Analisis Spasial dari Pola Kebutuhan Listrik di Provinsi Banten: Aplikasi Metodologi Berbasis Sistem Informasi Geografis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Spasial dari Pola Kebutuhan Listrik di Provinsi Banten: Aplikasi Metodologi Berbasis Sistem Informasi Geografis"

Transkripsi

1 Analisis Spasial dari Pola Kebutuhan Listrik di Provinsi Banten: Aplikasi Metodologi Berbasis Sistem Informasi Geografis 1 Agus Sugiyono *), 1 Laode M.A. Wahid, 1 Prima Trie Wijaya, 1 Nini Gustriani, 1 Irawan Rahardjo, dan 1 Erwin Siregar 1 Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK), BPPT Klaster Energi, Gedung 625, Puspiptek, Tangerang Selatan *) agus.sugiyono@bppt.go.id Abstrak Saat ini listrik sudah menjadi kebutuhan vital masyarakat sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu pemerintah terus meningkatkan pemenuhan kebutuhan listrik dengan membangun pembangkit listrik baru. Pemenuhan kebutuhan listrik secara spasial di Provinsi Banten masih ada kesenjangan terutama untuk wilayah bagian utara (yang sudah tercukupi) dibandingkan wilayah bagian selatan (yang masih belum tercukupi). Sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM No. 24/2015, Pemerintah Provinsi perlu membuat perencanaan pengembangan ketengalistrikan daerah. Salah satu aspek dalam perencanaan tersebut adalah membuat perencanaan kebutuhan listrik per kabupaten/kota atau kecamatan. Makalah ini akan membahas aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk analisis spasial kebutuhan listrik di Provinsi Banten. Sektor pengguna listrik dibagi berdasarkan pengelompokan pelanggan menjadi 6 sektor, yaitu: rumah tangga, industri, komersial, sosial, pemerintah, dan penerangan jalan umum (PJU). Sedangkan untuk keakuratan data, analisis spasial kebutuhan listrik berdasarkan data kecamatan. Hasil analisis dengan GIS dapat lebih interaktif memperlihatkan kesenjangan spasial per kecamatan untuk kebutuhan listrik. Dengan memanfaatkan aplikasi GIS akan lebih mudah bagi para pengambil kebijakan untuk membuat perencanaan pengembangan kelistrikan dengan lebih baik. Kata kunci : perencanaan kelistrikan daerah, sistem informasi geografis 1. PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan yang pesat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menuntut terpenuhinya ketersediaan energi terutama listrik. Listrik sudah menjadi kebutuhan vital masyarakat sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu pemerintah terus meningkatkan pemenuhan kebutuhan listrik dengan membangun pembangkit listrik baru. Ketersediaan listrik menjadi prioritas dalam pengembangan perekonomian, tidak saja dari sisi kecukupan listrik yang harus tersedia (quantity), tetapi menyangkut juga keandalan (reliability) dan kualitas penyediaan (quality of supply). Ketiga faktor ketersediaan tersebut menjadi tolok ukur dari mutu pelayanan (customer satisfaction) dan menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan pengembangan ketenagalistrikan untuk jangka panjang. Perencanaan komprehensif yang memadukan antara perencanaan tingkat nasional dan tingkat daerah sangat diperlukan. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah maka Pemerintah Provinsi dituntut untuk bisa lebih aktif dalam perencanaan dan pemanfaatan potensi daerah, termasuk didalamnya perencanaan sektor ketenagalistrikan. Dalam hal kebijakan, sektor ketenagalistrikan selalu terkait dengan sektor energi. Pemerintah dalam Undang Undang No 30 Tahun 2007 tentang energi, pasal 3 mengamanatkan terjaminnya ketersediaan energi (termasuk listrik) di dalam negeri. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkewajiban untuk meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan dalam lingkup tanggung jawabnya. Dalam UU energi ini secara eksplisit disebutkan kewajiban pemerintah pusat untuk menyusun Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan kewajiban pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED) (Bappenas, 2012). Sedangkan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 24 Tahun 2015 tertuang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan, untuk lingkup nasional disebut Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan untuk lingkup provinsi dinamakan Rencana Umum Kelistrikan Daerah (RUKD). RUKD merupakan kebijakan umum di bidang ketenagalistrikan yang terpadu, mencakup antara lain: perkiraan kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik, kebijakan investasi dan pendanaan, serta kebijakan pemanfaatan sumber energi primer untuk pembangkitan listrik. RUKD diharapkan dapat sebagai

2 pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk jangka panjang sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan listrik yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Dalam makalah ini akan dibahas salah satu aspek dalam perencanaan ketenegalistrikan yaitu perencanaan kebutuhan listrik. Beberapa model energi seperti MAED (Model Analysis of Energy Demand) dan LEAP (Long Range Energy Alternatives Planning System) sudah dikembangkan yang didalam modul perhitungannya sudah termasuk sektor ketenagalistrikan. Sedangkan PT PLN (Persero) dalam perhitungan kebutuhan energi untuk penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) menggunakan aplikasi yang disebut Simple-E. Aplikasi ini merupakan model regresi yang menggunakan data historis dari penjualan energi listrik, daya tersambung, jumlah pelanggan, pertumbuhan ekonomi, dan populasi. Penerapan model tersebut untuk analisis wilayah provinsi sering menghadapi kendala keterbatasan data. Dengan penambahan asumsi, berbagai model tersebut diadopsi metodologinya untuk menghitung kebutuhan listrik jangka panjang di Provinsi Banten dan menggabungkannya ke dalam aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG). Tampilan peta dalan format SIG dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang data spasial dan antar waktu, baik dari sisi lokasi maupun dari keterkaitan dengan data lainnya. Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis spasial dalam makalah ini adalah Quantus GIS atau sering disebut QGIS. QGIS memiliki keunggulan karena merupakan perangkat lunak open source dan sudah banyak dipakai serta mempunyai komunitas pengguna maupun pengembang perangkat lunak ini (Budiyanto, 2016). 2. KONDISI KETENAGALISTRIKAN PROVINSI BANTEN Sistem ketenagalistrikan di Provinsi Banten merupakan bagian dari sistem interkoneksi Jawa-Madura- Bali yang meliputi tujuh provinsi di Jawa dan Bali. Sistem ini merupakan sistem interkoneksi dengan jaringan tegangan ekstra tinggi 500 kv dan jaringan tegangan tinggi 150 kv, yang membentang dari ujung barat Pulau Jawa hingga ke Pulau Madura dan Pulau Bali. Sistem interkoneksi listrik Jawa-Madura-Bali merupakan sistem ketenagalistrikan yang terbesar di Indonesia. Sistem ini mengkonsumsi sekitar 74,4% dari tenaga listrik yang diproduksi (PLN, 2016). Beban puncak sistem ketengalistrikan di Provinsi Banten sekitar MW yang dipasok dari pembangkit yang berada di jaringan 150 kv sebesar MW dan yang berada di jaringan 500 kv sebesar MW. Pasokan listrik yang berada di jaringan 500 kv dan 150 kv di wilayah ini berasal dari 4 lokasi yaitu PLTU Suralaya, PLTGU Cilegon, PLTU Labuan dan PLTU Lontar dengan total daya terpasang sebesar MW. Pasokan listrik dari jaringan 500 kv dilakukan melalui 3 gardu induk tegangan ekstra tinggi, yaitu Suralaya, Cilegon dan Balaraja dengan kapasitas sebesar MVA (PLN, 2015). 2.1 Kondisi Sosial Ekonomi Provinsi Banten terletak cukup strategis dalam perekonomian karena dekat dengan Ibu Kota Negara. Provinsi Banten yang mempunyai luas km 2 terdiri atas 4 Kabupaten dan 4 Kota seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Wilayah yang terluas berada di Kabupaten Lebak, sedangkan yang tersempit adalah Kota Tangerang Selatan. Penduduk Provinsi Banten berdasarkan hasil Sensus Penduduk masih berkecenderungan terus meningkat. Pada tahun 2015 tercatat sebanyak ribu jiwa yang meningkat sebesar 2,14% dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah penduduk, disamping karena pertambahan secara alamiah juga disebabkan migran karena daya tarik karena banyaknya wilayah perindustrian di Banten. Ketersediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang semakin kondusif dapat menjadi daya tarik bagi pendatang dari luar Banten. Tabel 1. Kondisi Sosial Ekonomii Wilayah Provinsi Banten (2015) Wilayah PDRB Penduduk Luas Jumlah Miliar Rupiah Ribu Jiwa km 2 Kecamatan Kabupaten Pandeglang Kabupaten Lebak Kabupaten Tangerang Kabupaten Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Catatan: PDRB dalam harga konstan 2010 Sumber: BPS Provinsi Banten, 2016; BPS Kabupaten Pandeglang, 2016; BPS Kabupaten Lebak, 2016; BPS Kabupaten Tangerang, 2016, BPS Kabupaten Serang, 2016; BPS Kota Tangerang, 2016; BPS Kota Cilegon, 2016; BPS Kota Serang, 2016; BPS Kota Tangerang Selatan, 2016

3 Level perekonomian untuk wilayah provinsi terganbar dari besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB Provinsi Banten pada tahun 2015 sebesar miliar Rupiah (harga konstan 2010) dengan pertumbuhan sebesar 5,64% per tahun. Kota Tangerang penyumbang terbesar PDRB untuk Provinsi Banten yakni sebesar 24,7%. Dari sisi pertumbuhan PDRB, Kota Tangerang Selatan dan Kota Serang (yang merupakan wilayah pemekaran sekitar 10 tahun yang lalu) tumbuh paling besar yakni lebih dari 6,5% per tahun. Berdasarkan lapangan usaha, PDRB di Banten saat ini sudah bertumpu pada sektor industri, yang menyumbang sekitar 37% dari total PDRB. Sektor industri terkonsentrasi di wilayah Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan. Setelah sektor industri, pangsa terbesar kedua dalam menyumbang nilai PDRB adalah sektor pengangkutan (14%) diikuti oleh sektor perdagangan (13%). Sektor pertambangan sangat kecil sumbangsihnya terhadap pembentukan PDRB karena tidak ada sumber tambang mineral dan energi yang besar di wilayah ini. Dalam 5 tahun terakhir, sektor banguan dan sektor pengangkutan tumbuh sangat pesat diatas 8% per tahun. Hal ini didorong oleh pembangunan kawasan industri dan perumahan baru yang cukup banyak di wilayah perkotaan. Pertambangan 1% Industri 37% Pertanian 6% Jasa-jasa 7% Keuangan 12% 2015: 370,7 Triliun Rp. Pengangkutan 14% Bangunan 9% Perdagangan 13% Listrik, Gas & Air 1% 2.2 Kebutuhan Listrik Gambar 1. Pangsa PDRB Provinsi Banten Pemakaian listrik di Provinsi Banten pada tahun 2015 sebesar GWh seperti disampaikan pada Tabel 2. Sektor industri merupakan pemakai listrik yang terbesar dengan pangsa mencapai 72%, diikuti oleh setor rumah tangga dengan pangsa 21%, sektor komersial 5%, sedangkan sektor sosial, pemerintah dan penerangan jalan umum (PJU) pangsanya masing-masing dibawah 1%. Ini berarti sektor ketenagalistrikan cukup berperan untuk menggerakkan perindustrian di Provinsi Banten. Sedangkan sektor rumah tangga meskipun jumlah pelanggan besar namun karena daya tersambung per sektor pelanggan kecil sehingga konsumsinya tidak begitu besar. Tabel 2. Jumlah Pelanggan dan Konsumsi Listrik Provinsi Banten (2015) Sektor Jumlah Daya Tersambung Konsumsi Listrik Pelanggan (MVA) (GWh) Rumah Tangga , ,7 Industri , ,7 Komersial ,4 356,1 Sosial ,1 68,7 Pemerintah ,6 41,5 PJU ,0 30,4 Total , ,0 Sumber: PLN (2016), DJK (2016) 3. PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK Dalam membuat proyeksi kebutuhan listrik, disamping model kebutuhan listrik diperlukan juga data dan asumsi. Parameter penting yang biasanya dipertimbangkan antara lain perkembangan perekonomian, penduduk, kondisi ketenagalistrikan saat ini dan rasio elektrifikasi. Perkembangan perkonomian yang dinyatakan dalam PDRB, pendduk dan kondisi ketenagalistrikan saat ini sudah dibahas sebelumnya. Rasio

4 elektrifikasi di Banten sudah mencapai 95,64% yang lebih tinggi dari pada rata-rata nasional yakni sebesar 88,30%. Secara umum, peningkatan rasio elektrifikasi tidak signifikan pengaruhnya dalam peningkatan kebutuhan listrik di Provinsi Banten. 3.1 Data Dalam pembuatan model, perlu mengidentifikasi kelompok data yang dibutuhkan. Data untuk level nasional. provinsi, kabupaten/kota sudah cukup lengkap untuk aspek sosial ekonomi dan energi, namun data untuk level kecamatan hanya tersedia data sosial ekonomi sedangkan data energi tidak tersedia. Berbagai asumsi harus dibuat untuk melengkapi kebutuhan data dalam pembuatan model kebutuhan listrik level kecamatan. Secara lengkap peta untuk keselurahan wilayah yang dianalisis ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Peta Wilayah Kecamatan di Provinsi Banten Variabel penting yang digunakan untuk membuat model kebutuhan listrik ditunjukkan pada Tabel 3. Semua variabel, kecuali luas wilayah dapat diperoleh dari data historis untuk kurun waktu tertentu (time series). Variabel luas wilayah dianggap tetap selama kurun waktu proyeksi kebutuhan listrik dilakukan. Untuk level nasional dan provinsi data yang digunakan untuk mengisi variabel sudah lengkap, tersedia di buku statistik, baik yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), PT PLN (Persero) maupun dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk level kabupaten/kota data PDRB, luas wilayah dan penduduk tersedia di statistik yang diterbitkan BPS, sedangkan data kebutuhan listrik banyak yang tidak lengkap. Untuk level kecamatan, hanya data luas wilayah dan penduduk yang tersedia dalam buku statistik BPS, sedangkan data PDRB dan kebutuhan listrik tidak ada dalam penerbitan instansi resmi. Tabel 3. Variabel untuk Model Kebutuhan Listrik Variabel Satuan Kasus Ketersediaan Data untuk Level Nasional Provinsi Kab./Kota Kecamatan Kebutuhan Listrik (RT, industri, kwh 6 L L TL TA komersial, sosial, pemerintah, PJU) PDB atau PDRB Juta 1 L L L TA Rp. Luas Wilayah km 2 - L L L L Penduduk Jiwa 1 L L L L Keterangan: L: Lengkap; TL: Tidak Lengkap; TA: Tidak Ada PJU: Penerangan Jalan Umum Diadaptasi dari Tyralisa dkk. (2017) Data PDRB untuk wilayah Provinsi Banten yang dibagi menjadi 8 kabupaten/kota tersedia dalam buku statistik BPS kabupaten/kota. Data PDRB untuk kurun waktu ditampilkan pada Gambar 3 dan nilai PDRB dinyatakan dalam harga konstan tahun 2010 supaya pertumbuhan PDRB yang akan digunakan untuk parameter perhitungan kebutuhan listrik dapat ditentukan.

5 Triliun Rp. Seminar Nasional Integrasi Proses Gambar 3. Data Historis PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Elastisitas merupakan perbandingan nilai pertumbuhan dua variabel, dalam hal ini kebutuhan listrik dengan penduduk ataupun PDB. Berdasarkan data CDIEMR (2016) elastisitas kebutuhan listrik terhadap penduduk berkisar antara 3,23-6,43. Nilai elastisitas sebesar 3,23 berarti setiap pertumbuhan penduduk sebesar 1% akan meningkatkan kebutuhan listrik sebesar 3,23%. Elastisitas kebutuhan listrik terhadap PDB berkisar antara 1,15-2,29. Nilai kedua elastisitas ini akan digunakan untuk merumuskan pertumbuhan kebutuhan listrik di masing-masing sektor. Berdasarkan analisis untuk setiap sektor, maka dapat dirumuskan bahwa untuk sektor rumah tangga dan sosial lebih terkait dengan elastisitas penduduk, sedangkan untuk sektor industri, komersial, pemerintah dan PJU lebih terkait dengan elastisitas PDB. 3.2 Metodologi Tabel 4. Elastisitas Kebutuhan Listrik ( ) Sektor Pengguna Listrik RT Industri Komersial Sosial Pemerintah PJU Total Penduduk 5,42 3,23 6, ,40 6,16 4,77 PDB 1,93 1,15 2, ,92 2,19 1,70 Keterangan: RT: Rumah Tangga, PJU: Penerangan Jalan Umum Diolah dari CDIEMR (2016) Prakiraan kebutuhan listrik dihitung berdasarkan aktivitas pemakaian listrik dan intensitasnya. Aktivitas pemakaian listrik dikelompokkan menjadi 6 sektor pengguna, yaitu: rumah tangga, industri, komersial, sosial, pemerintah, dan penerangan jalan umum (PJU). Pertumbuhan aktivitas pemakaian energi sangat berkaitan dengan tingkat perekonomian dan jumlah penduduk. Intensitas pemakaian listrik dikalibrasi berdasarkan tahun dasar 2015 sesuai dengan kelengkapan data yang ada. Berdasarkan konsumsi listrik pada tahun dasar dan dengan mempertimbangkan pertumbuhan aktivitas maka dibuat proyeksi kebutuhan listrik dari 2016 sapmai tahun Dalam Tyralisa dkk (2016, 2017) kebutuhan listrik terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan produk domestik bruto (PDB) dan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang dapat mendorong peningkatan permintaan barang seperti peralatan listrik. Penggunaan peralatan tersebut akan menyebabkan kebutuhan listrik meningkat. Namun dalam model kebutuhan listrik untuk Provinsi Banten, PDRB tidak bisa dijadikan acuan karena data hanya tersedia untuk level provinsi dan level kabupaten/kota. Sedangkan untuk level kecamatan hanya penduduk yang bisa menjadi indikator kebutuhan listriknya. PDRB level kabupaten/kota perlu didisagregasi ke level kecamatan dengan asumsi pangsa jumlah penduduk level kecamatan. Variabel PDRB dan penduduk diproyeksikan meningkat sesuai dengan pertumbuhan historis dengan menambah faktor koreksi. Faktor koreksi untuk penduduk adalah bahwa pertumbuhan akan menurun sebesar 0,1% per tahun (karena keberhasilan program keluarga berencana) sedangkan untuk PDRB, pertumbuhan akan meningkat sebesar 0,42% per tahun (karena keberhasilan inovasi di berbagai sektor). Misalkan

6 pertumbuhan PDRB pada waktu t adalah R PDRB dan pertumbuhan penduduk adalah R POP maka rumus untuk kebutuhan energi (KE RT: rumah tangga, KE IND: industri, K KOM: komersial, K SOS: sosial, KE PEM: pemerintah, KE PJU: PJU) pada waktu t adalah: Dengan: KE RT(t) = KE RT(0) x {1 + (R POP x E POP)} t (1) KE IND(t) = KE IND(0) x {1 + (R PDRB x E PDRB)} t (2) KE KOM(t) = KE KOM(0) x {1 + (R PDRB x E PDRB)} t (3) KE SOS(t) = KE SOS(0) x {1 + (R POP x E POP)} t (4) KE PEM(t) = KE PEM(0) x {1 + (R PDRB x E PDRB)} t (5) KE PJU(t) = KE PJU(0) x {1 + (R PDRB x E PDRB)} t (6) t = 0 menunjuk tahun 2015, t = 1 menunjuk tahun 2016, dan seterusnya. E POP : Elastisitas kebutuhan listrik terhadap penduduk E PDRB : Elastisitas kebutuhan listrik terhadap PDRB 3.3 Hasil Berdasarkan perhitungan dari model diperolah bahwa penduduk Provinsi Banten akan meningkat dari ribu jiwa pada tahun 2015 menjadi ribu jiwa pada tahun 2025, atau meningkat rata-rata sebesar 2,1% per tahun. Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang yang paling tinggi pertumbuhan penduduknya yakni masing-masing sebesar 3,26% dan 3,14% per tahun. PDRB Provinsi Banten akan meningkat dari 370,7 triliun Rupiah (harga konstan tahun 2010) pada tahun 2015 menjadi 669,5 triliun Rupiah (2025) atau meningkat rata-rata sebesar 6,09% per tahun. Bila nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk maka diperoleh PDRB per kapita yang merupakan indikator tingkat produktivitas penduduk suatu wilayah. PDRB per kapita meningkat dari 31,2 juta Rupiah per kapita pada tahun 2015 menjadi 45,8 juta Rupiah per kapita pada tahun PDRB per kapita yang tertinggi tercatat di Kota Cilegon yang mencapai 208,5 juta Rupiah per kapita. Kota Cilegon menjadi wilayah yang mempunyai produktivitas paling tinggi karena industrialisasi di wilayah ini sangat berhasil. Berdasarkan hasil perhitungan pertumbuhan penduduk dan PDRB maka dapat ditentukan kebutuhan listrik dalam kurun waktu yang sama. Proyeksi kebutuhan listrik untuk agregat kabupaten/kota ditunjukkan pada Tabel 5. Kebutuhan listrik akan meningkat dari GWh pada tahun 2015 menjadi GWh pada tahun 2034 atau tumbuh rata-rata sebesar 10,09% per tahun. Indikator penting untuk kebutuhan listrik adalah kebutuhan listrik per kapita. Secara agregat kebutuhan listrik per kapita meningkat dari 649 kwh per kapita pada tahun 2015 menjadi kwh per kapita (2025). Bila dibandingkan dengan dengan negara maju dan negara tetangga, kebutuhan listrik per kapita di Provinsi Banten tahun 2025 masih sangat kecil bahkan masih lebih kecil dari rata-rata dunia yakni sebesar kwh per kapita pada tahun Kebutuhan listrik per kapita di Jerman pada tahun 2013 sudah mencapai kwh per kapita dan untuk Malaysia sebesar kwh per kapita (IEA, 2015). Tabel 4. Proyeksi Kebutuhan Listrik untuk Wilayah Kabupaten/Kota (GWh) Kabupaten Pandeglang Kabupaten Lebak Kabupaten Tangerang Kabupaten Serang Kota Tengerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten

7 Gambar 4. Peta SIG untuk Kebutuhan Listrikdi Provinsi Banten Disamping hasil agregat, dalam model juga dihitung secara rinci per kecamatan dan per sektor. Hasil penting adalah peta kebutuhan listrik menggunakan SIG untuk tahun 2015 dan 2025 seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Disparitas kebutuhan listrik per kecamatan sangat menonjol untuk wilayah Banten sebelah utara dibandingkan dengan wilayah sebelah selatan. Disparitas tersebut diprakirakan akan terus ada dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Wilayah utara yang didominasi oleh wilayah perkotaan mempunyai pertumbuhan yang sangat tinggi serta konsumsi listrik per kapita yang juga tinggi. Wilayah selatan yang masih merupakan wilayah pedesaan tidak dapat mengejar ketinggalan dari wilayah utara dengan hanya mengandalkan kondisi yang ada saat ini. Perlu ada campur tangan dari pemerintah untuk membuat kebijakan industrialisasi di wilayah Banten bagian selatan. 4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Berdasarkan data, pembuatan model dan pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut: Model kebutuhan listrik untuk level kecamatan dengan 6 sektor pengguna, yaitu: rumah tangga, industri, komersial, sosial, pemerintah, dan PJU sudah dibuat dan digunakan untuk menganalisis kebutuhan listrik dalam kurun waktu di Provinsi Banten. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis maka berbagai indikator yang terkait dengan pengembangan listrik dapat ditampilkan secara spasial. Penduduk di Provinsi Banten diprakirakan akan tumbuh rata-rata sebesar 2,1% per tahun. Jumlah penduduk meningkat dari ribu jiwa pada tahun 2015 menjadi ribu jiwa pada tahun Pertumbuhan penduduk terbesar berada di Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Pertumbuhan PDRB diprakirakan sebesar 6,09% per tahun atau meningkat dari 370,7 triliun rupiah (harga konstan tahun 2010) pada tahun 2015 menjadi 669,5 triliun rupiah pada tahun Pada tahun 2015 PDRB terbesar disumbang dari industri dengan pangsa sebesar 37%. PDRB per kapita meningkat dari 31,2 juta Rupiah per kapita pada tahun 2015 menjadi 45,8 juta Rupiah per kapita pada tahun PDRB per kapita yang tertinggi tercatat di Kota Cilegon yang mencapai 208,5 juta Rupiah per kapita. Kebutuhan listrik akan meningkat dari GWh pada tahun 2015 menjadi GWh pada tahun 2034 atau tumbuh rata-rata sebesar 10,09% per tahun. Secara agregat kebutuhan listrik per kapita meningkat dari 649 kwh per kapita pada tahun 2015 menjadi kwh per kapita (2025). Bila dibandingkan dengan dengan negara maju dan negara tetangga, kebutuhan listrik per kapita di Provinsi Banten tahun 2025 masih sangat kecil bahkan masih lebih kecil dari rata-rata dunia. 4.2 Saran Dari sisi hasil pemodelan, Provinsi Banten mempunyai disparitas perekonomian yang cukup besar antara wilayah bagian utara dibandingkan dengan wilayah bagian selatan, baik dalam pertumbuhan ekonomi maupun pemenuhan kebutuhan listrik. Wilayah bagian utara mempunyai infrastruktur yang mencukupi sehingga memungkinkan perekonomian tumbuh cukup tinggi, sedangkan wilayah selatan sebaliknya masih sangat kurang infrastrukturnya. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dalam pengembangan perekonomian ke depan, khususnya pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan. Dengan kondisi business

8 as usual maka dalam kurun waktu 10 tahun wilayah bagian selatan masih belum dapat mengejar ketinggalan. Pemerintah perlu membuat program percepatan pengembangan infrastruktur dan industrialisasi di wilayah bagian selatan. Dari sisi pengembangan model, keterbatasan data dan pengambilan asumsi dapat mengurangi keakuratan hasii proyeksi untuk jangka panjang. Indikator hasil model perlu dibandingkan dengan referensi lain maupun benchmarking sehingga dapat dilakukan validasi dengan lebih baik. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih atas dukungan dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk pendanaan penelitian ini melalui Insentif Riset Pratama Individu. 6. DAFTAR PUSTAKA Bappenas, Policy Paper: Keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2012, Jakarta. BPS Kab. Lebak, Kabupaten Lebak Dalam Angka 2016, BPS Kabupaten Lebak, BPS Kab. Pandeglang, Kabupaten Pandeglang Dalam Angka 2016, BPS Kabupaten Pandeglang, BPS Kab. Serang, Kabupaten Serang Dalam Angka 2016, BPS Kabupaten Serang, BPS Kab. Tangerang, Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2016, BPS Kabupaten Tangerang, BPS Kota Cilegon, Kota Cilegon Dalam Angka 2016, BPS Kota Cilegon, BPS Kota Serang, Kota Serang Dalam Angka 2016, BPS Kota Serang, BPS Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang Selatan Dalam Angka 2016, BPS Kota Tangerang Selatan, BPS Kota Tangerang, Kota Tangerang Dalam Angka 2016, BPS Kota Tangerang, BPS Prov. Banten, Provinsi Banten Dalam Angka 2016, BPS Provinsi Banten, 2016, Serang. Budiyanto, E., Sistem Informasi Geografis dengan Quantum GIS, Penerbit Andi, 2016, Yogyakarta. CDIEMR (2016) Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2016, Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta. DJK (2016) Statistik Ketenagalistrikan 2015, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. IAEA, Model for Analysis of Energy Demand (MAED-2): User s Manual, International Atomic Energy Agency, 2006, Vienna. IEA, Key World Energy Statistics, International Energy Agency, 2015, Paris. PLN, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) , PT PLN (Persero), 2017, Jakarta. PLN, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) , PT PLN (Persero), 2015, Jakarta. PLN, Statistik PLN 2015, PT PLN (Persero), 2015, Jakarta. SEI, LEAP: User Guide for LEAP Version 2015, Stockholm Environment Institute, 2015.

9 Tyralisa, H.; Mamassisa, N.; Photisb, Y.N., Spatial analysis of electrical energy demand patterns in Greece: Application of a GIS-based methodological framework, Energy Procedia, 2016, 97, Tyralisa, H.; Mamassisa, N.; Photisb, Y.N., Spatial analysis of the electrical energy demand in Greece, Energy Policy, 2017, 102,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi Dasar 4.1.1 Demografi Provinsi Banten Provinsi Banten secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 200 meter di atas permukaan laut, serta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi. Ketersediaan energi listrik yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi. Ketersediaan energi listrik yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyumas khususnya kota Purwokerto dewasa ini banyak melakukan pembangunan baik infrastuktur maupun non insfrastuktur dalam segala bidang, sehingga kebutuhan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang meliputi pada aspek sosial, ekonomi maupun politik.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang meliputi pada aspek sosial, ekonomi maupun politik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka mencapai kesejahteraan bagi masyarakatnya. Pencapaian kesejahteraan tersebut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat 37 Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat M. Iqbal Arsyad Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura iqbalarsyad@yahoo.co.id Abstract Electrical sector plays important

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK PLN TAHUN 2003 S.D 2020

PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK PLN TAHUN 2003 S.D 2020 PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK PLN TAHUN 2003 S.D 2020 Moch. Muchlis dan Adhi Darma Permana ABSTRACT Electricity demand will increase every year to follow population growth, prosperity improvement, and economic

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA LAMPI RAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi cakupan Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Tengah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi cakupan Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Tengah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Umum Provinsi Administratif Kalimantan Tengah terbentuk pada tahun 1950, sejak saat itu munculah berbagi aspirasi kalangan masyarakat di Kalimantan Tengah untuk mendirikan

Lebih terperinci

PERKIRAAN KONSUMSI ENERGI LISTRIK 2013 HINGGA 2030 ACEH TAMIANG

PERKIRAAN KONSUMSI ENERGI LISTRIK 2013 HINGGA 2030 ACEH TAMIANG Perkiraan Konsumsi Energi Listrik 2013 Hingga 2030 Aceh Tamiang PERKIRAAN KONSUMSI ENERGI LISTRIK 2013 HINGGA 2030 ACEH TAMIANG Rahmad Purnama 1, Ahmad Agus Setiawan 2, Suhanan 3 1 Magister Teknik Sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Timur (Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2015) Berdasarkan hasil estimasi penduduk, penduduk Provinsi Jawa

Lebih terperinci

PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN

PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2007-2020 Tadjuddin Hamdany Dosen Jurusan Teknik Elektro UNTAD Palu, Indonesia email: ophadhanny@yahoo.co.id Abstract The study is devoted

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Demografis Provinsi DKI Jakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Demografis Provinsi DKI Jakarta 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi Dasar 4.1.1 Keadaan Demografis Provinsi DKI Jakarta DKI Jakarta merupakan daerah yang terletak di 5 19' 12" - 6 23' 54" LS dan 106 22' 42" - 106 58'

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA AKSI PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) By: TIM P2RUED-P Pedoman Penyusunan dan Petunjuk Teknis RUED Penjelasan Pokok-Pokok

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP ABSTRAK Frans J. Likadja Jurusan Teknik Elektro, FST, Universitas

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Jl. Raya Palima Pakupatan, Curug Serang; Telp / Fax : 0254

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

2015, No Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530); 3. Peraturan Pemerintah Nomor tentang Kebijakan Energi Nasi

2015, No Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5530); 3. Peraturan Pemerintah Nomor tentang Kebijakan Energi Nasi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1151, 2015 KEMEN-ESDM. Ketenagalistrikan. Rencana Umum. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL PRE SI DEN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berlangsungnya pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, maka transformasi struktural dalam perekonomian merupakan suatu proses yang tidak terhindarkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai emerging country, perekonomian Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh tinggi. Dalam laporannya, McKinsey memperkirakan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK TAHUN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA BARAT & BANTEN MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP

PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK TAHUN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA BARAT & BANTEN MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK TAHUN 213-222 PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA BARAT & BANTEN MENGGUNAKAN SOFTWARE LEAP Oding *), Susatyo Handoko, and Agung Nugroho Departemen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik dan Potensi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Ahmad Agus Setiawan, Suhono, M. Kholid Ridwan Haryono Budi Santosa,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Disampaikan pada acara Penyusunan Neraca Data dan Informasi Serang, 18 Desember 2015 PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 MATERI PRESENTASI 1. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Nur Amalia amalia_aim@pelangi.or.id SISTEMATIKA : 1. Tujuan Proyek 2. Hasil

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) berusaha untuk terus meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kv, yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Bali. Sistem ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kv, yang membentang sepanjang Pulau Jawa-Bali. Sistem ini merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik untuk Kabupaten Kulon Progo disuplai melalui sistem distribusi energi listrik Provinsi DIY. Di mana sistem ketenagalistrikan di DIY merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1)

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang sangat penting dan sebagai sumber daya ekonomis yang paling utama yang dibutuhkan dalam suatu kegiatan usaha.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan listrik telah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat ini. Kebutuhan energi listrik suatu daerah semakin tahun terus bertambah

Lebih terperinci

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012 logo lembaga [ PKPP F.1 ] [ Optimalisasi Sistem Energi untuk Mendukung Ketahanan Energi dan Pembangunan Ekonomi Koridor 6 ] [ Adhi Dharma Permana, M. Sidik Boedyo, Agus Sugiyono ] [ BADAN PENGKAJIAN DAN

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Disampaikan pada The CASINDO Meeting PUSAT DATA DAN INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Grand Legi Hotel Mataram, 2 Maret 2011

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah-langkah Penyusunan Tugas Akhir Mulai Studi Pendahuluan Identifikasi dan Perumusan Masalah Studi Pustaka Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Penulisan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi 4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI REGULASI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI ANGIN Disampaikan oleh Abdi Dharma Saragih Kasubdit

Lebih terperinci

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI DAERAH PROVINSI BALI GUNA MEMENUHI PASOKAN ENERGI LISTRIK 10 TAHUN MENDATANG I Putu Surya Atmaja 2205 100 107 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) 2015-2024 DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT 35.000 MW Arief Sugiyanto Divisi Perencanaan Sistem, PT PLN (Persero) arief.sugiyanto@pln.co.id S A R I Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011 No. 44/10/31/Th. XIV, 1 Oktober 2012 PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011 Laju pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan total PDRB Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan menyatakan pada pasal 4 ayat 2 bahwa badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat dapat berpatisipasi dalam

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 RTRW Kota Cilegon Djoko Sujarto, Perencanaan perkembangan kota baru,penerbit ITB, 2012, hlm 16

BAB I PENDAHULUAN. 1 RTRW Kota Cilegon Djoko Sujarto, Perencanaan perkembangan kota baru,penerbit ITB, 2012, hlm 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota baru di Indonesia dimulai sejak tahun 1950-an dan terus berkembang menjadi landasan pemikiran konseptual dalam memecahkan masalah mengenai fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

Pemodelan Kebutuhan Energi Sulawesi Selatan dengan Skenario Energi Baru/Terbarukan

Pemodelan Kebutuhan Energi Sulawesi Selatan dengan Skenario Energi Baru/Terbarukan Pemodelan Kebutuhan Energi Sulawesi Selatan dengan Skenario Energi Baru/Terbarukan Rishal Asri 1, T. Haryono 2, Mohammad Kholid Ridwan 3 Mahasiswa Magister Teknik Sistem, Universitas Gadjah Mada 1 rishal.asri@ugm.mail.ac.id/085255807138

Lebih terperinci

MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI

MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI 1. Kondisi Kelistrikan Saat Ini Sistem Jawa-Bali merupakan sistem interkoneksi dengan jaringan tegangan ekstra tinggi 500 kv yang membentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED

Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED Workshop Nasional Kick Off Penyusunan RUED 13 Maret 2017 1 1 Landasan Perencanaan Energi Nasional

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 01/05/1208/Th. XVII, 26 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Asahan Tahun 2013 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas

Lebih terperinci

Roadmap Energy di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Roadmap Energy di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang E-mail : yusnan.badruzzaman@gmail.com Abstrak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak memiliki potensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang undang No. 23 Tahun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN Nurcahyanto Direktorat Konservasi Energi - Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perhatian besar dari berbagai negara-negara di dunia. Sumber daya energi

BAB I PENDAHULUAN. satu perhatian besar dari berbagai negara-negara di dunia. Sumber daya energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi, baik energi primer dan energi sekunder menjadi salah satu perhatian besar dari berbagai negara-negara di dunia. Sumber daya energi telah menjadi

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE GABUNGAN DAN METODE KECENDERUNGAN (REGRESI LINIER) UNTUK PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK WILAYAH SUMATERA UTARA

PERBANDINGAN METODE GABUNGAN DAN METODE KECENDERUNGAN (REGRESI LINIER) UNTUK PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK WILAYAH SUMATERA UTARA PERBANDINGAN METODE GABUNGAN DAN METODE KECENDERUNGAN (REGRESI LINIER) UNTUK PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK WILAYAH SUMATERA UTARA Mursyid Yazid, Riswan Dinzi Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 05/6474/Th.V, 28 Desember 2016 TINJAUAN PDRB KOTA BONTANG MENURUT PENGGUNAAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Penggunaan Kota Bontang dalam tahun 2015

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard

III. METODE PENELITIAN. hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard III. METODE PENELITIAN A. Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebuah laptop dengan spesifikasi hardware Prosesor intel dual core 1,5 GHz, Memory Ram 1 GB DDR3, Hard Disk 500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa sekarang ini di kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh manusia di

BAB I PENDAHULUAN. pada masa sekarang ini di kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh manusia di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak terlepas pada masa sekarang ini di kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh manusia di dunia menggunakan listrik

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG No. 03/14/Th.IV, 15 September 2014 TINJAUAN PDRB MENURUT KONSUMSI MENCAPAI 69,42 Triliun Rupiah, Net Ekspor 53,44 Triliun Rupiah Dari Harga Berlaku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

Coffee Morning dengan Para Pemangku Kepentingan Sektor Ketenagalistrikan

Coffee Morning dengan Para Pemangku Kepentingan Sektor Ketenagalistrikan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN () Coffee Morning dengan Para Pemangku Kepentingan Sektor Ketenagalistrikan Ruang Samaun Samadikun Lt.

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PERENCANAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PERENCANAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI INDRAGIRI HILIR MENGGUNAKAN MODEL LONG RANGE ENERGY ALTERNATIVE PLANNING SYSTEM (LEAP) DALAM SKENARIO BUSINESS AS USUAL (BAU) Roberta Zulfhi Surya

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN BANTEN

PROFIL PEMBANGUNAN BANTEN 1 PROFIL PEMBANGUNAN BANTEN A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Secara geografis Provinsi Banten terletak pada 8 3'40" - 8 50'48" Lintang Selatan dan 114 25'53" - 115 42'40" Bujur Timur. Relief dan topografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua kekayaan bumi Indonesia yang dikelola sebagai pengembangan ekonomi, yang diantaranya dari sisi kehutanan, pertanian, pertambangan dan energi yang ada seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kondisi saat ini, ketergantungan masyarakat akan energi listrik sangatlah tinggi, sehingga dituntut ketersediaan dan keandalan yang tinggi dari pemegang kuasa

Lebih terperinci