>C homozigot menghasilkan fenotip thalassemia, sedangkan pada penelitian di Sukabumi bentuk mutasi IVS1-5 G>C heterozigot. 11 Pada homozigot Thalassemia-, sintesis rantai globin yang tidak seimbang terjadi pada semua tahap pematangan sel eritroid. 11 Sehingga pembentukan eritrosit terganggu, dan fenotip thalassemia dapat terlihat dari nilai Hb yang rendah. Pada heterozigot, penurunan sintesis rantai hanya terjadi pada tahap retikulosit, sehingga Thalassemia- heterozigot tidak menunjukkan anemia dan gambaran sel darah merahnya tidak menunjukkan hipokrom dan mikrositik. 11 Oleh sebab itu tidak menunjukkan fenotip dari Thalassemia- yang signifikan. 11

74 61 Beberapa hasil sequence pada penelitian ini tidak terbaca sehingga tidak dapat diinterpretasikan. Hal ini disebabkan karena banyaknya kotoran atau debu pada DNA tersebut, serta faktor kualitas DNA. Kemungkinan kesalahan terjadi saat proses isolasi, sehingga konsentrasi DNA terlalu kecil dan tipis, serta kemurnian DNA yang rendah akibat banyaknya kotoran yang mengkontaminasi sampel. Pada saat PCR, konsentrasi primer yang tidak sesuai dapat memberikan hasil pita (band) yang tidak jelas serta kontaminasi kotoran pada sampel juga dapat memberikan hasil sequence dengan noise Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan pada penelitian ini adalah : 1. Tidak mencari data mengenai apusan darah tepi. 2. Tidak mencari data mengenai besi serum. 3. Tidak melakukan Real Time PCR.

75 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil sequencing ditemukan lima jenis mutasi (CD2 T>C, IVS I- 5 G>C, IVS II-16 G>C, IVS II-74 T>G, IVS II-81 C>T) dari gen β-globin yang ditemukan pada 72 siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. 2. Mutasi terbanyak yaitu IVSI-5 G>C heterozigot, dengan frekuensi 5% dan mungkin bersifat patogenik. 3. Mutasi non patogenik, didapatkan terbanyak padamutasi kombinasi CD 2 T>C dan IVSII-16 G>C yaitu 32%. 5.2 Saran 1. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk diagnosis thalassemia seperti hapusan darah tepi dan pemeriksaan lainnya. 2. Diperlukan pemeriksaan Real Time PCR untuk memeriksa jumlah mrna yang normal dan abnormal. 61

76 62 PERNYATAAN PENELITIAN Penelitian ini adalah bagian dari kerja sama penelitian antara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Seameo Fakultas Kedokteran (FK) UI dan Kementerian Agama dengan tema penelitian Hemoglobinopati dan Genetik.

77 63 DAFTAR PUSTAKA 1. Datar S, Poflee S, Shrikhande A. Premarital Screening of College Students for Carrier Detection in Thalassemia and Sickle Cell Disease. International Journal of Medical Science and Public Health. 2015;3(15): Rumah Sakit Hasan Sadikin. 6-10% Masyarakat Indonesia Memiliki Keturunan Thalassemia. Bandung; RSHS. [dikutip tanggal 15 Febuari 2017]. Tersedia pada: web rshs.or.id/who-6-10-masyarakat-indonesiamemiliki-keturunan-thalassemia Putri Alyumnah, Mohammad Ghozali, Nadjwa Z. Skrining Thalassemia Beta Minor pada Siswa SMA di Jatinangor. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RI BPDPKDK. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) Provinsi Jawa Barat Tahun DepartemenKesehatan RI: Jakarta Langlois S, Ford JC, Chitayat D. Carrier Screening for Thalassemia and Hemoglobinopathies in Canada. Canada: Joint Clinical Practice Guideline SOGC-CCMG Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: KementerianKesehatan Republik Indonesia; [dikutip tanggal 15 Febuari 2017]. Tersedia Pada: http;// resources/download.pusdatin/ profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia pdf Ghee D, Payne M. Hemoglobinopathies and Hemoglobin Defects. In: Rodak BF, editor. Diagnostic Hematology. 1 st ed Philadelphia: WB Saunders, 1995: Ratna Agung. Kendala Deteksi Mutasi: Thalassemia-β Sebagai Model. Tesis Magister Program Studi Ilmu Biomedik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003: I Made Bakta. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Keodokteran EGC. 2013:92.

78 Bunn, H. Franklin. Hemoglobin Molecular, Genetic, and Clinical Aspects. Philadelphia: W.B Saunders Company Orkin, S. H. Kazazian, H. H. Jr. Antonarakis, S. Linkage of Thalassemia Mutations and Globin Gene Polymorphisms with DNA Polymorphisms in Human Globin Gene Cluster. Nature. 1982:296; Humphries, R. K. Differences in Human - Globin Gene Expression in Monkey Kidney Cells. Cell 1982:30; Santoso, Wintono. Gambaran Hematologis Talasemia B Heterozigot dan Talasemia B-Hb-E. In: Makalah Akhir Program Studi Patologi Klinik Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Bidang Studi Ilmu Kedokteran Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Thompson MW, Mc Innes RR, Willard HF. The Hemoglobinopathies: Models of Molecular Disease. in TheGenetic in Medicine. USA: WB Saunders Company. 1991: Davies KE, Read AP. Molecular Basis of Inherited Disease. 2 nd ed. London: William Heinemann Medical Books. 1981: Hoffbrand A.V, Pettit J. E, Moss P.A.H. Kapita Selekta Hematologi. 4 th ed. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005: Achwartz E, Surrey S. Molecular Biology Application in Hematology. Sandorama.1989: IV: Steinberg M, Adams JG. Thalassemic Hemoglobinopathies. Am J ClinPathol, 1983: Cao A, Furbetta M, Xiemenes A, et al. ß-Thalassemia Types in Southern Sadinia. J Med Genet.198: Weatherall DJ. The thalassemies. In : Williams WJ, Butler E, Erslev AJ, Litchman MA, eds. Hematology. 4 th ed. New York : McGraw Hill. 1990: Maniatis T, Fritsch EF, Lauer j, Lawn RM. The Molecular Genetics of Human Hemoglobins. Ann Rev Genet. 1980:

79 Stamatayannopoulos G, Nienhuis AW. Hemoglobin Switching. In: Stamatayannopoulos G, Nienhuis AW, Majerus PJ, Varmus H, et all. The Molecular Basis of Blood Disease. USA: W.B. Saunders Company. 1994: Fucharoen S, Winichagoon P. The Molecular Basis of Thalassemias. Indian J Pediatr. 1989: Sunarto. Patogenesis Molekular Talasemia. Berkala Ilmu Kedokteran. Jilid XXV; Nomor 2. Yogyakarta: Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Mueller RF, Young ID. Emery s Elements of Medical Genetics. 11 th edition. Toronto: Churchill Livingstone. 2001: L. E. Lie-Injo et al. ß-Thalassemia Mutations in Indonesia and Thei Linkage to ß Haplotypes. Am. J. Hum. Genet. 1989: Suton M, Bouhassira EE, Nagel RL. Polymerase Chain Reaction Amplification Applied to the Determination of ß-like Globin Gene Cluster Haplotypes. Am J Hematol. 1989: McKenzie SB. Anemia Caby Abnormalities in Globin Biosynthesis. In: McKenzie SB, editor. Textbook of Hematology. 2 nd ed. Philadelphia: Williams & Wilkins. 1996used: Orkin SH, Kazazian Jr HH, Antonarkis SE, Ostrer H, Golf SC, Sexton JP. Abnormal RNAProcessing due to The Exon Mutation of ß E Globin Gene. Nature. 1982: Gonzalez-Redondo JM, Brickner HE, Atweh GF. Abnormal Processing of ß Malay Globin RNA. Biochemical and Biophysical Research Communications. 1989: Weatherall DJ, Clegg JB. The Thalassemia Syndromes. 4 th edition. Oxford: Blackwell Science.2001: Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Fisiologi Kedokteran. 12 th ed. In: Anton Tanzil, editor. Sel-Sel Darah Merah, Anemia, dan Polistemia. Singapore; Saunders, 2014:450.

80 Arnheim N & Levensin CH. Polymerase chain reaction. CAEN Special Report. Oktober Susan Elrod, Ph.D, William Stansfield Ph.D. Schaum s Outlines Genetika Edisi Keempat. Jakarta; Penerbit Erlangga. 2007: Saiki RK, Gelfand DH, Stoffel S, Scharf SJ, Higuchi R, Horn GT, et al. Primer Directed Enzymatic Amplification of DNA with a Thermostable DNA Polymerase. Science. 1988:239; Wong C, Dowling CE, Saiki RK Higuchi RG, Ehrlish HA and Kazazian Jr HH Characterization of ß-Thalassemia and Hemoglobin E Gene in Thai by DNA Amplification Technique Hum Genet. 1989: Sunarto. Diagnostik Molekular Thalassemia. BerkalaIlmuKedokteran. Vol. 28; No. 1. Yogyakarta: BagianIlmuKesehatan Anak FKUGM/SMF Kesehatan Anak RSUP DR. Sardjito Twyman RM. Advanced Molecular Biology. Oxford: Bioscientif Publisher Limited. 1998: Smooker PM, Cotton RGH. The Use of Chemical Reagents in the Detection of DNA Mutations. USA: Mutation Research. 1993: Qazi RA. Screening for Beta Thalassemia Trait. Journal of Rawalpindi Medical college. 2014: I Made Bakta. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2013: Brethnach, R and Chambon. Ovalbumin Gene: Evidence for a Leader Sequence in mrna and DNA Sequences at the Exon-Intron Boundaries. USA: Proc. Natl. Acad. Sci.1978:75; Dahlan MS. Penelitian Deskriptif. In: Besar dan Cara Pengambilan dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Salemba Medika. 2013: Mears, J. G. Ramirez, F. Changes in Restricted Human Cellular DNA Fragments Containing Globin Gene Sequences in Thalassemias and Related Disorders. USA: Proc. Natl. Acad. Sci. 1978:75;1222.

81 Mount, S. M. Catalogue of Splice Junction Sequences. Nucleic acids Res. 1982:10; Weatherall DJ. The Thalassemias. In: Beutler E, Lichtman MA, Coller BISA, Kipps TJ, eds. Williams Hematology. USA: McGraw-Hill,Inc Huisman T, Carver M, Baysaal E. A Syllabus of Thallassemia Mutations. USA: The Sickle Cell Anemia Foundation, Augsta, GA. 1997: Kazazian Jr HH, Boehm CD. Molecular Basis and Prenatal Diagnosis of - Thalassemia. Blood. 1988: Sultana GNN. The Complete Spectrum of Beta Thalassemia Mutations in Bangladeshi Population. Bangladesh: Austin Publishing Group. 2016:3-5.

82 LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 1. Lembar Permohonan Ethical Approval Penelitian 68

83 Surat Persetujuan Pengambilan Lampiran 2 LampirLembar Persetujuan Responden Kepada Yth, Siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi Di tempat Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi tugas skripsi saya pada Program Studi Kejuruan dan Profesi Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, maka dengan segala kerendahan hati saya sangat menghargai kesediaan Saudari terhadap pengambilan darah yang dilakukan sebagai subjek penelitian screening thalassemia Screening thalassemia ini, dilakukan dengan pengecekan DNA Thalassemia menggunakan PCR, serta pengambilan darah dilakukan oleh tenaga kesehatan professional. Pengecekan ini memerlukan kurang lebih sebanyak 1 cc untuk mengetahui apakah Saudari tergolong thalassemia atau tidak. Metode ini aman karena menggunakan syringe atau suntikan yang steril dan baru. Rangkaian pengecekan ini sama sekali tidak dipungut biaya (gratis) Peneliti mengucapkan terimakasih atas ketersediaan Saudari untuk membaca penjelasan dan penelitian ini. Peneliti sangat berharap keikutsertaan Saudari dalam penelitian ini. Hormat saya, Peneliti Raissya Armilla 69

84 LEMBAR PERSETUJUAN/PENOLAKAN SAMPEL Identitas Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Status Jumlah saudara kandung : a. Laki-laki b. Perempuan :. :. : a. Menikah b. Belum menikah : a. saudara laki laki b. saudara perempuan Dengan ini menyatakan BERSEDIA / TIDAK BERSEDIA* untuk dilakukan pengambilan dan pemeriksaan darah sebagai data penelitian. Yang tujuan, sifat dan perlunya tindakan medis tersebut telah cukup dijelaskan oleh peneliti/perawat dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan. Penelitian Peneliti ( ) ( ) Raissya Armilla (NIM ) 70

85 Lampiran 3 Lampiran 3. Alat dan Bahan Penelitian Gambar Pembatas sumur agar Gambar Tempat agar Gambar Agar cair Gambar Agarose Gambar Spatula pengaduk agar Gambar Timbangan digital 71

86 Gambar Gelas ukur Gambar Ethidium bromide Gambar Wash buffer Gambar Tube isolasi DNA Gambar RBC lysis buffer Gambar Mikropipet darah Gambar Mikropipet PCR Gambar Elution buffer Gambar Alat sentrifugasi 72

87 Gambar GB buffer Gambar Ethanol absolut Gambar TAE buffer Gambar Loading dye Gambar Alat nano drop Lampiran Gambar Elektroforesis Gambar Multiwall plate 73

88 Lampiran 4 4. Gel Documentation Hasil Elektroforesis Agarose dari Produk PCR Genom DNA. 74

89 Lampiran 5 Lampiran 5. Hasil Sequence DNA yang Tidak Terbaca Hasil yang tidak terbaca 75

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan jaringan yang sangat penting bagi kehidupan, yang tersusun atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) (Silbernagl & Despopoulos,

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelainan genetik dengan pola pewarisan autosomal resesif yang disebabkan karena adanya mutasi pada gen penyandi rantai globin, yaitu gen HBA yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau tidak disintesisnya rantai globin β yang di sebabkan oleh adanya mutasi gen globin β. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Riset Biomedik

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik yang diakibatkan oleh mutasi yang menyebabkan kelainan pada hemoglobin. Kelainan yang terjadi akan mempengaruhi produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging DNA membawa informasi genetik dan bagian DNA yang membawa ciri khas yang diturunkan disebut gen. Perubahan yang terjadi pada gen akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk gen tersebut. Gen sering

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER ABSTRAK UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER Aisyah Mulqiah, 2016 Pembimbing I Pembimbing II : dr. Penny

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian ilmu penyakit dalam yang menitikberatkan pada gambaran prevalensi dan penyebab anemia pada pasien penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Thalassemia atau sindrom thalassemia merupakan sekelompok heterogen dari anemia hemolitik bawaan yang ditandai dengan kurang atau tidak adanya produksi salah

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

PENAPISAN HEMOGLOBIN E PADA SISWI SMA NEGERI KECAMATAN SINGOSARI DI KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR

PENAPISAN HEMOGLOBIN E PADA SISWI SMA NEGERI KECAMATAN SINGOSARI DI KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR PENAPISAN HEMOGLOBIN E PADA SISWI SMA NEGERI KECAMATAN SINGOSARI DI KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH:

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita

Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita Proses biologis dalam sel Prokariot (Replikasi) By Lina Elfita 1. Replikasi 2. Transkripsi 3. Translasi TOPIK REPLIKASI Replikasi: Adalah proses perbanyakan bahan genetik. Replikasi bahan genetik dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin Darah orang dewasa normal memiliki tiga jenis hemoglobin, dengan komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. Hemoglobin minor yang memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup bidang ilmu yang diteliti adalah bidang ilmu Patologi Klinik sub bidang hematologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI Franciska Rahardjo. 2006; Pembimbing I : Dani Brataatmadja, dr., Sp.PK Pembimbing II : Penny Setyawati, dr., Sp.PK, M.Kes ABSTRAK Talasemi adalah kelainan darah

Lebih terperinci

19/10/2016. The Central Dogma

19/10/2016. The Central Dogma TRANSKRIPSI dr.syazili Mustofa M.Biomed DEPARTEMEN BIOKIMIA DAN BIOLOGI MOLEKULER FK UNILA The Central Dogma 1 The Central Dogma TRANSKRIPSI Transkripsi: Proses penyalinan kode-kode genetik yang ada pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1. Fakultas / Program Studi : FMIPA / Biologi 2. Mata Kuliah / Kode : Genetika Molekuler / SBG 252 3. Jumlah SKS : Teori = 2

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN. V. I. Kesimpulan. 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN RINGKASAN V. I. Kesimpulan 1. Frekuensi genotip AC dan CC lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan dengan kelompok normal namun secara statistik tidak berbeda signifikan

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

BABm METODE PENELITIAN

BABm METODE PENELITIAN BABm METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectioned, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan distnbusi genotipe dan subtipe VHB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi dalam konteks kesehatan adalah suatu proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan yang

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk. memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: HIPNI SOLEHUDIN NIM:

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk. memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: HIPNI SOLEHUDIN NIM: SKRINING GEN CASC11 SINGLE NUKLEOTIDE POLYMORPHISM rs9642880 SEBAGAI PREDIKTOR KANKER KANDUNG KEMIH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANGKATAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

Korelasi Mutasi JAK2 V617F dengan Keparahan Klinis pada Pasien Neoplasma Myeloproliferatif yang Memiliki Kromosom Philadelphia Negatif

Korelasi Mutasi JAK2 V617F dengan Keparahan Klinis pada Pasien Neoplasma Myeloproliferatif yang Memiliki Kromosom Philadelphia Negatif LAPORAN AKHIR PENELITIAN Korelasi Mutasi JAK2 V617F dengan Keparahan Klinis pada Pasien Neoplasma Myeloproliferatif yang Memiliki Kromosom Philadelphia Negatif Penyusun Laporan : 1. dr. Santosa, SpPD 2.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MUTASI BAND

PERBANDINGAN MUTASI BAND PERBANDINGAN MUTASI BAND 3 DAN FRAGILITAS ERITROSIT PADA THALASSEMIA β MINOR DAN NON THALASSEMIA β MINOR YANG DISELEKSI DARI 1800 MAHASISWA USU BERDASARKAN NILAI MENTZER INDEX TESIS Oleh : H I D A Y A

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN. Dyah Ayu Widyastuti

EKSPRESI GEN. Dyah Ayu Widyastuti EKSPRESI GEN Dyah Ayu Widyastuti Ekspresi Gen Gen sekuen DNA dengan panjang minimum tertentu yang mengkode urutan lengkap asam amino suatu polipeptida, atau RNA (mrna, trna, rrna) Ekspresi Gen Enam tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. THALASSEMIA 2.1.1. Defenisi Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah) yang mengacu pada adanya gangguan sintesis dari rantai globin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TALASEMIA 2.1.1. Definisi Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui variasi genetik (polimorfisme) gen Apo E pada pasien IMA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase

Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase Teresa Liliana Wargasetia Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Pendahuluan Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI Hipoposphatasia merupakan penyakit herediter yang pertama kali ditemukan oleh Rathbun pada tahun 1948. 1,2,3 Penyakit ini dikarakteristikkan oleh gen autosomal resesif pada bentuk

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN

Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN A. Tujuan Membuktikan hemoglobin dapat mengikat oksigen membentuk oksihemoglobin (HbO2) dan dapat terurai kembali menjadi O2 dan deoksihemoglobin. B.

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR Tujuan: i) Mengerti metode umum mengisolasi DNA ii) Mengisolasi DNA dari buah dan sel-sel epithelial mulut iii) Mengerti dan mempraktek teknik PCR dengan sempel DNA

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Disusun Oleh : Gillang Eka Prasetya (11.955) PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG 2012 / 2O13 THALASEMIA A.

Lebih terperinci

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di Membran Inti Inti sel atau nukleus sel adalah organel yang ditemukan pada sel eukariotik. Organel ini mengandung sebagian besar materi genetik sel dengan bentuk molekul DNA linear panjang yang membentuk

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mediterania dan daerah sekitar khatulistiwa (Abdoerrachman et al., 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mediterania dan daerah sekitar khatulistiwa (Abdoerrachman et al., 2007). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Thalassemia Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes. Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.

ABSTRAK. Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes. Pembimbing II : Hartini Tiono, dr. iv ABSTRAK KESESUAIAN ANTARA MORFOLOGI ERITROSIT SEDIAAN APUS DARAH TEPI DENGAN NILAI HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT PADA DARAH PENDONOR DI PALANG MERAH INDONESIA KOTA BANDUNG Alvin Senjaya, 2009 Pembimbing

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 2. BAHAN DAN KODE GENETIK Bahan Genetik Deoxyribonucleic acid (DNA) ditemukan tahun 1869. Pada saat itu fungsi belum diketahui. Selanjutnya diisolasi dari nukleus berbagai

Lebih terperinci