Gambar 5. Lokasi Penelitian di Wilayah Propinsi Jambi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 5. Lokasi Penelitian di Wilayah Propinsi Jambi"

Transkripsi

1 25 GAMBARAN UMUM DAERAH SURVEY Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data-data primer dilakukan melalui survey lapangan pada tahun 2009 yang dilakukan pada wilayah administrasi Provinsi Jambi. Survey dilakukan pada 8 (delapan) kabupaten yang ada di Provinsi Jambi. Posisi dan orientasi masing-masing wilayah penelitian disajikan pada Gambar 5. Pemerintah Provinsi Jambi Gambar 5. Lokasi Penelitian di Wilayah Propinsi Jambi 25

2 26 TANAH Berdasarkan laporan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jambi (2010), sebagian besar wilayah Provinsi Jambi didominasi oleh ordo tanah Ultisol. beberapa ordo tanah yang dijumpai dalam wilayah penelitian ini antara lain adalah Ultisol, Inceptisol, Entisol dan Oxisol. Deskripsi ordo-ordo tanah tersebut diuraikan secara singkat di bawah ini. Ultisols Ultisols adalah tanah yang mengalami tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horizon diaknostik (horizon penciri perkembangan) argilik (pelindian liat ke lapisan bawah) dan kejenuhan basa <40%. Penyebarannya dijumpai pada fisiografi dataran tektonik agak datar hingga bergelombang. Tanah umumnya berdrainase baik dengan rezim kelembaban tanah Udik. Pada tingkat Great Group tanah di wilayah penelitian termasuk ke dalam Hapludults, Kandiudults, dan Plinthudults (Podsolik). Hapludults penyebarannya terdapat di daerah dataran tektonik agak datar hingga bergelombang. Kedalaman tanah sedang sampai dalam, reaksi tanah masam, dan drainase baik. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Hapludults atau disebut juga tanah Podsolik Haplik. Kandiudults penyebarannya meliputi daerah dataran tektonik berombak hingga bergelombang. Sifat yang membedakan dengan Hapludults adalah bahwa tanah ini mempunyai daya sangga hara yang lebih rendah, dan umumnya lebih tua. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Kandiudults atau disebut juga tanah Podsolik Kandik. Plinthudults penyebarannya meliputi bagian rendah dari dataran tektonik. Sifat yang membedakan dengan kedua tanah tersebut adalah bahwa tanah ini mempunyai lapisan plintit di lapisan bawah, yaitu hasil proses reduksi oksidasi tanah yang mengandung kadar besi tinggi. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Plinthudults atau disebut juga tanah Podsolik Plintik. Inceptisols Inceptisols adalah tanah dengan tingkat perkembangan lemah yang dicirikan oleh adanya horizon penciri kambik (berkembang). Penyebarannya dijumpai baik pada lahan basah yang berdrainase terhambat maupun pada lahan kering yang berdrainase baik. Pada lahan basah, Inceptisols berkembang dari bahan aluvium - koluvium dan dicirikan oleh sifat hidromorfik (adanya pengaruh

3 27 air) yang ditunjukkan oleh warna tanah kelabu dengan atau tanpa karatan yang menunjukkan adanya proses basah dan kering secara bergantian. Tanah ini diklasifikasikan pada tingkat sub ordo sebagai Aquepts. Pada tingkat grup diklasifikasikan sebagai Endoaquepts (Gleisol). Pada lahan kering, berkembang bahan sedimen (batuliat). Tanah umumnya berdrainase baik dengan rejim kelembaban tanah udik. Pada kategori grup, tanah ini dibedakan menjadi Dystrudepts dan Eutrudepts (Kambisol). Endoaquepts dicirikan oleh kondisi basah dengan tipe penjenuhan endosaturation yaitu tanah jenuh air mulai dari lapisan bawah (dari dalam) di sebagian besar penampang tanah. Penyebarannya dijumpai di jalur aliran sungai dan bagian rawa belakang sungai. Pada tingkat subgrup tanah yang lebih basah termasuk dalam Typic Endoaquepts atau disebut tanah Gleisol Distrik, sedangkan tanah yang bagian atasnya kadang-kadang mengalami kekeringan sesaat termasuk dalam Aeric Endoaquepts atau disebut juga tanah Gleisol Aerik. Tanah yang penciri utamannya berlapis-lapis termasuk Fluvaquentis Endoaquepts atau disebut tanah Gleisol Fluvik. Sedangkan tanah yang penciri utamannya lapisan atas mengandung bahan organik tinggi, gelap disebut Humic Endoaquepts atau disebut juga Gleisol Humik. Dystrudpets Penyebarannya berada pada daerah dataran tektonik datar hingga bergelombang. Tanah ini dicirikan oleh rejim kelembaban tanah udik, dengan kejenuhan basa kurang dari 60%. Pada tingkat subgrup tanah ini diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudepts atau disebut tanah Kambisol Distrik. Eutrudpets Penyebarannya berada pada daerah dataran tektonik agak datar. Bedanya dengan Dystrudepts, bahwa tanah ini mempunyai kejenuhan basa lebih dari 60%. Pada tingkat subgrup tanah ini diklasifikasikan sebagai Fluventic Eutrudepts atau disebut tanah Kambisol Fluvik. Entisol Entisol merupakan tanah-tanah yang masih muda yang ditandai dengan belum terdapatnya perkembangan struktur tanahnya. Penampang profilnya umumnya mempunyai susunan horison AC atau AR dan bersolum tipis. Pada grup volkan, tanah ini berkembang dari bahan tuf intermedier serta lava intermedier dan basis. Pada daerah koluvial tanah berkembang dari bahan endapan halus dan kasar,

4 28 sedangkan pada perbukitan tektonik tanah berkembang dari bahan batugamping dan sedimen kasar masam. Dalam tingkat grup, Entisol yang dijumpai tergolong dalam Usthorthent dan Ustipsamment. Rejim kelembaban tanahnya tergolong ustik. Usthorthent tidak mempunyai sifat penciri yang khusus, sedangkan Ustipsamment dicirikan dengan tekstur yang kasar (pasir berlempung atau lebih kasar). Tanah-tanah ini menyebar dari daerah datar sampai bergunung, dan berasosiasi dengan ordo-ordo tanah lainnya. Oxisols Oxisol adalah tanah-tanah yang sudah mengalami pelapukan sangat lanjut, sehingga sifat-sifat kimia tanah buruk atau sangat buruk, atau tingkat kesuburan tanahnya rendah. Oxisol sangat umum dijumpai pada permukaan geomorfologik yang agak datar dan secara geologi cukup tua di daerah tropik atau sub tropik atau pada bahan sedimen yang diturunkan daripadanya, walaupun mereka juga terbentuk dari bahan yang dapat melapuk dengan cepat. Profil mereka cukup berbeda karena tidak adanya horizon yang nyata. Horison permukaan normalnya agak gelap daripada horizon bawah, akan tetapi tansisinya bersifat gradual (Rachim, 2007). Soil Survey Staff (1999) menyatakan bahwa Oxisol terdiri terutama dari kuarsa, kaolinit, oksida dan bahan organik. Kedua struktur dan rasa oxisol adalah kabur. Dalam pengamatan pertama tanah tampak seperti tidak punya struktur, dan terasa seperti bertekstur berlempung. Sementara Oxisol yang lain bertekstur berlempung atau bahkan lebih kasar, dan banyak yang berkelas ukuran butir halus dan sangat halus, tapi liat teragregasi membentuk struktur granular halus dan sangat halus dengan tingkat perkembangan kuat. Order Oxisol dibagi kedalam lima sub order yang didasarkan atas pembeda regim kelembaban tanah sepanjang tahun yaitu Aquox, Torrox, Ustox, Perox dan Udox. Aquox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban aquik, Torrox adalah terbentuk dibawah regim kelembaban aridik, Ustox adalah terbentuk dibawah regim kelembaban ustik, Perox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban perudik dan Udox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban udik. (Rachim, 2007). GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

5 29 Kabupaten Muaro Jambi Kabupaten Muaro Jambi secara geografis terletak pada koordinat 1 o 15 2 o 01 Lintang Selatan dan 103 o o 30 Bujur Timur. Kabupaten Muaro Jambi memiliki luas km 2 atau 10,29 % dari luas wilayah Propinsi Jambi. Resmi terbentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 sebagai pemekaran dari Kabupaten Batanghari. Saat ini Kabupaten Muaro Jambi terdiri dari 8 (delapan) kecamatan dan 150 desa/kelurahan (Badan Pusat statistik Provinsi Jambi 2010). Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Sebelah utara dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur - Sebelah timur dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur - Sebelah selatan dengan Propinsi Sumatera Selatan - Sebelah barat dengan Kabupaten Batanghari Kabupaten Batanghari Kabupaten Batanghari terletak diantara Lintang Selatan dan Lintang Selatan, dan antara Bujur Timur dan Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Batanghari adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 11,57% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Batang Hari terdiri dari 8 kecamatan, dan 113 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Kabupaten Tebo dan Kabupaten Muaro Jambi. - Timur : Kabupaten Muaro jambi - Selatan : Provinsi Sumatra Selatan, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Muaro Jambi - Barat : Kabupaten Tebo. Daerah ini beriklim tropis, dengan tingkat elevasi sebagian besar terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian meter di atas permukaan laut (sebesar 92,67 %). Sedangkan 7,33% lainnya berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut. Kabupaten ini juga dilalui dua sungai besar yaitu sungai BatangHari dan sungai Tembesi (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Tanjung Jabung Timur

6 30 Kabupaten Tanjung Jabung Timur terletak diantara 0 53' dan 1 41' Lintang Selatan dan antara ' dan ' Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 10,86% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Timur terdiri dari 9 kecamatan, dan 93 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Laut Cina Selatan. - Timur : Laut Cina Selatan. - Selatan : Kabupaten Muaro Jambi, Sumatera Selatan. - Barat : Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Muaro Jambi. (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Tanjung Jabung Barat Kabupaten Tanjung Jabung Barat terletak diantara 0 o o 41 Lintang Selatan dan antara 103 o o 21 Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah 4.649,85kilometer persegi (km 2 ) atau 9,27% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 70 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Provinsi Riau. - Timur : Selat Berhala dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. - Selatan : Kabupaten Batanghari - Barat : Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tebo (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Bungo Kabupaten Bungo terletak diantara 103 o o 21 Lintang Selatan dan antara 01 o o 55 Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Bungo adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 9,29% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Bungo terdiri dari 17 kecamatan dan 144 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Provinsi Sumatera Barat dan Tebo. - Timur : Kabupaten Tebo

7 31 - Selatan : Kabupaten Merangin - Barat : Provinsi Sumatera Barat (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Tebo Kabupaten Tebo terletak diantara 0 o o Lintang Selatan dan antara 101 o o Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Tebo adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 12,88% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tebo terdiri dari 12 kecamatan dan 105 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Kabupaten Indragiri Hulu (Provinsi Riau). - Timur : Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kab.Batanghari - Selatan : Kabupaten Sarolangundan Kabupaten Merangin - Barat : Kabupaten Bungo dan Provinsi Sumatera Barat (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Merangin Kabupaten Merangin terletak diantara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Luas Wilayah Kabupaten Merangin adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 15,31% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Merangin terdiri dari 24 kecamatan dan 213 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Kabupaten Bungo. - Timur : Kabupaten Sarolangun. - Selatan : Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu). - Barat : Kabupaten Kerinci. (Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Sarolangun Kabupaten Sarolangun terletak diantara Bujur Timur dan Lintang Selatan.

8 32 Luas Wilayah Kabupaten Sarolangun adalah kilometer persegi (km 2 ) atau 12,33% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Sarolangun terdiri dari 10 kecamatan dan 131 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Utara : Kabupaten Batanghari. - Timur : Kabupaten Musirawas (Provinsi SumateraSelatan). - Selatan : Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu). - Barat : Kabupaten Merangin. (Badan Pusat Statistik, 2010). IKLIM Kabupaten Muaro Jambi Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Muaro Jambi. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar mm/tahun dan jumlah hari hujan rata-rata 14 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Muaro Jambi disajikan pada Gambar 6. Dan data iklim lainnya disajikan pada Tabel ,0 265,7 259,7 216,7 227,9 226,4 180,4 173,8 137,9 162,9 150,7 164,3 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 6. Sebaran Hujan di Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Muaro Jambi berkisar antara 137,9 di bulan Juni sampai 265,7 mm di bulan April. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada

9 33 musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan April. Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,0 27,2 o C. Kelembaban relatif ratarata bulanan berkisar antara 83,2 87,6 % (Tabel 2). Tabel 2. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Muaro Jambi Tahun No Bulan Suhu (C) Kelembaban (%) 1 Januari 26,0 87,6 2 Februari 26,2 85,9 3 Maret 26,7 85,8 4 April 26,7 86,4 5 Mei 27,2 85,0 6 Juni 26,8 84,2 7 Juli 26,6 85,0 8 Agustus 26,6 83,3 9 September 26,5 84,2 10 Oktober 26,7 84,6 11 November 26,3 86,6 12 Desember 26,3 86,9 Maksimum 27,2 87,6 Kabupaten Batanghari Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Batanghari. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Batanghari berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim C2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.487,73 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 13,93 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Batanghari disajikan pada Gambar 7. Dan data iklim lainnya disajikan pada Tabel ,0 178,4 267,0 236,4 163,5 168,7 146,0 159,8 145,1 241,1 283,1 281, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 7. Sebaran Hujan di Kabupaten Batanghari

10 34 Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Batanghari berkisar antara 145,1 mm di bulan September sampai 283,1 mm di bulan November. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan September dan puncak musim hujan terjadi pada bulan November. Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,0 27,0 o C. Kelembaban relatif ratarata bulanan berkisar antara 84,4 87,1 % (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Batanghari Tahun No Bulan Suhu (C) Kelembaban (%) 1 Januari 26,0 87,1 2 Februari 26,2 85,4 3 Maret 26,6 86,0 4 April 26,6 86,5 5 Mei 27,0 84,8 6 Juni 26,7 84,0 7 Juli 26,5 85,3 8 Agustus 26,4 84,7 9 September 26,4 84,4 10 Oktober 26,5 85,7 11 November 26,3 86,6 12 Desember 26,4 86,6 Maksimum 27,0 87,1 Kabupaten Tanjung Jabung Timur Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.497,48 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 10,22 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Tanjung Jabung Timur disajikan pada Gambar 8. Dan data iklim lainnya disajikan pada Tabel 4.

11 ,9 179,7 274,5 256,8 212,0 180,7 209,2 206,0 235,1 246, ,8 127, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 8. Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur berkisar antara 119,8 mm di bulan Juni sampai 274,5 mm di bulan Maret. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Maret. Suhu udara rata-rata 25,90 C 27,40 C, kelembaban udara 78% - 81% pada bulan Januari-Desember dan 73% pada bulan September (Tabel 4). Tabel 4. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun No Bulan Suhu (C) Kelembaban (%) 1 Januari 25,9 81,0 2 Februari 26,2 80,0 3 Maret 26,5 80,0 4 April 26,6 79,0 5 Mei 27,4 79,0 6 Juni 26,7 78,0 7 Juli 26,4 78,0 8 Agustus 27,2 78,0 9 September 27,4 73,0 10 Oktober 27,0 78,0 11 November 27,0 80,0 12 Desember 26,9 80,0 Maksimum 27,4 81,0

12 36 Kabupaten Tanjung Jabung Barat Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2740,55 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 9,48 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Tanjung Jabung Barat disajikan pada Gambar ,5 279,7 284,8 274,9 248,6 253,8 238,3 200,6 186,3 196,2 154,2 126,9 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 9. Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur berkisar antara 126,9 mm di bulan Juni sampai 296,5 mm di bulan Januari. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari. Kabupaten Bungo Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Bungo. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Bungo berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2584 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 10 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Bungo disajikan pada Gambar 10.

13 ,4 317,2 311,4 297,9 296,6 271,3 175,3 177,1 133,2 117,5 86,4 61,6 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 10. Sebaran Hujan di Kabupaten Bungo Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Bungo berkisar antara 61,6 mm di bulan Juni sampai 338,4 mm di bulan Januari. Puncak musim kemarau terjadi antara bulan Juni sampai september dan puncak musim hujan terjadi pada bulan November sampai Januari. Kabupaten Tebo Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Tebo. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Tebo berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2487 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 16,2 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Tebo disajikan pada Gambar ,6 286,1 271,3 248,9 219,6 227,5 216,7 185,2 160,1 144,0 110,4 113,1 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 11. Sebaran Hujan di Kabupaten Tebo

14 38 Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Tebo berkisar antara 110,4 mm di bulan Juni sampai 303,6 mm di bulan Desember. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Desember. Kabupaten Merangin Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Merangin. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Merangin berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim C2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2056 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 12,53 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Merangin disajikan pada Gambar ,7 276,9 225,9 214,7 197,0 189,6 143,0 120,2 110,2 112,6 95,5 75,1 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 12. Sebaran Hujan di Kabupaten Merangin Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Merangin berkisar antara 75,1 mm di bulan Juli sampai 295,7 mm di bulan Desember. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juli dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Desember.

15 39 Kabupaten Sarolangun Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Sarolangun. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Sarolangun berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim C2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2735 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 11,47 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Sarolangun disajikan pada Gambar ,3 347,8 289,7 274,8 239,5 249,3 206,6 186,8 168,4 155,6 128,3 129,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 13. Sebaran Hujan di Kabupaten Sarolangun Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Sarolangun berkisar antara 128,3 mm di bulan Juni sampai 359,3 mm di bulan Desember. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari.

16 41 (Analisis Metode Bray I) < 4 ppm tergolong sangat rendah, kadar 5 7 ppm tergolong rendah, kadar 8 10 ppm tergolong sedang, kadar ppm tergolong tinggi, kadar >15 ppm tergolong sangat tinggi. Dengan demikian kadar P pada lokasi penelitian bervariasi dari sangat rendah hingga sangat tinggi (Lampiran 3). Secara kualitatif kadar P sangat rendah ditemukan di Desa Lubuk Kambing Kecamatan Merlung Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan yang sangat tinggi ditemukan di Desa Teluk Singkawang Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo. Sebaran nilai C-organik, kadar P pada beberapa titik pengamatan secara lengkap disajikan pada Lampiran 3. Kation-Kation Basa, KTK dan KB Beberapa karakteristik lahan yang terkait dengan kemampuan tanah dalam mensuplai hara diantaranya adalah kation-kation basa, nilai KTK tanah dan kejenuhan basa. Kation-kation basa yang banyak diukur dalam kompleks jerapan adalah Ca, Mg, K, dan Na. Berdasarkan kriteria PPT (2003), contoh-contoh tanah dari daerah pengamatan memiliki kadar Ca yang berkisar dari sangat rendah hingga tinggi (Lampiran 3). Kadar terendah terdapat di Desa Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi yakni sebesar 0,30 cmol (+) kg -1. Sementara nilai tertinggi terdapat di Desa Muaro Bantan Kecamatan Renah Pemberab Kabupaten Merangin yakni sebesar 17,79 cmol (+) kg -1. Kadar K pada tanah-tanah pada titik pengamatan berkisar dari sedang hingga sangat rendah (Lampiran 3). Kadar terendah terdapat di Desa Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi yakni sebesar 0,02 cmol (+) kg -1. Sementara nilai K tertinggi terdapat di Desa Lubuk Landai Kecamatan Kabupaten Bungo yakni sebesar 0,45 cmol (+) kg -1. Kadar Mg pada daerah penelitian berkisar dari sangat rendah hingga tinggi (Lampiran 3). Kadar Mg terendah ditemukan di Desa Sungai Jering Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo yakni sebesar 0,03 cmol (+) kg -1. Sementara nilai tertinggi terdapat di Desa parit Culum Kecamatan Muara Sabak Barat Kabupaten Tanjung Jabung Timur yakni sebesar 3,10 cmol (+) kg -1. Kadar Na pada daerah penelitian berkisar dari sangat rendah hingga rendah (Lampiran 3). Kadar Na terendah ditemukan di Desa lopak alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi yakni sebesar 0,00 cmol (+) kg -1. Sementara

17 42 nilai tertinggi terdapat di Desa teluk raya dan pemunduran Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muarojambi yakni sebesar 0,50 cmol (+) kg -1. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah-tanah dari wilayah penelitian secara umum berkisar dari rendah hingga sangat tinggi. Nilai KTK terendah ditemukan pada Desa Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi yakni 8,29 cmol (+) kg -1. Sedangkan nilai tertinggi ditemukan di Desa Teluk Singkawang Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo yakni 383,18 cmol (+) kg -1. Kejenuhan basa (KB) merupakan rasio antara jumlah kadar basa-basa seperti Ca, Mg, Na dan K dengan nilai KTK. Pada tanah-tanah pada wilayah penelitian nilai KB berkisar antara 86,47 % (sangat tinggi) sampai dengan 1,54% (sangat rendah). Nilai tertinggi terdapat di Desa Padang Aur Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin. Sedangkan nilai terendah terdapat di Desa Kroya Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin. Nilai KTK dan KB dari contoh tanah di wilayah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai ph (H 2 0) Kadar kemasaman tanah dinyatakan dengan nilai ph tanah. Hal ini berhubungan erat dengan kadar H dalam larutan tanah. Nilai ph tanah berkaitan dengan jerapan beberapa unsur beracun yang terlarut dalam tanah seperti Al dan Fe. Untuk tanah-tanah pada wilayah penelitian di Provinsi Jambi, ph tanah umumnya tergolong masam. Nilai ph tanah terendah tergolong sangat masam, terdapat di Desa Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi dengan nilai 4,2. Sedangkan nilai tertinggi tergolong agak masam dijumpai di Desa Sungai Nilau Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin dengan nilai 6,5. Nilai ph tanah pada wilayah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Kejenuhan Al Kejenuhan Al merupakan salah satu karakteristik lahan yang berhubungan dengan toksisitas tanah, dimana semakin tinggi tingkat kejenuhan Al maka semakin tinggi pula tingkat toksisitas tanah tersebut. Untuk tanah-tanah pada wilayah penelitian, nilai kejenuhan Al- nya berkisar dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Nilai kejenuhan Al terendah terdapat di Desa Tebing Tinggi Kecamatan Tebo Tengah Kabupaten Tebo yaitu 0,04 % dan nilai tertinggi

18 43 terdapat di Desa Kroya Kecamatan pamenang Kabupaten Merangin dengan nilai 70,99 %. Nilai Kejenuhan Al pada wilayah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman Keterkaitan antara produktivitas dengan karakteristik lahan dibangun dengan menggunakan data dari 8 kabupaten di Provinsi Jambi. Model ini kemudian digunakan untuk menetapkan batas bagi penyusunan kelas produktivitas tanaman dalam kaitannya dengan karakteristik lahan. Selain data-data karakteristik lahan, data-data lain yang diambil dilapangan adalah parameter produktivitas duku. Data-data tersebut menjadi bahan dalam penyusunan model-model hubungan karakteristik biofisik lahan dengan parameter-parameter produktivitas duku. Model-model ini dibuat dengan tujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh dari karakteristik biofisik lahan terhadap produktivitas duku. Parameter produktivitas yang diamati dan digunakan sebagai variabel tidak bebas dalam model-model hubungan yang disusun adalah produksi buah duku yang dihitung dalam satuan kg pohon -1 thn -1. Data-data hasil pengamatan tersebut disajikan pada Lampiran 2. Meskipun hubungan yang dicari dalam penelitian ini adalah antara karakteristik biofisik lahan dengan parameter produktivitas tanaman, namun pada kenyataannya parameter produktivitas tanaman juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lain diluar karakteristik biofisik lahan. Biasanya faktor-faktor ini bersifat genetik atau terkait dengan aspek budidaya. Dan faktor yang turut diamati karena berpengaruh terhadap produktivitas tanaman adalah umur tanaman. Pengaruh umur tanaman terhadap parameter produktivitas tanaman bersifat genetik. Maksudnya yaitu bahwa setiap jenis tanaman mempunyai pola kecenderungan peningkatan yang khas dalam pertumbuhan dan produksinya. Setiap tanaman juga mempunyai umur optimum dalam berproduksi. Sedangkan faktor jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman karena terkait dengan ruang hidup tanaman. Tanaman membutuhkan ruang hidup ideal untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara baik, terutama untuk

19 44 mendapatkan penyinaran dan mendapatkan hara yang cukup. Hal ini terkait dengan keberadaan individu tanaman lainnya. Berdasarkan pengamatan dilapangan, umur tanaman antara satu tanaman dengan tanaman lainnya tidak selalu sama. Keragaman umur tanaman ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman, sehingga memperbesar keragaman nilai produksi yang diperoleh. Adanya pengaruh dari faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya bias dalam penyusunan hubungan karakteristik biofisik lahan dengan parameter produktivitas tanaman. Agar dapat melihat sejauh mana karakteristik biofisik lahan ini benar-benar berpengaruh terhadap tanaman, maka harus dilakukan peneraan faktor umur tanaman terhadap data-data yang diperoleh sebelum penyusunan model-model tersebut dilakukan. Untuk melakukan peneraan, maka terlebih dahulu dicari persamaan korelasi antara umur tanaman dan produktivitas tanaman yang telah diukur (parameter aktual). Persamaan korelasi yang diperoleh kemudian menjadi dasar di dalam melakukan peneraan. Hubungan-hubungan antara umur tanaman dan produksi yang diukur diuraikan dibawah ini. Hubungan Antara Umur Tanaman dengan Produktivitas Tanaman Produksi buah tanaman merupakan parameter produktivitas utama yang bukan saja semata-mata dipengaruhi sifat karakteristik biofisik lahannya saja, tetapi juga faktor-faktor lainnya, seperti umur tanaman. Hubungan antara umur tanaman dengan produksi buah tanaman dapat terlihat dari persamaan yang disusun berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan. Parameter produktivitas yang digunakan dan yang dibuat korelasinya dengan karakteristik biofisik lahan adalah produksi buah dalam satuan kg -1 pohon -1 th -1. Hubungan regresi sederhana antara produksi aktual dengan umur tanaman disajikan pada Gambar 13 Persamaan hubungan antara produksi dan umur mempunyai pola kecenderungan polynomial, dimana produksi meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman sampai tingkat produksi tertentu dan kemudian menurun kembali. Nilai koefisien determinasi persamaannya tergolong

20 45 tinggi yaitu R 2 = 0,777. Besarnya koefisien tersebut menunjukkan bahwa faktor umur mempunyai hubungan erat terhadap produksi tanaman. Berdasarkan grafik hubungan yang tersaji pada Gambar 14 tanaman duku masih berproduksi optimal pada umur lebih dari 125 tahun. Uji simulasi terhadap fungsi matematis persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi optimal tanaman duku yaitu pada umur 282 tahun sebesar 1123,88 kg. Walaupun di lapangan belum ditemukan tanaman duku dengan umur lebih 250 tahun, namun menurut masyarakat setempat, pernah ada tanaman duku yang telah berusia lebih dari 250 tahun dan tetap berproduksi optimal. 900 y = x x R² = prod. aktual (kg/pohon) umur Gambar 14. Grafik hubungan antara Umur Tanaman terhadap Produksi Aktual Hasil Peneraan Parameter Produktivitas Tanaman Berdasarkan Umur Tanaman Faktor umur tanaman berpengaruh terhadap produktifitas tanaman oleh karena itu perlu dibangun suatu persamaan hubungan dalam upaya menera umur terhadap data-data yang diperoleh di lapangan (data aktual). Persamaan itu adalah persamaan regresi sederhana, kemudian persamaan yang dihasilkan tersebut menjadi dasar dalam melakukan peneraan. Metode peneraan produksi tanaman yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

21 46 Y = f (t) dimana : Y = produksi dugaan berdasarkan umur t = umur (tahun) Produksi teraaan diketahui melalui persamaan: Yt = Y + (Yi Y) Dimana Yt = Produksi teraan Y = rataan umum Yi = produksi aktual Y = produksi dugaan berdasarkan umur. Berikut ini diuraikan peneraan umur tanaman dalam kaitannya untuk menghitung parameter produktivitas tanaman (produksi buah). Berdasarkan analisis korelasi terhadap data-data aktual lapangan, diperoleh persamaan yang dihasilkan dari hubungan faktor umur tanaman dengan produksi buah hasil pengukuran di lapangan (aktual) sebagai berikut : Yp = y = 11,33x 0,885 Dimana : Yp = produksi buah dugaan X = faktor umur tanaman Produksi buah dugaan ini (Yp) kemudian menjadi salah satu bahan input dalam menentukan produksi buah teraan (Yt) bersama-sama dengan faktor lainnya, yaitu produksi buah rataan (Y) dan produksi buah aktual (Yi) hasil pengukuran di lapangan sesuai dengan rumus yang telah dituliskan sebelumnya. Produksi buah teraan (Yt) hasil perhitungan disajikan dalam Lampiran 3. Angka-angka produksi buah teraan inilah yang selanjutnya digunakan untuk melihat hubungan karakteristik lahan terhadap produksi tanaman duku. Gambar 15 memperlihatkan keadaan produksi sebelum ditera dan setelah dilakukan peneraan produksi.

22 y = 11,33x R² = 0, prod. aktual (kg/pohon) prod. aktual (kg/pohon) umur umur Sebelum ditera Setelah ditera Gambar 15. Produktivitas tanaman duku sebelum dan setelah dilakukan peneraan Pengelompokan Kelas Produktivitas Tanaman dan Hubungannya dengan Karakteristik Lahan Pengelompokan Kelas Produktivitas Tanaman Model pengelompokan ini dikembangkan dari korelasi karakteristik lahan dengan tingkat produksi tanaman yang telah ditera dengan faktor umur (produksi teraan). Pengelompokan kelas produktivitas tanaman dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas 1 (produktivitas tinggi), kelas 2 (produktivitas sedang) dan kelas 3 (produktivitas rendah). Penetapan batasan untuk selang kelas menggunakan pendekatan produktivitas tanaman. Batasan kelas yang digunakan mengacu dan mengadopsi pada metoda DRIS dimana menurut Jones et al. (1991), untuk menormalisasi sebaran kurva, komponen produktivitas dibagi menjadi produktivitas tinggi dan rendah. Untuk produktivitas tinggi ditetapkan paling sedikit 10 % dari keseluruhan populasi sehingga produktivitas tinggi terdistribusi secara normal. Dalam penelitian ini batas produktivitas tinggi mewakili lebih kurang 15 % dari keseluruhan populasi produksi yang sudah ditera. Sedangkan batas nilai produktivitas rendah pada penelitian ini mengacu pada nilai produksi pada ambang batas ekonomis pengusahaan (break even point BEP) yang dihitung berdasarkan data rata-rata selama 35 tahun, yang mengacu pada

23 48 hasil penelitian Antony (2010) pada tanaman duku di kabupaten Muaro Jambi. Nilai Produktivitas sedang berada di antara nilai produktivitas rendah dan nilai produktivitas tinggi. Kriteria produktivitas untuk masing-masing kelas ditetapkan melalui proyeksi perpotongan garis batas terluar dengan angka sekat produksinya, yang menghasilkan kisaran nilai sifat biofisik lahan yang menjadi batas produktivitas. Berdasarkan hasil survey, dari sebaran data yang dikumpulkan (Lampiran 4) diperoleh nilai produktivitas tinggi yaitu pada nilai > 450 kg/pohon/tahun. Nilai produktivitas rendah yang mengacu pada hasil penelitian Antony (2010) berdasarkan nilai BEP yaitu 263,02 kg/pohon/tahun dan nilai produktivitas sedang berada pada kisaran 263,02 kg/pohon/tahun s/d 450 kg/pohon/tahun Beberapa kualitas lahan dan karakteristik lahannya yang akan dikorelasikan dengan tingkat produksinya dan disusun kelas produktivitasnya adalah sebagai berikut: Elevasi yaitu ketinggian tempat dari permukaan laut. Ketersediaan air, meliputi: (i) Curah hujan rata-rata tahunan (mm th -1 ), (ii) Bulan kering dan (iii) Bulan basah. Media perakaran, meliputi: (i) Tekstur (persentase pasir, debu dan liat), (ii) Kedalaman tanah (cm) Retensi hara, meliputi: (i) KTK (cmol (+) kg -1 ), (ii) ph tanah, (iii) C organik (%) dan (iv) KB (%). Hara tersedia, meliputi: (i) P tersedia (%), dan (ii) K dapat tukar (cmol (+) kg -1 ). Toksisitas meliputi kejenuhan Al Kondisi terain, meliputi: Lereng (%). Hubungan Produksi dengan Daerah Perakaran Kedalaman tanah dan kelas tekstur tanah merupakan karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap kualitas daerah perakaran tanaman. Setiap tanaman memerlukan kedalaman tanah yang cukup dan kelas tekstur yang sesuai agar perakarannya dapat berkembang dengan baik. Tanah yang terlalu tipis atau mempunyai kandungan pasir/liat terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan

24 49 perakaran tanaman dan pada akhirnya berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kelas tekstur ditentukan oleh komposisi fraksi liat, pasir dan debu dalam tanah. Oleh karena itu untuk mencari kelas tekstur, terlebih dahulu ditentukan kisaran kadar fraksi liat dan pasirnya. Kadar fraksi debu kemudian dihitung dengan melakukan pengurangan dari seluruh fraksi mineral tanah (100%) oleh jumlah kadar fraksi liat dan pasir (% liat + % pasir). Angka-angka kisaran kandungan fraksi liat dan pasir tersebut kemudian ditumpangtindihkan dengan segitiga tekstur sehingga didapatkan kelas-kelas tekstur. Hubungan produksi duku dengan karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap kondisi perakaran, yaitu kedalaman tanah, kadar pasir dan kadar liat disajikan pada Gambar 15. Kelas produktivitas tanaman dan hubungannya dengan karakteristik-karakteristik tersebut yang diperoleh dari proyeksi perpotongan garis batas terluar dengan sekat produksi diuraikan dibawah ini. Kedalaman tanah Persamaan garis batas terluar dari data-data hubungan antara produksi duku teraan dengan kedalaman tanahnya mempunyai pola logaritmik, yaitu dengan persamaan matematiknya: y = 411,9ln(x) Berdasarkan persamaan matematik dari proyeksi perpotongan sekat produksi dan garis batas terluar tersebut, maka kedalaman tanah yang menjadi batas untuk produksi tinggi yaitu lebih dari 56 cm di bawah permukaan tanah (dpt). Batas kelas untuk produktivitas sedang yaitu pada kedalaman tanah antara cm dpt dan untuk kelas produktivitas rendah yaitu pada kedalaman tanah kurang dari 36 cm dpt. Berdasarkan hasil yang diperoleh, tampak bahwa tanaman duku cukup mampu tumbuh dengan baik pada daerah dengan perakaran relatif dangkal. Hal ini dimungkinkan karena tanaman duku dikenal sebagai tanaman yang memiliki akar papan yang pipih (Verheij dan Coronel, 1997) dimana tanaman mempunyai perakaran yang muncul ke permukaan sehingga seakan-akan melilit tanah di atasnya sehingga tanaman dapat berdiri dan tumbuh baik pada tanah bersolum dangkal. Hasil survey di lapangan ditemukan bahwa semakin tua umur duku maka semakin banyak akar yang muncul ke permukaan. Kelas tekstur tanah Kelas tekstur tanah ditentukan oleh komposisi mineral fraksi pasir dan liat di

25 50 dalam tanah. Untuk itu pencarian kriteria kelas tekstur dilakukan melalui analisis terhadap sebaran data-data kadar fraksi liat dan pasir. Garis persamaan batas terluar dari sebaran data-data hubungan produksi duku teraan dengan kadar fraksi liat adalah: y = -0,333x ,51x + 196,7 Garis persamaan ini mempunyai pola polynomial, artinya peningkatan kadar liat akan diikuti dengan kenaikan produksi sampai titik tertentu, selanjutnya produksi akan menurun seiiring dengan penambahan kadar liat. Berdasarkan persamaan matematik dari proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis batas terluar dari sebaran data hubungan produksi teraan dengan kadar liatnya, maka diperoleh kisaran kadar liat yang menjadi batas kelas produktivitas tinggi yaitu pada kadar liat antara 13% dan 57%, kelas produktivitas sedang antara 3% sampai 13% atau antara 57% sampai 68%, kelas produktivitas rendah yaitu pada kadar liat kurang dari 3% atau lebih dari 68%. Untuk kadar pasir, diperoleh dua garis persamaan batas terluar dari sebaran data-data hubungan produksi teraan dengan kadar fraksi pasir, yaitu: y = 174,8ln(x) 151,3 dan y = -63,85x Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis-garis persamaan batas terluar tesebut, maka diperoleh kadar pasir yang menjadi pembatas kelas produktivitas tinggi yaitu jika kadar pasir berada antara 31 % 73 %, produksi sedang diperoleh jika kadar pasir antara 11 % 31 % dan 73% 76 %, produksi rendah diperoleh pada kadar pasir < 11 % atau > 76 %. Untuk mendapatkan kelas tekstur tanahnya, kisaran angka-angka kadar pasir dan liat yang diperoleh kemudian ditumpangtindihkan (overlay) dengan segitiga tekstur. Dalam proses overlay tersebut batas kandungan fraksi pasir atau liat yang diperoleh berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis batas, tidak selalu sama tepat dengan batas kandungan liat atau pasir pada segitiga tekstur, karena itu dicari kelas tekstur yang nilainya paling mendekati dengan komposisi fraksi liat, debu dan pasir dari batasan kelas produktivitas yang telah dihasilkan. Berdasarkan hasil overlay, diperoleh bahwa untuk produksi tinggi berada pada kelas tekstur liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung, dan lempung berliat, produksi sedang pada kelas tekstur liat, lempung berpasir dan lempung berdebu. Produksi rendah berada pada liat berat, pasir berlempung, dan debu.

26 51 produksi (kg/pohon) y = 411,9ln(x) produksi (kg/pohon) y = 174,8ln(x) - 151,3 y = -63,85x produksi (kg/pohon) y = -0,333x ,51x + 196, kedalaman tanah (cm) pasir (%) liat (%) Gambar 16. Hubungan Produksi dengan kedalaman tanah, fraksi pasir dan fraksi liat. Untuk kedalaman tanah, garis terluarnya memperlihatkan kecenderungan semakin dalam tanah, produksi semakin tinggi. Sedangkan pada kadar fraksi pasir dan liat, garis terluarnya memperlihatkan kecenderungan peningkatan produksi dengan meningkatnya kadar pasir dan liat sampai batas tertentu, dan kemudian menurun seiring dengan meningkatnya kadar pasir atau liatnya. Kriteria produktivitas untuk tanaman duku berdasarkan masing-masing karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap kondisi perakarannya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kriteria Kelas Produktivitas Berdasarkan Kondisi Daerah Perakaran untuk Tanaman Duku Karakteristik lahan Produksi Tinggi Produksi Sedang Produksi Rendah Kadar Liat (%) atau < 3 atau > 68. Kadar Pasir (%) dan < 11 atau > 76 Tekstur liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung, liat, lempung berpasir dan lempung liat berat, pasir berlempung, dan debu. lempung berliat berdebu Kedalaman tanah (cm) > < 36 Hubungan Produksi dengan Retensi Hara Tingkat retensi hara yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya suplai hara bagi tanaman sehingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Semakin tinggi tingkat retensi hara oleh tanah, semakin

27 52 sedikit jumlah hara tersedia bagi tanaman. Beberapa karakteristik lahan yang terkait dengan sifat retensi hara oleh tanah di antaranya adalah ph tanah, kadar C- organik, kapasitas tukar kation tanah (KTK tanah) dan kejenuhan basanya. Garisgaris batas terluar yang terbentuk berdasarkan distribusi data-data hubungan karakteristik-karakteristik lahan tersebut dengan produksi terlihat pada Gambar 17. Berikut ini diuraikan hubungan antara karakteristik-karakteristik lahan tersebut dengan produksi teraannya. 650 y = -186,3x x y = 96,82ln(x) + 507,0 produksi (kg/pohon) y = -125,5x produksi (kg/pohon) ph C organik(%) y = 75,04ln(x) + 243, y = -0,437x ,44x + 313,0 produksi (kg/pohon) produksi (kg/pohon) KTK (cmol/kg) KB (%) Gambar 17. Hubungan Produksi dengan ph tanah, C-organik, KTK tanah dan kejenuhan basa ph tanah Nilai ph tanah adalah mencerminkan kemasaman tanah yang menunjukkan kadar ion H + dalam tanah. Setiap jenis tanaman mempunyai nilai ph tertentu untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara baik. Kondisi tanah yang terlalu masam (ph sangat rendah) atau terlalu basa (ph sangat tinggi) akan mengganggu pertumbuhan tanaman, selain itu kondisi kemasaman tanah yang terlalu ekstrim sangat berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara lain bagi tanaman.

28 53 Berdasarkan sebaran data-data hubungan antara produksi teraan dengan nilai ph-nya, diperoleh dua persamaan matematik garis batas terluar yaitu: y = -186,3x ,x dan y = -125,5x Dengan menggunakan kedua persamaan tersebut maka terdapat kecenderungan peningkatan ph akan diikuti peningkatan produksi sampai suatu titik optimum, setelah itu seiiring dengan meningkatnya nilai ph maka tingkat produksi akan menurun. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi kelas produktivitas dengan garis-garis persamaan batas terluar, maka diperoleh nilai ph tanah yang menjadi batas kelas produktivitas tinggi yaitu berkisar antara 4,5 6,4, produksi sedang 4,0 4,5 dan 6,4 7,9, produksi rendah jika ph < 4,0 atau > 7,9. C-organik Berdasarkan data-data hubungan produksi teraan dengan kadar C-organik tanah, diperoleh persamaan garis batas yang membungkus sebaran datadata hubungan tersebut, yaitu: y = 96,82ln(x) + 507,0 Garis persamaan batas terluar ini berpola logaritmik, dengan kecenderungan produksi teraan akan meningkat dengan meningkatnya kadar C- organik tanah. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis persamaan batas terluar, kadar C-organik yang menjadi batas kelas produksi tinggi untuk C organik adalah > 0,6 %, sedang 0,1 0,6 % dan rendah <0,1 %. KTK tanah Persamaan garis batas terluar yang membungkus sebaran data-data hubungan produksi teraan dengan kadar nilai KTK tanahnya adalah: y = 75,04ln(x) + 243,4 Pola garis persamaan di atas adalah logaritmik, dengan kecenderungan produksi akan meningkat dengan meningkatnya nilai KTK tanah. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis persamaan batas terluar, kadar KTK yang menjadi batas kelas produksi tinggi untuk KTK, diperoleh jika nilai KTK >16 cmol/kg, sedang 1 16 cmol/kg dan rendah jika nilainya < 1 cmol/kg. Kejenuhan basa Persamaan garis batas terluar yang membungkus sebaran data-data hubungan antara produksi teraan dengan nilai kejenuhan basanya (KB) adalah sebagai

29 54 berikut: y = -0,437x ,44x + 313,0 Persamaan garis batas terluar tersebut memperlihatkan kecenderungan produksi akan meningkat dengan bertambahnya nilai kejenuhan basanya. Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi untuk kelas produktivitas tanaman dengan garis batas terluar di atas diperoleh untuk kelas produksi tinggi diperoleh jika nilai KB > 5 %, sedang 5 % Ringkasan kelas produktivitas bagi tanaman duku berdasarkan karakteristikkarakteristik lahan yang berpengaruh terhadap sifat retensi haranya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kriteria Kelas Produktivitas Berdasarkan Retensi Hara untuk Tanaman Duku Karakteristik lahan Produksi Tinggi Produksi Sedang Produksi Rendah ph 4,5 6,4 4,0 4,5 dan 6,4 7,9 < 4,0 atau > 7,9 C organik (%) > 0,6 0,1 0,6 < 0,1 KTK (cmol(+)kg -1 > < 1 KB (%) > Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara Beberapa unsur hara yang ketersediaannya sangat berpengaruh terhadap produktifitas tanaman duku adalah unsur-unsur hara P dan K. Peranan unsurunsur ini sangat penting bagi pertumbuhan yang terkait dengan sifat-sifat vegetatif tanaman dan produktifitas tanaman. Ketersediaan unsur-unsur hara ini sangat terkait dengan jumlah kandungannya dan keberadaan bentuknya dalam tanah. Karena itu unsur-unsur ini dianalisis dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman yaitu P - tersedia dan K dapat ditukar (K-dd). P - Tersedia Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi teraan dengan kandungan P tersedianya adalah: y = -1,541x ,54x + 338,2 Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi untuk kelas produktivitas tanaman dengan garis batas terluar di atas diperoleh untuk kelas produksi tinggi pada nilai P > 3 ppm, sedang 3 ppm.

30 55 K dapat ditukar Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi teraan dengan kandungan K dapat ditukar adalah: y = -3025x x + 347,1 Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi untuk kelas produktivitas tanaman dengan garis batas terluar di atas diperoleh untuk kelas produksi tinggi pada nilai K > 0,5 cmol/kg, sedang 0,5cmol/kg Garis-garis batas terluar dari data hubungan antara produksi tanaman duku dengan P-tersedia dan K dapat ditukar (K-dd) ditunjukkan dalam Gambar 18. Pola garis-garis terluar ini menunjukkan kecenderungan peningkatan produksi dengan semakin tingginya nilai P dan K tanahnya. 650 y = -1,541x ,54x + 338,2 650 y = -3025x x + 347,1 produksi (kg/pohon) produksi (kg/pohon) P (ppm) K (cmol/kg) Gambar 18. Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara Hubungan Produksi dengan Toksisitas Karakteristik lahan dari toksisitas yang berpengaruh terhadap produktifitas yaitu Kejenuhan Al. Persamaan garis batas terluar dari hubungan produksi teraan dengan kejenuhan Al adalah: y = -0,029x 2 1,282x + 599,1 Berdasarkan proyeksi perpotongan sekat produksi dengan garis batas terluar dari karakteristik lahannya, maka produksi tinggi diperoleh pada kejenuhan Al < 53 %, sedang % dan rendah > 88 %. Garis-garis batas terluar dari data hubungan antara produksi dengan kejenuhan Al ditunjukkan dalam Gambar 19. Garis-garis tersebut memperlihatkan kecenderungan produksi menurun dengan meningkatnya kejenuhan Al.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di beberapa lokasi daerah sebaran duku di Propinsi Jambi, di 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi dan Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu bagian dari wilayah Propinsi Lampung dengan luas wilayah administrasi sekitar 5 325.03

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Budidaya Singkong Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Karawang merupakan wilayah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Ketiga lokasi tersebut dipilih karena

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) LAMPIRAN Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Persyaratan Penggunaan/Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur ratarata ( 0 C) 1618 14 16 Ketersediaan Air (wa)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah IV. PEMBAHASAN UMUM Solok dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, di samping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI PROVINSI JAMBI. Oleh : Busyra BS Firdaus

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI PROVINSI JAMBI. Oleh : Busyra BS Firdaus REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI PROVINSI JAMBI Oleh : Busyra BS Firdaus BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M)

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M) Volkan (V) Grup volkan yang menyebar dari dat sampai daerah tinggi dengan tut bahan aktivitas volkanik terdiri kerucut, dataran dan plato, kaki perbukitan dan pegunungan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS 2018 TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS Sudarto, Aditya Nugraha Putra & Yosi Andika Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (PSISDL) 9/4/2018 TUGAS SURVEI TANAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan terdahulu dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan tekstur tanah dan elevasi, tidak menyebabkan perbedaan morfologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN PADA PERTANAMAN DUKU (Lansium Domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI

KARAKTERISTIK LAHAN PADA PERTANAMAN DUKU (Lansium Domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI J. Tanah Lingk., 12 (2) Oktober 2010: 18-24 ISSN 1410-7333 KARAKTERISTIK LAHAN PADA PERTANAMAN DUKU (Lansium Domesticum Corr) DI PROVINSI JAMBI Land Characteristic of Duku (Lansium Domesticum Corr) in

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun LMPIRN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun 20012010 Bln Jan Feb Mar pr Mei Jun Jul gs Sep Okt Nov Des THN 2001 226 168 277 200 103 117 258 223 532 283 369

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN 4.1. Angin Potensi sumberdaya alam di wilayah Kecamatan Nusa Penida yang merupakan daerah kepulauan yang terletak di pantai selatan Nusa Tenggara terutama adalah kecepatan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA Klasifikasi Tanah Indonesia KLASIFIKASI TANAH INDONESIA (Dudal dan Supraptoharjo 1957, 1961 dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor 1982) Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan

Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) MODEL INTERAKSI BIO-FISIK LINGKUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS DAN PEMBANGUNAN KRITERIA KESESUAIAN LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN JAMBU METE

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi penelitian adalah di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, kabupaten ini ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2003 Tentang Pembentukan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember sampai bulan April di lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi terdiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Lampung yang beribukota di Bandar Lampung. Penelitian meliputi areal dataran seluas 35.288,35 Km 2.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. langsung kelapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia, biologi,

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. langsung kelapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia, biologi, TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Survei tanah adalah metode atau cara mengumpulkan data dengan turun langsung kelapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia, biologi, lingkungan, dan iklim. Kegiatan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah kering sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan liat tebal. Dalam Legend of Soil

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survai Tanah. lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum

TINJAUAN PUSTAKA. Survai Tanah. lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum TINJAUAN PUSTAKA Survai Tanah Survai tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Umum 4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kota Jambi sebagai pusat wilayah dan Ibukota Provinsi Jambi, secara geografis terletak pada koordinat 01 32 45

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Kajian C-Organik, N Dan P Humitropepts pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta

Kajian C-Organik, N Dan P Humitropepts pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kajian C-Organik, N Dan P Humitropepts pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Study of C-Organic N, and P of Humitropepts at Different Altitude in Sub-District of Lintong Nihuta

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar 26 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak dengan luas 15 ha yang terletak pada wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG Andarias Makka Murni Soraya Amrizal Nazar KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci