DESAIN SISTEM PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR YAHYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DESAIN SISTEM PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR YAHYAH"

Transkripsi

1 DESAIN SISTEM PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR YAHYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 ii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Desain Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2007 Yahyah NRP

3 iii RINGKASAN YAHYAH. Desain Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh JOHN HALUAN dan SETYO PERTIWI dan SUGENG HARI WISUDO. Desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang dilakukan dengan pendekatan sistem (system approach). Pada intinya sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang didasarkan pada informasi tentang potensi sumberdaya ikan, alat tangkap, pendapatan nelayan, tataniaga ikan, industri pengolahan ikan, kelayakan usaha perikanan tangkap dan prospektif perikanan. Untuk implementasinya, sistem tersebut dituangkan dalam bentuk Decision Support System (DSS). DSS yang berkaitan dengan sistem dinamakan DSS SEPAKAT. DSS SEPAKAT merupakan suatu model sistem paket komputer yang dapat digunakan sebagai penunjang keputusan dalam menentukan perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang untuk membantu pengguna. Sebagai suatu sistem, DSS SEPAKAT disusun oleh tiga komponen utama, yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model dan sistem manajemen dialog. Ketiga komponen tersebut dikendalikan oleh sistem pengolahan terpusat. Sistem manajemen basis data terdiri delapan model, yaitu datpot, datkap, datkan, datnel, daniaga, datolah, dalaykan dan daprosi. Sistem manajemen basis model terdiri dari dari delapan model, yaitu anapot, anakap, anakan, ananel, anniaga, anolah, anlaykan dan anprosi. Sedangkan sistem manajemen dialog mengatur interaksi antara pengguna dengan sistem dalam proses perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan Kabupaten Kupang masih sangat berpotensi dan kondisi perikanan tangkap saat ini masih dalam posisi pertumbuhan sehingga untuk perencanaan dan pengembangan ke depan sangat diperlukan penataan sedini mungkin dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Kupang. Optimalisasi pemanfaatan saat ini perlu dilakukan dengan pengalokasian alat tangkap dan pembatasan alat tangkap sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Kupang. Pengalokasian alat tangkap terpilih yang perlu direncanakan dan dikembangkan saat ini adalah alat tangkap pancing tunggal (22 unit), purse seine (25 unit), bagan (35 unit), rawai (25 unit), dan pole and line (44 unit). Posisi prioritas terbaik adalah alat tangkap pancing tunggal, rawai dan pole and line, hal ini dibuktikan bahwa alat tangkap tersebut ramah lingkungan dan berkelanjutan baik dari aspek teknologi maupun kegiatan penangkapan. Kinerja ekonomi dalam usaha perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap dari segi finansial dinyatakan layak. Kata kunci : DSS SEPAKAT, Perikanan Tangkap, Kabupaten Kupang.

4 iv ABSTRACT YAHYAH. The Design System Planning and Development of Capture Fisheries in Kupang Regency East Nusa Tenggara. Supervised by JOHN HALUAN dan SETYO PERTIWI dan SUGENG HARI WISUDO. A system for planning and development of capture fisheries in Kupang Regency has been formulated with system approach. Basically the system is based on information on production of fisheries resources, fishing gears, income fishermen, fish marketing, fish processing, financial of capture fisheries and prospective of fisheries. The implementation of system poured in the form of Decision Support System (DSS). The system then is materialized in terms of DSS named in DSS SEPAKAT. The DSS SEPAKAT is a computer program package research to support of decision in determining planning and development of capture fisheries in Kupang Regency to assist system user. As a system, DSS SEPAKAT consists of three primary components, those are data base management system, model base management system and dialogue management system. Data base management system is composed by eight model, i,e. datpot, datkap, datkan, datnel, daniaga, datolah, dalaykan and daprosi. Model base management system consists of eight model, i,e. anapot, anakap, anakan, ananel, anniaga, anolah, anlaykan and anprosi. Dialogue management system arranges interaction between system user with the system in course of planning and development of capture fisheries. Based on those analysis show that the capture fisheries in Kupang regency feasible to be developed with some consideration in outonomy era such as outhority in capture fisheries management. Alternative of chosen fishing gear units in order to reach optimum number is hand line, purse seine, liftnet, long line and pole and line, 22 units, 25 units, 35 units, 25 units, and 44 units. Among them long line and pole and line consider to be planning and developed in the fish priority. Keywords : DSS SEPAKAT, Capture Fisheries, Kupang Regency.

5 v Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

6 DESAIN SISTEM PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR vi YAHYAH Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

7 vii LEMBAR PENGESAHAN Judul Disertasi : Desain Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang - Nusa Tenggara Timur Nama Mahasiswa : Yahyah NRP : C Program Studi : Teknologi Kelautan Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Ketua Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr. Anggota Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS. Tanggal Ujian : 09 Juli 2007 Tanggal Lulus :

8 viii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini merupakan hasil penelitian dengan judul Desain Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur Pada kesempatan ini penulis ucapan terima kasih kepada : 1. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, yang telah memberikan bantuan dana pendidikan melalui Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS). 2. Rektor Universitas Nusa Cendana yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi di Program Studi Teknologi Kelautan SPs IPB. 3. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah memberikan bantuan penelitian. 4. Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan. 5. Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc., Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr., Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si., sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya disertasi ini. 6. Bupati Kupang yang telah memberikan izin penelitian. 7. PT. Panorama Alam Tropika yang telah memberikan bantuan penelitian. 8. Saudara Dr. Deselina M.W. Kaleka, S.Pi., M.Si., dan Sudirman yang telah membantu dalam penelitian ini. 9. Saudara Roni Wijaya, S.TP yang telah membantu dalam merancang DSS Sepakat. 10. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan atas segala kerjasama dan dukungannya selama ini. 11. Ayahanda Abd. Rachim Alie (alm.) dan Ibunda Hj. Sitti Nuradaddi, serta Bapak Arifin Samauna dan Ibu Aminah Talib (mertua) yang senantiasa telah memberi doa restu kepada penulis. 12. Adik-adikku Muh. Yasin sekeluarga, Sitti Yasmin sekeluarga, Sitti Yasmah sekeluarga dan Sitti Yarni yang telah memberikan bantuan baik materil maupun moril selama penulis mengikuti pendidikan. 13. Istriku Hadjrah Arifin, S.Pt., dan anak-anakku Ajrina Rizki Yahyah dan Zul Fauzi Yahyah yang telah memberikan pengorbanan selama penulis mengikuti pendidikan. 14. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsi pemikiran dalam penyelesaian disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat. Bogor, Juli 2007 Yahyah

9 ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 8 Januari 1966 sebagai anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan Ayah Abd. Rachim Alie (Almarhum) dan Ibu Hj. Sitti Nuradaddi. Pendidikan penulis diawali di Sekolah Dasar Negeri 4 Watampone Sulawesi Selatan pada tahun Tahun menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Watampone Sulawesi Selatan. Tahun 1981 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas PPSP IKIP Ujung Pandang dan lulus pada tahun Penulis diterima di Universitas Pattimura melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) tahun Tahun berikutnya mengambil Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan sebagai pilihan dan lulus pada tahun 1990 dalam ujian Skripsi dengan judul Pengaruh Daerah Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Trammel Net di Perairan Rutha Kecamatan Maluku Tengah, Ambon. Penulis diterima sebagai staf Pengajar pada Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana pada tahun Kesempatan menempuh pendidikan pascasarjana jenjang magister sains diperoleh tahun 1994 pada program studi Teknologi Kelautan Program Pascasarjana IPB dan lulus pada ujian Tesis dengan judul Sistem Penunjang Keputusan untuk Pembinaan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur (Studi Kasus Perikanan Bagan dan Purse Seine) pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana melalui bantuan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

10 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR SINGKATAN... xvii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pikir Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sistem Sistem Penunjang Keputusan Pemodelan Sistem Pengembangan Perikanan Tangkap Analisis Kinerja Usaha Resiko Dalam Investasi METODE PENELITIAN Pendekatan Sistem Tahapan Penelitian Metode Pengumpulan Data Pemodelan Sistem Implementasi Model Pengembangan Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap (SEPAKAT) KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Produksi Perikanan Tangkap Pengembangan Perikanan Tangkap HASIL DAN PEMBAHASAN Paket Program DSS SEPAKAT Model Anapot Model Anakan Model Anakap Model Anlaykan Model Ananel Model Anniaga Model Anolah Model Anprosi Aplikasi Model Sepakat Pengembangan perikanan Tangkap KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 xi DAFTAR TABEL 1 Jenis data potensi sumberdaya ikan Jenis data alat tangkap Jenis data perikanan tangkap Jenis data kelayakan usaha perikanan tangkap Jenis data nelayan Jenis data tataniaga ikan Jenis data industri pengolahan ikan Jenis data prospektif perikanan Input data usaha perikanan tangkap Input data nelayan Input data niaga ikan Input data industri pengolahan ikan Produksi perikanan laut menurut jenis ikan di Kabupaten Kupang Tahun Produksi perikanan laut menurut jenis non ikan di Kabupaten Kupang Tahun Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Kupang tahun Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang tahun Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun Faktor strategi internal pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang Faktor strategi eksternal pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang Matriks internal-eksternal (IE) perikanan tangkap di Kabupaten Kupang Matriks SWOT sasaran perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabuapten Kupang Halaman

12 xii 22 Hasil skoring seleksi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan sesuai kriteria CCRF Hasil skoring seleksi teknologi penangkapan ikan berkelanjutan sesuai kriteria CCRF Hasil skoring seleksi ekonomi Hasil optimalisasi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang Jenis ikan, rata-rata hasil tangkapan masing-masing alat tangkap dan harga rata-rata jenis ikan Biaya investasi, penyusutan, perawatan, produktifitas dan biaya variabel usaha perikanan tangkap Kriteria kinerja investasi usaha perikanan tangkap Pendapatan nelayan, pemilik alat tangkap dan kelayakan hidup nelayan Pendapatan pedagang pengumpul dan kelayakan hidup pedagang Pendapatan pengolah ikan dan kelayakan hidup pengolah ikan Data sumberdaya lestari, eksploitasi sumberdaya dan permintaan ikan Keluaran model anprosi Nilai MSY dan upaya penangkapan optimum (effort optimum) untuk ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar dan ikan demersal di Kabupaten Kupang Pembiayaan investasi yang dibutuhkan dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang... 95

13 xiii DAFTAR GAMBAR 1 Skema alur pikir sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap Struktur dasar sistem penunjang keputusan (Eriyatno, 2003) Sistem agribisnis perikanan tangkap (Kesteven, 1973 dimodifikasi oleh Monintja, 2001) Tingkat keuntungan dan resiko (Husnan dan Suwarsono, 1994) Diagram alir pendekatan sistem (Manetsch and Park, 1977 dimodifikasi oleh Yahyah, 2007) Diagram lingkar sebab-akibat sistem usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kupang Diagram input-output desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang Konfigurasi SEPAKAT Perkembangan alat tangkap jaring insang, pancing tunggal, pancing tonda dan payang di Kabupaten Kupang tahun Perkembangan alat tangkap purse seine, bubu, bagan, rawai dan pole and line di Kabupaten Kupang tahun Pengembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang tahun Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun Hubungan produksi lestari dengan effort dan produksi aktual dengan effort pada perikanan pelagis kecil di Kabupaten Kupang (menurut metode Schaefer, 1954) Hubungan antara CPUE dan effort perikanan pelagis kecil di Kabupaten Kupang Hubungan produksi lestari dengan effort dan produksi aktual dengan effort pada perikanan pelagis besar di Kabupaten Kupang (menurut metode Schaefer, 1954) Hubungan antara CPUE dan effort perikanan pelagis besar di Kabupaten Kupang Halaman

14 xiv 17 Hubungan produksi lestari dengan effort dan produksi aktual dengan effort pada perikanan demersal di Kabupaten Kupang (menurut metode Schaefer, 1954) Hubungan antara CPUE dan effort demersal kecil di Kabupaten Kupang Nilai CPUE perikanan pelagis kecil, CPUE perikanan pelagis besar dan CPUE perikanan demersal pada Tahun di Kabupaten Kupang... 63

15 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Kupang Diagram alir deskriptif model Datpot Diagram alir deskriptif model Datkap Diagram alir deskriptif model Datada Diagram alir deskriptif model Datnel Diagram alir deskriptif model Datnianga Diagram alir deskriptif model Datolah Diagram alir deskriptif model Dalaykan Diagram alir deskriptif model Datprosi Aplikasi SEPAKAT (sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap) di Kabupaten Kupang Hasil analisis perikanan pelagis kecil di Kabupaten Kupang Hasil analisis perikanan pelagis besar di Kabupaten Kupang Hasil analisis perikanan demersal di Kabupaten Kupang Skoring alat tangkap berdasarkan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan sesuai kriteria CCRF Skoring alat tangkap berdasarkan kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan sesuai kriteria CCRF Hasil olahan LINDO untuk sasaran perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang (skenario 1) Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap payang Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap purse seine Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap bubu Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap jaring insang Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap bagan

16 xvi 22 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap pancing tonda Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap pancing tunggal Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap rawai Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap pole and line Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap payang Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap purse seine Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap bubu Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap jaring insang Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap bagan Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap pancing tonda Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap pancing tunggal Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap rawai Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap pole and line Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap payang Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap purse seine Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap bubu Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap jaring insang Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap bagan Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap pancing tonda Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap pancing tunggal Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap rawai

17 43 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap pole and line Masukan data dan keluaran model anolah Masukan data dan keluaran model anprosi Foto-foto alat tangkap di Kabupaten Kupang xvii

18 xviii DAFTAR SINGKATAN a : Konstanta, intersep (titik perpotongan garis regresi dengan sumbu y) abk : Nelayan/Abk a ij : Parameter fungsi kendala ke-i pada variabel keputusan ke-j Anapot : Analisis potensi sumberdaya ikan Anakan : Analisis perikanan tangkap Anakap : Analisis alat tangkap Ananel : Analisis Nelayan Anaolah : Analisis pengolah ikan Anniaga : Analisis tataniaga Anlaykan : Analisis kelayakan usaha perikanan tangkap Anprosi : Analisis prospektif perikanan Atp : Alat tangkap b : Slope (kemiringan dari garis regresi) b 1 : Kapasitas/ketersediaan kendala ke-i Bag : Bagi hasil per trip bat : Biaya angkut BBM : Bahan bakar minyak BE : Biaya eksploitasi bgr : Biaya garam Bitot : Biaya total bks : Biaya konsumsi/bekal bmt : Biaya bongkar muat BN : Biaya niaga ikan bnt : Bulan niaga per tahun BO : Biaya operasional BP : Biaya pengolahan ikan bpn : Biaya penyusutan bpt : Biaya pengawetan bpr : Biaya perawatan brt : Biaya retribusi B t : Benefit pada tahun ke-t B t+m : Komponen kecenderungan m tahun ke depan BT : Biaya tetap BV : Biaya variabel C : Catch (hasil tangkapan) CCRF : Code of Conduct for Responsible Fisheries C j : Parameter fungsi tujuan ke-j CPS : Central Processing System CPUE : Catch per Unit Effort C t : Biaya pada tahun ke-t DA i : Deviasi atas kendala ke-i Dalaykan : Data kelayakan usaha perikanan tangkap Daprosi : Data prospektif perikanan Datkan : Data perikanan tangkap Datkap : Data alat tangkap Datnel : Data nelayan Datniaga : Data tataniaga Datolah : Data pengolah ikan Datpot : Data potensi sumberdaya ikan

19 DB i : Deviasi bawah kendala ke-i DF : Discount factor DKP : Departemen Kelautan dan Perikanan DMBS : Data Base Management System DMS : Dialoque Management System DSS : Decision Support System Dt : Penyusutan periode ke-t E : Effort Effort : Upaya penangkapan (Trip) Es : Eksploitasi sumberdaya Fopt : Effort optimum F t+m : Ramalan m tahun ke depan GEMALA : Gerakan Masuk Laut hbi : Harga beli ikan hb1 : Harga beli jenis 1 hb2 : Harga beli jenis 2 hb3 : Harga beli jenis 3 hb4 : Harga beli jenis 4 hi : Harga ikan hi1 : Harga ikan jenis 1 hi2 : Harga ikan jenis 2 hi3 : Harga ikan jenis 3 hi4 : Harga ikan jenis 4 hji : Harga jual ikan hj1 : Harga jual jenis 1 hj2 : Harga jual jenis 2 hj3 : Harga jual jenis 3 hj4 : Harga jual jenis 4 hjo1 : Harga jual jenis olahan 1 hjo2 : Harga jual jenis olahan 2 hjo3 : Harga jual jenis olahan 3 hjo4 : Harga jual jenis olahan 4 hnb : Hari niaga per bulan hnt : Hari niaga per tahun ht : Hasil tangkapan i : Tingkat bunga yang berlaku i 1 : Discount factor (tingkat bunga) pertama di mana diperoleh NPVpositif i 2 : Discount factor (tingkat bunga) kedua di mana diperoleh NPVnegatif IRR : Internal Rate of Return jbi : Jumlah beli ikan jb1 : Jumlah beli jenis 1 jb2 : Jumlah beli jenis 2 jb3 : Jumlah beli jenis 3 jb4 : Jumlah beli jenis 4 jh1 : Jumlah hasil tangkapan jenis 1 jh2 : Jumlah hasil tangkapan jenis 2 jh3 : Jumlah hasil tangkapan jenis 3 jh4 : Jumlah hasil tangkapan jenis 4 jht : Jumlah hasil tangkapan ikan ji1 : Jenis ikan 1 ji2 : Jenis ikan 2 ji3 : Jenis ikan 3 ji4 : Jenis ikan 4 xix

20 jpi : Jumlah penjualan ikan jpio : Jumlah penjualan ikan olahan jp1 : Jumlah penjualan jenis 1 jp2 : Jumlah penjualan jenis 2 jp3 : Jumlah penjualan jenis 3 jp4 : Jumlah penjualan jenis 4 jpo1 : Jumlah penjualan jenis olahan 1 jpo2 : Jumlah penjualan jenis olahan 2 jpo3 : Jumlah penjualan jenis olahan 3 jpo4 : Jumlah penjualan jenis olahan 4 jtp : Jumlah trip per tahun KHI : Kelayakan hidup pengolah ikan KHN : Kelayakan hidup nelayan KHP : Kelayakan hidup pedagang lmp : Lampu lln : Lain-lain MBMS : Model Base Management System Mia : Modal investasi awal msn : Mesin pendorong/motor MSY : Maximum Sustanaible Yield mth : Minyak tanah mtp : Mesin/alat pembantu n : Lamanya periode waktu N : Umur ekonomis Net B/C : Net Benefit Cost Rasio NPV : Net Present Value NTT : Nusa Tenggara Timur P : Nilai investasi alat, mesin dan bangunan yang mengalami penyusutan PAD : Pendapatan Asli Daerah pat : Pemilik alat tangkap Pi : Permintaan ikan Pip : Penerimaan industri pengolahan pjk : Pajak Ppp : Penerimaan pedagang pengumpul PRA : Participatory Rural Appraisal prh : Perahu S : Nilai sisa alat, mesin dan bangunan pada umur akhir ekonomis S t : Rata-rata bergerak tunggal pada tahun ke-t S t : Rata-rata bergerak ganda pada tahun ke-t SEPAKAT : Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap Si : Sumberdaya ikan SWOT : Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats uat : Umur alat tangkap UMP : Upah Minimum Propinsi upn : Umpan X j : Variable putusan ke-j (jumlah unit penangkapan) X t : Data pada tahun ke-t Z : Fungsi tujuan (total deviasi) yang akan diminimumkan xx

21

22 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya; (2) meningkatkan peran sektor perikanan dan kelautan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi; (3) memelihara dan meningkatkan daya dukung serta kualitas lingkungan perairan, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan; (4) meningkatkan kecerdasan dan kesehatan bangsa melalui peningkatan konsumsi ikan; dan (5) meningkatkan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan peningkatan budaya bahari bangsa Indonesia (Dirjen Perikanan Tangkap DKP, 2004). Sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, tujuan pembangunan perikanan tangkap yaitu : (1) meningkatkan kesejahteraan nelayan; dan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Sedangkan sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai pada akhir 2009 adalah : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472 juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp. 1,5 juta/bulan; (3) meningkatnya nilai eksport hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar; (4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5) penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta orang (Dirjen Perikanan Tangkap DKP, 2004). Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas, pembangunan perikanan tangkap dilaksanakan melalui enam program DKP, yaitu : (1) pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil; (2) peningkatan mutu dan nilai tambah hasil perikanan; (3) pengembangan prasarana perikanan tangkap; (4) pengembangan sarana perikanan tangkap; (5) peningkatan tata pemanfaatan sumberdaya ikan; dan (6) peningkatan peran Republik Indonesia dalam organisasi atau lembaga internasional. Kebijakan pembangunan sub-sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) secara umum diarahkan pada program pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan, pendayagunaan perairan laut dan perairan umum serta pelestarian dan konservasi sumberdaya perikanan. Kebijakan perikanan tangkap sebagaimana tersebut di atas dijabarkan dalam 3 (tiga) program utama yaitu : (1) peningkatan sarana dan prasarana

23 2 penangkapan; (2) peningkatan pengetahuan dan ketrampilan nelayan; dan (3) peningkatan pengawasan pemanfaatan sumberdaya perikanan (Pemerintah Kabupaten Kupang, 2005). Pengembangan sub-sektor perikanan tangkap selama ini berjalan lambat. Hal ini disebabkan oleh kompleksnya permasalahan yang dihadapi, menyangkut faktorfaktor teknis, sosial, ekonomi dan lingkungan. Sisi lain yang menyebabkan lambatnya pengembangan usaha perikanan tangkap saat ini adalah posisi tawar yang lemah, kurangnya modal usaha, tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang rendah dan kurangnya pembinaan dari instansi terkait. Oleh karena itu dalam perencanaan dan pengembangannya perlu dilakukan suatu pendekatan komprehensif yang dilandasi oleh teknologi yang tepat guna dan tepat waktu sehingga hasilnya benar-benar berdaya guna, terutama bagi nelayan di wilayah masyarakat pantai. Untuk itu maka teknologi yang akan dipakai haruslah yang dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknis (mencakup aspek sumberdaya), ekonomi, sosiologi, kelembagaan dan lingkungan. Usaha perikanan tangkap khususnya di Kabupaten Kupang dewasa ini hampir semuanya adalah usaha perikanan rumah tangga yang memiliki ciri-ciri : (1) skala usaha relatif kecil; (2) dilakukan sebagai usaha keluarga; dan (3) menggunakan teknologi sederhana sehingga produktivitasnya rendah dan mutu hasil tangkapan tidak seragam. Menurut Alder et al. (2002) menyatakan bahwa dalam penilaian sistem manajemen perikanan, konsekuensi ekologis, sosial dan ekonomi juga dipertimbangkan secara seimbang, seperti halnya konsekuensi teknologi dan etika. Usaha semacam ini memiliki posisi yang sangat lemah dan sangat peka terhadap perubahan. Ciri-ciri usaha perikanan tangkap yang demikian harus diubah menjadi suatu usaha perikanan tangkap yang dikelola dengan cara-cara maju, tetapi tetap melibatkan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu desain sistem untuk menghasilkan usaha yang efisien dengan penerapan teknologi yang sesuai. Untuk perencanaan dan pengembangannya diperlukan intervensi kekuatan dari luar antara lain untuk melakukan reformasi modal, menciptakan pasar, sistem kelembagaan dan input teknologi. Kabupaten Kupang memiliki panjang garis pantai kurang lebih 456 Km dengan luas perairan laut sekitar 7.178,28 Km 2, memiliki potensi lestari sebesar ton per tahun dengan tingkat pemanfaatannya baru sekitar ton (48,94%) pada tahun 2004 (DKP Kab. Kupang, 2005). Potensi sumberdaya ikan yang ada saat ini memungkinkan untuk mewujudkan usaha perikanan yang kokoh, mandiri dan

24 3 berkelanjutan serta memperluas kesempatan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan nelayan, meningkatkan konsumsi ikan dan peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) yang pada gilirannya akan memberikan konstribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Potensi sumberdaya perikanan, yang merupakan salah satu komoditas unggulan sebagai penghasil pendapatan asli daerah (PAD) harus dikelola secara baik dan arif. Untuk itu diperlukan kapabilitas sumberdaya manusia yang dapat diandalkan untuk mengelola potensi tersebut secara profesional dan berkelanjutan. Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu sendiri (Fauzi dan Anna, 2002). Sub-sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kupang didominasi oleh jukung sebanyak unit (64,97%), perahu tanpa motor (PTM) sebanyak 706 unit (17,64%); perahu motor tempel (PMT) sebanyak 422 unit (10,54%); dan kapal motor sebanyak 274 unit (6,85%) (DKP Kab. Kupang, 2005). Untuk mendukung upaya perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang NTT diperlukan identifikasi permasalahan yang ada serta pemecahannya melalui penelitian dengan proses pendekatan dan penyusunan desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap yang merupakan salah satu model dasar pengelolaan sub-sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. 1.2 Perumusan Masalah Dalam pembangunan perikanan, tantangan untuk memelihara sumberdaya secara berkelanjutan merupakan permasalahan yang cukup kompleks. Sumberdaya perikanan dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih, namun pertanyaan yang sering muncul adalah seberapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan dampak negatif untuk masa mendatang. Pembangunan usaha perikanan tangkap yang tangguh akan memberikan berbagai manfaat ekonomi yakni : (1) meningkatkan kesempatan dan penyerapan tenaga kerja; (2) meningkatkan pendapatan nelayan; dan (3) meningkatkan mutu hasil perikanan. Pengembangan usaha perikanan tangkap secara umum dilakukan melalui peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan, yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan, penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan asli daerah dan penerimaan devisa negara, pemanfaatan sumberdaya

25 4 perikanan berkelanjutan dan menjadikan sektor perikanan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Masyarakat nelayan di Kabupaten Kupang sebagian besar masih tergolong tradisional, baik dilihat aspek teknologi maupun jenis alat tangkap yang digunakan. Di sisi lain perkembangan teknik operasi penangkapan ikan dewasa ini semakin pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun belum bermakna secara nyata. Hal ini sebabkan karena rendahnya tingkat adopsi teknologi dan kemampuan modal serta kesadaran nelayan yang masih terbatas. Usaha peningkatan produktivitas dan produksi perikanan tangkap tersebut ternyata lebih sulit dibandingkan dengan usaha peningkatan produksi pada usaha pertanian lain yang memanfaatkan sumberdaya daratan. Karenanya pula diperlukan berbagai pertimbangan, baik dari segi biologi, teknis, ekonomis, dan sosial dalam pengembangan usaha perikanan tangkap yang akan dilakukan. Pengembangan pemanfaatan sumberdaya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kupang telah dihadapkan kepada masalah besarnya potensi dengan sedikitnya nelayan, demikian pula dengan sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap yang masih kurang dan belum berfungsi secara optimal. Disamping itu pula pada umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif masih rendah hal ini dicirikan oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, kemampuan manajemen yang lemah serta kondisi lingkungan hidup yang kurang baik yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan. Pada umumnya usaha perikanan tangkap ini dimiliki dan diusahakan oleh nelayan. Kondisi nelayan di Kabupaten Kupang sebagai nelayan penuh sebanyak orang (35,86%), nelayan sambilan utama sebanyak 1503 orang (34,77%), dan nelayan sambilan tambahan sebanyak orang (29,36%) (DKP Kab. Kupang, 2005). Memperhatikan kondisi di atas maka pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang merupakan bagian integral pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian melalui pembangunan sumberdaya perikanan secara terpadu dan berkelanjutan. Sebagai upaya mempercepat partisipasi masyarakat secara massal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dengan wilayah kegiatan pada desa-desa pesisir maka telah dicanangkan Gerakan Masuk Laut di Propinsi NTT yang selanjutnya disingkat GEMALA sebagai kegiatan strategis (Sekda NTT, 2002). Usaha nelayan seperti ini perlu dikembangkan secara profesional yang sampai saat ini masih diperlukan pembenahan yang serius dalam arti dengan memperhatikan

26 5 ciri-ciri tradisionalnya. Sehingga usaha nelayan ini harus disiapkan dan diarahkan ke usaha yang profesional agar dapat memberikan nilai tambah yang secara ekonomis menguntungkan dan harus menjadi prioritas utama dari pemerintah daerah setempat untuk diselesaikan secara arif dan profesional. Salah satu upaya yang sebaiknya dilakukan adalah penyusunan desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap dengan pendekatan sistem. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk : (1) Mengkaji faktor-faktor dan parameter yang berpengaruh dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. (2) Mengembangkan model perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. (3) Merancang dan mengembangkan Decision Support System (DSS) SEPAKAT (Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap) di Kabupaten Kupang. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alat yang dapat dipergunakan oleh pengguna dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang NTT. 1.5 Kerangka Pikir Penelitian Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pada umumnya pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut dilakukan tidak langsung ditujukan pada ikannya, tetapi lebih cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan dan perbaikan kondisi lingkungan sumberdaya perairan (Nikijuluw, 2002). Kesulitan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada di laut antara lain disebabkan oleh adanya karakteristik yang spesifik dari sumberdaya perikanan tersebut, yaitu : (1) faunanya bersifat bebas bergerak dan tidak terlihat langsung; (2) jumlahnya terbatas; (3) ikannya terdiri dari banyak spesies sehingga alat

27 6 tangkap yang digunakan juga banyak jenisnya; dan (4) sumberdaya bersifat terbuka (open access) untuk dimanfaatkan oleh setiap orang. Untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan di suatu perairan diperlukan informasi tentang potensi sumberdaya ikan yang ada. Dengan diketahuinya nilai potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya maka kelestarian sumberdaya di dalamnya tetap terjaga, serta kapasitas tangkap usaha penangkapan yang tepat dapat ditentukan. Berdasarkan hal tersebut maka dalam wilayah perairan Kabupaten Kupang, dapat dilakukan perencanaan dan pengembangan usaha perikanan tangkap. Selain mempertimbangkan jenis usaha perikanan tangkap, yang dioperasikan di perairan Kabupaten Kupang, maka dalam perencanaan dan pengembangan usaha perikanan tangkap harus pula mempertimbangkan kombinasi dari berbagai macam unit usaha perikanan tangkap yang memungkinkan untuk dapat dikembangkan di daerah ini. Dalam menentukan kombinasi, baik dalam jumlah dan jenis unit perikanan tangkap untuk suatu daerah, sangat ditentukan oleh beberap aspek, yang meliputi aspek-aspek biologi, teknik, sosial dan ekonomi. Kombinasi alat tangkap yang dipilih dari hasil determinasi tersebut, tentunya harus jelas seberapa besar kemampuan jenis alat tangkap tersebut dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada dan tidak menghabiskan ketersediaan potensi sumberdaya perikanan yang tersedia di perairan, sehingga dapat berkelanjutan. Untuk mendorong berkembangnya usaha perikanan tangkap diperlukan desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap yang saling terkait untuk masing-masing subsistem, yang meliputi keterkaitan pendapatan nelayan, tataniaga ikan, pengolahan ikan, kelayakan usaha perikanan tangkap, dan prospektif perikanan di Kabupaten Kupang. Keterkaitan setiap subsistem di atas harus saling berhubungan satu sama lain sehingga tercapai kelayakan usaha yang manfaatnya juga dinikmati secara proporsional oleh semua pihak yang terlibat khususnya para nelayan. Untuk lebih jelasnya maka kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan secara sistematis pada Gambar 1.

28 7 Mulai Data Potensi Sumberdaya Ikan Analisis Potensi Sumberdaya Ikan Fopt MSY Seleksi Perikanan Tangkap Kriteria CCRF D S S S E P A K A T Tidak Tidak Memenuhi Kriteria CCRF Ya Perikanan Tangkap Terpilih Optimum Ya Optimasi Perikanan Tangkap SWOT & Linier Goal Programming Analisis : Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap Pendapatan Nelayan Tataniaga Ikan Industri Pengolahan Ikan Prospektif Perikanan Layak Tidak Ya Rekomendasi Selesai Gambar 1 Skema alur pikir sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap.

29 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Sistem didefinisikan sebagai seperangkat elemen atau sekumpulan entity yang saling berkaitan, yang dirancang dan diorganisir untuk mencapai satu atau beberapa tujuan (Manetsch dan Park, 1977). Sistem dapat merupakan suatu proses yang sangat rumit yang ditandai oleh sejumlah lintasan sebab akibat. Menurut Eriyatno (2003) sistem adalah totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Pada dasarnya ada dua sifat dari sistem, yaitu berkaitan dengan aspek prilaku dan aspek struktur, sehingga permasalahan yang berkaitan dengan sistem akan menyangkut pada prilaku sistem dan struktur sistem. Prilaku sistem berkaitan dengan input dan output, dan struktur sistem berkaitan dengan susunan dari rangkaian di antara elemen-elemen sistem. Jika diklasifikasikan masalah sistem secara garis besarnya ada tiga (Gaspersz, 1992), yaitu : (1) Untuk sistem yang belum ada, strukturnya dirancang untuk merealisasikan rancangan yang memiliki prilaku sesuai dengan yang diharapkan; (2) Untuk sistem yang sudah ada (dalam kenyataan atau hanya sebagai suatu rancangan) dan strukturnya diketahui, maka prilaku ditentukan pada basis dari struktur yang diketahui itu (persoalan analisis sistem); dan (3) Untuk sistem yang sudah ada (dalam kenyataan) tetapi tidak mengenalnya serta strukturnya tidak dapat ditentukan secara langsung, maka permasalahannya adalah mengetahui prilaku dari sistem itu serta strukturnya (persoalan black box/kotak hitam). Menurut Eriyatno (2003) dalam transformasi input menjadi output, perlu dibedakan antara elemen (entity) dari suatu sistem dengan sub sistem dari sistem itu sendiri. Sub sistem dikelompokkan dari bagian sistem yang masih berhubungan satu dengan lainnya pada tingkat resolusi yang tertinggi, sedangkan elemen dari sistem adalah pemisahan bagian sistem pada tingkat resolusi yang rendah. Masing-masing sub sistem saling berinteraksi untuk mencapai tujuan sistem. Interaksi antara sub sistem (disebut juga interface) terjadi karena output dari suatu sistem dapat menjadi input dari sistem lain. Jika interface antara sub sistem terganggu maka proses transformasi pada sistem secara keseluruhan akan terganggu juga sehingga akan menghasilkan bias pada tujuan yang hendak dicapai.

30 9 Proses transformasi yang dilakukan oleh suatu elemen dalam sistem dapat berupa fungsi matematik, operasi logic, dan proses operasi yang dalam ilmu sistem dikenal dengan konsep kotak gelap (black box). Kotak gelap adalah sebuah sistem dari rincian tidak terhingga yang mencakup struktur-struktur terkecil paling mikro. Dengan demikian karakter kotak gelap adalah behavioristic (tinjauan sikap). Kotak gelap digunakan untuk mengobservasi apa yang terjadi, bukan mengetahui tentang bagaimana transformasi terjadi. Untuk mengetahui transformasi yang terjadi dalam kotak gelap dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu : (1) spesifikasi; (2) analog, kesepadanan dan modifikasi; dan (3) observasi dan percobaan (Eriyatno, 2003). Eriyatno (2003) menyimpulkan ada tiga pola pikir dasar yang selalu menjadi pegangan pokok ahli sistem dalam merancang bagun solusi permasalahan, yaitu : (1) sibernetik (cybernetic), artinya berorientasi pada tujuan; (2) holistik (holistic), yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem; dan (3) efektif (effectiveness), yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan. 2.2 Sistem Penunjang Keputusan Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System atau DSS) merupakan konsep spesifik sistem yang menghubungkan informasi dengan pengambil keputusan dan menggunakan aturan-aturan keputusan, dan dengan model yang diakomodasikan dengan basis data dan pandangan pribadi pengambil keputusan (Eriyatno, 2003). Selanjutnya dikatakan pula bahwa decision support system bertujuan untuk memaparkan secara terinci elemen-elemen sistem keputusan sehingga dapat membantu para pengambil keputusan dalam proses menetapkan keputusannya. Decision support system dikembangkan untuk pengambilan keputusan tertentu. Decision support system di dalamnya terdapat kriteria dan alternatif. Kriteria digunakan untuk menggambarkan tujuan-tujuan dari sistem keputusan serta sebagai basis dalam merancang bangun dan mengembangkan sistem keputusan, sedangkan alternatif adalah kemungkinan tindakan yang harus diambil dan dipilih agar diperoleh hasil terbaik sesuai dengan yang diinginkan (Marimin, 2004). Teknik decision support system digunakan untuk membantu penilaian manajer dalam proses pengambilan keputusannya dan bukan menggantikannya. Pengembangan lebih menitik beratkan pada efektivitas pengambilan keputusan dan bukan pada efisiensinya. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang harus

31 10 dikerjakan dan menjamin bahwa kriteria keputusan yang dipilih relevan dengan tujuannya (Eriyatno, 2003). Menurut Turban (1988) struktur dasar decision suppor system merupakan gambaran hubungan abstrak antara tiga komponen utama penunjang keputusan yaitu pengguna, model dan data. Dengan demikian struktur dasar decision support system tersebut terdiri dari 3 (tiga) sistem utama yang dapat diperinci sebagai berikut : 1. Fasilitas dimana para pembuat keputusan dapat berinteraksi langsung dengan sistem (User System Interface) mencakup : (1) Sistem Pengolah Problematik (Central Processing System atau CPS) (2) Sistem Manajemen Dialog (Dialoque Management System atau DMS) 2. Sub sistem yang menyimpan, mengelola, mengambil, menampilkan dan menganalisis data yang relevan atau disebut Sistem Manajemen Basis Data (Data Base Management System atau DMBS). 3. Sub sistem yang menggunakan model atau kumpulan model untuk melakukan sejumlah tugas analisis atau disebut Sistem Manajemen Basis Model (Model Base Management System atau MBMS). Data diidentifikasi, ditempatkan dan dikontrol melalui data base manegement system, sedangkan model dirancang dan dirangkai secara sistematis dalam model base management system. Antara data dan model akan berinteraksi melalui sistem pengolah problematik dan informasi diaplikasikan oleh pengguna melalui dialoque management system. Data base management system harus bersifat interaktif dan fleksibel sehingga mudah dilakukan perubahan-perubahan terhadap ukuran, isi dan struktur elemenelemennya. Pada komponen ini data dapat ditambah, dihapus, diganti atau disimpan agar tetap relevan bila dibutuhkan. Data base management system menyediakan sejumlah data yang dibutuhkan dan diminta oleh model yang terkandung dalam model base management system. Model base management system memberikan fasilitas pengolahan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan. Model-model tersebut dapat terdiri dari model finansial, statistika atau model kuantitatif lainnya yang disediakan untuk sistem analitik. Dalam model base management system terkandung model kuantitatif yang menggunakan pendekatan simulasi dan heuristik maupun model kuantitatif yang menggunakan pendekatan ahli (expert). Dialoque management system merupakan sub sistem yang berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utamanya adalah menerima masukan dan memberikan

32 11 keluaran yang dikehendaki oleh pengguna. Sedangkan problematic analysis system adalah koordinasi dan pengendali dari operasi decision support system secara menyeluruh. Sistem ini menerima masukan dari ketiga sub sistem lainnya dalam bentuk baku serta menyerahkan keluaran sub sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula (Eriyatno, 2003). Teknik decision support system dapat dimanfaatkan tidak saja pada aktivitas bisnis tapi juga pada program pemerintah dalam mendukung pola pembangunan nasional. Aplikasi sistem penunjang keputusan mampu mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, perindustrian, perhubungan, transmigrasi dan lain sebagainya. Melalui decision support system maka keputusan aktual menjadi tidak memakan waktu lama serta melalui birokrasi dan administrasi yang berelit-belit (Marimin, 2004). Pengembangan decision support system diharapkan sumber-sumber kesalahan dapat dideteksi lebih dini dan kemudian dapat direduksi guna mencegah pengulangan atau multiplikasi. Ruang lingkup decision supprot system dapat diselaraskan dengan tingkat keputusan yang diprioritaskannya. Makin besar ruang lingkup cakupan sistem, maka aplikasi decision support system makin lebih diutamakan (Eriyatno, 2003). DATA MODEL Data Base Management System Model Base Management System Problematic Analysis System Dialoque Management System USER Gambar 2 Struktur dasar sistem penunjang keputusan (Eriyatno, 2003).

33 Pemodelan Sistem Pemodelan adalah terjemahan bebas dari istilah modelling, maka permodelan dapat diartikan sebagai suatu gugus aktivitas pembuatan model. Dari terminologi penelitian operasional, secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual (Eriyatno, 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat, oleh karena itu model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Model merupakan suatu penampakan dari sistem sebenarnya (Rau dan Wooten, 1980). Proses kegiatan yang menggunakan pendekatan sistem sebagai kerangka bahasan dikenal dengan istilah modelling. Penggunaan modelling memiliki tujuan antara lain : (1) menganalisis dan mengidentifikasi pola hubungan antara input-output dengan parameter kualitas lingkungan yang diamati; (2) menyusun suatu strategi optimal dalam sistem pengendalian; dan (3) mengidentifikasi kondisi-kondisi mana suatu alternatif kebijakan dapat diterima (Nasenda dan Anwar, 1985). Eriyatno (2003), menyatakan bahwa model dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok pengkajian atau derajat keabstrakannya. Model pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi : (1) ikonik (model fisik); (2) analog (model diagramatik); dan (3) simbolik (model matematik). Selanjutnya dinyatakan bahwa suatu model adalah bisa statik atau dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu, sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya namun mempunyai kekuatan yang lebih tinggi pada analisa dunia nyata. Salah satu pendekatan pengembangan model adalah simulasi yang mana istilah ini sering digunakan untuk proses eksperimentasi pada model-model pengganti eksperimen pada sistem nyata (Tasrif, 1994). Selanjutnya dinyatakan bahwa keuntungan digunakan simulasi adalah dapat memecahkan banyak persamaan antara simultan dan dapat mengakomodasi sistem non linier dari suatu proses atau persamaan, sehingga sangat sesuai untuk sistem yang lebih kompleks.

34 13 Menurut Hall dan Day (1977), melalui simulasi dapat diperoleh keputusan dengan cara melakukan eksperimentasi tanpa mengganggu sistem atau mengadakan perlakuan terhadap sistem yang diteliti. Djojomartono (1993) menyatakan bahwa dalam suatu analisis sistem, setelah interaksi antar komponen yang penting teridentifikasi dan ditentukan melalui intuisi maupun penilaian, hubungan terstruktur yang banyak dimasukkan ke dalam komputer untuk dilakukan suatu simulasi dan mengikuti apa implikasinya merupakan tahapan pembangunan model simulasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa ada enam tahap yang saling berhubungan dan harus diperhatikan dalam proses membangun model simulasi komputer, yaitu : (1) identifikasi dan definisi sistem; (2) konsepsualisasi sistem; (3) formulasi model; (4) analisis terhadap perilaku model; (5) eva!uasi model; (6) analisis kebijakan dan penggunaan model. Secara ringkas, ke enam tahap tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) Identifikasi dan Definisi Sistem Tahap ini mencakup pemikiran dan definisi masalah yang dihadapi yang memerlukan pemecahan. Pernyataan masalah yang jelas tentang mengapa perlu dilakukan pendekatan sistem terhadap suatu masalah merupakan langkah pertama yang penting. Karakteristik pokok yang menyatakan sifat dinamik dan stokastik dari permasalahan harus dicakup. Batasan dari permasalahan juga harus dibuat untuk menentukan ruang lingkup sistem. (2) Konsepsualisasi Sistem Tahap ini menyangkut pandangan yang lebih dalam lagi terhadap struktur sistem, dan mengetahui dengan jelas pengaruh-pengaruh penting yang akan beroperasi di dalam sistem. Dalam tahap ini sistem dapat dinyatakan di atas kertas dengan beberapa cara; diagram lingkar sebab akibat dan diagram kotak, menghubungkan secara grafis antara perubahan dengan waktu, dan bagan alir komputernya. Struktur dan kuantifikasi dari model digabungkan bersama, sehingga akhirnya kedua-duanya akan mempengaruhi efektifitas model. (3) Formulasi Model Dengan asumsi bahwa simulasi model merupakan keputusan, proses selanjutnya dalam pendekatan sistem akan diteruskan dengan membangun model. Pada tahap ini, biasanya model dibuat dalam bentuk kode-kode yang dapat dimasukkan ke dalam komputer. Penentuan akan bahasa komputer mana yang tepat merupakan bagian pokok pada tahap ini.

35 14 (4) Analisis Prilaku Model Pada tahap ini model simulasi komputer digunakan untuk menyatakan serta menentukan bagaimana semua peubah dalam sistem berprilaku terhadap waktu. (5) Evaluasi Model Berbagai uji harus dilakukan terhadap model yang telah dibangun untuk mengevaluasi keabsahan dan mutunya. Uji ini berkisar dari memeriksa konsistensi logis sampai membandingkan keluaran model dengan data pengamatan, atau lebih jauh menguji secara statistik parameter-parameter yang digunakan di dalam simulasi. (6) Penggunaan Model dan Analisis Kebijakan Tahap ini mencakup penggunaan model dalam menguji dan mengevaluasi alternatif yang memungkinkan dapat dilaksanakan. 2.4 Pengembangan Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen (elemen) atau subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya disebut dengan agribisnis perikanan. Kesteven (1973) mengemukaan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam sistem agribisnis perikanan tangkap adalah masyarakat, sarana produksi, proses produksi, prasarana pelabuhan, sumberdaya ikan, pengolahan, pemasaran dan aspek legal. Secara diagramatik, keterkaitan faktor-faktor tersebut yang digambarkan kembali oleh Monintja (2001) dapat dilihat pada Gambar 3. Monintja (2001) mengemukakan ada beberapa faktor atau alasan mengapa perikanan tangkap perlu dikelola secara benar dan tepat, sebagai berikut : (1) Perikanan tangkap berbasis pada sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui (renewable), namun dapat mengalami depresi atau kepunahan. Sumberdaya ikan memiliki kelimpahan yang terbatas, sesuai daya dukung (carrying capacity) habitatnya; (2) Sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama (common property) yang rawan terhadap tangkap lebih (over fishing); (3) Pemanfaatan sumberdaya ikan dapat merupakan sumber konflik (di daerah penangkapan maupun dalam pemasaran hasil tangkapan);

36 15 Membangun Membuat Menyelenggarakan MASYARAKAT Konsumen Modal Teknologi Pembinaan DEVISA Ekspor Domestik Dijual SARANA PRODUKSI UNIT PEMASARAN Galangan Kapal Membayar Distribusi Pabrik Alat Penjualan Diklat Tenaga Kerja Sekmen Pasar PROSES PRODUKSI UNIT PENANGKAPAN Produk, Kapal PRASARANA Dijual Alat PELABUHAN Oleh Nelayan Diolah UNIT PENGOLAHAN ASPEK LEGAL Menangkap Handling Sisitem Informasi Processing Packaging UNIT SUMBERDAYA Spesies Habitat Hasil Tangkapan Musim/Lingkungan Fisik Didaratkan Gambar 3 Sistem agribisnis perikanan tangkap (Kesteven, 1973 dimodifikasi oleh Monintja, 2001). (4) Usaha penangkapan haruslah menguntungkan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi para nelayan dan pengusahaannya, jumlah nelayan yang melebihi kapasitas akan menimbulkan kemiskinan para nelayan; (5) Kemampuan modal, teknologi dan akses informasi yang berbeda antar nelayan menimbulkan kesenjangan dan konflik; dan (6) Usaha penangkapan ikan dapat menimbulkan konflik dengan subsektor lainnya, khususnya dalam zona atau tata ruang pesisir dan laut. FAO (1995) dalam Monintja (2001), menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap haruslah menunjukkan karakteristik penangkapan yang berkelanjutan, yaitu : (1) Proses penangkapan yang ramah lingkungan meliputi : 1) selektivitas tinggi; 2) hasil tangkapan yang terbuang minim; 3) tidak membahayakan keanekaragaman hayati; 4) tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi; 5) tidak membahayakan habitat; 6) tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan

37 16 target; 7) tidak membahayakan keselamatan nelayan; dan 8) memenuhi ketentuan yang berlaku; (2) Volume produksi tidak berfluktuasi drastis (suplai tetap) (3) Pasar tetap atau terjamin (4) Usaha penangkapan masih menguntungkan (5) Tidak menimbulkan friksi sosial dan (6) Memenuhi persyaratan legal. Sehingga dalam pengelolaan sumberdaya perikanan membutuhkan landasan kebijakan yang tepat agar dapat menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut (Imron, 2000). Keragaan model sistem pengembangan perikanan purse seine di Teluk Tomini yang distrukturisasi berdasarkan kriteria biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi dinyatakan layak dan adaptif untuk diimplementasikan (Masyahoro et al., 2005). Menurut Baruadi (2004) dengan model pengembangan kegiatan perikanan tangkap ikan pelagis di Provinsi Gorontalo yang berdasarkan kriteria bioteksosek layak dikembangkan usaha perikanan purse seine, bagan perahu, handline, dan payang. Prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan perikanan tangkap di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate meliputi : (1) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan; (2) peningkatan kesejahteraan melalui akses permodalan; (3) peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan ketrampilan; (4) peningkatan pendapatan asli daerah; (5) perbaikan manajemen usaha penangkapan; dan (6) peningkatan jaringan informasi dan akses pasar (Sultan, 2004). Sultan (2004) menyatakan bahwa pengembangan perikanan tangkap dikawasan TNL Taka Bonerate dengan pendekatan goal programming, diperoleh pengalokasian armada penangkapan ikan, yaitu : pancing tonda sebanyak 122 unit; purse seine 15 unit; rawai dasar 55 unit; pancing dasar 26 unit; rawai cucut 15 unit; dan pancing cumi 401 unit. Pengembangan usaha perikanan longline dapat dilakukan melalui beberapa kebijakan yaitu : (1) kebijakan pada manajemen usaha; (2) kebijakan berkaitan dengan produksi; dan (3) kebijakan berkaitan dengan kualitas mutu (Nurani, 1997). Sedangkan Abdusysyahid, et al. (2001), menyatakan bahwa faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilan usaha pengembangan perikanan kakap merah (Lutjanus Sp) di Kalimantan Timur adalah : (1) sistem manajemen pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan perangkat kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan langsung dengan peraturan perikanan maupun kebijakan lainnya; (2) lembaga pemasaran yang

38 17 turut berperan aktif menentukan harga kakap merah secara seimbang; dan (3) tingkat pemanfaatan teknologi penangkapan dengan unit perikanan pancing. Selanjutnya Haluan (2000), menyatakan bahwa salah satu faktor utama yang menentukan hasil tangkapan pancing, khususnya pancing tonda adalah umpan karena pancing tonda termasuk alat tangkap aktif dan jenis umpan yang digunakan haruslah sesuai dengan makanan kesukaan ikan yang menjadi tujuan penangkapan. 2.5 Analisis Kinerja Usaha Penilaian atas suatu kinerja usaha perikanan dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikorbankan selama proses investasi dilaksanakan. Baik penerimaan maupun pengeluaran dinyatakan dalam bentuk uang agar dapat dibandingkan dan harus dihitung pada waktu yang sama. Karena baik penerimaan maupun pengeluaran berjalan bertahap, maka terjadi arus pengeluaran dan penerimaan yang dinyatakan dalam bentuk arus tunai (cash flow). Pada prinsipnya analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek yaitu : (1) Analisis finansial, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam proyek. Dalam hal ini, kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut. (2) Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat serta keseluruhan. Dalam hal ini, kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat (Kadariah, et al. 1978). Beberapa kriteria yang akan digunakan dalam studi kelayakan pada penelitian ini juga didasarkan pada analisis biaya-manfaat baik secara finansial maupun ekonomi. Kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) Net Present Value (NPV); kriteria ini digunakan untuk menilai manfaat investasi yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Rumus persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut (Sutojo, 2002) : (B Ct ) NPV =...(1) t i) atau : n t t= 1 (1+

39 n ( B C )( DF) NPV =...(2) t= 1 t dimana : B t = benefit pada tahun ke-t; C t = biaya pada tahun ke-t; DF = discount factor; i = tingkat bunga yang berlaku n = lamanya periode waktu. t 18 Bila NPV > 0 berarti investasi dinyatakan menguntungkan dan merupakan tanda go untuk suatu proyek atau proyek tersebut layak. Sedangkan apabila NPV < 0 maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layah untuk dilaksanakan. Pada keadaan nilai NPV = 0 maka berarti investasi pada proyek tersebut hanya mengembalikan manfaat yang posisi sama dengan tingkat social opportunity cost of capital. (2) Net Benefit-Cost Rasio (Net B/C); kriteria ini merupakan perbandingan dimana sebagai pembilang terdiri atas nilai total dari manfaat bersih yang bersifat positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif atau pada keadaan biaya kotor lebih besar dari manfaat kotor. Menurut Sutojo (2000), persamaan Net B/C Ratio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : n (Bt Ct) (Bt Ct) > 0 t t= 0 (1+ i) Net B/C= n...(3) (Ct Bt) (Bt Ct) < 0 t (1+ i) atau : t= 1 n t= 1 = n ( B C )( DF) ( Bt Ct)( DF) t= 1 t t Net B/C...(4) atau : n NPVpositif t= 1 Net B/C= n...(5) NPV dimana : B t C t DF i t= 1 negatif = benefit pada tahu ke-t = biaya pada tahun ke-t = discount faktor = tingkat bunga yang berlaku

40 19 n NPV = lamanya periode waktu = net present value Dari persamaan tersebut tampak bahwa nilai Net B/C akan terhingga bila paling sedikit ada satu nilai Bt Ct yang bernilai positif. Kedua Net B/C memberikan nilai > 1, maka keadaan tersebut menunjukkan bahwa NPV > 0,. Dengan demikian maka apabila Net B/C 1 merupakan tanda layak untuk sesuatu proyek, sedangkan bila Net B/C < 1 merupakan tanda tidak layak untuk sesuatu proyek. (3) Internal Rate of Return (IRR); merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV bernilai sama dengan nol, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam sesuatu proyek. Asal setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Menurut Sutojo (2002), dengan demikian IRR dapat dirumuskan sebagai berikut : NPV1 IRR= i1 + (i2 i1) NPV1 NPV...(6) 2 dimana : i 1 NPVpositif; i 2 NPVnegatif. = discount factor (tingkat bunga) pertama di mana diperoleh = discount factor (tingkat bunga) kedua di mana diperoleh Proyek dikatakan layak bila IRR > dari tingkat bunga berlaku. Sehingga bila, IRR ternyata sama dengan tingkat bunga yang berlaku maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR < dari tingkat bunga yang berlaku maka berarti bahwa nilai NPV < 0, berarti proyek tidak layak. Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek. Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan yang layak dikemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh orang perorangan, perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo, 2002). 2.6 Risiko Dalam Investasi Setiap usulan investasi selalu mempunyai risiko. Semakin tinggi risiko suatu investasi, maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang diminta para pemilik modal.

41 Hubungan yang positip antara risiko dan tingkat keuntungan dipertimbangkan dalam penilaian investasi (Husnan dan Suwarsono, 1994). Para investor akan memilih investasi yang berisiko sama, tetapi tingkat keuntungan lebih tinggi atau memilih tingkat keuntungan yang akan diperoleh sama tetapi risiko lebih rendah. Gambar 4 menunjukkan bahwa investasi A dan B menghasilkan tingkat keuntungan yang sama, tetapi risiko B lebih besar dari A. Dengan demikian investasi A lebih menarik dari pada investasi B. Sedangkan antara investasi B dan C mempunyai risiko yang sama, tetapi investasi C dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dari pada investasi B. Berdasarkan keadaan tersebut, investasi C lebih menarik dari B. Pengambil keputusan tidak dapat menyimpulkan bahwa investasi C lebih baik dari investasi A, karena meskipun C lebih menguntungkan dari A, namun investasi C menghadapi risiko yang lebih tinggi. Tingkat keuntungan yang diharapkan (%) 20 C A B Resiko Gambar 4 Tingkat keuntungan dan risiko (Husnan dan Suwarsono, 1994).

42 21 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang dimulai dari identifikasi serangkaian kebutuhan untuk menghasilkan suatu sistem operasi yang memuaskan. Perihal dalam pendekatan sistem tidak hanya didekati dari satu segi saja namun dari beberapa segi yang dipandang penting untuk mendapatkan pemecahan yang objektif. Pendekatan dari satu segi akan mempunyai peluang yang besar untuk memperlihatkan dampak negatif di masa mendatang. Pendekatan integratif diperlukan untuk mengkaji seluruh faktor guna mendapatkan pemecahan yang optimal. Berdasarkan lingkup kajian yang meliputi segala aspek manajemen yang mempengaruhi perencanaan dan pengembangan sub-sektor perikanan tangkap, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan sistem pada analisis proyek usaha sebab karakteristik usaha perikanan tangkap merupakan gugus dari berbagai hubungan yang komplek. Keterkaitan sistemik (systemic lingkages) merupakan hal yang penting untuk dipelajari dalam mendesain dan mengoperasikan suatu usaha perikanan tangkap sehingga sukses. Sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling terkait dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Dalam pendekatan sistem terdapat dua sifat yang sangat berperan yaitu (1) menentukan semua faktor yang penting untuk pemecahan masalah yang baik dan (2) menggunakan model kuantitatif yang cocok untuk membantu membuat keputusan yang rasional pada beberapa tingkat keputusan (Manetsch and Park, 1977). Pendekatan sistem dimulai dari analisis kebutuhan, formulasi permasalahan sampai identifikasi sistem. Dalam ketiga hal tersebut di atas dibutuhkan suatu sistem untuk mengidentifikasi dan menterjemahkan faktor-faktor yang penting dalam hubungan matematis, sehingga pengujian yang dilakukan secara kuantitatif dapat sesuai dengan tujuan analisis. Tahapan kerja pendekatan sistem dapat dilihat pada Gambar 5. (1) Analisis Kebutuhan Komponen yang terlibat dalam desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap adalah nelayan, pedagang pengumpul, industri pengolahan, konsumen, pemilik alat tangkap dan perahu/kapal, dan pemerintah. Kebutuhan dari masing-masing komponen tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut :

43 22 Mulai Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem : 1. Diagram Sebab-akibat 2. Diagram Input Output Model Untuk Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap Verifikasi Model OK Tidak Ya Pembuatan DSS SEPAKAT Implementasi DSS SEPAKAT Evaluasi Periodik Terhadap Model OK Tidak Ya Selesai Gambar 5 Diagram alir pendekatan sistem (Manetsch and Park, 1977).

44 23 1.1) Nelayan 1.1.1) Harga jual ikan yang wajar (optimum) 1.1.2) Hasil tangkapan ikan tinggi 1.1.3) Penguasaan teknologi penangkapan yang lebih baik 1.1.4) Kemudahan dalam pemasaran hasil tangkapan (ikan) 1.1.5) Peningkatan pendapatan nelayan dan kesejahteraan keluarganya terjamin. 1.2) Pedagang pengumpul 1.2.1) Modal yang cukup 1.2.2) Harga beli ikan rendah 1.2.3) Harga jual ikan tinggi 1.2.4) Keuntungan maksimal 1.2.5) Kualitas (mutu) ikan baik 1.2.6) Kecukupan dan kesinambungan pasokan ikan 1.2.7) Pemasaran yang baik 1.3) Industri pengolahan 1.3.1) Modal yang cukup 1.3.2) Harga beli ikan rendah 1.3.3) Kualitas (mutu) ikan baik 1.3.4) Penyediaan ikan berlimpah 1.3.5) Hasil ikan olahan yang baik 1.3.6) Keuntungan maksimal 1.3.7) Jaminan pasar dan harga 1.4) Konsumen 1.4.1) Penyediaan ikan cukup setiap waktu 1.4.2) Kualitas ikan yang baik 1.4.3) Harga beli ikan rendah dan stabil 1.4.4) Jaminan keamanan ikan konsumsi 1.5) Pemilik alat tangkap dan kapal/perahu 1.5.1) Penempatan modal pada investasi yang tepat 1.5.2) Kesejahteraan meningkat 1.5.3) Pengembalian atas investasi tinggi 1.5.4) Terjaminnya pelaksanaan usaha 1.5.5) Biaya operasional rendah dan stabil 1.5.6) Jaminan pasar dan harga

45 ) Jumlah dan kualitas hasil tangkapan meningkat 1.5.8) Kelayakan usaha perikanan tangkap 1.5.9) Usaha berjalan sesuai rencana ) Terjaminnya ketersediaan dana dan sumberdaya 1.6) Pemerintah 1.6.1) Hasil tangkapan ikan memenuhi kebutuhan pasar 1.6.2) Mutu ikan yang baik 1.6.3) Jaminan kecukupan dan kesinambungan pasokan ikan 1.6.4) Kelestarian sumberdaya ikan terjamin 1.6.5) Meningkatnya pendapatan nelayan 1.6.6) Berkembangnya unit usaha 1.6.7) Peningkatan pendapatan daerah 1.6.8) Terlaksananya peraturan pemerintah berupa kebijakan-kebijakan makro-mikro 1.6.9) Penciptaan lapangan kerja ) Terciptanya usaha perikanan tangkap hilir dan hulu. (2) Formulasi Permasalahan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka permasalahanpermasalahan yang ada dapat diformulasikan ke dalam tiga hal pokok yaitu : 2.1) Nelayan adalah orang yang kerjanya menangkap ikan dan sampai saat ini kebanyakan berpendapatan lebih rendah dari upah minimum propinsi (UMP). 2.2) Ciri khas nelayan lemah dalam permodalan, tingkat pendidikan rendah, produksi berfluktuasi sehingga kontinuitas produksi sukar ditetapkan, sehingga segmen pasar sukar untuk dikembangkan. 2.3) Posisi tawar nelayan lemah, sehingga peningkatan produksi belum tentu dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Setiap jenis keterkaitan mempunyai dimensi yang berbeda dalam sistem usaha perikanan tangkap namun satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Penelitian ini harus mampu merekayasa desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap dimana berbagai keterkaitan tersebut dapat bersambung dan tersesuaikan (link and match) sehingga tercapainya kelayakan usaha yang manfaatnya juga dinikmati oleh semua pihak khususnya para nelayan.

46 25 (3) Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara kenyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan dari sistem yang ditelaah, yang dijabarkan dalam bentuk diagram sebab-akibat dan diagram input output. Diagram sebab-akibat menggambarkan keterkaitan antara komponen-komponen dan aktivitas yang saling mempengaruhi, terlihat pada Gambar 6. Diagram input-output adalah gambaran skema identifikasi sistem yang didasarkan pada masukan dan keluaran faktor-faktor yang mempengaruhi model sistem, seperti terlihat pada Gambar 7.

47 26 + Sarana Produksi Pengangguran - + Kesempatan Kerja + Skala Usaha Unit Penangkap Ikan + PAD Pengembangan Perikanan Tangkap + Perluasan Kredit Jumlah Produksi + Pembinaan dan Penyuluhan - Sumberdaya Ikan + Mutu Produksi + Prasarana + + Pemasaran Prod. Ikan Pengembalian Kredit + Keuntungan - Pendapatan Nelayan + Gambar 6 Diagram lingkar sebab-akibat sistem usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kupang.

48 Gambar 7 Diagram input-output desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. 27

49 Tahapan Penelitian Penelitian ini dimulai dengan data potensi sumberdaya ikan untuk mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengalisis potensi sumberdaya ikan. Tahapan berikutnya adalah seleksi perikanan tangkap yang memenuhi kriteria CCRF yang akan menghasilkan perikanan tangkap terpilih dan optimasi perikanan tangkap. Kemudian menganalisis kelayakan usaha perikanan tangkap, pendapatan nelayan, tataniaga ikan, industri pengolah ikan, dan prospektif perikanan. Tahapan terakhir adalah menghasilkan rekomendasi seperti yang disajikan pada Gambar Metode Pengumpulan Data Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur dari bulan Mei sampai dengan bulan Desember Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan letak geografis, daerah penelitian ini terletak antara Bujur Timur dan Bujur Timur, dan antara Lintang Selatan dan Lintang Selatan. Kabupaten Kupang sebelah utara dan barat berbatasan dengan Laut Sawu, sementara sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Negara Timor Leste. Untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan metode survey. Selanjutnya untuk pendekatan permasalan digunakan pendekatan sistem (system approach). Sumber data dari penelitian ini adalah nelayan, pedagang pengumpul, pengolah ikan, pemilik alat tangkap dan instansi-instansi terkait yang dianggap perlu untuk memperoleh data menyangkut rantai produksi perikanan, kelembagaan serta informasi lainnya yang berkaitan dengan usaha perikanan tangkap. Penentuan sampel untuk nelayan, dimulai dari penentuan kecamatankecamatan sampel, diikuti dengan penentuan desa-desa sampel yang dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa kecamatan dan desa sampel tersebut merupakan daerah produksi perikanan. Dari nelayan dan sumber data lainnya diperoleh data dan informasi guna keperluan analisis. Pengumpulan data yang dilakukan meliputi data primer dan data sekunder. Data tersebut digunakan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah melalui wawancara

50 29 dan diskusi dengan semua sumber data yang telah ditentukan. Sedang metode yang digunakan dalam pengumpulan data sekunder adalah dengan pencacatan data yang telah tersedia pada semua instansi terkait. Data yang dikumpulkan meliputi : (1) Potensi sumberdaya ikan 1.1) Jenis ikan 1.2) Produksi ikan 1.3) Periode 1.4) Trip penangkapan (2) Alat tangkap 2.1) Jenis alat tangkap 2.2) Kriteria teknologi alat tangkap 2.3) Kriteria kegiatan penangkapan ikan (3) Nelayan 3.1) Biaya yang diperlukan untuk kegiatan penangkapan 3.2) Jangka waktu penangkapan 3.3) Teknologi penangkapan 3.4) Harga penjualan ikan (hasil tangkapan) 3.5) Penerimaan dari hasil penjualan ikan (sistem bagi hasil) (4) Pemilik alat tangkap dan kapal/perahu 4.1) Modal yang diperlukan untuk investasi 4.2) Biaya operasional 4.3) Kemampuan manajerial 4.4) Jangka waktu pengembalian kredit (5) Pedagang Pengumpul 5.1) Rantai tataniaga 5.2) Biaya yang diperlukan untuk tataniaga ikan 5.3) Sistem pendistribusian ikan 5.4) Harga beli dan harga jual ikan 5.5) Informasi pasar (6) Pengolah Ikan 6.1) Modal yang diperlukan untuk investasi 6.2) Biaya yang dibutuhkan untuk pengolahan ikan 6.3) Sistem pengawetan ikan 6.4) Harga beli ikan dan harga jual ikan olahan

51 30 6.5) Informasi pasar 6.6) Manajemen saluran pemasaran (7) Instansi Terkait 7.1) Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Kupang 7.2) Kupang Dalam Angka ) Statistik Perikanan Tangkap Propinsi Nusa Tenggara Timur Sasaran akhir dari penelitian ini adalah rancang bangun Decission Support System (DSS), yang meliputi unsur utama : (1) Data-base; untuk informasi potensi sumberdaya, alat tangkap, armada penangkapan, nelayan, pemasaran, pengolahan, usaha perikanan tangkap dan prospektif perikanan. (2) Model-base; untuk mengolah data menjadi bagian dari prosedur : 2.1) Analisis potensi sumberdaya ikan 2.2) Analisis alat tangkap 2.3) Analisis perikanan tangkap 2.4) Analisis kelayakan usaha perikanan tangkap 2.5) Analisis nelayan 2.6) Analisis tataniaga ikan 2.7) Analisis industri pengolah ikan 2.8) Analisis prospektif perikanan. 3.4 Pemodelan Sistem (1) Basis data Datpot Basis data Datpot merupakan basis data dari potensi sumberdaya ikan. Data yang diorganisasikan berupa jenis ikan, produksi ikan, periode, upaya penangkapan (Effort) dan Maximum Sustanaible Yield (MSY). Jenis data potensi sumberdaya ikan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis data potensi sumberdaya ikan. Uraian Potensi Sumberdaya Ikan - Jenis ikan - Produksi ikan - Periode - Upaya penangkapan (Effort) - Maximum Sustainable Yield (MSY) Satuan - Ton/Tahun Tahun Trip Ton/Tahun

52 31 (2) Basis data Datkap Basis data Datkap merupakan basis data alat tangkap yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Data yang diorganisasikan adalah data jenis alat tangkap, kriteria teknologi alat tangkap, dan kriteria kegiatan penangkapan ikan. Jenis data alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis data alat tangkap. Uraian Alat Tangkap - Jenis alat tangkap - Kriteria teknologi alat tangkap + Selektivitas alat tangkap + Tidak destruktif terhadap habitat + Tidak membahayakan nelayan + Menghasilkan ikan berkualitas tinggi + Produknya tidak membahayakan konsumen + By catch dan dischard minimum + Tidak menangkap spesies yang dilindungi atau teramcam punah + Dampak terhadap biodiversity kecil + Dapat diterima secara sosial - Kriteria kegiatan penangkapan ikan + Menerapkan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan + Jumlah hasil tangkapan tidak melebihi jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (TAC) + Menguntungkan + Investasi rendah + Penggunaan bahan bakar minyak rendah + Memenuhi ketentuan hukum dan perundangundangan yang berlaku Satuan - 9 Kriteria 6 kriteria (3) Basis data Datkan Basis data Datkan merupakan basis data perikanan tangkap. Data yang diorganisasikan adalah data alat tangkap, kemampuan tangkap, trip penangkapan, jumlah nelayan, bahan bakar minyak (BBM), es dan air tawar. Jenis data perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 3.

53 32 Tabel 3 Jenis data perikanan tangkap. Uraian Perikanan Tangkap - Alat tangkap - Kemampuan tangkap - Trip penangkapan - Jumlah nelayan - Bahan bakar minyak (BBM) - Es - Air tawar Satuan Unit Ton/Tahun Trip penangkapan Orang Liter/Tahun Ton/Tahun Ton/Tahun (4) Basis data Dalaykan Basis data Dalaykan merupakan basis data kelayakan usaha perikanan tangkap. Data yang diorganisasikan yaitu data investasi awal dan biaya operasional yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Jenis data kelayakan usaha perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jenis data kelayakan usaha perikanan tangkap. Uraian Investasi - Alat tangkap (atp) - Perahu (prh) - Mesin pendorong/motor (msn) - Mesin/alat pembantu (mtp) - Lampu (lmp) - Lain-lain (lln) Biaya Operasional (BO) Biaya Tetap (BT) - Pajak (pjk) - Biaya perawatan (bpr) - Biaya penyusutan (bpn) Biaya Variabel (BV) - Biaya bahan bakar minyak (bbm) - Biaya konsumsi/bekal (bks) - Minyak tanah (mth) - Umpan (upn) - Lain-lain (lln) Satuan Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/unit Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun (5) Basis data Datnel Basis data Datnel merupakan basis data dari nelayan. Data yang diorganisasikan berupa biaya eksploitasi yang meliputi biaya bahan bakar minyak, biaya konsumsi, biaya minyak tanah, umpan dan biaya lain-lain. Pendapatan atau bagi hasil meliputi pendapatan pemilik alat tangkap dan pendapatan nelayan (abk). Jenis data nelayan dapat dilihat pada Tabel 5.

54 33 Tabel 5 Jenis data nelayan. Uraian Biaya Eksploitasi - Bahan bakar minyak (bbm) - Biaya konsumsi/bekal (bks) - Minyak tanah (mth) - Umpan (upn) - Lain-lain (lln) Pendapatan/Bagi Hasil - Pemilik alat tangkap (pat) - Nelayan/Abk (abk) Satuan Rp/trip Rp/trip Rp/trip Rp/trip Bag/trip Bag/trip (6) Basis data Datniaga Basis data Datniaga merupakan basis data niaga ikan. Data yang diorganisasikan adalah data biaya pemasaran meliputi data biaya angkut, biaya bongkar muat, biaya pengawetan, biaya penyusutan, biaya retribusi dan biaya lain-lain. Tabel 6 Jenis data tataniaga ikan. Uraian Biaya Pemasaran - Biaya angkut (bat) - Biaya bongkar muat (bmt) - Biaya pengawetan (bpt) - Penyusutan (bpn) - Biaya retribusi (brt) - Lain-lain (lln) Satuan Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg (7) Basis data Datolah Basis data Datolah merupakan basis data industri pengolahan ikan. Data yang diorganisasikan data biaya pengolahan meliputi data biaya garam, biaya penyusutan, biaya retribusi dan biaya lain-lain. Tabel 7 Jenis data industri pengolahan ikan. Uraian Biaya Pengolahan - Biaya garam (bgr) - Biaya penyusutan (bpn) - Biaya retribusi (brt) - Lain-lain (lln) Satuan Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun (8) Basis data Daprosi Basis data Daprosi merupakan basis data yang menangani pemasukan dan pengolahan data sumberdaya ikan, eksploitasi sumberdaya dan permintaan ikan. Data tersebut akan digunakan untuk memberikan informasi prospek usaha perikanan tangkap pada masa yang akan datang.

55 34 Tabel 8 Jenis data prospektif perikanan. Uraian - Sumberdaya ikan (si) - Eksploitasi sumberdaya (Es) - Permintaan ikan (Pi) Satuan Ton/tahun Ton/tahun Ton/tahun (9) Model Anapot Salah satu metode pendugaan stok ikan adalah Metode Surplus Produksi (Surplus Production Methods) (Schaefer, 1954 diacu oleh Garcia et al., 1989). Metode ini digunakan dalam perhitungan potensi lestari maksimum (MSY) dan upaya penangkapan optimum dengan cara menganalisa hubungan upaya penangkapan (E) dengan hasil tangkap per satuan upaya (CPUE). Potensi lestari maksimum adalah besarnya jumlah stok ikan tertinggi yang dapat ditangkap secara terus-menerus dari suatu sumberdaya tanpa mempengaruhi kelestarian stok ikan tersebut. Upaya penangkapan optimum adalah tingkat upaya penangkapan yang dapat dilakukaan oleh unit suatu penangkapan agar didapatkan hasil optimal tanpa merusak kelestarian sumberdaya perikanan. Dalam penggunaan metode ini, maka beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan (Sparre dan Venema, 1989) : 1) Stok ikan yang diduga dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak berpedoman atas struktur populasinya; 2) Stok dalam keadaan seimbang (steady state); 3) Sumberdaya ikan yang akan diduga stoknya menyebar merata diperairan; 4) Hasil tangkapan yang didaratkan berasal dari perairan di Kabupaten Kupang. Pada pendugaan potensi sumberdaya ikan dilakukan dengan cara mengolah data hasil tangkapan utama dari berbagai jenis alat tangkap yang dioperasikan dan upaya penangkapan. Analisis data digunakan pendekatan model Schaefer. Berdasarkan parameter-parameter model surplus produksi yang diperoleh, kemudian dilakukan penyusunan fungsi produksi. Hubungan hasil tangkap (catch) dengan upaya penangkapan (effort) adalah : C 2 = ae be...(7) Hubungan antara Catch Per Unit Effort (CPUE) dengan upaya penangkapan adalah : CPUE= a be.....(8) Perhitungan upaya penangkapan optimum (E opt ) dilakukan dengan menurunkan persamaan (7) sama dengan 0 (nol).

56 dc de 0= a = a 2E a= 2bE E opt 2bE a =.....(9) 2b Potensi lestari (MSY) diperoleh dengan memasukan persamaan (9) ke persamaan (1) sehingga kondisi MSY adalah : dimana : MSY = a a 2b 2 2 a a b MSY = 2 2b 4b 2 2a MSY = 4b 2 a b 4b 2 a 4b 2 a MSY=.....(10) 4b a = konstanta, intersep (titik perpotongan garis regresi dengan sumbu y) b = slope (kemiringan dari garis regresi) C = catch (hasil tangkap) CPUE = catch per unit effort MSY = maximum sustainable yield (potensi lestari) 35 (10) Model Anakap Model anakap adalah model untuk menyeleksi unit penangkapan ikan sehingga didapatkan jenis alat tangkap ikan yang mempunyai keragaan (performance) yang baik ditinjau dari aspek ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga merupakan alat tangkap yang cocok untuk dikembangkan. Kriteria penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada FAO (1995) dalam Monintja (2001), bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah: 1) Mempunyai selektivitas yang tinggi 2) Tidak merusak habitat 3) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi 4) Tidak membahayakan nelayan 5) Produksi tidak membahayakan konsumen

57 36 6) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) rendah 7) Dampak ke biodiversity kecil 8) Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi 9) Dapat diterima secara sosial. Selanjutnya kriteria kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan terdiri dari : 1) Menerapkan teknologi ramah lingkungan 2) Jumlah hasil tangkapan tidak melebihi TAC 3) Menguntungkan 4) Investasi rendah 5) Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) rendah 6) Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku : (1) UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; (2) Peraturan Daerah dan (3) Hukum adat istiadat. Pemberian bobot (nilai) dari masing-masing alat tangkap terhadap kriteria adalah 1 sampai 9. Selanjutnya, skor pada setiap baris kriteria dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan skor pada kolom untuk setiap alat tangkap sehingga diperoleh nilai masing-masing setiap alat tangkap. Pemberian bobot (nilai) yang paling rendah adalah nilai 1. (11) Model Anakan Model Anakan menganalisis penentuan strategi pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan yang dilakukan berdasarkan hasil survey PRA (Participatory Rural Appraisal), dengan menggali sebanyak mungkin informasi yang berbasis masyarakat; pemerintah maupun swasta. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan solusi pengembangan perikanan tangkap yang sesuai dengan kemampuan stakeholders perikanan tangkap. Berdasarkan hasil survei PRA ini, kemudian dilakukan analisis SWOT (Rangkuti, 2005). SWOT adalah singkatan dari analisis lingkungan Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats. Melalui analisis SWOT ini dicoba digali informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai unsur pelaku (stakeholders), sehingga ditemukan berbagai hasil dalam suatu matriks yang membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) untuk strategi pengembangannya. Formulasi strategi disusun dengan cara : (1) menentukan faktor-faktor strategis eksternal; (2) menentukan faktor-faktor

58 37 strategis internal; dan (3) perumusan alternatif strategi, dengan menggunakan matriks Internal-Eksternal (matriks I-E). Untuk mengoptimalkan alokasi alat penangkapan secara bersamaan yang dibatasi oleh berbagai kendala digunakan model goal programming. Menurut Mulyono (1991), goal proramming merupakan variasi dari model linear programming yang dapat digunakan untuk menangani masalah yang mempunyai banyak sasaran. Siswanto (1993), mengatakan bahwa dalam model goal programming terdapat variabel deviasional dalam fungsi kendala. Variasi tersebut berfungsi untuk menampung penyimpangan hasil penyelesaian terhadap sasaran yang hendak dicapai, dimana dalam proses pengolahan model tersebut jumlah variabel deviasional akan diminimumkan di dalam fungsi tujuan. Model goal programming untuk optimasi jenis alat tangkap adalah sebagai berikut (Siswanto, 1993) : Fungsi tujuan : ( DBi+ DAi) Z...(11) = m i= 1 Fungsi kendala-kendala a a.. a x + a 1 x + a 1 m x + a x x a x m2 2 1n a x 2n a n x mn n + DB DA = b + DB DA x n DB m 1 2 DA = b m 1 2 = b m dimana : Z = Fungsi tujuan (total deviasi) yang akan diminimumkan DB i = Deviasi bawah kendala ke-i DA i = Deviasi atas kendala ke-i Cj = parameter fungsi tujuan ke-j b 1 = kapasitas /ketersediaan kendala ke-i a ij = parameter fungsi kendala ke-i pada variabel keputusan ke-j kendala ke-i = MSY, kemampuan tangkap, trip penangkapan, jumlah nelayan, bahan bakar minyak (BBM), es dan air tawar Xj = variabel putusan ke-j (jumlah unit penangkapan) Xj, DAi dan DBi > 0, untuk i = 1, 2,., m dan j = 1, 2., n

59 38 (12) Model Anlaykan Model Anlaykan digunakan untuk menganalisis kelayakan usaha perikanan tangkap ditinjau dari berbagai skenario kebijakan harga ikan dan jumlah hasil tangkapan ikan. Nilai kriteria investasi yang dijadikan parameter dalam analisis ini adalah NPV, Net B/C, dan IRR. Masukan dari model ini adalah file data berupa jumlah hasil tangkapan ikan, hari kerja per tahun, harga ikan, dan umur alat tangkap (proyek). Tabel 9 Input data usaha perikanan tangkap. Uraian Jumlah hasil tangkapan ikan (jht) - Jumlah hasil tangkapan jenis 1 (jh1) - Jumlah hasil tangkapan jenis 2 (jh2) - Jumlah hasil tangkapan jenis 3 (jh3) - Jumlah hasil tangkapan jenis 4 (jh4) Jumlah trip per tahun (Jtp) Harga ikan (hi) - Harga ikan jenis 1 (hi1) - Harga ikan jenis 2 (hi2) - Harga ikan jenis 3 (hi3) - Harga ikan jenis 4 (hi4) Umur alat tangkap (uat) Satuan Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Trip/tahun Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Tahun Keluaran model ini adalah kelayakan usaha perikanan tangkap berdasarkan NPV, IRR, dan Net B/C Ratio. Model ini juga akan memberikan informasi dan keputusan untuk pengembangan usaha perikanan tangkap selanjutnya. Proses perhitungan untuk menentukan kriteria investasi adalah sebagai berikut : (1) Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang secara langsung tidak dipengaruhi oleh banyaknya operasi penangkapan. Biaya tetap meliputi pajak, biaya perawatan, dan biaya penyusutan. Penyusutan merupakan penurunan atau pemerosotan nilai modal suatu alat, mesin dan alat tangkap akibat adanya pemakaian dan tambahan umur. Dt = (P S)/N...(12) dimana : Dt = Penyusutan periode ke-t P = Nilai investasi alat, mesin dan bangunan yang mengalami penyusutan S = Nilai sisa alat, mesin dan bangunan pada umur akhir ekonomis N = Umur ekonomis, t = 1, 2, 3,..., N

60 39 Modal investasi dan modal kerja awal berasal dari modal sendiri. Modal sendiri ditentukan sesuai dengan keadaan. Rumus modal investasi awal adalah : Mia = (atp+prh+mtp+msn+lmp+lln)...(13) dimana : Mia = Modal investasi awal Atp = Alat tangkap (Rp/unit) Prh = Perahu (Rp/unit) msn = Mesin pendorong/motor (Rp/unit) mtp = Mesin/alat pembantu (Rp/unit) lpm = Lampu (Rp/unit) lln = Biaya lain-lain (Rp/unit) Rumus biaya tetap adalah : Bt = (pjk+bpr+bpn)...(14) dimana : Bt = Biaya tetap (Rp/tahun) Pjk = Pajak (Rp/tahun) Bpr = Biaya perawatan (Rp/tahun) Bpn = Biaya penyusutan (Rp/tahun) (2) Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh banyaknya operasi penangkapan. Biaya variabel meliputi biaya bahan bakar minyak, biaya konsumsi/bekal, biaya minyak tanah, umpan dan upah nelayan (abk). Rumus biaya variabel sebagai berikut : Bv = (bbm+bks+mth+upn+abk)...(15) dimana : Bv = Biaya variabel (Rp/tahun) Bbm = Biaya bahan bakar minyak (Rp/tahun) Bks = Biaya konsumsi/bekal (Rp/tahun) Mth = Minyak tanah (Rp/tahun) Upn = Umpan (Rp/tahun) Abk = Upah nelayan/abk (Rp/tahun) (3) Biaya Total Biaya total adalah semua biaya operasional yang dikeluarkan. Rumus biaya total produksi adalah : Bitot = Bt + Bv...(16) dimana : Bitot = Biaya total (Rp/tahun) Bt = Biaya tetap (Rp/tahun) Bv = Biaya variabel (Rp/tahun)

61 (4) Penerimaan pertahun adalah : Terima = {(ji1*hi1)+(ji2*hi2)+(ji3*hi3)+(ji4*hi4) * Jumtrip}...(17) dimana : Terima = Penerimaan per tahun (Rp/tahun) Ji1 = Jumlah hasil tangkapan ikan jenis 1 (Kg/trip) Ji2 = Jumlah hasil tangkapan ikan jenis 2 (Kg/trip) Ji3 = Jumlah hasil tangkapan ikan jenis 3 (Kg/trip) Ji4 = Jumlah hasil tangkapan ikan jenis 4 (Kg/trip) Hi1 = Harga ikan jenis 1 (Rp/kg) Hi2 = Harga ikan jenis 2 (Rp/kg) Hi3 = Harga ikan jenis 3 (Rp/kg) Hi4 = Harga ikan jenis 4 (Rp/kg) Jumtrip= Jumlah trip per tahun (5) Keuntungan usaha perikanan tangkap : Untung = Terima Mia Bitot...(18) dimana : Untung Terima Mia Bitot (6) Kriteria Investasi = Keuntungan per tahun (Rp/tahun) = Penerimaan per tahun (Rp/tahun) = Modal investasi awal (Rp) = Biaya total per tahun (Rp/tahun) Kriteria investasi yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha perikanan tangkap adalah NPV, Net B/C, dan IRR Kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : n ( B C )( DF) NPV =...(19) t= 1 t dimana : B t = benefit pada tahun ke-t; C t = biaya pada tahun ke-t; DF = discount factor; i = tingkat bunga yang berlaku n = lamanya periode waktu. n t= 1 t NPVpositif t= 1 Net B/C= n...(20) NPV dimana : B t C t DF i n NPV negatif = benefit pada tahu ke-t = biaya pada tahun ke-t = discount faktor = tingkat bunga yang berlaku = lamanya periode waktu = net present value 40

62 NPV 1 IRR= i1 + (i2 i1) NPV1 NPV...(21) 2 dimana : i 1 = discount factor (tingkat bunga) pertama di mana diperoleh NPVpositif; i 2 = discount factor (tingkat bunga) kedua di mana diperoleh NPVnegatif. 41 (13) Model Ananel Usaha perikanan tangkap merupakan kegiatan nelayan yang mengeksploitasi sumberdaya ikan di laut. Perkembangan usaha ini akan mempengaruhi produksi ikan. Model Ananel digunakan untuk menganalisis pendapatan nelayan dalam melakukan pengembangan usaha perikanan tangkap tersebut. Masukan dari model ini adalah file data hasil tangkapan ikan, harga ikan, jumlah trip, jumlah nelayan/abk, dan upah minimum propinsi (UMP) serta komponen biaya eksploitasi. Tabel 10 Input data nelayan. Uraian Hasil Tangkapan (Ht) - Jenis ikan 1 (ji1) - Jenis ikan 2 (ji2) - Jenis ikan 3 (ji3) - Jenis ikan 4 (ji4) Harga Ikan (Hi) - Harga ikan jenis 1 (hi1) - Harga ikan jenis 2 (hi2) - Harga ikan jenis 3 (hi3) - Harga ikan jenis 4 (hi4) Jumlah trip (jumtrip) Jumlah nelayan/abk (jumabk) Upah Minimum Propinsi (UMP) Satuan Kg/trip Kg/trip Kg/trip Kg/trip Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Trip/tahun Orang Rp/tahun Keluaran dari model ini adalah pendapatan nelayan dan kelayakan hidup nelayan per tahun. Untuk mengetahui layak tidaknya kehidupan nelayan (abk) beserta keluarganya, maka Kebutuhan Hidup Nelayan (KHN) tersebut akan dibandingkan dengan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berlaku pada lokasi penelitian. Model ini akan memberikan informasi dan keputusan untuk pembinaan nelayan lebih lanjut. Nelayan yang pendapatannya lebih rendah akan mendapatkan prioritas utama untuk pembinaan. Pendapatan nelayan (abk) merupakan hasil pembagian pendapatan bersih dari setiap trip penangkapan, yaitu pendapatan kotor tiap trip dikurangi biaya eksploitasi

63 42 untuk trip yang bersangkutan. Dengan demikian perhitungan untuk memperoleh pendapatan nelayan (abk) dan kelayakan hidup nelayan adalah sebagai berikut : Terima (trip) = {(ji1*hi1)+(ji2*hi2)+(ji3*hi3)+(ji4*hi4)}....(22) dimana : Terima (trip) = Pendapatan kotor per trip (Rp) Ji1 = Jenis Ikan 1 (Kg/trip) Ji2 = Jenis Ikan 2 (Kg/trip) Ji3 = Jenis Ikan 3 (Kg/trip) Ji4 = Jenis Ikan 4 (Kg/trip) Hi1 = Harga ikan jenis 1 (Rp/kg) Hi2 = Harga ikan jenis 2 (Rp/kg) Hi3 = Harga ikan jenis 3 (Rp/kg) Hi4 = Harga ikan jenis 4 (Rp/kg) Komponen biaya terdiri dari biaya eksploitasi. Biaya eksploitasi adalah biaya yang secara langsung tidak dipengaruhi oleh produksi hasil tangkapan. Rumus biaya eksploitasi adalah : BE (trip) = (bbm+bks+mth+lln)...(23) dimana : BE (trip) = Biaya eksploitasi per trip (Rp) Bbm = Biaya bahan bakar minyak (Rp/trip) Bks = Biaya konsumsi/bekal (Rp/trip) Mth = Minyak tanah (Rp/trip) Lln = Biaya lain-lain (Rp/trip) Setelah mengetahui pendapatan kotor (terima) dan biaya eksploitasi (BE) maka dapat dihitung pendapatan bersih per trip. Rumus pendapatan bersih adalah : Pend. (trip) = (Terima BE)...(24) dimana : Pend. (trip) = Pendapatan bersih per trip (Rp) Terima = Penerimaan kotor per trip (Rp) BE = Biaya eksploitasi per trip (Rp) Pendapatan nelayan adalah pendapatan yang diterima nelayan dari penerimaan sebagai nelayan. Dengan demikian pendapatan nelayan per tahun dapat dihitung dengan rumus : dimana : Pend. Pat (trip) = Pend. (trip) * Bag...(25) Pend. Abk (trip) = Pend (trip) * Bag/Jumabk...(26) Pend. Pat (trip) = Pendapatan pemilik alat tangkap per trip (Rp) Pend. Abk (trip) = Pendapatan nelayan (abk) per trip (Rp) Bag = Bagi hasil per trip (%) Jumabk = Jumlah nelayan (abk)

64 43 Sehingga : Pend. Abk (trip) = Pend. Abk (trip) * Jumtrip (tahun)...(27) dimana : Pend. Abk (tahun) = Pendapatan nelayan (abk) (Rp/tahun) Pend. Abk (trip) = Pendapatan nelayan (abk) per trip (Rp) Jumtrip (tahun) = Jumlah trip per tahun dimana : Jadi kelayakan hidup nelayan (abk) per tahun dihitung dengan rumus : KHN = Pend. Abk (tahun)/5...(28) KHN = Kelayakan hidup nelayan (Rp/tahun) Pend. Abk (tahun) = Pendapatan nelayan (abk) per tahun (Rp) Lima (5) adalah asumsi jumlah tanggungan/anggota keluarga nelayan (14) Model Anniaga Model Anniaga digunakan untuk menganalisa biaya pemasaran dan pendapatan pedagang pengumpul. Masukan dari model ini adalah file data niaga ikan berupa data jumlah penjualan ikan, harga pembelian ikan, harga jual ikan, hari niaga per bulan, bulan niaga per tahun dan UMP. Tabel 11 Input data niaga ikan. Uraian Harga beli ikan (hbi) - Harga beli jenis 1 (hb1) - Harga beli jenis 2 (hb2) - Harga beli jenis 3 (hb3) - Harga beli jenis 4 (hb4) Jumlah beli ikan - Jumlah beli jenis1 (jb1) - Jumlah beli jenis 2 (jb2) - Jumlah beli jenis 3 (jb3) - Jumlah beli jenis 4 (jb4) Harga jual ikan - Harga jual jenis 1 (hj1) - Harga jual jenis 2 (hj2) - Harga jual jenis 3 (hj3) - Harga jual jenis 4 (hj4) Jumlah penjualan ikan - Jumlah penjual jenis 1 (jp1) - Jumlah penjual jenis 2 (jp2) - Jumlah penjual jenis 3 (jp3) - Jumlah penjual jenis 4 (jp4) Hari niaga per bulan (hnb) Bulan niaga per tahun (bnt) UMP Satuan Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Kg/hari Kg/hari Kg/hari Kg/hari Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Kg/hari Kg/hari Kg/hari Kg/hari Hari Bulan Rp/tahun

65 Keluaran dari model ini adalah keuntungan pedagang pengumpul (Untung) dan kelayakan hidup pedagang pengumpul (KHP). Selanjutnya dari KHP akan dianalisis kelayakan hidup pedagang dengan membandingkannya dengan UMP yang berlaku. Model ini juga akan memberikan informasi dan keputusan untuk pembinaan pedagang pengumpul lebih lanjut. Perhitungan untuk memperoleh keuntungan pedagang pengumpul dan kelayakan hidup pedagang pengumpul adalah sebagai berikut : Penerimaan pedagang diperoleh dari hasil penjualan ikan dapat dihitung dengan rumus : dimana : Ppp = {(jp1*hj1)+(jp2*hj2)+(jp3*hj3)+(jp4*hj4)}...(29) Ppp Jp1 Jp2 Jp3 Jp4 Hj1 Hj2 Hj3 Hj4 = Penerimaan pedagang pengumpul (Rp/hari) = Jumlah penjulan ikan jenis 1 (Kg/hari) = Jumlah penjulan ikan jenis 2 (Kg/hari) = Jumlah penjulan ikan jenis 3 (Kg/hari) = Jumlah penjulan ikan jenis 4 (Kg/hari) = Harga jual ikan jenis 1 (Rp/kg) = Harga jual ikan jenis 2 (Rp/kg) = Harga jual ikan jenis 3 (Rp/kg) = Harga jual ikan jenis 4 (Rp/kg) Biaya niaga (BN) adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran ikan dihitung dengan rumus : dimana : BN = {(hb1*jb1)+(hb2*jb2)+(hb3*jb3)+(hb4*jb4)}+{(bat+bmt+bpt+bpn+ Brt+lln)*jpi)}...(30) BN Hb1 Hb2 Hb3 Hb4 Jb1 Jb2 Jb3 Jb4 Bat Bmt Bpt Bpn Brt lln Jpi = Biaya niaga ikan (Rp/hari) = Harga beli ikan jenis 1 (Rp/kg) = Harga beli ikan jenis 2 (Rp/kg) = Harga beli ikan jenis 3 (Rp/kg) = Harga beli ikan jenis 4 (Rp/kg) = Jumlah beli ikan jenis 1 (Kg/hari) = Jumlah beli ikan jenis 2 (Kg/hari) = Jumlah beli ikan jenis 3 (Kg/hari) = Jumlah beli ikan jenis 4 (Kg/hari) = Biaya angkut (Rp/kg) = Biaya bongkar muat (Rp/kg) = Biaya pengawetan (Rp/kg) = Biaya penyusutan (Rp/kg) = Biaya retribusi (Rp/Kg) = Biaya lain-lain (Rp/kg) = Jumlah penjualan ikan (Kg/hari) Keuntungan pedagang pengumpul (untung) dapat dihitung dengan rumus : Untung = Ppp BN...(31) 44

66 45 dimana : Untung Ppp BN = Keuntungan pedagang pengumpul (Rp/hari) = Penerimaan pedagang pengumpul (Rp/hari) = Biaya niaga ikan (Rp/hari) Jadi total pendapatan pedagang pengumpul dihitung dengan rumus : Pend. (tahun) = Untung*HNB*HNT...(32) dimana : Pend. (tahun) = Pendapatan pedagang pengumpul per tahun (Rp) HNB = Hari niaga per bulan HNT = Hari niaga per tahun Sehingga kelayakan hidup pedagang pengumpul (KHP) dirumuskan sebagai berikut : KHP = Pend (tahun)/5...(33) dimana : KHP = Kelayakan hidup pedagang (Rp/tahun) Pend. (tahun) = Pendapatan pedagang pengumpul per tahun (Rp) Lima (5) adalah asumsi jumlah tanggungan keluarga pedagang pengumpul (15) Model Anolah Model Anolah digunakan untuk menganalisa biaya industri pengolahan ikan dan pendapatan pengolah ikan. Model ini dibatasi untuk pengolahan ikan yang tidak laku dijual, dan pada umumnya dibuat ikan asin. Masukan dari model ini adalah file data industri ikan berupa data jumlah penjualan ikan olahan, harga pembelian ikan, harga jual ikan olahan, hari niaga per bulan, bulan niaga per tahun dan UMP.

67 46 Tabel 12 Input data industri pengolahan ikan. Uraian Harga beli ikan (hbi) - Harga beli jenis 1 (hb1) - Harga beli jenis 2 (hb2) - Harga beli jenis 3 (hb3) - Harga beli jenis 4 (hb4) Jumlah beli ikan - Jumlah beli jenis1 (jb1) - Jumlah beli jenis 2 (jb2) - Jumlah beli jenis 3 (jb3) - Jumlah beli jenis 4 (jb4) Harga jual ikan - Harga jual jenis olahan 1 (hjo1) - Harga jual jenis olahan 2 (hjo2) - Harga jual jenis olahan 3 (hjo3) - Harga jual jenis olahan 4 (hjo4) Jumlah penjualan ikan - Jumlah penjual jenis olahan 1 (jpo1) - Jumlah penjual jenis olahan 2 (jpo2) - Jumlah penjual jenis olahan 3 (jpo3) - Jumlah penjual jenis olahan 4 (jpo4) Hari niaga per bulan (hnb) Bulan niaga per tahun (bnt) UMP Satuan Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Kg/hari Kg/hari Kg/hari Kg/hari Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg Kg/hari Kg/hari Kg/hari Kg/hari Hari Bulan Rp/tahun Keluaran dari model ini adalah keuntungan industri pengolahan ikan (Untung) dan kelayakan hidup industri pengolahan ikan (KHI). Selanjutnya dari KHI akan dianalisis kelayakan hidup industri pengolahan dengan membandingkannya dengan UMP yang berlaku. Model ini juga akan memberikan informasi dan keputusan untuk pembinaan industri pengolahan ikan lebih lanjut. Perhitungan untuk memperoleh keuntungan industri pengolahan dan kelayakan hidup industri pengolahan adalah sebagai berikut : Penerimaan industri pengolahan diperoleh dari hasil penjualan ikan olahan dapat dihitung dengan rumus : Pip = {(jpo1*hjo1)+(jpo2*hjo2)+(jpo3*hjo3)+(jpo4*hjo4)}...(34) dimana : Pip = Penerimaan industri pengolahan (Rp/hari) Jpo1 = Jumlah penjulan ikan jenis olahan 1 (Kg/hari) Jpo2 = Jumlah penjulan ikan jenis olahan 2 (Kg/hari) Jpo3 = Jumlah penjulan ikan jenis olahan 3 (Kg/hari) Jpo4 = Jumlah penjulan ikan jenis olahan 4 (Kg/hari) Hjo1 = Harga jual ikan jenis olahan 1 (Rp/kg) Hjo2 = Harga jual ikan jenis olahan 2 (Rp/kg) Hjo3 = Harga jual ikan jenis olahan 3 (Rp/kg) Hjo4 = Harga jual ikan jenis olahan 4 (Rp/kg)

68 Biaya pengolahan (BP) adalah biaya yang dikeluarkan untuk industri pengolahan ikan dihitung dengan rumus : dimana : BP = {(hb1*jb1)+(hb2*jb2)+(hb3*jb3)+(hb4*jb4)}+{(bgr+bpn+ brt+lln)*jpio)}...(35) BP Hb1 Hb2 Hb3 Hb4 Jb1 Jb2 Jb3 Jb4 Bgr Bpn Brt lln Jpio = Biaya pengolahan ikan (Rp/hari) = Harga beli ikan jenis 1 (Rp/kg) = Harga beli ikan jenis 2 (Rp/kg) = Harga beli ikan jenis 3 (Rp/kg) = Harga beli ikan jenis 4 (Rp/kg) = Jumlah beli ikan jenis 1 (Kg/hari) = Jumlah beli ikan jenis 2 (Kg/hari) = Jumlah beli ikan jenis 3 (Kg/hari) = Jumlah beli ikan jenis 4 (Kg/hari) = Biaya garam (Rp/kg) = Biaya penyusutan (Rp/kg) = Biaya retribusi (Rp/Kg) = Biaya lain-lain (Rp/kg) = Jumlah penjualan ikan olahan (Kg/hari) 47 rumus : dimana : dimana : berikut : dimana : Keuntungan industri pengolahan ikan (untung) dapat dihitung dengan Untung = Pip BP...(36) Untung Pip BP = Keuntungan industri pengolahan (Rp/hari) = Penerimaan industri pengolahan (Rp/hari) = Biaya pengolahan ikan (Rp/hari) Jadi total pendapatan pengolahan ikan dihitung dengan rumus : Pend. (tahun) = Untung*HNB*HNT...(37) Pend. (tahun)= Pendapatan industri pengolahan ikan per tahun (Rp) HNB = Hari niaga per bulan HNT = Hari niaga per tahun Sehingga kelayakan hidup industri pengolahan (KHI) dirumuskan sebagai KHI = Pend (tahun)/5...(38) KHI = Kelayakan hidup industri pengolahan (Rp/tahun) Pend. (tahun)= Pendapatan industri pengolahan ikan per tahun (Rp) Lima (5) adalah asumsi jumlah tanggungan keluarga industri pengolahan (16) Model Anprosi Model Anprosi digunakan untuk melihat prospek usaha perikanan tangkap. Model ini dapat meramalkan kebutuhan akan permintaan ikan, peluang pasar dan

69 potensi yang dimanfaatkan. Masukan dari model ini adalah file data berupa data sumberdaya ikan, data permintaan ikan dan data eksploitasi sumberdaya ikan.. Keluaran dari model ini adalah prospek pasar terhadap permintaan ikan dan ketersediaan sumberdaya pada masa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan ke depan digunakan deret berkala dengan metode rata-rata bergerak ganda 3 x 3. Metode ini digunakan karena data masa lalu yang tersedia mempunyai kecenderungan trend. Metode rata-rata bergerak ganda dapat mengatasi adanya trend data secara lebih baik jika dibandingkan dengan metode lainnya. Model umum peramalan tersebut adalah : (Xt + Xt 1+ Xt ) =...(39) 3 ' 2 S t (S' t S' t 1 S' t 2 ) S' ' t = (40) 3 a dimana : t = 2S' S' '...(41) t t b + = (S' S'' )...(42) t m t t F+ = a b m...(43) t m t + t S t = Rata-rata bergerak tunggal pada tahun ke-t X t = Data pada tahun ke-t S t = Rata-rata bergerak ganda pada tahun ke-t b t+m = Komponen kecenderungan m tahun ke depan F t+m = Ramalan m tahun ke depan (Makridakis, et al., 1992). 3.5 Implementasi Model Pengembangan Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap (DSS SEPAKAT) DSS SEPAKAT (Sistem Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap) merupakan suatu paket program komputer yang dapat dipergunakan oleh pengusaha, investor dan pemerintah dalam menetapkan perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap beserta unsur yang terkait di dalamnya. Sebagai suatu sistem, paket program SEPAKAT disusun oleh tiga komponen utama yaitu Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model dan Sistem Manajemen Dialog. Sistem Manajemen Basis Data mengoperasikan data dalam bentuk delapan file yaitu file Datpot, file Datkap, file Datkan, file Dalaykan, file Datnel, file Datniaga, file Datolah dan file Daprosi. Sistem ini secara keseluruhan mengoperasikan data sehingga mampu mendukung kinerja sistem secara keseluruhan. Bagian ini juga 48

70 49 memuat fasilitas pengolahan data meliputi pembuatan data baru, penampilan data dan penghapusan data. Sistem Manajemen Basis Model terdiri dari delapan model yaitu model Anapot, model Anakap, model Anakan, model Ananel, model Anniaga, model Anolah, model Anlaykan dan model Anprosi. Sistem Manajemen Basis Model berfungsi melakukan proses perhitungan untuk memperoleh hasil sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pembuat keputusan. Sistem Manajemen Dialog berfungsi mengatur interaksi sistem dengan pengguna dalam proses alternatif perencanaan dan pengembangan. Alternatif perencanaan dan pengembangan yang dimaksud meliputi sumberdaya ikan, jenis alat tangkap, armada penangkapan ikan, jenis hasil tangkapan, harga ikan, teknologi penangkapan, penanganan hasil tangkapan menyangkut mutu hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan, pendapatan/tata cara bagi hasil nelayan, pendapatan pedagang pengumpul, harga ikan, keuntungan usaha pemilik alat tangkap dan perahu/kapal. Sistem ini menerima masukan dari pengguna dan memberikan keluaran sesuai dengan yang diinginkan pengguna. Konfigurasi DSS SEPAKAT disajikan pada Gambar 8. Rancangan paket program DSS SEPAKAT diimplementasikan ke dalam program komputer dengan menggunakan bahasa pemprograman Visual Basic 6.0 for Windows. Program terdiri dari beberapa model, meliputi model Anapot, model Anakap, model Anada, model Ananel, model Anniaga, model Anolah, model Anlaykan dan model Anprosi. Diagram alir deskriptif untuk masing-masing model dapat dilihat pada Lampiran 2 9.

71 Gambar 8 Konfigurasi DSS SEPAKAT. 50

72 51 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Secara geografis Kabupaten Kupang terletak pada posisi 9 o o 57 Lintang Selatan dan 121 o o 11 Bujur Timur (Lampiran 1), yang merupakan salah satu dari 15 Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Kupang sebelah utara dan barat berbatasan dengan Laut Sawu, sementara sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Negara Timor Leste. Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang wilayahnya mencakup cukup banyak pulau yaitu sebanyak 27 pulau, dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki nama. Dari ke 27 pulau tersebut yang telah dihuni hingga saat ini hanya sebanyak 5 pulau yaitu Pulau Timor, Pulau Sabu, Pulau Raijua, Pulau Semau dan Pulau Kera (BPS Kab. Kupang, 2005). Suhu udara di Kabupaten Kupang yang tercatat tahun 2005 yaitu siang hari rata-rata berkisar antara 30,0 o C sampai dengan 33,7 o C, sementara pada malam hari suhu udara berkisar antara 21,2 o C sampai dengan 24,3 o C. Kelembaban udara relatif cukup tinggi dengan rata-rata berkisar antara 61% yaitu pada bulan Agustus sampai dengan 84% pada bulan Pebruari. Catatan curah hujan di Kabupaten Kupang tahun 2005 ini diluar bulan Agustus yaitu berkisar antara 3 mm pada bulan Juli dan 383 mm pada bulan Pebruari (BPS Kab. Kupang, 2005). Topografi permukaan tanah di Kabupaten Kupang pada umumnya berbukitbukit, bergunung-gunung dan sebahagian terdiri dari daratan rendah dengan tingkat kemiringan rata-rata mencapai Wilayah Kabupaten Kupang berada pada ketinggian dari permukaan laut meter, dengan iklimnya termasuk iklim kering yang dipengaruhi oleh angin Muson dengan musim hujan pendek, yang jatuhnya sekitar bulan Desember sampai April (BPS Kab. Kupang, 2005). Luas daratan Kabupaten Kupang sekitar 5.898,18 km 2 dan luas perairan lautnya sekitar 7.178,28 km 2 atau 82,17% dari luas daratannya, sedangkan panjang garis pantainya berkisar 456 km (DKP Kabupaten Kupang, 2005). 4.1 Produksi Perikanan Tangkap Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Kupang masih didominasi oleh produksi perikanan laut melalui kegiatan penangkapan, pada umumnya didominasi oleh sumberdaya ikan pelagis kecil seperti alu-alu, selar, tembang, julung-julung, teri, ikan terbang, kembung dan cumi-cumi, serta ikan pelagis besar seperti tenggiri,

73 52 tuna/cakalang dan tonggol, sedangkan berbagai ikan demersal seperti paperek, ikan merah, kerapu, kakap, ekor kuning dan cucut (DKP Kabupaten Kupang, 2005). Potensi lestari sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Kupang sebesar ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai sekitar ton pada tahun 2004 atau (48.94%) dari potensi lestari yang tersedia. Sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Kupang terdiri dari sumberdaya jenis ikan dan sumberdaya jenis non ikan. Ada 16 jenis sumberdaya ikan dan 8 jenis non ikan yang ekonomis penting seperti tertera pada Tabel 13 dan Tabel 14 (DKP Kabupaten Kupang, 2005). Tabel 13 Produksi perikanan laut menurut jenis ikan di Kabupaten Kupang Tahun 2004 No. Jenis Ikan Jumlah (ton) 1. Paperek 359,50 2. Ikan Merah 645,20 3. Kakap 512,50 4. Kerapu 371,80 5. Ekor Kuning 483,70 6. Cucut 204,00 7. Alu-Alu 179,70 8. Selar 311,60 9. Tembang 485, Julung-Julung 546, Teri 2.887, Ikan Terbang 5.525, Kembung 3.450, Tenggiri 5.435, Tuna/Cakalang 4.500, Tongkol 2.875,40 Jumlah ,10 Sumber : Diolah dari Kupang dalam Angka (BPS, 2005) Tabel 14 Produksi perikanan laut menurut jenis non ikan di Kabupaten Kupang Tahun 2004 No. Jenis Ikan Jumlah (ton) 1. Kepiting 10,89 2. Udang Halus 7,76 3. Lobster 2,64 4. Udang Putih 46,00 5. Kerang 12,89 6. Teripang 2,09 7. Cumi-Cumi 589,70 8. Rumput Laut 3.037,80 Jumlah 3.709,77 Sumber : Diolah dari Kupang dalam Angka (BPS, 2005)

74 Perkembangan Perikanan Tangkap Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Kupang tahun terdiri dari 9 jenis alat yang terdiri dari payang, purse seine, bubu, jaring insang, bagan, pancing tonda, pancing tunggal, rawai dan pole and line (DKP Kabupaten Kupang, ) (Tabel 15). Tabel 15 Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Kupang tahun Sumber : Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang ( ). Pada Tabel 15 terlihat bahwa banyaknya alat tangkap dalam periode tahun meningkat rata-rata 12.50% per tahun. Unit penangkapan yang mengalami kenaikan paling tinggi dalam sepuluh tahun terakhir adalah pole and line, meningkat rata-rata 33.05% per tahun. Bubu meningkat rata-rata 16.81% per tahun, payang meningkat rata-rata 14.93% per tahun, rawai meningkat rata-rata 13.05% per tahun, purse seine meningkat rata-rata 12.73% per tahun, pancing tonda meningkat rata-rata 11.12% per tahun, pancing tunggal meningkat rata-rata 8.17% per tahun dan jaring insang hanyut meningkat rata-rata 4.30% per tahun. Sedangkan jenis alat tangkap bagan mengalami penurunan rata-rata -1.98% per tahun. Untuk lebih jelasnya perkembangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

75 54 Jumlah (Unit) Tahun Jaring Insang Pancing Tunggal Pancing Tonda Payang Sumber : Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang ( ). Gambar 9 Perkembangan alat tangkap jaring insang, pancing tunggal, pancing tonda dan payang di Kabupaten Kupang Tahun Jumlah (Unit) Tahun Purse Seine Bubu Bagan Rawai Pole and Line Sumber : Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang ( ). Gambar 10 Perkembangan alat tangkap purse seine, bubu, bagan, rawai dan pole and line di Kabupaten Kupang Tahun Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang tahun terdiri dari Jukung, Perahu Tanpa Motor (PTM), Perahu Motor Tempel (PMT) dan Kapal Motor (KM) (Tabel 16).

76 55 Tabel 16 Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang tahun Sumber : Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang ( ). Tabel 16 memperlihatkan bahwa pada periode , perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang meningkat rata-rata 27.68% per tahun, yaitu dari 1822 unit pada tahun 1995 meningkat menjadi 4276 unit pada tahun Jukung pada kurun waktu yang sama jumlahnya rata-rata meningkat 17.45% per tahun, perahu tanpa motor meningkat tajam rata-rata 48.89% per tahun, perahu motor tempel meningkat rata-rata 6.99% per tahun dan perahu motor meningkat rata-rata % per tahun (Gambar 11) Jumlah (Unit) Tahun Jukung PTM PMT PM Sumber : Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang ( ). Gambar 11 Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang tahun Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun terdiri dari nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan sambilan tambahan (Tabel 17).

77 Tabel 17 Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun No Nelayan Tahun Kenaikan rata-rata 1. Penuh Sambilan Utama Sambilan Tambahan Jumlah Sumber : Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang ( ). 56 Tabel 17 menunjukkan perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang periode tahun yang mengalami kenaikan jumlah nelayan sebesar 4.94% per tahun. Pada periode yang sama pula, jumlah nelayan penuh mengalami penurunan rata-rata -1.67% per tahun, sedangkan jumlah nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan meningkat masing-masing rata-rata 8.91% per tahun dan 7.56% per tahun (Gambar 12). Jumlah (Orang) Tahun Penuh Sambilan Utama Sambilan Tambahan Sumber : Diolah dari Statistik DKP Kabupaten Kupang ( ). Gambar 12 Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang tahun

78 57 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada dasarnya desain sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur pada akhirnya ditujukan dalam bentuk Decision Support System (DSS) agar dapat digunakan dalam pengambilan keputusan oleh pengguna. 5.1 Paket Program DSS SEPAKAT DSS SEPAKAT merupakan paket program komputer yang dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak dengan menggunakan bahasa program Visual Basic 6.0 for Windows yang berguna sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan dapat dilihat pada Lampiran 10. Pengguna model ini adalah pemerintah/instansi pembina, pengusaha perikanan tangkap, investor, pemegang saham dan penanaman modal dalam menetapkan keputusan untuk perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap dalam bentuk kemitraan usaha. Paket program ini dapat memberikan informasi kepada pengguna tentang potensi sumberdaya ikan menyangkut jenis ikan, produksi, upaya penangkapan, CPUE (Cacth per Unit Effort) dan MSY (Maximum Sustanaible Yield); alat tangkap meliputi seleksi alat tangkap yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sesuai dengan kriteria CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries); perikanan tangkap meliputi perencanaan dan pengembangan alokasi alat tangkap; nelayan meliputi hasil tangkapan, harga ikan, pendapatan nelayan dan kelayakan hidup nelayan berdasarkan Upah Minimum Propinsi (UMP); tata niaga ikan meliputi harga beli ikan, harga jual ikan, jumlah penjualan dan keuntungan pedagang pengumpul; pengolah ikan meliputi harga beli ikan, harga jual ikan, jumlah penjualan dan keuntungan pengolah ikan serta kelayakan usaha perikanan tangkap dilihat dari kriteria kinerja investasi meliputi NPV, IRR, PBP, B/C R dan BEP. Di samping itu DSS SEPAKAT juga mampu melihat prospek sumberdaya lestari, eksploitasi sumberdaya ikan dan permintaan ikan ke depan. Informasi-informasi tersebut diperoleh dengan jalan mengoperasikan modulmodul yang terdapat dalam sistem manajemen basis model dengan memanfaatkan data yang terdapat dalam sistem manajemen basis data. Program DSS SEPAKAT memuat dua menu utama yaitu menu data dan menu model. Menu data berisikan fasilitas membuat data baru, menampilkan data dan menghapus data. Menu data terdiri dari sub menu datpot, datkap, datkan, datnel,

79 datniaga, datolah, dalaykan dan daprosi. Sedangkan menu model terdiri dari sub menu anapot, anakap, anakan, ananel, anniaga, anolah, anlaykan dan anprosi Model Anapot Model Anapot dapat digunakan untuk menentukan upaya penangkapan optimum (effort optimum) dan pendugaan potensi lestari sumberdaya ikan (MSY) berdasarkan input jenis ikan, produksi hasil tangkapan dan periode waktu. Model ini juga dapat menghitung pemanfaatan dan pengupayaan sumberdaya ikan. Hampir setiap jenis alat tangkap dapat menangkap beberapa jenis ikan karena keanekaragaman hayati ikan dan nelayan umumnya siap untuk memanfaatkan apa saja yang tertangkap. Jenis-jenis ikan yang tertangkap dari sembilan alat tangkap di Kabupaten Kupang terdiri dari ikan pelagis kecil, di antaranya adalah ikan alu-alu (Sphyraena spp.), selar (Selaroides spp.), tembang (Sardinella spp.), julung-julung (Hemirhampus spp.), teri (Stolephorus spp.), ikan terbang (Cypsilurus spp.), kembung (Rastrelliger spp.) dan cumi-cumi (Loligo spp.); ikan pelagis besar di antaranya adalah tenggiri (Scomberomorus spp.), tuna/cakalang (Thunnus spp./katsuwonus pelamis) dan tonggol (Euthynnus spp.); ikan demersal di antaranya adalah paperek (Leiognathus spp.), ikan merah (Lutjanus spp.), kerapu (Epinephelus spp.), kakap (Lathes spp.), ekor kuning (Caesio cuning) dan cucut (Carcharinidae). Pembagian jenis-jenis ikan untuk perikanan pelagis kecil, perikanan pelagis besar dan perikanan demersal seperti yang dikemukan oleh Pet-Soede et al., (1999). Beragamnya setiap alat tangkap menyebabkan perlu adanya standardisasi untuk perhitungan total upaya penangkapan (effort) tahunan. Standardisasi alat tangkap diperlukan untuk menyeragamkan satuan upaya penangkapan dari berbagai alat tangkap dengan menggunakan salah satu alat tangkap yang dominan dalam menangkap ikan sebagai alat tangkap standar. Jenis alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Kupang di antaranya adalah payang, purse seine, bubu, jaring insang, bagan, pancing tonda, pancing tunggal, rawai dan pole and line (DKP Kab. Kupang, 2005). Potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) adalah batas maksimum eksploitasi teoritis suatu sumberdaya perikanan tanpa mengganggu kemampuan sumberdaya tersebut untuk pulih kembali pada tahun berikutnya. Perhitungan MSY didasarkan pada adanya data tahunan tingkat eksploitasi dan upaya penangkapan. Metode yang digunakan dalam perhitungan MSY adalah metode Schaefer (1954) diacu oleh Garcia et al., (1989). Metode ini digunakan karena dinilai merupakan metode yang lebih mendekati kenyataan di lapangan. Dengan mengetahui hubungan

80 59 upaya penangkapan dengan produksi dan CPUE (Catch per Unit Effort) berdasarkan alat tangkap yang sudah distandardisasi serta produktivitas alat tangkap standar. Lebih lanjut dikatakan Imron (2000), bahwa penentuan potensi sumberdaya ikan di perairan Indonesia pada umumnya dilakukan dengan menggunakan surplus yield method dari Schaefer, yang menitik beratkan pada perbandingan hasil tangkapan dari beberapa jenis kelompok alat tangkap, yang dikaitkan dengan intensitas pemanfaatan dan kondisi lingkungan perairan Pendugaan potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil Pendugaan potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil yang terdiri dari ikan alu-alu (Sphyraena spp.), selar (Selaroides spp.), tembang (Sardinella spp.), julungjulung (Hemirhampus spp.), teri (Stolephorus spp.), ikan terbang (Cypsilurus spp.), kembung (Rastrelliger spp.) dan cumi-cumi (Loligo spp.) dengan menggunakan alat tangkap payang, purse seine, jaring insang dan bagan selama 10 tahun ( ) di perairan kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel Lampiran 11. Hasil analisis potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil dengan metode Schaefer (1954) menunjukkan bahwa nilai dugaan MSY (Maximum Sustainable Yield) sebanyak ,45 ton per tahun dengan effort optimal sebesar trip. Gambaran tersebut secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar MSY = , Produksi (Ton) Fopt = Effort (Trip) Gambar 13 Hubungan produksi lestari dengan effort dan produksi aktual dengan effort pada perikanan pelagis kecil di Kabupaten Kupang (menurut metode Schaefer, 1954).

81 CPUE (Ton/Trip) y = x R 2 = Effort (Trip) Gambar 14 Hubungan antara CPUE dan effort perikanan pelagis kecil di Kabupaten Kupang. Dari Gambar 14 dapat disimpulkan bahwa perubahan atau penambahan effort tidak selalu diikuti penambahan produksi dari tahun ke tahun. Gambar ini juga mengindikasikan bahwa peningkatan effort atau input akan menguras sumberdaya perikanan pelagis kecil yang semakin terbatas karena tidak seirama dengan rekruitmen yang dalam jangka panjang akan menimbulkan biological overfishing. Hasil perhitungan produksi per trip per tahun dapat mengindikasikan bahwa setiap tahun produktivitas perikanan pelagis kecil di perairan Kabupaten Kupang mengalami tren yang menurun, dimana ditunjukkan bahwa tingkat produksi aktual yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan tingkat produksi lestari yang seharusnya, hal ini terjadi karena effort yang dilakukan oleh nelayan juga meningkat tajam Pendugaan potensi sumberdaya perikanan pelagis besar Pendugaan potensi sumberdaya perikanan pelagis besar yang terdiri dari ikan tenggiri (Scomberomorus spp.), tuna/cakalang (Thunnus spp/katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynnus spp.) dengan menggunakan alat tangkap pancing tonda, pancing tunggal dan pole and line selama 10 tahun ( ) di perairan kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel Lampiran 12. Hasil analisis potensi sumberdaya perikanan pelagis besar dengan metode Schaefer (1954) menunjukkan bahwa nilai dugaan MSY (Maximum Sustainable Yield) sebanyak ,47 ton per tahun dengan effort optimal sebesar unit adalah seperti Gambar 15 di bawah ini. Sementara itu hubungan antara jumlah effort dan CPUE disajikan pada Gambar 16.

82 61 Produksi (Ton) MSY = , Fopt = Effort (Trip) Gambar 15 Hubungan produksi lestari dengan effort dan produksi aktual dengan effort pada perikanan pelagis besar di Kabupaten Kupang (menurut metode Schaefer, 1954). CPUE (Ton/Trip) y = x R 2 = Effort (Trip) Gambar 16 Hubungan antara CPUE dan effort perikanan pelagis besar di Kabupaten Kupang. Dari Gambar 16 dapat disimpulkan bahwa perubahan atau penambahan effort tidak selalu diikuti penambahan produksi dari tahun ke tahun. Gambar ini juga mengindikasikan bahwa sumberdaya dengan peningkatan effort atau input akan menguras sumberdaya perikanan pelagis besar yang semakin terbatas karena tidak seirama dengan rekruitmen yang dalam jangka panjang akan menimbulkan biological overfishing. Hasil perhitungan produksi per trip per tahun dapat mengindikasikan bahwa setiap tahun produktivitas perikanan pelagis besar di perairan Kabupaten Kupang mengalami tren yang menurun, dimana ditunjukkan bahwa tingkat produksi aktual yang

83 diperoleh lebih tinggi dibandingkan tingkat produksi lestari yang seharusnya, hal ini terjadi karena effort yang dilakukan oleh nelayan juga meningkat tajam Pendugaan potensi sumberdaya perikanan demersal Pendugaan potensi sumberdaya perikanan demersal yang terdiri dari ikan paperek (Leiognathus spp.), ikan merah (Lutjanus spp.), kerapu (Epinephelus spp.), kakap (Lathes spp.), ekor kuning (Caesio cuning) dan cucut (Carcharinidae) dengan menggunakan alat tangkap bubu, pancing tunggal dan rawai selama 10 tahun ( ) di perairan kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel Lampiran 13. Hasil analisis potensi sumberdaya perikanan demersal dengan metode Schaefer (1954) menunjukkan bahwa nilai dugaan MSY (Maximum Sustainable Yield) sebanyak 3.322,39 ton per tahun dengan effort optimal sebesar trip. Gambaran ini secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 17. Produksi (Ton) MSY = 3.322, Fopt = Effort (Trip) Gambar 17 Hubungan produksi lestari dengan effort dan produksi aktual dengan effort pada perikanan demersal di Kabupaten Kupang (menurut metode Schaefer, 1954). Dari Gambar 17 tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan atau penambahan effort tidak selalu diikuti penambahan produksi dari tahun ke tahun. Gambar ini juga mengindikasikan bahwa sumberdaya dengan peningkatan effort atau input akan menguras sumberdaya perikanan demersal yang semakin terbatas karena tidak seirama dengan rekruitmen yang dalam jangka panjang akan menimbulkan biological overfishing. Hasil perhitungan produksi per trip per tahun dapat mengindikasikan bahwa setiap tahun produktivitas perikanan demersal di perairan Kabupaten Kupang mengalami tren yang menurun, dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat

84 63 produksi aktual yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan tingkat produksi lestari yang seharusnya, hal ini terjadi karena effort yang dilakukan oleh nelayan juga meningkat tajam. Zulkarnaen dan Darmawan (1997) mengatakan bahwa hasil tangkapan yang diperoleh dalam suatu wilayah perairan tertentu erat hubungannya dengan tingkat upaya penangkapan yang dilakukan di wilayah tersebut CPUE (Ton/Trip) y = x R 2 = Effort (Trip) Gambar 18 Hubungan antara CPUE dan effort perikanan demersal di Kabupaten Kupang. CPUE (Ton/Trip) Tahun Pelagis Kecil Pelagis Besar Demersal Gambar 19 Nilai CPUE perikanan pelagis kecil, CPUE perikanan pelagis besar dan CPUE perikanan demersal pada Tahun di Kabupaten Kupang. Gambar 19 memperlihatkan bahwa nilai CPUE tertinggi pada perikanan pelagis kecil, kemudian perikanan pelagis besar dan perikanan demersal. Tingginya nilai CPUE pada perikanan pelagis kecil menunjukkan bahwa upaya penangkapan (effort)

85 64 masih dapat dikembangkan dengan cara lebih mengefektifkan alat tangkap yang sudah ada. Diduga bahwa kegiatan operasi penangkapan hanya berlangsung pada satu area daerah penangkapan (fishing ground) atau dengan kata lain terjadi pada daerah penangkapan tertentu sehingga dengan pergeseran waktu dari tahun ke tahun jumlah produksi menurun. Jika terjadi pergeseran daerah penangkapan untuk kegiatan operasi penangkapan ke daerah penangkapan yang baru maka produksi akan meningkat. Sebagai contoh antara tahun 2002 dan 2003 terjadi peningkatan produksi. Ini berarti bahwa dalam memilih dan mengelola daerah penangkapan yang baik belum optimal. 5.3 Model Anakan Model Anakan menganalisis penentuan strategi pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan, dengan menggali sebanyak mungkin informasi yang berbasis masyarakat; pemerintah maupun swasta. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan solusi pengembangan perikanan tangkap yang sesuai dengan kemampuan stakeholders perikanan tangkap. Kemudian dilakukan analisis SWOT (Rangkuti, 2005). Melalui analisis SWOT ini dicoba digali informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai unsur pelaku (stakeholders), sehingga ditemukan berbagai hasil dalam suatu matriks yang membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) untuk strategi pengembangannya. Formulasi strategi disusun dengan cara : (1) menentukan faktor-faktor strategis eksternal; (2) menentukan faktor-faktor strategis internal; dan (3) perumusan alternatif strategi, dengan menggunakan matriks Internal-Eksternal (matriks I-E). Untuk mengoptimalkan alokasi alat penangkapan secara bersamaan yang dibatasi oleh berbagai kendala digunakan model goal programming. Menurut Mulyono (1991), goal proramming merupakan variasi dari model linear programming yang dapat digunakan untuk menangani masalah yang mempunyai banyak sasaran. Identifikasi sasaran atau variabel terkait dengan pengembangan perikanan tangkap dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang perlu dicapai dalam perencanaan dan pengembangan. Hal-hal yang perlu dicapai tersebut tidak lepas dari posisi dan kondisi usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kupang saat ini terutama berkaitan dengan alat penangkapan. Hasil analisis SWOT pada Tabel 18 dan Tabel 19. memperlihatkan posisi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang dari segi internal (faktor strategi internal) maupun eksternal (faktor strategi eksternal).

86 65 Bobot menunjukkan tingkat kepentingan pengembangan perikanan tangkap terhadap faktor tersebut (nilai 0-1, 0 = tidak penting dan 1 = sangat penting). Rating menunjukkkan tingkat pengaruh yang secara riil dapat diberikan oleh faktor terhadap pengembangan perikanan tangkap (nilai 1 4, 1 = rendah dan 4 = sangat tinggi). Nilai rating untuk faktor kelemahan dan ancaman diberi secara terbalik, jika pengaruh rendah diberi nilai 4 dan pengaruh sangat tinggi diberi nilai 1. Skor menyatakan tingkat pengaruh nyata sesuai dengan kepentingan pengembangan perikanan tangkap terhadap faktor tersebut. Tabel 18 memperlihatkan lima kekuatan dan kelemahan utama perikanan tangkap di Kabupaten Kupang dalam kaitan dengan perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap. Dari segi kekuatan, di Kabupaten Kupang tersedia tenaga kerja yang lebih dari cukup untuk berkontribusi dalam pengembangan perikanan tangkap dan saat ini terdapat nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan. Mereka menjadi nelayan sambilan karena ketiadaan sarana penangkapan yang memadai untuk dioperasikan. Sekitar 1550 nelayan (34,78%) menguasai dengan baik jenis teknologi alat tangkap seperti payang, purse seine, bubu, jaring insang, bagan, pancing tonda, pancing tunggal, rawai dan pole and line. Kesembilan alat tangkap penangkapan tersebut termasuk alat tangkap penting karena banyak dipakai oleh nelayan. Ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) dan pabrik es juga cukup memadai bagi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Tabel 18 Faktor strategi internal pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan : 1. Tenaga kerja yang banyak 2. Penguasaan teknologi alat tangkap 3. Tersedianya bahan bakar minyak (BBM) 4. Ketersediaan pabrik es 5. Fasilitas pendaratan ikan 0,12 0,15 0,07 0,08 0, ,36 0,60 0,14 0,14 0,14 Kelemahan : 1. Peraturan jumlah tangkap yang diperbolehkan (80% dari MSY) belum disosialisasi dengan baik 2. Ukuran alat tangkap dan mesh size 3. Penggunaan air tawar yang berlebihan 4. Daerah penangkapan yang terbatas 5. Belum adanya pengaturan daerah penangkapan antara Kabupaten dan Kota Kupang 0,20 0,09 0,10 0,07 0, ,60 0,18 0,10 0,21 0,10 Jumlah 1,00 2,57

87 Dalam kaitan dengan batasan penangkapan sesuai MSY, hal ini menjadi kelemahan perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang karena belum semua nelayan mengetahuinya. Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran di kemudian hari bila pengembangan perikanan tangkap benar-benar diwujudkan dan batasan tersebut tidak disosialisasikan dengan baik. Kelemahan lain berkaitan dengan perikanan tangkap ini adalah ukuran alat tangkap dan mesh size yang dioperasikan nelayan terkadang tidak sesuai dengan peruntukkannya, penggunaan air tawar yang berlebihan, daerah penangkapan yang terbatas, dan belum adanya pengaturan daerah penangkapan antara Kabupaten dan Kota Kupang. Dari lima kelemahan tersebut, penggunaan air tawar yang berlebih termasuk yang paling memperihatinkan sehingga pada Tabel 18 mendapatkan rating 1. Sedangkan batasan penangkapan sesuai MSY saat ini belum serius karena keterbatasan jumlah tangkap nelayan (rating 3). Begitu juga untuk daerah penangkapan yang masih tetap dan tidak mau berpindah daerah penangkapan yang lain (rating 3). Tabel 19 Faktor strategi eksternal pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang : 1. Sumberdaya ikan yang tinggi 2. Pasar yang terbuka 3. Minat investor yang tinggi 4. Kondisi sosial politik yang kondusif 0,24 0,15 0,14 0, ,96 0,62 0,42 0,18 Ancaman : 1. Penangkapan ikan yang merusak 2. Kualitas hasil tangkapan 3. Bahan bakar minyak yang sering terlambat 4. Pencurian ikan dan transshipment oleh kapal asing di laut 5. Cuaca yang buruk 0,15 0,04 0,05 0, ,30 0,12 0,15 0,04 0,10 3 0,30 Jumlah 1,00 3,09 66 Pada Tabel 19 terlihat lima peluang dan ancaman serius yang berpengaruh dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Untuk peluang, kelimpahan sumberdaya ikan (SDI) sangat mendukung pengembangan perikanan tangkap. Kelimpahan tersebut terutama terlihat pada jenis ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar dan ikan demersal. Hasil analisis menunjukkan bahwa MSY ketiga jenis ikan tersebut adalah MSY perikanan pelagis kecil sekitar ,45 ton/tahun, MSY perikanan pelagis besar sekitar ,47 ton/tahun, dan MSY perikanan demersal sekitar 3.322,39 ton/tahun. Dalam hal pemasaran, perikanan pelagis besar

88 67 dan perikanan demersal saat ini telah menembus pasar ekspor Eropa dan Asia Timur sehingga prospek pengembangannya sangat baik. Dalam hal ketertarikan intervasi, beberapa investor terutama dari Sulawesi Selatan sangat berminat dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Bentuk investasi yang sudah berkembang saat ini adalah investor luar lebih banyak hanya sebagai pemodal (belum banyak terlibat langsung). Sedangkan peluang lainnya adalah berkembangnya banyak kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi (PT) dan penyuluh resmi perikanan, serta kondisi sosial politik di kabupaten Kupang yang kondusif. Dalam kaitan dengan pelatihan, materi pelatihan banyak berkaitan dengan kegiatan penangkapan ramah lingkungan, keselamatan dalam operasi penangkapan, pemberdayaan nelayan pesisir dan analisis usaha perikanan tangkap. Pada segi ancaman, kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan cara-cara atau teknik yang merusak juga terjadi di Kabupaten Kupang, meskipun intensitasnya termasuk biasa (rating 2). Ancaman lain adalah kualitas hasil tangkapan yang cepat rusak, suplai BBM yang sering terlambat, pencurian ikan dan transshipment oleh kapal asing di laut, dan cuaca yang buruk di perairan Kabupaten Kupang yang kurang mendukung. Dari kelima ancaman tersebut, suplai air tawar yang terlambat, suplai BBM yang terlambat, dan cuaca yang kurang mendukung mempunyai pengaruh dengan intensitas agak rendah dalam kegiatan perikanan tangkap selama ini (rating 3). Untuk mempertajam analisis, terutama untuk melihat arah perencanaan dan pengembangan yang tepat perikanan tangkap di Kabupaten Kupang, maka data faktor strategi internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor strategi eksternal (peluang dan ancaman) pengembangan perikanan tangkap (Tabel 18 dan Tabel 19) dianalisis lanjut menggunakan matriks IE (Tabel 20). Pada Tabel 20, kuadran I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, dan IX adalah berturut-turut strategi pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi vertikal, strategi pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi horizontal, strategi turnaround atau penciutan, strategi stabilitas, strategi pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi horizontal atau stabilitas, strategi divestasi atau pengurangan, strategi pertumbuhan melalui diversifikasi konsentrik, strategi pertumbuhan melalui konsentrasi konglomerat, dan strategi likuidasi.

89 68 Tabel 20 Matriks internal-eksternal (IE) perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Total Skor Faktor Strategi Internal Kuat Rata-rata Rendah Tinggi 3 I Pertumbuhan II Pertumbuhan III Penciutan Total Skor Faktor Strategi Eksternal Menengah 2 IV Stabilitas V Pertumbuhan Stabilitas VI Penciutan Rendah VII Pertumbuhan VIII Pertumbuhan IX Likuidasi 1 Keterangan : = Posisi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Berdasarkan Tabel 20 posisi atau kondisi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang saat ini terdapat pada kuadran II dengan total skor faktor strategi internal 2,59 dan total skor faktor integrasi eksternal 3,07. Posisi pada kuadran II ini mengandung pengertian bahwa perikanan tangkap di Kabupaten Kupang masih dalam pertumbuhan dan untuk perencanaan dan pengembangannya perlu diarahkan/dikonsentrasikan pada integrasi horizontal. Konsentasi pada integrasi internal ini adalah perencanaan dan pengembangan perikanan perikanan tangkap harus diorientasikan pada perbaikan-perbaikan faktor internal yang berkaitan kekuatan dan kelemahan perikanan tangkap selama ini. Diagram pada Tabel 20 tersebut dapat mengindentifikasikan 9 sel strategi, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu : (1) growth strategy yang merupakan pertumbuhan itu sendiri (sel 1, 2, dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8); (2) stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan; dan (3) retrenchment strategy (sel 3, 6, dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan (Rangkuti, 2005). Berdasarkan hasil analisis faktor strategi internal (Tabel 18), faktor strategi eksternal (Tabel 19) dan matriks IE (Tabel 20) perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap, maka dengan menggunakan matriks SWOT dapat dirumuskan sasaran perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap. Sasaran perencanaan dan pengembangan tersebut memuat hubungan faktor internal-eksternal dengan

90 69 orientasi pada perbaikan faktor internal perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Hubungan faktor internal-eksternal adalah hubungan antara : kekuatan-peluang (sasaran SO), kekuatan-ancaman (sasaran SW), kelemahan-peluang (sasaran WO), dan kelemahan-ancaman (sasaran WT) (Tabel 21).

91 70 Tabel 21 Matriks SWOT sasaran perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Faktor Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W) Faktor Eksternal 1. Tenaga kerja yang banyak 2. Penguasaan teknologi alat tangkap 3. Tersedianya bahan bakar minyak (BBM) 4. Ketersediaan pabrik es 5. Fasilitas pendaratan ikan 1. Peraturan jumlah tangkap yang diperbolehkan (80% dari MSY) belum disosialisasi dengan baik 2. Ukuran alat tangkap dan mesh size 3. Penggunaan air tawar yang berlebihan 4. Daerah penangkapan yang terbatas 5. Belum adanya pengaturan daerah penangkapan antara Kabupaten dan Kota Kupang Peluang (O) Sasaran (SO) Sasaran (WO) 1. Sumberdaya ikan yang tinggi 2. Pasar yang terbuka 3. Minat investor yang tinggi 4. Kondisi sosial politik yang kondusif 1. Penyerapan tenaga kerja 2. Pemberdayaan nelayan 1. Penangkapan sumberdaya ikan sesuai dengan TAC 2. Penangkapan sumberdaya ikan yang potensial 3. Prioritas investasi terhadap perikanan tangkap yang potensial 4. Kesepakatan pemda Kabupaten dan Kota dalam pengelolaan perikanan tangkap 5. Kampanye hemat air tawar Ancaman (T) Sasaran (ST) Sasaran (WT) 1. Penangkapan ikan yang merusak 2. Kualitas hasil tangkapan 3. Bahan bakar minyak yang sering terlambat 4. Pencurian ikan dan transshipment oleh kapal asing di laut 5. Cuaca yang buruk 1. Pengembangan perikanan tangkap yang tidak merusak dan handal terhadap kondisi cuaca 2. Penggunaan bahan bakar minyak yang efisien 3. Penggunaan es yang efisien 4. Peningkatan sistim pengawasan masyarakat (SIWASMAS) 1. Peningkatan kualitas tangkapan ikan 2. Integrasi pengawasan dalam pengaturan operasi dan musim penangkapan 3. Pengembangan teknologi pencucian ikan hemat air

92 5.4 Model Anakap Model Anakap dapat digunakan untuk menentukan alat tangkap yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sesuai dengan kriteria Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dan penggolongan alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan dan keberlanjutan terhadap lingkungan. Dari survey yang dilakukan di Kabupaten Kupang diperoleh sembilan jenis alat tangkap yang beroperasi, yaitu : 1) payang; 2) purse seine; 3) bubu; 4) jaring insang; 5) bagan; 6) pancing tonda, 7) pancing tunggal; 8) rawai; dan 9) pole and line. Semua jenis alat tangkap tersebut merata di Kabupaten Kupang. Adapun daerah penangkapan ikan (fishing ground) dari masing-masing alat tangkap menyebar tidak terlalu jauh dari pangkalan (fishing base). Hal ini disebabkan karena hampir semua alat tangkap memiliki waktu trip relatif singkat. Berdasarkan kriteria CCRF dilakukan evaluasi terhadap alat tangkap melalui pemberian bobot yang berkisar antara 1 9. Untuk kriteria ramah lingkungan dan berkelanjutan hasil analisisnya disajikan pada Tabel 22 dan Tabel 23, Lampiran 14 dan Lampiran 15. Tabel 22 Hasil skoring seleksi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan sesuai kriteria CCRF. No Jenis Alat Tangkap Vektor Prioritas 1. Pancing Tunggal 0, Pole and Line 0, Rawai 0, Pancing Tonda 0, Jaring Insang 0, Payang 0, Bubu 0, Bagan 0, Purse Seine 0,057 9 Hasil analisis pada Tabel 22 menunjukkan bahwa alat tangkap ramah lingkungan yang mempunyai prioritas paling tinggi (0,195) adalah pancing tunggal. Selanjutnya diikuti alat tangkap pole and line (0,163), rawai (0,160), pancing tonda (0,126), jaring insang (0,091), payang (0,084), bubu (0,064), bagan (0,059), dan purse seine (0,057). Hal ini berarti bahwa alat tangkap pancing tunggal lebih memenuhi kriteria ramah lingkungan dibandingkan dengan alat tangkap pole and line, rawai, pancing tonda, jaring insang, payang, bubu, bagan, dan purse seine. Rendahnya prioritas purse seine ini disebabkan oleh selektivitas alat tangkap rendah terhadap hasil tangkapan, di antaranya sering tertangkapnya spesies yang dilindungi seperti penyu. 71

93 Tabel 23 Hasil skoring seleksi teknologi penangkapan ikan berkelanjutan sesuai kriteria CCRF. No Jenis Alat Tangkap Vektor Prioritas 1. Pancing Tunggal 0, Rawai 0, Pole and Line 0, Jaring Insang 0, Bubu 0, Pancing Tonda 0, Payang 0, Bagan 0, Purse Seine 0,067 9 Tabel 23 menunjukkan hasil evaluasi alat tangkap berdasarkan kriteria penangkapan ikan berkelanjutan yang mempunyai prioritas paling tinggi (0,163) adalah pancing tunggal, disusul rawai (0,141), pole and line (0,126), jaring insang (0,115), bubu (0,111), pancing tonda (0,107), payang (0,100), bagan (0,070), dan purse seine (0,067). Tabel 23 tersebut menunjukkan bahwa alat tangkap ikan yang paling memenuhi kriteria penangkapan ikan berkelanjutan secara berturut-turut adalah alat tangkap pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan, dan purse seine. Penentuan urutan di atas didasarkan pada nilai prioritas yang mengindikasikan bahwa alat tangkap tersebut lebih memenuhi kriteria yang telah diujikan dibandingkan dengan alat tangkap yang lain dalam seleksi teknologi penangkapan ikan berkelanjutan. Tabel 24 Hasil skoring seleksi ekonomi. No Jenis Alat Tangkap Vektor Prioritas 1. Pole and Line 0, Purse Seine 0, Bagan 0, Rawai 0, Pancing Tunggal 0, Pancing Tonda 0, Jaring Insang 0, Payang 0, Bubu 0, Hasil skoring seleksi ekonomi pada Tabel 24 tersebut menunjukkan bahwa alat tangkap pole and line memenduduki prioritas paling tinggi (0,200), disusul dengan alat tangkap purse seine (0,178), bagan (0,156), rawai (0,133), pancing tunggal (0,111), pancing tonda (0,089), jaring insang (0,067), payang (0,044) dan bubu (0,022).

94 73 Dalam kaitan dengan maksud akhir perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap yaitu optimalisasi alokasi perikanan tangkap, dan upaya untuk kedepan yakni memperbaiki faktor internalnya, maka sasaran perencanaan dan pengembangan pada Tabel 22 dan Tabel 23 disintesis dan diselaraskan menjadi urutan prioritas sebagai berikut : 1. Mengoptimumkan total produksi hasil tangkap sesuai TAC 2. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tunggal 3. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pole and line 4. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian rawai 5. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tonda 6. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian jaring insang 7. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian payang 8. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bubu 9. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bagan 10. Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian purse seine 11. Minimumkan trip penangkapan ikan 12. Minimumkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) 13. Mengoptimalkan penggunaan es 14. Minimumkan penggunaan air tawar Jenis alat tangkap yang dikembangkan, dipilih berdasarkan kriteria CCRF yaitu alat tangkap penting, baik dalam operasi maupun yang mendukung kegiatan operasi penangkapan dan banyak dikembangkan oleh nelayan, termasuk jenis alat tangkap yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, dapat menangkap jenis ikan potensial (kakap, cakalang, kerapu, cumi-cumi, kembung dan jenis ikan lainnya), dan memanfaatkan teknologi yang sudah dikuasai dengan baik. Dengan demikian, maka alat tangkap penting tersebut adalah : 1. Pancing Tunggal (Handline) 2. Rawai (Long Line) 3. Pole and Line 4. Jaring Insang (Gillnet) 5. Bubu (Trapnet) 6. Pancing Tonda (Trolling) 7. Payang (Boat Seine) 8. Bagan (Liftnet) 9. Purse Seine

95 74 Optimalisasi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap ini dimaksudkan untuk menentukan alokasi optimal 9 (sembilan) jenis alat tangkap penting yang terdapat di Kabupaten Kupang yaitu Pancing Tunggal (Handline), Rawai (Long Line), Pole and Line, Jaring Insang (Gillnet), Bubu (Trapnet), Pancing Tonda (Trolling), Payang (Boat Seine), Bagan (Liftnet), Purse Seine. Sedangkan jumlah alat tangkap tersebut saat ini adalah pancing tunggal 8261 unit, rawai 34 unit, pole and line 105 unit, jaring insang 2646 unit, bubu 122 unit, pancing tonda 1094 unit, payang 312 unit, bagan 72 unit dan purse seine 112 unit. Berdasarkan hasil identifikasi, ada 14 (empat belas) macam sasaran yang hendak dicapai dari upaya optimalisasi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap tersebut, yaitu mengoptimumkan total produksi hasil tangkap sesuai TAC, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tunggal, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian rawai, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pole and line, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian jaring insang, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bubu, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tonda, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian payang, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bagan, mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian purse seine, minimumkan trip penangkapan, minimumkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM), mengoptimalkan penggunaan es, dan minimumkan penggunaan air tawar. Optimalisasi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap dengan memperhatikan enam sasaran yang hendak dicapai tersebut dilakukan dengan menggunakan metode linear goal programming aplikasi LINDO. Untuk memudahkan analisis, ketiga macam alat tangkap kemudian disimbolkan sebagai berikut : X1 = pancing tunggal X2 = rawai X3 = pole and line X4 = jaring insang X5 = bubu X6 = pancing tonda X7 = payang X8 = bagan X9 = purse seine X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8 dan X9 kemudian menjadi variabel keputusan dalam analisis. Supaya tidak terjadi konflik atau keresahan sosial, maka

96 optimalisasi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap ini tidak bersifat meniadakan/mengurangi jenis alat tangkap tertentu yang sudah ada, tetapi bersifat mengatur komposisi yang tepat dan optimal serta membatasi jumlah alat tangkap yang tidak berpengaruh langsung dan jumlahnya dianggap sudah cukup dalam aktivitas penangkapan di Kabupaten Kupang. Dengan demikian, kondisi variabel keputusan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8 dan X9 adalah sebagai berikut : X1 = 8261 X2 = 34 X3 = 105 X4 = 2646 X5 = 122 X6 = 1094 X7 = 312 X8 = 72 X9 = 112 Hasil optimalisasi kesembilan jenis alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 25, sedangkan tampilan olahan LINDO terlihat pada Lampiran 16. Tabel 25 Hasil optimalisasi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. No Jenis Alat Tangkap Aktual Optimasi 1. Pancing Tunggal Rawai Pole and Line Jaring insang Bubu Pancing Tonda Payang Bagan Purse seine Berdasarkan Tabel 25, untuk pengembangan perikanan tangkap alokasi optimal untuk pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing unit, 34 unit, 105 unit, unit, 122 unit, unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit. Pada optimalisasi terlihat bahwa 4 (empat) alat tangkap mengalami pengurangan masing-masing sebanyak 266 unit untuk alat tangkap jaring insang, 20 unit untuk alat tangkap bubu, 74 unit untuk alat tangkap pancing tonda, 160 unit untuk alat tangkap payang. Sedangkan 5 (lima) alat tangkap lainnya mengalami penambahan masing-masing sebanyak 75

97 76 22 unit untuk alat tangkap pancing tunggal, 25 unit untuk alat tangkap rawai, 44 unit untuk alat tangkap pole and line, 35 unit untuk alat tangkap bagan dan 25 unit untuk alat tangkap purse seine. Bila dibandingkan dengan jumlah alat tangkap yang ada saat ini dengan hasil optimalisasi tersebut, maka ada 5 (lima) alat tangkap yang perlu dilakukan perencanaan dan pengembangan di Kabupaten Kupang yaitu alat tangkap pancing tunggal, rawai, pole and line, bagan, purse seine Mengoptimumkan total produksi hasil tangkap sesuai TAC Sasaran mengoptimalkan total produksi hasil tangkap sesuai TAC menjadi sasaran pengembangan perikanan tangkap. Hal ini karena TAC merupakan batas kritis jumlah tangkapan maksimum yang aman sehingga tidak menyebabkan kepunahan pada golongan ikan ekonomis dan secara keseluruhan tidak mengganggu ekosistem perairan. Ketersediaan sumberdaya ikan ini menjadi penentu utama perlu tidaknya pengembangan perikanan tangkap. Berdasarkan hasil analisis data lapang, TAC perikanan tangkap di Kabupaten Kupang adalah kg/tahun. Nilai ini menjadi batas maksimum hasil tangkap total di Kabupaten Kupang. Sedangkan kemampuan hasil tangkap rata-rata dari alat tangkap yang beroperasi adalah pancing tunggal sekitar 2.960,3 kg/tahun, rawai sekitar 2.225,897 kg/tahun, pole and line sekitar 3.867,830 kg/tahun, jaring insang sekitar 4.911,079 kg/tahun, bubu sekitar 1.044,453 kg/tahun, pancing tonda sekitar 3.674,240 kg/tahun, payang sekitar 1.425,390 kg/tahun, bagan sekitar 3.368,797 kg/tahun, purse seine sekitar 3.685,414 kg/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan hasil tangkap total sesuai TAC dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap adalah : DB1 - DA X X X X X X X X X9 <= Berdasarkan hasil olahan LINDO, sasaran mengoptimalkan total produksi hasil tangkap sesuai TAC bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA1 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tunggal Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tunggal yang menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan

98 77 baik teknik pengoperasian pancing tunggal. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada dan mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian pancing tunggal sekitar orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan pancing tunggal sekitar 4 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tunggal dalam pengembangan perikanan tangkap adalah : DB2 + 4 X1 >= 1895 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tunggal bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB2 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian rawai Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian rawai menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian rawai. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada dan mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian rawai sekitar 418 orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan rawai sekitar 5 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian rawai dalam pengembangan perikanan tangkap adalah : DB3 + 5 X2 >= 418 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian rawai bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB3 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16).

99 Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pole and line Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pole and line menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian pole and line. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada yang mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian pole and line sekitar 745 orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan pole and line sekitar 7 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pole and line dalam pengembangan perikanan tangkap adalah : DB4 + 7 X3 >= 745 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pole and line bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB4 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian jaring insang Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian jaring insang menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian jaring insang. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada yang mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian jaring insang sekitar orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan jaring insang sekitar 4 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian jaring insang dalam pengembangan perikanan tangkap adalah : DB5 + 4 X4 >= 1520 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian jaring insang bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing

100 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB5 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bubu Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bubu menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian bubu. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada dan mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian bubu sekitar 410 orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan bubu sekitar 4 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bubu dalam pengembangan perikanan tangkap adalah : DB6 + 4 X5 >= 410 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bubu bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB6 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tonda Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tonda menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian pancing tonda. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada dan mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian pancing tonda sekitar 480 orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan pancing tonda sekitar 4 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tonda dalam pengembangan perikanan tangkap adalah : DB7 + 4X6 >= 480

101 80 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian pancing tonda bila pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB7 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian payang Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian payang menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian payang. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada dan mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian payang sekitar 760 orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan payang sekitar 5 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian payang dalam pengembangan perikanan tangkap adalah : DB8 + 5 X7 >= 760 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian payang bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB8 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bagan Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bagan menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian bagan. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada dan mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian bagan sekitar 418 orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan bagan sekitar 5 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bagan dalam pengembangan perikanan tangkap adalah :

102 81 DB9 + 5 X8 >= 535 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian bagan bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB9 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian purse seine Sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian purse seine menjadi sasaran yang perlu dicapai karena nelayan sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian purse seine. Dalam hal ini, termanfaatkannya keahlian yang ada dan mendukung peningkatan produktivitas penangkapan. Analisis data lapang menunjukkan jumlah nelayan yang sudah menguasai dengan baik teknik pengoperasian purse seine sekitar 960 orang, dan jumlah ini tentunya diharapkan meningkat (tidak sebaliknya). Sedangkan jumlah rata-rata nelayan yang mengoperasikan purse seine sekitar 7 orang per alat tangkap. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian purse seine dalam pengembangan perikanan tangkap adalah : DB X9 >= 960 Setelah diolah menggunakan LINDO, sasaran mengoptimalkan jumlah nelayan ahli pengoperasian purse seine bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DB10 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Meminimumkan trip penangkapan Sasaran meminimumkan trip penangkapan menjadi sasaran perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap. Trip penangkapan di Kabupaten Kupang adalah trip/tahun dan menjadi nilai pembatas maksimum trip penangkapan. Kemampuan trip penangkapan rata-rata dari alat tangkap sesuai yang beroperasi adalah pancing tunggal sekitar 176 trip/tahun, rawai sekitar 160 trip/tahun, pole and line sekitar 176 trip/tahun, jaring insang sekitar 120 trip/tahun, bubu sekitar 160 trip/tahun, pancing tonda sekitar 176 trip/tahun, payang sekitar 160 trip/tahun, bagan sekitar 176 trip/tahun dan purse seine sekitar 176 trip/tahun. Dengan demikian, model

103 persamaan matematis meminimumkan trip penangkapan dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap adalah : 176 X X X X X X X X X9 - DA11 <= Setelah persamaan tersebut diolah menggunakan LINDO ternyata sasaran meminimumkan trip penangkapan bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA11 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Meminimumkan penggunaan BBM Sasaran meminimumkan penggunaan BBM menjadi sasaran yang perlu dicapai. Sasaran ini tidak mendesak karena ditentukan setelah TAC, trip penangkapan diketahui. Total penggunaan BBM yang terjadi sekitar liter per tahun dan penggunaan ini diharapkan menjadi patokan maksimum sehingga tidak berimplikasi pada pembengkakan biaya BBM yang menyebabkan alat tangkap tidak beroperasi. Data penggunaan BBM rata-rata dari alat tangkap yang beroperasi menunjukkan pancing tunggal sekitar liter/tahun, rawai sekitar liter/tahun, pole and line sekitar liter/tahun, jaring insang sekitar liter/tahun, bubu sekitar liter/tahun, pancing tonda sekitar liter/tahun, payang sekitar liter/tahun, bagan sekitar liter/tahun dan purse seine sekitar 8.452,8 liter/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis meminimumkan penggunaan BBM dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang adalah : 8181 X X X X X X X X X9 - DA12 <= Hasil olahan LINDO menunjukkan bahwa bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA12 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16).

104 Mengoptimalkan penggunaan es Sasaran mengoptimalkan penggunaan es menjadi sasaran, namun tidak bersifat mendesak (karena ditentukan setelah TAC, trip penangkapan diketahui). Hasil analisis data lapang menunjukkan total penggunaan es yang terjadi sekitar ton per tahun dan penggunaan ini diharapkan menjadi patokan maksimum sehingga tidak berimplikasi pada pembengkakan biaya pengadaan es. Data lain menunjukkan penggunaan es rata-rata dari alat tangkap yang sesuai adalah pancing tunggal sekitar 73,8 ton/tahun, rawai sekitar 99,2 ton/tahun, pole and line sekitar 82,8 ton/tahun, jaring insang sekitar 56 ton/tahun, bubu sekitar 49,2 ton/tahun, pancing tonda sekitar 72 ton/tahun, payang sekitar 59,2 ton/tahun, bagan sekitar 54 ton/tahun dan purse seine sekitar 81 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan penggunaan es dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang adalah : 73.8 X X X X X X X X X9 - DA13 <= Hasil olahan LINDO menunjukkan bahwa bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA13 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Meminimumkan penggunaan air tawar Sasaran ini menjadi sasaran yang bersifat tidak mendesak (ditentukan setelah TAC, trip penangkapan, dan jumlah nelayan diketahui). Data lapang menunjukkan total penggunaan air tawar yang terjadi sekitar ton per tahun dan diharapkan menjadi patokan maksimum sehingga tidak berimplikasi pada pembengkakan biaya pengadaan air tawar. Penggunaan air tawar rata-rata dari alat tangkap yang beroperasi adalah pancing tunggal sekitar 9 ton/tahun, rawai sekitar 84,8 ton/tahun, pole and line sekitar 106,2 ton/tahun, jaring insang sekitar 6,4 ton/tahun, bubu sekitar 49,2 ton/tahun, pancing tonda sekitar 10,8 ton/tahun, payang sekitar 40 ton/tahun, bagan sekitar 5,4 ton/tahun dan purse seine sekitar 79,2 ton/tahun. Dengan demikian, model persamaan matematis meminimumkan penggunaan air tawar dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang adalah :

105 9 X X X X X X X X X9 - DA14 <= Hasil olahan LINDO menunjukkan bahwa bila alokasi pancing tunggal, rawai, pole and line, jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan dan purse seine masing-masing 8261 unit, 34 unit, 105 unit, 2646 unit, 122 unit, 1094 unit, 312 unit, 72 unit dan 112 unit adalah tercapai. Hal ini ditandai oleh nilai DA14 = 0 pada optimalisasi (Lampiran 16) Model Anlaykan Model anlaykan dapat digunakan untuk menganalisa kelayakan usaha perikanan tangkap dengan berbagai kebijakan seperti harga ikan dan produksi hasil tangkapan dengan tingkat suku bunga tertentu. Jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap dengan alat tangkap payang adalah cumi-cumi; purse seine adalah alu-alu, selar dan kembung; jaring insang adalah julung-julung dan ikan terbang; bagan adalah tembang, teri dan kembung. Jenis ikan pelagis besar yang tertangkap dengan alat tangkap pancing tonda adalah tenggiri dan tongkal; pancing tunggal adalah tenggiri dan tongkol; pole and line adalah cakalang. Sedangkan jenis ikan demersal yang tertangkap dengan alat tangkap bubu adalah kerapu dan ekor kuning; pancing tunggal adalah paperek, ikan merah dan kakap, rawai adalah kerapu, kakap dan cucut. Lebih jelasnya terlihat pada Tabel 26. Harga rata-rata jenis ikan dihitung berdasarkan nilai produksi dari masingmasing jenis ikan dari setiap alat tangkap pada tahun yang sama. Data perhitungan diambil dari laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang tahun Data masukan dari model ini diambil dari file basis data kelayakan usaha perikanan tangkap (Dalaykan) yang berisi data asumsi dan koefisien, investasi, produktifitas dan biaya variabel. Masing-masing data tersebut ditampilkan dalam satu layar monitor. Sebagai contoh, ditampilkan data asumsi dan koefisien, investasi, produktifitas dan biaya variabel seperti terlihat pada Lampiran 17. Untuk data asumsi dan koefisien kelayakan finansial, data yang dimasukkan pada file data meliputi umur proyek, biaya perawatan, jumlah trip penangkapan, tingkat suku bunga berlaku, jangka waktu pengembalian modal dan pajak penghasilan. Untuk data investasi, penyusutan dan perawatan yang meliputi data alat tangkap, perahu, mesin pendorong, alat bantu, lampu dan biaya lain-lain. Sedangkan untuk data produktifitas alat tangkap meliputi data jenis ikan, jumlah hasil tangkapan dan harga

106 85 Tabel 26 Jenis ikan, rata-rata hasil tangkapan masing-masing alat tangkap dan harga rata-rata jenis ikan. No Nama ikan Nama jenis ikan Payang Rata-rata hasil tangkapan masing-masing alat tangkap (kg/trip) Pole Purse Jaring Pancing Pancing Bagan and Bubu Seine Insang Tonda Tunggal Line Rawai Harga rata-rata jenis ikan (Rp/kg) 1. Alu-alu Sphyraena spp Selar Selaroides spp Tembang Sardinella spp Julung-julung Hemirhampus spp 5. Teri Stolephorus spp Ikan terbang Cypsilurus spp Kembung Rastrelliger spp Cumi-cumi Loligo spp Tenggiri Scomberomorus spp Cakalang Katsuwonus pelamis 11. Tongkol Euthynnus spp Paperek Leiognathus spp Ikan Merah Lutjanus spp Kerapu Epinephelus spp Kakap Lathes spp Ekor kuning Caesio cuning Cucut Carcharinidae Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang, 2005.

107 ikan. Sedangkan data biaya variabel yang dimasukkan meliputi file data biaya bahan bakar minyak, biaya konsumsi, minyak tanah dan upah nelayan/abk (Lampiran 17). Perincian biaya investasi, penyusutan, perawatan, produktifitas dan biaya variabel dari masing-masing alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 27. Pada Tabel 27 terlihat bahwa biaya-biaya pada ketiga alat tangkap berbeda, perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan biaya untuk alat tangkap, perahu, mesin pendorong, alat pembantu, lampu, umpan dan biaya lain-lain (Lampiran 17 25). Tabel 27 Biaya investasi, penyusutan, perawatan, produktifitas dan biaya variabel usaha perikanan tangkap. Jenis No Alat Tangkap Investasi (Rp) Penyusutan (Rp) Uraian Biaya Perawatan (Rp) Produktifitas (Rp/Tahun) 86 Biaya Variabel (Rp/Tahun) 1. Purse Seine Pole and Line Bubu Bagan Pancing Tonda Payang Rawai Pancing Tunggal Jaring Insang Biaya tetap dihitung berdasarkan biaya-biaya rutin yang harus dikeluarkan untuk eksploitasi sumberdaya ikan dan tidak dipengaruhi oleh jumlah trip penangkapan atau operasi penangkapan. Jadi biaya tetap itu tidak berubah meskipun jumlah trip penangkapan atau operasi penangkapan berubah. Biaya tetap meliputi pajak, biaya perawatan dan biaya penyusutan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah trip penangkapan atau operasi penangkapan, jumlah hasil tangkapan dan harga ikan. Peningkatan jumlah trip penangkapan, hasil tangkapan dan harga ikan akan menaikkan biaya variabel. Keluaran dari model anlaykan adalah berupa kriteria kinerja investasi yang meliputi NPV, IRR, dan B/C Ratio yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan investasi dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang seperti yang ditampilkan pada Lampiran 17. Perincian kriteria kinerja investasi meliputi NPV, IRR, dan B/C Ratio dari masing-masing alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 terlihat bahwa kriteria kinerja insvestasi usaha perikanan tangkap dari masing-masing alat tangkap di Kabupaten Kupang diperoleh adanya perbedaan nilai NPV, IRR, dan B/C R. Perbedaan ini diakibatkan oleh investasi, produkstifitas dan biaya variabel yang berbeda pada masing-masing alat tangkap.

108 Tabel 28 Kriteria kinerja investasi usaha perikanan tangkap. 87 No Jenis Alat Kriteria Kinerja Investasi Status Kebijakan Tangkap NPV IRR B/C R Kelayakan 1. Pole and Line ,52 69,42 3,32 Layak Meningkatkan 2. Purse Seine ,63 63,74 3,06 Layak produksi hasil 3. Bubu ,94 64,47 3,10 Layak tangkapan 4. Rawai ,96 3,30 Layak dan diversi- 5. Pancing Tonda ,36 69,31 3,31 Layak fikasi harga 6. Pancing Tunggal ,30 66,64 3,19 Layak ikan 7. Bagan ,56 53,24 2,58 Layak 8. Jaring Insang ,51 2,96 Layak 9. Payang ,37 46,34 2,27 Layak Tabel 28 tersebut, menunjukkan bahwa nilai Net Present Value (NPV) yang tertinggi dari sembilan alat tangkap adalah pole and line sebesar Rp ,52 dalam 10 tahun, jika dibandingkan dengan alat tangkap yang lainnya seperti purse seine (Rp ,63), bubu (Rp ,94), rawai (Rp ,72), pancing tonda (Rp ,36), pancing tunggal (Rp ,30), bagan (Rp ,56), jaring insang (Rp ,39) dan payang (Rp ,37). Berdasarkan kriteria NPV maka dapat dikatakan layak dari semua alat tangkap dalam pengembangan dan perencanaan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang dengan masa pengusahaan 10 tahun. Kriteria investasi Net Benefit Cost Ratio (B/C R) (Tabel 28), diketahui bahwa semua alat tangkap memiliki nilai B/C R lebih dari 1. Nilai B/C R pada alat tangkap payang (2,27), purse seine (3,06), bubu (3,10), jaring insang (2,96), bagan (2,58), pancing tonda (3,31), pancing tunggal (3,19), rawai (3,30), dan pole and line (3,32). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Internal Rate of Return (IRR) dari 9 (sembilan) alat tangkap yang dikaji memberi gambaran bahwa semua jenis alat tangkap memiliki IRR di atas 19 (Tabel 28), ini menunjukkan bahwa persentase yang dihasilkan masih lebih besar dari suku bunga bank yang berkisar 19% sehingga menjadi daya tarik bagi nelayan dan pengusaha untuk berusaha pada perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Dari 9 (sembilan) alat tangkap yang dianalisis, yang mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga bank adalah payang (46,34%), purse seine (63,74%), bubu (64,47%), jaring insang (61,51%), bagan (53,24%), pancing tonda (69,31%), pancing tunggal (66,64%), rawai (68,96%), dan pole and line (69,42%), sehingga semua alat tangkap layak untuk dijadikan suatu usaha dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang.

109 5.6 Model Ananel 88 Model Ananel dapat digunakan untuk menentukan pendapatan nelayan terkecil yang harus dimiliki oleh seorang nelayan berdasarkan harga input yang berlaku. Model ini juga dapat menghitung kelayakan hidup keluarga nelayan yang akan dibandingkan dengan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berlaku untuk melihat kelayakan hidup nelayan. Pendapatan dan tingkat kelayakan hidup nelayan (abk) sesuai dengan hasil tangkapan dan tata cara bagi hasil masing-masing alat tangkap. Data asumsi dan koefisien, produktifitas dan biaya eksploitasi dijadikan masukan dalam modul Ananel untuk mengetahui pendapatan dan tingkat kelayakan hidup nelayan (abk). Pada bagian ini jumlah anggota keluarga nelayan diasumsikan terdiri dari 5 orang. Data masukan model Ananel untuk alat tangkap pancing tonda dipanggil dari file data nelayan (datnel) seperti yang ditampilkan pada Lampiran 26. Basis data nelayan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Dari Lampiran 26 34, terlihat bahwa data nelayan untuk alat tangkap terdiri dari asumsi dan koefisien, produktifitas dan biaya eksploitasi. Asumsi dan koefisien meliputi jumlah trip, proporsi bagi hasil nelayan, jumlah nelayan, jumlah tanggungan keluarga nelayan dan Upah Minimum Propinsi (UMP); produktifitas meliputi jenis ikan, hasil tangkapan (kg/trip), harga ikan (Rp/kg) dan pendapatan (Rp/trip); biaya eksploitasi meliputi biaya bahan bakar minyak, biaya konsumsi/bekal, minyak tanah, umpan dan biaya lain-lain. Pengoperasian model ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada kotak dialog seperti yang ditampilkan pada Lampiran Pendapatan nelayan meliputi pendapatan bersih, pembagian pendapatan dan kelayakan hidup nelayan seperti yang ditampilkan pada Lampiran Keluaran model Ananel yaitu menentukan pendapatan nelayan, pendapatan pemilik alat tangkap, kelayakan hidup nelayan, upah minimum propinsi (UMP) dan status kelayakan nelayan yang dapat dilihat pada Tabel 29. Pendapatan nelayan (abk) dan pemilik alat tangkap yang paling tinggi adalah alat tangkap pole and line, dengan pendapatan nelayan (abk) sebesar Rp per tahun dan pendapatan pemilik alat tangkap sebesar Rp per tahun. Untuk alat tangkap payang pendapatan nelayan (abk) (Rp per tahun) dan pendapatan pemilik alat tangkap (Rp per tahun), alat tangkap purse seine pendapatan nelayan (abk) (Rp per tahun) dan pemilik alat tangkap (Rp per tahun), alat tangkap bubu pendapatan nelayan (Rp per tahun) dan pendapatan pemilik alat tangkap (Rp per

110 tahun), alat tangkap jaring insang pendapatan nelayan (abk) (Rp per tahun) dan pendapatan pemilik alat tangkap (Rp per tahun), alat tangkap bagan pendapatan nelayan (abk) (Rp per tahun) dan pendapatan pemilik alat tangkap (Rp per tahun), alat tangkap pancing tonda pendapatan nelayan (abk) (Rp per tahun) dan pendapatan pemilik alat tangkap (Rp per tahun), alat tangkap pancing tunggal pendapatan nelayan (abk) (Rp per tahun) dan pendapatan pemilik alat tangkap (Rp per tahun), alat tangkap rawai pendapatan nelayan (abk) (Rp per tahun) dan pendapatan pemilik alat tangkap (Rp per tahun). Tabel 29 Pendapatan nelayan, pemilik alat tangkap dan kelayakan hidup nelayan. Kelayakan Upah Status No Jenis Pendapatan (Rp/Tahun) Hidup Minimum Kelayakan Alat Tangkap Nelayan Pemilik Nelayan Propinsi Nelayan (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) 1. Payang Tidak Layak 2. Purse Seine Layak 3. Bubu Tidak Layak 4. Jaring Insang Layak 5. Bagan Layak 6. Pancing Layak Tonda 7. Pancing Tunggal Layak 8. Rawai Pole and Line Layak Layak Tabel 29 tersebut, menunjukkan bahwa kelayakan hidup nelayan untuk alat tangkap purse seine (Rp per tahun), jaring insang (Rp per tahun), bagan (Rp per tahun), pancing tonda (Rp per tahun), pancing tunggal (Rp per tahun), rawai (Rp per tahun) dan pole and line (Rp per tahun), dimana status kelayakan nelayan dinyatakan layak karena masih diatas nilai standar upah minimum propinsi (UMP) sebesar Rp per tahun, namun diperlukan pola hidup sederhana dan dikembangkan budaya menabung. Sedangkan kelayakan hidup nelayan untuk alat tangkap payang (Rp per tahun) dan bubu (Rp per tahun), dimana status kelayakan nelayan dinyatakan tidak layak karena masih dibawah standar upah minimum propinsi (UMP) yang sebesar Rp per tahun sehingga diperlukan perbaikan harga, trip penangkapan ditambah dan sistem bagi hasil yang perlu diperbaiki. 89

111 5.7 Model Anniaga Model anniaga dapat digunakan untuk mengetahui biaya pemasaran dan pendapatan pedagang pengumpul. Data masukan dari model ini adalah file data niaga (Datniaga) yang ditampilkan pada Lampiran Basis Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel tataniaga ikan Keluaran dari model ini berupa informasi tentang pendapatan pedagang pengumpul dan kelayakan hidup pedagang seperti terlihat pada Tabel 30. Kelayakan hidup pedagang pengumpul tersebut selanjutnya dibandingkan dengan upah minimum propinsi (UMP) yang berlaku untuk mengetahui kelayakan hidup pedagang beserta keluarganya. Pendapatan pedagang pengumpul dihitung dari selisih harga jual dengan biaya niaga dan harga beli ikan. Pendapatan pedagang pengumpul yang paling tinggi adalah pada alat tangkap pole and line (Rp per tahun), kemudian berturut-turut alat tangkap payang (Rp per tahun), jaring insang (Rp per tahun), bagan (Rp per tahun), purse seine (Rp per tahun), pancing tunggal (Rp per tahun), rawai (Rp per tahun), dan bubu (Rp per tahun) (Tabel 29). Tabel 30 Pendapatan pedagang pengumpul dan kelayakan hidup pedagang. No Jenis Alat Tangkap Pendapatan Pedagang Pengumpul (Rp/Tahun) Kelayakan Hidup Pedagang (Rp/Tahun) Upah Minimum Propinsi (UMP) (Rp/Tahun) Status Kelayakan Pedagang Pengumpul 1. Payang Layak 2. Purse Seine Layak 3. Bubu Layak 4. Jaring Insang Layak 5. Bagan Layak 6. Pancing Tonda Layak 7. Pancing Tunggal Layak 8. Rawai Layak 9. Pole and Line Layak Selanjutnya pada Tabel 30, menunjukkan bahwa kelayakan hidup pedagang pengumpul untuk alat tangkap payang (Rp per tahun), purse seine (Rp per tahun), bubu (Rp per tahun), jaring insang (Rp per tahun), bagan (Rp per tahun), pancing tonda (Rp per tahun), pancing tunggal (Rp per tahun), rawai (Rp per tahun), dan pole and line (Rp per tahun), dimana status kelayakan pedagang pengumpul dinyatakan layak karena masih diatas nilai standar

112 upah minimum propinsi (UMP) sebesar Rp per tahun, namun diperlukan pola hidup sederhana, dikembangkan budaya menabung dan meningkatkan daya beli Model Anolah Model anolah dapat digunakan untuk mengetahui biaya pengolahan ikan dan pendapatan pengolah ikan. Data masukan dari model ini adalah file data pengolahan ikan (Datolah) yang ditampilkan pada Lampiran 44. Basis Data pengolahan ikan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 31 Pendapatan pengolah ikan dan kelayakan hidup pengolah ikan. No Pendapatan Pengolah ikan (Rp/Tahun) Kelayakan Hidup Pengolah Ikan (Rp/Tahun) Upah Minimum Propinsi (UMP) (Rp/Tahun) Layak Status Kelayakan Pengolah Ikan Keluaran dari model ini berupa informasi tentang pendapatan pengolah ikan dan kelayakan hidup pengolah ikan seperti terlihat pada Tabel 31. Kelayakan hidup pengolah ikan tersebut selanjutnya dibandingkan dengan upah minimum propinsi (UMP) yang berlaku untuk mengetahui kelayakan hidup pengolah ikan beserta keluarganya. Pendapatan pengolah ikan sebesar Rp per orang per tahun dengan kelayakan hidup pedagang pengumpul Rp per orang per tahun masih tergolong diatas nilai standar upah minimum propinsi (UMP) sebesar Rp per tahun, sehingga status kelayakan pengolah ikan dianggap layak dan diperlukan pola hidup sederhana, dikembangkan budaya menabung dan meningkatkan daya beli. 5.9 Model Anprosi Model anprosi dapat digunakan untuk melihat prospek pasar. Model ini dapat meramalkan eksploitasi sumberdaya dan peluang permintaan ikan pada masa yang akan datang dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. Data masukan dari model ini dipanggil dari file data prospek perikanan (Daprosi) yang berisikan data sumberdaya lestari perairan, data eksploitasi sumberdaya dan data permintaan ikan seperti terlihat pada Tabel 32. Dari data tersebut diproyeksikan ketersediaan dan prospek pasarnya untuk beberapa tahun mendatang.

113 Tabel 32 Data sumberdaya lestari, eksploitasi sumberdaya dan permintaan ikan. 92 Tahun Sumberdaya Lestari (ton) Eksploitasi Sumberdaya (ton) Permintaan Ikan (ton) Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Kupang, Keluaran model ini adalah prospek pasar, eksploitasi sumberdaya dan permintaan ikan pada masa yang akan datang sesuai dengan umur/periode proyeksi. Tampilan keluaran dari modul ini dapat dilihat pada Tabel 33 dan Lampiran 45. Tabel 33 Keluaran model anprosi. Tahun Sumberdaya Lestari (ton) Eksploitasi Sumberdaya (ton) Permintaan Ikan (ton) Tabel 33, menunjukkan bahwa proyeksi sumberdaya lestari sebesar ton per tahun, eksploitasi sumberdaya ikan pada tahun 2014 sebesar ton, dan permintaan ikan pada tahun yang sama sebesar ton. Kecenderungan eksploitasi sumberdaya dan permintaan ikan tidak akan sepenuhnya dapat dipenuhi dari perikanan tangkap di Kabupaten Kupang, karena lebih besar dari Maximum Sustainable Yield sehingga diperlukan ekspansi ke daerah penangkapan yang lebih jauh atau pengembangan perikanan tangkap ke Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Lebih lanjut dikatakan oleh Darmawan dan Whita (1997) bahwa sampai saat ini lebih dari 70% produksi perikanan berasal dari perikanan skala kecil mengakibatkan timbulnya gejala tangkap lebih (over-fishing).

114 5.10 Aplikasi Model DSS SEPAKAT 93 Aplikasi model DSS SEPAKAT dilakukan di Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil analisis model anapot memperlihatkan bahwa sumberdaya perairan di Kabupaten Kupang telah mengalami tren yang menurun baik untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar dan ikan demersal lebih jelasnya terlihat pada Gambar 22, 24 dan Gambar 26. Adapun nilai MSY (Maximum Sustainable Yield) dan upaya penangkapan optimum (effort optimum) terlihat pada Tabel 34. Tabel 34 Nilai MSY dan upaya penangkapan optimum (effort optimum) untuk ikan pelgis kecil, ikan pelagis besar dan ikan demersal di Kabupaten Kupang. Uraian Jenis Sumberdaya Ikan Ikan Pelagis Kecil Ikan Pelagis Besar Ikan Demersal Slope -0,0016-0,0002-0,0001 Intercept 9,8393 2,6229 1,2795 R 2 0,7354 0,6069 0,4892 MSY (ton/tahun) Effort optimum (trip) Hasil evaluasi dengan menggunakan data runtun waktu dari tahun untuk produksi ikan pelagis kecil dan upaya penangkapan (effort), menunjukkan bahwa hubungan nilai CPUE terhadap upaya penangkapan menghasilkan persamaan regresi Y = 9,8393 0,0016 X, dengan R 2 sebesar 0,7354. Ini berarti, hubungan yang terjadi memiliki nilai intercept sebesar 9,8393 dan sudut kemiringan (slope) sebesar - 0,0016, dengan tingkat hubungan antara peubah tak bebas (dependent variabel) dan peubah bebas (independent variabel) sebesar 73,54 persen. Untuk produksi ikan pelagis besar dan upaya penangkapan (effort), menunjukkan bahwa hubungan nilai CPUE terhadap upaya penangkapan menghasilkan persamaan regresi Y = 2,6229 0,0002 X, dengan R 2 sebesar 0,6069. Ini berarti, hubungan yang terjadi memiliki nilai intercept sebesar 2,6229 dan sudut kemiringan (slope) sebesar -0,0002, dengan tingkat hubungan antara peubah tak bebas (dependent variabel) dan peubah bebas (independent variabel) sebesar 60,69 persen. Sedangkan pada produksi ikan demersal dan upaya penangkapan (effort), menunjukkan bahwa hubungan nilai CPUE terhadap upaya penangkapan menghasilkan persamaan regresi Y = 1,2795 0,0001 X, dengan R 2 sebesar 0,4892. Ini berarti, hubungan yang terjadi memiliki nilai intercept sebesar 1,2795 dan sudut kemiringan (slope) sebesar -0,0001, dengan tingkat hubungan antara peubah tak bebas (dependent variabel) dan peubah bebas (independent variabel) sebesar 48,92 persen. Hasil analisis model anakap menunjukkan bahwa alat tangkap ikan ramah lingkungan dan berkelanjutan sesuai dengan CCRF (Code of Conduct for Responsible

115 94 Fisheries) di Kabupaten Kupang yang mempunyai prioritas paling tinggi adalah pancing tunggal, kemudian rawai dan pole and line. Tabel 22 dan 23, memperlihatkan bahwa alat tangkap pancing tunggal, rawai dan pole and line lebih memenuhi kriteria ramah lingkungan dan berkelanjutan dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang, bubu, pancing tonda, payang, bagan, dan purse seine. Rendahnya prioritas purse seine ini disebabkan oleh selektivitas alat tangkap rendah terhadap hasil tangkapan, diantaranya sering tertangkapnya spesies yang dilindungi seperti penyu. Model anakan yang dianalisis dengan matriks SWOT dengan hubungan faktor internal-eksternal menunjukkan posisi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang saat ini dengan total skor faktor strategi internal 2,59 dan total skor faktor integrasi eksternal 3,07. Ini berarti perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang masih dalam pertumbuhan lebih jelasnya terlihat pada Tabel 20. Untuk optimasi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang dengan metode linear goal programming aplikasi LINDO, menunjukkan bahwa 5 (lima) alat tangkap yang mengalami penambahan masingmasing alat tangkap pancing tunggal (22 unit), rawai (25 unit), pole and line (44 unit) bagan (35 unit), purse seine (25 unit) dan lebih jelasnya terlihat pada Tabel 25. Model anlaykan adalah model yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha perikanan tangkap. Proses analisis diawali dengan pengambilan data dari modul dalaykan yang terdiri dari asumsi dan koefisien, biaya investasi, biaya penyusutan, biaya perawatan, produktifitas dan biaya variabel. Langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dengan menggunakan model anlaykan sehingga diperoleh informasi yang diperlukan. Kelayakan usaha perikanan tangkap diukur dari nilai NPV, IRR, dan B/C Ratio. Keluaran model kesembilan alat tangkap menginformasikan nilai kriteria kinerja investasi seperti disajikan pada Tabel 28. Hasil akhir dari model anlaykan adalah usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kupang dari sembilan alat tangkap menunjukkan layak secara finansial. Usaha untuk menciptakan harmonisasi antara nelayan (abk) dengan pemilik alat tangkap bukan pekerjaan yang mudah. Karena di satu sisi nelayan (abk) ingin mendapatkan upah yang sesuai dengan upah minimum propinsi (UMP), dan di sisi lain pengusaha ingin mendapatkan keuntungan maksimal. Supaya tercipta harmonisasi antara nelayan (abk) dengan pemilik alat tangkap pada usaha perikanan tangkap, maka diharapkan pemilik alat tangkap mau berbagi sedikit keuntungan untuk meningkatkan pendapatan nelayan (abk). Karena

116 95 berdasarkan analisis modul anlaykan tingkat keuntungan pemilik alat tangkap cukup tinggi. Pada tingkat keuntungan pemilik alat tangkap di Kabupaten Kupang cukup tinggi, maka dalam pengambilan keputusan untuk memperoleh pembiayaan dari bank, pemerintah daerah dan nelayan itu sendiri terlihat pada Tabel 35. Tabel 35 Pembiayaan investasi yang dibutuhkan dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. No Jenis Alat Investasi Pembiayaan (Rp) Tangkap (Rp) Bank (60%) Pemda (35%) Nelayan (5%) 1. Purse Seine Pole and Line Bubu Bagan Bubu Payang Rawai Pancing Tunggal Jaring Insang Pembagian dari pembiayaan investasi masing-masing alat tangkap adalah untuk bank sebesar 60 persen, pemerintah daerah sebesar 35 persen dan nelayan sebesar 5 persen, ini merupakan pengambilan keputusan dari perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang untuk memperoleh sumber biaya investasi. Model ananel diharapkan keluaran adalah informasi tentang pendapatan nelayan (abk), kelayakan hidup nelayan dan kemudian diperbandingkan dengan upah minimum propinsi (UMP) yang berlaku di lokasi penelitian. Keluaran model ananel pada Tabel 29, menunjukkan bahwa kelayakan hidup nelayan untuk alat tangkap pancing tunggal (Rp ), rawai (Rp per tahun), pole and line (Rp per tahun), jaring insang (Rp per tahun), pancing tonda (Rp per tahun), bagan (Rp per tahun) dan purse seine (Rp per tahun) dimana status kelayakan nelayan dinyatakan layak karena masih diatas nilai standar upah minimum propinsi (UMP) sebesar Rp per tahun, namun diperlukan pola hidup sederhana dan dikembangkan budaya menabung. Sedangkan kelayakan hidup nelayan untuk alat tangkap payang (Rp per tahun) dan bubu (Rp per tahun), dimana status kelayakan nelayan dinyatakan tidak layak karena masih dibawah standar upah minimum propinsi (UMP) yang sebesar Rp per tahun sehingga diperlukan perbaikan harga, trip penangkapan ditambah dan sistem bagi hasil yang perlu diperbaiki.

117 96 Tata cara bagi hasil antara bagian pemilik alat tangkap dengan nelayan (abk) untuk semua alat tangkap adalah untuk pemilik alat tangkap 50 persen dan untuk nelayan 50 persen, dimana pembagian tidak seimbang sehingga menyebabkan pendapatan nelayan (abk) berada pada bagian yang paling rendah. Karena diakui status nelayan (abk) di tiga alat tangkap ini adalah semata-mata nelayan penangkap, semua investasi alat tangkap dan pengadaan biaya eksploitasi dilakukan oleh pemilik alat tangkap. Melaut atau tidak sangat ditentukan oleh pemilik alat tangkap, tata cara bagi hasil telah disepakati sejak dahulu sehingga nelayan (abk) terpaksa menurut apa yang telah ditetapkan oleh pemilik alat tangkap. Rendahnya pendapatan nelayan (abk) bukan merupakan hal yang baru dan sampai saat ini merupakan issu nasional yang menjadi prioritas dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap, yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga nelayan. Tinggal sekarang bagaimana strategi pemberdayaan yang baik dilakukan agar kemiskinan nelayan dapat teratasi dengan baik. Model anniaga adalah informasi tentang pendapatan pedagang pengumpul dan berdasarkan upah minimum propinsi (UMP) akan diketahui kelayakan hidup pedagang pengumpul beserta keluarganya. Input data dari model datniaga setelah dianalisa pada model anniaga akan diperoleh informasi harga beli ikan, harga jual ikan dan keuntungan pedagang pengumpul. Kelayakan hidup pedagang pengumpul untuk alat tangkap pancing tunggal (Rp per tahun), rawai (Rp per tahun), pole and line (Rp per tahun), jaring insang (Rp per tahun), bubu (Rp per tahun), pancing tonda (Rp per tahun), payang (Rp per tahun), bagan (Rp per tahun), purse seine (Rp per tahun), dimana status kelayakan pedagang pengumpul dinyatakan layak karena masih diatas nilai standar upah minimum propinsi (UMP) sebesar Rp per tahun, namun diperlukan pola hidup sederhana, dikembangkan budaya menabung dan meningkatkan daya beli (Tabel 30). Di Kabupaten Kupang pedagang pengumpul disebut juga papalele yaitu orang yang sangat berpengaruh dalam menentukan harga ikan. Oleh karena itu penetapan harga dan harga jual ikan segar terutama untuk pemasaran lokal ditentukan oleh papalele. Walaupun terjadi penurunan harga ikan pedagang pengumpul berusaha mempertahankan tingkat keuntungan yang diperoleh. Terlepas dari fungsi pedagang pengumpul sebagai sub sistem pemasaran, maka ia juga berfungsi sosial dalam membantu nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapan ikan, membantu nelayan untuk memasarkan hasil tangkapannya,

118 97 membantu kehidupan nelayan sedangkan dalam penetapan harga atau pemasaran masih didominasi oleh pedagang pengumpul atau papalele dan ternyata fungsi pedagang pengumpul belum mampu digantikan. Model anolah adalah informasi tentang pendapatan pengolah ikan dan berdasarkan upah minimum propinsi (UMP) akan diketahui kelayakan hidup pengolah ikan beserta keluarganya. Input data dari model datolah setelah dianalisa pada model anolah akan diperoleh informasi harga beli ikan, harga jual ikan dan keuntungan pengolah ikan. Pendapatan pengolah ikan sebesar Rp per orang per tahun dengan kelayakan hidup pedagang pengumpul Rp per orang per tahun masih tergolong diatas nilai standar upah minimum propinsi (UMP) sebesar Rp per tahun, sehingga status kelayakan pengolah ikan dianggap layak, namun diperlukan pola hidup sederhana, dikembangkan budaya menabung dan meningkatkan daya beli (Tabel 31). Keluaran model anprosi adalah informasi tentang prospek usaha perikanan tangkap pada masa depan. Informasi yang diberikan dapat berupa pendugaan sumberdaya ikan lestari, eksploitasi sumberdaya (hasil tangkapan) dan permintaan ikan, untuk beberapa periode ke depan berdasarkan data runtun waktu dari tahun Masukan data seperti pada Tabel 32 dan keluaran seperti pada Tabel 33, akan menginformasikan pendugaan sumberdaya lestari, eksploitasi sumberdaya dan permintaan ikan. Dengan data pendugaan ketersediaan sumberdaya dan permintaan ikan pemilik alat tangkap dapat menyusun perencanaan hasil tangkapan, biaya produksi, harga jual atau jumlah permintaan konsumen. Model anprosi dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat harga, jumlah permintaan, produksi hasil tangkapan untuk masa datang dengan persyaratan yang sama. Dengan adanya informasi model ini para pengguna dapat membuat perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap khususnya di Kabupaten Kupang dan umumnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat ini kecenderungan eksploitasi sumberdaya dan permintaan ikan tidak akan sepenuhnya dapat dipenuhi dari perikanan tangkap di Kabupaten Kupang, karena eksploitasi sumberdaya maupun permintaan ikan lebih besar dari Maximum Sustainable Yield sebesar ton per tahun sehingga diperlukan ekspansi ke daerah penangkapan yang lebih jauh atau pengembangan perikanan tangkap ke Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

119 Pengembangan Perikanan Tangkap Potensi sumberdaya perairan di Kabupaten Kupang merupakan komponen aset yang cukup menentukan bagi kelanjutan perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap baik sebagai sumber pagan dan gizi untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani dan juga merupakan sumber pendapatan bagi keluarga nelayan maupun sebagai sumber pendapatan asli daerah. Pada perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap, peranan sektor kelautan dan perikanan mutlak dibutuhkan karena sasaran utama yang ingin dicapai adalah terciptanya sumberdaya manusia dan masyarakat Kabupaten Kupang yang berkualitas baik dalam aspek fisik maupun kecerdasannya. Dengan terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas, maka masyarakat Kabupaten Kupang dapat memberikan peran sertanya dalam pembangunan bangsa dan negara dalam pelbagai bidang agar mampu mengatasi tuntutan kondisi zaman yang semakin berkembang, kompleks dan kompetitif. Banyak hasil yang telah diperoleh dalam pembangunan perikanan antara lain terjadinya peningkatan eksploitasi sumberdaya ikan dan permintaan ikan. Konsumsi ikan penduduk di Kabupaten Kupang tahun 2005 sebesar 20,21 kg/kapita/tahun, atau 67,37 persen dari standar kebutuhan konsumsi ikan nasional yang ditetapkan 30 kg/kapita/tahun. Pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang sangat didukung oleh sumberdaya yang dimiliki diantaranya adalah : 1) Potensi lestari perikanan. Potensi lestari ikan pelagis sebesar ton per tahun, ikan pelagis besar sebesar ton per tahun sedangkan ikan demersal sebesar ton per tahun, maka diperkirakan potensi lestari sumberdaya sebesar ton per tahun. 2) Armada penangkapan. Perkembangan armada periode meningkat rata-rata 27,68% per tahun, dimana jukung meningkat rata-rata 17,45% per tahun, perahu tanpa motor (PTM) meningkat tajam rata-rata 48,89% per tahun, perahu motor tempel (PMT) meningkat rata-rata 6,99% per tahun dan perahu motor meningkat rata-rata 37,39 % per tahun. 3) Alat tangkap. Perkembangan alat tangkap dalam periode tahun meningkat rata-rata 12,50% per tahun, dimana pole and line meningkat rata-rata 33,05% per tahun, bubu meningkat rata-rata 16,81% per tahun, payang meningkat rata-rata 14,93% per tahun, rawai meningkat rata-rata 13,05% per tahun, purse seine meningkat rata-rata 12,73% per tahun, pancing tonda meningkat rata-rata 11,12% per tahun, pancing tunggal meningkat rata-rata 8,17% per tahun dan jaring

120 99 insang hanyut meningkat rata-rata 4,30% per tahun. Sedangkan untuk jenis alat tangkap bagan mengalami penurunan rata-rata -1,98% per tahun. 4) Potensi nelayan. Perkembangan nelayan di Kabupaten Kupang periode tahun meningkat sebesar 4,94% per tahun, dimana nelayan penuh mengalami penurunan rata-rata -1,67% per tahun, sedangkan jumlah nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan meningkat masing-masing ratarata 8,91% per tahun dan 7,56% per tahun. 5) Prasarana perikanan. Prasarana perikanan untuk usaha penangkapan ikan berupa pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang telah dibangun sampai dengan tahun 2004, berupa 1 unit Pelabuhan Perikanan Pantai Kupang dan 1 unit pangkalan pendaratan ikan di Kota Kupang. 6) Pemasaran hasil perikanan. Komoditi hasil perikanan Kabupaten Kupang selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Kabupaten Kupang dan Kota Kupang, juga telah dipasarkan ke luar Propinsi antara lain Propinsi Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan bahkan sebagian merupakan komoditi eksport untuk negara-negara Thailand, Jepang, USA, Australia, Singapura, Filipina dan Timor Leste. Walaupun di satu pihak potensi perikanan di Kabupaten Kupang cukup memadai dan tersedia untuk didayagunakan namun perlu diketahui bahwa hasil yang dicapai belum maksimal, karena masih rendahnya eksploitasi sumberdaya perikanan yang dihasilkan, kurangnya pengetahuan dan keterampilkan yang dimiliki oleh nelayan dan masih banyak lagi masalah yang harus ditangani untuk meningkatkan nilai tambah bagi pengembangan perikanan tangkap. Di bidang pengolahan hasil perikanan khususnya pengolahan ikan merupakan salah satu sub sektor industri yang harus dikembangkan dan mempunyai nilai strategis. Diharapkan agroindustri pengolahan ikan akan menjadi tulang punggung industrialisasi di Kabupaten Kupang pada masa yang akan datang. Hal ini ditunjang oleh ketersediaan lokasi dan bahan baku yang cukup, tenaga kerja yang relatif murah dan bayak serta adanya permintaan pasar yang meningkat terhadap produk olahan yang dihasilkan. Dalam kegiatan perekonomian, sektor perdagangan memegang peran yang cukup penting karena berfungsi sebagai jembatan antara produsen dan konsumen, kelancaran penyaluran barang modal, bahan baku dan penolong serta teknologi yang diperlukan dalam kegiatan produksi dan kelancaran penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen, akan menjamin perkembangan perikanan tangkap dan jalur tataniaga (sektor perdagangan).

121 100 Bagi Kabupaten Kupang, upaya pencapaian tujuan peningkatan eksport non migas dirasakan amat berat dan sulit karena adanya kendala dan kelemahan bila ditinjau dari segi kondisi serta letak geografis daerah ini yang jauh dari jangkauan pasar. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencari peluang terobosan melalui jenis komoditi yang menjadi primadona daerah ini dan menciptakan kekuatan serta kemampuan pasar yang dapat menjamin dan menunjang produksi perikanan melalui peningkatan kualitas sumberdaya ikan yang dihasilkan untuk menjamin selera konsumen.

122 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Faktor-faktor dan parameter yang berpengaruh dalam perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang adalah kondisi sumberdaya ikan, sumberdaya manusia, alat tangkap dan armada, tataniaga ikan, pengolahan ikan, kelayakan usaha perikanan tangkap dan sarana prasarana pendukung. 2. Model DSS SEPAKAT (Decision Support System Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap) merupakan suatu model sistem paket komputer yang dapat digunakan sebagai penunjang keputusan dalam menentukan perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang untuk membantu pengguna. 3. Sebagai suatu sistem, DSS SEPAKAT (Decision Support System Perencanaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap) disusun oleh tiga komponen utama, yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model dan sistem manajemen dialog. Ketiga komponen tersebut dikendalikan oleh sistem pengolahan terpusat. 4. Sistem manajemen basis data terdiri delapan basis data, yaitu data potensi, data alat tangkap, data perikanan tangkap, data kelayakan, data nelayan, data tataniaga ikan, data pengolah ikan, dan data prospektif perikanan. Sistem manajemen basis model terdiri dari dari delapan model, yaitu analisis potensi, analisis alat tangkap, analisis perikanan tangkap, analisis kelayakan, analisis nelayan, analisis tataniaga ikan, analisis pengolah ikan, dan analisis prospektif perikanan. Sedangkan sistem manajemen dialog mengatur interaksi antara pengguna dengan sistem dalam proses perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap. 5. Perikanan pelagis kecil menunjukkan nilai dugaan Maximum Sustainable Yield sebesar ,45 ton per tahun dengan effort optimum sebesar trip, perikanan pelagis besar menunjukkan nilai dugaan Maximum Sustainable Yield sebesar ,47 ton per tahun dengan effort optimum sebesar trip dan perikanan demersal menunjukkan nilai dugaan Maximum Sustainable Yield sebesar 3.322,39 ton per tahun dengan effort optimum sebesar trip. Angka dugaan tersebut lebih rendah dari nilai potensi lestari yang selama ini diklaim oleh Kabupaten Kupang. 6. Berdasarkan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity and Threat), posisi perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap dengan

123 102 mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal berada pada fase pertumbuhan, dimana masih dapat dikembangkan lebih lanjut. 7. Alat tangkap yang memenuhi kriteria ramah lingkungan dan berkelanjutan sesuai dengan kriteria CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries) adalah alat tangkap pancing tunggal, rawai, dan pole and line. 8. Secara ekonomi alat tangkap yang memiliki keuntungan yang tertinggi adalah alat tangkap pole and line, purse seine, bagan dan rawai. 9. Perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap yang perlu dilakukan dengan pengalokasian alat tangkap pancing tunggal sebanyak 22 unit, rawai sebanyak 25 unit, pole and line sebanyak 44 unit, bagan sebanyak 35 unit dan purse seine sebanyak 25 unit. 10. Kehidupan nelayan untuk alat tangkap payang dan bubu dinyatakan tidak layak karena masih dibawah nilai standar upah minimum propinsi (UMP), namun diperlukan perbaikan harga, trip penangkapan ditambah dan sistem bagi hasil yang perlu diperbaiki. 6.2 Saran 1. Paket program DSS SEPAKAT dapat digunakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kupang untuk perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap dalam pengambilan keputusan. 2. Agar sistem pendataan diperbaiki. 3. Perlu adanya pola pemberdayaan masyarakat nelayan dalam bentuk pola kemitraan yang berorientasi bisnis, saling membutuhkan dan saling menguntungkan.

124 DAFTAR PUSTAKA 103 Abbdusysyahid, S., Haluan, J., dan Nurani, T. W Sistem Pengembangan Perikanan Kakap Merah (Lutjanus Sp) di Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan (MARITEK) Volume 1. Nomor 3 September 2001, ISSN Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal Alder, J., D. Zeller, T. Pitcher and R. Sumalia A Method for Evaluating Marine Protected Area Management. Coastal Management Journal, 30 (2): Baruadi, A. S. R Model Pengembangan Kegiatan Perikanan Tangkap Ikan Pelagis Di Provinsi Gorontalo. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Thesis (Tidak Dipublikasikan). Bogor. Cofish, Peraturan Di Bidang Perikanan Perizinan Usaha Perikanan. Buku 1. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Proyek Pembangunan Masyarakat Parta dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Hal Darmawan dan Whita, R., Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Armada Perikanan Tangkap Nasional. Bulletin PSP. Volume VI Nomor 3 Desember ISSN X. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang Data Statistik Perikanan. Kupang. 85 hal. Dirjen Perikanan Tangkap DKP Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap. Disampaikan Pada Rapat Koordinasi Relokasi Nelayan Tingkat Nasional Tahun 2004 Tanggal 9 10 Desember 2004 Di Hotel Ibis Mangga Dua, Jakarta. Dirjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 4 Hal. Djojomartono, M., Pengantar Umum Analisis Sistem. Pelatihan Analisis Sistem dan Informasi Pertanian. Kerjasama BPP Teknologi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. 27 hal. Eriyatno Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid Satu. IPB Press. Bogor. 147 Hal. FAO, The Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO of The United Nations. Rome. 41p. Fauzi, A., dan Anna, S Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Pembangunan Perikanan. Jurnal Pesisir dan Lautan Vol. 4 (2). Pp: Garcia, S., Sparre, P., and Csirke, J Estimating Surplus Production and Maximum Sustainable Yield from Biomass Data when Catch and Effort Time Series are not Available. An International Journal on Fisheries Science, Fishing Technology and Fisheries Management. Fisheries Research, 8(1989) Gaspersz, V Analisis Sistem Terapan. Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Tarsito, Bandung. 669 hal.

125 104 Haluan, J., Pengaruh Ukuran Umpan Buatan Terhadap Hasil Tangkapan Pancing Tonda. Buletin PSP. Volume IX No. 2. Oktober ISSN X Terakreditasi. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal Hall, C.A., and J.W. Day., Ecosystem Modelling In Theory and Practised. John Wiley and Sons. New York. 457 hal. Husnan, S. dan Suwarsono Studi Kelayakan Proyek. Edisi Ketiga. UPP AMP YKPN, Yokyakarta. 379 Hal. Imron, M., Stok Bersama dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Wilayah Perairan Indonesia. Buletin PSP. Volume IX No. 2. Oktober ISSN X Terakreditasi. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal Kadariah, Karlina L., dan Gray C., Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 104 Hal. Keen, P.G.w. and Morton, M.S.S Dicision Support System. An Organizational Perspective. Adison Wesley Publishing Company, New York. 589 hal. Kesteven G. L Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to Fisheries Science. FAO Fisheries Technical Paper. No Rome. 43 hal. Makridakis, S., S.C. Wheelwright and V.E. McGee Metode dan Aplikasi Peramalan, Edisi Kedua Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta. 532 hal. Manetsch, P.G.W. and Park., System Analysis and Simulation With Application to Economic and Social Science. Michigan State University. 474 hal. Marimin, Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kreteria Majemuk. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 276 hal. Masyahoro, A Model Pengembangan Perikanan Purse Seine Berkelanjutan : Studi Kasus Perairan Teluk Tomini. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Bogor. 215 hal. Masyahoro, A., Jaya, I., dan Haluan, J Model Pengembangan Perikanan Purse Seine Berkelanjutan di Perairan Kabupaten Parigi Moutong, Teluk Tomini. Bulletin PSP Volume XIV. No. 1. April 2005, ISSN X. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal Monintja D Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 156 hal. Mulyono, S., Operations Research. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 247 hal.

126 105 Nikijuluw, V.P.H Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R) dengan PT. Pustaka Cidesindo. Cetakan Pertama. Jakarta. 254 hal. Nurani, T. W Peluang Pengembangan Usaha Perikanan Longline untuk Produk Tuna Beku Sashimi. Bulletin PSP Volume VI. No. 3. Desember 1997, ISSN X. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal Pemerintah Kabupaten Kupang, Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap Di Kabupaten Kupang. Disampaikan pada Seminar Sehari Mengenai Pengembangan Perikanan Tangkap Di Kabupaten Kupang dalam Mensukseskan Program GEMALA, Tanggal 19 Juli Kupang. 12 hal. Pet-Soede, S., Machiels, M.A.M., Stam, M.A., Van Densen, W.L.T., Trend in an Indonesian Coastal Fishery Based on Catch and Effort Statistics and Implications for The Perception of The State of The Stocks by Fisheries Officials. An International Journal on Fisheries Science, Fishing Technology and Fisheries Management. Fisheries Research 42 (1999) Rangkuti, F., Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta. 188 hal. Rau, J.G. and D.C. Wooten., Environmental Impact Analysis Handbook. Mc Graw Hill Book Company. University of California at Irvine. Toronto. 976 hal. Saaty, T.L Pengambilan Keputusan. Bagi Para Pemimpin. PT Pustaka Binaman Pressindi, Jakarta. 270 hal. Sekda Propinsi NTT Gerakan Masuk Laut (GEMALA). Sekertariat Daerah Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang. 29 Hal. Siswanto Sistem Komputer Manajemen LINDO. Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Jakarta. 242 hal. Sparre, P. Dan Venema, S.C Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1 : Manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. 438 hal. Sultan, M Pengembangan Perikanan Tangkap Di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor. Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Bogor. 169 hal. Sutojo, S Studi Kelayakan Proyek. Konsep, Teknik dan Kasus, Seri Manajemen Bank No. 66. PT. Damar Mulia Pustaka. Penerbit Buku Manajemen Terapan dan Perbankan. Jakarta. 225 Hal. Tasrif., Kursus Analisis Kebijakan Menggunakan Sistem Dinamik. Pusat Penelitian Institut Teknologi Bandung. Bandung, Januari Turban, E Dicision Support and Expert System. MacMillan Publishing Company, New York. 354 Hal. Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 63 hal.

127 106 Zulkarnain dan Darmawan, Penggunaan Model Schaefer dan Model Fox untuk Pendugaan Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus spp.) di Perairan Eretan, Indramayu. Bulletin PSP. Volume VI Nomor 3 Desember ISSN X. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal

128 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Kupang. 107

129 108 Lampiran 2 Diagram alir deskriptif model Datpot. Mulai File Data Potensi Sumberdaya Ikan Input Periode dan Produksi Ikan Upaya Penangkapan For T = 1 To N CPUE= a be a E opt = 2b 2 a MSY= 4b Cetak : CPUE dan Potensi Sumberdaya Lestasi (MSY) Selesai

130 109 Lampiran 3 Diagram alir deskriptif model Datkap. Mulai File Data Alat Tangkap Ikan Input Jenis Alat Tangkap For T = 1 To N Pemberian Skoring/Bobot Cetak : Alat Tangkap Terpilih Selesai

131 110 Lampiran 4 Diagram alir deskriptif model Datkan. Mulai File Data Perikanan Tangkap Input Kendala MSY, kemampuan Tangkap dan lain-lain For T = 1 To N a m11 Z= m m ( DBi+ DAi) i= 1 a x + a x a x + DB DA = b 1n 2n n a x + a x a x + DB DA = b mn n x + a x a x + DB DA = b n 1 2 m 1 2 m 1 2 m Cetak : Optimasi Perikanan Tangkap Selesai

132 Lampiran 5 Diagram alir deskriptif model Dalaykan. 111

133 Lampiran 6 Diagram alir deskriptif model Datnel. 112

134 Lampiran 7 Diagram alir deskriptif model Datniaga. 113

135 Lampiran 8 Diagram alir deskriptif model Datolah. 114

136 115 Lampiran 9 Diagram alir deskriptif model Datprosi. Mulai File Data - Sumberdaya Ikan - Eksploitasi sumberdaya - Permintaan ikan Input Jumlah Tahun yang akan Diproyeksikan (N) For T = 1 To N Hitung Proyeksi - Sumberdaya Ikan - Eksploitasi sumberdaya - Permintaan ikan Tahun ke-t Time Series Double Moving Average 3 x 3 Cetak : - Sumberdaya ikan - Eksploitasi sumberdaya - Permintaan ikan Tahun ke-t Selesai

137 Lampiran 10 Aplikasi SEPAKAT (sistem perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap) di Kabupaten Kupang Install file DSS SEPAKAT dengan Setup.exe ke program file. Setup.exe 2. Klik Sepakat.Ink. Sepakat.lnk 3. Masukkan password sepakat kemudian klik OK. 4. Keluar aplikasi model DSS SEPAKAT. 5. Untuk menghitung potensi sumberdaya ikan klik potensi, kemudian masukkan jenis ikan, hasil tangkapan ikan (tahun periode, hasil tangkapan dan trip penangkapan), lalu klik effort dan MSY. Kotak dialog terlihat hasil perhitungan slope, intercept, effort optimum dan MSY serta grafik MSY. 6. Klik Seleksi Alat Tangkap, dengan memasukkan data (pakar, alternatif dan kriteria), kemudian melakukan pemilihan seleksi alat tangkap berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dalam CCRF. Keluaran model anakap akan menghasilkan vektor prioritas. 7. Menghitung optimasi alat tangkap klik Optimasi Alat Tangkap, kemudian tekan Lindo selanjutnya klik disini untuk melanjutkan. Kotak dialog muncul software lindo kemudian masukkan variabel deviasional dalam fungsi kendala yang ingin dicapai dalam tujuan dengan kendala-kendala (MSY, kemampuan tangkap, trip penangkapan, jumlah nelayan, bahan bakar minyak, es dan air tawar). 8. Menghitung pendapatan dan kelayakan hidup nelayan, klik Nelayan kotak dialog terlihat Asumsi dan Koefisien, masukkan data (mode, jumlah trip, proporsi bagi hasil nelayan, jumlah nelayan (abk), jumlah tanggungan keluarga nelayan dan upah minimum propinsi) pada nilai awal. Kemudian klik

138 115 Produktifitas masukkan data produktifitas (jenis ikan, tangkapan dan harga) yang akan menghasilkan pendapatan kotor nelayan. Selanjutnya klik Biaya Eksploitasi masukkan data biaya eksploitasi (volume dan harga) yang menghasilkan total biaya eksploitasi. Sehingga menghasilkan pendapatan nelayan, klik Pendapatan Nelayan akan terlihat pendapatan bersih, pembagian pendapatan dan kelayakan hidup nelayan. Kesimpulan akan terlihat status kelayakan nelayan (layak/tidak layak) dan kebijakan jika layak (menabung dan pola hidup sederhana). 9. Klik Tata Niaga untuk menghitung pendapatan pedagang pengumpul, kemudian masukkan data pada Asumsi dan Koefisien dengan nilai awal (mode, hari niaga, bulan niaga, jumlah tanggungan keluarga, upah minimum propinsi, biaya angkut, biaya bongkar muat, biaya pengawetan, biaya penyusutan, biaya retribusi dan biaya lain-lain. Kemudian masukkan data pada Produktifitas (jenis ikan, jumlah beli, harga beli, jumlah jual dan harga jual) akan menghasilkan (biaya pembelian dan penerimaan kotor). Biaya niaga pengumpul memasukkan data (volume dan harga), sehingga menghasilkan Pendapatan Pengumpul (pendapatan bersih dan kelayakan hidup pedagang pengumpul serta status kelayakan pedagang). 10. Untuk menghitung pendapatan pengolah ikan, Klik Pengolah, kemudian masukkan data pada Asumsi dan Koefisien dengan nilai awal (mode, hari niaga, bulan niaga, jumlah tanggungan keluarga, upah minimum propinsi, biaya garam, biaya penyusutan, biaya retribusi dan biaya lain-lain. Kemudian masukkan data pada Produktifitas (jenis ikan, jumlah beli, harga beli, jumlah jual dan harga jual) akan menghasilkan (biaya pembelian dan penerimaan kotor). Biaya niaga pengolah memasukkan data (volume dan harga), sehingga menghasilkan Pendapatan Pengolah (pendapatan bersih dan kelayakan hidup pengolah serta status kelayakan pengolah). 11. Klik Finansial adalah menganalisa kelayakan usaha perikanan tangkap dengan memasukkan data Asumsi dan Koefisien kelayakan finansial (umur proyek, biaya perawatan, jumlah trip, tingkat suku bunga, jangka waktu pengembalian modal dan pajak penghasilan). Kemudian memasukkan data pada Investasi (alat tangkap, perahu, mesin pendorong, alat bantu, lampu, dan biaya-biaya lain) dengan nilai volume dan harga. Pada Produktifitas, data yang dimasukkan (jenis ikan, tangkapan ikan dan harga ikan). Sedangkan pada Biaya Variabel, data yang dimasukkan (biaya bahan bakar minyak, biaya konsumsi, minyak tanah dan upah nelayan/abk). Keluaran Model anlaykan (NPV, IRR, B/C R, status kelayakan dan kebijakan yang diharapkan). 12. Model anprosi dapat digunakan untuk melihat prospek pasar. Klik Prospektif, dengan memasukkan data berupa sumberdaya lestari, eksploitasi sumberdaya dan permintaan ikan. Hasil periode proyeksi dengan mengklik Basis Model yang akan menghasilkan hitungan proyeksi.

139 116 Lampiran 11 Hasil analisis perikanan pelagis kecil di Kabupaten Kupang. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations 10 ANOVA df SS MS F Significance F Regression Residual Total Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept E X Variable

140 117 Lampiran 12 Hasil analisis perikanan pelagis besar di Kabupaten Kupang. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations 10 ANOVA df SS MS F Significance F Regression Residual Total Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept E X Variable E E E-05

141 118 Lampiran 13 Hasil analisis perikanan demersal di Kabupaten Kupang. Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations 10 ANOVA df SS MS F Significance F Regression Residual Total Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% Intercept X Variable E E E-05

142 119 Lampiran 14 Skoring alat tangkap berdasarkan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan sesuai kriteria CCRF. Keterangan kriteria : 3) Mempunyai selektivitas yang tinggi 4) Tidak merusak habitat 3) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi 5) Tidak membahayakan nelayan 6) Produksi tidak membahayakan konsumen 7) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) rendah 9) Dampak ke biodiversity kecil 10) Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi 10) Dapat diterima secara sosial (investasi murah, menguntungkan, tidak bertentangan dengan budaya setempat dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada)

143 120 Lampiran 15 Skoring alat tangkap berdasarkan kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan sesuai kriteria CCRF. Keterangan kriteria : 7) Menerapkan teknologi ramah lingkungan 8) Jumlah hasil tangkapan tidak melebihi TAC 9) Menguntungkan 10) Investasi rendah 11) Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) rendah 12) Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku : (1) UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; (2) Peraturan Daerah dan (3) Hukum adat istiadat.

144 Lampiran 16 Hasil olahan LINDO untuk sasaran perencanaan dan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kupang. MIN DB1 + DA1 + DB2 + DA2 + DB3 + DA3 + DB4 + DA4 + DB5 + DA5 + DB6 + DA6 + DB7 + DA7 + DB8 + DA8 + DB9 + DA9 + DB10 + DA10 + DB11 + DA11 + DB12 + DA12 + DB13 + DA13 + DB14 + DA14 SUBJECT TO DB1 - DA X X X X X X X X X9 <= DB2 + 4 X1 >= 1895 DB3 + 7 X2 >= 418 DB4 + 5 X3 >= 745 DB5 + 4 X4 >= 1520 DB6 + 4 X5 >= 410 DB7 + 4 X6 >= 480 DB8 + 5 X7 >= 760 DB9 + 5 X8 >= 535 DB X9 >= X X X X X X X X X9 - DA11 <= X X X X X X X X X9 - DA12 <= X X X X X X X X X9 - DA13 <= X X X X X X X X X9 - DA14 <= END 121 LP OPTIMUM FOUND AT STEP 0 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) VARIABLE VALUE REDUCED COST DB DA DB DA DB DA DB DA DB DA DB DA DB DA DB DA DB DA DB

145 DA DB DA DB DA DB DA DB DA X X X X X X X X X ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) ) NO. ITERATIONS= 0 RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE DB INFINITY DA INFINITY DB DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY

146 DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY DB INFINITY DA INFINITY X X X X X X X X X RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY

147 Lampiran 17 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap payang. 124

148 Lampiran 18 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap purse seine. 125

149 Lampiran 19 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap bubu 126

150 Lampiran 20 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap jaring insang. 127

151 Lampiran 21 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap bagan. 128

152 Lampiran 22 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap pancing tonda. 129

153 Lampiran 23 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap pancing tunggal. 130

154 Lampiran 24 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap rawai. 131

155 Lampiran 25 Masukan data dan keluaran model anlaykan untuk alat tangkap pole and line. 132

156 Lampiran 26 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap payang. 133

157 134 Lampiran 27 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap purse seine.

158 Lampiran 28 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap bubu. 135

159 Lampiran 29 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap jaring insang. 136

160 Lampiran 30 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap bagan. 137

161 Lampiran 31 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap pancing tonda. 138

162 Lampiran 32 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap pancing tunggal. 139

163 Lampiran 33 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap rawai. 140

164 Lampiran 34 Masukan data dan keluaran model ananel untuk alat tangkap pole and line. 141

165 Lampiran 35 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap payang. 142

166 Lampiran 36 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap purse seine. 143

167 Lampiran 37 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap bubu. 144

168 Lampiran 38 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap jaring insang. 145

169 Lampiran 39 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap bagan. 146

170 Lampiran 40 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap pancing tonda. 147

171 Lampiran 41 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap pancing tunggal. 148

172 Lampiran 42 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap rawai. 149

173 Lampiran 43 Masukan data dan keluaran model anniaga untuk alat tangkap pole and line. 150

174 Lampiran 44 Masukan data dan keluaran model anolah. 151

175 Lampiran 45 Masukan data dan keluaran model anprosi. 152

176 Lampiran 46 Foto-foto alat tangkap di Kabupaten Kupang. 153 (Alat tangkap jaring insang) (Alat tangkap pancing tunggal)

177 154 (Alat tangkap purse seine) (Alat tangkap rawai)

178 155 (Alat tangkap pole and line) (Alat tangkap payang)

179 156 (Alat tangkap bubu) (Alat tangkap pancing tonda)

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA Oleh : YULISTYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN ARMADA PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR DESELINA M. W. KALEKA

ANALISIS PENGEMBANGAN ARMADA PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR DESELINA M. W. KALEKA ANALISIS PENGEMBANGAN ARMADA PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR DESELINA M. W. KALEKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN 2 Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang Data Statistik Perikanan. Kupang. 85 hal.

DAFTAR PUSTAKA. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang Data Statistik Perikanan. Kupang. 85 hal. DAFTAR PUSTAKA 103 Abbdusysyahid, S., Haluan, J., dan Nurani, T. W. 2001. Sistem Pengembangan Perikanan Kakap Merah (Lutjanus Sp) di Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan (MARITEK)

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : 1907-9931 PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN Mahfud Effendy Dosen Jurusan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan perikanan tangkap adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, dan sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA

ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi Perikanan Indonesia dapat diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 telah mencapai 4.383.103 ton, dan tahun 2004 tercatat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

3 METODE UMUM PENELITIAN

3 METODE UMUM PENELITIAN 47 3 METODE UMUM PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010 yang meliputi tahap-tahap : persiapan, pengumpulan data primer/sekunder, dan pengolahan/analisa

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN

ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan BAB 1 PENDAHULUAN Secara umum, analisis kebijakan menghasilkan pengetahuan mengenai dan dipahami sebagai proses untuk dalam proses kebijakan yang bertujuan untuk menyediakan para pengambil keputusan berupa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM

IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. PENDEKATAN SISTEM IV. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Lele merupakan salah satu ikan air tawar yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Banyak jenis maupun varietas yang ada dan dikembangbiakkan di Indonesia.

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumberdaya Alam

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumberdaya Alam 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumberdaya Alam Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK YUNUS ADIFA. Analisis Kesenjangan Pembangunan antar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR ADY ERIADY WIBAWA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAITESISDANSUMBER INFORMASI Dengan inimenyatkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENERAPAN ISO 9001 DI PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI DAN KONTRIBUSINYA PADA PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) SERTA PENYERAPAN TENAGA KERJA KASUS DI KABUPATEN KAMPAR TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA Oleh AIDI RAHMAN H 24066055 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPI CITUIS, TANGERANG MOHAMMAD FACHRIZAL HERLAMBANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Salah satu potensi sumberdaya perikanan yang belum banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci