IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti dinilai berdasarkan kriteria penilaian Balai Penelitian Tanah (2009) yang disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan hasil analisis tersebut, rata-rata tanah sawah di Jawa Barat menunjukkan reaksi tanah yang agak masam dengan ph (H 2 O) sebesar Kadar C-total termasuk dalam kategori sedang sebesar 2.14%. N-total termasuk dalam kategori sedang sebesar 0.21%. Nisbah CN termasuk dalam kategori rendah sebesar Kadar Na dd berkategori sedang sebesar 0.57 cmol + kg -1. Adapun kadar Ca dd, Mg dd, KTK dan KB termasuk dalam kategori tinggi secara berturut-turut adalah 15.9 cmol + kg -1, 7.70 cmol + kg -1, 32.2 cmol + kg -1, dan 74.1%. Nilai rata-rata EC sebesar 93.2 ds cm -1. Tanah sawah di Jawa Tengah rata-rata menunjukkan reaksi tanah yang netral dengan ph (H 2 O) sebesar Umumnya memiliki kadar C-total, N-total dan nisbah CN yang rendah masing-masing sebesar 1.84%; 0.18%; dan Kadar Na dd termasuk kategori sedang sebesar 0.66 cmol + kg -1. Kadar Ca dd sangat tinggi sebesar 21.2 cmol + kg -1. Kadar Mg dd tinggi sebesar 7.93 cmol + kg -1. KTK termasuk dalam kategori tinggi sebesar 29.1 cmol + kg -1. Sedangkan KB sangat tinggi sebesar 116% dengan rata-rata EC sebesar 129 ds cm -1. Sementara tanah sawah di Jawa Timur, berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tanah sawahnya memiliki reaksi tanah agak alkalin dengan ph (H 2 O) sebesar Umumnya pada tanah sawah tersebut memiliki C- total dan N-total berkategori rendah masing-masing sebesar 1.55% dan 0.14%. Nisbah CN sedang sebesar Kadar Na dd berkategori sedang sebesar 0.45 cmol + kg -1. Kadar Mg dd tinggi sebesar 7.13 cmol + kg -1. Sedangkan kadar Ca dd, KTK dan KB termasuk dalam kategori sangat tinggi secara berturut-turut adalah 37.5 cmol + kg -1, 42.0 cmol + kg -1, dan 109%. Nilai rata-rata EC pada tanah sawahnya sebesar 116 ds cm -1.

2 Tabel 3. Hasil Analisis Pendahuluan Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi ph C-total N-total Nisbah Na dd Ca dd Mg dd KTK KB EC (H 2 O) (%) CN (cmol + kg -1 ) (%) (ds cm -1 ) Jawa Barat Karawang Jatisari Pamanukan Indramayu Palimanan Cicalengka Cikarawang Rata-rata Status Hara Agak masam Sedang Sedang Rendah Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi - Jawa Tengah Brebes Suradadi Batang Kendal Demak Jekulo Jogjakarta Borobudur

3 Nama Lokasi Ph C-total N-total Nisbah Na dd Ca dd Mg dd KTK KB EC (H 2 O) (%) CN (cmol + kg -1 ) (%) (ds/cm) Kutoarjo Karanganyar Buntu Rata-rata Status Hara Netral Rendah Rendah Rendah Sedang Jawa Timur Bojonegoro Tambak Rejo Nganjuk Jombang Ponorogo Rata-rata Status Hara Agak alkalin Rendah Rendah Sedang Sedang Keterangan : Status hara berdasarkan kriteria penilaian Balai Penelitian Tanah (2009). Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sangat tinggi Lanjutan Tabel 3.. Sangat tinggi Sangat tinggi

4 Hasil evaluasi sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa, rata-rata di Jawa Barat menunjukkan reaksi tanah yang agak masam dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang bereaksi netral dan agak alkalin. Hal ini mungkin disebabkan karena curah hujan di Jawa Barat lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Soepardi (1983) menyatakan bahwa keadaan masam merupakan hal yang biasa pada tanah yang berada di daerah dengan curah hujan tinggi. Menurut Nurwadjedi (2011), distribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian Barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak daripada bagian Timur atau semakin ke Timur lebih kering sehingga pencucian di Jawa Barat lebih intensif bila dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, KB di Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat tinggi bila dibandingkan dengan Jawa Barat. Tidak adanya pencucian secara intensif menyebabkan jumlah basa tanah demikian tinggi (Soepardi 1983) Hasil Analisis Fraksi-fraksi Kalium Tanah Sawah di Pulau Jawa K-dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis K dd menunjukkan bahwa kadar K dd di Jawa Barat berkisar antara 0.13 cmol + kg -1 sampai dengan 0.94 cmol + kg -1. Kadar K dd Jawa Tengah berkisar antara 0.08 cmol + kg -1 sampai dengan 2.03 cmol + kg -1. Kadar K dd Jawa Timur berkisar antara 0.09 cmol + kg -1 sampai dengan 0.64 cmol + kg -1. Brebes memiliki kadar K dd tertinggi diantara lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan K dd sebesar 2.03 cmol + kg -1. Sementara Batang memiliki kadar K dd terendah jika dibandingkan dengan lokasi lainnya di Pulau Jawa dengan kadar K dd sebesar 0.08 cmol + kg -1. Brebes dan Batang merupakan daerah satu provinsi yaitu Jawa Tengah namun memiliki kadar K dd yang sangat jauh berbeda. Perbedaan kadar K dd tersebut mungkin dapat disebabkan karena jenis tanah di kedua lokasi tersebut berbeda. Brebes mempunyai jenis tanah Inceptisols sedangkan Batang mempunyai jenis tanah Ultisols. Menurut Karama et al. (1992), Ultisols merupakan tanah mineral masam dengan tingkat kesuburan marginal, kahat hara esensial salah satunya hara K merupakan kendala utama pada tanah tersebut. Sementara tanah muda seperti Inceptisols umumnya menyediakan cukup K (Odjak 1992). Selain karena jenis tanahnya, kadar K dd paling tinggi di Brebes 16

5 diduga karena pupuk K diberikan dalam jumlah yang banyak pada tanah sawah tersebut. Berdasarkan nilai rata-rata K dd pada setiap provinsi, kadar K dd tertinggi terdapat di Jawa Tengah sedangkan terendah di Jawa Timur. Kadar rata-rata K dd Jawa Barat sebesar 0.45 cmol + kg -1. Kadar rata-rata K dd Jawa Tengah sebesar 0.50 cmol + kg -1. Sementara kadar rata-rata K dd Jawa Timur sebesar 0.30 cmol + kg -1. Rata-rata K dd Jawa Tengah lebih tinggi dibanding dengan Jawa Barat diduga karena pencucian di Jawa Barat lebih intensif dibandingkan dengan Jawa Tengah. Menurut Soepardi dan Ismunadji (1987), secara umum dapat dikatakan di daerah beriklim basah ditemukan tanah dengan kahat kalium lebih tinggi. Pelapukan yang kurang intensif tidak memberikan peluang tercucinya kalium dari profil tanah. Sementara rata-rata K dd Jawa Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Timur diduga karena pemupukan K di Jawa Tengah lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan Jawa Timur. istribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian Barat Jawa memiliki bulan basah lebih banyak daripada bagian Timur atau semakin ke Timur lebih kering. Meskipun demikian hasil menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki kadar K dd paling rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Begitu juga dengan hasil survai yang dilakukan oleh Partohardjo et al. (1977) dan Sudjadi et al. (1985) yang menyebutkan bahwa kadar K juga dipengaruhi oleh air irigasi, diperoleh kadar rata-rata air sungai atau irigasi sebesar 2.60 ppm K untuk Jawa Barat, 3.10 ppm K untuk Jawa Tengah, dan 5.20 ppm K untuk Jawa Timur. Kadar rata-rata K air sungai atau irigasi di Jawa Timur yang tinggi tersebut tidak menunjukkan kadar K dd Jawa Timur tinggi pada penelitian ini. Menurut Leiwakabessy et al. (2003), meskipun tanah memiliki kadar liat yang kaya akan K tetapi apabila tanah-tanah ini ditanami secara intensif tanpa penambahan pupuk K secara cukup, maka lambat laun akan kekurangan K. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada saat pengambilan contoh tanah terhadap petani setempat, pemupukan K tidak memiliki pola. Jumlah pupuk K yang diberikan hanya tergantung kepada kemampuan petani. Hasil analisis K dd pada tanah sawah di Pulau Jawa selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. 17

6 Tabel 4. Hasil Analisis K dd Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi Ordo Tanah (USDA 2010) K dd (cmol + kg -1 ) Jawa Barat Karawang Inceptisols 0.45 Jatisari Inceptisols 0.45 Pamanukan Inceptisols 0.78 Indramayu Inceptisols 0.94 Palimanan Inceptisols 0.26 Cicalengka Inceptisols 0.17 Cikarawang Ultisols 0.13 Rata-rata 0.45 Jawa Tengah Brebes Inceptisols 2.03 Suradadi Inceptisols 0.62 Batang Ultisols 0.08 Kendal Inceptisols 0.50 Demak Vertisols 0.53 Jekulo Vertisols 0.36 Jogjakarta Vertisols 0.20 Borobudur Inceptisols 0.18 Kutoarjo Inceptisols 0.32 Karanganyar Inceptisols 0.23 Buntu Inceptisols 0.45 Rata-rata 0.50 Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.34 Tambak Rejo Vertisols 0.19 Nganjuk Vertisols 0.24 Jombang Inceptisols 0.09 Ponorogo Vertisols 0.64 Rata-rata K-tidak Dapat Dipertukarkan Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar K tdd di Jawa Barat berkisar antara 0.07 cmol + kg -1 sampai dengan 0.91 cmol + kg -1. Kadar K tdd di Jawa Tengah berkisar antara 0.09 cmol + kg -1 sampai dengan 3.13 cmol + kg -1. Kadar K tdd di Jawa Timur berkisar antara 0.22 cmol + kg -1 sampai dengan 0.46 cmol + kg -1. Jika dibandingkan dengan semua lokasi di Pulau Jawa, Jekulo memiliki kadar K tdd tertinggi sebesar 3.13 cmol + kg -1. Sementara Cicalengka memiliki kadar K tdd 18

7 terendah dibandingkan dengan lokasi lainnya dengan kadar K tdd sebesar 0.07 cmol + kg -1. Kadar K tdd tertinggi di Jekulo mungkin disebabkan karena jenis tanah di Jekulo Vertisols. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 seperti tanah Vertisols memiliki kemampuan mengikat K. Soepardi (1983) menyebutkan bahwa K yang berasal dari pupuk seperti kalium klorida (KCl) tidak saja menjadi terjerap, tetapi juga dapat terikat oleh koloid tanah. Ion K yang mempunyai ukuran yang pas untuk ruangan yang terdapat antara kristal, sehingga kristal tersebut menahannya. Pada waktu bersamaan, menjadi tidak dapat dipertukarkan atau diikat untuk sementara waktu. Nilai rata-rata K tdd pada setiap provinsi pada Tabel 5 menunjukkan bahwa Jawa Tengah memiliki kadar K tdd tertinggi sedangkan terendah Jawa Timur. Kadar rata-rata K tdd Jawa Barat sebesar 0.40 cmol + kg -1. Kadar rata-rata K tdd Jawa Tengah sebesar 0.83 cmol + kg -1. Kadar rata-rata K tdd Jawa Timur sebesar 0.32 cmol + kg -1. Jawa Tengah memiliki K tdd paling tinggi diantara provinsi lainnya. Selain diduga karena terdapat mineral liat tipe 2:1 (berada di lokasi Demak, Jekulo, dan Jogjakarta) diduga juga karena pemupukan K pada tanah sawah di Jawa Tengah diberikan dalam jumlah yang sangat banyak. Menurut Soepardi (1983), selain sifat koloid tanah, pembasahan dan pengeringan, faktor lain yang mempengaruhi jumlah K yang diikat adalah adanya K berlebihan. Sementara Jawa Timur memiliki kadar rata-rata K tdd paling rendah dibandingkan dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Di Jawa Timur, meskipun contoh tanah sawahnya ada yang berjenis tanah Vertisols yaitu di Bojonegoro, Nganjuk, dan Ponorogo. Namun kadar K tdd pada provinsi tersebut rendah. Kadar K tdd rendah di Jawa Timur mungkin disebabkan karena pupuk K yang diberikan dalam jumlah sedikit. Hasil analisis kadar K tdd tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. 19

8 Tabel 5. Hasil Analisis K tdd Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Jawa Barat Nama Lokasi Ordo Tanah (USDA 2010) K tdd (cmol + kg -1 ) Karawang Inceptisols 0.20 Jatisari Inceptisols 0.39 Pamanukan Inceptisols 0.91 Indramayu Inceptisols 0.76 Palimanan Inceptisols 0.35 Cicalengka Inceptisols 0.07 Cikarawang Ultisols 0.12 Rata-rata 0.40 Jawa Tengah Brebes Inceptisols 0.94 Suradadi Inceptisols 0.81 Batang Ultisols 0.09 Kendal Inceptisols 1.11 Demak Vertisols 1.27 Jekulo Vertisols 3.13 Jogjakarta Vertisols 0.40 Borobudur Inceptisols 0.49 Kutoarjo Inceptisols 0.33 Karanganyar Inceptisols 0.30 Buntu Inceptisols 0.29 Rata-rata 0.83 Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.46 Tambak Rejo Vertisols 0.22 Nganjuk Vertisols 0.30 Jombang Inceptisols 0.33 Ponorogo Vertisols 0.31 Rata-rata K-total Hasil analisis kadar K t tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur disajikan pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa kadar K t di Jawa Barat berkisar antara 0.04% sampai dengan 0.50%. Kadar K t di Jawa Tengah berkisar antara 0.03% sampai dengan 0.53%. Kadar K t di Jawa Timur berkisar antara 0.04% sampai dengan 0.14%. Berdasarkan hasil analisis K t tanah sawah dari semua lokasi di Pulau Jawa menunjukkan bahwa Brebes memiliki kadar K t 20

9 tertinggi diantara lokasi lainnya dengan K t sebesar 0.53%. Sementara kadar K t terendah yaitu Batang dengan kadar K t sebesar 0.03%. Tabel 6. Hasil Analisis K t Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi Ordo Tanah (USDA 2010) K t (%) Jawa Barat Karawang Inceptisols 0.28 Jatisari Inceptisols 0.39 Pamanukan Inceptisols 0.39 Indramayu Inceptisols 0.50 Palimanan Inceptisols 0.13 Cicalengka Inceptisols 0.05 Cikarawang Ultisols 0.04 Rata-rata 0.26 Jawa Tengah Brebes Inceptisols 0.53 Suradadi Inceptisols 0.34 Batang Ultisols 0.03 Kendal Inceptisols 0.37 Demak Vertisols 0.42 Jekulo Vertisols 0.21 Jogjakarta Vertisols 0.07 Borobudur Inceptisols 0.06 Kutoarjo Inceptisols 0.10 Karanganyar Inceptisols 0.25 Buntu Inceptisols 0.41 Rata-rata 0.25 Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.14 Tambak Rejo Vertisols 0.10 Nganjuk Vertisols 0.05 Jombang Inceptisols 0.04 Ponorogo Vertisols 0.09 Rata-rata 0.08 Batang memiliki K t terendah dibandingkan dengan lainnya diduga karena berjenis tanah Ultisols. Adiningsih (1984) menyebutkan bahwa Ultisols merupakan tanah berkadar K rendah karena tingkat pelapukan yang sangat intensif. Selain itu sumbangan K dari pupuk K maupun dari jerami dan sisa-sisa 21

10 tanaman padi juga diduga sedikit sehingga kadar K t pada sawah tersebut sangat rendah. Berdasarkan nilai rata-rata K t pada setiap provinsi, kadar K t antara Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak berbeda jauh. Kadar rata-rata K t tertinggi adalah Jawa Barat dan terendah Jawa Timur. Kadar rata-rata K t Jawa Barat sebesar 0.26%. Kadar rata-rata K t Jawa Tengah sebesar 0.25%. Kadar rata-rata K t Jawa Timur sebesar 0.08% Perbedaan Kadar K dd, K tdd, dan K t Pada Setiap Lokasi Perbedaan kadar K dd, K tdd, dan K t pada setiap lokasi disajikan pada Tabel 7. Hasil menunjukkan bahwa uji lokasi tidak nyata secara statistik baik terhadap K dd, K tdd, maupun K t. Hasil uji yang tidak nyata ini diduga karena keragaman antara provinsi yang tinggi satu sama lain. Selain itu dapat pula disebabkan karena sebaran penggunaan pupuk K di setiap lokasi bervariasi, yang dapat dilihat dari standar deviasinya yang tinggi (Tabel 7). Tabel 7. Perbedaan Kadar K dd, K tdd, dan K t Pada Setiap Lokasi (n = 23) Lokasi K dd SD K tdd SD K t (cmol + kg -1 ) (cmol + kg -1 ) (%) SD Jawa Barat 0.45a a a 0.18 Jawa Tengah 0.50a a a 0.17 Jawa Timur 0.30a a a 0.04 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada uji Tukey (P < 0.05) Status Hara Kalium Penetapan status hara K dinilai dari hasil analisis K dd. Hal ini dikarenakan K dd merupakan K yang tersedia, labil dan merupakan faktor kapasitas (Leiwakabessy et al. 2003). Status hara K tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan lokasi yang diambil bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Di Jawa Barat menurut kriteria Puslittanak (1992) Cicalengka dan Cikarawang termasuk dalam status hara K rendah. Karawang, Jatisari, dan Palimanan berstatus hara K sedang. Pamanukan dan Indramayu berstatus hara K tinggi. Menurut kriteria FDALR 22

11 (2004), Cicalengka dan Cikarawang termasuk dalam status hara K rendah. Palimanan berstatus hara K sedang. Karawang, Jatisari, Pamanukan dan Indramayu berstatus hara K tinggi. Status hara K di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Status Hara Kalium Pada Tanah Sawah di Pulau Jawa Nama Lokasi Ordo Tanah (USDA 2010) K dd (cmol + kg -1 ) Status Hara K Puslittanak (1992) FDALR (2004) Jawa Barat Karawang Inceptisols 0.45 Sedang Tinggi Jatisari Inceptisols 0.45 Sedang Tinggi Pamanukan Inceptisols 0.78 Tinggi Tinggi Indramayu Inceptisols 0.94 Tinggi Tinggi Palimanan Inceptisols 0.26 Sedang Sedang Cicalengka Inceptisols 0.17 Rendah Rendah Cikarawang Ultisols 0.13 Rendah Rendah Rata-rata 0.45 Sedang Tinggi Jawa Tengah Brebes Inceptisols 2.03 Tinggi Tinggi Suradadi Inceptisols 0.62 Tinggi Tinggi Batang Ultisols 0.08 Rendah Rendah Kendal Inceptisols 0.50 Sedang Tinggi Demak Vertisols 0.53 Tinggi Tinggi Jekulo Vertisols 0.36 Sedang Sedang Jogjakarta Vertisols 0.20 Rendah Sedang Borobudur Inceptisols 0.18 Rendah Rendah Kutoarjo Inceptisols 0.32 Sedang Sedang Karanganyar Inceptisols 0.23 Rendah Sedang Buntu Inceptisols 0.45 Sedang Tinggi Rata-rata 0.50 Sedang Tinggi Jawa Timur Bojonegoro Vertisols 0.34 Sedang Sedang Tambak Rejo Vertisols 0.19 Rendah Rendah Nganjuk Vertisols 0.24 Rendah Sedang Jombang Inceptisols 0.09 Rendah Rendah Ponorogo Vertisols 0.64 Tinggi Tinggi Rata-rata 0.30 Sedang Sedang 23

12 Berdasarkan Tabel 8, di Jawa Tengah, menurut kriteria Puslittanak (1992) Batang, Jogjakarta, Borobudur, dan Karanganyar termasuk dalam status hara K rendah. Kendal, Jekulo, Kutoarjo, dan Buntu berstatus hara K sedang. Brebes, Suradadi, dan Demak termasuk dalam status hara K tinggi. Menurut FDALR (2004), Batang dan Borobudur berstatus hara K rendah. Jekulo, Jogjakarta, Kutoarjo, dan Karanganyar berstatus hara K sedang. Brebes, Suradadi, Demak, Kendal, dan Buntu termasuk dalam status hara K tinggi. Sementara di Jawa Timur, menurut Puslittanak (1992) Tambak Rejo, Nganjuk, dan Jombang termasuk dalam status hara K rendah. Bojonegoro berstatus hara K sedang dan Ponorogo berstatus hara K tinggi. Menurut kriteria FDALR (2004), Tambak Rejo dan Jombang berstatus K rendah. Bojonegoro dan Nganjuk berstatus hara K sedang. Ponorogo berstatus hara K tinggi. Sebaran status hara K pada tanah sawah di Pulau Jawa berdasarkan kriteria Puslittanak (1992) dan FDALR (2004) dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2-3. Rachim (1995) menyatakan bahwa kelas status hara K rendah mengindikasikan kebutuhan pupuk K yang banyak, respon pemupukan K tinggi, tanpa pupuk gejala kahat pasti muncul, pertumbuhan tanaman tanpa pupuk tidak normal, kemungkinan mati kecil meskipun tidak berubah. Kelas status hara K sedang menunjukkan bahwa kebutuhan hara K sedang, respon pemupukan K sedang, tanpa pupuk pertumbuhan tanaman kurang normal, gejala kahat tidak muncul, dan produksi rendah. Sedangkan untuk kelas status hara K tinggi tidak memerlukan pupuk, respon pemupukan rendah dan kebutuhan pupuk hanya untuk pemeliharaan. Berdasarkan nilai rata-rata pada setiap provinsi, menurut kriteria Puslittanak (1992), Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur berstatus hara K sedang. Sementara menurut kriteria FDALR (2004), Jawa Barat dan Jawa Tengah berstatus hara K tinggi sedangkan Jawa Timur berstatus hara K sedang Hubungan Jenis Tanah dengan Ketersediaan Kalium Contoh tanah sawah yang diambil di Pulau Jawa mempunyai jenis tanah berbeda-beda yang terdiri dari Inceptisols, Ultisols, dan Vertisols. Gambar 4 menunjukkan kadar K dd tertinggi Inceptisols dan terendah Ultisols. Kadar K dd 24

13 Inceptisols, Ultisols dan Vertisols secara berturut-turut adalah 0.53 cmol + kg -1, 0.11 cmol + kg -1, dan 0.36 cmol + kg -1. Tingginya kadar K tdd pada Inceptisols diduga karena pada tanah Inceptisols perkembangan tanahnya belum begitu matang apabila dibandingkan dengan tanah matang seperti Ultisols (Nurwadjedi 2011) sehingga kadar K dd lebih tinggi dibanding dengan Ultisols. Rayes (2000) melaporkan hasil penelitiannya tentang genesis tanah sawah berbahan volkan merapi, yang termasuk dalam ordo Inceptisols. Sementara Sofyan et al. (1992) menyatakan bahwa lahan-lahan sawah yang berstatus K tinggi umumnya terdapat pada lahan sawah intensifikasi dengan sistem irigasi teknis serta lahan sawah dengan bahan induk volkan. Tanah Ultisols mengalami pencucian intensif dari unsur pembentuk basabasa (kejenuhan basa < 35%). Tanah dengan jenis Ultisols secara umum mempunyai produktivitas yang rendah hingga sedang dan miskin akan unsur hara yang salah satunya hara K (Suwardi dan Wiranegara 2000). Selain itu, tanah Ultisols banyak mengandung mineral kaolinit, sehingga umumnya mempunyai kapasitas fiksasi rendah (Arifin et al. 1973). Oleh karena itu selain memiliki kadar K dd rendah, Ultisols juga memiliki kadar K tdd rendah dibandingkan dengan yang lainnya. Jenis tanah yang mempunyai kadar K tdd tertinggi yaitu Vertisols dan terendah Ultisols. Kadar K tdd Inceptisols, Ultisols dan Vertisols secara berturutturut adalah 0.52 cmol + kg -1, 0.11 cmol + kg -1, dan 0.87 cmol + kg -1. Hasil menunjukkan bahwa kadar K tdd tertinggi umumnya berjenis tanah Vertisols. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 seperti tanah Vertisols umumnya mempunyai KTK, K-fiksasi serta kadar K t tinggi. Penelitian yang dilaksanakan di India menunjukkan bahwa tanah-tanah Vertisols mempunyai kapasitas fiksasi K dan daya sangga terhadap K yang sangat tinggi. Pemberian pupuk K selalu meningkatkan cadangan K tersedia dalam bentuk K tdd, tetapi tidak selalu memberikan kenaikan terhadap ketersediaan K (K dd dan K l ) karena tergantung pada daya sangga K dalam Tanah (Ravoniarijaona 2009). Fiksasi K dapat menyebabkan kekahatan K bagi tanaman, namun demikian secara umum fiksasi ini juga berguna karena membantu proses retensi dan siklus K melalui sistem organik dan inorganik (Metson 1980). Dengan 25

14 demikian dapat dikatakan bahwa fiksasi K merugikan dalam jangka pendek tetapi bermanfaat dalam jangka panjang karena K-terfiksasi merupakan K cadangan bagi tanaman. Sementara jenis tanah yang mempunyai kadar K t tertinggi Inceptisols dan terendah Ultisols. Kadar K t pada jenis tanah Inceptisols, Ultisols, dan Vertisols secara berturut-turut adalah 0.28%, 0.03%, dan 0.15%. 0,60 K dd Pada Setiap Jenis Tanah cmol + kg 1 0,40 0,20 0,00 Inceptisols Ultisols Vertisols K dd 0,53 0,11 0,36 K tdd Pada Setiap Jenis Tanah cmol + kg 1 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 Inceptisols Ultisols Vertisols K tdd 0,52 0,11 0,87 K t Pada Setiap Jenis Tanah 0,30 0,20 % 0,10 0,00 Inceptisols Ultisols Vertisols K total 0,28 0,03 0,15 Gambar 4. K dd, K tdd, dan K t Pada Setiap Jenis Tanah Hasil uji Tukey (P < 0.05) menunjukkan bahwa jenis tanah tidak nyata secara statistik baik terhadap K dd, K tdd maupun terhadap K t. Hal ini diduga karena keragaman kadar K dd, K tdd, dan K t pada setiap jenis tanah yang tinggi satu sama lain. Selain itu dapat pula disebabkan karena sebaran penggunaan pupuk K di 26

15 setiap jenis tanah tidak sama atau bervariasi yang dapat dilihat dari standar deviasinya yang tinggi (Tabel 9). Perbedaan kadar K dd, K tdd, dan K t pada setiap jenis tanah secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbedaan Kadar K dd, K tdd, dan K t Pada Setiap Jenis Tanah (n = 23) Jenis Tanah K dd K tdd SD SD (cmol + kg -1 ) (cmol + kg -1 ) (%) Inceptisols Ultisols Vertisols Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada uji Tukey (P < 0.05). K t SD 27

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Pengambilan contoh tanah dilakukan di beberapa tanah sawah di Pulau

Lebih terperinci

EVALUASI STATUS HARA KALIUM PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA HENI HARIYANI A

EVALUASI STATUS HARA KALIUM PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA HENI HARIYANI A EVALUASI STATUS HARA KALIUM PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA HENI HARIYANI A14080008 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Maret 2012 sampai Agustus 2012. Total pengambilan contoh tanah sebanyak 43 contoh dari tiga provinsi di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu) PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA AZRIZAL

EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu) PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA AZRIZAL EVALUASI STATUS HARA MIKRO (Fe, Mn, Zn DAN Cu) PADA TANAH SAWAH DI PULAU JAWA AZRIZAL DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 hingga Juni 2012. Pengambilan contoh tanah sebanyak 23 sampel dari 3 Provinsi di Pulau Jawa.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Peranan utama kalium (K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim (Soepardi 1983). K merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

ANALISIS STATUS HARA FOSFOR PADA BERBAGAI LAHAN PERTANIAN PANGAN DI PULAU JAWA TUNGGUL EDWARD SITORUS A

ANALISIS STATUS HARA FOSFOR PADA BERBAGAI LAHAN PERTANIAN PANGAN DI PULAU JAWA TUNGGUL EDWARD SITORUS A ANALISIS STATUS HARA FOSFOR PADA BERBAGAI LAHAN PERTANIAN PANGAN DI PULAU JAWA TUNGGUL EDWARD SITORUS A14080004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN LR. Widowati dan S. Rochayati ABSTRAK Salah satu upaya pemenuhan pangan nasional adalah

Lebih terperinci

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997). 11. TINJAUAN PUSTAKA Ciri Tanah Ultisol dan Vertisol Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997). Tanah ini

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH

EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH SKRIPSI EFEK SISA PEMANFAATAN ABU SEKAM SEBAGAI SUMBER SILIKA (Si) UNTUK MEMPERBAIKI KESUBURAN TANAH SAWAH OLEH CHRISTINE EKA YULFIANTI 06113021 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 Skripsi

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol Tanah Inceptisol (inceptum = mulai berkembang) berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) menunjukkan bahwa tanah ini mempunyai horizon penciri berupa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Andisol Lembang Data sifat fisikokimia tanah Andisol Lembang disajikan pada Tabel 1. Status hara dinilai berdasarkan kriteria yang dipublikasikan oleh

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT Iurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 6 No. 1, April 2004: 7-13 ISSN 1410-7333 HUBUNGAN NISBAH K/Ca DALAM LARUTAN TANAH DENGAN DINAMIKA HARA K PADA ULTISOL DAN VERTISOL LAHAN KERING I/ Relationship between

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah DASAR ILMU TA AH Bab 5: Sifat Kimia Tanah ph tanah Pertukaran Ion Kejenuhan Basa Sifat Kimia Tanah Hampir semua sifat kimia tanah terkait dengan koloid tanah Koloid Tanah Partikel mineral atau organik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

FRAKSIONASI FOSFOR PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA

FRAKSIONASI FOSFOR PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA FRAKSIONASI FOSFOR PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA ADELIA SATWOKO A14080009 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 8. KTK (me/100 g) 30,40 Tinggi - 9. C-organik (%) 12,42 Sangat Tinggi - 10. N-Total (%) 0,95 Sangat Tinggi - 11. P-tersedia (ppm) 34,14 Tinggi - 12. C/N 13,07 Sedang - * Dianalisis di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN TERHADAP PEMBERIAN PUPUK MIKRO MAJEMUK

RESPON TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN TERHADAP PEMBERIAN PUPUK MIKRO MAJEMUK RESPON TANAMAN KARET DI PEMBIBITAN TERHADAP PEMBERIAN PUPUK MIKRO MAJEMUK Nurjaya Balai Penellitian Tanah RINGKASAN Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah Ultisol tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan diperkirakan menduduki hampir 30 % dari seluruh dataran di

PENDAHULUAN. Tanah Ultisol tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan diperkirakan menduduki hampir 30 % dari seluruh dataran di PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan diperkirakan menduduki hampir 30 % dari seluruh dataran di Indonesia(Darmawi jaya, 1992). Tanah Ultisol memiliki sifat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

Kajian Status Kesuburan Tanah Sawah Untuk Menentukan Anjuran Pemupukan Berimbang Spesifik Lokasi Tanaman Padi Di Kecamatan Manggis

Kajian Status Kesuburan Tanah Sawah Untuk Menentukan Anjuran Pemupukan Berimbang Spesifik Lokasi Tanaman Padi Di Kecamatan Manggis Kajian Status Kesuburan Tanah Sawah Untuk Menentukan Anjuran Pemupukan Berimbang Spesifik Lokasi Tanaman Padi Di Kecamatan Manggis I WAYAN SUARJANA A.A. NYOMAN SUPADMA*) I DEWA MADE ARTHAGAMA Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin

RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin. 2006. Uji Kurang Satu Pupuk N, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Vertisol Isimu Utara. Pembangunan di sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

MATERI-7. Unsur Hara Makro: Kalium (K)

MATERI-7. Unsur Hara Makro: Kalium (K) MATERI-7 Unsur Hara Makro: Kalium (K) Kalium tanah yg cukup syarat ketegaran & vigur tnm, karena K meningkatkan ketahanan tnm thd penyakit, di samping mendorong perkembangan akar. Tanaman defisiensi K

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jerapan Kalium Tabel 2 menyajikan pengaruh perlakuan berbagai dosis PHA terhadap pelepasan K pada Vertisol. Pemberian PHA menurunkan kapasitas jerapan Vertisol terhadap K sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan pangan juga akan meningkat, namun tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas tanah. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah IV. PEMBAHASAN UMUM Solok dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, di samping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang berada dalam reaksi keseimbangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi pengaruh antara abu terbang dan bahan humat pada peningkatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion MATERI-9 Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84 Daftar Isi Kata Pengantar Daftar isi Daftar Tabel Daftar Gambar I. Pendahuluan 1 1.1.Pentingnya Unsur Hara Untuk Tanaman 6 1.2.Hubungan Jenis Tanah Dengan Unsur Hara 8 1.3.Hubungan Unsur Hara Dengan Kesehatan

Lebih terperinci