BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Evaluasi respon ketahanan tanaman terhadap infeksi ChiVMV

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Evaluasi respon ketahanan tanaman terhadap infeksi ChiVMV"

Transkripsi

1 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Kebun UF IPB, Tajur dan di rumah kaca kedap serangga Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB, Cikabayan, dari bulan Juli 005 sampai dengan bulan Oktober 006. Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium Virologi Faperta IPB. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 genotipe cabai koleksi AVRDC serta kultivar lokal Tit Super dan Jatilaba koleksi Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Sebagai bahan penguji digunakan inokulum ChiVMV isolat Cikabayan, koleksi laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB. Metode Penelitian Untuk menguji hipotesis yang telah disajikan pada bab sebelumnya maka metode dan pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga tahapan seperti yang dapat dilihat pada bagan alir penelitian (Gambar ) yaitu:. Evaluasi respon ketahanan tanaman terhadap infeksi ChiVMV Kegiatan ini dimaksudkan untuk meguji hipotesis, yaitu bahwa terdapat respon ketahanan terhadap infeksi ChiVMV yang bervariasi pada genotipe cabai yang diuji. Selain itu, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memilih tetua yang paling tahan dan yang paling rentan sebagai bahan pembuatan populasi dalam studi pewarisan ketahanan terhadap inveksi ChiVMV. Percobaan dilakukan dalam tahap. Evaluasi tahap I, yang merupakan evaluasi pendahuluan, dilakukan terhadap 3 genotipe cabai. Pengamatan dilakukan terhadap kejadian penyakit (KP) berdasarkan ELISA. Paling sedikit digunakan 30 tanaman untuk setiap genotipe yang diinokulasi. Evaluasi ketahanan tahap II dilakukan terhadap genotipe terpilih hasil evaluasi tahap I, yang mewakili genotipe dengan karakter tahan dan sangat rentan. Evaluasi tahap II ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktor (genotipe dan perlakuan inokulasi), dilakukan dengan tujuan untuk melihat konsistensi respon ketahanan

2 pada genotipe-genotipe terpilih. Pengamatan dilakukan terhadap kejadian penyakit, intensitas gejala, dan titer virus. Gambar. Bagan Alir Penelitian Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai terhadap Infeksi chilli veinnal motle virus Kejadian penyakit (KP) adalah proporsi tanaman yang menunjukkan reaksi ELISA positif dalam suatu populasi tanaman tertentu pada 4 HSI. Intensitas gejala diukur berdasarkan tingkat keparahan gejala yang muncul (indeks gejala) secara visual. Titer virus diduga melalui nilai absorban ELISA yang dapat menggambarkan tinggi rendahnya konsentrasi virus pada tanaman setelah tanaman terinfeksi. Peubah tersebut merupakan tolok ukur ketahanan tanaman terhadap infeksi virus (Green 99). Genotipe yang paling tahan adalah yang menunjukkan respon KP paling rendah, intensitas serangan paling rendah, dan tingkat konsentrasi virus paling rendah. Perbedaan respon antar genotipe cabai terhadap infeksi ChiVMV dilihat berdasarkan peringkat ketahanan mengikuti peringkat yang dikemukakan oleh Dolores (996). Tingkat variabilitas respon tersebut diukur berdasarkan nilai

3 3 koefisien variasi fenotipik menggunakan rumus Singh dan Chaudhary (979); Steel dan Torrie (98). s KK = 00%..(rumus ) X Dengan KK, s dan X berturut-turut adalah koefisien keragaman, standar deviasi, dan nilai rata-rata pengamatan. Untuk menentukan tinggi rendahnya keragaman respon berdasarkan koefisien keragaman mengikuti pengelompokan yang dikemukakan oleh Mattjik dan Sumertajaya (000), yaitu rendah (KK < 0%), sedang (0% KK 5%), dan tinggi (KK > 5%). Koefisien korelasi antar peubah yang diamati dihitung berdasarkan rumus Singh dan Chaudhary (979); Steel dan Torrie (98) sebagai berikut: Covxy r =.(rumus ) s x s y Keterangan : r Cov xy s x s y = koefisien korelasi = koefisien keragaman peubah XY = ragam peubah X = ragam peubah Y Menurut Young (98) dikutip Djarwanto dan Subagyo (993) derajat keeratan hubungan antar peubah yang dianalisis dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai 0.7 < r <.0 menunjukkan keterkaitan yang erat, 0.4 < r 0.7 sedang, dan r 0. adalah tidak berkaitan.. Pembuatan materi kegenetikaan untuk studi pola pewarisan Persilangan dilakukan secara buatan (Gambar ) antara tetua yang memiliki karakter tahan terhadap infeksi ChiVMV dengan tetua rentan. Persilangan dilakukan antara pukul pagi (saat hari cerah). Bunga tetua betina dipilih yang masih kuncup, tetapi telah mencapai ukuran penuh. Pada fase ini diperkirakan putik sudah matang tetapi kotak sari belum pecah. Emaskulasi dilakukan dengan cara membuka mahkota bunga dan membuang seluruh benang sari secara hati-hati dengan menggunakan pinset kecil agar kotak sari tidak pecah.

4 4 Gambar. Teknik persilangan buatan pada cabai. A. Bunga betina yang siap diserbuki; B. Kastrasi; C. Emaskulasi; D. Hasil kastrasi dan emaskulasi; E. Bunga jantan siap diambil serbuksarinya; F. Pengambilan serbuksari; G. Hasil pengumpulan serbuksari; H. Pernyerbukan dengan pinset; I. Penyerbukan menggunakan tabung; J. Pemasangan label; K. Isolasi menggunakan isolatif; L. Setelah diisolasi dan dilabel (Sumber: Yunianti 007) Setiap kali akan digunakan untuk emaskulasi, pinset terlebih dahulu dicelupkan ke dalam alkohol 70% dan dikeringkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi terhadap bunga yang diemaskulasi oleh serbuk sari dari bunga yang diemaskulasi sebelumnya (Greenleaf, 986). Bunga yang telah diemaskulasi selanjutnya diserbuki dengan serbuk sari bunga tetua jantan yang diambil dari bunga mekar yang masih segar. Penyerbukan dilakukan segera setelah emaskulasi guna menghindari persilangan yang tidak diinginkan. Bunga yang sudah diserbuki selanjutnya ditutup (diisolasi) selama

5 5 satu minggu. Bunga tersebut diberi label kecil pada tangkainya, bertuliskan kombinasi persilangan dan tanggal persilangan. Buah dipanen pada saat telah berwarna merah penuh, yang merupakan tanda buah telah matang. Ekstraksi biji dilakukan dengan membelah buah secara membujur, biji-bijinya dikeluarkan dan dijemur sampai kering. Biji dari buah hasil persilangan (F, F R, BC (P), dan BC (P) ) dan hasil silang dalam tanaman F diekstraksi secara terpisah untuk masing-masing buah. 3. Studi Pola Pewarisan Ketahanan terhadap ChiVMV Bahan percobaan yang digunakan adalah satu set populasi hasil persilangan tetua tahan dan tetua rentan ChiVMV yang diseleksi pada tahap sebelumnya. Satu set populasi tersebut terdiri atas tetua tahan (P ), tetua rentan (P ), hasil persilangan antara tetua tahan dan tetua rentan (F ), hasil persilangan resiproknya (F R ), silang balik dengan tetua tahan (BC (P) ), silang balik dengan tetua rentan (BC (P) ) dan keturunan kedua hasil persilangan (F ). Populasi tanaman dalam famili F berasal dari satu tanaman F. Sejumlah buah F diambil secara acak, kemudian benihnya dicampur. Jumlah buah yang diambil disesuaikan dengan jumlah tanaman minimum yang diperlukan dalam famili F. Jumlah tanaman minimum dalam F ditentukan berdasarkan perhitungan populasi minimum yang diperlukan untuk memperoleh paling sedikit satu genotipe yang diinginkan. Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya populasi minimum adalah sebagai berikut (Burnham, 96): n = ( Log F) /( Log q).(rumus 3) dengan n, F dan q berturut-turut adalah jumlah tanaman minimum yang dibutuhkan, taraf kesalahan (α) yaitu 0.05, dan peluang kegagalan mendapatkan genotipe yang diinginkan. Dengan asumsi bahwa ketahanan terhadap ChiVMV dikendalikan paling banyak oleh tiga gen, maka jumlah tanaman minimum pada populasi F adalah sebagai berikut: n = log 0.05 log(63/ 64) = = 9

6 6 Peubah yang diamati adalah indeks penyakit dan nilai absorban ELISA untuk menduga titer virus. Pelaksanaan Percobaan. Pembibitan Sebelum disemai, benih terlebih dahulu direndam dalam air panas (50 o C) selama satu jam untuk menghilangkan hama dan patogen yang menempel pada kulit biji dan mempercepat perkecambahan. Benih disemai di baki yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang matang (:), yang telah disterilisasi, dengan kedalaman lubang 0.5 cm. Baki kemudian ditutup dengan kain lembab hingga benih berkecambah. Bibit berumur 3 minggu setelah semai dipindahkan ke polibag berdiameter 40 cm yang berisi 8 kg media steril (campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan : berdasarkan volume). Pemeliharaan dilakukan di rumah kaca kedap serangga. Selama pembibitan, kelembaban harus tetap dijaga. Penyiraman dilakukan secukupnya, tidak terlampau basah, sebab dapat mengakibatkan damping off. Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur dua minggu, melalui penyemprotan pupuk daun Gandasil D (.5 g/l) bersamaan dengan pencegahan hama dan penyakit, dengan frekuensi seminggu sekali. Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan insektisida Curacron, Supracide, Furadan 3G dan Kelthane, bakterisida Dithane M-45 dan fungisida Antracol dengan dosis sesuai anjuran.. Inokulasi Inokulasi dilakukan secara mekanik (Gambar 3). Inokulum disiapkan dengan cara menggerus daun tanaman yang terinfeksi ChiVMV dalam mortar steril bersama dengan larutan penyangga fosfat 0.0 M, ph 7, dengan perbandingan g daun terinfeksi virus per 5 ml larutan penyangga fosfat (:5 b/v). Inokulasi dilakukan dengan cara mengoleskan sap tersebut ke permukaan daun tanaman yang akan diuji dengan bola kapas secara hati-hati, segera setelah penggerusan. Inokulasi dilakukan pada dua helai daun termuda yang telah membuka penuh (4 5 minggu setelah semai). Sebelum diinokulasi permukaan atas daun ditaburi bubuk karborundum (600 mesh) dengan tujuan untuk membuat

7 7 pelukaan, agar infeksi virus dapat terjadi pada saat pengolesan. Pengolesan sap dimulai dari bagian pangkal daun ke bagian ujung secara searah, tanpa mengulangi pada daerah yang sama. Segera setelah pengolesan sap dilakukan pembilasan sisa-sisa sap yang masih melekat pada permukaan daun tanaman uji menggunakan air mengalir. Inokulasi diulang satu minggu setelah inokulasi pertama, untuk memastikan seluruh tanaman dapat terinfeksi. Gambar 3. Teknik inokulasi virus secara mekanis. A. Tanaman cabai yang siap diinokulasi (± umur 4 mss); B. Persiapan inokulum; C. Penaburan bahan abrasive pada permukaan daun yang akan diinokulasi; D dan E. Pengolesan sap inokulum dengan bola kapas; F. Pembilasan sisa-sisa sap setelah inokulasi. Dalam penelitian ini digunakan isolat ChiVMV asal Cikabayan. Berdasarkan hasil penelitian Taufik (005) diketahui bahwa isolat ChiVMV asal Cikabayan memiliki virulensi yang lebih baik karena dapat menginfeksi hampir semua galur inang diferensial yang digunakannya. Berdasarkan reaksinya pada inang diferensial, diketahui bahwa isolat ChiVMV asal Cikabayan adalah strain yang berbeda dengan isolat-isolat lainnya. Perbanyakan isolat virus dilakukan dengan cara menularkan virus dari tanaman terinfeksi ke tanaman paprika (C. annuum L) sehat.

8 8 3. Pengamatan Tipe Gejala. Tipe gejala ditunjukkan oleh tekstur warna dan penampilan pada daun termuda yang telah membuka penuh. Tipe gejala infeksi ChiVMV secara umum adalah belang berwarna hijau tua dan pemucatan pada tulang daun, mosaik serta kelainan bentuk pada daun. Belang merupakan bercak-bercak tanpa batas yang jelas. Mosaik adalah bercak-bercak kekuningan yang dibatasi dengan tulang daun. Tipe gejala ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan atau kualitasnya untuk kemudian diindeks. Intensitas Gejala. Intensitas gejala diukur berdasarkan indeks gejala yang diamati pada 5 minggu setelah inokulasi (awal fase generatif). Indeks gejala untuk infeksi ChiVMV pada tanaman cabai ditentukan berdasarkan tipe gejala (Gambar 4) seperti pada Tabel. Penghitungan intensitas gejala dilakukan dengan menggunakan rumus 4, dan pengelompokan tanaman berdasarkan tingkat ketahanannya terhadap ChiVMV dilakukan sesuai dengan kriteria Dolores (996) seperti tertera pada Tabel 3. Gambar 4. Tipe gejala infeksi ChiVMV: 0. Tidak ada gejala;. Belang ringan;. Belang dan permukaan daun tidak rata; 3. Belang berat dan atau malformasi daun serta pengkerdilan tanaman (Sumber: koleksi pribadi dan kutipan dari CABI 000) Intensitas gejala (I) dihitung dengan rumus: ( n v) I = 00% N V... (rumus 4)

9 dengan n adalah jumlah tanaman pada tiap indeks gejala, v = indeks gejala pada tiap tanaman yang diamati, N = jumlah total tanaman yang diamati, dan V = indeks gejala tertinggi, yaitu 3. Tabel. Penentuan indeks gejala pada tanaman cabai yang terinfeksi ChiVMV Indeks Gejala Gejala 0 3 tidak ada gejala belang ringan belang dan permukaan daun tidak rata 9 belang berat dan atau malformasi daun serta pengkerdilan tanaman Tabel 3. Penentuan peringkat ketahanan tanaman cabai terhadap ChiVMV Intensitas Serangan Hasil ELISA Peringkat Ketahanan * (%) 0 x 0 0 < x 0 0 < x < x 50 x > imun tahan agak tahan agak rentan rentan sangat rentan * Dolores (996) Titer Virus. Uji serologi dilakukan dengan DAS-ELISA (Double antibody sandwich- Enzyme-link imunosorbance assay) untuk menduga titer virus pada tanaman (Green 99). Pengujian dilakukan terhadap daun termuda yang telah berkembang penuh, satu minggu setelah inokulasi terakhir. Deteksi dilakukan dengan DAS-ELISA sesuai petunjuk dari DSMZ-Plant Virus Collection (Braunschweig, Germany). Tahapan uji tersebut adalah Coating, sumuran plat mikrotiter diisi dengan 00μl antiserum ChiVMV yang telah disuspensikan ke dalam bufer coating. Plat mikrotiter diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 4 jam. Setelah proses inkubasi selesai, plat mikrotiter dicuci dengan PBST dengan menggunakan botol pencuci, direndam selama beberapa menit dan pencucian

10 diulangi sebanyak kali, kemudian plat dikeringkan dengan cara mengetukngetuk dengan arah terbalik di atas kertas tissue. Selanjutnya plat mikrotiter diisi dengan 00μl sap tanaman yang akan diuji yang telah diekstraksi pada bufer ekstraksi, masing-masing sampel dimasukkan pada dua sumuran (duplo), kemudian diinkubasikan pada suhu 4 o C selama satu malam. Plat mikrotiter kemudian dicuci lagi dengan PBST dengan cara seperti sebelumnya, sebanyak 3 kali. Selanjutnya plat mikrotiter diisi dengan 00μl konjugat antivirus di dalam bufer konjugat ke dalam tiap sumuran, dan diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 4 jam. Setelah inkubasi, plat mikrotiter dicuci lagi dengan PBST dengan cara seperti sebelumnya, sebanyak 3 kali. Tahap akhir, plat mikrotiter yang telah dicuci diisi dengan PNP sebanyak 00μl/sumuran dan diinkubasikan selama menit pada suhu ruang, atau selama yang diperlukan untuk dapat melihat reaksi perubahan warna yang jelas. Perubahan warna pada larutan dalam plat mikrotiter menunjukkan sampel tanaman yang diuji positif terinfeksi dengan ChiVMV. Untuk mengkuantifikasi hasil digunakan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Analisis titer virus dilakukan secara kualitatif berdasarkan pengelompokan nisbah nilai absorban sampel terhadap kontrol negatif (Tabel 4). Tabel 4. Penentuan skor titer virus berdasarkan nisbah nilai absorban dari sampel tanaman cabai yang diinokulasi oleh ChiVMV Skor Kategori nisbah nilai absorban sampel (χ) χ kali nilai absorban kontrol negatif kali nilai absorban kontrol negatif <χ kali nilai absorban kontrol negatif 3 kali nilai absorban kontrol negatif <χ 3 kali nilai absorban kontrol negatif 4 χ>3 kali nilai absorban kontrol negatif 30 Kejadian Penyakit. Kejadian penyakit adalah proporsi tanaman yang menunjukkan reaksi ELISA positif dalam suatu populasi tanaman tertentu pada 4 HSI, dihitung dengan rumus (Sinaga 003): KP = ( n / N ) x00%.. (rumus 5) dengan n adalah jumlah tanaman terinfeksi dan N adalah jumlah tanaman total.

11 . Efek Maternal Analisis Data Ada tidaknya efek indung (maternal effect) yang mengendalikan karakter ketahanan terhadap ChiVMV pada tanaman cabai ditentukan berdasarkan uji beda nilai tengah (uji t) pada taraf 5% terhadap nilai tengah populasi F dibandingkan dengan F resiproknya. Uji t menurut Steel dan Torrie (98) adalah sebagai berikut: t X F FR =.. (rumus 6) S F S FR n F X + Keterangan : X F, F R F n FR X = nilai tengah populasi F dan F resiprok S, = varians populasi F dan F resiprok S FR n F, n FR = jumlah individu dalam populasi F dan F resiprok 3 Jika kedua nilai tengah berbeda tidak nyata, maka berarti tidak ada efek indung dalam pewarisan karakter yang diamati. Jika varian populasi F dan F R juga homogen, maka kedua populasi tersebut dapat digabungkan dalam analisis selanjutnya. Kehomogenan ragam diuji dengan uji F (Steel dan Torrie, 98). F hit = (S besar)/(s kecil) dibandingkan dengan nilai F tabel(0.05, n-). Bila F hit < F tabel maka ragam kedua populasi adalah homogen.. Derajat dominansi Derajat dominansi dihitung untuk menduga aksi gen yang mengendalikan ketahanan terhadap ChiVMV pada cabai. Derajat dominansi dapat dihitung berdasarkan rumus pendugaan potensi rasio (hp) yang dikemukakan oleh Petr dan Frey (996): hp = F MP HP MP Keterangan : hp = potensi rasio... (rumus 7) HP = rata-rata nilai tetua tertinggi F = rata-rata nilai F MP = nilai tengah kedua tetua

12 3 Berdasarkan nilai potensi rasio tersebut, derajat dominansi diklasifikasikan seperti dalam Tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi derajat dominansi berdasarkan nilai potensi rasio (hp) Kisaran nilai hp Derajat dominansi hp = 0 tidak ada dominansi hp = atau hp = - dominan atau resesif sempurna 0 < hp < dominan tidak sempurna - < hp < 0 resesif dengan aksi gen tidak penuh hp > atau hp < - overdominan 3. Pendugaan jumlah gen pengendali Jumlah gen pengendali ketahanan diduga berdasarkan pada sebaran frekuensi populasi F. Populasi tanaman dalam famili F berasal dari satu tanaman F. Sejumlah buah F diambil secara acak, kemudian benihnya dicampur. Jumlah buah yang diambil disesuaikan dengan perkiraan dapat menghasilkan benih yang melebihi jumlah tanaman minimum yang diperlukan dalam famili F. Sebaran frekuensi pada populasi F selanjutnya diuji apakah mengikuti sebaran normal atau tidak. Uji normalitas sebaran frekuensi F dilakukan dengan metode Kolmogorov Smirnov (Lilliefore 967) menggunakan perangkat minitab 4.0. Jika grafik sebaran frekuensi pada populasi F membentuk sebaran kontinyu satu puncak dan menyebar normal, maka karakter yang diamati dikendalikan oleh banyak gen minor (poligenic). Oleh karena itu, pendugaan jumlah gen yang bersegregasi dilakukan dengan pendekatan seperti digunakan Wright (968) dalam Xu et al (004) sebagai berikut: ( P P ) [.5 b( b) ] ( σ ( σ + σ + σ )/ 4) n = (rumus 8) 8 keterangan : F F P P n = jumlah gen pengendali σ P = ragam populasi P P = rata-rata tetua = ragam populasi F σ F σ F P = rata-rata tetua = ragam populasi F

13 33 σ = ragam populasi P b = F P / P P P Rumus tersebut digunakan bila terpenuhi asumsi () gen-gen yang bersegregasi terletak pada satu tetua, () gen ketahanan tidak terpaut, (3) semua gen mempunyai pengaruh yang sama terhadap ketahanan, (4) tidak ada pengaruh epistasis, (5) tidak ada pengaruh dominan, dan (6) tidak ada pengaruh lingkungan (Wright 968, diacu dalam Xu et al 004). Jika salah satu asumsi tersebut tidak terpenuhi, digunakan rumus (Mather dan Jink 977): ( F MP) k = (rumus 9) H Keterangan: k : faktor efektif F : rata-rata F MP : nilai tengah tetua H : ragam dominan = σ B + 4σB 4σF / 3( σp + σp + σ ) 4 F Bila grafik sebaran frekuensi populasi F tidak mengikuti sebaran normal, maka kemungkinan ada peran gen mayor yang mengendalikan karakter tersebut. Analisis genetik untuk karakter yang dikendalikan oleh gen mayor biasanya dilakukan dengan analisis genetika Mendel, yaitu membandingkan nisbah frekuensi fenotipik hasil pengamatan pada populasi F terhadap nisbah Mendel, atau nisbah fenotipik tertentu dengan uji Chi-Kuadrat (χ ), yaitu dengan menggunakan rumus (Singh dan Chaudhary 977; Steel dan Torrie 98; Fehr 987; Gardner et al. 99; Crowder 993; Gomez dan Gomez 995): X = n i= ( oi ei) ei keterangan : n = jumlah kelas; i =,, 3,..n o i = nilai pengamatan dalam kelas ke-i e i = nilai yang diharapkan dalam kelas ke-i.. (rumus 0) Untuk keperluan analisis Mendel, data pengamatan F dikelompokkan mendekati kategori yang mungkin dari model pewarisan atau tipe aksi gen yang diduga. Pendekatan ini menghasilkan dugaan jumlah dan aksi gen yang bersegregasi untuk karakter yang dipelajari.

14 34 Persilangan yang melibatkan satu pasangan alel (interaksi alel-alel pada lokus yang sama), berdasarkan hukum Mendel, dapat memberikan konsekuensi rasio fenotipik keturunan F hasil hibridisasi sebagai berikut (Strickberger 97): () 3: (satu gen bersifat dominan sempurna atau satu gen dengan aksi gen alel ganda), () :: (satu gen bersifat dominan sebagian), (3) : (satu gen dengan aksi gen letal). Persilangan yang melibatkan dua pasang alel yang memberikan pengaruh pada penampilan karakter yang sama (interalelik), berdasarkan hukum segregasi dan kombinasi secara bebas dari Mendel, akan memberikan konsekuensi rasio fenotipik keturunan F hasil hibridisasi sebagai berikut (Strickberger 97): () 9:3:3: (dua pasang gen bersifat dominan sempurna; fenotipe baru dihasilkan dari interaksi di antara homozigos dominan maupun resesif) () 9:3:4 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi satu pasang gen bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan memberikan pengaruh kepada pasangan yang lain). (3) 9:7 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi keduanya bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan saling memberikan pengaruh). (4) :3: (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi satu pasang gen bila berada dalam keadaan homozigot dominan akan memberikan pengaruh kepada pasangan yang lain). (5) 5: (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi keduanya bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan saling memberikan pengaruh). (6) 3:3 (dua pasang gen bersifat dominan sempurna, tetapi satu pasang gen bila berada dalam keadaan dominan akan memberikan pengaruh kepada pasangan gen kedua, dan pasangan gen kedua bila berada dalam keadaan homozigot resesif akan memberikan pengaruh kepada pasangan gen pertama). (7) 9:6: (dua pasang gen bersifat dominan sempurna; interaksi di antara pasangan dominan akan memunculkan fenotipe baru). (8) 7:6:3 (dua pasang gen, dengan satu pasang gen bersifat dominan sempurna dan pasangan gen yang lain bersifat dominan sebagian; pasangan gen yang pertama jika berada dalam keadaan homozigot resesif akan memberikan pengaruh kepada pasangan gen ke-dua).

15 35 (9) 6:3:3:4 (dua pasang gen, dengan satu pasang gen bersifat dominan sempurna dan pasangan gen yang lain bersifat dominan sebagian; masing-masing bila berada dalam keadaan homozigot resesif saling memberikan pengaruh, dan bila kedua pasangan gen hadir bersama dalam keadaan homozigot resesif, pasangan gen ke-dua akan memberikan pengaruh pada pasangan gen pertama). (0) 7:4:3: (dua pasang gen, dengan satu pasang gen bersifat dominan sempurna dan pasangan gen yang lain bersifat dominan sebagian; fenotipe heterozigot gen dominan sebagian sama dengan homozigot resesif pada pasangan gen dominan sempurna, dan menimbulkan suatu pengaruh aditif bila keduanya muncul bersama). () ::::4:::: (dua pasang gen bersifat dominan sebagian dan menimbulkan pengaruh aditif untuk setiap bagian gen dominan). Jika perbedaan nilai harapan dari nilai pengamatan adalah kecil, x mendekati nol, maka nilai kecocokan adalah baik (the fit is good) (Gardner et al. 99). Perbedaan nilai pengamatan dari nilai harapan dikatagorikan tidak nyata apabila nilai x hitung lebih kecil dari nilai x tabel dengan derajat bebas (db) jumlah kelas dikurangi (Gomez dan Gomez 995). Artinya nisbah hasil pengamatan dengan nisbah harapan dianggap sesuai. 4. Pendugaan Komponen Genetik Analisis rata-rata generasi dilakukan untuk menentukan model genetik yang paling sesuai menggambarkan hubungan rata-rata antar generasi, menggunakan Uji Skala (Scaling Test) dan Uji Skala Gabungan (Joint Scaling Test) dengan pembobot x (Mather dan Jink 98). Ada enam komponen genetik dalam suatu model lengkap digenik, yaitu: pengaruh rata-rata (m), jumlah pengaruh aditif [d], jumlah pengaruh dominan [h], jumlah pengaruh interaksi aditif x aditif [i], jumlah pengaruh interaksi aditif x dominan [j]. dan jumlah pengaruh interaksi dominan x dominan []. Model genetik yang diuji adalah kombinasi dari keenam komponen genetik tersebut. Dengan enam famili, maka ada maksimum 8 model genetik yang dapat diuji, yang digolongkan ke dalam: () model dua komponen genetik, yaitu model m[d], () model tiga komponen, yaitu m[d][h], yang merupakan model aditif-dominan, (3) model empat komponen, yang terdiri atas m[d][h][i],

16 36 m[d][h][j]. dan m[d][h][l], dan (4) model lima komponen, yang terdiri atas m[d][h][i][j], m[d][h][i][l], dan m[d][h][j][l]. Model genetik lengkap enam komponen tidak dapat diuji. Pengujian dilakukan secara bertahap mulai dari model dua, tiga, empat dan lima komponen genetik. Model dianggap paling sesuai jika nilai x hitung menunjukkan nilai terkecil, dan lebih kecil dari x tabel. Apabila model telah menujukkan kesesuaian dengan model aditif-dominan (m[d][h]), maka pengujian tidak dilanjutkan ke model selanjutnya karena dianggap tidak ada interaksi non-alelik. Berdasarkan model genetik yang paling sesuai maka dapat diduga besarnya nilai komponen genetik tersebut beserta dengan galat bakunya. Dengan uji t maka selanjutnva dapat ditentukan nyata tidaknya peran komponen genetik tersebut (Singh dan Chaudary 979, Mather dan Jink 98), dengan menggunakan pembanding t tab(0.05, ) =.96. t hit = [d] / SE [d].. (rumus ) dengan [d] adalah komponen genetik, dan SE [d] adalah galat bakunya. Prosedur Uji Skala Gabungan menurut Mather dan Jink (98) serta Singh dan Chaudhary (979) adalah dengan menyatakan nilai rata-rata peubah yang diamati pada setiap famili ke dalam bentuk persamaan komponen genetik dan pembobotnya. Koefisien komponen genetik dalam Uji Skala Gabungan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Koefisien komponen genetik dalam Joint Scaling Test Famili Bobot m [d] [h] [i] [j] [] Rata-rata PI /(SE P ) P /(SE P ) Fl /(SE FI ) F /(SE F ) 0 ½ 0 0 ¼ BC I(P) /(SE BCI(Pl) ) ½ ½ ¼ ¼ ¼ BC I(P) /(SE BCl(P) ) -½ ½ ¼ ¼ ¼ P P F F BC BC ( P ) ( P) Dalam pengujian, terlebih dahulu dilakukan pengujian kesesuaian dengan model aditif-dominan. Karena ada enam, maka tersedia enam persamaan untuk

17 37 menduga tiga komponen. Selanjutnya, keenam persamaan digabungkan untuk memperoleh tiga persamaan, dengan cara: ) masing-masing persamaan dikalikan dengan koefisien m dan bobotnya, kemudian dijumlahkan; ) masing-masing persamaan dikalikan dengan koefisien [d] dan bobotnya, kemudian dijumlahkan; dan 3) masing-masing persamaan dikalikan dengan koefisien [h] dan bobotnya, kemudian dijumlahkan. Dengan demikian diperoleh tiga persamaan sebagai berikut: a m + b [d] + c [h] = y a m + b [d] + c [h] = y a 3 m + b 3 [d] + c 3 [h] = y 3 Ketiga persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut: a b c a a3 m y b b [ d] y 3 = M = J c c [] - S h y 3 3 J M = S Berdasarkan nilai m, [d], dan [h] yang diperoleh, maka nilai harapan dari rata-rata pengamatan dari masing-masing generasi dapat dihitung. Kesesuaian antara nilai pengamatan dan nilai harapan diuji dengan Chikuadrat (χ ) sebagai berikut: X = ( Oi Ei ) Wi ; db = 6-3 =3.. (rumus ) dengan Oi, Ei, dan Wi berturut-turut adalah nilai pengamatan, nilai harapan, dan bobot dari famili ke-i. Oleh karena hanya tiga komponen yang diduga dengan enam persamaan maka derajat bebasnya (db) adalah 6-3 = 3. Apabila nilai χ hitung lebih kecil dari nilai χ tabel, maka aksi gen yang berperan dalam mengendalikan karakter yang diamati adalah bersifat aditif-dominan. Apabila aksi gen tidak memenuhi model aditif-dominan, maka berarti ada interaksi gen non-alelik. Untuk mengetahui model genetik epistatik yang paling sesuai dilakukan pengujian model dengan menggunakan model genetik dengan empat atau lima komponen. Prosedur pengujiannya sama seperti pada pengujian model untuk tiga komponen (Mather dan Jink 98).

18 38 5. Pendugaan Nilai Heritabilitas Nilai duga heritabilitas arti luas (h bs) dan arti sempit (h ns) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: h h ( σ F + σ P σ P ) F / 3 bs σ + = (Allard 960).. (rumus 3) σ F ( σ BC( P) σ BC( P) ) σ F + ns F = (Warner 95).. (rumus 4) σ dengan σ PI, σ P, σ F, σ F, σ BC(P ) dan σ BC(P) berturut-turut adalah ragam populasi P, P, F, F, BC (P), dan BC (P). Nilai duga heritabilitas dianggap rendah bila h < 0., sedang bila 0. h 0.5, dan tinggi bila h > 0.5 (Stansfield 983).

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen 71 PEMBAHASAN UMUM Nisbah populasi F2 untuk karakter warna batang muda, bentuk daun dan tekstur permukaan buah adalah 3 : 1. Nisbah populasi F2 untuk karakter posisi bunga dan warna buah muda adalah 1

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1)

EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1) EVALUASI KETAHANAN 14 GENOTIPE CABAI TERHADAP INFEKSI CHIVMV (CHILLI VEINAL MOTTLE VIRUS) 1) (Evaluation of Resistance to Chilli Veinal Mottle Virus on 14 Chillipepper Genotypes) Zahratul Millah 2) 1 Sebagian

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan Kendala biotis yang paling sering terjadi dalam budidaya jagung di Indonesia adalah penyakit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari 2013. Penanaman dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung. Pengamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Kebun percobaan Petani Ciherang. Kebun ini terletak di Ciherang pada ketinggian 250 m dpl. Berdasarkan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif Tabel 4 menunjukkan kuadrat nilai tengah pada analisis ragam untuk tinggi tanaman, tinggi tongkol

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

(1) Kebun Percobaan (KP) Muara, untuk pengadaan benih. (persilangan-persilangan) dan menanam tanaman makanan

(1) Kebun Percobaan (KP) Muara, untuk pengadaan benih. (persilangan-persilangan) dan menanam tanaman makanan 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di dua tempat pada Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, yaitu : (1) Kebun Percobaan (KP) Muara, untuk pengadaan benih (persilangan-persilangan)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu Tanaman, dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH TETUA BETINA PADA PEWARISAN KETAHANAN CABAI TERHADAP CHILI VEINAL MOTTLE VIRUS DALAM POPULASI PERSILANGAN PBC495XPBC275

PENGARUH TETUA BETINA PADA PEWARISAN KETAHANAN CABAI TERHADAP CHILI VEINAL MOTTLE VIRUS DALAM POPULASI PERSILANGAN PBC495XPBC275 Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2012 Vol. 1 No.1 Hal : 43-47 ISSN 2302-6308 PENGARUH TETUA BETINA PADA PEWARISAN KETAHANAN CABAI TERHADAP CHILI VEINAL MOTTLE VIRUS DALAM POPULASI PERSILANGAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet Kampung Muteran, Pudak Payung, Banyumanik, Semarang dan Laboratorium Fisiologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai termasuk tanaman dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum dan spesies Capsicum

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV, 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV, Gedung Meneng Bandar Lampung dari bulan Desember 2011 sampai bulan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung

I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Berlangsung mulai bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer dan Palmer, 1990). Tinggi tanaman jagung berkisar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas permukaan laut, yang di mulai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Cabai TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Tanaman cabai dapat ditanam mulai dari ketinggian permukaan laut hingga 13.000 m. Tanaman ini memerlukan cuaca yang panas untuk pertumbuhannya. Suhu siang yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pahoman, Tanjung Karang, Bandar Lampung pada bulan Oktober 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 19 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Politeknik Negeri Lampung pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim iklim panas. Tanaman ini berumah satu dengan bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel)

Lebih terperinci

2, Pelaksanaan Persilangan: Secara alami persilangan mencakup dua kegiatan penting yaitu persarian dan pembuahan. Persarian adalah persatuan antara tepung sari (jantan) dengan kepala putik (betina), dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN MODUL I KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN 1.1 Latar Belakang Tujuan akhir program pemuliaan tanaman ialah untuk mendapatkan varietas unggul baru yang sesuai dengan preferensi petani dan konsumen. Varietas unggul

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Februari Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BABHI BAHAN DAN METODE

BABHI BAHAN DAN METODE BABHI BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah kasa dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga Juni 2010. Penanaman di lapang dilakukan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Darmaga. Lokasi penanaman berada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hajimena, Lampung Selatan pada bulan September 2009 sampai bulan Januari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hajimena, Lampung Selatan pada bulan September 2009 sampai bulan Januari III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung, Desa Hajimena, Lampung Selatan pada bulan September 009 sampai bulan

Lebih terperinci