BAB II KAJIAN PUSTAKA
|
|
- Ari Lesmana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Forgiveness Definisi Forgiveness McCullough (2000) bahwa forgiveness didefinisikan sebagai satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin menurun motivasi untuk membalas terhadap suatu hubungan mitra, semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai kepada pelanggar, meskipun pelanggaran termasuk tindakan berbahaya. Enright (2001) mengatakan forgiveness sebagai suatu bentuk kesiapan melepas hak yang dimiliki seseorang untuk meremehkan, menyalahkan, dan membalas dendam terhadap pelaku yang telah bertindak tidak benar terhadapnya, dan diwaktu yang bersamaan mengembangkan kasih sayang dan kemurahan hati.menurut Hadriami (2008) forgiveness adalah kesediaan dari pihak yang dicederai untuk memberikan maaf atau memaafkan pihak yang telah mencederai. Forgiveness merupakan kesediaan untuk menanggalkan kekeliruan masa lalu yang menyakitkan, tidak lagi mencari-cari nilai dalam amarah dan kebencian, dan menepis keinginan untuk menyakiti orang lain atau diri sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan forgiveness adalah satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin menurun motivasi untuk membalas terhadap 11
2 12 suatu hubungan mitra, semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai untuk pelanggar, meskipun pelanggaran termasuk tindakan berbahaya Aspek-Aspek Forgiveness Aspek-aspek Forgiveness menurut McCullough (2000), yaitu : a. Avoidance Motivation. Penurunan motivasi untuk menghindari kontak pribadi dan psikologis dengan pelaku. Korban akan membuang keinginannya untuk menjaga jarak dengan orang yang telah menyakitinya (pelaku). Jadi, korban tidak menghindar ataupun menjauhi si pelaku, dia akan tetap berusaha menjaga hubungan yang dekat tersebut. b. Revenge Motivation. Penurunan motivasi untuk membalas dendam atau melihat-lihat bahaya datang kepada pelanggar. Artinya, korban akan membuang keinginannya untuk membalas perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku. c. Beneviolence Motivation Peningkatan motivasi untuk berbuat kebajikan dengan pelaku. Walaupun subjek merasa menjadi korban, akan tetapi subjek tetap ingin berbuat kebajikan kepada pelaku dan berkeinginan untuk berdamai dengan orang yang menyakitinya.
3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Forgiveness Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap forgiveness menurut Wade dan Worthington (2003), yaitu : a. Religiusitas Dimana individu yang mendasarkan tingkah laku hidup seharihari atau segala aspek hidupnya dalam agama yang diyakininya dapat melakukan pemaafan. Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi dapat melakukan pemaafan. b. Empati Empati adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Melalui empati terhadap pihak yang menyakiti, seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti merasa bersalah dan terrtekan akibat perilaku yang menyakitkan. c. Keramahan Dimana individu dapat mengerti keadaan individu lain dan memakluminya. Keramahan memungkinkan untuk terjadinya pemaafan. d. Kemarahan Merupakan emosi negatif yang sering menstimulasi usaha untuk mengurangi tindakan untuk memaafkan.
4 14 e. Perasaan Malu Individu sebagai pelaku kejahatan merasa malu atas perbuatan yang dilakukannya dengan menyakiti orang lain. Adanya perasaan malu tersebut kemudian akan mempersulit terjadinya pemaafan f. Kedekatan hubungan dengan transgressor. Hal ini dikarenakan pemaafan melibatkan perubahan dorongan dari negatif menjadi positif terhadap transgressor, maka kedekatan hubungan kemudian akan mempengaruhi proses tersebut. g. Kualitas hubungan interpersonal sebelum transgresi. McCullough, Rachal, Sabdage, Worthington, Brown dan Hight (1998) menyatakan bahwa hubungan yang romantik mungkin lebih bersedia untuk memaafkan karena mempunyai sumber daya yang cukup besar dalam hubungan. h. Reaksi transgressor (luka yang ditimbulkan oleh transgressor), semakin besar luka yang dihasilkan, maka semakin sulit pula individu untuk memaafkan transgressor. i. Permintaan maaf Hal ini menstimulasi emosi dalam diri korban dan menumbuhkan empati terhadapnya, sehingga dapat meningkatkan pemaafan individu terhadap transgressor.
5 Religiusitas Definisi Religiusitas Istilah religi, berasal dari bahasa latin; religio, bahasa Inggris; religion, bahasa Arab; aldiinatau agama. Menurut Clark (dalam Rusydi, 2012), religiusitas adalah pengalaman dalam diri individu ketika dia merasakan alam luar, secara spesifik, fakta mengatakan bahwa pengalaman ini berdampak pada perilaku mengharmoniskan hidupnya dengan alam lain. Adapun Kenneth S. Kendler dalam penelitian kuantitatifnya menemukan bahwasanya religiusitas terdiri dari beberapa aspek: pertama, social religious atau yang biasa dikenal dengan istilah dukungan agama (religious support); kedua, spiritualitas; ketiga, religious coping; keempat, konservatisisme agama; kelima, sikap dan perilaku seperti memaafkan, mensyukuri, mencintai dan perilaku anjuran agama lainnya. Glock dan Stark (1968) merumuskan religiusitas sebagai komitmen religius, yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama yang dianut. Dari definisi diatas dapat dilihat adanya perbedaan agama/ religi dengan religiusitas. Hal yang paling mendasar adalah agama atau religi adalah aturan-aturan yang telah mengikat antara manusia dengan Tuhan (ynag berhubungan dengan alam gaib), sedangkan religiusitas merupakan cara bagaimana manusia menyikapi aturan-aturan yang baku itu dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
6 Dimensi Religiusitas Menurut Glock dan Stark (Djamaludin, 2008), ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu keyakinan (ideologis), peribadatan atau praktek agama (ritualistik), penghayatan (eksperiensial), pengamalan (konsekuensial), pengetahuan agama (intelektual). 1. Keyakinan (The Idiological Dimension). Religious belief (the idiological dimension) atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka. Meskipun harus diakui setiap agama tentu memiliki seperangkat kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka. Meskipun harus diakui setiap agama tentu memiliki seperangkat kepercayaan yang secara doktriner berbeda dengan agama lainnya, bahkan untuk agamanya saja terkadang muncul paham yang berbeda dan tidak jarang berlawanan. Pada dasarnya setiap agama juga menginginkan adanya unsur ketaatan bagi setiap pengikutnya. Dalam begitu adapun agama yang dianut oleh seseorang, makna yang terpenting adalah kemauan untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam ajaran agama yang dianutnya. Jadi dimensi keyakinan lebih bersifat doktriner yang harus ditaati oleh penganut agama. (Ancok dan Suroso, 1995, dalam Hidayat, 2008).
7 17 2. Praktek Agama (The Ritualistic Dimension). Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagaman ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: a. Ritual. Mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan. Dalam agama Islam hal tersebut dilaksanakan dengan menggelar hajatan seperti pernikahan, khitanan. b. Ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Wujud dari dimensi ini adalah prilaku masyarakat pengikut agama tertentu dalam menjalankan ritus-ritus yang berkaitan dengan agama. Dimensi praktek dalam agama Islam dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, haji ataupun praktek muamalah lainnya (Ancok dan Suroso, 1995, dalam Hidayat, 2008). 3. Penghayatan (The Feeling Dimension). Religious Feeling adalah perasaaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya. Ancok dan Suroso (1995) mengatakan kalau dalam Islam dimensi ini
8 18 dapat terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam hal yang positif) kepada Allah. Perasaaan khusyuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al Quran, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah (Hidayat, 2008). 4. Pengetahuan Agama (The Intelectual Dimension). Religious Knowledge (The Intellectual Dimension) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. Paling tidak seseorang yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi ini dalam Islam menunjuk kepada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama mengenai ajaran pokok agamanya, sebagaimana yang termuat di dalam kitab sucinya (Ancok dan Suroso, 1995, dalam Hidayat, 2008). 5. Pengamalan atau Konsekuensi (The Consequential Dimension). Yaitu sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya. Dari kelima aspek religiusitas di atas, semakin tinggi penghayatan dan pelaksanaan seseorang terhadap kelima dimensi tersebut, maka semakin tinggi tingkat religiusitasnya. Tingkat
9 19 religiusitas seseorang akan tercermin dari sikap dan perilakunya sehari-hari yang mengarah kepada perilaku yang sesuai dengan tuntunan agama. The consequential dimension yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah ia mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan hartanya, dan sebagainya. Ancok dan Suroso (1995) mengatakan bahwa dalam Islam, dimensi ini dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan atau perilaku yang baik sebagai amalan sholeh sebagai muslim, yaitu meliputi prilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, mensejahterakan dan menumbuh kembangkan orang lain, menegakkan kebenaran dan keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak meminum minuman yang memabukkan, mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam dan sebagainya Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Religiusitas Religiusitas seseorang tidak hanya ditampakkan dengan sikap yang tampak, namun juga sikap yang tidak tampak yang terjadi dalam hati seseorang. Oleh sebab itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi religiusitas seseorang. Faktor-faktor yang sudah diakui bisa menghasilkan
10 20 sikap keagamaan, kelihatannya faktor-faktor itu terdiri dari empat kelompok utama: pengaruh sosial, berbagai pengalaman, kebutuhan dan proses pemikiran (Thouless Robert, 2000:29). Thouless (Thouless Robert, 2000:34) menyebutkan beberapa faktor yang mungkin ada dalam perkembangan sikap keagamaan akan dibahas secara lebih rinci, yaitu: 1. Faktor Sosial Faktor sosial dalam agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap keyakinan dan perilaku religius dari pendidikan yang kita terima pada masa kanak-kanak. Berbagai pendapat dan sikap orang-orang disekitar kita, serta berbagai tradisi yang kta terima pada masa lampau. Sejak masa kanak-kanak sampai masa tua kita menerima perilaku dari orang-orang disekitar kita dan dari apa yang mereka katakan berpengaruh terhadap sikap-sikap religius kita. Selain itu, pola-pola ekspresi emosional kita pun bisa dibentuk oleh lingkungan sosial kita. 2. Faktor Emosional Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam kadar tertentu yang berkaitan dengan agamanya, bahkan boleh jadi lebih mendalam tanpa membedakan jenisnya dari pengalaman-pengalaman religius kebanyakan orang. Ada peribadatan-peribadatan keagamaan lainnya yang juga dapat menimbulkan pengalaman-pengalaman emosional pada para pemeluknya, meskipun ini bukan merupakan tujuan utamanya.
11 21 Tanpa adanya pengalaman emosional, peribadatan-peribadatan itu akan terasa agak kosong dan bersifat formal semata-mata. 3. Faktor Intelektual Rasionalisasi merupakan proses verbal yang digunakan untuk memberikan justifikasi terhadap kepercayaan yang dikukuhkan dengan landasan-landasan lain. Hampir tidak dapat diragukan lagi, bahwa rasionalisasi memainkan peran dalam pembentukan system kepercayaan keagamaan sebagaimana terjadi dalam sistem kepercayaan-kepercayaan lainnya, unsur-unsur emosional juga ikut. 4. Konflik Moral Hukum moral bisa dianggap sebagai sistem tatanan sosial yang dikembangkan oleh suatu masyarakat dan diteruskan kepada generasi-generasi berikutnya melalui proses pengkondisian sosial. Thouless juga berpendapat bahwa hukum moral dapat dianggap sebagai sistem kewajiban yang mengikat manusia tanpa mempermasalahkan apakah sistem itu bermanfaat atau tidak, dilihat dari sisi sosial. Konflik moral menurut Thouless dapat dianggap sebagai salah satu fakta yang menentukan sikap religius. Konflik itu merupakan konflik antara kekuatan-kekuatan yang baik dan yang jahat dalam diri individu. Menurut Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam Rusydi, 2012) menjelaskan bahwa religiusitas dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor lingkungan sosial, seperti belajar dengan mengamati (observational
12 22 learning), penguatan perilaku (reinforcement), tekanan norma dan budaya, dan perubahan sosial. Selain itu, Byrne (dalam Rusydi, 2012) menjelaskan faktor yang mempengaruhi religiusitas lebih kepada faktor sistem sosial. Sangat banyak faktor sosial yang dapat mempengaruhi religiusitas, seperti faktor keluarga, teman sebaya, lingkungan kerja dan pendidikan HubunganAntaraReligiusitasdengan Forgiveness Penelitian yang dilakukan oleh Firda (2013) dengan judul Hubungan antara religiusitas agama islam dengan perilaku memaafkan pada siswa SMK Insan Kreatif Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi Product moment diperoleh koefisien korelasi r=0,356 ; dan p= 0,005 (P < 0,005) Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara religiusitas (agama islam) dengan perilaku memaafkan Kerangka Berpikir Dalam kerangka berpikir ini menetapkan suatu metode sangat penting, karena kesalahan dalam menetapkan metode akan memberikan akibat terhadap pengambilan data dan sangat mempengaruhi hasil penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan forgiveness pada Mahasiswa Mercu Buana yang mengikuti Unit Kegiatan Al-Faruq. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yaitu penelitian dengan metode statistik karena hubungannya dengan data-data dan angka yang mengetahui variabel Religiusitas dan Forgiveness. Adapun rancangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
13 23 Religiusitas Glock dan Stark (1968) 1. Keyakinan 2. Praktik 3. Penghayatan 4. Pengetahuan 5. Pengalaman Forgiveness McCullough (2000) 1. Avoidance Motivation 2. Revenge Motivation. 3. Beneviolence Motivation Gambar 1 Kerangka Berpikir Dalam suatu organisasi tidak akan terlepas dari konflik, baik itu konflik antar pribadi atau kelompok. Dari berbagai macam masalah dapat memunculkan perasaan negatif yaitu perasaan tidak suka, tidak terima, dan bahkan rasa permusuhan. Solusi yang baik untuk menghilangkan perasaan-perasaan negatif tersebut ialah dengan saling memaafkan (forgiveness) yang melibatkan korban dan pelaku pelanggaran. Sebesar apapun upaya yang dilakukan seseorang untuk memaafkan kesalahan orang lain akan memberikan dampak yang berbeda-beda tiap individu. Hal ini dianggap wajar karena proses memaafkan yang terlihat mudah di ucapkan namun nyatanya sulit untuk dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku memaafkan ini adalah religiusitas. Religiusitas diukur dengan perhatiannya pada kegiatan keagamaan, membaca kitab suci, dan membahas masalah tentang agama. Berdasarkan penemuan (Enright, Santos dan Al-Mabuk, 1989) menunjukkan bahwa orangorang yang sangat religius memiliki nilai lebih pada penalaran tentang pengampunan. Religiusitas atau peran keagamaan yang dimiliki oleh anggota unit kegiatan mahasiswa Al-Faruq yaitu dengan meyakini bahwa setiap manusia tentu
14 24 tidak luput dari kesalahan maupun dosa. Refleksi diri akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pemaaf menjadi salah satu faktor mengapa orang beragama dituntut mampu member maaf pada sesamanya.. Maka jika memang demikian maka lingkungan dan unit kegiatan religius menjadi pendukung penempaan religiusitas seseorang. Oleh karena itu peneliti menduga bahwa religiusitas akan berkorelasi positif dengan forgiveness. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan forgiveness Hipotesis Penelitian Hipotesis Nol (H 0 ) : Tidak Ada hubungan yang signifikan antara Religiusitas dengan Forgiveness pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana yang mengikuti UKM Al-Faruq Hipotesis Alternatif (H a ) : Ada hubungan yang signifikan antara Religiusitas dengan Forgiveness pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana yang mengikuti UKM Al-Faruq
BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ditantang
Lebih terperinciBAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisa Data Dan Uji Hipotesa Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara religiusitas dan well-being pada komunitas salafi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem
Lebih terperinciHAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi
HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi 1. Pengertian Religiusitas Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Wikipedia (2013) forgiveness (memaafkan) adalah proses menghentikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Memaafkan 2.1.1 Pengertian Memaafkan Wikipedia (2013) forgiveness (memaafkan) adalah proses menghentikan atau menolak kebencian, kemarahan akibat perselisihan, pelanggaran yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri Kontrol diri perlu dimiliki oleh setiap orang yang akan mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya dengan seluruh kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan bisa hidup tanpa berhubungan dengan sesamanya. Ketika berhubungan dengan orang lain
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Sebelum dilakukan analisis statistik dengan menggunakan product moment dari Pearson, maka dilakukan uji asumsi normalitas dan linearitas. 1. Uji Asumsi Uji
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cushway, 2002).
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Imitasi Perilaku Keagamaan. meniru orang lain. Imitasi secara sederhana menurut Tarde (dalam Gerungan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imitasi Perilaku Keagamaan 1. Pengertian Imitasi Kehidupan anak-anak pada dasarnya banyak dilakukan dengan meniru atau yang dalam psikologi lebih dikenal dengan istilah imitasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dianugerahkan potensi beragama. Potensi ini berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu yang adikodrati (supernatural)
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Rancangan penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif, maksud dari metode penelitian ini adalah penelitian yang identik dengan pendekatan deduktif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Koping Religius A. Koping Religius Proses yang digunakan seseorang untuk menangani tuntutan yang menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan mengatasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Motivasi berprestasi A. Motivasi Berprestasi Menurut Soekidjo (2009: 117), secara naluri setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian
Lebih terperinci: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog
Nama : Rifdaturahmi NPM : 16512334 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji
Lebih terperinciPENGARUH RELIGIUSITAS DAN INTERAKSI SOSIAL TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 WONOASRI KABUPATEN MADIUN
PENGARUH RELIGIUSITAS DAN INTERAKSI SOSIAL TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 WONOASRI KABUPATEN MADIUN Wayan Yudhi Anggara *) wayanyudhi21@gmail.com Ibnu Mahmudi **) mahmudiibnu@gmail.com
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN. A. Gambaran Umum Majelis Ta lim Masjid Nur sa id 1. Sejarah berdirinya Majelis Ta lim
69 BAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN A. Gambaran Umum Majelis Ta lim Masjid Nur sa id 1. Sejarah berdirinya Majelis Ta lim Dengan berdirinya komplek Perumahan Villa Citra Bandar Lampung, terbentuklah PKK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 129) merupakan perasaan senang, lega, gembira karena hasrat, harapan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS
11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana setiap anak ingin untuk mempunyai banyak teman dan relasi dalam hidupnya. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia mempunyai dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal
Lebih terperinciSW Indrawati, Sri Maslihah, Anastasia Wulandari.
STUDI TENTANG RELIGIUSITAS, DERAJAT STRES DAN STRATEGI PENANGGULANGAN STRES (COPING STRES) PADA PASANGAN HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA ABSTRAK SW Indrawati, Sri Maslihah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa kecenderungan untuk Kepercayaan pada suatu kekuatan Transenden yang menimbulkan cara hidup
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rasa Bersalah. dari kesalahan yang dibuatnya (Smith & Ellsworth, dalam Xu, dkk., 2011).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rasa Bersalah 1. Pengertian Rasa Bersalah Rasa bersalah adalah perilaku yang tidak dapat diterima secara moral normatif yang dilakukan oleh pelanggar yang nantinya akan menderita
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan
Lebih terperinciDoa Hari ke 1. Doa Hari ke 2
Doa Hari ke 1 1. Ya Allah, jadikanlah puasaku sebagaimana puasanya orang-orang yang benar-benar berpuasa, dan jadikanlah salatku sebagaimana salatnya orang-orang yang benar-benar salat, dan jadikanlah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian. Penyusunan desain penelitian merupakan tahap perencanaan penelitian
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Alsa (2011 : 18) desain atau rancangan penelitian dipakai untuk menunjuk pada rencana peneliti tentang bagaimana ia akan melaksanakan penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja Karyawan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Kinerja A. Kinerja Karyawan Menurut Waldman, (Koesmono, 2005) kinerja merupakan gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan pilihannya atau bagian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Seks Pranikah Menurut Sarwono (2007) perilaku seks pranikah adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenisnya. Bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu lembaga yang terbentuk akibat adanya interaksi terpola secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Berpikir Positif. kesimpulan secara induktif, serta membuat kesimpulan secara deduktif. Dengan
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Positif 1. Pengertian berpikir positif Menurut Najati (2005 ), kemampuan berpikir yang dimiliki oleh manusia akan membantunya dalam mengkaji dan meneliti berbagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Memaafkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan definisi memaafkan adalah memberi ampun atas kesalahan dan sebagainya,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Definisi Pemaafan Secara terminologis, kata dasar pemaafan adalah maaf dan kata maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- Qur an terulang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan
30 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, untuk menjelaskan hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian
35 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena dalam penelitian ini lebih menekankan pada data yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki arti tradisi. Istilah asing lainnya yang memiliki pengertian dengan agama adalah dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama adalah sebuah istilah yang diambil dari bahasa Sanskerta yaitu Āgama yang memiliki arti tradisi. Istilah asing lainnya yang memiliki pengertian dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan
Lebih terperinciUmmu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
PERBEDAAN TINGKAT MEMAAFKAN (FORGIVENESS) ANTARA SANTRI YANG HAFAL AL-QUR AN DENGAN SANTRI YANG TIDAK HAFAL AL-QUR AN DI MA HAD SUNAN AMPEL AL- ALY MALANG Ummu Rifa atin Mahmudah_11410009 Jurusan Psikologi-Fakultas
Lebih terperinciStudi Deskriptif Mengenai Religiusitas pada Siswa Bermasalah di SMA PGII 2 Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Religiusitas pada Siswa Bermasalah di SMA PGII 2 Bandung ¹Fassa Dery Rosdian, ² Susandari 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Definisi Produktivitas Kerja Pengertian Produktivitas Akhir-akhir ini merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena produktivitas mempunyai
Lebih terperinciPENGARUH JENIS KELAMIN DAN TEMPAT TINGGAL TERHADAP TINGKAT RELIGIUSITAS MAHASISWA PAI FAI UMY
PENGARUH JENIS KELAMIN DAN TEMPAT TINGGAL TERHADAP TINGKAT RELIGIUSITAS MAHASISWA PAI FAI UMY Tugas Akhir Semester pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Dosen: Dra. Hj. Akif Khilmiyah, M. Ag.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
29 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini menggunakan pendekatan korelasional
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kecemasan a. Pengertian kecemasan Kata anxietas berasal dari bahasa latin angere, yang berarti tercekik atau tercekat. Respon anxietas sering kali tidak berkaitan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian. ciri yang mengarah pada diri sendiri. Menurut Freud (Alwisol, 2005;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Menghadapi Kematian 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan didefinisikan oleh Kartono (2005) sebagai suatu kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap
Lebih terperinciRELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG
Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG 1 Yunita Sari, 2 Rd. Akbar Fajri S., 3 Tanfidz Syuriansyah 1,2,3 Jurusan Psikologi, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga ialah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan
Lebih terperinciHUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN
HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia adalah fenomena keberagamaan (religiousity). Harun Nasution (dalam,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang sejarah perjalanan umat manusia adalah fenomena keberagamaan (religiousity). Harun Nasution (dalam, Jalaluddin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buruk, memelihara ketertiban dan keamanan, juga memelihara hak orang lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Periode ini dianggap sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akan memberikan rasa dekat dengan Tuhan, rasa bahwa doa-doa yang dipanjatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Religiusitas merupakan salah satu faktor utama dalam hidup dan kehidupan. Religiusitas yang tinggi ditandai dengan adanya keyakinan akan adanya Tuhan yang dimanivestasikan
Lebih terperinciBAB III KAJIAN TEORITIS
BAB III KAJIAN TEORITIS A. Religiustias (Keberagamaan) Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang perjalanan sejarah umat manusia adalah fenomena keberagamaan (Religiosity). Untuk menerangkan fenomena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri
Lebih terperinciHubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf
Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf Helda Novia Rahmah, Ahmad, Ratna Mardiati Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Abstrak Penelitian
Lebih terperinci4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
41 4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan interpretasinya. Pembahasan dalam bab 4 ini meliputi gambaran umum partisipan, ada tidaknya hubungan antara sikap terhadap
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu langkah yang penting
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu langkah yang penting dalam suatu penelitian ilmiah. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Penelitian korelasional bertujuan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini, desain yang digunakan adalah desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pribadi atau Badan) oleh negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi
Lebih terperinciINVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan
L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman suku, ras, golongan dan agama. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melepaskan diri dari ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Budaya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia dan agama adalah pasangan kata yang lazim ditemukan. Agama merupakan hasil dari budaya yang diciptakan manusia itu sendiri untuk melepaskan diri
Lebih terperinciHUBUNGAN RITUAL IBADAH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 2 MALANG
HUBUNGAN RITUAL IBADAH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 2 MALANG ABSTRAK Rahayu, Rafika Isti. 2015. Hubungan Ritual Ibadah dengan Kenakalan Remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihargai, serta kebutuhan untuk hidup bersama. Dan dalam bersosial tentunya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk sosial, demikian sebutan yang lumrah untuk kita sebagai manusia di muka bumi ini. Secara sederhana, manusia sebagai makhluk sosial diartikan bahwa kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan hasil budaya yang diciptakan manusia untuk melepaskan diri dari ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilaksanakan terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini menyangkut normalitas dan linieritas yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religius (religiosity) merupakan ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku. Religiusitas diwujudkan dalam
Lebih terperinciHUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA WARGA DEWASA AWAL YANG TIDAK AKTIF MENGIKUTI IBADAH NON-MINGGU DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BANDUNG
1 HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA WARGA DEWASA AWAL YANG TIDAK AKTIF MENGIKUTI IBADAH NON-MINGGU DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BANDUNG OLEH ZEFANYA JANUARI CHRISTINA 802011096 TUGAS AKHIR
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel sebagai berikut yaitu. variabel bebas dan variabel terikat.
BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Identifikasi variabel yang akan ditentukan penulis adalah mengenai Hubungan antara religiusitas dengan perilaku altruisme
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,
Lebih terperinciGAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA LANJUT USIA (Description Of Spiritual Needs On Elderly)
GAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA LANJUT USIA (Description Of Spiritual Needs On Elderly) Ahmad Tegar Sunu Prakoso Poltekes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen 77 C Malang e-mail: j.nersbidan@gmail.com
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KONSEP DIRI MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN 2010 SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KONSEP DIRI MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN 2010 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Lebih terperinciBAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
35 BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak lokasi pasar Pandu Pasar Pandu Banjarmasin timur terletak di jalan Pandu K.M 4,5 kelurahan kuripan dengan batas-batas sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara. mengabdi kepada Allah. Dengan mengamalkan ajaran agama, itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama adalah suatu kepercayaan yang berisi norma-norma atau peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara manusia dengan Sang Maha Kuasa,
Lebih terperinciKESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran komitmen beragama pada remaja dengan orang tua berbeda agama. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penilitian harus mengikuti langkah-langkah
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Kegiatan penilitian harus mengikuti langkah-langkah kerja sehingga dalam pelaksanaannya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mana kaitan (koefisien korelasi) antara suatu variabel dengan variabel lainnya.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional. Menurut Azwar (2010) penelitian korelasional yaitu penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Agar tidak terjadi adanya plagiasi pada penelitian ini, peneliti mengaitkan penelitian ini dengan beberapa penelitian yang sudah dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menaruh dasar pada agama yang kuat. Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menaruh dasar pada agama yang kuat. Hal ini terlihat dari Pancasila sebagai dasar negara dengan sila pertama ke Tuhanan Yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Penelitian korelasional yakni suatu jenis penelitian yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. orang lain tanpa pamrih, atau ingin sekedar beramal baik (Sears, 2009). tanpa pamrih pada orang lain.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Altruisme 1. Pengertian Perilaku Altruisme Altruism (Altrusime) adalah tindakan sukarela guna membantu orang lain tanpa pamrih, atau ingin sekedar beramal baik (Sears,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan hormon pada fase remaja tidak saja menyebabkan perubahan fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perubahan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dari kata benda religion. Religi itu sendiri berasal dari kata re dan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Religiusitas Secara bahasa, kata religiusitas adalah kata kerja yang berasal dari kata benda religion. Religi itu sendiri berasal dari kata
Lebih terperinciTabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN
14 Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman..... 98 Tabel 14 : Pengaruh intensitas santri dalam kegiatan pendidikan pesantren dengan religiusitas santri... 101 BAB I PENDAHULUAN Bab
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. S dan I telah melewati beberapa unit dalam fase forgiveness.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinci