BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan bisa hidup tanpa berhubungan dengan sesamanya. Ketika berhubungan dengan orang lain seperti teman atau keluarga tidak dapat terelakan bahwa seseorang akan disakiti atau dilukai oleh orang lain (McCollough, 2001). Hal-hal tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antar sesama. Konflik merupakan produk sampingan yang tidak dapat dihindari dari hubungan interpersonal (Tali, Killen, 1998; Fincham, 2000). Pengaruh teman sebaya besar sekali terhadap remaja. Remaja beranggapan hanya teman atau sahabatlah yang paling mengerti dirinya. Remaja berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok agar bisa diterima dalam kelompok tersebut. Remaja mengikuti aturan-aturan dalam kelompok. Konformitas dan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif dan negatif. Namun, umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas negatif, seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak dan mengolok-olok. Diantara teman pun bisa terjadi konflik antara lain karena remaja yang tidak bisa mengikuti aturan kelompok membuatnya dijauhi, terjadi perbedaan pendapat karena adanya keegoisan masing-masing individu, pengaruh kelompok yang negatif seperti kelompok yang suka mabuk-mabukan atau membuat kekacauan. Penolakan dari kelompok dan kurangnya dukungan sosial. 1

2 Remaja yang merasa tidak sama dengan kelompoknya akan menjadi pendiam dan menarik diri, merasa buruk dan tidak berharga. Konflik-konflik dengan teman sebaya membuat remaja menarik diri dari lingkungan dan merasa kalau dirinya tidak berharga dan tidak diharapkan lingkungan sosialnya. Hal ini bisa mengakibatkan remaja menjadi antisosial atau melarikan diri pada hal-hal negatif seperti obat-obat terlarang maupun kenakalan remaja. Semua ini dapat menimbulkan efek negatif pada hubungan yang menyebabkan seseorang menjadi jauh dan kurang berkomitmen (McCollough et al 1998). Pelanggaran seperti ini juga memberikan efek psikologis yang negatif terhadap orang-orang yang menjadi korban yang telah tersakiti dan menimbulkan keinginan untuk menghindari orang-orang yang telah menyakiti, serta mempunyai keinginan untuk balas dendam. Ketika konflik dan pengkhianatan terjadi dalam suatu hubungan, dorongan pertama individu biasanya adalah untuk bereaksi dengan cara yang merusak hubungan, misalnya dengan membalas dendam, namun orang yang lebih berkomitmen dengan hubungan antar sesama lebih bersedia memaafkan setelah terjadinya pengkhianatan (Finkel et al, 2002). Memaafkan juga merupakan norma yang diajarkan dalam setiap agama yang memiliki konsep berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memaafkan adalah memberi ampun atas kesalahan dan sebaginya. Namun memaafkan merupakan sesuatu yang sulit dilakukan karena harus melibatkan dua faktor yakni harus menghilangkan motivasi membalas dendam dan menghilangkan motivasi untuk menjauhi orang yang menyakiti (McCullough, 2

3 2001). Definisi untuk "memaafkan" di Webster New Universal Unabridged Dictionary (1983) adalah "untuk menyerah atau kebencian terhadap keinginan untuk menghukum; untuk berhenti menjadi marah; untuk mengampuni. Perilaku memaafkan haruslah diajarkan sejak dini, karena memaafkan merupakan suatu hal yang dianggap baik dan sesuai dengan norma yang diajarkan dalam setiap agama. Jika seseorang memberi ampun terhadap kesalahan orang lain maka tindakan tersebut akan menimbulkan dua faktor yakni harus menghilangkan motivasi membalas dendam dan menjauhi atau menyakiti orang lain. Memaafkan sangat erat kaitannya dengan norma agama atau religiusitas. Berbicara tentang kaitan pemaafan dengan agama tidak akan lengkap tanpa membahas hakekat agama atau religi itu sendiri. Wikipedia memberikan pengertian bahwa agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan atau perintah dari kehidupan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah ajaran kepercayaan terhadap Tuhan. Agama didefinisikan sebagai sebuah sistem yang sangat terorganisir, keyakinan, praktek ritual dan simbol-simbol yang dirancang untuk memfasilitasi kedekatan terhadap Tuhan dan mendorong pemahaman satu hubungan dan tanggung-jawab kepada orang lain dalam hidup bersama bermasyarakat. Agama mengajarkan norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat, salah satu nya adalah ajaran untuk memaafkan orang lain. Maka posisi memaafkan pada diri seseorang menjadi sesuatu yang berat dilakukan, karena melibatkan antara dua pilihan yakni memaafkan atau menghukum yang sudah menjadi haknya atau 3

4 membalas dendamnya. Tentunya orang yang memaafkan pelaku kejahatan telah memiliki konsep memaafkan yang baik, yang mungkin biasa didapat dari agamanya, pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan sebagainya. Religiusitas itu sendiri ternyata tidak hanya berhubungan dengan bagaimana cara kita berkomunikasi dengan Tuhan, namun berkaitan juga dengan konsep memaafkan yang telah peneliti bahas diatas, religiusitas juga berhubungan dengan memaafkan (McCollough & Wothington, 1999) mengatakan bahwa banyak penelitian yang menunjukkan hubungan yang positif antara keberagamaan dan memaafkan. Menurutnya agama menekankan nilai memaafkan, maka orang yang menginternalisasi keyakinan dan ritual agamanya mungkin orang itu lebih memaafkan. Mengingat hubungan sejarah antara agama dan pemaafan, hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang lebih tinggi dalam keterlibatan agama cenderung lebih pemaaf daripada orang yang lebih rendah dalam keterlibatan agama. Jika agama besar dunia menekankan nilai pengampunan, maka orangorang yang telah menginternalisasi keyakinan dan ritual agama mungkin akan lebih pemaaf. Telah diketahui dari hasil penelitian sebelumnya bahwa agama dapat mempengaruhi secara positif terhadap memaafkan, secara logis peneliti berpendapat bahwa memaafkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh konsep memaafkan dalam agama, seperti anjuran memaafkan didalam Al-Qur an seperti dalam surat Al-Anfaal ayat 7, surat An-Nur ayat 22, Al-Taghoobun ayat 14, Ali- Imran ayat 134 serta ayat-ayat lain yang menganjurkan untuk memaafkan. Telah banyak penelitian tentang religiusitas. Bahkan pada dekade ini religiusitas menjadi topik besar yang menarik dalam berbagai bidang ilmu 4

5 pengetahuan. Seseorang yang pemaaf merupakan bagian dari moral yang baik. Memaafkan dalam islam merupakan kajian dari akhlak, karena itu peneliti ingin meneliti sejauh mana hubungan religiusitas terhadap perilaku memaafkan pada remaja. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik identifikasi dari beberapa permasalahan yaitu : a. Apakah ada hubungan religiusitas dengan perilaku memaafkan pada remaja 1.3 Perumusan Masalah Dari identifikasi masalah yang ada, maka peneliti mengambil satu perumusan masalah, yakni : Apakah ada hubungan Religiusitas dengan perilaku memaafkan pada Remaja 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan religiusitas dengan perilaku memaafkan pada remaja? 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat yaitu : 5

6 1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi cabang ilmu psikologi agama tentang penelitian memaafkan. 2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi dan referensi bagi mereka yang ingin meneliti segala hal yang berkaitan dengan perilaku memaafkan dan religiusitas. 6