BAB I PENGANTAR 1.1. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR 1.1. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR Forgiveness menjadi topik hangat bagi para peneliti dalam beberapa tahun terakhir ini. Para psikolog telah memberikan perhatian yang berkesinambungan di dalam melaksanakan forgiveness. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang penulis ingin melakukan penelitian mengenai forgiveness dan mengapa hal tersebut penting untuk diteliti LATAR BELAKANG Lebih dari lima belas tahun terakhir ini, dunia psikologi memberikan perhatian pada perkembangan dalam kemampuan pemeliharaan hubungan interpersonal dan intrapersonal dengan adanya pelanggaran (transgression) (Exline & Zell, 2009). Dengan perkembangan yang menarik dalam psikologi positif, banyak penelitian yang terus dikembangkan berkenaan dengan mempertahankan kualitas hubungan dekat yang retak yang juga akan berdampak pada kesehatan mental dan kesehatan fisik. Forgiveness merupakan salah satu topik dalam psikologi positif yang meneliti dan melihat bagaimana komunitas hidup dapat mencapai kualitas yang lebih baik, bahagia, dapat terhubung kembali, dan menyenangkan. Bagaimana manusia dapat menyelesaikan hubungan yang retak karena konflik yang berada dalam perasaan marah berkelanjutan, dendam, benci, menghindar, kesehatan terganggu dengan tekanan darah yang tinggi yang berpengaruh pada jantung? Manusia berusaha mempertahankan hubungan interpersonal yang baik dengan

2 perasaan kasih, kepedulian, tidak anarkis, berpikir baik sehingga dapat mencapai tujuan hidup bersama. Hubungan dekat dengan orang lain seringkali merupakan suatu sumber penting bagi kebahagiaan dan kepuasan serta mendukung kesejahteraan (Karremans & van Lange, 2008). Hubungan dekat dapat juga menunjukkan situasi yang tidak terelakkan dimana setiap saat dan seterusnya setiap individu dapat merasa terluka dan tersinggung yang disebabkan pelanggaran (transgression). Bagaimana merespon transgression dan dapat memakluminya? Transgression (selanjutnya memakai kata transgresi) menyebabkan beberapa dampak, baik fisik maupun psikologis (McCullough, Root & Cohen, 2006). Individu cenderung menjadi depresif (Brown, 2003 dalam McCullough, Root & Cohen 2006), fobia, dan mengalami panic disorder (Kendler dkk., 2003, dalam McCullough, Root & Cohen, 2006), serta dapat mengganggu sistem saraf simpatis dan kardiovaskuler tubuh (Witvliet, Ludwig & Vander Laan, 2001). Setiap individu dalam menghadapi transgresi seharusnya meningkatkan kesehatan fisik dan psikologisnya. Bagaimana orang memaafkan transgresi? Hampir semua orang tidak memaafkan dalam beberapa kali ketika merasakan akibat transgresi (Wade & Worthington, 2003). Pada saat yang sama mungkin individu ingin mengurangi gejala kegelisahan, depresi, serta ada yang ingin meningkatkan harga diri dan harapan hidup (Witvliet, 2008). Beberapa pertanyaan dan pernyataan tersebut di atas merupakan perasaan seseorang dan pemikirannya bahwa hidup ini memerlukan hubungan yang baik antar individu. Fenomena ini disebut forgiveness di mana individu secara

3 subyektif meyakini bahwa hidupnya akan menjadi lebih baik, menyenangkan, hubungan komunikasi yang dipulihkan, dan kesehatan mental dan kesehatan fisik yang membaik serta memiliki kesejahteraan psikologi. Semua agama besar di dunia mempertimbangkan forgiveness (selanjutnya memakai kata pemaafan) sebagai kualitas positif dalam mempertahankan keharmonisan tiga sudut antara diri sendiri, orang lain dan Tuhan sebagai yang diyakini individu (Enright dan Fitzgibbons, dalam Hui, Watkins, Wong & Sun, 2006). Pemaafan juga dijelaskan sebagai proses psikologis yang rumit (Worthington, 2008) dan relasional tetapi penting dan berguna. Pemaafan, pada khususnya, dapat dimanfaatkan sebagai cara menguasai stress yang dapat mempunyai efek menguntungkan bagi kesehatan (Lawler-Row, Younger, Piferi & Jones, 2006). Konsep pemaafan memiliki sejarah dalam filsafat (Downie, 1965 dalam McCullough, Worthington & Rachal, 1997), dan dalam teologi Yahudi dan Kristen (Dorf, 1992 dalam McCullough, Worthington & Rachal, 1997). Penduduk Amerika pada umumnya memiliki sikap positif terhadap pemaafan (Gorsuch & Hao, 1993), 65% orang Amerika melaporkan bahwa pemaafan penting bagi mereka yang religius (Poloma & Gallup, 1990 dalam Bedell, 2002). Beberapa bukti menunjukkan bahwa pemaafan dapat meningkatkan penyesuaian perkawinan (Nelson, 1992 dalam McCullough, Worthington & Rachal, 1997), dapat mengurangi depresi dan kecemasan (Strasser, 1984 dalam McCullough, Worthington & Rachal, 1997). Pemaafan merupakan kemampuan individu dengan komponen berkurangnya perasaan untuk menghindar dan membalas dendam serta bertumbuhnya niat baik terhadap transgresor

4 Individu dengan level pemaafan yang rendah memiliki resiko yang besar dalam mengembangkan masalah-masalah psikologi seperti depresi, juga kesehatan terganggu. Sebaliknya, mereka yang memiliki level pemaafan tinggi, akan mampu menjalin hubungan yang baik dengan individu lain. Hill, Hasty dan Moore (2011) menyatakan bahwa setiap individu menghadapi kebutuhan dimaafkan dan memaafkan. Pemaafan dapat menjadi alat penting untuk pemeliharaan hubungan interpersonal dan intrapersonal (Exline & Zell, 2009). Pemaafan menjadi inti pengembangan manusia yang sehat dan mungkin salah satu hal yang paling penting dalam proses pemulihan hubungan interpersonal setelah konflik (Hill dalam Toussaint & Webb, 2005). Selama satu dekade (McCullough, Root & Cohen, 2006 serta McCullough, Worthington & Rachal, 1997) telah mengkonseptualisasikan pemaafan sebagai proses mengurangi motivasi yang negatif yakni menghindar (avoidance) dan balas dendam (revenge) menuju motivasi positif. Dalam beberapa hasil penelitian, para ahli menyatakan bahwa pemaafan dapat memulihkan hubungan interpersonal, dapat meningkatkan ketahanan hubungan pada pasangan suami istri, hubungan antar anggota keluarga, pasangan kencan / berpacaran, persahabatan, dan yang paling signifikan dapat untuk memperbaiki dan membentuk kembali hubungan yang efektif dengan anggota keluarga dan dengan teman sekerja (Harvey & Brenner, 1997, dalam Jose & Alvon, 2007). Dalam penelitian yang akan dilakukan saat ini lebih memfokuskan pemaafan khususnya pada mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Salatiga (selanjutnya dipakai dengan singkatan STTS). STT Salatiga merupakan sarana

5 pendidikan bagi calon pendeta yang datang dari berbagai pulau di Indonesia di antaranya Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Kepulauan Indonesia Timur yaitu kepulauan Maluku dan kepulauan Nusa Tenggara Timur, Bali dan kepulauan lainnya atau dapat dikatakan dari Sabang sampai Merauke. Mahasiswa di Indonesia rata-rata berada pada rentang usia 18 sampai 24 tahun. STTS yang bernaung pada organisasi Gereja Pantekosta di Indonesia mempunyai kekhasan tersendiri dalam mengikuti pendidikan menjadi pendeta. Batas usia tidak menjadi syarat dalam belajar dan untuk mewujudkan tugas dan panggilan dalam misioner. Tugas akademik ini mewujudkan para calon pendeta yang terpanggil bukan berada pada batasan usia tertentu tetapi untuk belajar sepanjang hayat (long life learning). Sesuai dengan data pendaftaran mahasiswa STTS umumnya berada pada usia 16 sampai 60 tahun. Bagi yang telah mempunyai gereja lokal dan berkeluarga, intensitas kehadiran mengikuti kegiatan belajar per-tahun akademik tidak berada pada kewajiban menyelesaikan pendidikan seperti selayaknya STT lain atau sekolah sekuler lainnya. Ini merupakan pilihan utama dalam tugas dan tanggung jawab dalam sidang jemaat sebagai gereja lokal. Studi mengenai pemaafan menjadi penting karena pada periode waktu ini, peristiwa-peristiwa dan transisi yang berbeda mungkin memengaruhi perkembangan serta pemaafan mereka. Tiap-tiap batasan usia memiliki kekhasan sebagai individu yang berkembang dengan potensi besar yang lebih menarik dan layak untuk dieksplorasi. Selain itu, individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya (STTS), dan mulai memilih dan

6 mencoba menanamkan nilai-nilai yang sesuai dan yang dapat diterima oleh masyarakat sekitarnya yang juga berbeda dengan budaya daerahnya. Sebagai generasi yang masih berkembang, merupakan suatu hal yang tepat apabila dilakukan penelitian mengenai bagaimana kemampuan individu dalam pemaafan. Sesuai penelusuran peneliti, kemungkinan penelitian sejenis ini terhadap mahasiswa teologi masih minim. STT Salatiga tidak menjadikan pemaafan sebagai kompetensi yang harus dicapai untuk dinyatakan lulus dari pendidikan tersebut. Pemaafan pada lembaga pendidikan ini dari waktu ke waktu tetap berlangsung seiring dengan berlangsungnya sistem belajar mengajar serta hubungan komunikasi. Terlibatnya siswa dalam segala aspek kegiatan formal maupun non formal dapat memungkinkan terbukanya kondisi konflik. Situasi keterlibatan kebersamaan antar mahasiswa dari waktu ke waktu dapat memunculkan perasaan enak ataupun tidak, yang bisa juga menjadi pemicu konflik (Taylor, 2009). Pada saat interaksi lebih sering terjadi dan mencakup lebih banyak aktivitas dan isu, maka ada lebih banyak peluang terjadinya perbedaan pendapat. Hill (dalam Toussaint & Webb, 2005) menyatakan adanya keterbatasan kemampuan manusia untuk berhubungan satu dengan yang lainnya yang menimbulkan pelanggaran. Disamping itu, adanya perasaan negatif yang berdampak pada perilaku, tanggapan kognitif yang juga menyebabkan gangguan fungsi sosial, munculnya sikap menghindar saat perasaan tersakiti, tidak sedikit juga menyimpan perasaan dendam, tetapi ada juga yang termotivasi untuk memperbaiki hubungan.

7 Pentingnya memperbaiki kerenggangan hubungan diantara individu dapat terwujud dalam proses psikologis dan relasional. Hargrave dan Sells (1997, dalam Hill, 2010) serta McCullough, Pargament, dan Thoresen (2000, dalam Hill, 2010) menemukan bukti keterkaitan antara pemaafan dengan rasa marah, gelisah, depresi, pelecehan, masalah keluarga, gangguan kepribadian, rasa bersalah, tekanan seksual, penyalahgunaan narkoba, hubungan pernikahan yang retak, dan kesehatan mental. Penulis mengadakan penelusuran bahwa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya diantaranya kepada sukarelawan partisipan (Wade & Worthington, Jr., 2003), mahasiswa psikologi (Rangganadhan & Todorov, 2010), psikolog dan ilmuwan agama (Frise & McMinn, 2010), mahasiswa (Konstam, Holmes & Levine, 2003; Lawler, Younger, Piferi, Billington, Jobe, Edmondson & Jones, 2003), pasangan dan keluarga (Hill, 2010), dan pasien rawat jalan (Toussaint & Friedman, 2008). Semua penelitian-penelitian ini dilakukan dengan asumsi bahwa orang dewasa atau orang dengan kondisi tertentu memiliki alasan bisa melakukan pemaafan. Jika individu memiliki level pemaafan yang tinggi, maka mereka dapat memproduksi efek yang menguntungkan secara langsung dan secara tidak langsung serta mengembalikan kedekatan hubungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dapat melakukan pemaafan bisa disimpulkan antara lain, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kepribadian, sedangkan faktor eksternal meliputi agama, jender, hubungan sosial dengan orang lain. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi terjadinya pemaafan, antara lain empati (Rangganadhan & Todorov, 2010; Hill, 2010;

8 Konstam, Holmes & Levine, 2003; McCullough, Worthington & Rachal, 1997), religiusitas (Hui, Watkins, Wong & Sun, 2006; McCullough & Worthington 1999; Jose & Alfons, 2007; Fox & Thomas, 2008), peran gaya kasih sayang (Lawler-Row, Younger, Piferi & Jones, 2006). Dari faktorfaktor tersebut, penulis memilih empati dan religiusitas sebagai dua variabel yang akan menjadi prediktor bagi pemaafan mahasiswa teologi, karena sejauh penelusuran penulis, empati dan religiusitas merupakan dua variabel yang masih sedikit diteliti dalam konteks pemaafan mahasiswa teologi Indonesia, dan mahasiswa teologi Salatiga khususnya. Empati merupakan emosi positif pada kecerdasan emosi, secara signifikan memengaruhi kualitas kehidupan pribadi dan profesionalisme manusia, terutama aktivitasaktivitas yang terkait dengan hubungan sosial. Empati memfasilitasi komunikasi, kerjasama, sikap menghormati, dan sifat kasih sayang (Masturi, 2010). Lingkungan keluarga merupakan salah satu lingkungan utama sebagai tempat mahasiswa menerima pertumbuhan empati dan religiusitas. Apabila tempat asal dan lingkungan keluarga mereka menjadi salah satu lingkungan yang memberikan efek positif, maka mereka sendiri akan memiliki pemahaman yang positif. Empati pada tiap individu belum tentu memiliki kesamaan pada kapasitas kemampuan dan ketidakmampuan di dalam mengenali dan menerima individu yang lain. Pengalaman individu yang positif dalam hubungan sosial akan membuatnya sanggup untuk bersosialisasi serta sanggup berperan dalam menghadapi dampak negatif. Empati pada mahasiswa merupakan hal yang penting bagi keberhasilan dalam pekerjaan dan

9 kepentingan lain (Goleman dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009). Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (misalnya, McCullough, Worthington & Rachal, 1997; Macaskill, Maltby & Day, 2002; Toussaint & Webb 2005), empati menjadi salah satu variabel yang terbukti meningkatkan kemungkinan melakukan pemaafan. Penelitian lain menyatakan bahwa empati memfasilitasi proses pengampunan (Enright & Human Development Study Group, 1996, dalam Konstam, Holmes & Levine, 2003; McCullough, Worthington & Rachal, 1997), empati biasanya menjadi topik dalam konseling yang didisain untuk meningkatkan pemaafan (Lawler-Row, Younger, Piferi & Jones, 2006). Namun dari beberapa penelitian yang dilakukan mengenai empati, sangat sedikit studi yang menggambarkan mahasiswa teologi, sehingga penelitian yang dilakukan sebelumnya belum tentu bisa digeneralisasi kepada mahasiswa teologi Salatiga. Selain itu, ada penelitian yang menemukan bahwa religiusitas memiliki peran dalam melakukan pemaafan, misalnya (Hui, Watkins, Wong & Sun, 2006; Jose & Alfons, 2003), memiliki hubungan positif dengan pemaafan (McCullough & Worthington, 1999) dimana dalam segala kegiatan hidup sehari-hari selalu disesuaikan dengan nilainilai religius. Bronk, dkk., (2003 dalam van Dyke & Elias, 2007) mencatat bahwa banyak orang sedang menemukan jalan mereka ke suatu tujuan hidup melalui beberapa pengalaman religius. Koping religius sering diprediksi berkaitan dengan kesehatan psikologis, tampaknya agama menempati peran yang unik dalam menghadapi kehidupan (van Dyke & Elias, 2007). Hal ini juga tidak berbeda jauh dengan mahasiswa teologi Salatiga dalam kondisi kampus

10 dan asrama berada dalam satu area. Mahasiswa mempergunakan waktu belajar dan banyak berlatih mempraktekkan nilai-nilai agama secara individual maupun berkelompok termasuk dalam kelompok kerja. Kegiatan pada lima hari belajar dipenuhi dengan jadwal kegiatan seperti: kegiatan dari pagi subuh diwajibkan mengikuti doa pagi bersama di gedung aula. Sementara itu, jam belajar dari jam , bila perlu ditambah dengan kegiatan belajar sore. Setelah makan siang bersama, kegiatan doa bersama dilaksanakan sampai jam Malam hari, jam doa bersama, sementara disisa jam lainnya mahasiswa bebas mempergunakan waktu untuk belajar pribadi atau persiapan tugas kelompok untuk diutus ke gereja-gereja. Ini menunjukkan sekelumit kegiatan mahasiswa yang dipadati dengan jadual yang didalamnya juga mereka berusaha memunculkan sikap kerohanian yang baik (religiusitas). Lokasi kampus dan asrama mahasiswa serta materi pelajaran telah mendukung para mahasiswa memiliki tingkat religiusitas. Tetapi terkadang tanpa disadari terjadi pergesekan hubungan sehingga ada yang perasaannya terluka, menghindar atau juga marah dan dipengaruhi oleh pengalaman sebelum para siswa berada di Salatiga serta pengalaman lain sebelum berada di kampus. Inilah alasan mengapa kedua variabel ini penting dan sesuai untuk diteliti dalam melakukan pemaafan pada mahasiswa teologi Salatiga. Selain itu, variabel religiusitas yang menjadi variabel kedua untuk penelitian ini dipilih karena pada masa kuliah para mahasiswa telah mencapai prinsip yang kuat dalam agamanya dengan perilaku yang religius (Cremers, 1995). Hasil penelitian yang dilakukan Enright,

11 Santos, dan Al-Mabuk (dalam Hui, Watkins, Wong & Sun, 2006), menyatakan bahwa orang yang religius ditemukan lebih berkemungkinan dapat melakukan pemaafan. Hasil penelitian Worthington, Hunter, Sharp, Hook, van Tongeren, Davis, Miller, Gingrich, Sandage, Lao, Bubod & Monforte- Milton, (2010) kepada mahasiswa yang berjuang untuk melakukan pemaafan di Filipina, dilaporkan bahwa pemaafan dapat diberikan kepada transgresor. Disamping itu, ditemukan hubungan sedikit positif (lemah) antara religiusitas dan kebahagiaan pada tiga kelompok umur: remaja, dewasa muda, dan dewasa (Bergan & McConatha, 2000 dalam Holdcroft, 2006). Jadi dalam penelitian ini empati dan religiusitas dikaitkan dengan forgiveness karena penelitian terdahulu masih bersifat parsial. Selain itu penelitian empati dengan pemaafan dan religiusitas dengan pemaafan menunjuk pada pembahasan yang nonindigenous (tidak pribumi atau di luar Indonesia), yaitu di Eropa dan negara Barat (Paz, Neto & Mullet, 2008; Toussaint & Webb, 2005); Toussaint & Friedman, 2009; Hill, Hasty & Moore, 2011). Peneliti merasa penting untuk meninjau kembali tentang korelasi antar variabel tersebut secara simultan di wilayah Indonesia. Meskipun variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini mungkin memiliki sejumlah kesamaan dengan penelitianpenelitian sebelumnya, tetapi yang membedakannya adalah subjek penelitian yang diteliti dalam penelitian ini menjalankan aktivitas pendidikan dan kehidupan seharihari dalam ruang lingkup asrama dan ruang perkuliahan pada satu area. Di samping itu, ada juga aktivitas kebersamaan dalam kelompok-kelompok kerja maupun extrakurikuler serta kondisi etnis yang beragam. Hal inilah

12 yang membuat penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya di mana subjek dalam penelitian-penelitian sebelumnya pada umumnya adalah siswa/mahasiswa yang bersekolah di sekolah umum (seperti SD, SMP, SMA, Universitas) yang tidak tinggal dalam lingkungan asrama. Dalam hal ini, lembaga pendidikan diharapkan untuk lebih menyiapkan anak didik dapat menyelesaikan konflik dengan tepat dan benar dengan pemaafan guna menghadapi tugas di gereja lokal, juga dikalangan organisasi gereja dan masyarakat. Hasil penelitian Worthington, dkk., (2010) menyatakan bahwa pemaafan dapat diajarkan dengan lebih efektif kepada orang dewasa dibandingkan kepada remaja. Dengan dasar inilah maka masih dibutuhkan penelitian pada pengembangan forgiveness (pemaafan) PERUMUSAN MASALAH Adakah empati dan religiusitas secara simultan merupakan prediktor terhadap pemaafan pada mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Salatiga? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat masing-masing variabel dan bagaimana empati dan religiusitas berfungsi sebagai prediktor bagi pemaafan pada mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Salatiga MANFAAT PENELITIAN Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

13 1. Manfaat bagi disiplin psikologi. Memberikan tambahan wacana dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang pemaafan, sehingga dapat dijadikan konsep teoritis dalam menelaah permasalahan yang berkaitan dengan empati dan religiusitas sebagai prediktor pemaafan. Dan bagi penelitian yang berikutnya dapat memberikan wacana untuk penelitian sejenis. 2. Manfaat Praktis. a. Bagi lembaga pendidikan sejenis: memberikan kontribusi positif bagi lembaga-lembaga pendidikan teologi di manapun, secara khusus lembaga pendidikan STT Salatiga, terkait para mahasiswa mengenai empati dan religiusitas terhadap pemaafan baik sekarang maupun yang akan datang. b. Bagi STTS: memberikan kontribusi mengenai pengaruh empati dan religiusitas terhadap pemaafan mahasiswa. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi berguna untuk pemulihan hubungan retak berkonflik. c. Kepada para mahasiswa: memberikan informasi bahwa dalam pribadi mahasiswa terdapat pengaruh empati dan religiusitas terhadap pemaafan, sehingga dapat dipergunakan dalam melaksanakan tugas kependetaan sebagai misioner. d. Bagi gereja dalam mewujudkan upaya pastoral care yang memberdayakan mahasiswa teologi dalam membentuk relasi di dalam dan di luar umat juga dengan masyarakat. e. Bagi peneliti: menambah wawasan mengenai ilmu psikologi mahasiswa STTS dan faktor yang dapat dijadikan prediktor pemaafan mahasiswa sehingga dapat menambah pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan pemaafan. 1) Diharapkan penelitian ini memberikan pemahaman bahwa empati yang tinggi dan

14 tingkat religiusitas yang tinggi akan memberikan dukungan terhadap pemaafan. Kesadaran memiliki empati dan religiusitas mahasiswa akan mengarahkan individu pada pemaafan. 2) Sebagai informasi baru dan masukan bahwa jika mahasiswa memiliki empati dan religiusitas tinggi maka diharapkan terjadi pemaafan yang tinggi pula. Jika terdapat empati dan religiusitas yang rendah maka mahasiswa perlu diberi bimbingan sehingga mencapai tingkat yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA INDIVIDU YANG TIDAK MELAKUKAN PRAKTIK AGAMA OLEH NOVLYN ELISABETH PRASYLIA TUGAS AKHIR

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA INDIVIDU YANG TIDAK MELAKUKAN PRAKTIK AGAMA OLEH NOVLYN ELISABETH PRASYLIA TUGAS AKHIR HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA INDIVIDU YANG TIDAK MELAKUKAN PRAKTIK AGAMA OLEH NOVLYN ELISABETH PRASYLIA 802011046 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga ialah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Nama : Rifdaturahmi NPM : 16512334 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pemaafan dinyatakan sebagai sesuatu yang rumit atau tidak dapat dilakukan dan juga dapat dilakukan. Dalam melaksanakan pemaafan terdapat aspek-aspek dan faktor-faktor yang mendukungnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Forgiveness 2.1.1. Definisi Forgiveness McCullough (2000) bahwa forgiveness didefinisikan sebagai satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Pada usia remaja, terjadi perubahan-perubahan pada diri individu untuk mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana setiap anak ingin untuk mempunyai banyak teman dan relasi dalam hidupnya. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan hormon pada fase remaja tidak saja menyebabkan perubahan fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perubahan

Lebih terperinci

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan bisa hidup tanpa berhubungan dengan sesamanya. Ketika berhubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran adalah masa persiapan menuju pernikahan. Masa saling mengenal lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert Lumoindong, Menang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Definisi Pemaafan Secara terminologis, kata dasar pemaafan adalah maaf dan kata maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- Qur an terulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi, 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia yang hidup memiliki tujuan dalam kehidupan mereka. Tujuan hidup manusia pada umumnya selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ditantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Dikti tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan, baik perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG Rayhanatul Fitri 15010113130086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Membahas mengenai pacaran dalam era globalisasi ini sudah tidak asing lagi. Pacaran sekarang bahkan seolah olah sudah merupakan aktifitas remaja dalam kehidupan sehari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan perbedaan, salah satunya adalah agama. Setiap agama di Indonesia memiliki pemuka agama. Peranan pemuka agama dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja, dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (storm and stress), karena mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. S dan I telah melewati beberapa unit dalam fase forgiveness.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menewaskan 4 orang napi kini sudah divonis. Setelah diusut, motif dari tindak

BAB I PENDAHULUAN. menewaskan 4 orang napi kini sudah divonis. Setelah diusut, motif dari tindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu peristiwa yang banyak disorot media adalah penyerangan ke Lapas Cebongan beberapa waktu lalu. Pelaku dan dalang penyerangan yang menewaskan 4 orang napi kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bagi anak untuk memperoleh pendidikan yang umumnya digunakan para orang tua. Selain memperoleh pengetahuan atau pelajaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan era modern ini, pemandangan wanita bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari budaya Timur yang pada umumnya peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA WARGA DEWASA AWAL YANG TIDAK AKTIF MENGIKUTI IBADAH NON-MINGGU DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BANDUNG

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA WARGA DEWASA AWAL YANG TIDAK AKTIF MENGIKUTI IBADAH NON-MINGGU DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BANDUNG 1 HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA WARGA DEWASA AWAL YANG TIDAK AKTIF MENGIKUTI IBADAH NON-MINGGU DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BANDUNG OLEH ZEFANYA JANUARI CHRISTINA 802011096 TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap masalah yang muncul akan selalu memerlukan penyelesaian, baik penyelesaian dengan segera maupun tidak. Penyelesaian masalah merupakan sesuatu yang harus

Lebih terperinci

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PERBEDAAN TINGKAT MEMAAFKAN (FORGIVENESS) ANTARA SANTRI YANG HAFAL AL-QUR AN DENGAN SANTRI YANG TIDAK HAFAL AL-QUR AN DI MA HAD SUNAN AMPEL AL- ALY MALANG Ummu Rifa atin Mahmudah_11410009 Jurusan Psikologi-Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan Pada Remaja Akhir. konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan Pada Remaja Akhir 1. Pengertian Pemaafan McCullough, Worthington, dan Rachal (1997) mengemukakan bahwa pemaafan merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihargai, serta kebutuhan untuk hidup bersama. Dan dalam bersosial tentunya

BAB I PENDAHULUAN. dihargai, serta kebutuhan untuk hidup bersama. Dan dalam bersosial tentunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk sosial, demikian sebutan yang lumrah untuk kita sebagai manusia di muka bumi ini. Secara sederhana, manusia sebagai makhluk sosial diartikan bahwa kehidupan

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkosaan merupakan peristiwa yang mengakibatkan beban masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkosaan merupakan peristiwa yang mengakibatkan beban masalah yang BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan peristiwa yang mengakibatkan beban masalah yang berat bagi korban yang mengalaminya. Pada umumnya korban perkosaan akan mengalami trauma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- Nya. Dalam kehidupan ini secara alamiah manusia mempunyai daya tarik menarik antara satu individu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK Penelitian deskriptif ini berdasar pada fenomena bahwa kehadiran anak memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa penting dalam kehidupan dimana remaja menjalani sejumlah transisi termasuk perubahan fisik dan emosional. Masa ini rentan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

Perbedaan Forgiveness pada Lansia yang Tinggal di Panti Wredha dan di Rumah

Perbedaan Forgiveness pada Lansia yang Tinggal di Panti Wredha dan di Rumah Perbedaan Forgiveness pada Lansia yang Tinggal di Panti Wredha dan di Rumah Davin Aristyo Rahadiyan Lumadyo 1 Stefanus Soejanto Sandjaja Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Abstract.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari masa ke masa, perbedaan waktu dan tempat mengelompokan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, 1998). Di Eropa, fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan manusia, manusia akan mengalami perubahan, baik perubahan dari luar maupun dari dalam. Dari dalam seperti fisik, pertumbuhan tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Seseorang tidak mungkin forgive (memaafkan) kecuali jika unforgive

BAB II LANDASAN TEORI. Seseorang tidak mungkin forgive (memaafkan) kecuali jika unforgive BAB II LANDASAN TEORI II. A FORGIVENESS Seseorang tidak mungkin forgive (memaafkan) kecuali jika unforgive (tidak memaafkan) telah terjadi. Forgiveness memang baru dapat muncul setelah adanya unforgiveness,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Alkitab, 2007). Setiap manusia memiliki keunikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci