PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS TERIGU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS TERIGU"

Transkripsi

1 PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS TERIGU

2 PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS TEPUNG TERIGU CETAKAN 2016

3 Penasihat Oke Nurwan, Dipl., Ing, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Pengarah Indrasari Wisnu Wardhana, S. Kom, M.Si, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Penanggung jawab Tirta Karma Senjaya S.Si, M.SE, Kasubdit Barang Kebutuhan Pokok Hasil Pertanian dan Peternakan Penulis Astri Ridha Yanuarti SP Mudya Dewi Afsari SE Narasumber Dr. Ronnie S Natawidjaja PhD Bobby Rachmat Saepudin S.Si, MP Fitri Awaliyah SP, M. EP Haris F. Harahap SP.,MP.

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya buku Profil Komoditas Terigu dapat disusun dan disajikan sebagai dokumen yang diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak terkait. Buku ini merupakan satu dari delapan belas buku profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Beras, Kedelai, Bawang merah, Cabai, Gula, Minyak Goreng, Tepung Terigu, Daging Sapi, Daging ayam, Telur, Ikan, Pupuk, Benih, Semen, Triplek, Besi beton, Gas 3 kilogram, dan Baja ringan). Dalam buku ini dimuat informasi tentang perkembangan produksi, distribusi, dan permintaan komoditas Terigu baik nasional dan dunia, serta analisis Neraca komoditas (produksi, konsumsi, ekspor dan impor) Terigu untuk memberi penjelasan kondisi ketersediaaan dan permintaan dengan harapan mampu memberi gambaran lebih mendalam mengenai profil komoditas terigu saat ini dan ramalan tahun depan (2017). Buku profil komoditas bahan pokok dan penting bertujuan untuk menyediakan informasi yang akurat dan reliabel tentang keragaan komoditas Terigu terkini yang mampu memberikan edukasi kepada masyarakat, serta menjadi salah satu referensi kepada Pimpinan Kementerian Perdagangan RI maupun stakeholders dalam analisis dan pengembangan kebijakan yang dianggap perlu untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan Terigu pada tingkat yang wajar. Terima kasih kami sampaikan kepada para nara sumber serta pihak terkait lainnya, atas sumbangsih ide dan kontribusi pemikirannya selama proses penyusunan buku ini. Jakarta, 2016 TIM PENYUSUN ii Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

5

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iv v v vi I PENDAHULUAN... 2 II KERAGAAN PASAR KOMODITAS TEPUNG TERIGU NASIONAL Perkembangan Produksi Komoditas Tepung Terigu Perkembangan dan Proyeksi Harga Komoditas Tepung Terigu Perkembangan Harga Komoditas Tepung Terigu Proyeksi Harga Tepung Terigu Tahun Kondisi Disparitas Harga Tepung Terigu Kondisi Disparitas Harga Antar Waktu Tepung Terigu Kondisi Disparitas Harga Antar Provinsi Tepung Terigu Perkembangan Distribusi Komoditas Tepung Terigu Perkembangan Konsumsi Komoditas Tepung Terigu Perkembangan Ekspor-Impor Tepung Terigu Analisa Kebijakan dan Regulasi Tepung Terigu Proyeksi Penawaran dan Permintaan Tepung Terigu Proyeksi Produksi Tepung Terigu Proyeksi Kebutuhan Tepung Terigu Surplus Defisit Tepung Terigu III KERAGAAN PASAR TEPUNG TERIGU INTERNASIONAL Perkembangan Produksi Komoditas Tepung Terigu Perkembangan Harga Komoditas Tepung Terigu Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Perkembangan Ekspor-Impor Tepung Terigu IV KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

7 Daftar Tabel Tabel 1. Perkembangan Pabrik Tepung Terigu Nasional Hingga Tahun Tabel 2. Kapasitas Produksi Pabrik Tepung Terigu Indonesia... Tabel 3. Pertumbuhan Industri Tepung Terigu Nasional (Pre dan Pasca Deregulasi)... Tabel 4. Kapasitas Produksi 10 Produsen Tepung Terigu Terbesar Dunia... Tabel 5. Perkembangan Konsumsi Tepung terigu dalam Bentuk Produk Turunan... Tabel 6. Ketersediaan Tepung terigu di Indonesia... Tabel 7. Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia... Tabel 8. Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia... Tabel 9. Negara produsen Gandum Utama Dunia... Tabel 10. Negara-negara Eksportir Gandum Terbesar Daftar Gambar Gambar 1. Perkembangan Harga Tepung terigu Nasional... 7 Gambar 2. Pola Pergerakan Harga Tepung terigu Nasional Tahun Gambar 3. Proyeksi Harga Tepung Terigu Tahun Gambar 4. Disparitas Harga Antar Waktu Tepung terigu Nasional Per Tiga Bulan Gambar 5. Disparitas Harga Tepung terigu Antar Provinsi Nasional Tahun 2015 dan Gambar 6. Disparitas Harga Tepung terigu Tahun 2015 dan Gambar 7. Pola Distirbusi Perdagangan Tepung terigu di Indonesia Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Per Kapita Per Kg Per Tahun Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Nasional Gambar 10. Ekspor Tepung Terigu Indonesia Gambar 11. Impor Tepung Terigu Indonesia Gambar 12. Perkembangan Volume Impor Gandum Indonesia Gambar 13. Perkembangan Harga Tepung Terigu Dunia... Gambar Negara Konsumen Tepung terigu Terbesar Dunia Gambar 15. Perkembangan dan Proyeksi Ketersediaan Tepung terigu di Indonesia Gambar 16. Perkembangan dan Proyeksi Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia Komoditas Tepung Terigu v

8 Daftar Lampiran Lampiran 1. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Per kapita dan Nasional Lampiran 2. Perkembangan Harga Tepung Terigu Indonesia (Rp/kg)... Lampiran 3. Perkembangan Ekspor Tepung Terigu Indonesia... Lampiran 4. Perkembangan Impor Tepung Terigu Indonesia... Lampiran 5. Perkembangan Harga Gandum Dunia... Lampiran 6. Eksportir Gandum Dunia vi Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

9

10 I PENDAHULUAN Tepung terigu sebenarnya bukan merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, namun selama beberapa tahun terakhir perannya semakin penting. Masyarakat Indonesia tidak menanam bahan baku tepung terigu yaitu gandum, karena kondisi fisik di Indonesia memang tidak cocok untuk tanaman subtropis tersebut. Perkembangan kebutuhan tepung terigu nasional telah memberikan perubahan peran dari berbagai kebijakan pemerintah sehingga lambat laun mempengaruhi terhadap industri tepung terigu itu sendiri. Komoditas tepung gandum/terigu merupakan komoditas utama yang semakin bersifat strategis dari tahun ke tahun di Indonesia, dan selama ini industri dalam negeri telah berhasil berperan penting dalam rangka penyediaan pasokan dalam jumlah yang aman dan bermutu secara berkelanjutan, pada tingkat harga yang wajar/terjangkau, dan tentunya diharapkan di masa mendatang industri dalam negeri tetap dapat menjalankan fungsi tersebut. Dalam kenyataannya, industri dalam negeri telah melakukan investasi dalam jumlah yang sangat besar, terutama untuk keperluan mengelola fluktuasi harga domestik tepung gandum dari tahun ke tahun, oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa industri dalam negeri memiliki fungsi yang sangat penting bagi kesinambungan produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia. Konsumsi tepung terigu di Indonesia terus meningkat sejalan dengan tumbuhnya konsumsi mie instan, roti, biskuit dan cookies. Hampir 95% makanan berbahan baku tepung terigu sebenarnya adalah jenis makanan introduksi, bukan makanan asli Indonesia. Pola makan bangsa Indonesia yang terkait dengan terigu (gandum), nampaknya dibentuk oleh kampanye lewat iklan yang sangat gencar dan oleh penyediaan produk siap saji secara mudah di seluruh pelosok negara. Gandum atau terigu, yang masuk ke Indonesia pada tahun 1950-an sebagai bantuan pangan secara gratis lewat program bantuan PL-480, kini telah berubah menjadi kebutuhan pokok wajib yang harus diimpor dari pasar internasional dengan harga mahal. Profil Komoditas Tepung terigu ini bertujuan untuk memberikan ulasan mengenai keragaan pasar komoditas tepung terigu nasional diantaranya perkembangan produksi komoditas tepung terigu, perkembangan harga komoditas tepung terigu, kondisi disparitas tepung terigu, perkembangan distribusi komoditas tepung terigu, perkembangan konsumsi komoditas tepung terigu, perkembangan ekspor-impor tepung terigu, analisis kebijakan dan regulasi tepung terigu nasional, serta proyeksi penawaran dan permintaan tepung terigu yangterdiri dari proyeksi produksii tepungterigu, proyeksi kebutuhan tepung, dan surplus defisit tepung terigu. Selain itu, keragaan pasar tepung terigu dunia juga menjadi salah satu topik yang akan dibahas diantaranya perkembangan produksi komoditas tepung terigu dunia, perkembangan harga komoditas tepung terigu dunia, perkembangan konsumsi tepung terigu dunia, perkembangan ekspor-impor tepung terigu dunia. 2 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

11 Komoditas Tepung Terigu 3

12 II KERAGAAN PASAR KOMODITAS TEPUNG TERIGU NASIONAL 2.1 Perkembangan Produksi Komoditas Tepung Terigu Tepung gandum/terigu adalah tepung atau bubuk halus yang dihasilkan dari proses penggilingan biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti serta bahan makanan lainnya. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti gandum. Jenis tepung gandum/terigu yang telah di fortifikasi, adalah tepung gandum/terigu yang telah ditambahkan dengan berbagai mineral dan vitamin tertentu yang dibutuhkan bagi kesehatan tubuh manusia, dan lazimnya diperuntukkan bagi konsumsi manusia. Jenis tepung gandum/terigu ini dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung gandum/terigu yang mengandung kadar protein tinggi, antara 11%-13%, untuk digunakan sebagai bahan pembuat roti, mie, pasta, dan donat. 2. Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung gandum/terigu yang mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, untuk digunakan sebagai bahan pembuat kue cake. 3. Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%, untuk digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit, roti goreng, atau kulit gorengan ataupun keripik. Sebelum industri tepung gandum/terigu nasional terbentuk, Indonesia telah melakukan importasi tepung gandum/terigu secara langsung guna memenuhi kebutuhan domestik bagi pembuatan roti, pasta dan mie. Selama periode 1968/1969 sampai dengan 1972/1973, total importasi tepung gandum/ terigu mencapai 3,3 juta ton, atau ekuivalen dengan 61% pangsa pasar domestik. Secara historis, industri tepung gandum/terigu di Indonesia diawali dan ditandai dengan didirikannya Bogasari Flour Mills pada tahun 1971 dengan peresmian pabrik yang pertama di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setahun kemudian, pada tanggal 10 Juli 1972, pabrik yang kedua di Tanjung Perak, Surabaya telah dioperasikan. Dalam perjalanannya, pembangunan industri tepung gandum/terigu nasional memperoleh dukungan dan menerima manfaat dari hasil campur tangan Pemerintah Indonesia, terutama berupa kolaborasi antara Pemerintah Indonesia c.q BULOG dengan pihak swasta dibidang produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia. Perubahan fundamental terjadi pada sektor tata niaga pangan pokok tertentu yang sebelumnya dilaksanakan oleh BULOG, yang diawali dengan penerbitan Keppres RI No. 45 Tahun 1997, dan memuat pengaturan kembali tentang tugas pokok dan fungsi BULOG, sehingga hanya mengelola tata niaga komoditi beras dan gula pasir. Selanjutnya, berdasarkan Keppres RI No. 19 tahun 1998, BULOG hanya melaksanakan tata niaga bagi komoditi beras saja. Sejak saat itu, industri nasional tepung gandum/terigu sepenuhnya diselenggarakan oleh sektor swasta, dan dalam keadaan yang normal dan wajar, kebutuhan konsumsi nasional akan tepung gandum/terigu sebagian dipenuhi melalui importasi tepung gandum/terigu ke wilayah Indonesia, tanpa intervensi pemerintah seperti sebelumnya. Setelah permasalahan importasi gandum diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta, maka industri penggilingan gandum nasional berkembang pesat. Perkembangan industri tepung terigu Indonesia sendiri dipicu karena beberapa faktor antara lain: 1) Peningkatan kesadaran bahwa tepung adalah makanan yang sehat dan bergizi, 2) Peningkatan konsumsi makanan berbasis terigu, 4 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

13 3) Alternatif diversifikasi pangan, dan 4) Kesadaran bahwa lebih baik memproduksi sendiri tepung terigu di Indonesia untuk menjaga kualitas dan kandungan gizi tepung terigunya. Hingga tahun 2000 di Indonesia masih terdapat 5 pabrik besar terigu, yaitu Bogasari pabrik Jakarta, Bogasari pabrik Surabaya, PT Berdikari Sari Utama Flour Mills, PT Sriboga Ratu Raya dan PT Panganmas Inti Persada. Berikut perkembangan pendirian pabrik tepung terigu Indonesia, kapasitas dan fasilitas hingga tahun Tabel 1. Perkembangan Pabrik Tepung Terigu Nasional Hingga Tahun 2000 Perkembangan Bogasari Jakarta Bogasari Surabaya Berdikari Sari Utama Flour Mills Sriboga Raturaya Panganmas Inti Persada Didirikan (thn) Luas Tanah (ha) ,6 6 Panjang Dermaga (m) Bongkar Gandum (unit) Kapasitas Bongkar (mt/jam) Kapasitas Giling (mt/jam) Kapasitas Silo (mt) Sumber : APTINDO, Setelah itu, industri tepung terigu nasional mengalami perkembangan terus menerus baik dari segi penambahan pabrik, fasilitas ataupun dari segi kapasitas produksi. Kapasitas produksi pabrik terigu nasional pada tahun 2007 adalah Mton/hari, dengan perincian sebagai berikut: kapasitas produksi terpasang Bogasari Flour Mills sebesar Mton/hari, Berdikari sebesar Mton/ hari, Sriboga sebesar Mton/hari dan Panganmas sebesar 740 Mton/hari, seperti tertera dalam tabel 2 : Tabel 2. Kapasitas Produksi Pabrik Tepung Terigu Indonesia No. Nama Perusahaan Kapasitas Produksi mt/hari Persentase (%) Bogasari Flour Mills Eastern Pearl Flour Mills Sriboga Raturaya Panganmas Inti Persada ,60 13,70 7,00 4,70 TOTAL Sumber : Bogasari Flour Mills, 2007 Asosiasi Pengusaha Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat ada tambahan 5 pabrik terigu baru yang mulai berproduksi di tahun Pabrik baru tersebut akan menambah kapasitas produksi sekaligus meningkatkan impor gandum sebagai bahan baku terigu. Pada tahun 2014 produksi terigu di dalam negeri mencapai 5,4 juta ton per tahun atau setara 7 juta ton gandum per tahun. Dengan ditambahnya investasi lima perusahaan itu, maka impor gandum akan bertambah menjadi 9,7 juta ton gandum per tahun atau meningkat 38%. Pertumbuhan industri tepung terigu tahun ini diperkirakan mencapai 6%, dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain industri tepung terigu di Asia (Finance Detik, 2014). Komoditas Tepung Terigu 5

14 Pada tahun 2015 kebutuhan konsumsi nasional akan dipenuhi oleh 29 Flour Mills, dengan perincian sebanyak 25 Flour Mills berada di Pulau Jawa, dan sisanya 4 Flour Mills berada di luar Pulau Jawa. Total kapasitas giling gandum sebesar ke 29 Flour Mills tersebut ± 10,3 juta mt/thn, dengan kapasitas produksi tersebut, pada dasarnya industri tepung gandum/terigu di Indonesia mampu menyediakan pasokan tepung gandum/terigu yang cukup dalam rangka pemenuhan konsumsi nasional yang semakin meningkat, dengan kualitas tepung gandum/terigu yang bervariasi serta pada tingkat harga wajar yang terjangkau oleh konsumen dalam negeri. Bahkan dalam tahun-tahun terakhir, industri tepung gandum/terigu nasional sudah mampu melakukan eksportasi ke beberapa negara di kawasan Asia. Pada tahun 2015, ke- 29 Flour Mills tersebut diatas yang juga merupakan sentra-sentra produksi, distribusi dan pasokan tepung gandum/terigu di berbagai wilayah dalam kerangka nusantara masih terpusat di Pulau Jawa. Subject Tabel 3. Pertumbuhan Industri Tepung Terigu Nasional (Pre dan Pasca Deregulasi) Pre Deregulasi (Era BULOG) Pasca Deregulasi Total = = =29 Lokasi Jakarta (1) Surabaya (1) Makasar (1) Semarang (1) Cilacap (1) Gresik (1) Tangerang (1) Sidoarjo (3) Medan (1) Cilegon (3) Tangerang (1) Medan (2) Bekasi (3) Gresik (1) Sidoarjo (1) Mojokerto (1) Sumber : Overview Terigu Nasiona, Industri Tepung Terigu Nasional, APTINDO. Tangerang (1) Cilegon (2) Gresik (2) Jakarta (2) Total Jawa :25 Luar Jawa : 4 (terpusat di Pulau Jawa) Berdasarkan data dari APTINDO produsen tepung terigu Indonesia khususnya penggabungan dua pabrik Bogasari Flour Mill yang ada di Jakarta dan Surabaya merupakan produsen yang memiliki kapasitas produksi terbesar di dunia. Daya giling gandum menjadi tepung terigu yang dimiliki oleh dua pabrik milik Bogasari tersebut sebesar mt/hari, jauh di atas kemampuan rata-rata kapasitas produksi 10 produsen terbesar di dunia sebesar mt/hari, berikut tabel kapasitas 10 produsen tepung terigu terbesar dunia. Tabel 4. Kapasitas Produksi 10 Produsen Tepung Terigu Terbesar Dunia No. Nama Perusahaan Lokasi/Negara Kapasitas Produksi Bogasari Flour Mills Bogasari Flour Mills Prima Flour Mills Eatstern Pearl Flour Mills Nabisco Brand, Inc Con Agra Flour Mills General Mills, Inc ADM Millling, Corp Sriboga Raturaya FM General Milling, Corp Sumber : World Grain 2002 & APTINDO Jakarta/Indonesia Surabaya/Indonesia Trinocomalee/Srilangka Makasar/Indonesia Ohio/USA New York/USA Kansas/USA Montreal PQ/Canada Semarang/Indonesia Cebu/Philipines Mton/hari Mton/hari Mton/hari Mton/hari Mton/hari Mton/hari Mton/hari Mton/hari Mton/hari Mton/hari 6 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

15 2.2 Perkembangan dan Proyeksi Harga Komoditas Tepung Terigu Perkembangan Harga Komoditas Tepung Terigu Perkembangan harga tepung terigu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu : faktor perubahan harga gandum internasional, karena bahan baku tepung terigu/gandum sebagian besar di impor maka harga tepung terigu sangat dipengaruhi oleh harga gandum internasional, tidak hanya itu karena dominasi gandum impor tersebut, maka faktor nilai tukar Rupiah terhadap Dollar menentukan harga tepung terigu domestik. Faktor yang ketiga adalah naik dan turunnya volume permintaan tepung terigu dari konsumen. Faktor keempat adalah tarif bongkar muat di pelabuhan dan biaya transportasi, dimana biaya-biaya tersebut jika ada perubahan sangat mempengaruhi perubahan harga dari tepung terigu itu sendiri. Perkembangan harga tepung terigu nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2016 memperlihatkan kondisi yang cenderung naik (Gambar 1). Dari tahun 2010 hingga tahun 2016 tercatat harganya naik sebesar 16,2% atau setara dengan mengalami kenaikan sebesar Rp 1.248/kg, dengan rata-rata kenaikan harga 2,7% per tahun. Pada awal tahun 2010 harga tepung terigu masih berkisar pada harga Rp 7.691/kg dan pada tahun 2016 harga tepung terigu menjadi Rp 8.939/kg. Perkembangan harga tepung terigu dari tahun cenderung terus meningkat. Harga ratarata tepung terigu pada tahun 2010 berada pada harga Rp 7.564/kg. Pada tahun 2011 harga rata-rata tepung terigu berkisar Rp 7.590/kg dengan laju peningkatan sebesar 0,4%. Pada tahun 2012 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 7.641/kg dengan laju peningkatan sebesar 0,7%. Pada tahun 2013 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 8.037/kg dengan laju peningkatan sebesar 5,2%. Pada tahun 2014 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 8.732/kg dengan laju peningkatan sebesar 8,7%. Pada tahun 2015 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 8.922/kg dengan laju peningkatan sebesar 2,2%. Pada tahun 2016 harga rata-rata tepung terigu berada pada harga Rp 9.033/kg dengan laju peningkatan sebesar 1,2%. 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, % 4.0% 3.0% 2.0% 1.0% 0.0% -1.0% -2.0% Jan-10 May-10 Sep-10 Jan-11 May-11 Sep-11 Jan-12 May-12 Sep-12 Jan-13 May-13 Sep-13 Jan-14 May-14 Sep-14 Jan-15 May-15 Sep-15 Jan-16 May-16 Sep-16 Sumber : SP2KP Kemendag (diolah) Gambar 1. Perkembangan Harga Tepung terigu Nasional Komoditas Tepung Terigu 7

16 Selama tahun 2010 harga tepung terigu turun tipis sebesar -1,3% atau setara dengan penurunan harga sebesar Rp 99/kg, rata-rata penurunan harga tepung terigu selama tahun 2010 mencapai -0,1% per bulan. Pada tahun 2010 harga tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada bulan Desember sebesar 0,7% dan mengalami penurunan terendah pada Bulan Mei sebesar -1,2%. Pada tahun 2010 ini harga gandum internasional faktanya menurun, tetapi harga ini hanya memberikan dampak kestabilan harga tepung terigu domestik, tidak sampai mempengaruhi penurunan harga yang signifikan di dalam negeri, hal ini dikarenakan biaya angkut impor gandum yang naik, yaitu dengan naiknya harga bahan bakar di dalam negeri sebesar 12,2% (Tempo, 2010). Selama tahun 2011 harga tepung terigu naik tipis sebesar 0,7% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 50/kg, dengan rata-rata kenaikan harga 0,03% per bulan. Pada tahun 2011 harga tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada Bulan Desember sebesar 0,4%, dan mengalami penurunan harga terendah pada Bulan April sebesar -0,4%. Fluktuasi yang dialami pada tahun 2011 ini cukup rendah, atau bisa dikatakan pergerakan harga tepung terigu selama tahun 2011 cukup stabil. Pada tahun 2011 ini, harga gandum dunia berada pada titik stabil sehingga berkontribusi pada kestabilan harga tepung terigu di dalam negeri (Industri Kontan, 2011). Selama tahun 2012 harga tepung terigu mengalami kenaikan cukup tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu naik sebesar 3% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 231/kg. Pada tahun 2012 kenaikan harga tepung terigu tertinggi terjadi pada Bulan Desember sebesar 1,5%. Hal ini terjadi karena pada akhir tahun 2012 beberapa produsen gandum dunia seperti Australia, Rusia, Argentina dan Kazakhstan sedang mengalami gagal panen karena cuaca yang buruk, sehingga berimbas pada turunnya produksi gandum dunia yang menyebabkan harga gandum internasional naik, keadaan tersebut tidak dapat dihindari akan mempengaruhi harga tepung terigu domestik (Bisnis Liputan 6, 2012). Tidak hanya itu, harga tepung terigu naik di akhir tahun karena bersamaan dengan saat menghadapi Natal dan Tahun Baru. Sedangkan penurunan terendah terjadi pada Bulan Oktober sebesar 0,7%. Selama tahun 2013 harga tepung terigu mengalami kenaikan cukup signifikan, dimana harganya mengalami kenaikan sebesar 4,8% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 381/kg. Pada tahun 2013 kenaikan harga tepung terigu tertinggi terjadi pada Bulan Juli sebesar 2,6%. Hal ini terjadi karena pada saat tahun 2013, pemerintah memberlakukan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) untuk tepung terigu sebesar 20%, yang berlaku pada 5 Desember 2012, sehingga impor tepung terigu sangat sedikit masuk pasar Indonesia, akibatnya harga tepung terigu lokal naik (Kontan, 2013). Sedangkan penurunan harga terendah terjadi pada Bulan Maret sebesar -1,3%. Selama tahun 2014 harga tepung terigu mengalami kenaikan yang cukup signifikan kembali, dimana harganya naik sebesar 2,6% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 227/kg. Pada tahun 2014, harga tepung terigu mengalami kenaikan harga tertinggi pada Bulan Januari sebesar 4,4%. Kenaikan harga tepung terigu pada saat awal tahun ini dipicu karena nilai tukar Rupiah terhadap Dollar menguat, mengingat bahan baku terigu yaitu gandum merupakan barang impor, maka nilai tukar menjadi salah satu penentu harganya (Republika, 2014). Sedangkan penurunan terendah terjadi pada Bulan April sebesar -1%. 8 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

17 Selama tahun 2015 harga tepung terigu naik signifikan pula sebesar 2,4% atau setara dengan kenaikan harga sebesar Rp 213/kg. Rata-rata kenaikan harga tepung terigu tahun 2015 sebesar 0,2% per bulan. Pada tahun 2015 harga tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada Bulan Juli sebesar 0,9%. Sedangkan penurunan terendah terjadi pada Bulan Februari sebesar -0,4%. Selama tahun 2016 harga tepung terigu mulai turun kembali sebesar 1,5% atau setara dengan penurunan harga sebesar Rp136/kg. Rata-rata penurunan harga tepung terigu sebesar -0,1% per bulan. Pada tahun 2016 harga tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada Bulan Juli sebesar 0,5%, dan mengalami penurunan terendah pada Bulan April sebesar -0,7%. 9,500 9,000 8,500 8,000 7,500 7,000 6,500 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Sumber : SP2KP Kemendag (diolah) Gambar 2. Pola Pergerakan Harga Tepung terigu Nasional Tahun Sedangkan jika melihat pola pergerakan harga tepung terigu setiap tahunnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok yang unik. Pola pertama adalah pola pergerakan harga tepung terigu tahun 2010 dan 2012 dimana terbentuk pola hampir selalu stabil hanya mengalami kenaikan tipis pada akhir tahun. Pola kedua adalah pergerakan harga tahun 2013 yang mengalami kenaikan tertinggi sepanjang tahun 2010 hingga tahun Pola ketiga adalah pola pergerakan harga tepung terigu tahun 2014 dan 2016 di mana pola harganya cenderung naik pada Bulan Maret, Juni, Juli dan akhir tahun. Perbedaan ini terlihat jelas, pada tahun 2010 hingga 2012 harga tepung terigu tidak dipengaruhi oleh keadaan tertentu termasuk keadaan akan menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional. Pada saat tahun 2013 harganya naik karena dipengaruhi kondisi harga internasional. Dan setelah itu tahun 2014 hingga 2016 pola harganya mengikuti kondisi peristiwa Hari Besar Keagamaan Nasional meskipun pasar merespon dengan kenaikan harga yang hanya sedikit Proyeksi Harga Tepung Terigu Tahun 2017 Proyeksi adalah istilah lain dari peramalan (forecasting). Istilah proyeksi lebih sering digunakan dalam kegiatan perencanaan. Dalam hal ini harga tepung terigu diproyeksikan untuk menjadi bahan pertimbangan dan perencanaan para stakeholder dan konsumen untuk memberikan gambaran dalam mengambil keputusan setelah harga diproyeksikan. Dari hasil analisis proyeksi yang dilakukan, harga tepung terigu akan mengalami perkembangan harga yang cukup stabil sepanjang tahun Selama tahun 2017 secara keseluruhan harga tepung terigu diproyeksikan akan turun tipis sebesar Rp 115/kg (-1,3%). Keadaan ini hampir sama dari tahun 2016 dimana harga tepung terigu turun sebesar Rp 136/kg (-1,5%). Angka penurunan harga tepung terigu selama tahun 2016 Komoditas Tepung Terigu 9

18 lebih rendah dari angka penurunan harga proyeksi selama tahun Selama tahun 2017 diproyeksikan secara rata-rata harga tepung terigu akan mengalami penurunan sebesar -0,02% per bulan atau setara dengan rata-rata penurunan harga sebesar Rp 2/kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2016 rata-rata penurunan harganya mencapai -0,10% per bulan atau setara dengan rata-rata penurunan harga sebesar Rp 9/kg per bulan. Pergerakan Harga Tepung Terigu Dengan Perbedaan Antar Bulan 9.4 9,496 9,379 9,393 9,416 9,317 9,388 4% 3% 9.2 9,081 9,218 9,194 9,205 9,240 9,137 9,202 9,146 2% Harga (Ribu Rp.) ,964 8,847 8,837 9,020 9,031 9,013 9,029 8,939 8,956 8,919 8,950 8,943 8,913 8,971 8,915 8,868 8,903 8,914 8,895 8,880 8,808 8,711 1% 0% -1% Perbedaan (%) 8.6 8,634 8,583 8,563 8,588 8,492-2% ,401 8, Bulan-Tahun -3% -4% Jenis Data: Aktual Lower Peramalan Upper Sumber : SP2KP Kemendag (diolah) Gambar 3. Proyeksi Harga Tepung Terigu Tahun 2017 Proyeksi perkembangan harga tepung terigu pada tahun 2017 memperlihatkan pola perkembangan yang cukup stabil. Dimana pada bulan Januari harga tepung terigu akan berada pada tingkat harga Rp 9.029/kg, harga ini mengalami kenaikan tipis dari bulan sebelumnya sebesar Rp 90/kg (1,0%). Kenaikan harga pada Bulan Januari ini akan menjadi kenaikan harga tertinggi selama tahun Kemudian pada Bulan Februari harga tepung terigu akan naik tipis sebesar Rp 1/kg (0,02%) sehingga harga tepung terigu menjadi Rp 9.031/kg. Beranjak ke Bulan Maret, harga tepung terigu diproyeksikan akan turun sebanyak Rp 18/kg (-0,2%) sehingga harganya menjadi Rp 9.013/kg. Pada Bulan April harga tepung terigu akan turun kembali sebesar Rp 57/kg (-0,6%). Kemudian pada Bulan Mei harga tepung terigu akan turun sebesar Rp 37/kg (0,4%). Setelah itu pada Bulan Juni harga akan turun kembali sebesar Rp 6/kg (0,1%). Setelah itu pada Bulan Juli hingga Agustus harga tepung terigu akan mengalami kenaikan mulai dari Rp 37/kg (0,4%) hingga Rp 21/kg (0,2%). Kemudian pada Bulan September hingga November harga tepung terigu akan mengalami penurunan berturut-turut dengan tingkat penurunan berkisar -0,2% hingga -0,5% setiap bulannya, dan harga ini akan naik kembali pada Bulan Desember sebesar 0,4% dari bulan sebelumnya. 10 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

19 2.3 Kondisi Disparitas Harga Tepung Terigu Disparitas harga tepung terigu terbagi menjadi dua, yaitu disparitas harga antar waktu dan disparitas harga antar wilayah (provinsi) yang ada di Indonesia. Disparitas harga ini menggambarkan perbedaan harga setiap bulan dalam satu tahun dan perbedaan harga antar wilayah atau provinsi di Indonesia. Banyak hal yang bisa mempengaruhi disparitas harga, disparitas harga antar waktu sangat tergantung dari perkembangan ketersediaan dan permintaan dari komoditas tepung terigu itu sendiri, sedangkan disparitas harga antar provinsi sangat dipengaruhi oleh biaya logistik dan jarak provinsi tersebut dengan sentra produksi komoditas tepung terigu nasional Kondisi Disparitas Harga Antar Waktu Tepung Terigu Disparitas harga antar waktu merupakan perbedaan harga tepung terigu yang terjadi setiap bulan dalam satu tahun. Disparitas harga tepung terigu antar waktu pada tahun 2015 dan 2016 mempunyai pola/trend yang relatif berbeda namun keduanya tergolong kecil yang mengindikasikan bahwa harga tepung terigu cukup stabil dalam 2 tahun terakhir. Selama triwulan pertama (Januari-Maret) tahun 2015 dan 2016 tergolong kecil dengan nilai koefisien keragaman masing-masing sebesar 0,24 dan 0,19. Kemudian, pada triwulan kedua (April-Juni) disparitas harga tahun 2015 dan 2016 samasama meningkat tipis dari triwulan sebelumnya masing-masing menjadi 0,42 dan 0,19. Selanjutnya, disparitas harga tepung terigu antar waktu pada triwulan ketiga di tahun 2015 dan 2016 mengalami perbedaan, dimana pada tahun 2015 angka koefisen variasinya turun menjadi 0,17 sedangkan pada tahun 2016 koefisien variasinya naik menjadi 0,56. Angka koefisien variasi ini merupakan angka tertinggi sepanjang tahun 2015 dan Kemudian, disparitas harga tepung terigu antar waktu pada triwulan keempat di tahun 2015 dan 2016 juga mengalami perbedaan, dimana pada tahun 2015 angka koefisen variasinya naik menjadi 0,48, sedangkan pada tahun 2016 koefisien variasinya menurun menjadi hanya sebesar 0,003. Kecilnya disparitas harga tepung terigu pada triwulan keempat tahun 2016 disumbang oleh harga rata-rata tepung terigu yang mengalami penurunan dari bulan Oktober, November dan Desember 2016 masing-masing sebesar Rp 8.997/kg, Rp 8.970/kg dan Rp8.939/kg. Sedangkan disparitas harga tepung terigu pada triwulan keempat tahun 2015 disumbang oleh harga rata-rata tepung terigu yang mengalami penurunan dari bulan Oktober, November dan Desember 2015 masing-masing sebesar Rp 8.969/kg, Rp 8.982/kg dan Rp9.050/kg Koef. Variasi (%) Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Sumber : SP2KP Kemendag (diolah) Gambar 4. Disparitas Harga Antar Waktu Tepung terigu Nasional Per Tiga Bulan Komoditas Tepung Terigu 11

20 2.3.2 Kondisi Disparitas Harga Antar Provinsi Tepung Terigu Kondisi disparitas harga tepung terigu antar provinsi di Indonesia ini bisa dijelaskan dengan adanya nilai koefisien variasi dari harga tepung terigu yang terjadi pada Bulan Januari hingga Desember tahun 2015 dan 2016 yang terjadi di beberapa Provinsi di Indonesia. Nilai koefisien variasi harga tepung terigu yang terjadi di beberapa provinsi dikatakan lebih homogen atau tidak berbeda jauh antara harga satu provinsi dengan provinsi lainnya apabila nilai koefisien variasinya rendah. Sebaliknya jika perbedaan harga tepung terigu di suatu provinsi dengan provinsi lainnya lebih banyak berbeda atau lebih heterogen maka nilai koefisien variasinya akan tinggi. Hasil pengolahan data dari data harga harian tepung terigu di 34 provinsi menunjukkan bahwa disparitas antar provinsi yang tertinggi selama tahun 2015 terjadi pada bulan Mei dengan angka koefisien variasi sebesar 14,35. Selama bulan Mei 2015 tersebut, harga tepung terigu terendah terjadi di Kota Mamuju dengan harga Rp 7.000/kg dan harga tepung terigu tertinggi terjadi di Kota Bulungan dengan harga Rp /kg. Kemudian, selama tahun 2016 disparitas antar provinsi yang tertinggi terjadi pada bulan Juli dengan angka koefisien variasi sebesar 15,15. Selama Bulan Juli 2016 tersebut, harga tepung terigu terendah masih terjadi di Kota Mamuju dengan harga Rp 7.000/kg dan harga tepung terigu tertinggi juga masih terjadi di Kota Bulungan dengan harga Rp /kg. Perbedaan rentang harga tepung terigu antar provinsi yang sangat kentara dan heterogen memunculkan nilai koefisien variasi yang tinggi pada bulan-bulan tersebut Koef. Variasi (%) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Sumber : SP2KP Kemendag (diolah 2016) Gambar 5. Disparitas Harga Tepung terigu Antar Provinsi Nasional Tahun 2015 dan 2016 Sementara itu, disparitas antar provinsi yang terendah selama tahun 2015 terjadi pada bulan Desember dengan angka koefisien variasi sebesar 13,44. Selama bulan Desember 2015 tersebut, harga tepung terigu terendah terjadi di kota Bandung dengan harga Rp 7.400/kg dan harga tepung terigu tertinggi terjadi di kota Bulungan dengan harga Rp 2.000/kg. Kemudian, selama tahun 2016 disparitas antar provinsi yang tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan angka koefisien variasi sebesar 13,34. Selama bulan Februari 2016 tersebut, harga tepung terigu terendah terjadi di Kota Bandung dengan harga Rp 7.455/kg dan harga tepung terigu tertinggi terjadi di Kota Bulungan dengan harga Rp12.000/kg. Koefisien variasi pada bulan-bulan tersebut yang terbilang rendah ini disebabkan harga tepung terigu di sejumlah provinsi relatif lebih homogen sehingga meminimalisasi perbedaan harga tepung terigu yang mencolok antar provinsi di Indonesia (Gambar 6). 12 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

21 Disparitas Harga Tepung Terigu Tahun 2015 Disparitas Harga Tepung Terigu Tahun 2016 Kota Jayapura Manokwari Kota Ternate Kota Ambon Mamuju Kota Gorontalo Kota Kendari Kota Makassar Kota Palu Kota Manado Bulungan Kota Samarinda Kota Banjarmasin Kota Palangka Raya Manokwari Kota Ambon Kota Gorontalo Kota Makassar Kota Manado Kota Samarinda Kota Palangka Raya Kota Kupang Kota Kupang Kota Denpasar Kota Denpasar Kota Surabaya Kota Surabaya Kota Semarang Kota Semarang DKI Jakarta DKI Jakarta Kota Pangkal Pinang Kota Pangkal Pinang Kota Bengkulu Kota Bengkulu Kota Jambi Kota Jambi Kota Padang Kota Padang Kota Banda Aceh Kota Banda Aceh - 100, , Jan-15 Feb-15 Mar-15 Apr-15 May-15 Jun-15 Jul-15 Aug-15 Sep-15 Oct-15 Nov-15 Dec-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16 Sumber : SP2KP Kemendag (diolah) Gambar 6. Disparitas Harga Tepung terigu Tahun 2015 dan 2016 Komoditas Tepung Terigu 13

22 2.4 Perkembangan Distribusi Komoditas Tepung Terigu Secara umum distribusi tepung terigu sebagai barang konsumsi melibatkan produsen, pedagang besar, pengecer, dan konsumen akhir dalam saluran distribusinya. Penjualannya menggunakan seluruh kelembagaan dalam perdagangan, hal ini menunjukkan agar pasokan tepung terigu selalu tersedia dimanapun dan kapanpun dibutuhkan. Para pedagang besar seperti distributor, sub distributor, agen, dan grosir mendapatkan pasokan sebagian besar dari produsen, sesama distributor, importir. Produsen tepung terigu mendapat pasokan bahan baku gandum dari beberapa negara penghasil gandum seperti Australia, Canada, Amerika Serikat, India, dan Rusia. Komoditas tepung terigu ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap industri makanan seperti mie, biskuit, serta kegiatan usaha lainnya yang berbasis tepung terigu. Pola distribusi perdagangan tepung terigu di Indonesia menggunakan hampir seluruh kelembagaan dalam saluran pemasarannya. Pola distribusi perdagangan terpung terigu Indonesia disajikan pada Gambar 7. Importir Produsen 15,94% Distributor 8,63% Sub- Distributor 0,17% 7,98% 47,82% Agen 0,28% 0,18% 0,05% 0,74% Sub-Agen 7,98% Konsumen Akhir 10,25% 1,17% 4,51% Industri Pengolahan 0,71% 4,46% 0,36% 0,10% Supermarket/ Swalayan 1,09% 19,57% 3,37% 0,70% 2,10% 0,02% 3,50% 12,95% 67,41% Pedagang Grosir 67,43% 0,07% 2,20% 4,29% 0,14% Kegiatan Usaha Lainnya 5,95% 0,07% 72,23% 0,11% 71,75% Pemerintah dan Lembaga Nirlaba 0,01% 14,93% 18,16% Pedagang Eceran 52,08% 38,12% 4,11% 8,95% 4,11% Rumah Tangga 13,84% 1,94% 0,33% Sumber : BPS (diolah) Gambar 7. Pola Distribusi Perdagangan Tepung Terigu di Indonesia Berdasarkan hasil survei BPS tahun 2014 mengenai Distribusi Perdagangan Komoditas Tepung terigu Indonesia memperlihatkan bahwa, dari segi peta distribusi nasional, di beberapa provinsi tertentu, komoditas tepung terigu terdistribusi sampai ke luar provinsi, yang menunjukkan bahwa 14 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

23 kebutuhan tepung terigu di dalam provinsi belum tercukupi hingga para pedagang melakukan impor dari provinsi lain. Di Pulau Sumatera, yaitu dimulai di Provinsi Aceh diketahui bahwa pasokan tepung terigu sebagian besar berasal dari Sumatera Utara sebesar 67,52%, sisanya diperoleh dari dalam provinsi sebesar 32,48%. Tepung terigu tersebut selanjutnya dijual seluruhnya ke dalam provinsi Aceh sendiri. Di Sumatera Utara, mendapatkan pasokan tepung terigu dari dalam provinsi, dan kemudian dijual di dalam provinsi. Di Sumatera Barat pedagang tepung terigu mendapatkan pasokan tepung terigu sebesar 75% dari dalam provinsi dan sisanya berasal dari Jawa Tengah sebesar 14,20% serta dari DKI Jakarta sebesar 10%. Tepung terigu tersebut sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Sumatera Barat. Di Riau, pasokan tepung terigu diperoleh dari Provinsi Riau sendiri sebesar 68%, sisanya berasal dari Jambi, DKI Jakarta dan Sumatera Utara. Tepung terigu tersebut seluruhnya dijual di dalam Provinsi Riau. Provinsi Jambi mendapatkan pasokan tepung terigu dalam provinsi sendiri dan menjualnya untuk kebutuhan di dalam Provinsi Jambi. Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan pasokan tepung terigu dari DKI Jakarta sebesar 68,09% dan sisanya berasal dari Sumatera Selatan sendiri. Kemudian pasokan tepung terigu tersebut dijual di dalam provinsi Sumatera Selatan sendiri. Di Provinsi Bengkulu, pasokan tepung terigu seluruhnya berasal dari dalam provinsi, kemudian tepung terigu tersebut seluruh pasokannya didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Bengkulu. Provinsi Lampung mendapatkan pasokan tepung terigu seluruhnya dari dalam Provinsi Lampung sendiri sebesar 62,45%, dan dari DKI Jakarta sebesar 37,55%, kemudian tepung terigu tersebut dijual seluruhnya di dalam Provinsi Lampung sendiri. Di Provinsi Bangka Belitung, pasokan tepung terigu diperoleh dari DKI Jakarta sebesar 81%, Sumatera Selatan sebesar 10,53% dan sisanya berasal dari dalam Provinsi Bangka Belitung. Tepung terigu tersebut kemudian dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan di dalam Bangka Belitung. Sedangkan di Kepulauan Riau pasokan tepung terigu diperoleh dari dalam wilayahnya sendiri sebesar 78,59% dan sisanya dipasok dari DKI Jakarta sebesar 21%. Tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk kebutuhan di dalam Kepulauan Riau sendiri. Sementara itu di Pulau Jawa, yaitu di DKI Jakarta, pasokan tepung terigu berasal dari wilayah sendiri sebesar 67,58% dan sisanya sebesar 31% berasal dari Banten dan Jawa Barat dan Jawa Timur. Tepung terigu tersebut dipasarkan ke Provinsi DKI Jakarta sebesar 99,74%, dan sisanya ke Provinsi Banten dan Jawa barat. Di Provinsi Jawa Barat produsen tepung terigu memperoleh bahan baku tepung terigu (gandum) dari Negara Australia sebesar 44%, Rusia sebesar 26%, USA sebesar 24% dan sisanya dari Kanada sebesar 6%. Kemudian gandum tersebut diproduksi menjadi tepung terigu untuk memenuhi kebutuhan wilayah DKI Jakarta sebesar 41,82%, Jawa Barat sebesar 27,27%, Banten sebesar 18,18% dan sisanya Lampung sebesar 12,73%. Di Provinsi Jawa Tengah pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayah Provinsi Jawa Tengah sendiri sebesar 81,12% dan sisanya dari Jawa Timur, Jawa Barat dan DI Yogyakarta. Kemudian tepung terigu tersebut di jual seluruhnya untuk wilayahnya sendiri. Di Provinsi DI Yogyakarta pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayah DI Yogyakarta sendiri sebesar 64,77% dan sisanya dari wilayah Jawa Tengah sebesar 35,23%. Pasokan tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan di dalam DI Yogyakarta sendiri. Di Jawa Timur, bahan baku tepung terigu (gandum) diperoleh dari Negara Komoditas Tepung Terigu 15

24 Australia sebesar 55,13% dan sisanya dari India sebesar 44,87%. Pasokan tepung terigu tersebut sebagian besar dijual di Jawa Timur sendiri sebesar 86,20%, sisanya dijual ke Provinsi Lampung. Sedangkan di Provinsi Banten, pasokan tepung terigu diperoleh dari DKI Jakarta sebesar 96,31% dan sisanya sekitar 3% diperoleh dari dalam Provinsi Banten sendiri. Kemudian tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk kebutuhan di dalam provinsi. Di Kepulauan Bali, NTB dan NTT, untuk Bali sendiri pasokan tepung terigu diperoleh dari Jawa Timur sebesar 56,68% dan sisanya dari dalam Provinsi Bali sebesar 43,32%. Tepung terigu tersebut dijual ke dalam Provinsi Bali sebesar 94,87% dan sisanya dijual ke Nusa Tenggara Barat. Di NTB pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayahnya sendiri kemudian dijual seluruhnya untuk kebutuhan di NTB sendiri. Sedangkan di NTT pasokan tepung terigu seluruhnya diperolah dari NTT sendiri. Selanjutnya pasokan tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan NTT sendiri. Di Pulau Kalimantan, di Kalimantan Barat pasokan tepung terigu seluruhanya diperoleh dari DKI Jakarata sebesar 55,53% dan sisanya sebesar 44% berasal dari wilayahnya sendiri, kemudian pasokan tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk kebutuhan di dalam provinsi sendiri. Di Kalimantan Tengah, pasokan tepung terigu berasal dari wilayah sendiri sebesar 86% dan sisanya dari Kalimantan Selatan dan Jawa Timur sebesar 10,50%, kemudian tepung terigu tersebut seluruhnya dijual untuk kebutuhan Kalimantan Tengah sendiri. Di Kalimantan Selatan pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayahnya sendiri sebesar 56,50%, sisanya didatangkan dari Jawa Timur sebesar 23,68% dan dari Sulawesi Selatan sebesar 19,82%. Kemudian pasokan tepung terigu tersebut dijual untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi sebesar 88,15% dan sisanya dikirim ke Kalimantan Tengah sebanyak 11,85%. Sedangkan di Kalimantan Timur, pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayahnya sendiri sebesar 93,41% dan sisanya didatangkan dari DKI Jakarta sebesar 6,59%. Pasokan tepung terigu tersebut dijual untuk kebutuhan di dalam provinsi. Di Kalimantan Utara pasokan tepung terigu diperoleh dari wilayahnya sendiri sebesar 5,57%, dari Sulawesi Selatan sebesar 11,06% dan dari Malaysia sebesar 9,20%. Kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi sendiri sebesar 93,20% dan sisanya dipasarkan ke Kalimantan Timur sebesar 6,80%. Di Pulau Sulawesi, pertama di Provinsi Sulawesi Utara seluruh pasokan tepung terigu diperoleh dari dalam Sulawesi Utara sendiri. Kemudian tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tepung terigu di dalam Provinsi Sulawesi Utara sendiri. Di Sulawesi Tengah, pasokan tepung terigu diperoleh dari Sulawesi Selatan sebesar 98,65% dan sisanya dari wilayah sendiri. Seluruh pasokan tepung terigu tersebut dijual untuk kebutuhan tepung terigu di dalam Provinsi Sulawesi Tengah. Di Sulawesi Selatan pasokan tepung terigu seluruhnya diperoleh dari dalam provinsi dan dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan di dalam Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan di Sulawesi Tenggara pasokan tepung terigu diperoleh dari Jawa Timur sebesar 89,22% dan sebagian kecil berasal dari wilayahnya sendiri sebesar 9,98%. Kemudian tepung terigu tersebut seluruhnya dijual untuk memenuhi kebutuhan di dalam provinsi sendiri. Di Gorontalo, seluruh pasokan tepung terigu diperoleh dari Jawa Timur sebesar 89,22%, dari Sulawesi Utara sebesar 0,97% dan sisanya diperoleh wilayahnya sendiri. Kemudian seluruh pasokan tepung terigu tersebut didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan Gorontalo sendiri. Sedangkan Provinsi Sulawesi Barat memperoleh sebagian besar pasokan tepung terigu dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 80,96% dan sisanya dipenuhi oleh pasokan tepung terigu dari dalam provinsi sebesar 19,04%. 16 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

25 Selanjutnya tepung terigu yang ada digunakan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan lokal Provinsi Sulawesi Barat. Di Kepulauan Maluku, Provinsi Maluku memperoleh pasokan tepung terigu sebagian besar dari dalam Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 99,64% dan sisanya diperoleh dari dalam wilayah Jawa Timur serta dari wilayahnya sendiri. Kemudian seluruh pasokan tersebut didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan lokal di Provinsi Maluku sendiri. Sementara itu, di Provinsi Maluku Utara memperoleh keseluruhan pasokan tepung terigu dari dalam provinsi sebesar 73,21% dan sisanya dipenuhi oleh pasokan dari Jawa Timur sebesar 26,79%. Tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam Provinsi Maluku Utara. Di Pulau Papua, di Provinsi Papua Barat sebagian besar tepung terigu dipasok dari dalam Provinsi Jawa Timur sebesar 62,82%, dari DKI Jakarta sebesar 26,91% dan dari dalam wilayah sendiri sebesar 10,27%. Kemudian seluruh pasokan tepung terigu tersebut dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam Provinsi Papua Barat. Sedangkan di Provinsi Papua sebagian besar pasokan tepung terigu berasal dari Provinsi Jawa Timur sebesar 99,49%, dari sisanya dipenuhi dari dalam provinsi sebesar 0,51%. Selanjutnya tepung terigu tersebut dijual seluruhnya untuk memenuhi konsumsi di dalam Provinsi Papua. Sedangkan jika dilihat dari Margin Perdagangan dan Pengangkutan menurut hasil survei Distribusi Perdagangan Komoditas Tepung terigu yang dilakukan BPS pada tahun 2014 menunjukkan bahwa, pedagang besar dan pedagang eceran tepung terigu di Indonesia masing-masing mengambil keuntungan rata-rata sebesar 5,84% dan 9,06%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum, pedagang besar tepung terigu mendapatkan keuntungan sebesar 5,84% dan pedagang kecil mendapatkan keuntungan sebesar 9,06% dari nilai pembeliannya. Ditinjau dari keuntungan pedagang besar, keuntungan yang diperoleh pedagang besar di seluruh provinsi berkisar antara 1,94% 34,00%. Marjin minimun diperoleh di Provinsi Jawa Barat, sedangkan marjin maksimum diperoleh di Provinsi Papua. Sementara itu keuntungan yang diperoleh pedagang eceran di seluruh provinsi berkisar antara 2,66% 49,27%. Marjin minimum diperoleh di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sedangkan marjin maksimum diperoleh di Provinsi Sulawesi Selatan. 2.5 Perkembangan Konsumsi Komoditas Tepung Terigu Besarnya kebutuhan gandum dalam negeri seiring dengan tingginya permintaan tepung terigu, karena meningkatnya konsumsi tepung terigu orang Indonesia dari 9 kg/kapita pada tahun 1990 menjadi 19,72 kg per kapita hingga akhir 2012 lalu. Hal inilah yang membuat industri makanan sebagai pengguna tepung terigu terbanyak mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat. Permintaan tertinggi berasal dari industri mie instan disusul industri biskuit, industri bakery dan rumah tangga. Konsumsi tepung terigu beserta produk turunan dari tepung terigu sendiri, data APTINDO menjelaskan pada tahun 2000, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu adalah sebanyak 14,6 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2001, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu kembali turun menjadi 14,5 kg/kapita/tahun, artinya terdapat penurunan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar -0,7% dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2002, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu naik menjadi 15,3 kg/kapita/ tahun, artinya terdapat pertumbuhan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 5,5% dibandingkan dengan tahun Komoditas Tepung Terigu 17

26 Tabel 5. Perkembangan Konsumsi Tepung terigu dalam Bentuk Produk Turunan Tahun Konsumsi Per Kapita (Kg/Tahun/Kapita) Pertumbuhan (%) Sumber : APTINDO, ,6 14,5 15,3 14,9 15,3 15,5 17,1-0,7 5,5-2,6 2,6 1,3 10,3 Pada tahun 2003, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu turun menjadi 14,9 kg/kapita/tahun, artinya terdapat penurunan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 2,6% dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2004, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu naik menjadi 15,3 kg/kapita/tahun, artinya terdapat pertumbuhan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 2,6% dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2005, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu naik menjadi 15,5 kg/kapita/tahun, artinya terdapat pertumbuhan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 1,3% dibandingkan dengan tahun Dan pada tahun 2006, konsumsi per kapita masyarakat Indonesia terhadap tepung terigu naik secara tajam menjadi 17,1 kg/kapita/tahun, artinya terdapat pertumbuhan tingkat konsumsi tepung terigu sebesar 10,3% dibandingkan dengan tahun Menurut survei yang dilakukan CDMI, saat ini kebutuhan tepung terigu di Indonesia, terutama untuk pangan, masih di kisaran 6,25 juta ton, namun pada naik menjadi 6,95 juta ton. Pada naik menjadi 7,16 juta ton, pada naik menjadi 7,36 juta ton, dan akan tembus menjadi 7,95 juta ton, yang dipenuhi oleh sekitar 22 perusahaan tepung terigu di Indonesia, namun hanya 14 perusahaan yang rutin melakukan produksi, diantaranya adalah PT. Bogasari Flour Mills, PT. Eastern Pearl Flour Mills, PT. Sriboga Ratu Raya, PT. Fugui Flour & Grain Indonesia, PT. Pangan Mas Inti Persada, PT. Purnomo Sejati, PT. Asia Raya, PT. Berkat Indah Gemilang, PT. Jakaranatama, PT. Pakindo Jaya Perkasa, PT. Pundi Kencana, PT. Lumbung Pangan Nasional PT. Cerestas Flour Mills dan PT. Halim Sari Gandum. Saat ini tepung terigu telah digunakan sebagai bahan baku makanan yang digunakan secara luas baik untuk kepentingan industri dari skala kecil-tradisional, menengah hingga besar-modern, maupun untuk keperluan rumah tangga. Menurut APTINDO, pengguna tepung terigu nasional terdiri dari 3 (tiga) kategori besar yaitu kategori industri besar dan modern, kategori industri kecil dan menengah (UKM) dan rumah tangga (household). Pengguna tepung terigu dari kategori industri besar dan modern terdiri dari 200 perusahaan dengan konsumsi tepung terigu sebesar 32% dari total konsumsi tepung terigu nasional. Sedangkan pengguna tepung terigu kategori kecil dan menengah (UKM) terdiri dari UKM dengan konsumsi tepung terigu sebesar 63% dari total konsumsi tepung terigu nasional. Sementara konsumen rumah tangga mengonsumsi tepung terigu sebesar 5% dari total konsumsi tepung terigu nasional. Jenis produk akhir yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku adalah mie basah yang menggunakan 30% dari keseluruhan konsumsi tepung terigu nasional, disusul roti 25%, mie instan sebesar 20%, biskuit dan makanan ringan 15%, makanan gorengan 5% dan rumah tangga 5%. 18 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

27 Sedangkan jika ditinjau dari segi konsumsi tepung terigu dalam bentuk yang belum diolah, menurut hasil survei SUSENAS BPS menunjukkan angka konsumsi yang berfluktuatif setiap tahunnya. Pada tahun 2006 angka konsumsi tepung terigu dalam bentuk tepung adalah sebesar 1,3 kg/kapita/ tahun. Angka konsumsi ini naik sebesar 19% sepanjang 10 tahun, sehingga pada tahun 2015 tingkat konsumsi tepung terigu menjadi 1,5 kg/kapita/tahun. Pertumbuhan angka konsumsi tepung terigu selama 10 tahun dari tahun mencapai 4% per tahun. Kenaikan angka konsumsi tepung tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan angka kenaikan konsumsi mencapai 44% dari tahun sebelumnya. Konsumsi tepung terigu per kapita ini juga sempat mengalami penurunan terendah, yaitu terjadi pada tahun 2008 dengan penurunan sebesar -25% dari tahun sebelumnya. Konsumsi tepung Terigu Kapital/kg/Tahunan Sumber : BPS (diolah) Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Per Kapita Per Kg Per Tahun Di lihat dari konsumsi nasional tepung terigu, pergerakan dan fluktuasinya hampir sama dengan tingkat konsumsi per kapita per tahun, perbedaannya pada angka konsumsi nasional tepung terigu ini banyak dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia. Secara keseluruhan angka konsumsi tepung terigu nasional tahun 2006 mencapai ton, angka ini naik sebesar 36% sepanjang tahun , sehingga pada tahun 2015 konsumsi tepung terigu nasional menjadi ton. Pada tahun 2007 konsumsi tepung terigu nasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 46%. Angka peningkatan konsumsi tepung terigu pada tahun 2007 ini merupakan peningkatan tertinggi sepanjang tahun Sedangkan penurunan terendah konsumsi tepung terigu nasional terjadi pada tahun 2008, dengan angka penurunan konsumsi mencapai -24% dari tahun sebelumnya (Gambar 9). 450, , ,000 (Ton) 300, , , , Sumber : BPS (diolah) Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Nasional Komoditas Tepung Terigu 19

28 2.6 Perkembangan Ekspor-Impor Tepung Terigu Meskipun Indonesia bukan penghasil gandum, tetapi Indonesia saat ini dalam perdagangan tepung terigu mempunyai 2 peran yang sangat strategis, yaitu dimana Indonesia merupakan importir terbesar kedua gandum dunia, dan Indonesia merupakan pemasok atau eksportir tepung terigu yang cukup besar untuk Asia Timur. Indonesia memasok tepung terigu ke beberapa Negara tetangga seperti Filipina, Singapura, Korea Selatan, Timor Leste dan Papua Nugini. Indonesia pada tahun 2015 mengekspor tepung terigu ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 35,29 juta. Dengan jumlah ekspor terbesar ke Filipina sebesar ribu ton, Timur Leste ribu ton, Korea Selatan ribu ton, Papua Nugini ribu ton dan Singapura ribu ton (Detik Finance, 2015). 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0 (1,000,000) Data Ekspor Tepung Terigu (ton) Sumber : BPS (diolah) Gambar 10. Ekspor Tepung Terigu Indonesia Angka ekspor tepung terigu Indonesia dari tahun menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Tahun 2009 volume ekspor tepung terigu Indonesia masih berkisar 33 ribu ton, angka ekspor tepung terigu ini naik pesat sebesar %, sehingga pada tahun 2016 volume ekspor tepung terigu menjadi 4,1 juta ton. Volume ekspor tepung terigu mengalami kenaikan tertinggi pada tahun 2012, dimana volume kenaikan ekspor mencapai % atau setara dengan mengalami kenaikan sebesar 5,9 juta ton dari tahun sebelumnya. Indonesia mampu mengekspor tepung terigu dengan volume yang besar karena harga jual tepung terigu di Indonesia merupakan yang termurah di dunia yaitu dengan harga jual dari pabrik sebesar USD 0,56/kg, Indonesia hanya bersaing ketat dengan Vietnam yang juga memiliki harga jual tepung terigu di kisaran harga yang sama (Tribun News, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun Negara Indonesia bukan Negara produsen gandum, namun posisi Indonesia dalam peta persaingan industri tepung terigu maupun industri turunannya sudah sangat diperhitungkan. Sekalipun kapasitas giling gandum industri nasional lebih dari memadai, namun dalam jumlah tertentu dan dalam situasi-kondisi tertentu, kebutuhan konsumsi nasional hanya dapat atau akan lebih baik apabila dipenuhi melalui importasi tepung gandum/terigu ke wilayah Indonesia. Melihat sisi impor tepung terigu, perkembangan impor tepung terigu Indonesia dari tahun menunjukkan perkembangan yang terus menurun, dimana pada tahun 2009 volume impor tepung terigu berada pada angka 680 ribu ton dengan nilai impor sebesar USD ribu, selama 20 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

29 5 tahun tersebut volume impor tepung terigu menurun drastis sebesar 70%, sehingga pada tahun 2013 volume impor tepung terigu menjadi 205 ribu ton dengan nilai impor sebesar USD ribu. 900, , , , , , , , , , , , , ,000 50,000 - Volume Impor Tepung Terigu (Ton) Nilai Impor (000) USD Sumber : BPS (diolah) Gambar 11. Impor Tepung Terigu Indonesia Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) banyak negara negara produsen tepung terigu dari luar negeri yang masuk ke Indonesia diantaranya adalah Turki, India, Sri Lanka, Ukraina dan lainnya. Tiga negara diantaranya, yakni Turki, Sri Lanka dan India merupakan negara dengan pengekspor tepung terigu terbesar dengan total impor tepung terigu mencapai 86% dari total impor yang terjadi selama tahun Pada tahun 2013 Turki mempunyai proporsi mengekspor tepung terigu ke Indonesia sebanyak 74%, India mengeskpor tepung terigunya sebanyak 29%, Sri Lanka sebanyak 18% dan sisanya negara lain sebanyak 14%. Sedangkan untuk impor gandum pada tahun 2016, sebagai bahan baku tepung terigu yang banyak diolah perusahaan penggilingan gandum, menurut data USDA, Indonesia pada tahun 2012 mengimpor gandum sebanyak 6,46 juta ton, angka ini naik 25% sepanjang 4 tahun terakhir, sehingga pada tahun 2016 impor gandum Indonesia menjadi 8,1 juta ton. Yang berasal dari beberapa negara yaitu : 1. Australia metrik ton senilai US$ 507,77 juta. 2. Argentina metrik ton senilai US$ 166,63 juta. 3. Kanada metrik ton senilai US$ 232,83 juta. 4. Ukraina metrik ton senilai US$ 170,95 juta. 5. Amerika Serikat metrik ton senilai US$ 103,64 juta. 6. Perancis metrik ton senilai US$ 56,21 juta. Komoditas Tepung Terigu 21

30 Juta Ton Sumber : BPS (diolah) Gambar 12. Perkembangan Volume Impor Gandum Indonesia Sementara untuk impor gandum juga mengalami kenaikan cukup besar di impor gandum yang berasal dari perusahaan pakan ternak. Dari data Aptindo, impor gandum untuk kebutuhan pakan ternak Januari-Juni 2016 sebesar ton, atau naik ,4% dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar ton. (DetikFinance.com, 2016) 2.7 Analisa Kebijakan dan Regulasi Tepung Terigu Gandum mulai dikenalkan ke pasar domestik Indonesia sejak diterima dan diberlakukannya program kerjasama ekonomi antara RI dan pemerintah Amerika Serikat dengan nama PL480 pada tahun PL (public law) 480 adalah kebijakan Amerika untuk memberikan produk pangan kepada negara-negara berkembang lewat berbagai pendekatan: lewat negara ( Government to Government ), bantuan hibah (humanitarian food needs), dan kredit konsesional. Pada awal tahun 1969 skema impor gandum dimulai dengan metode kerjasama antar pemerintah dengan tujuan membantu pembangunan ekonomi jangka panjang. Amerika memanfaatkan kebijakan Indonesia yang saat itu ingin mencari bahan pangan alternatif pengganti beras, yang pada saat itu harganya sedang tinggi di pasaran internasional Kondisi itu berlangsung terus menerus hingga saat ini dan menciptakan ketergantungan lewat impor besar-besaran karena tidak dibarengi dengan pemberdayaan potensi lokal. Atas kondisi itu, Kementerian Perdagangan telah membatasi izin impor tepung terigu dengan menerapkan sistem kuota. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar industri tepung terigu lokal tidak terganggu dengan serbuan produk impor tepung terigu. Pada tanggal 28 April 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 23/M-DAG/PER/4/2014 tentang Ketentuan Pengenaan Kuota dalam rangka tindakan pengamanan perdagangan terhadap impor tepung terigu. Peraturan tersebut mengacu pada pasal 70 Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan pengamanan Perdagangan, terhadap Barang Impor yang mengalami Lonjakan Jumlah Impor, dapat dikenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan/atau Kuota. Kebijakan tersebut menimbang hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang membuktikan adanya kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan impor gandum dan merekomendasikan untuk dikenakan tindakan pengamanan perdagangan berupa bea masuk tindakan pengamanan atau kuota. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa kuota terhadap gandum 22 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

31 dilakukan dengan alokasi sebagai berikut : 1. Turki dengan kuota sebesar Ton. 2. Sri Lanka dengan kuota sebesar Ton. 3. Ukraina dengan kuota sebesar Ton. 4. Negara lainnya dengan kuota sebesar Ton. Negara lain dalan hal ini meliputi seluruh negara maju yang menjadi anggota Worl Trade Organization (WTO) dan Negara berkembang yang jumlah ekspor gandumnya ke Indonesia di atas 3% berdasarkan pangsa impor tahun Kebijakan kuota yang ditetapkan oleh Kemendag tersebut merupakan pembatasan yang sifatnya non barrier tariffs, hal tersebut bisa dilakukan dengan beberapa tujuan, seperti melindungi produsen lokal dari tekanan produk-produk asing sehingga mereka bisa tetap berproduksi dan mengurangi konsumsi suatu produk di pasar supaya produk substitusinya masih laku di pasaran Kebijakan yang dilakukan pemerintah ini bertujuan untuk mengurangi penawaran di dalam pasar dalam negeri, rekayasa ini akan menyebabkan kurva penawaran bergeser kearah negatif. Dalam kasus produk tepung gandum ini pemerintah memiliki kepentingan untuk menjaga konsumsi gandum supaya tidak melonjak, hal ini karena gandum sulit dikembangkan di Indonesia sehingga hampir seluruh permintaan dipenuhi dari impor. Pemerintah perlu menjaga produk gandum supaya tetap elastis, dengan kata lain masyarakat tidak boleh tergantung dengan produk ini. Ketergantungan terhadap tepung gandum bisa diartikan sebagai ketergantungan terhadap impor. Hal tersebut selain merugikan neraca perdagangan juga akan mengganggu ketahanan pangan kita. Hal-hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga elastisitas produk gandum supaya menjaga jumlah atau volume produk yang beredar di pasar dan mengembangkan produk-produk substitusi. 2.8 Proyeksi Penawaran dan Permintaan Tepung Terigu Proyeksi Produksi Tepung Terigu Proyeksi ketersediaan tepung terigu didasarkan pada proyeksi produksi dan kuantitas impor tepung terigu dalam neraca bahan makanan (NBM) dari Pusdatin Kementerian Pertanian RI. Pemodelan produksi tepung terigu dan impornya dalam analisis ini menggunakan pemodelan time series. Hasil proyeksi produksi dan impor tepung terigu tahun 2016 dan 2017 didapatkan bahwa model yang paling cocok untuk menduga data produksi tepung terigu tahun 2016 dan 2017 adalah model Brown Linear Trend dan untuk impor tepung terigu tahun 2016 dan 2017 adalah model Simple Exponential Smoothing. Hasil proyeksi ketersediaan tepung terigu tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6. Ketersediaan Tepung terigu di Indonesia Tahun Produksi (Ton) Impor (Ton) Ketersediaan* (Ton) Komoditas Tepung Terigu 23

32 Tahun Produksi (Ton) Impor (Ton) Ketersediaan* (Ton) Ket : *) Ketersediaan = Produksi + Impor Tahun 2016 dan 2017 merupakan hasil proyeksi Sumber: Pusdatin Kementan, diolah Produksi tepung terigu tahun 2016 dan 2017 diproyeksikan sebesar ton meningkat 0,55% dari tahun 2015, sedangkan produksi tepung terigu tahun 2017 dan 2017 diproyeksikan sebesar ton meningkat 0,55% dari angka proyeksi tahun Sementara itu, impor tepung terigu pada tahun 2016 dan 2017 diproyeksikan sebesar ton. Dengan demikian, ketersediaan tepung terigu nasional pada tahun 2016 dan 2017 berturut-turut sebesar tondan ton. 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Produksi (Ton/Tahun) Impor (Ton/Tahun) Sumber: Pusdatin Kementan (diolah) Gambar 13. Perkembangan dan Proyeksi Ketersediaan Tepung terigu di Indonesia Proyeksi Kebutuhan Tepung Terigu Proyeksi kebutuhan tepung terigu didasarkan pada proyeksi konsumsi dan kuantitas ekspor tepung terigu dalam neraca bahan makanan (NBM) dan Susenas dari Pusdatin Kementerian Pertanian RI. Untuk perhitungan proyeksi konsumsi tepung terigu, digunakan model yang memiliki kecocokan model terbaik untuk menduga nilai konsumsi per kapita yaitu model ARIMA (0,1,0) kemudian dikalikan dengan proyeksi jumlah penduduk Indonesia dari BPS. Sedangkan untuk menduga nilai ekspor tepung terigu tahun 2016 dan 2017 digunakan model yang memiliki kecocokan model terbaik yaitu Brown Linear Trend. Hasil proyeksi kebutuhan tepung terigu tersaji dalam Tabel Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

33 Tahun Konsumsi (kg/kap/thn) Tabel 7. Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa) Konsumsi (Ton) Ekspor (Ton) Kebutuhan* (Ton) , , , , , , , , , , , , Ket : *) Kebutuhan = Konsumsi + Ekspor Tahun 2016 dan 2017 merupakan hasil proyeksi Sumber: Pusdatin Kementan, diolah Berdasarkan Tabel 7, jumlah konsumsi tepung terigu nasional diproyeksikan akan mencapai ton pada tahun 2016 atau meningkat 4,85% dibandingkan tahun 2015 dan diperkirakan pada tahun 2017 akan meningkat 2,99% dari angka proyeksi tahun 2016 menjadi ton. Sedangkan ekspor tepung terigu pada tahun 2016 diproyeksikan akan turun 0,53% dari tahun sebelumnya menjadi sebesar ton dan pada 2017 akan menurun lagi 0,52% dari angka proyeksi 2016 menjadi sebesar ton. Dengan demikian, kebutuhan tepung terigu tahun 2016 diproyeksikan akan naik 3,74% dari tahun sebelumnya menjadi sebesar ton. Kemudian, pada tahun 2017 diperkirakan akan meningkat lagi 2,17% dari nilai proyeksi tahun 2016 menjadi sebesar ton. 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Konsumsi (Ton/Tahun) Ekspor (Ton/Tahun) Sumber: Pusdatin Kementan (diolah) Gambar 14. Perkembangan dan Proyeksi Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia Komoditas Tepung Terigu 25

34 2.8.3 Surplus Defisit Tepung Terigu Berdasarkan proyeksi ketersediaan tepung terigu pada Tabel 6 dan proyeksi kebutuhan tepung terigu pada Tabel 7, ketersediaan tepung terigu tahun 2016 diproyeksikan sebesar ton sedangkan kebutuhan tepung terigu tahun 2016 diproyeksikan sebesar ton. Dengan demikian pada tahun 2016 terjadi surplus tepung terigu sebesar ton. Kemudian, ketersediaan tepung terigu tahun 2017 diproyeksikan sebesar ton dan kebutuhan tepung terigu tahun 2017 diproyeksikan sebesar ton sehingga pada tahun 2017 terjadi surplus tepung terigu sebesar ton (Tabel 8). Tabel 8. Kebutuhan Tepung terigu di Indonesia Tahun Ketersediaan (Ton) Kebutuhan (Ton) Surplus/Defisit Tepung terigu (Ton) Sumber: Pusdatin Kementan (diolah) 26 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

35 Komoditas Tepung Terigu 27

36 III KERAGAAN PASAR TEPUNG TERIGU INTERNASIONAL 3.1 Perkembangan Produksi Komoditas Tepung Terigu Sentra produksi gandum di dunia adalah negara Federasi Rusia, dataran bagian tengah Amerika Serikat, bagian selatan Kanada, dataran rendah wilayah Mediterania, Tiongkok bagian Utara, India bagian utara, Argentina dan Australia (Carver, 2009). Sebanyak 17 negara masing-masing memanen gandum lebih luas dari 2,5 juta ha per tahun, yaitu Afganistan, Tiongkok-Tiongkok, India, Iran, Pakistan, Turki, Perancis, Jerman, Kazakastan, Federasi Rusia, Ukraina, Argentina, Brazil, Amerika Serikat, Kanada, Maroko dan Australia. Luas panen gandum dunia pada tahun 2014 mencapai 246,620 juta ha, terluas di antara tanaman biji-bijian lainnya. Negara-negara wilayah tropikal Asia yang tidak menanam gandum antara lain Indonesia, Filipina, Malaysia, Myanmar, Vietnam, dan Kamboja, yang mengindikasikan bahwa gandum memang bukan tanaman dataran rendah tropis. Produktivitas gandum di dunia sangat beragam, dari 0,97 t/ha di Tanzania, hingga 9,17 t/ha di Netherlands, 9,41 t/ha di Belgia. Negara produsen gandum tradisional, produktivitas termasuk rendah, seperti Pakistan (2,82 t/ha), Iran (1,46 t/ha), India (3,3 t/ha), Federasi Rusia (2,5 t/ha), Amerika Serikat (2,94 t/ha), Argentina (2,8 t/ha), Kanada (3,1 t/ha), dan Australia (2,0 t/ha). Di antara faktor pembatas produksi, cekaman kekeringan merupakan penyebab yang sering terjadi (Carver, 2009). Produksi gandum dunia setiap tahun mencapai 800 juta ton hingga 855 juta ton (FAO 2015). Faktor penentu keberhasilan produksi gandum adalah kesuburan tanah, kelembaban tanah, dan tidak adanya suhu ekstrim tinggi. Kekeringan dan suhu tinggi merupakan faktor penyebab utama turunnya produksi gandum (Carver, 2009). Terdapatnya stok produk gandum dari panen tahun sebelumnya dan adanya perbedaan musim panen antara belahan bumi bagian utara dan bagian selatan, mengakibatkan pasokan gandum dunia relatif stabil sekitar 800 juta ton, dan 100 juta ton diantaranya masuk ke pasar dunia (McFall and Fowler, 2009). 28 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

37 Tabel 9. Negara produsen Gandum Utama Dunia Negara Luas panen (1.000 Ha) Produktivitas (t/ha) Produksi Per Tahun (1.000 Ton) Asia Afganistan Bangladesh Tiongkok-Tiongkok India Iran Irak Pakistan Syiria Turki Eropa Bulgaria Azerbaijan Denmark Belarus Perancis Jerman Hungaria Itali Kazakstan Netherland Federasi Rusia Spanyol Inggris Ukraina Uzbekistan Belgia Benua Amerika Argentina Brazil Mexico Amerika Serikat Kanada Afrika Algeria Mesir Marocoo Ethiopia ,02 3,18 5,05 3,30 1,46 2,30 2,82 1,57 2,48 4,20 2,33 7,46 3,94 7,36 8,63 4,73 3,81 1,09 9,17 2,50 2,98 8,59 4,01 4,78 9,41 2,80 2,21 5,79 2,94 3, ,48 6,51 1,71 2, Australia , Negara Lainnya Dunia Sumber : FAO dan SP2KP Kemendag (diolah 2015) Wilayah produksi gandum di dunia sangat beragam karakteristik agroekologinya, terutama dari aspek tanah, curah hujan, pola tanam, faktor biotik, dan sumber air pengairan, sehingga wilayah produksi gandum merupakan mega lingkungan tumbuh (Reynold et al. 2006). Walaupun memiliki adaptasi yang cukup luas, namun pada dasarnya gandum adalah tanaman subtropika beriklim agak sejuk di atas garis lintang 23 LU/LS, (dengan suhu kurang dari 30 C), temperatur minimum antara (Metcalfe and Elkins 1980, Carver 2009). Komoditas Tepung Terigu 29

38 Pada waktu tanam dan fase pertumbuhan vegetatif, tanaman gandum menghendaki suhu udara sekitar 20 C dan meningkat menjadi sekitar 30 C pada fase pertumbuhan generatif dan fase pematangan biji, disertai kelembaban udara yang rendah dan kelembaban tanah yang cukup. Total curah hujan wilayah penghasil gandum di dunia pada umumnya kurang dari mm per tahun, yang mengindikasikan wilayah produksi gandum tergolong beriklim kering (Rebetzke et al. 2009). Kelembaban tanah menjadi faktor penentu utama keberhasilan produksi gandum. Menurut Rebetzke et al. (2009), cekaman kekeringan menimpa 65 juta ha tanaman gandum di dunia. Di wilayah yang kekurangan air, hasil gandum berkurang 50% dibandingkan dengan wilayah beririgasi (Byrlee and Morris, 1993). Di dataran Gangga India, sentra produksi gandum memperoleh curah hujan antara 500 mm hingga mm per tahun (Gupta et al. 2003). Corak iklim wilayah penghasil gandum di India adalah subtropis atau temperate, dengan musim panas yang basah, dan tidak terlalu panas, diikuti oleh musim dingin yang kering sejuk. Wilayah dengan corak iklim demikian membentang di India bagian utara dan wilayah ini disebut sebagai Indo Gangetic Plain (IGP), mencakup dataran Indus di Pakistan, dataran Indus India, bagian hulu Gangga, bagian tengah Gangga, dan bagian bawah dataran Gangga, Nepal, dan Bangladesh, mencakup areal seluas 13,5 juta ha (Ladha 2000). Masa kritis pertumbuhan tanaman gandum terhadap kekurangan air adalah pada stadia pembentukan pollen, penyerbukan, dan pengisian biji (Passioura 2002). Namun pengaruh kekurangan air terbesar terhadap penurunan hasil biji adalah pada fase pembungaan. Dampak nyata cekaman kekeringan adalah pada penurunan bobot biji, akibat penurunan laju fotosintesis dan pengurangan luas daun. Kelembaban tanah menentukan evapotranspirasi (ET). Di wilayah yang tanamannya kekurangan air, bobot total biomas dan hasil biji berkaitan erat dengan total ET tanaman (French and Schultz 1984). Dengan asumsi umum indeks panen air terbatas (water limited water index) = 0,40, maka nilai 22 kg/ ha/mm merupakan batas maksimum hasil biji gandum pada lahan tadah hujan yang cenderung kekurangan air. Di wilayah tropis Indonesia, pembatas hasil gandum yang utama adalah suhu dan kelembaban udara yang tinggi. Nampaknya suhu harian di wilayah tropis Indonesia melampaui batas suhu maksimum yang dapat ditoleransi oleh tanaman gandum. Pada wilayah yang suhunya memenuhi persyaratan tumbuh tanaman gandum, seperti di dataran tinggi lebih 900 m di atas permukaan laut, kelembaban udara yang tinggi (di atas 90%) sering memicu berkembangnya penyakit daun, sehingga kurang sesuai untuk budi daya gandum. Di Tiongkok, pola tanam tahunan padi-gandum dipraktekkan luas di lembah sungai Yangtse, pada LU (Zheng 2000). Wilayah tersebut memiliki curah hujan mm, dengan total penyinaran matahari jam per tahun. Hasil gandum pada pola tanam rotasi padi-gandum 2,1-3,2 ton/ha biji kering, sedangkan hasil padi mencapai 6-8 ton/ha gabah. Di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Amerika Selatan, gandum ditanam pada wilayah di atas garis lintang 23 LU atau LS yang merupakan daerah subtropis (Carver 2009). Pada waktu tanam, kelembaban tanah cukup untuk menjadikan benih berkecambah, tetapi suhu udara masih dingin, C. Tanaman gandum pada fase awal vegetatif tumbuh lambat dan mengakumulasi biomassa 30 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

39 dan luas area daun pada kondisi suhu agak rendah tersebut. Kelembaban tanah untuk pertumbuhan berasal dari air hujan, kelembaban tanah asli, atau dari irigasi. Pada stadia mulai berbunga, suhu udara dan radiasi matahari mulai tinggi, yang mengakibatkan meningkatnya evapotranspirasi. Hampir di semua sentra produksi gandum dunia, periode dari anthesis (penyerbukan) hingga biji gandum matang berbarengan dengan curah hujan yang rendah sehingga kelembaban udara rendah. Kondisi iklim yang demikian terjadi di wilayah Afrika bagian utara, Eropa Selatan, Australia Selatan, dan dataran Amerika Serikat (Rebertzke et al. 2009). Cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap hasil biji, terutama apabila terjadi pada periode kritis pertumbuhan vegetatif hingga saat pembentukan biji, atau dari pematangan pollen hingga pembentukan biji (Passioura 2002). Diperkirakan setiap tahun terdapat sekitar 65 juta ha tanaman gandum yang mengalami cekaman kekeringan, di beberapa wilayah kekeringan menurunkan produksi hingga 50% (Rebertzke et al. 2009). Oleh karena itu, di negara-negara yang pertaniannya telah maju, pengairan tanaman gandum menjadi semakin populer, terutama di sentra produksi yang cenderung kekurangan kelembaban tanah. Gandum dalam sistem usahatani ditanam dalam berbagai skala usaha, oleh petani skala kecil (1 ha per keluarga tani), hingga ribuan ha per petani, seperti di Australia, Amerika Serikat dan Kanada. Petani gandum skala kecil secara keseluruhan, usahatani gandum membentuk agregasi areal panen yang cukup luas, sehingga memungkinkan berdirinya pabrik pengolahan (grain-milling). Di Asia, gandum ditanam di wilayah subtropis di Syria, Turki, Iran, Afganistan, Irak, Pakistan, India, Bangladesh, dan Tiongkok. Dataran sabuk gandum (wheat belt plain) di Asia yang terluas terletak di dataran Gangga India (Indo-Gangetic Plain), mencakup wilayah India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, dan di Tiongkok meliputi areal 24 juta ha (Ladha et al. 2003). Di wilayah produksi gandum yang sangat luas tersebut, tipe iklimnya adalah subtropis, dengan karakteristik musim dingin yang kering dan musim panas yang sejuk, dibarengi dengan jatuhnya hujan pada awal pertumbuhan tanaman gandum dan kering pada akhir musim panas (Ladha et al. 2003). Di Asia selatan, usahatani gandum mengokupasi lahan pertanian subur seluas 13,5 juta ha, tersebar di India 10 juta ha, Pakistan 2,2 juta ha, Bangladesh 0,8 juta ha, Nepal 0,5 juta ha. Posisi usahatani gandum pada wilayah tersebut sangat stabil, karena gandum sebagai tanaman utama dalam pola rotasi satu tahun padi gandum. Di Tiongkok, pola rotasi padi-gandum (dalam waktu satu tahun) juga umum dipraktekkan (Zheng 2000). Demikian juga di Bangladesh, Pakistan, dan Nepal. Di sentra produksi gandum Asia tersebut, faktor iklim terutama suhu, curah hujan, dan kelembaban udara sangat sesuai untuk penerapan pola rotasi padi gandum. Awal pertumbuhan tanaman gandum terjadi pada kondisi suhu yang sejuk di bawah 20 C, diikuti suhu yang mulai memanas pada stadia pengisian biji hingga panen, dan kering pada masa pemasakan biji hingga panen (Timsina and Connor 2001). Kondisi iklim yang demikian tidak terdapat di sebagian besar wilayah lahan pertanian di Indonesia, sehingga rotasi padi-gandum nampaknya sulit diterapkan di Indonesia. 3.2 Perkembangan Harga Komoditas Tepung Terigu Perkembangan harga internasional tepung terigu menurut data Bloomberg menunjukkan fluktuasi yang cenderung menurun setiap tahunnya. Secara keseluruhan harga tepung terigu internasional dari tahun 2012 hingga tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 39% atau setara dengan Komoditas Tepung Terigu 31

40 penurunan harga US$ 253,3 /bushel, penurunan harga ini terlihat sekali karena pada tahun 2012 harga tepung terigu masih berada pada kisaran harga US$ 652,5 /bushel dan pada tahun 2016 menjadi US$ 399,2/bushel. 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, % 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -50.0% -10.0% -15.0% -20.0% Feb-12 Apr-12 Jun-12 Aug-12 Oct-12 Dec-12 Feb-13 Apr-13 Jun-13 Aug-13 Oct-13 Dec-13 Feb-14 Apr-14 Jun-14 Aug-14 Oct-14 Dec-14 Feb-15 Apr-15 Jun-15 Aug-15 Oct-15 Dec-15 Feb-16 Apr-16 Jun-16 Aug-16 Sumber: SP2KP Kemendag (diolah) Gambar 15. Perkembangan Harga Tepung Terigu Dunia Meskipun secara keseluruhan harga internasional dari tepung terigu menurun, tetapi dalam setiap tahunnya mengalami beberapa lonjakan naik dan turun. Selama tahun 2012 harga tepung terigu sempat mengalami kenaikan sebesar 26% atau setara dengan kenaikan harga US$ 170,8/Bushel, hal ini terjadi karena melonjaknya harga gandum dunia yang berperan sebagai bahan baku dari tepung terigu sendiri. Melonjaknya harga gandum dipicu karena adanya kekeringan yang melanda negara produksi gandum seperti Amerika Serikat, Rusia, Argentina, Australia dan beberapa negara produksi gandum lainnya selama tahun Sehingga produksi gandum menurun dan harganya meningkat. Selama tahun 2013 harga tepung terigu mulai mengalami penurunan sebesar -18% atau setara dengan penurunan harga sebesar US$ 137,66/bushel. Hal ini terjadi karena pasokan gandum dunia meningkat dengan adanya pertambahan hasil produksi gandum dari Australia. Selama tahun 2014 harga tepung terigu naik kembali, namun dengan tingkat kenaikan yang rendah yaitu sebesar 5% atau US$ 29,9/ bushel, peningkatan harga ini terjadi karena meningkatnya kekhawatiran akan cuaca, permintaan impor di Tiongkok dan adanya ketegangan politik di Ukraina yang merupakan wadah roti Eropa Timur dan berperan sebagai eksportir terbesar gandum keenam dunia (Tribun News, 2014). Selama tahun 2015 harga tepung terigu internasional turun kembali sebesar -12% atau setara dengan penurunan harga US$ 67,7/bushel. Hal ini dipicu karena efek penurunan harga dari minyak bumi, harga minyak bumi yang menurun berkontribusi kepada melimpahnya pasokan pangan global pada tahun 2014, dan menjadi faktor pendorong menurunnya harga gandum internasional pada tahun Pada tahun 2015 ini sektor pertanian dan pangan dinilai terus mendapatkan manfaat dari beban biaya pupuk, BBM, transportasi yang semakin murah karena penurunan harga minyak pada tahun sebelumnya (Antara News, 2015). 32 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

41 Penurunan harga ini terus terjadi hingga tahun 2016, dimana harga internasional tepung terigu turun kembali sebesar -15% dari tahun sebelumnya dan setara dengan penurunan sebesar US$ 73,1/Bushel. Hal ini terjadi karena didorong pasokan global dengan adanya penambahan pasokan gandum Australia yang naik 2%. 3.3 Perkembangan Konsumsi Tepung Terigu Apabila membandingkan tingkat konsumsi tepung terigu masyarakat Indonesia dengan negaranegara di Asia lainnya, maka tingkat konsumsi tepung terigu masyarakat Indonesia termasuk sangat rendah. Pada tahun 2016 tingkat konsumsi masyarakat Jepang per kapita per tahun rata-rata 36 kg/ kapita/tahun, Korea Selatan 62 kg/kapita/tahun, Tiongkok 67 kg/kapita/tahun, Filipina 24 kg/ kapita/tahun, Singapura 71 kg/kapita/tahun, Malaysia 39 kg/kapita/tahun, Thailand 14,1 kg/kapita/ tahun, Sri Lanka 38 kg/kapita/tahun, dan India 53 kg/kapita/tahun. Sementara masyarakat Australia sebagai salah satu negara penghasil gandum terbesar di dunia mengonsumsi rata-rata 121 kg/kapita/tahun. Perbedaan tingkat konsumsi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Asia lainnya disebabkan oleh tingkat pendapatan dan pola konsumsi yang berbeda. Misalnya tingkat pendapatan per kapita masyarakat Jepang yang sangat tinggi, memungkinkan bagi mereka untuk melakukan kombinasi konsumsi karbohidrat nasi dan roti setiap harinya. 35.0% 30.0% 29.4% 25.0% 20.0% 15.0% 17.9% 16.2% 13.4% 10.0% 5.0% 0.0% EU Tiongkok India 5.4% 4.9% 3.4% 2.7% 2.6% Rusia US Pakistan Sumber: SP2KP Kemendag (diolah) Mesir Iran 2.5% 1.6% Turki Ukraina Negara lainnya Gambar 16. Negara Konsumen Tepung Terigu Terbesar Dunia Jika dilihat dari segi total konsumsi tepung terigu dunia, menurut data dari indexmundi.com pada tahun 2016 total konsumsi tepung terigu dunia mencapai ribu metrik ton (Gambar 16). Negara konsumen tertinggi tepung terigu dunia pada tahun 2016 adalah Negara Uni Eropa dengan persentase sebesar 17,87% dari total seluruh konsumsi tepung terigu dunia atau setara dengan metrik ton. Negara kedua konsumen tepung terigu terbesar adalah Negara Tiongkok dengan persentase sebesar 16,25% dari total seluruh konsumsi tepung terigu dunia, atau setara dengan angka konsumsi tepung terigu sebesar ribu metrik ton. Ketiga adalah negara India dengan persentase 13,35% atau setara dengan konsumsi tepung terigu sebesar metrik ton. Keempat adalah Rusia dengan persentase konsumsi tepung terigu sebesar 5,42%, Kelima adalah Amerika serikat dengan persentase konsumsi tepung terigu sebesar 4,88%. Komoditas Tepung Terigu 33

42 Negara keenam adalah Pakistan dengan persentase konsumsi tepung terigu sebesar 3,40%. Negara ke tujuh adalah Mesir dengan persentase konsumsi tepung terigu sebesar 2,74%. Negara kedelapan adalah Iran dengan persentase konsumsi tepung terigu sebesar 2,57%. Negara kesembilan adalah Turki dengan persentase konsumsi tepung terigu sebesar 2,47%. Negara kesepuluh adalah Ukraina dengan persentase konsumsi tepung terigu sebesar 1,64. Sisanya sebesar 29,41% atau setara dengan angka ribu metrik ton tepung terigu dikonsumsi oleh 114 negara lainnya yang berada di berbagai belahan dunia. 34 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

43 3.4 Perkembangan Ekspor-Impor Tepung Terigu Dari total produksi 855 juta ton gandum di dunia setiap tahun, hanya sekitar 20% yang masuk ke pasar internasional. Pasokan gandum ke pasar internasional berfluktuasi dari 100 juta ton hingga 170 juta ton. Kekeringan di negara-negara produsen utama gandum sering menjadi penyebab turunnya pasokan gandum ke pasar internasional (McFall and Fowler 2009). Negara pengekspor utama gandum pada tahun 2009 adalah Amerika Serikat, Argentina, Australia, Kanada dan Uni Eropa. Amerika Serikat merupakan pengekspor gandum terbesar, sekitar 17% gandum Amerika di ekspor untuk memenuhi kebutuhan dunia, di urutan kedua adalah Uni Eropa, Australia dan Kanada yang mengekspor hasil gandumnya masing-masing sebesar 9% untuk pasar dunia. Tabel 10. Negara-negara Eksportir Gandum Terbesar Jumlah Ekspor Gandum (Juta Ton) Negara Australia 15,92 16,41 9,15 18,05 14,75 16,49 Kanada 17,31 16,82 9,42 15,79 14,97 16 Argentina 11,27 10,07 6,75 9,42 11,84 7 Uni Eropa 16,79 14,24 19,95 10,94 14,37 14,51 Amerika Serikat 28,91 26,18 23,14 31,52 28,93 27,22 Negara Lain 74,33 81,34 85,49 77,84 81,93 83,1 Total 164,53 165,06 153,9 163,56 166,79 164,32 Sumber : McFall and Fowler (2009). Namun pada tahun 2016 kini keadaan pasokan ekspor gandum dunia relatif banyak dipasok oleh Rusia, yang merupakan kompetitor utama dari Amerika dan Uni Eropa. Selama dua bulan terakhir, Rusia telah mengekspor gandum ke Meksiko, negara yang sebelumnya sangat bergantung pada gandum AS. Selain itu, Rusia juga telah menandatangani kesepakatan ekspor gandum dengan Aljazair dan Maroko, yang sebelumnya bergantung pada gandum dari Perancis. Menurut Departemen Pertanian AS, ekspor gandum Rusia diperkirakan akan mencapai 30 juta ton yang dapat menjadikan Rusia sebagai eksportir gandum terbesar di dunia. Angka ini melebihi ekspor gandum Uni Eropa (UE) yang hanya sebesar 27 juta ton, sementara ekspor gandum AS periode 2016/2017 diperkirakan hanya sebesar 25,5 juta ton. Pada Juli lalu, Rusia mengekspor sekitar 2,5 juta ton gandum, dan pada Agustus ini diperkirakan pada sekitar 3 3,2 juta ton. Menurut perkiraan BMI Research, Rusia, Ukraina, dan Kazakhstan akan menjadi negara pemasok gandum utama di Timur Tengah dan Afrika Utara (RBTH Indonesia, 2016). Sedangkan di sisi impor berdasarkan data USDA tahun 2012, memperlihatkan bahwa importir gandum terbesar dunia pada urutan pertama adalah Mesir dengan kemampuan menyerap pasar impor gandum dunia mencapai 10 juta ton dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 11,5 juta ton, yang kedua adalah Indonesia dengan penyerapan impor gandum dunia sebesar 6,7 juta ton dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 8,1 juta ton. Ketiga adalah Brazil dengan jumlah impor gandum sebesar 7 juta ton. Dan lainnya adalah Jepang, Uni Eropa, Aljazair, Korea Selatan, Mexico, Nigeria, Irak, Turki dan Filipina. Komoditas Tepung Terigu 35

44 36 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

45 Komoditas Tepung Terigu 37

46 IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Komoditas tepung gandum/terigu merupakan komoditas utama yang semakin bersifat strategis dari tahun ke tahun di Indonesia, dan selama ini Industri dalam negeri telah berhasil berperan penting dalam rangka penyediaan pasokan dalam jumlah yang aman dan bermutu secara berkelanjutan, pada tingkat harga yang wajar/terjangkau. Pada tahun 2015 kebutuhan konsumsi nasional akan dipenuhi oleh 29 Flour Mills, dengan perincian sebanyak 25 Flour Mills berada di Pulau Jawa, dan sisanya 4 Flour Mills berada diluar Pulau Jawa. Total kapasitas giling gandum sebesar ke 29 Flour Mills tersebut ±10,3 juta MT/thn, dengan dukungan pemenuhan ketersediaan tepung terigu yang berkelanjutan. Harga tepung terigu nasional bergerak fluktuatif cenderung naik tipis, dari tahun harga tepung terigu mengalami kenaikan 16,2%. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga tepung 38 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

47 terigu, yaitu yang pertama faktor perubahan harga gandum dunia karena tepung terigu berbahan baku dari gandum, yang kedua adalah faktor nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, ketiga faktor volume permintaan tepung terigu itu sendiri dan yang keempat adalah biaya tarif bongkar muat dan biaya transportasi. Di sisi konsumsi, angka konsumsi masyarakat Indonesia untuk tepung terigu beserta produk turunannya pada tahun 2006 adalah sebanyak 17,1 kg/kapita/tahun, sedangkan jika dilihat angka konsumsi tepung terigu yang belum diolah pada tahun 2015 angka konsumsinya adalah sebanyak 1,5 kg/kapita/tahun. Secara nasional tingkat konsumsi tepung terigu masyarakat Indonesia pada tahun 2015 dalam bentuk produk olahan mencapai 7,95 juta ton, dan tingkat konsumsi tepung terigu dalam bentuk belum diolah mencapai ton. Hasil analisis proyeksi untuk tahun 2017 ketersediaan tepung terigu dari hasil produksi penggilingan dalam negeri adalah sebanyak ton dan impor sebanyak ton, sehingga total ketersediaan tepung terigu sebanyak ton. Proyeksi permintaan tepung terigu pada tahun 2017 menunjukkan angka ton dan angka ekspor sebanyak ton. Maka setelah dianalisis, diproyeksikan tepung terigu dari angka produksi, permintaan dan ekspor impor, pada tahun 2017 akan mengalami surplus. 4.2 Saran Kebutuhan tepung terigu nasional sudah berada pada taraf yang tinggi, Indonesia pada tahun 2016 berada pada peringkat 16 diantara negara konsumen tepung terigu dunia, dengan volume konsumsi sebesar ribu metrik ton. Angka impornya pun cukup besar yaitu 8,1 juta ton dan menempati sebagai negara kedua pengimpor bahan baku tepung terigu (gandum) terbesar dunia. Meskipun sudah didukung dengan tingkat fasilitas pabrikasi penggilingan tepung terigu yang memadai tetapi satu sisi lain seharusnya peningkatan konsumsi tepung terigu yang terlampau banyak harus di waspadai, mengingat wilayah Indonesia tidak diberi kemampuan untuk mendukung pertanian gandum. Ketergantungan kebutuhan gandum yang hampir sepenuhnya impor akan mengakibatkan hal yang tidak baik jika tidak dikendalikan. Disarankan pemerintah menjaga dan mengendalikan jumlah atau volume impor agar tidak terlalu berlebihan, dan mengembangkan produk-produk tepung-tepungan lainnya yang bersumber dari hasil pertanian dalam negeri seperti jagung, singkong ataupun sorgum. Sehingga meminimalisir ketergantungan terhadap gandum impor. Komoditas Tepung Terigu 39

48 DAFTAR PUSTAKA Antara News Bank Dunia: Harga Pangan Global Menurun. berita/504758/bank-dunia-harga-pangan-global-menurun. Badan Pusat Statistik Distribusi Perdagangan Komoditi Tepung Terigu Indonesia www. bps.go.id Bisnis Liputan Awas! Harga Terigu Naik Karena Produksi Gandum Dunia Anjlok. bisnis.liputan6.com/read/467105/awas-harga-terigu-naik-karena-produksi-gandumdunia-anjlok Byrlee, D. and M. Morris Research for marginal environment. We are underinvestment. Food Policy Res. Vol. 18: Carver, B.F Wheat, Science and Trade. Wily-Blackwell Publication, Ames, Iowa, USA. p Detik Finance RI Impor Tepung Terigu dari Turki Hingga Singapura. com/industri/ /ri-impor-tepung-terigu-dari-turki-hingga-singapura. (Online). Detik Finance RI Rajin Eskpor Terigu Ke Filipina hingga Singapura. industri/ /ri-rajin-ekspor-terigu-ke-filipina-hingga-singapura. Gupta (eds.). Soil and crop management practices for enhanced productivity ofrice-wheat cropping system in Tiongkok. RWC Paper Series No. 9. Wheat Consortium mfor the IGP, New Delhi, India. Industri Kontan Harga Gandum Stabil, Rata-rata Harga Tepung terigu di September Turun Tipis. Kontan Harga Gandum Turun, Harga Tepung Terigu Tak Ikut Menyusut. kontan.co.id/news/harga-gandum-turun-harga-terigu-tak-ikut-menyusut. Ladha, J.K., D. Dawe, and P.R. Hobbs How extensive are yield declines in long term rice-wheat experiment in Asia? Field Crop Res. 21: McFall, K.L. and M.E. Fowler Overview of wheat classification and trade. p In B.F. Carver (ed.): Wheat, Scince and trade. Willy Black Well Pub. Ames,Iowa, USA. Metcalfe, D.S. and D.M. Elkins Crop Production. Principle and Practices. Fourth Ed.MacMillan Pub.Co. New York p.774. Passioura, J.B Environmental biology and Wheat Crops Improvement. Funct. Plant Biol. No. 29: Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

49 RBTH Indonesia Kalahkan US dan UE, Rusia jadi Negara Pengekspor Gandum Terbesar. dunia_ (online). Rebetzke, G.j., S.C. Chapman, C.L. McIntyre, R.A. Richard, A. G. Condor, M. Watt, anda.f. van Herwarden Grain yield improvement in water-limited environments. p Dalam B.F. Carver (ed). Wheat Science and Trade. Wiley-Blackwell, John Wiley and Sons. Pub. Ames, Iowa, USA. Repubilka Siap-siap, Harga Tepung Terigu Berpeluang Naik. Tempo Harga Gandum Turun, Harga Terigu Adem. news/2010/03/24/ /harga-gandum-turun-harga-terigu-adem. Timsina J. and D. J., Connor Productivity and management of rice-wheat cropping systems. Issues and Challenges. Field Crops Res. 69: Tribun News Harga Pangan Dunia Melonjak pada Kuartal I com/internasional/2014/05/31/harga-pangan-dunia-melonjak-pada-kuartal-i Tribun News Aptindo: Harga Jual Tepung Terigu Indonesia Termurah Di Dunia. berita/nasional/umum/13/12/30/myls8p-siapsiap-harga-tepung-terigu-berpeluangnaik. tribunnews.com/bisnis/2014/07/25/aptindo-harga-jual-tepung-terigu-indonesiatermurah-di-dunia. Zheng, J Rice-wheat cropping system in Tiongkok. p In: P.R. Hobbs and R.K. Komoditas Tepung Terigu 41

50 42 Profil Komoditas Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

51 LAMPIRAN Komoditas Tepung Terigu 43

Rata-rata Harga Gabah Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia,

Rata-rata Harga Gabah Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia, Rata-rata Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia, 2012-2016 / Bulan Giling Kualitas (Rp/Kg) Kadar Air (%) Kadar Hampa/Kotoran (%) Panen Giling Panen Giling Panen HPP 1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

Tinjauan Pasar Minyak Goreng (Rp/kg) (US$/ton) Edisi : 01/MGR/01/2011 Tinjauan Pasar Minyak Goreng Informasi Utama : Tingkat harga minyak goreng curah dalam negeri pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3% dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS BERAS

PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS BERAS PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS BERAS PROFIL KOMODITAS BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG PENTING KOMODITAS BERAS CETAKAN 2016 Penasihat Oke Nurwan, Dipl., Ing, Direktorat

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Sep-10 Okt-10 Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Edisi : 9/AYAM/TKSPP/ Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar domestik

Lebih terperinci

KETERANGAN TW I

KETERANGAN TW I 1 2 2 KETERANGAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 - TW I Distribusi/Share Terhadap PDB (%) 3.69 3.46 3.55 3.48 3.25 3.41 4.03 Distribusi/Share Terhadap Kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/04/53/Th. XVII, 1 April 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2014 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,14 PERSEN Pada Maret 2014 terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN JULI 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,91 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN JULI 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,91 PERSEN l No. 32/08/14/Th. XII, 1 Agustus PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN JULI KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,91 PERSEN Dengan menggunakan Tahun Dasar 2007=100, pada bulan Kota Pekanbaru mengalami inflasi

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR APRIL 2013

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR APRIL 2013 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/05/53/Th. XVI, 1 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR APRIL Bulan : Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 01/01/Th. XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2015 INFLASI 0,96 PERSEN Pada 2015 terjadi inflasi sebesar 0,96 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Sep-10 Okt-10 Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Edisi : 10/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara hukum pada tanggal 23 April 1993 dengan nama PT. Citra Flour Mills.

BAB I PENDAHULUAN. secara hukum pada tanggal 23 April 1993 dengan nama PT. Citra Flour Mills. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Profil Perusahaan PT. Panganmas Inti Persada didirikan oleh Siti Herdiyati Rukmana dan sah secara hukum pada tanggal 23 April 1993 dengan nama PT. Citra Flour Mills. Tujuan didirikan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 10,64 PERSEN No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER 2011 KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN l No. 45/11/14/Th. XII, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN OKTOBER KOTA PEKANBARU MENGALAMI INFLASI 0,54 PERSEN Dengan menggunakan Tahun Dasar 2007=100, pada bulan Kota Pekanbaru mengalami inflasi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/06/53/Th. XVII, 2 Juni 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MEI 2014 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,08 PERSEN Pada Mei 2014, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN PROVINSI RIAU

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN PROVINSI RIAU No. 16/04/14/Th. XIV, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN PROVINSI RIAU MARET, PEKANBARU INFLASI 0,04 PERSEN DAN DUMAI DEFLASI 0,01 PERSEN Bulan, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 0,04 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/03/53/Th. XVII, 3 Maret 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI 2014 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 1,48 PERSEN Pada Februari 2014 terjadi inflasi

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate No. 58/11/82/Th. XVI, 01 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate Oktober 2017, Ternate mengalami

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 No. 05/01/Th. XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 10,70 PERSEN Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/07/53/Th. XVIII, 1 Juli 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,59 PERSEN Pada Juni 2015, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/06/53/Th. XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MEI 2016 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,61 PERSEN Mei 2016, Nusa Tenggara Timur mengalami inflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI 2017 No. 42/08/Th. VIII, 1 Agustus PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA JUNI Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Juni tercatat US$19,83 juta atau mengalami penurunan sebesar 17,03 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/11/53/Th. XIX, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,19 PERSEN Oktober 2016, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 Pada Februari, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,36 turun sebesar 0,08 persen dibandingkan bulan Januari. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami peningkatan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/10/53/Th. XVIII, 1 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,26 PERSEN Berbeda arah dengan bulan sebelumnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 64/11/Th. XIII, 1 November 2010 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2010 INFLASI 0,06 PERSEN Pada bulan terjadi inflasi sebesar 0,06 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/03/53/Th. XIX, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI 2016 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,33 PERSEN Februari 2016, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017 BPS PROVINSI ACEH No.40/8/Th.XX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/12/53/Th. XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI NOVEMBER 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,70 PERSEN Masih melanjutkan trend dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.52/11/Th.XVIII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate

Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Kota Ternate BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Ternate September 2017, Ternate mengalami Deflasi sebesar 0,51 persen Pada September 2017, Ternate mengalami deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/09/53/Th. XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI AGUSTUS 2015 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,73 PERSEN Berbeda dengan bulan sebelumnya,

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 No. 02/01/34/TH.XV, 02 Januari 2013 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2012 SEBESAR 117,59 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Pada Desember 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK No. 60/10/Th. XIV, 3 Oktober 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2011 INFLASI 0,27 PERSEN Pada 2011 terjadi inflasi sebesar 0,27 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/07/53/Th. XVII, 1 Juli 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JUNI 2014 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,61 PERSEN Pada Juni 2014, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016 No. 08/02/36/Th.XI, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER TURUN 0,08 PERSEN MENJADI US$940,56 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 0,08 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH Pedesaan, Dan Harga Produsen Gabah No. 48/11/Th. XX, 1 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH NTP Provinsi Aceh, Oktober

Lebih terperinci

NTP Provinsi Aceh, September 2017 sebesar 94,18. Inflasi Pedesaan, September 2017 sebesar 0,46 persen.

NTP Provinsi Aceh, September 2017 sebesar 94,18. Inflasi Pedesaan, September 2017 sebesar 0,46 persen. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH NTP Provinsi Aceh, September 2017 sebesar 94,18. Inflasi Pedesaan, September 2017 sebesar 0,46 persen. Selama September 2017, di tingkat petani terjadi penurunan ratarata

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/10/53/Th. XIX, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2016 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,17 PERSEN September 2016, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013 Pada Januari 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,44 turun sebesar 0,36 persen dibandingkan bulan Desember 2012. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 No. 59/11/34/Th.XVI, 3 November 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2014, NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/08/53/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JULI 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 1,06 PERSEN Pada Juli 2015, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017 DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS April 2017 2 Data Sosial Ekonomi Strategis April 2017 Ringkasan Indikator Strategis Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Perdagangan Internasional Kemiskinan & Rasio Gini Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI ACEH No.45/10/Th.XIX, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET 2017 No. 23/05/Th. VIII, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA MARET Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan Maret tercatat US$12,96 juta atau mengalami kenaikan sebesar 4,52 persen dibanding

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.44/09/Th.XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017 BPS PROVINSI ACEH No.19/5/Th.XX, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di beberapa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER-61/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-06.00.00-286/K/2001

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01 No. 71/12/34/Th.XVII, 1 Desember 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2015 SEBESAR 103,01 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada November 2015,

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

2008 No

2008 No LAPORAN PERKEMBANGAN HARGA : FEBRUARI 2008 2008 No.20.11.2.02.08 I. Inflasi bulan Februari 2008 sebesar 0,65% (m-t-m), sumbangan terbesar berasal dari kelompok bahan makanan sebesar 0,41% Perkembangan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester II Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XX, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/05/53/Th. XVIII, 4 Mei 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2015 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,21 PERSEN Pada April 2015, Nusa Tenggara Timur terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/04/53/Th. XX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2017 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,79 PERSEN Maret 2017 Nusa Tenggara Timur mengalami

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.52/12/Th.XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di

Lebih terperinci

BULAN DESEMBER 2009 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,10 PERSEN

BULAN DESEMBER 2009 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,10 PERSEN No. 01/01/14/Th. XI, 4 Januari 2010 BULAN DESEMBER 2009 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,10 PERSEN Dengan menggunakan tahun dasar 2007=100, pada bulan Desember 2009 Kota Pekanbaru mengalami deflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/02/53/Th. XVII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2014 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,42 PERSEN Pada 2014 terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 18/04/82/Th XVI, 03 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Maret 2017, KOTA TERNATE DEFLASI SEBESAR 0,31 PERSEN Pada Maret 2017, Kota Ternate mengalami deflasi sebesar 0,31 persen dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 23/05/82/Th XVI, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI April 2017, KOTA TERNATE INFLASI SEBESAR 0,36 PERSEN Pada April 2017, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,36 persen dengan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 28,28 JUTA ORANG Pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2017 No. 38/07/36/Th.XI, 3 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI NAIK 9,95 PERSEN MENJADI US$1.001,75 JUTA Nilai ekspor Banten naik 9,95 persen dibanding ekspor April,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/11/53/Th. XVII, 3 November 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2014 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI 0,14 PERSEN Pada Oktober 014, Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 28,55 JUTA ORANG Pada bulan September 2013, jumlah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/06/53/Th. XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MEI 2017 NUSA TENGGARA TIMUR INFLASI -0.01 PERSEN Mei 2017 Nusa Tenggara Timur mengalami deflasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Inflasi Bulan Januari 2017 Meningkat, Namun Masih

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/04/53/Th. XIX, 1 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2016 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,76 PERSEN Setelah mengalami deflasi di Februari 2016

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2015 SEBESAR 102,82

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2015 SEBESAR 102,82 No. 62/11/34/Th.XVII, 2 November 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2015 SEBESAR 102,82 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2015, NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI CQWWka BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 01/01/62/Th. X, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Desember 2015 di Kota Palangka Raya terjadi Inflasi sebesar 0,88 persen. Laju inflasi

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48 No. 23/04/34/Th.XVII, 1 April 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 99,48 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2016 No. 15/03/36/Th.X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2016 TURUN 6,81 PERSEN MENJADI US$683,74 JUTA Nilai ekspor Banten pada 2016 turun

Lebih terperinci

SELAMA BULAN MARET 2010 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,34 PERSEN

SELAMA BULAN MARET 2010 KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,34 PERSEN No. 12/04/14/Th. XI, 1 April SELAMA BULAN MARET KOTA PEKANBARU MENGALAMI DEFLASI SEBESAR 0,34 PERSEN Dengan menggunakan Tahun Dasar 2007=100, pada bulan Kota Pekanbaru mengalami deflasi (inflasi negatif)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA APRIL 2015 No. 02/06/Th. VI, 1 Juni 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA APRIL 2015 Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada bulan April 2015 tercatat US$ 13,91 juta atau mengalami penurunan sebesar 12,84

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI 2017 No. 52/09/36/Th.XI, 4 September PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI NAIK 29,23 PERSEN MENJADI US$990,19 JUTA Nilai ekspor Banten naik 29,23 persen dibanding ekspor

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65 No. 04/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Desember 2014, NTP

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71 No. 27/05/34/Th.XVII, 4 Mei 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 98,71 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada April 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2015 SEBESAR 100,79

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2015 SEBESAR 100,79 No. 17/03/34/Th.XVII, 2 Maret 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2015 SEBESAR 100,79 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Februari 2015, NTP

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2014 SEBESAR 102,05

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2014 SEBESAR 102,05 No. 19/04/34/TH.XVI, 1 April 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MARET 2014 SEBESAR 102,05 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Maret 2014, NTP Daerah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 01/09/53/Th. XVII, 1 September 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI AGUSTUS 2014 NUSA TENGGARA TIMUR DEFLASI 0,71 PERSEN Pada Agustus 2014, Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017 BPS PROVINSI ACEH No.27/6/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di beberapa

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36 No. 39/07/34/Th.XVII, 1 Juli 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2015 SEBESAR 100,36 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Juni 2015, NTP Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Pada periode 2011-2013,

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No.75/11/21/Th. III, 3 Nopember PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA TANJUNGPINANG BULAN OKTOBER DEFLASI 0,22 PERSEN Pada Bulan Oktober di Kota Tanjungpinang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 BPS PROVINSI ACEH No.06/02/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci