IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN"

Transkripsi

1 IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN 4.1. Angin Potensi sumberdaya alam di wilayah Kecamatan Nusa Penida yang merupakan daerah kepulauan yang terletak di pantai selatan Nusa Tenggara terutama adalah kecepatan angin yang relatif lebih besar dibandingkan daerah lain di bagian tengah ataupun utara Indonesia. Hal ini terutama disebabkan oleh posisi pulau Nusa Penida yang langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia sehingga terpaan angin dari Samudera Indonesia tidak terhalangi. Posisi pulau Nusa Penida yang di sebelah selatan garis equator juga dikelompokkan sebagai wilayah dengan kecepatan angin sedang, sebagaimana dikemukakan oleh Rostyono (1998), bahwa wilayah Indonesia yang berada di sebelah utara garis equator memiliki kecepatan angin rata-rata 0-4,4 m/dt, sedangkan wilayah yang berada di sebelah selatan garis equator memiliki kecepatan angin 4,4-5,1 m/dt dan hanya sebagian kecil yang memiliki kecepatan angin 5,1-5,6 m/dt. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan geofisika Wilayah III Denpasar (Tabel 4.1), selama sepuluh tahun terakhir arah angin di wilayah Nusa Penida pada musim hujan (Oktober-April) dominan dari arah barat, sedangkan pada musim kemarau (April-Oktober) dominan dari arah tenggara. Kecepatan angin rata-rata mencapai 5,25 m/dt. Kecepatan angin maksimum terjadi pada bulan Desember dengan kecepatan 35 knots dari arah barat, sedangkan kecepatan terendah terjadi pada bulan September dan Oktober dengan kecepatan 19 knots dari arah tenggara. Tabel 4.1 Kecepatan angin di wilayah Nusa Penida Bulan Ratarata Kecepatan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Angin (m/dt) Kecepatan rata-rata ,25 Kecepatan maksimum ,66 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, 2006 Hasil pengamatan kecepatan angin yang dilakukan mulai bulan April 2007 sampai dengan Maret 2008 pada pagi dan sore hari, menunjukkan bahwa angin di Nusa Penida khususnya di Puncak Mundi, sejalan dengan data pada Tabel 5.1, yaitu mencapai

2 42 kecepatan di atas rata-rata (>5,25 m/dt) pada bulan-bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September, baik pada pagi maupun sore hari (Tabel 4.2 dan Gambar 4.1). Data kecepatan angin selengkapnya disajikan pada Lampiran 2-7. Tabel 4.2 Kecepatan angin rata-rata per bulan, bulan April 2007-Maret 2008 Kecepatan angin rata-rata (m/dt) Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Pagi Sore Sumber : Data primer, 2008 Kecepatan angin (m/dt) Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Bulan Pagi hari ( Wita) Sore hari ( Wita) Gambar 4.1 Kecepatan angin rata-rata perbulan, bulan April 2007-Maret Hasil pengamatan pada periode yang sama juga menunjukkan bahwa kecepatan angin maksimum tertinggi terjadi pada bulan-bulan tersebut. Kecepatan angin maksimum mencapai lebih dari 10 m/dt pada pagi dan sore hari, terjadi pada bulan Mei sampai Agustus (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Kecepatan angin tertinggi, bulan April 2007-Maret 2008 Kecepatan angin tertinggi (m/dt) Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Pagi Sore Sumber : Data primer, 2008

3 Intensitas Radiasi Matahari Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, khususnya lokasi Sampalan (Nusa Penida bagian timur) dan Prapat (Nusa Penida bagian barat), rata-rata curah hujan tahunan periode masing-masing mm/th dan mm/th. Dilihat dari distribusi curah hujan pada setiap bulannya, bulan basah hanya terjadi selama empat bulan yaitu bulan Nopember sampai dengan Pebruari, sedangkan bulan kering berlangsung selama delapan bulan, Maret sampai dengan Oktober. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 264,5 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 2 mm. Dilihat dari jumlah hari hujan, wilayah Nusa Penida merupakan wilayah dengan jumlah hari hujan rendah, yaitu 92 hari/tahun. Jumlah hari hujan yang mencapai lebih dari 10 hari/bulan hanya terjadi selama 4 bulan yaitu pada bulan Januari, Pebruari, Maret, dan Desember. Data jumlah hari hujan pada setiap bulan menunjukkan bahwa jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebanyak 14,6 hari, sedangkan jumlah hari hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebanyak 1,2 hari (Tabel 4.4). Tabel 4.4 Curah hujan dan jumlah hari hujan bulanan di Nusa Penida, tahun Lokasi Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jumlah Curah hujan Sampalan Prapat Rata-rata 264,5 227, ,5 42,5 28, ,5 Jumlah hari hujan Nusa Penida 14,6 12,8 12,2 8,6 6,2 3,4 4 1,2 1,4 6,4 9,6 11,6 92 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, 2006 Dilihat dari lama penyinaran matahari, wilayah Nusa Penida memiliki lama penyinaran yang relatif tinggi. Dalam setiap tahunnya terdapat 7 bulan dengan lama penyinaran di atas 50%, sedangkan 5 bulan lainnya memiliki lama penyinaran antara 24-46%. Data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar menunjukkan bahwa lama penyinaran rata-rata bulanan di wilayah Nusa Penida berkisar antara 24-82% dengan rata-rata tahunan mencapai 58,1%. Lama penyinaran terpanjang terjadi pada bulan Agustus dan September sebesar 82%, sedangkan lama penyinaran terpendek terjadi pada bulan Januari sebesar 24%. Data lama penyinaran di wilayah Nusa Penida disajikan pada Tabel 4.5.

4 44 Tabel 4.5. Lama penyinaran di wilayah Nusa Penida No. Bulan Lama penyinaran (%) 1. Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 34 Rata-rata 58,1 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, 2006 Berdasarkan curah hujan, jumlah hari hujan, dan lama penyinaran, maka secara kualitatif potensi radiasi matahari sebagai sumber energi di wilayah Nusa Penida relatif besar. Menurut Rostyono (1998), radiasi matahari di Nusa Penida rata-rata 800 watt/m 2. Mengacu kepada lama penyinaran dan rata-rata radiasi matahari, maka prakiraan potensi radiasi matahari sebagai sumber energi di Nusa Penida pada setiap bulannya seperti pada Tabel 4.6. Besar energi listrik yang dihasilkan dari pemanfaatan radiasi matahari tentu sangat tergantung kepada tingkat efisiensi pembangkit listrik tenaga surya yang dibangun. Tabel 4.6. Prakiraan potensi radiasi matahari perbulan di Nusa Penida No. Bulan Jumlah Jam per hari Lama penyinaran (%) Jumlah Hari Potensi Radiasi (kwh/m 2 /bl ) 1. Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

5 Bahan Bakar Nabati Penggunaan lahan di Nusa Penida dapat dikelompokkan menjadi kawasan budidaya pertanian dan kawasan non budidaya pertanian yang meliputi kawasan hutan, pemukiman dan kawasan perlindungan. Kawasan budidaya pertanian terdiri atas budidaya pertanian tanaman pangan lahan kering dan tanaman perkebuan. Pertanian tanaman pangan lahan kering terdapat di daerah perbukitan yang telah diteras dengan jenis tanaman jagung, ketela pohon, dan kacang-kacangan. Budidaya tanaman perkebunan berupa kebun campuran dilakukan di daerah pesisir utara pulau Nusa Penida dengan jenis tanaman utama kelapa yang diasosiasikan dengan pisang, mangga, jeruk, dan tanaman lainnya. Selain tanaman kelapa, tanaman jambu mente juga dijadikan tanaman utama di daerah perbukitan yang diasosiasikan dengan tanaman pangan. Kawasan hutan terdapat di puncak-puncak bukit yang tersebar secara sporadis di pulau Nusa Penida, sedangkan hutan bakau terdapat di bagian timur dan selatan pulau Nusa Lembongan dan sebagian kecil di sisi utara pulau Nusa Ceningan. Kawasan perlindungan meliputi sempadan pantai yang terdapat di bagian utara pulau Nusa Penida dan bagian barat pulau Nusa Lembongan. Kawasan taman wisata alam laut terdapat di perairan Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan bagian barat Nusa Penida. Nusa Penida dikenal sebagai daerah marginal karena sebagian lahannya berbatu kapur dan ketersediaan sumber air yang terbatas. Beranjak dari gambaran wilayah tersebut, maka identifikasi potensi pengembangan bahan bakar nabati difokuskan kepada kesesuaian lahan dan iklim untuk pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas, L.). Hasil penelitian yang detail mengenai kesesuaian lahan untuk budidaya tanaman jarak pagar masih sangat terbatas, namun dari penyebarannya di berbagai negara bahwa tanaman ini bersifat toleran terhadap kondisi lahan. Menurut Heller( 1996) dan Arivin et al. (2006), tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi yang baik. Tanaman ini dapat pula dijumpai pada daerahdaerah berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun.

6 Karakteristik Lahan Hasil identifikasi contoh tanah di daerah pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida menunjukkan adanya variasi kandungan berbagai jenis unsur hara pada tiga lokasi pengambilan contoh. Yang menonjol dari hasil analisis kandungan hara tersebut adalah kandungan kalsium yang sangat tinggi. Hasil analisis kandungan hara disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil Analisis Contoh Tanah di Nusa Penida Karakteristik Nilai Per Lokasi Contoh Kimia Tanah Tanglad Kriteria Batumadeg Kriteria Mundi Kriteria % C 1,93 Rendah 2,45 Sedang 5,53 Sangat % N 0,19 Rendah 0,28 Sedang 0,56 P tersedia (ppm) 1,45 0,69 1,07 CEC me/100g 28,55 45,57 Sangat 37,92 tanah EC K 0,83 0,38 Sedang 0,20 Rendah Na 0,37 Rendah 0,46 Sedang 0,40 Sedang Mg 1,88 Sedang 1,45 Sedang 1,54 Sedang Ca 28,53 Sangat 53,28 Sangat 46,64 Sangat % Kejenuhan basa 111,50 Sangat 121,94 Sangat 128,64 Sangat ph-h 2 O 6,50 Sedang 7,10 Sedang 6,90 Sedang ph-kcl 5,26 Sedamg 6,37 6,32 Fe (%) 2,43 2,44 2,07 Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Berdasarkan hasil identifikasi lahan dapat digambarkan sebagai berikut : ph Tanah. Hasil analisis ph terhadap contoh tanah yang diambil dari Desa Tanglad, Batumadeg, dan Puncak Mundi, yang merupakan daerah pengembangan tanaman jarak pagar menunjukkan kisaran ph (H 2 O) 6,50-7,10 dan ph (KCl) 5,26-6,37. Kisaran ph tanah di lahan pengembangan jarak pagar di Nusa Penida termasuk ke dalam kisaran yang sesuai untuk pengembangan tanaman jarak pagar. Heller (1996), menyatakan bahwa bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin, terbaik pada ph tanah Berdasarkan kriteria karakteristik kimia tanah (Tabel 4.8), nilai ph tersebut termasuk ke dalam kriteria sedang, mengindikasikan bahwa tanah di lokasi pengembangan bereaksi netral. Menurut Hanafiah (2007), kriteria nilai ph tanah dapat dijadikan indikator

7 47 kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. ph optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0 karena pada ph tersebut semua unsur makro tersedia secara maksimum sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum kecuali Mo, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan. Pada ph <6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, Zn dan Fe, sedangkan pada ph>7,5 dapat terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca, dan Mg serta toksisitas B dan Mo. Tabel 4.8 Kisaran nilai karakteristik kimia tanah Karakteristik Kisaran Nilai Kimia Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Sangat % C <1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 >5,00 % N < ,50 0, >0,75 P 2 O 5 HCl 25% < >60 mg/100g Bray 1 mg/kg < >35 Olsen mg kg < >60 K 2 O HCl 25% < >60 mg/100g CEC me/100g tanah < >40 EC K <0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 >1,0 Na <0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1,0 Mg <0,4 0,4-1,0 1,1-2,0 2,1-8,0 >8,0 Ca <2 2, >20 % Kejenuhan basa < >70 % Kejenuhan Al < >60 EC < >4 ph-h 2 O <4,0 4,0-5,5 5,5-7,5 7,5-8,0 >8,0 ph-kcl <2,5 2,5-4,0 4,0-6,0 6,0-6,5 >6,5 Sumber : Sulistyono, 2001 Nisbah C/N. Hasil analisis tanah di daerah pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida menunjukkan nisbah C/N 9,88-10,16. Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah tersebut terjadi proses mineralisasi N. Menurut Hanafiah (2007), nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi-immobilisasi N oleh mikrobia dekomposer bahan organik. Nisbah C/N bahan organik tanah berkisar antara 8:1 15:1 (umumnya antara 10:1 12:1), terkait dengan curah hujan dan suhu, mikrobia yang terlibat, dan nisbah C/N vegetasi diatasnya. Nisbah C/N di daerah kering lebih rendah dari pada daerah basah, demikian pula di wilayah panas lebih rendah dari

8 48 pada daerah dingin. Apabila nisbah C/N <20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila C/N>30 berarti terjadi immobilisasi N, sedangkan jika 20>C/N>30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi N. Tekstur Tanah. Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand)(berdiameter 2,00-0,20 mm), debu (silt) (berdiameter 0,20-0,002 mm), dan liat (clay) (< 0,002 mm). Tekstur tanah dibagi menjadi 12 kelas seperti pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah Proporsi (%) fraksi tanah Kelas Tekstur Tanah Pasir Debu Liat Pasir >85 <15 <10 Pasir berlempung <30 <15 Lempung berpasir 40-87,5 <50 <20 Lempung 22,5-52, Lempung liat berpasir < ,5 Lempung liat berdebu < ,5-40 Lempung berliat ,5 27,5-40 Lempung berdebu <47, ,5 <27,5 Debu <20 >80 <12,5 Liat berpasir 45-62,5 <20 37,5-57,5 Liat berdebu < Liat <45 <40 >40 Sumber : Hanafiah, 2007 Hasil identifikasi contoh tanah di daerah pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida menunjukkan proporsi pasir (19,86-36,07), debu (20,10-46,64), dan liat (17,29-55,04). Data proporsi untuk 3 daerah pengambilan contoh tanah disajikan pada Tabel Berdasarkan pengelompokan kelas tekstur tanah pada Tabel 4.9 maka tekstur tanah di ketiga lokasi pengambilan contoh tanah yang merupakan daerah pengembangan tanaman jarak pagar masing-masing tergolong kelas tekstur Liat untuk lokasi Tanglad, Lempung Liat Berdebu untuk lokasi Batumadeg dan Lempung untuk lokasi Mundi. Kelas tekstur tanah tersebut tidak akan memberikan hasil optimal bagi pengembangan tanaman jarak pagar. Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji lebih tinggi daripada tanah bertekstur lainnya. Selanjutnya Jones dan Miller (1992) mengemukakan bahwa jarak pagar dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal, berkerikil, berpasir, dan berliat, tetapi di tanah yang tererosi berat pertumbuhannya kerdil.

9 49 Tabel 4.10 Proporsi fraksi tanah di daerah pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida Lokasi Proporsi (%) fraksi tanah Kelas tekstur Pasir Debu Liat Tanglad 24,86 20,10 55,04 Liat Batumadeg 19,86 44,53 35,61 Lempung liat berdebu Mundi 36,07 46,64 17,29 Lempung Sumber : Data primer (dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor, April 2008) Karakteristik Iklim Berdasarkan klasifikasi Koppen, wilayah Nusa Penida termasuk tipe iklim tropis yang dicirikan dengan suhu dan kelembaban relatif cukup tinggi dan hujan bermusim. Berdasarkan bulan basah dan bulan kering (klasifikasi Schmidth dan Ferguson), wilayah Nusa Penida terkasuk tipe iklim F (kering). Hasil tabulasi data curah hujan di lokasi Sampalan (Nusa Penida bagian timur) dan Prapat (Nusa Penida bagian barat), menunjukkan rata-rata curah hujan tahunan periode masing-masing mm/th dan mm/th, sehingga rata-rata untuk Nusa Penida adalah 1.152,5 mm/th. Dilihat dari distribusi curah hujan pada setiap bulannya, bulan basah hanya terjadi selama dua bulan yaitu bulan Januari dan Pebruari, sedangkan bulan kering berlangsung selama tujuh bulan, April-Oktober. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 264,5 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 2 mm. Data curah hujan disajikan pada Tabel Tabel 4.11 Curah hujan bulanan di Nusa Penida, tahun Bulan Lokasi Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jumlah Curah hujan Sampalan Prapat Rata-rata 264,5 227, ,5 42,5 28, ,5 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, Kesesuaian Lahan dan Iklim untuk Pengembangan Tanaman Jarak Pagar Analisis kesesuaian lahan dan iklim untuk pengembangan tanaman jarak pagar mengacu kepada kriteria dan klas kesesuaian iklim sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.12.

10 50 Tabel 4.12 Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar Simbol Klas kesesuaian kesesuaian S-1 Sangat sesuai Altitude (m dpl) Curah Hujan Tahunan (mm) (CH) Bulan Kering, 100 mm (BK) Bulan Basah, 200 mm (BB) < BK 5 4; BK 6 6 Unsur Iklim Pembatas S-2 Sesuai < <CH < BK 8 4 Ketersediaan air <CH< Radiasi agak kurang S-3 Kurang sesuai <700 < 1000 BK>8 2; 0; 2 Ketersediaan air < CH < BK Radiasi kurang < CH < = Radiasi sangat kurang N Tidak sesuai > CH Radiasi sangat kurang Sumber : Allorerung et al, 2007 > Radiasi sangat kurang Berdasarkan hasil tabulasi data lahan dan curah hujan, dapat dikemukakan karakteristik iklim Nusa Penida yang dijadikan indikator penilaian kesesuaian lahan dan iklim untuk pengembangan tanaman jarak pagar seperti disajikan pada Tabel Tabel 4.13 Karakteristik iklim Nusa Penida Altitude (m dpl) Curah HujanTahunan (mm) Bulan Kering, 100 mm Bulan Basah, > 200 mm < ,5 7 2 Mengacu kepada kriteria klasifikasi kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman jarak pagar (Allorerung, et al., 2007) dan karakteristik iklim Nusa Penida, maka wilayah Nusa Penida termasuk ke dalam kriteria sesuai (S-2) dengan unsur iklim pembatas ketersediaan air. Keterbatasan ketersediaan air terjadi terutama pada bulan-bulan Agustus, September, dan Oktober yang merupakan puncak musim kemarau. Kekeringan yang terjadi pada musim kemarau dapat menghambat pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya berpengaruh terhadap proses pembuahan. Meskipun sesungguhnya tanaman jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, namun hal tersebut tidak terjadi di Nusa Penida. Menurut informasi masyarakat, jarak pagar yang tumbuh secara alami dan ditanam sebagai pagar di Nusa Penida, pada bulan-bulan tersebut biasanya mengalami

11 51 gugur daun, dan pada awal musim hujan yang biasanya jatuh pada bulan Oktober atau Nopember kembali bertunas, lalu berbunga dan berbuah. Dengan demikian, maka dapat diprediksi bahwa masa produktif (musim berbuah) untuk tanaman jarak pagar di daerah tersebut hanya berlangsung selama 5 bulan pertahun, yaitu pada bulan Maret sampai dengan Juli. Kondisi demikian tentu akan mengurangi produktivitas tanaman bila dibandingkan dengan penanaman yang dilakukan di daerah dengan musim kemarau tidak terlalu panjang. Disamping kesesuaian berdasarkan karakteristik lahan dan iklim pada Tabel 5.12, karakteristik lahan yang juga perlu mendapat perhatian adalah tingginya kapasitas pertukaran kalsium pada lokasi pengembangan tanaman jarak pagar, mencapai 28,53-53,28 yang mencerminkan tingginya kandungan kapur (Tabel 4.8). Tekstur tanah di lokasi pengembangan yang tergolong tanah lempung, liat, dan lempung liat berdebu (Tabel 4.10) juga tidak akan memberikan hasil yang optimal bagi pengembangan tanaman jarak pagar yang menghendaki lahan berpasir (Allorerung, et al., 2007). Program pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida yang merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Klungkung, PT.PLN Daerah Bali, dan Universitas Udayana mentargetkan wilayah pengembangan seluas 1000 ha (BPP Nusa Penida, komunikasi pribadi), sampai dengan bulan Maret 2008 tertanam bbit (51,5 ha pertanaman). Kondisi pertanaman jarak disajikan pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 Pertanaman jarak pagar di areal Taman Energi Terbarukan Nusa Penida.

12 52 Jika target areal pengembangan tercapai, pada tingkat produksi optimal 5 ton/ha/th, potensi produksi biji jarak pagar mencapai ton dan dengan rendemen minyak 30%, maka potensi produksi minyak jarak pagar mencapai l/th. Namun demikian mengingat terbatasnya sumber pengairan dan panjangnya musim kemarau di Nusa Penida, dengan asumsi produktivitas 2 ton/ha/th, maka produksi biji jarak pagar mencapai ton, ekuivalen dengan l minyak/th.

Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor ) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor ) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor I KETUT ARDANA et al. : Pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) mendukung kawasan mandiri energi di Nusa Penida, Bali Jurnal Littri 14(4), Desember 2008. Hlm. 155 161 ISSN 0853-8212 PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

V. NERACA ENERGI LISTRIK DI NUSA PENIDA

V. NERACA ENERGI LISTRIK DI NUSA PENIDA V. NERACA ENERGI LISTRIK DI NUSA PENIDA Neraca energi listrik menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan listrik yang dicerminkan oleh keseimbangan antara permintaan dan penyediaan daya listrik di wilayah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life Klasifikasi Iklim Klimatologi Klasifikasi?? Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri tetapi saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Terdapat kecenderungan dan pola yang serupa apabila faktor utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 4. Lahan Kebun Campuran di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 5. Lahan Kelapa Sawit umur 4 tahun di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 6. Lahan Kelapa Sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I)

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I) Lampiran 1. Bagan Percobaan U V4(IV) V5 (II) V1 (II) V3(III) V2 (II) V3 (I) V3 (II) V4 (I) V1(IV) V2(III) V5(III) V0 (II) V0 (I) V4 (II) V0(IV) V2(IV) V5 (I) V1(III) V4(III) V5(IV) V3(IV) V0(III) V2 (I)

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) LAMPIRAN Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Persyaratan Penggunaan/Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur ratarata ( 0 C) 1618 14 16 Ketersediaan Air (wa)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Agroklimat Wilayah Penelitian Dari hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukan bahwa tanah pada lokasi penelitian kekurangan unsur hara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam

TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Idealnya setiap kebun harus sudah dievaluasi lahannya secara benar. Evaluasi Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) pada suatu perkebunan kelapa sawit sangat

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU Ni Wayan Suryawardhani a, Atiek Iriany b, Aniek Iriany c, Agus Dwi Sulistyono d a. Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Brawijaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 Nasih Widya Yuwono, Benito Heru Purwanto & Eko Hanudin Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Survei lapangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza. : Dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Pengembangan PT. East West Seed Indonesia.

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza. : Dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Pengembangan PT. East West Seed Indonesia. 49 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza Asal Tanaman Golongan Umur Batang Tinggi Tanaman Tinggi letak tongkol Warna daun Keseragaman tanaman Bentuk malai Warna malai Warna sekam

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tutupan Lahan dan Vegetasi Terdapat 6 jenis tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang ada dalam Tabel 4. Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA Nuzul Hijri Darlan, Iput Pradiko, Muhdan Syarovy, Winarna dan Hasril H. Siregar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO NERACA HARA KEBUN KAKAO PRODUKSI = f (Tanaman, Tanah, Air, Cahaya) Tanaman = bahan tanam (klon, varietas, hibrida) Tanah = kesuburan tanah Air = ketersediaan air Cahaya = intensitas cahaya KOMPOSISI TANAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menduduki urutan kedua setelah kedelai (Marzuki, 2007), Kebutuhan kacang tanah di Indonesia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. yang menduduki urutan kedua setelah kedelai (Marzuki, 2007), Kebutuhan kacang tanah di Indonesia mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman kacangkacangan yang menduduki urutan kedua setelah kedelai (Marzuki, 2007), berpotensi untuk dikembangkan karena

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG Andarias Makka Murni Soraya Amrizal Nazar KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah 1. List Program Untuk Menu Utama MPenjelasan_Menu_Utama.Show 1 2. List Program Untuk Penjelasan Menu Utama MPenjelasan_Tanah.Show 1 3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah MSifat_Bentuk2.Show

Lebih terperinci

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION 3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION Reddy, K.R. and H.F. Hodges. 2000. Climate Change and Global Crop Productivity. Chapter 2. p. 2 10. Awan 1. Climate 2. Altitude Rta Rd RI Rpd 3. Land suitability 4.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur) III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis 1. Batas Administrasi Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari koridor tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang Pantai Selatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan kota kecil yang sebagian besar penduduknya bercocok tanam. Luas Kabupaten Nganjuk adalah ± 122.433

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Rosihan Rosman dan Hermanto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam merupakan salah satu komoditi ekspor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 12 III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Lokasi Lokasi penelitian terletak di lahan sawah blok Kelompok Tani Babakti di Desa Mekarjaya Kecamatan Ciomas, KabupatenBogor. Secara administrasi Desa Mekarjaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci