BAB III LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kenyamanan Termal American Society of Heating Refrigerating and Air Conditioning Engineering (ASHRAE) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai hasil pemikiran seseorang mengenai kepuasan terdadap keadaan termal di sekitarnya. 1 Oleh karena kenyamanan adalah suatu pemikiran, persamaan empiris harus digunakan untuk mengaitkan respon kenyamanan terhadap sambutan tubuh. Kenyamanan termal merupakan kepuasan yang dialami oleh seseorang manusia yang menerima suatu keadaan termal. Keadaan ini dapat dialami secara sadar ataupun tidak. Pemikiran suhu netral atau suhu tertentu yang sesuai untuk seseorang dinilai agak kurang tepat karena nilai kenyamanan bukan merupakan konsep yang pasti dan berbeda bagi setiap individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal antara lain: 1. Tingkat aktivitas (metabolisme dalam tubuh). Temperatur udara 3. Temperatur radian 4. Kadar kelembapan udara relatif 5. Kecepatan angin 1 Parsons, K.C., 003, Human Thermal Environment (London and New York: Taylor and Francis Group), hal 57.

2 3.. Suhu Udara (T) Pada umumnya, sistem sistem termoregulasi tubuh manusia selalu mencoba untuk mempertahankan kestabilan suhu internal (inti) tubuh sekitar 36,1 0 C hingga 37, 0 C (97 0 F hingga 99 0 F). Suhu inti harus selalu berada dalam interval tersebut untuk menghindari kerusakan tubuh dan performansi. Ketika pekerjaan fisik dilakukan, tambahan suhu tubuh akan terjadi. Jika ditambahkan keadaan yang tingkat kelembabannya tinggi terhadap suhu ambient, maka hasilnya akan mengarah pada kelelahan dan resiko kesehatan. Tubuh manusia mempertahankan keseimbangan panas tersebut dengan meningkatkan sirkulasi darah ke kulit, karena itu kita berkeringat pada hari panas. Ketika hari dingin, tubuh mereduksi sirkulasi darah ke kulit dan kita akan merasa sedikit hangat. Tubuh menghasilkan panas melalui metabolism dan pekerjaan fisik. Untuk menjaga keseimbangan panas internal, tubuh melakukan pertukaran panas dengan lingkungan dengan empat cara berikut ini. 1. Konveksi Proses ini tergantung pada perbedaan udara dan suhu kulit. Jika suhu udara lebih panas daripada kulit, maka kulit akan menyerap panas dari udara, yang dapat dikatakan berarti menambah panas ke tubuh. Akan tetapi, jika suhu udara lebih dingin daripada kulit, maka tubuh akan kehilangan panas.. Konduksi Proses ini berkaitan dengan perbedaan suhu dari kulit dan permukaan yang mengenai kontak langsung. Contoh, jika menyentuh sesuatu yang panas, maka Altwood, Dennis A, et.al., 004, Ergonomic Solutions for the Process Industries (United States: El Sevier), hal 11-1.

3 3. Radiasi Proses ini tergantung pada perbedaan temperature kulit dengan permukaan pada lingkungan. Contoh, berdiri di bawah pancaran sinar matahari akan membuat kita menerima radiasi dari matahari. Suatu penelitian dapat diperoleh bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat paling tinggi pada suhu sekitar 4 0 C sampai dengan 7 0 C Kecepatan Udara (v) Pergerakan udara melalui tubuh dapat mempengaruhi aliran panas dari suhu tubuh. Pergerakan udara akan bervariasi setiap waktu, ruang, dan arah. Gambaran kecepatan udara pada suatu titik dapat bervariasi dalam waktu dan intensitas. Penelitian terhadap respon manusia misalnya, ketidaknyamanan karena aliran udara menunjukkan pentingnya variasi kecepatan udara. Pergerakan udara (kombinasi dengan suhu udara) akan mempengaruhi tingkatan udara hangat atau keringat yang diambil dari tubuh, sehingga mempengaruhi suhu tubuh. Kecepatan angin adalah faktor terpenting dalam kenyamanan suhu. Sirkulasi udara yang tidak baik dalam ruangan tertutup akan menyebabkan kelelahan pada pekerja ataupun berkeringat. Pergerakan udara dapat meningkatkan heat stress melalui konveksi tanpa mempengaruhi suhu udara dalam ruangan. 3 3 Person,K.C, Op. Cit., h.14

4 3.4. Kelembaban (RH) Kelembaban relatif adalah perbandingan antara jumlah uap air pada udara dengan jumlah maksimum uap air di udara yang bisa ditampung pada suhu tersebut. Kelembaban relatif antara 40% hingga 70% tidak begitu berpengaruh terhadap thermal comfort. Pada ruangan kantor, biasanya kelembaban dipertahankan pada 40% sampai 70% karena adanya computer, sedangkan tempat kerja outdoor, kelembaban relatif mungkin lebih besar dari 70% pada hari yang panas. Lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif tinggi mencegah penguapan keringat dari kulit. Di lingkungan yang panas, kelembaban sangat penting karena semakin sedikit keringat yang menguap pada kelembaban tinggi Keseimbangan Panas Pengaturan suhu atau regulasi thermal adalah suatu pengaturan secara kompleks dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara produksi panas dengan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan. Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba atau rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Panas lingkungan yang semakin tinggi akan menyebabkan pengaruh yang semakin besar terhadap suhu tubuh, sebaliknya jika suhu lingkungan semakin rendah maka semakin banyak panas tubuh yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara suhu tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran masih seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun

5 kesehatan kerja. Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus diperhitungkan. Pengeluaran panas (heat loss) dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya berlangsung secara fisika. Permukaan tubuh dapat kehilangan panas melalui pertukaran panas secara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi air. Heat stress dapat terjadi pada kondisi panas yang diproduksi lebih besar daripada panas yang hilang. ASHRAE (1989) memberikan persamaan panas sebagai berikut: M W = (C + R + Esk) + (Cres + Eres). (1) Dimana: M W C R : Tingkat Produksi Energi Metabolisme : Tingkat Pekerjaan Mekanik : Tingkat Kehilangan Panas Konvektif dari Kulit : Tingkat Kehilangan Radiasi dari Kulit Esk : Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Total dari Kulit Cres : Tingkat Kehilangan Panas Konvektif dari Pernapasan Eres : Tingkat Kehilangan Penguapan dari Pernapasan Catatan bahwa: Esk = Erew + Edif () Dimana: Erew Edif : Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Kulit Melalui Keringat : Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Kulit Melalui Kelembaban Sebuah pendekatan praktis menganggap produksi panas didalam tubuh (M W), kehilangan panas pada kulit (C + R + E sk ) dikarenakan pernapasan (C res

6 E res ) dan kehilangan panas. Tujuan berikutnya adalah untuk mengukur komponen persamaan keseimbangan panas di dalam istilah-istilah parameter yang bisa ditentukan (diukur atau ditaksir). Produksi panas di dalam tubuh di hubungkan kepada aktivitas seseorang. Umumnya, oksigen dibawa ke dalam tubuh (menghirup udara) dan dibawa melalui darah ke sel - sel tubuh, dimana digunakan untuk membakar makanan. Kebanyakan energi yang dilepaskan berkenaan dengan panas bergantung pada aktivitas dan beberapa pekerjaan ekternal yang dilakukan. Hal ini dijelaskan pada persamaan 3 sebagai berikut: C + R =. (3) Dimana: f cl : Faktor arean pakaian. Area permukaan tubuh yang ditutupi pakaian f cl dibagi dengan area permukaan tubuh yang terbuka tanpa pakaian. R cl : Daya tahan panas pakaian. t 0 : Suhu operatif ( 0 C) t sk : Suhu kulit rata rata ( 0 C) h c : 8,3 v 0,6 untuk 0, < v < 4,0 h c = 3,1 untuk 0 < v < 0, Dimana v adalah kecepatan udara (m/s - )

7 A Simple Clothing Model Menjaga keseimbangan panas tubuh yang mengalir ke kulit, hal yang harus dilakukan antara lain adalah: menentukan suhu kulit melalui perpindahan ke permukaan pakaian, menentukan suhu pakaian dan suhu lingkungan luar. Oleh karena itu, tubuh harus menjaga keseimbangan panas dimana panas akan mengalir keluar dari tubuh sampai mencapai kesetimbangan suhu tubuh, suhu kulit dan suhu pakaian dalam suhu lingkungan 4. Nilai untuk insulisasi panas (I clo ) untuk setiap jenis pakaian dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (I clo ) untuk Setiap Jenis Pakaian Jenis Pakaian Insulisasi Panas (I clo ) Pakaian Dalam Celana Dalam 0,3 Celana Dalam Berkaki Panjang 0,10 Singlet 0,04 Kaos 0,09 Kemeja Berlengan Panjang 0,1 Celana Dalam dan Bra 0,03 Kemeja/Blus Lengan Panjang 0,15 Tebal, Lengan Panjang 0,0 4 Parson,K.C, Op.Cit. hal 158.

8 Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (I clo ) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan) Jenis Pakaian Insulisasi Panas (I clo ) Normal, Lengan Panjang 0,5 Kemeja Planel, Lengan Panjang 0,30 Blus Tipis, Lengan Panjang 0,15 Celana Pendek 0,06 Tebal 0,0 Normal 0,5 Gaun/Rok Rok Tipis (Musim Panas) 0,15 Gaun Tebal (Musim Dingin) 0,5 Gaun Tipis, Lengan Pendek 0,0 Gaun Musim Dingin, Lengan Panjang 0,40 Boiler Suit 0,55 Baju Hangat Rompi Berlengan 0,1 Baju Hangat Tipis 0,0 Baju Hangat 0,8 Baju Hangat Tebal 0,30 Jaket Jaket Musim Panas 0,5

9 Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (I clo ) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan) Jenis Pakaian Insulisasi Panas (I clo ) Jaket 0,35 Blazer 0,30 Insulisasi Tinggi, fibre-pelt Boiler Suit 0,90 Celana 0,35 Jaket 0,40 Rompi 0,0 Pakaian Luar Mantel 0,60 Jaket 0,55 Parka 0,70 Keseluruhan fiber-pelt 0,55 Lain Lain Kaus Kaki 0,0 Kaus Kaki Tebal Sepanjang Pergelangan Kaki 0,05 Kaus Kaki Tebal Panjang 0,10 Stoking Nilon 0,03 Sepatu (bersol tipis) 0,0 Sepatu (bersol tebal) 0,04 Sepatu Bot 0,10

10 Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (I clo ) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan) Jenis Pakaian Insulisasi Panas (I clo ) Sarung Tangan 0,05 Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyerapan panas. Nilai Bilangan Serap dapat dilihat pada Tabel 3.. Tabel 3.. Bilangan Serap No. Warna α 1 Hitam Merata 0,95 Pernis Hitam 0,9 3 Abu Abu Tua 0,91 4 Pernis Biru Tua 0,91 5 Cat Minyak Hitam 0,90 6 Cokelat Tua 0,88 7 Abu Abu Biru Tua 0,88 8 Biru/Hijau Tua 0,88 9 Cokelat Medium 0,84 10 Pernis Hijau 0,79 11 Hijau Medium 0,59 1 Kuning Medium 0,58

11 Tabel 3.. Bilangan Serap (Lanjutan) No. Warna α 13 Hijau/Biru Medium 0,57 14 Hijau Muda 0,47 15 Putih Agak Mengkilap 0,30 16 Putih Mengkilap 0,5 17 Perak 0,5 18 Pernis Putih 0,1 Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons 3.6. Parameter Tekanan Panas Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai berikut (Suma mur, 1996) : 1. Suhu efektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk menyempurnakan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effektive Temperature Scale). Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme.. Indeks suhu bola basah, (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumusanrumusan sebagai berikut:

12 ISBB : 0,7 x Suhu Basah + 0, x Suhu Radiasi + 0,1 x Suhu Kering (Untuk pekerjaan dengan radiasi matahari). ISBB : 0,7 x Suhu Basah + 0,3 x Suhu Radiasi (Untuk pekerjaan dengan radiasi matahari). Prosedur pengukuran ISBB: 1. Pastikan globe temperatur bersih dan berikan sedikit air pada bagian pengukur temperatur basah.. Tempatkan QuesTemp pada tempat kerja yang akan diukur kurang lebih 3,5 kaki (±1,1m) dari permukaan tanah. 3. Hidupkan QuesTemp, dan diamkan selama 10 menit sebelum membaca nilai temperatur globe untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Berdasarkan nilai ISBB rata-rata yang diterima oleh pekerja, maka dapat dilihat ISBB dengan nilai ambang batas ISBB berdasarkan SNI pada Tabel 3.3. Tabel Nilai Ambang Batas Ketetapan Proporsi Work-Idle Beban Kerja Work Idle Ringan Sedang Berat 100% 0& 30,0 o C 6,7 o C 5,0 o C 75% 5% 30,6 o C 8,0 o C 5,9 o C 50% 50% 31,4 o C 9,4 o C 7,9 o C 5% 75% 3, O c 31,1 o C 30,0 o C sumber: SNI Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/51/MEN/1999, tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja dapat dilihat pada Tabel 3.4. sebagai berikut:

13 Tabel 3.4. Nilai Ambang Batas Sesuai Dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep/51/51/MEN/1999 Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) Pengukuran Waktu Kerja Setiap Jam Beban Kerja Ringan Sedang Berat Waktu Kerja Waktu Istirahat 30 6,7 5 Beban Kerja Terus Menerus (8 Jam/Hari) , ,4 9,4 7, , 31, Sumber: Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-/MEN/ Heat Stress Index (HSI) Heat stress index dirumuskan oleh Belding and Hatch (1955). Efek pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting pada lingkungan panas,untuk keseimbangan panas. Maka dari itu, Belding dan Hatch mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuranpengukuran suhu kering dan basah, suhu globe termometer, kecepatan aliran udara, produksi panas akibat kegiatan dalam pekerjaan (Suma mur P.K., 1996:86). HSI = (E req /E max ) x 100%... (5)

14 Berikut adalah arti tentang HSI yang ditunjukkan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Arti Rentang Nilai HSI HSI Efek Paparan Selama 8 Jam Pengaruh Terhadap Pekerja -0 Tekanan dingin yang ringan Pemulihan dari paparan panas 0 Tidak terjadi tekanan panas Tidak ada Terjadi tekanan panas, dari tingkat sangat berat Ancaman kesehatan bagi pekerja yang tidak layak, aktimilasi dibutuhkan Terjadi tekanan panas, dari tingkat Pemilihan selektif pekerja yang sangat berat 100 Tekanan panas maksimal harian Dapat ditoleransi apabila fit, aktimilasi pada pekerja muda > 100 Waktu paparan terbatas Temperatur inti tubuh meningkat Sumber: Neville Stanton & Auliciems, Andris and Steven V. Szokolay 5. Required Sweat Rate (SWreq) Bentuk dasar indeks ini dari ISO 7933 (1989). Indeks ini merupakan pengembangan dari dua indeks tekanan panas yaitu HSI dan ITS dan indeks ini dihitung untuk keseimbangan panas (Vogtet, 1981). Required Sweat Rate (SWreq) dapat dihitung sebagai berikut: S req = E req/ R req. (6)

15 3.7. Effective Temperature (ET) 5 Temperatur efektif didefinisikan sebagai temperatur dari udara jenuh dalam keadaan diam atau mendekati diam (0,1 m/s), pada keadaan tidak ada radiasi panas akan memberikan perasaan kenyamanan termal yang sama dengan kondisi udara yang dimaksud. Konsep temperatur efektif berdasarkan asumsi bahwa kombinasi dari temperatur udara, kelembaban udara dan kecepatan udara dapat menimbulkan kondisi termal yang sama (Yan Straaten,1967). Formula untuk menghitung Effective Temperature (ET) adalah: ET = DBT 0,4 (DBT 10) (1 RH/100) dalam 0 C. NASA CR mengkaitkan nilai ET (Effective Temperature) dengan persentasi kehilangan output dan persentasi kehilangan akurasi, dimana kaitan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Kaitan Effective Temperature (ET) dengan Loss In Output dan Loss In Accuracy Effective Temperature ( 0 F) Loss In Output Loss In Accuracy 75 3% Negligible 80 8% 5% 85 18% 40% 90 9% 300% 95 45% 700% 100 6% >> % ->> Sumber: NASA CR Auliciems, Andris and Steven V. Szokolay. Ibid., hal.

16 Hasil penelitian NASA CR menunjukkan bahwa ketika temperatur meningkat lebih dari 85 0 F, output akan berkurang 18% dan akurasi lost output akan meningkat secara tak pasti dari 40%. Kehilangan produktivitas akibat temperatur tinggi dapat didokumentasikan sendiri dari hasil produksi yang didapat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode Effective Temperature (ET) dapat digunakan untuk menghitung peningkatkan/penurunan produktivitas dalam bentuk persentasi loss in output Penilaian Beban Kerja Fisik Penilaian beban kerja dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung Penilaian Beban Kerja Secara Langsung Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk dikonsumsi. Meskipun metode pengukuran asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang mahal. Kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi suhu tubuh dan denyut jantung dapat dilihat pada Tabel Tarwaka, dkk Ergonomi untuk Keselamatan, kesehatan kerja dan Produktivitas. hal

17 Tabel 3.7. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Kategori Beban Kerja Konsumsi Oksigen (1/min) Tubuh, dan Denyut Jantung Ventilasi Paru (1/m) Suhu Rektal ( o C) Denyut Jantung (denyut/min) Ringan 0,5 1, , Sedang 1,0 1, ,5 38, Berat 1,5, ,0 38, Sangat Berat,0, ,5 39, Sangat Berat Sekali,5 4, > 39 > 175 Sumber: Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas Penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi kudratis sebagai berikut: Y = 1, ,09038 X + 4, X..(7) Y = Energi (kkal/menit) X = Kecepatan denyut jantung (denyut/menit) Kategori beban kerja berdasarkan konsumsi energi adalah sebagai berikut: Beban kerja ringan : kkal/jam Beban kerja sedang : > kkal/jam Beban kerja berat : > kkal/jam Penilaian Beban Kerja Secara Tidak Langsung Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain dengan metode 10 denyut (Kilbon,

18 199) dimana dengan metode ini dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut: Denyut Jantung (denyut/menit) = x 60 (8) Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga tidak diperlukan peraltan yang mahal serta hasilnya pun cukup reliabel dan tidak menganggu ataupun menyakiti orang yang diperiksa. Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yaitu: 1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai.. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja. 3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan denyut nadi kerja. Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting didalam peningkatan cardia output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum oleh Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (004:101) didefinisikan sebagai Heart Rate Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut. %HR Reserve = x 100%...(9)

19 Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah: (0 umur) untuk laki-laki dan (00 umur) untuk perempuan Lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi beban kerja bedasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = % CVL) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: %CVL = x 100%...(10) Hasil dari perhitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan yang ditunjukkan pada Tabel 3.8. sebagai berikut: Tabel 3.8. Klasifikasi Berat Ringan Beban Kerja Berdasarkan % CVL % CVL Klasifikasi % CVL < 30 % Tidak terjadi kelelahan 30 % - 60 % Diperlukan perbaikan 60 % - 80 % Kerja dalam waktu singkat 80 % % Diperlukan tindakan segera > 100% Tidak diperbolehkan aktivitas Sumber: Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas 3.9. Teori Mengenai Uji Korelasi Jika data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel, ialah berapa kuat hubungan antara variabel-variabel itu terjadi, dalam kata-kata lain, perlu ditentukan derajat hubungan antara variabel-variabel. Studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-variabel dikenal dengan nama analisis korelasi. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan, terutama

20 untuk data kuantitatif, dinamakan koefisien korelasi. 7 Analisis korelasi sukar untuk dipisahkan daripada analisis regresi. Secara umum, untuk pengamatan yang terdiri atas dua variabel X dan Y. Misalkan persamaan regresi linier Y dan X, tidak perlu harus linier yang dihitung dari sampel berbentuk Y = f (X). Jika regresinya linier, jelas f(x) = a + bx dan jika parabola kuadratik f(x) = a + bx + cx dan seterusnya. Apabila Y menyatakan rata rata untuk variable Y, maka dapat membentuk jumlah kuadrat total, JK tot = dan jumlah kuadrat residu JK res = dengan menggunakan harga harga Y i yang didapat dari regresi Y = f(x). Besaran yang ditentukan oleh rumus: I =. (11) atau I =.(1) Dinamakan indeks determinasi yang mengukur derajat hubungan antara variabel X dan Y, apabila antara X dan Y terdapat hubungan regresi berbentuk Ý = f(x). Indeks determinasi ini bersifat bahwa jika titik-titik diagram pencar letaknya makin dekat kepada garis regresi, maka harga I makin dekat kepada satu. Sebaliknya jika titik-titik itu makin jauh dari garis regresi, atau tepatnya terdapat garis regresi yang tuna cocok, maka harga I makin dekat kepada nol. Secara umum berlaku 0. Koefisien korelasi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : r xy =..(13) 7 Sudjana Metode Statistika.Bandung : Penerbit Tarsito. Hal

21 Keterangan : n = jumlah data r = koefisien korelasi Hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol (Ho) yang mana diterima atau ditolaknya hipotesis tersebut tergantung dari hasil percobaan. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) merupakan hipotesis yang mengandung rumusan dengan aplikasi alternatif di dalamnya, sehingga apabila salah satu hipotesis diterima akan menyebabkan penolakan terhadap hipotesis lainnya. Hipotesis alternatif adalah hipotesis tandingan yang merupakan penelitian dari peneliti. Hipotesis ini mengandung pengertian hubungan dan bukan pengertian lebih atau kurang dari, maka pengujian signifikan dari koefisien korelasi tersebut pengujian-pengujian pihak dengan hipotesis sebagai berikut : 1. Analisis koefisien korelasi Digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel X dan variabel Y atau Ґ, dengan menggunakan pendekatan koefisien korelasi person. Nilai koefisien korelasi berkisar antara 1 sampai dengan 1 yang berkriteria pemanfaatannya sebagai berikut : a. Jika nilai r > 0, artinya terjadi hubungan positif. Semakin besar nilai variabel bebas maka semakin besar pula nilai variabel terikatnya.

22 b. Jika nilai r < 0, artinya terjadi hubungan linear negatif. Semakin besar nilai variabel bebas semakin kecil nilai variabel terikatnya. c. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel bebas dan variabel terikat. d. Jika nilai r = 1 atau r = -1, artinya telah terjadi hubungan yang sempurna yaitu berupa garis lurus. Untuk r yang semakin mengarah ke 0, garis semakin tidak lurus Kuesioner Kuesioner ialah suatu bentuk instrument pengumpulan data dalam format pertanyaan tertulis yang dilengkapi dengan kolom dimana responden akan menuliskan jawaban atas pertanyaan yang diarahkan kepadanya. 8 Perancangan kuesioner yang baik perlu dipahami prinsip-prinsip yang terkait dengan cara penulisan pertanyaan (wording of quetions), cara pengukuran yaitu mengkatagorikan, membuat skala dan mengkodekan (catagorized, scaled and coded) jawaban dari responden dan kerapian (general appearance) kuesioner tersebut Validitas Data Validitas data ialah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber 8 Sukaria Sinulingga. Metode Penelitian. (Cet III, Medan: USU Press, 013), hal

23 data. 9 Data yang valid akan diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga valid. Beberapa literatur membedakan validitas instrumen atas dua tipe yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat keakurasian rancangan penelitian. Rancangan penelitian yang baik termasuk rancangan pengumpulan data akan dapat mengidentifikasi sumber data yang tepat dan alat/instrumen pengumpulan data yang juga tepat. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian jika dilakukan generalisasi dan diterapkan pada populasi dari mana data penelitian diambil. Salah satu cara yang umum yang digunakan untuk menguji validitas instrumen ialah melalui analisis korelasi (correlational analysis). Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment yang dikembangkan oleh Pearson, yaitu sebagai berikut: r xy =.(14) Dimana: r = koefisien korelasi antara X dan Y = Skor variabel independen X = Skor variabel independen Y 9 Ibid., h. 9-33

24 Reabilitas Reliabilitas sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan menggunakan instrumen tersebut. 10 Terdapat dua ukuran yang umum digunakan untuk mengetahui derajat reliabilitas atau kehandalan instrumen pengumpulan data, yaitu stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen. Stabilitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan derajat kestabilan instrumen terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan instrumen tersebut artinya jika instrumen tersebut digunakan dalam pengukuran variabel yang sama dalam waktu yang berbeda dan memberikan hasil yang sama maka dikatakan stabilitas instrumen tersebut cukup baik. Konsistensi internal instrumen memberikan indikasi homogenitas item dalam pengukuran dalam arti seberapa jauh instrumen tersebut menjadikan item-item yang diukur secara bersama-sama menjadi sebuah set dan secara independen menjadi bagian yang berarti terhadap keseluruhan. Pengujian reliabilitas pada umumnya dikenakan untuk pengujian stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen. Pengujian terhadap kedua karakteristik dari instrumen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode. Untuk pengujian stabilitas instrumen terdapat dua macam uji yaitu test-retest reliability dan parallel-form reliability. Pengukuran konsistensi internal instrumen pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interitem consistency reliability dan split-half reliability. Salah satu alat test yang sering digunakan 10 S ukaria Sinulingga, op cit, h

25 dalam pengujian konsistensi internal instrumen ialah Koefisien Alpha Cronbach. Koefisien Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen yang pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu. Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien tersebut ialah : dimana,.(15) k σb σl = jumlah butir pertanyaan = varians butir pertanyaan = varians total butir pertanyaan Antropometri Definisi Antropometri Istilah antropometri berasal dari anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Secara definitif, antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. 11 Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan sebagainya) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Tempat kerja yang baik dalam artian sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia dapat diperoleh apabila ukuran-ukuran dari tempat kerja tersebut sesuai dengan tubuh manusia 11 Wignjosoebroto, Sritomo Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Bandung : Guna Widya. Hal:60-69

26 dan hal-hal yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia dipelajari dalam antropometri Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah: 1. Umur Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 0 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (197) di USA diperoleh kesimpulan bahwa lakilaki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 1 tahun, sedangkan wanita 17 tahun. Meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 3 tahun (laki-laki) dan 1 tahun (wanita). Setelah itu, tidak akan terjadi lagi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.. Jenis Kelamin (Sex) Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul dan sebagainya.

27 3. Suku Bangsa (Etnis) Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya. 4. Posisi Tubuh Sikap (postur) ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal cara pengukuran yaitu pengukuran dimensi struktur tubuh dan pengukuran dimensi fungsional tubuh. 5. Cacat Tubuh Cacat tubuh dapat mempengaruhi perubahan dimensi antropometri. Data antropometri ini diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat, misalnya kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain. 6. Tebal/Tipisnya Pakaian yang Dikenakan Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. 7. Kehamilan (Pregnancy) Kondisi semacam ini jelas mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusu terhadap produkproduk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.

28 Antropometri Statis (Struktural) Istilah lain dari pengukuran tubuh dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna) dikenal dengan antropometri statis. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil tertentu seperti 5-th dan 95-th persentil. Contoh antropometri statis adalah posisi tubuh saat duduk orang duduk di kursi Antropometri Dinamis (Fungsional) Antropometri dinamis adalah pengukuran yang dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Berbeda dengan antropometri statis yang mengukur tubuh dalam posisi tetap/statis, maka cara pengukuran kali ini dilakukan pada saat tubuh melakukan gerakan-gerakan kerja atau dalm posisi yang dinamis. Antropometri dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja. Contoh antropometri dinamis adalah perancangan kursi mobil dimana di sini posisi tubuh pada saat melakukan gerakan mengoperasikan kemudi, tangkai pemindahan persneling, pedal dan juga jarak

29 antara kepala dengan atap maupun dashboard harus menggunakan data antropometri dinamis Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini: 1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi sasaran produk, yaitu: a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya. b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada). Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara: a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

30 b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri Jenis pengukuran antropometri statis biasanya dilakukan dalam dua posisi yaitu posisi berdiri dan duduk di kursi. 1 Alat ukur yang harus digunakan untuk mengukur antropometri adalah antropometer. Terdapat beberapa dimensi tubuh yang akan diukur yaitu: a. Tinggi Popliteal (TPo) Diukur jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha. b. Lebar Pinggul (LP) Subjek duduk tegak, diukur jarak horisontal dari bagian terluar pinggul sisi kiri sampai bagian terluar pinggul sisi kanan. c. Jangkauan Tangan (JT) Diukur jarak horisontal dari punggung samping ujung jari tengah dan subjek berdiri tegak dengan betis, pantat dan punggung merapat ke dinding, tangan direntangkan secara horisontal ke depan. d. Rentangan Tangan (RT) Diukur jarak horisontal dari ujung jari terpanjang tangan kiri samping ujung jari terpanjang tangan kanan. Subjek berdiri tegak dan kedua tangan direntangkan horisontal ke samping sejauh mungkin. 1 Tarwaka, op cit, hal

31 e. Tinggi Siku Duduk (TSD) Diukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut siku-siku dengan lengan bawah. f. Tinggi Bahu Duduk (TBD) Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung tulang baju yang menonjol pada saat duduk tegak Lattice Sampling Lattice sampling merupakan cara pengambilan sampel dengan menetapkan area secara equally spaced (bagian yang sama). 13 Sebagai contoh, dalam pembahasan diketahui gudang simpan kemas dengan ukuran 35 x 0 x 10 m, membagi tinggi 4 (empat) lapisan antar lapisan yaitu,5 m, panjang 7 (tujuh) lapisa antar lapisan yaitu 5 m dan lebar 4 (empat) lapisan antar lapisan yaitu 5 m. Sedangkan untuk penentuan titik sampelnya dilakukan pada setiap lapisan dengan menetapkan 10 titik pengukuran. Penentuan titik ini dinamakan lattice data. Dimana pada lattice data ini, data yang diambil merupakan jenis data yang mewakili area tertentu yang sudah jelas batasannya. 13 David Abbey. E Some Estimators of Sub Universe Means for Use with Lattice Sampling. University of California. Los Angels. Hal. 406.

32 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Pacific Palmindo berlokasi di Jl. Pulau Pini Kawasan Industri Medan II (KIM-MABAR). Penelitian dilakukan pada bulan Desember Jenis Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah penelitian survei, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih sehingga mendapatkan keterkaitan faktor - faktor lingkungan fisik termal tersebut dengan ketidaknyamanan operator Objek Penelitian Objek yang diamati adalah data suhu ruangan kecepatan angin, denyut nadi operator, dan pengukuran antropometri tubuh operator Variabel Penelitian Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen 14 Sukaria Sinulingga. Metode Penelitian. (Cet III, Medan: USU Press, 013), hlm. 31.

33 Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah: a. Suhu Udara Berfokus pada suhu udara pada area operator Quality Control. b. Kecepatan Angin c. Kelembaban d. Suhu Basah e. Suhu Kering f. Suhu Bola g. Suhu Tubuh h. Clo Resistance. Variabel Dependen Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah: a. Energi Ekspenditur b. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) c. Heat Stress Index (HSI) d. Effective Temperature (ET) 3. Variabel Intervening Variabel intervening merupakan variable yang mempengaruhi hubungan antara Variabel Independen dan Variabel Dependen, yaitu: a. Denyut Nadi b. Kondisi Psikologis c. Layout Lantai Produksi 4.5. Kerangka Konseptual Penelitian

34 Suatu penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedianya sebuah perancangan kerangka berpikir yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. Kelembaban Antropometri Kecepatan Udara Suhu Kering Suhu Basah ISBB Presentasi Jam Kerja Untuk Istirahat Operator Perancangan Fasilitas Kerja Penurunan Stress Pada Operator Suhu Globe Denyut Nadi Operator Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian 4.6. Definisi Operasional Definisi-definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kelembaban relatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kandungan uap air dalam campuran air-udara dalam fase gas. Kelembaban relatif dari suatu campuran air-udara didefinisikan sebagai rasio dari tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut.. Suhu kering (dry bulb) atau suhu udara merupakan suhu yang tidak dipengaruhi oleh uap air yang ada. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer yang terlindungi dari radiasi dan uap air.

35 3. Suhu basah (wet bulb) adalah suhu yang didapat apabila udara didinginkan pada tekanan konstan sampai jenuh (100% kelembaban) suhu basah diukur dengan termometer yang diselubungi dengan kain basah. Proses penguapan terjadi dengan absorpsi kalor laten, sehingga suhu tabung basah selalu lebih rendah dari suhu tabung kering. 4. Suhu bola (globe) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola. 5. Clo resistance adalah besaran untuk resistensi pakaian terhadap panas. 7. ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu udara basah, dan suhu bola. 9. HSI (Heat Stress Index) adalah perbandingan kebutuhan pendinginan evaporasi untuk menjaga keseimbangan panas terhadap pendinginan evaporasi maksimum dari kondisi lingkungan fisik yang digunakan. 10. ET (Effective Temperature) merupakan kombinasi dari suhu kering dan kelembaban udara. ET juga didefinisikan sebagai suhu atmosfir yang masih jenuh, tanpa adanya radiasi, yang akan menghasilkan efek yang sama seperti suasana yang bersangkutan Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Thermo-Hygrometer, berfungsi untuk mengukur kelembaban relatif suhu ruangan.

36 Gambar 4.. Thermo-Hygrometer Spesifikasi: a. Rentangan Temperatur: 40 0 C 70 0 C (40 0 F F) b. Temperatur Kelembaban: 0%RH 90RH c. Akurasi Temperatur: ± 1 0 C (1,8 0 F) d. Akurasi Kelembaban : ± 5% RH d. Resolusi: 1%RH, 0,1 0 C/F e. Pengambilan Sampel: Kali/Detik f. Tenaga: *AAA 1,5V Battery. Black Globe Thermometer, berfungsi untuk mengukur suhu globe, suhu basah, dan suhu kering.

37 Gambar 4.3. Black Globe Thermometer Spesifikasi: a. Akurasi Temperatur Udara: ± 6 % b. Akurasi Temperatur: a. Dalam Ruangan: 15 0 C C b. Di luar Ruangan: 15 0 C C c. Akurasi Temperatur WBGT: ± % d. Tenaga: Baterai AAA e. Ukuran Bola Hitam: 40mm d. Rentangan Operasi : 0 0 C-50 0 C 3. Anemometer, berfungsi untuk mengukur kecepatan angin. Gambar 4.4. Anemometer

38 Spesifikasi: a. Temperatur Udara: 0 0 C C b. Sensor alat: 1, meter c. Akurasi: ±5% d. Masa Baterai: 5 Jam e. Berat: 160 gram termasuk baterai 4. Automatic Blood Pressure, berfungsi untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi. Gambar 4.5. Automatic Blood Pressure Spesifikasi: a. Akurasi: ±5% b. Masa Baterai: 50 kali pengukuran c. Berat: 400 gram termasuk baterai d. Ukuran baterai: AA R6 5. Termometer Tubuh, berfungsi untuk mengukur suhu tubuh

39 Gambar 4.6. Termometer Telinga Spesifikasi: a. Nama : Instant Ear Thermometer b. Tegangan : 3 VDC c. Catu daya : 0,05 W d. Sensor : THERMOPILE SENSOR : THERMOPILE e. Ketelitian : 35 0 C - 4,5 0 C f. Suhu Lingkungan: 15 0 C C g. Kelembaban Relatif: 35% - 80% 6. Kuesioner pribadi (personal questionnairre) yang berfungsi untuk mendapatkan informasi-informasi pribadi operator mengenai kondisi psikologis termal operator.

40 Gambar 4.7. Kuesioner Penelitian Lingkungan Thermal

41 4.8. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yang diawali dengan melakukan identifikasi masalah hingga menghasilkan kesimpulan. Tahapantahapan tersebut meliputi: 1. Identifikasi masalah Identifikasi masalah merupakan langkah pertama yang dilakukan saat penelitian berlangsung sehingga dapat mengangkat permasalahan secara jelas dan terarah.. Studi literatur Kajian literatur merupakan bagian dari studi yang bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisa data sekunder dari instansi terkait, hasil penelitian, jurnal, dan literatur lain. 3. Perumusan masalah Perumusan masalah menjabarkan kembali inti dari permasalahan yang teridentifikasi kemudian menuangkannya ke dalam satu lingkup permasalahan yang spesifik. 4. Perumusan tujuan penelitian Penentuan tujuan penelitian sebagai acuan untuk mengarahkan dan menentukan hasil akhir penelitian. 5. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif, baik yang berupa data primer maupun data sekunder.

42 Tahapan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.8 Mulai Perumusan Masalah Pengukuran tingkat kesalahan operator boiler PT Pacific Palmindo Industri Studi Lapangan 1. Mengamati Kondisi Lapangan. Mengukur suhu udara, kecepatan angin dan denyut nadi operator 3. Informasi pendukung Studi Literatur 1. Teori Buku. Referensi Jurnal Penelitian 3. Langkah-langkah Pengukuran Identifikasi Masalah Awal Adanya Paparan Panas dan Fasilitas Kerja yang Kurang Memadai Sehingga Menurunkan Peformansi Operator Pengolahan Data Menggunakan Metode Indeks Suhu Bola Basah untuk menentukan Heat Stress Indeks (HSI) dan Menggunakan pendekatan Antropometri untuk merancang fasilitas kerja operator Analisis Pemecahan Masalah Analisis dan Evaluasi Usulan ruang Quality Control Kesimpulan dan Saran SELESAI Gambar 4.8. Tahapan Proses Penelitian 4.9. Pengumpulan Data Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua sebagai berikut.

43 1. Data Primer. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung menggunakan instrument (alat ukur). Data primer pada penelitian ini terdiri dari: Kuesioner Paparan panas yang dirasakan operator, Suhu Udara, Kecepatan Angin, Denyut Nadi Operator, Clo Resistance Pekerja, kuesioner hasil pengisian operator terhadap kenyamanan termal, Antropometri operator, Jumlah jam kerja dan jam istirahat operator.. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan mengambil dari dokumen perusahaan. Data sekunder pada penelitian ini terdiri dari: jumlah operator dan data mesin Metode Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Teknik observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan pada perusahaan secara langsung untuk mengetahui proses bisnis yang dijalankan oleh perusahaan dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan terkait dengan penelitian. Observasi yang dilakukan antara lain melakukan pengukuran Suhu Basah, Suhu Kering dan Suhu Globe menggunakan metode Lattice Sampling.. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara pada pihak-pihak terkait di perusahaan sesuai dengan kebutuhan penelitian. 3. Teknik kepustakaan (studi literatur), yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari teori-teori dari buku dan mencari informasi dari jurnal yang

44 berkaitan dengan pemecahan masalah sesuai dengan permasalahan pada perusahaan. 4. Pengukuran Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe menggunakan metode Lattice Sampling Metode Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan dimulai dengan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas untuk menilai apakah responden konsisten menjawab atau tidak. Kemudian, diukur suhu ruangan, Kecepatan Angin dan Denyut Nadi Operator. Setelah itu, dengan metode Indeks Suhu Bola Basah ditentukan Heat Stress Indeks (HSI) sehingga akan dapat diusulkan untuk merancang fasilitas untuk mereduksi Heat Stress Indeks (HSI), untuk merancang fasilitas kerja operator digunakan antopometri statis Analisis Pemecahan Masalah Analisis pemecahan masalah berawal dari analisa nilai dari tingkat kesalahan operator dan kemudian diberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan produktivitas kinerja operator dengan merancang fasilitas agar lingkungan kerja operator menjadi lebih nyaman dan tidak melebihi ambang batas Instalasi Peralatan Pengukuran di Lantai Produksi Pengukuran indikator lingkungan fisik termal dilakukan pada 5 titik yang berbeda di setiap lantai produksi. Dinding yang digunakan adalah dinding batu

45 bata dengan tebal 10 cm, dinding ini mampu menahan panas maksimum,3 jam Penetuan titik pengukuran dilakukan menggunakan metode lattice sampling. Ukuran departemen Quality Control adalah 15 m (x), 10 m (y), dan 3 m (z). Lebar (x) dibagi menjadi 5 bagian dengan jarak antar bagian 3 meter, panjang (y) dibagi menjadi 5 bagian dengan jarak m dan tinggi titik pengukuran diambil pada ketinggian 1,5 m. Sehingga didapat pertemuan antara baris (x) dan kolom (y) masing-masing sebanyak sebanyak 3 dan 4 buah, maka 3x4 = 1 titik dengan penambahan 1 titik di pintu masuk bagian departemen quality control. Sehingga jumlah titik pengukuran ditetapkan sebanyak 13 titik. Letak titik-titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4.9. Gambar 4.9. Layout dan Titik Pengukuran dengan Menggunakan Metode Lattice Sampling

46 BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1. Heat Loss Pengukuran Heat Loss data terbagi menjadi dua bagian, yaitu kondisi termal dan kondisi fisik pekerja. Kondisi termal diukur pada waktu jam kerja operator, yaitu dari pukul hingga dengan jam istirahat pukul 1.00 hingga Pengambilan data kondisi termal ini dilakukan selama seminggu (enam hari kerja) dan setiap satu jam sekali. Akan tetapi, data yang ditampilkan merupakan data rata rata yang telah diukur dalam seminggu. Hal ini berarti banyaknya data yang ditampilkan hanyalah 7 buah untuk setiap jam Data Kecepatan Angin Kecepatan angin juga diukur pada 13 titik yang telah ditentukan sebelumnya pada lantai produksi. Data kecepatan angin yang ditampilkan adalah kecepatan angin di lantai produksi dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Data Kecepatan Angin di Ruang Quality Control Waktu (WIB) Kecepatan Angin (m/s) Titik 1 Titik , 1,5 1, 1,5 1,3 1,8 1,3 1, 1, 1, ,15 1,1 1,15 1,1 1,16 1, 1, 1,15 1,15 1, , 1, 1,3 1,6 1, 1,18 1, 1, 1, 1, , 1,5 1,4 1, 1, 1, 1,18 1, 1, 1, ,5 1,5 1, 1,5 1,5 1, 1,5 1,5 1,5 1, , 1,1 1,6 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, , 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, ,15 1,5 1,8 1,15 1,15 1,15 1,5 1,15 1,15 1, , 1, 1,15 1,18 1, 1,5 1, 1, 1, 1, Rata-rata 1,197 1, 1,14 1,11 1,011 1,11 1,14 1,197 1,197 1,1967

47 Tabel 5.1. Data Kecepatan Angin di Ruang Quality Control (Lanjutan) Waktu (WIB) Kecepatan Angin (m/s) Titik 3 Titik ,17 1,13 1, 1,4 1, 1, 1,3 1,19 1, 1, ,18 1,14 1,18 1,15 1,1 1,19 1,19 1,1 1,15 1, ,3 1,18 1,8 1, 1,6 1, 1, 1, 1,3 1, ,14 1,3 1,18 1, 1, 1, 1,5 1,4 1,4 1, , 1, 1,5 1,5 1,7 1,3 1,5 1,5 1, 1, ,5 1, 1, 1, 1, 1, 1,14 1, 1,6 1, , 1,1 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, ,8 1, 1,1 1,19 1,15 1,15 1,5 1,15 1,8 1, ,7 1,5 1, 1, 1,18 1, 1, 1, 1,15 1, Rata-rata 1,16 1,196 1,13 1,06 1, 1,199 1,1 1,196 1,14 1,196 Titik 5 Titik ,7 1,1 1,3 1, 1,5 1,3 1, 1,7 1, 1, ,15 1,4 1, 1,15 1,1 1,16 1,19 1,1 1,15 1, ,3 1,18 1,5 1, 1,6 1, 1, 1, 1,3 1, ,4 1,6 1,18 1, 1, 1, 1,5 1, 1,4 1, , 1, 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1, 1, ,5 1, 1, 1, 1, 1, 1,1 1, 1,6 1, , 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, ,8 1,15 1,5 1,15 1,15 1,15 1,5 1,15 1,8 1, ,15 1,5 1, 1, 1,18 1, 1, 1, 1,15 1, Rata-rata 1,1 1,1 1, 1,196 1,01 1,01 1,07 1,01 1,14 1,01 Titik 7 Titik , 1, 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1, 1, ,5 1, 1, 1, 1, 1, 1,1 1, 1,6 1, , 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, ,18 1,14 1,18 1,15 1,1 1,19 1,19 1,1 1,15 1, ,18 1,14 1,18 1,15 1,15 1,19 1,19 1,1 1,15 1, ,3 1,18 1,8 1, 1,6 1, 1, 1, 1,3 1, , 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, ,15 1,5 1,8 1,15 1,15 1,15 1,5 1,15 1,15 1, , 1,14 1, 1,18 1,14 1,18 1,19 1,1 1,15 1,14 Rata-rata 1,033 1,186 1,3 1,191 1,1911 1, 1,199 1,18 1,19 1,189 Titik 9 Titik ,1 1, 1,18 1, 1, 1,3 1,17 1, 1, 1, ,18 1,1 1,16 1,14 1,16 1, 1,18 1,5 1,15 1, , 1,6 1, 1,9 1, 1,16 1, 1, 1, 1, ,1 1, 1,4 1, 1, 1,18 1,4 1, 1, 1, ,5 1,7 1,5 1,5 1,5 1, 1,5 1,5 1,5 1, , 1, 1,3 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, ,3 1, 1, 1,7 1, 1,1 1, 1,1 1, 1, ,19 1,15 1,15 1,15 1,15 1,15 1,18 1,15 1,15 1, , 1,18 1, 1,18 1, 1,5 1, 1, 1, 1, Rata-rata 1,1 1, 1,03 1,89 1,198 1, 1,04 1,07 1,197 1,19

48 Tabel 5.. Data Kecepatan Angin di Ruang Quality Control (Lanjutan) Waktu (WIB) Kecepatan Angin (m/s) Titik 11 Titik ,16 1, 1,14 1, 1,1 1,17 1,3 1,19 1, 1, , 1,14 1, 1,18 1,1 1,18 1,19 1,1 1,1 1, ,5 1,18 1,1 1, 1, 1, 1, 1, 1,6 1, , 1,3 1,18 1, 1, 1,4 1,5 1,4 1, 1, , 1, 1,15 1,5 1,7 1,5 1,5 1,5 1,7 1, ,5 1, 1, 1, 1, 1, 1,14 1, 1, 1, , 1,19 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, 1, ,8 1, 1,1 1,19 1,5 1,18 1,5 1,15 1,15 1, ,7 1, 1,4 1, 1,19 1, 1, 1, 1,18 1,18 Rata-rata 1,6 1,198 1,194 1,04 1,06 1,04 1,1 1,197 1, 1,09 Titik ,1 1, 1,17 1,19 1, ,9 1,19 1,3 1,15 1, ,13 1, 1, 1, 1, ,18 1,4 1,3 1, 1, , 1,5 1,5 1,5 1, , 1, 1, 1, 1, ,1 1, 1,1 1, 1, ,18 1,19 1,15 1,18 1, ,5 1, 1,19 1, 1, Rata-rata 1,06 1,1 1,0 1,199 1,19 Dari data hasil pengukuran kecepatan angin di ruang quality control, dapat diketahui bahwa kecepatan angin di lantai produksi sangat rendah, dan secara umum kecepatan angin setiap jam s/d tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan, dengan rata rata kecepatan angin adalah 0,1 m/s Data Kelembaban Udara Kelembaban juga diukur pada 13 titik yang ditentukan sebelumnya pada lantai produksi. Data kelembaban lantai produksi dapat dilihat pada Tabel 5.3.

49 Tabel 5.. Data Rata Rata Kelembaban di Lantai Produksi No Waktu Kelembaban (%) , , , , , , ,11 Rata Rata 71,34 Grafik kelembaban pada lantai produksi dapat dilihat pada Gambar 5.. Gambar 5.1. Grafik Kelembaban Udara pada Lantai Produksi Data Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe Suhu basah, suhu kering, dan suhu globe juga diukur pada 13 titik yang telah ditentukan sebelumnya pada lantai produksi. Data suhu basah, suhu kering, dan suhu globe yang ditampilkan Tabel 5.3., Tabel 5.4., dan Tabel 5.5.

50 Waktu (WIB) Tabel 5.3. Data Pengumpulan Suhu Basah Temperatur Ruang Titik 1 Titik ,4 5,3 5, 5,1 5, , ,7 6,4 5,3 5,4 7 6,5 6, , 6,1 6, ,5 5, , ,3 5, 6 6, 5,3 7 7, ,6 6, 7, , ,3 6, , , , 6 6 6, , , 7 6,4 6, , ,5 7 5 Rata-rata 6,11 5,67 6 5,88 6,11 6,56 6,44 6,46 5,78 6,33 Titik 3 Titi ,1 5,6 6, ,5 6, 5,3 5, , ,4 6,5 7 6,4 6,4 5, , 5, , 6 6,3 5 6, , ,4 5, , , 5, ,3 7 6, , , , , ,3 Rata-rata 6,33 5,78 6, 5,78 6,63 6, 6,56 6,44 5,8 6, Titik 5 Titi , 7, 6,5 6 6, 6 6,5 5,5 5,5 5, , , ,5 5, , , , , 5, 6, , , ,5 6, 5, , Rata-rata 6, 5,78 6,11 6,11 6, 6,67 6, 5,89 5,78 5,88 Titik 7 Titik , , ,5 7 5, , ,5 5 6, ,5 7 5, Rata-rata 6, 5,89 6,11 6,11 5,78 6 5,78 6,33 6 6, Tabel 5.4. Data Pengumpulan Suhu Basah (Lanjutan)

51 Waktu (WIB) Temperatur Titik 9 Titik , ,5 5, ,5 6, , , , Rata-rata 5,89 6,78 6,11 6,44 5,44 5,67 5,56 5,67 5,33 5,56 Titik 11 Titik ,4 6,5 7 5,5 5, ,5 5, , , , Rata-rata 5,67 6 6, 6,11 5,78 6,44 6, 5,78 6,44 6 Titik Rata-rata 5,77 6,11 6, 5,89 6 Waktu (WIB) Tabel 5.4. Data Pengumpulan Suhu Kering Temperatur Ruang ( o C) Titik 1 Titik

52 Waktu (WIB) Tabel 5.4. Data Pengumpulan Suhu Kering (Lanjutan) Temperatur Ruang ( o C) Titik 1 Titik Rata-rata 30, ,88 31,67 30,67 31,33 30, , 31,33 Titik 3 Titik Rata-rata 31 31,11 30,89 31, 31,44 31,11 30, ,44 30,67 Titik 5 Titik Rata-rata 30,55 31, 30,56 31,11 30, , ,33 31,33 Titik 7 Titik , , ,5 7 5, , ,5 5 6, ,5 7 5, Rata-rata 6, 5,89 6,11 6,11 5,78 6 5,78 6,33 6 6,

53 Waktu (WIB) Tabel 5.4. Data Pengumpulan Suhu Kering (Lanjutan) Temperatur Ruang ( o C) Titik 9 Titik Rata-rata 30,66 30,89 30,89 31,11 31,33 31,11 30,89 31,33 31, 31 Titik 11 Titik Rata-rata 30,89 31,11 31,11 30,89 31,11 31, 30,89 30,89 31,11 31 Titik Rata-rata 30,89 31,11 31,11 30,78 31,11

54 Waktu (WIB) Tabel 5.5. Data Pengumpulan Suhu Globe Temperatur Ruang ( o C) Titik 1 Titik ,5 31, ,3 30,5 34, ,5 9,5 8,5 9,5 30,5 9,5 9, , ,5 31,5 3,5 34,5 3 30,5 33 3, , , ,5 3 31,5 34 3, ,5 30, ,5 30, ,5 31, , Rata-rata 31 31,7 30,77 30,94 31,0 30,8 31,6 30,8 30,9 30,8 Titik 3 Titik ,5 30,5 30 3,5 30, , ,8 30,5 30,5 30, , , ,5 34, , , , , , , , ,3 3, , , , ,8 34, , Rata-rata 3,88 3,44 3,33 33,11 31,33 3,44 33,56 3,44 3,11 3, Titik 5 Titik , , , , , , , ,5 33, , , Rata-rata 3,55 3,78 3,33 31,56 3,78 33, 3,33 31,78 33,44 3,56 Titik 7 Titik ,5 33,8 34,5 34,8 31, , , , , , , , , ,5 34, , ,8 33, , , , , , ,8 Rata-rata 3,67 3,78 33, 3,56 3,33 3, 3,89 31,89 3,56 33

55 Waktu (WIB) Tabel 5.5. Data Pengumpulan Suhu Globe (Lanjutan) Temperatur Ruang ( o C) Titik 9 Titik , ,3 31, , , , ,5 31, Rata-rata 30,66 30,89 30,89 31,11 31,33 31,11 30,89 31,33 31, 31 Titik 11 Titik ,5 31 3,5 30, , , , , , , Rata-rata 31,44 3,11 3,11 3,44 3, ,66 33,44 30,89 3,78 Titik ,6 3 33, ,5 33 3, ,5 3, , ,5 3, ,6 34 Rata-rata 3,89 3,11 3, ,44

56 Tabel 5.6. Data Rata Rata Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe No Waktu Suhu Basah Suhu Kering Suhu Globe , 9,55 30, ,53 9,87 9, ,35 30,76 31, ,57 31,64 3, ,38 33,43 33, ,66 3,49 33, ,46 3,31 33,6 Grafik suhu basah, suhu kering, dan suhu globe pada ruang quality control dapat dilihat pada gambar 5.. Gambar 5.. Grafik Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe

57 Data Pribadi Operator Data pribadi operator bagian quality control dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Data Pribadi Operator Departemen Quality Control Operator Jenis Kelamin Umur (Tahun) Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) 1 Laki - Laki Laki - Laki Laki - Laki Laki - Laki Laki - Laki Laki - Laki Data Denyut Nadi Operator Denyut nadi operator sebelum dan sesudah bekerja dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.8. Data Rata Rata Denyut Nadi Operator Sebelum dan Sesudah Bekerja Operator Denyut Nadi (Kali/menit) Sebelum Sesudah

58 Fluktasi denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja untuk setiap operator dapat dilihat pada Gambar 5.4. Gambar 5.3. Fluktasi Denyut Nadi Operator Sebelum dan Sesudah Bekerja Data Suhu Tubuh Operator Data rata rata suhu tubuh operator sebelum dan sesudah bekerja dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7. Data Rata Rata Suhu Tubuh Pekerja Sebelum dan Sesudah Bekerja Operator Suhu Tubuh ( 0 C) Sebelum Sesudah 1 36,4 37, 36, 37,3 3 36,3 37,3 4 36,8 37,5 5 36,5 36,8

59 Tabel 5.7. Data Rata Rata Suhu Tubuh Pekerja Sebelum dan Sesudah Bekerja (Lanjutan) Operator Suhu Tubuh ( 0 C) Sebelum Sesudah Rata Rata 36,37 37,13 Grafik peningkatan suhu tubuh masing masing operator sebelum dan sesudah bekerja dapat dilihat pada Gambar 5.4. Gambar 5.4. Grafik Peningkatan Suhu Tubuh Operator Sebelum dan Sesudah Bekerja Thermal Insulation Clo (I clo ) Operator Thermal insulation clo dari operator sangat tergantung pada jenis pakaian yang dikenakan operator. Thermal insulation clo untuk masing-masing pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.9.

60 Operator Tabel 5.9. Jenis Pakaian dan Thermal Insulation Clo (I clo ) Operator Celana Dalam Singlet Kemeja Lengan Panjang Celana Panjang Sepatu (Bersol Tebal) Jumlah 1 0,3 0,04 0,15 0,5 0,04 0,78 0,3 0,04 0,15 0,5 0,04 0,78 3 0,3 0,04 0,15 0,5 0,04 0,78 4 0,3 0,04 0,15 0,5 0,04 0,78 5 0,3 0,04 0,15 0,5 0,04 0,78 6 0,3 0,04 0,15 0,5 0,04 0,78 Rata - Rata 0, Data Sensasi Termal dan Preferensi Termal Data data Sensasi Termal dan Preferensi termal dari 6 operator bagian quality control dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel Data Sensasi Termal dan Preferensi Termal Operator Sensasi Termal (: kuat; 1: cukup kuat; 0: Netral: -1; cukup lemah; -: lemah) Preferensi Termal (:Jauh lebih hangat; 1: Sedikit lebih hangat; 0: Netral; -1: Sedikit lebih sejuk; -: Jauh lebih sejuk Sebelum (1) Sesudah () Sebelum (1) Sesudah () Lantai Produksi Rata - Rata -0,167 1,667 0,333-1,667 Grafik Sensasi Termal dan Preferensi Termal pada ruang quality control dapat dilihat pada Gambar 5.5. dan Gambar 5.6.

61 Dingin Gambar 5.5. Grafik Sensasi Termal Jauh Lebih Sejuk Gambar 5.6. Preferensi Termal Data Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara Data data Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara dari 6 operator bagian quality control dapat dilihat pada Tabel 5.11.

62 Tabel Data Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara Operator Sensasi Aliran Udara (: kuat; 1: cukup kuat; 0: Netral: -1; cukup lemah; - : lemah) Preferensi Aliran Udara (:Jauh lebih kuat; 1: Sedikit lebih kuat; 0: Netral; -1: Sedikit lebih lemah; -: Jauh lebih lemah) Sebelum (1) Sesudah () Sebelum (1) Sesudah () Lantai Produksi Rata - Rata 0,5-1,333 0,5 1,5 Grafik Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara pada ruang quality control dapat dilihat pada Gambar 5.7. dan Gambar 5.8. Lemah Gambar 5.7. Grafik Sensasi Aliran Udara

63 Jauh Lebih Lemah Gambar 5.8. Grafik Preferensi Aliran Udara Data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja Data data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja dari 6 operator bagian quality control dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja Kondisi Termal (: sangat nyaman; 1: cukup Efek Lingkungan Kerja (: mendukung; 1: cukup Operator nyaman; 0: nyaman: -1; mendukung; 0: netral; -1: cukup tidak nyaman; -: cukup mengganggu; -: sangat tidak nyaman) mengganggu) Sebelum (1) Sesudah () Sebelum (1) Sesudah () Lantai Produksi

64 Tabel 5.1. Data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja Kondisi Termal (: sangat nyaman; 1: cukup Efek Lingkungan Kerja (: mendukung; 1: cukup Operator nyaman; 0: nyaman: -1; mendukung; 0: netral; -1: cukup tidak nyaman; -: cukup mengganggu; -: sangat tidak nyaman) mengganggu) Sebelum (1) Sesudah () Sebelum (1) Sesudah () Lantai Produksi ,5-1, ,5 Grafik Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja pada ruang quality control dapat dilihat pada Gambar 5.9. dan Gambar Sangat Tidak Nyaman Gambar 5.9. Grafik Kondisi Termal

65 Mengganggu Gambar Grafik Efek Lingkungan Kerja Data Kelelahan Tangan, Kelelahan Bahu, Kelelahan Punggung, dan Kelelahan Kaki Data - data kelelahan tangan, bahu, punggung, dan kaki dari 6 operator yang bekerja di bagian quality control dapat dilihat pada Tabel Tabel Data Kelelahan Tangan, Kelelahan Bahu, Kelelahan Punggung, dan Kelelahan Kaki Keterangan (0: Tidak Lelah; 1: Sedikit Lelah; : Lelah: 3: Sangat Lelah) Operator Kelelahan Tangan Kelelahan Bahu Kelelahan Punggung Kelelahan Kaki Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah (1) () (1) () (1) () (1) ()

66 Tabel Data Kelelahan Tangan, Kelelahan Bahu, Kelelahan Punggung, dan Kelelahan Kaki (Lanjutan) Keterangan (0: Tidak Lelah; 1: Sedikit Lelah; : Lelah: 3: Sangat Lelah) Operator Kelelahan Tangan Kelelahan Bahu Kelelahan Punggung Kelelahan Kaki Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah (1) () (1) () (1) () (1) () Rata Rata 0,333,666 0,333,5 0,166,666 0,166,333 Grafik anggota tubuh sebelum dan sesudah bekerja dapat dilihat pada Gambar Gambar Kelelahan Anggota Tubuh Sebelum dan Sesudah Bekerja

67 Uji Statistik Parametrik Korelasi Pearson dan Uji Regresi Korelasi dan regresi antara temperatur, kelembaban, dan kecepatan angin dapat di lihat pada Tabel sebagai berikut. Tabel Hasil Uji Korelasi dan Regresi Hubungan Korelasi Regresi (a) Regresi (b) Persamaan Ket. Kelembaban Y= -0, ,379X Sangat dengan -0,907-0,0114 0,3079 lemah Temperatur Kecepatan Angin Kuat 0,5640 0,119 5,3741 Y=0,119 +5,3741X dengan Temperatur Grafik masing-masing hubungan dapat dilihat pada Gambar 5.10 dan Gambar Gambar Gafik Hubungan Temperatur dengan Kelembaban

68 Gambar Grafik Hubungan Temperatur dengan Kecepatan Angin Data Antropometri Data antropometri yang diukur terdiri dari Tinggi Polipteal (TPo), Lebar Pinggul (LP), Jangkauan Tangan (JT), Tinggi Siku Duduk, Rentangan Tangan (RT), dan Tinggi Bahu Duduk (TBD) Tabel Tabel Data Antropometri Operator Departemen Quality Control Operator TPo LP JT TSD RT TBD ,5 43 8, ,4 33, , ,9 78 3, , 173,5 58

69 5.. Penentuan Kategori Beban Kerja Metode Penilaian Secara Langsung dengan Pendekatan Fisiologi Perhitungan beban kerja pada operator dilakukan dengan menggunakan pendekatan fisiologi, yaitu metode penilaian secara langsung yang rumusnya adalah: Dimana: Y = 1, ,09038 X + 4, X Y = Energi (kkal/menit) X = Kecepatan denyut jantung (denyut/menit) Kategori beban kerja berdasarkan konsumsi energi adalah sebagai berikut: Beban kerja ringan : kkal/jam Beban kerja sedang : > kkal/jam Beban kerja berat : > kkal/jam contoh perhitungan energi (Y) untuk operator 1 adalah sebagai berikut: Diketahui: X (DNK) = 88 Maka: Y = 1, ,09038 X + 4, X Y = 1, ,09038 (88) + 4, (88) Y = 3,636 Kkal/menit Y = 18,75 Kkal/jam kategori : sedang 15 Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, (Surakarta: UNIBA Press, 004), Hal. 111

70 Hasil perhitungan konsumsi energi dan kategori beban kerja berdasarkan konsumsi energi untuk masing-masing operator dapat dilihat pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Beban Kerja Untuk Tiap Operator Operator DNK (X) Energi (Y) Energi (Y) Kategori (denyut/menit) (kkal/menit) (kkal/jam) Beban Kerja ,636 18,75 Sedang 10 4,375 6,536 Sedang ,30 53,850 Sedang ,159 49,59 Sedang ,885 33,16 Sedang 6 75, ,38 Ringan Rata Rata 3,695 Sedang 5... Metode Penilaian secara Tidak Langsung dengan %CVL Perhitungan % Cardiovascular Load (%CVL) merupakan suatu perhitungan untuk menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum. Dari perhitungan % CVL tersebut akan dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut : < 30% = Tidak terjadi kelelahan 30 <60% = Diperlukan perbaikan 60 <80 = Kerja dalam waktu singkat 80 <100% = Diperlukan tindakan segera >100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas

71 Hasil rekapitulasi perhitungan %CVL yang ditunjukkan pada Tabel Jenis Kelamin Tabel Rekapitulasi Perhitungan %CVL Umur (Tahun) DNI (dpm) DNK (dpm) DN Max Operator %CVL Keterangan 1 Lk ,4 Tidak Terjadi kelelahan Lk ,88 Tidak Terjadi kelelahan 3 Lk ,36 Tidak Terjadi kelelahan 4 Lk ,47 Tidak Terjadi kelelahan 5 Lk , Diperlukan Perbaikan 6 Lk ,63 Tidak Terjadi kelelahan 5.3. Perhitungan ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) WBGT (Wet Bulb Globe Temperatur) sering disebut juga dengan ISBB. Perhitungan ISBB terbagi menjadi bagian, yaitu perhitungan ISBB di luar ruangan dengan panas radiasi dan perhitungan ISBB di dalam ruangan (tanpa panas radiasi). Untuk ISBB dengan panas radiasi, digunakan rumus: ISBB = 0,7 suhu basah alami + 0, suhu bola + 0,1 suhu kering 16 Sedangkan, rumus ISBB tanpa radiasi digunakan rumus ISBB : 0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola Perhitungan ISBB dihitung pada jam kerja operator quality control pada PT Pacific Palmindo Industri dengan menggunakan rumus ISBB dengan radiasi. Hal 16 Parsons, K.C, 007, Human Thermal Environment (London and New York: Taylor & Francis Group), hal 86

72 ini disebabkan karena ruangan quality control bersebelahan dengan stasiun pemasakan sehingga uap panas dapat menembus celah ventilasi pada ruangan quality control. Contoh perhitungan ISBB pada ruang quality control pada jam adalah sebagai berikut: Diketahui: Suhu Basah = 5, 0 C Suhu Globe = 9,55 0 C Suhu Kering = 30,13 0 C Maka: ISBB = 0,7 suhu basah alami + 0, suhu bola + 0,1 suhu kering ISBB = 0,7. 5, + 0,. 9,55 + 0,1. 30,13 ISBB = 6,57 0 C Perhitungan dengan cara yang sama seperti di atas, maka dilakukan perhitungan ISBB untuk waktu kerja lain hasilnya dapat dilihat pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan ISBB No Waktu Suhu Basah Suhu Kering Suhu Globe ISBB , 9,55 30,13 6, ,53 9,87 9,43 6, ,35 30,76 31,03 7, ,57 31,64 3,48 8, ,38 33,43 33,99 9, ,66 3,49 33,67 9, ,46 3,31 33,6 9,01 Rata Rata 8,0

73 Perhitungan Persentasi Jam Kerja dan Jam Istirahat Perhitungan jumlah jam kerja dan jam istirahat merupakan lanjutan dari perhitungan ISBB, yaitu dengan menggunakan nilai hasil perhitungan ISBB dan membandingkannya dengan standar yang telah ada. Adapun acuan standar yangdigunakan adalah sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/51/MEN/1999. Dengan menggunakan data hasil perhitungan kategori beban kerja dan ISBB, maka dihubungkan persentasi jam kerja dan jam istirahat sesuai dengan standar di atas dapat dilihat pada Tabel Tabel Nilai Ambang Batas Sesuai Dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep/51/51/MEN/1999 Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) Pengukuran Waktu Kerja Setiap Jam Beban Kerja Ringan Sedang Berat Waktu Kerja Waktu Istirahat 30 6,7 5 Beban Kerja Terus Menerus (8 Jam/Hari) , ,4 9,4 7, , 31, Sumber: Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-/MEN/1999 Karena hasil perhitungan ISBB tidak terdapat pada tabel, maka dilakukan interpolasi untuk mendapatkan persentasi waktu kerja dan waktu istirahat. Perhitungan interpolasi untuk jam kerja adalah sebagai berikut: Dik: X n = 8 y n = 0,75 X n+1 = 9,4 y n+1 = 0,5 Dit: X = 8,0 y =?

74 Maka, untuk mencari nilai y digunakan rumus: (X X n ) Jadi, y = 0,75 + (8, 8) = 0,714 Dari hasil interpolasi, maka didapatkan persentasi jam kerja adalah sebesar 71,4%. Dengan demikian, maka persentasi jam istirahat adalah 8,6% Perhitungan Dubois Area 17 Dubois area atau sering disebut dengan body surface area dari tiap operator dapat dihitung dengan rumus: A D = 0,0 x W 0,45 X H 0,75 Dengan: A D = Dubois Body Surface Area W = Berat Badan (kg) H = Tinggi Badan (m) Hasil perhitungan Dubois Area dapat dilihat pada Tabel 5.0. Tabel 5.0. Hasil Perhitungan Dubois Area Tiap Operator Berat Dubois Jenis Umur Tinggi Badan Operator Badan Area Kelamin (Tahun) (m) (Kg) (m ) 1 Laki - Laki ,6 1,559 Laki - Laki ,65 1, Parson, K.C, Ibid., h.16.

75 Tabel 5.0. Hasil Perhitungan Dubois Area Tiap Operator (Lanjutan) Operator Berat Dubois Jenis Umur Tinggi Badan Badan Area Kelamin (Tahun) (m) (Kg) (m ) 3 Laki - Laki 8 7 1,7 1,87 4 Laki - Laki ,76 1,851 5 Laki - Laki ,68 1,711 6 Laki - Laki ,6 1,609 Rata Rata 1, Pengolahan Antropometri Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimum dan Minimum Sebelum merancang meja kursi yang akan mempermudah kerja operator quality control dalam kegiatan penyortiran, maka perlu dilakukan pengolahan data sesuai antropometri tubuh manusia yang berkaitan dengan produk tersebut. Data antropometri yang digunakan dalam rancangan meja kursi ini adalah: 1. Tinggi Polipteal (TPo) Dimensi ini digunakan untuk menentukan tinggi kursi.. Lebar Pinggul (LP) Dimensi ini digunakan untuk menentukan diameter tempat duduk. 3. Jangkauan Tangan (JT) Dimensi ini digunakan untuk menentukan lebar meja. 4. Tinggi Siku Duduk (TSD)

76 Dimensi ini digunakan untuk menentukan tinggi meja. Dalam hal ini tinggi polipteal (TPo) juga berpengaruh dalam menentukan tinggi meja. 5. Rentangan Tangan (RT) Dimensi ini digunakan untuk menentukan panjang meja. 6. Tinggi Bahu Duduk (TBD) Dimensi ini digunakan untuk menetukan ketinggian sandaran kursi Data antropometri berdasarkan pengukuran antropometri tubuh operator dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Data Antropometri Berdasarkan Pengukuran Antropometri Tubuh Operator Operator TPo LP JT TSD RT TBD ,5 43 9, ,4 33, , ,9 78 3, , 173,5 58 Setelah mendapatkan data dari suatu populasi maka selanjutnya dapat dilakukan perhitungan nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum. Perhitungan pada masing-masing dimensi untuk perancangan meja kursi yang ditinjau adalah sebagai berikut:

77 1. Tinggi Polipteal (TPo) Perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari dimensi tinggi polipteal (TPo) adalah: X = X 1 + X + X n X n = n X n Dimana : N ΣX n X = banyaknya pengamatan = jumlah pengamatan ke - n = nilai X rata-rata Nilai rata-rata pada tinggi polipteal (TPo) adalah , X = = 45,3 6 a. Nilai Maksimum dan Minimum Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran, biasanya disimbolkan X maks. Sedangkan nilai minimum adalah nilai terkecil dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran dan biasanya disimbolkan X min. Nilai X maks yang diperoleh adalah 49 cm sedangkan nilai X min yang diperoleh adalah 4 cm. b. Nilai Standar Deviasi Untuk menentukan nilai standar deviasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: ( X i X ) s = n 1 Nilai standar deviasi untuk dimensi tinggi polipteal (TPo) adalah:

78 s = (45 45,3) + (43 45,3) + (48,4 45,3) (44 45,3) s =,87. Lebar Pinggul (LP) Perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari dimensi lebar pinggul (LP) adalah: X = X 1 + X + X n X n = n X n Dimana : N ΣX n X = banyaknya pengamatan = jumlah pengamatan ke - n = nilai X rata-rata Nilai rata-rata pada lebar pinggul (LP) adalah 9 + 9,5 + 33, X = = 30,53 6 a. Nilai Maksimum dan Minimum Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran, biasanya disimbolkan X maks. Sedangkan nilai minimum adalah nilai terkecil dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran dan biasanya disimbolkan X min. Nilai X maks yang diperoleh adalah 33,8 cm sedangkan nilai X min yang diperoleh adalah 9 cm. b. Nilai Standar Deviasi Untuk menentukan nilai standar deviasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

79 ( X i X ) s = n 1 Nilai standar deviasi untuk dimensi lebar pinggul (LP) adalah: s = (9 30,53) + (9,5 30,53) + (30, 30,53) (9 30,53) s = 1,94 3. Jangkauan Tangan (JT) Perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari dimensi jangkauan tangan (JT) adalah: X = X 1 + X + X n X n = n X n Dimana : N ΣX n X = banyaknya pengamatan = jumlah pengamatan ke - n = nilai X rata-rata Nilai rata-rata pada jangkauan tangan (JT) adalah X = = 80 6 a. Nilai Maksimum dan Minimum Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran, biasanya disimbolkan X maks. Sedangkan nilai minimum adalah nilai terkecil dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran dan biasanya disimbolkan X min. Nilai X maks yang diperoleh adalah 88 cm sedangkan nilai X min yang diperoleh adalah 75 cm. b. Nilai Standar Deviasi

80 Untuk menentukan nilai standar deviasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: ( X i X ) s = n 1 Nilai standar deviasi untuk dimensi jangkauan tangan (JT) adalah: s = (75 78) + (76 78) + (88 78) (7 78) s = 4,85 4. Tinggi Siku Duduk (TSD) Perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari dimensi tinggi siku duduk (TSD) adalah: X = X 1 + X + X n X n = n X n Dimana : N ΣX n X = banyaknya pengamatan = jumlah pengamatan ke - n = nilai X rata-rata Nilai rata-rata pada tinggi siku duduk (TSD) adalah , X = = 3,11 6 a. Nilai Maksimum dan Minimum Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran, biasanya disimbolkan X maks. Sedangkan nilai minimum adalah nilai

81 terkecil dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran dan biasanya disimbolkan X min. Nilai X maks yang diperoleh adalah 5, cm sedangkan nilai X min yang diperoleh adalah 1 cm. b. Nilai Standar Deviasi Untuk menentukan nilai standar deviasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: ( X i X ) s = n 1 Nilai standar deviasi untuk dimensi tinggi siku duduk (TSD) adalah: s = (1 3,11) + ( 3,11) + (4 3,11) (5, 3,11) s = 1,48 5. Rentangan Tangan (RT) Perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari dimensi rentangan tangan (RT) adalah: X = X 1 + X + X n X n = n X n Dimana : N ΣX n X = banyaknya pengamatan = jumlah pengamatan ke - n = nilai X rata-rata Nilai rata-rata pada rentangan tangan (RT) adalah ,5 X = = 170,58 6 a. Nilai Maksimum dan Minimum

82 Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran, biasanya disimbolkan X maks. Sedangkan nilai minimum adalah nilai terkecil dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran dan biasanya disimbolkan X min. Nilai X maks yang diperoleh adalah 181 cm sedangkan nilai X min yang diperoleh adalah 164 cm. b. Nilai Standar Deviasi Untuk menentukan nilai standar deviasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: ( X i X ) s = n 1 Nilai standar deviasi untuk dimensi rentangan tangan (RT) adalah: s = ( ,58) + ( ,58) + ( ,58) (173,5 170,58) s = 6,07 Hasil perhitungan nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum untuk masing-masing dimensi yang diperlukan dalam perancangan meja kursi dapat dilihat pada Tabel Tinggi Bahu Duduk (TBD) Perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari dimensi tinggi bahu duduk (TBD) adalah: X = X 1 + X + X n X n = n X n Dimana : N = banyaknya pengamatan

83 ΣX n = jumlah pengamatan ke - n X = nilai X rata-rata Nilai rata-rata pada tinggi bahu duduk (TBD) adalah , X = = 59,7 6 a. Nilai Maksimum dan Minimum Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran, biasanya disimbolkan X maks. Sedangkan nilai minimum adalah nilai terkecil dari data yang diperoleh berdasarkan pengukuran dan biasanya disimbolkan X min. Nilai X maks yang diperoleh adalah 63 cm sedangkan nilai X min yang diperoleh adalah 57,5 cm. b. Nilai Standar Deviasi Untuk menentukan nilai standar deviasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: ( X i X ) s = n 1 Nilai standar deviasi untuk dimensi tinggi bahu duduk (TBD) adalah: s = (57 59,7) + (59 59,7) + (60,5 59,7) (58 59,7) s =,8

84 Hasil perhitungan nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum untuk masing-masing dimensi yang diperlukan dalam perancangan meja kursi dapat dilihat pada Tabel 5.0. Tabel 5.1. Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimum, dan Nilai Minimum Meja Kursi No Pengukuran (cm) X maks (cm) X min (cm) Jumlah Data 1 TPo 45,3 3, LP 30,53,08 33, JT 80 6, TSD 3,11 1,48 5, RT 170,58 6, TBD 59,7,8 57, Uji Keseragaman Data Uji keseragaman data digunakan untuk pengendalian proses bagian data yang ditolak atau tidak seragam karena tidak memenuhi spesifikasi. Apabila dalam satu pengukuran terdapat satu jenis atau lebih data yang tidak seragam maka data tersebut tidak dapat digunakan dan dilakukan revisi data tidak seragam dengan cara membuang data yang out of control tersebut dan melakukan perhitungan kembali pada percobaan ini kita merevisi data sebanyak x dan digunakan tingkat keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Untuk menguji keseragaman data digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut: BKA = X + ks BKB = X ks

85 Dimana: = Rata-rata data hasil pengamatan = Standar deviasi dari populasi = Koefisien indeks tingkat kepercayaan, yaitu: Tingkat kepercayaan 0% - 68% harga k adalah 1 Tingkat kepercayaan 69% - 95% harga k adalah Tingkat kepercayaan 96% - 100% harga k adalah 3 Uji keseragaman data pada masing-masing dimensi untuk perancangan meja kursi yang ditinjau adalah sebagai berikut: 1. Tinggi Polipteal (TPo) Hasil Perhitungan BKA dan BKB pada tinggi polipteal (TPo) adalah: X = 45,3 = (tingkat keyakinan 95%) =,87 BKA = X + ks = 45,3+ (,87) = 50,97 cm BKB = X ks = 45,3 (,87) = 39,48 cm Hasil perhitungan keseragaman data untuk tinggi polipteal dapat dilihat pada Tabel 5.3.

86 Tabel 5.3. Uji Keseragaman Data Tinggi Polipteal (TPo) untuk Produk Meja Kursi Operator TPo ,4 X min 4 X maks 49 BKA 50,97 BKB 39,48 Keterangan Seragam Kurva pengukuran keseragaman tinggi polipteal dapat dilihat pada Gambar Gambar Peta Kontrol Tinggi Polipteal

87 . Lebar Pinggul (LP) Hasil Perhitungan BKA dan BKB pada lebar pinggul (LP) adalah: X = 30,53 = (tingkat keyakinan 95%) = 1,94 BKA = X + ks = 30, + (,5) = 34,06 cm BKB = X ks = 30, (,5) = 5,68 cm Hasil perhitungan keseragaman data untuk lebar pinggul dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Uji Keseragaman Data Lebar Pinggul (LP) untuk Produk Meja Kursi Operator TPo 1 9 9,5 3 33, ,9 6 9 X min 9 X maks 33,8 BKA 33,43 BKB 6,63 Keterangan Seragam

88 5.13. Kurva pengukuran keseragaman lebar pinggul dapat dilihat pada Gambar Gambar Peta Kontrol Lebar Pinggul 3. Jangkauan Tangan (JT) Hasil Perhitungan BKA dan BKB pada jangkauan tangan (JT) adalah: X = 80 = (tingkat keyakinan 95%) = 4,85 BKA = X + ks = 80 + (4,85) = 89,71cm BKB = X ks = 80 (4,85) = 70,cm Hasil perhitungan keseragaman data untuk jangkauan tangan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

89 Tabel 5.5. Uji Keseragaman Data Jangkauan Tangan (JT) untuk Produk Meja Kursi Operator JT X min 75 X maks 88 BKA 89,71 BKB 70, Keterangan Seragam Kurva pengukuran keseragaman jangkauan tangan dapat dilihat pada Gambar Gambar Peta Kontrol Jangkauan Tangan

90 4. Tinggi Siku Duduk (TSD) Hasil Perhitungan BKA dan BKB pada tinggi siku duduk (TSD) adalah: X = 3,11 = (tingkat keyakinan 95%) = 1,48 BKA = X + ks = 3,11 + (1,48) = 9,8 cm BKB = X ks = 3,11 (1,48) = 18,9 cm Hasil perhitungan keseragaman data untuk tinggi siku duduk dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Uji Keseragaman Data Tinggi Siku Duduk (TSD) untuk Produk Meja Kursi Operator TSD ,5 6 5, X min 1 X maks 5, BKA 9,8 BKB 0,15 Keterangan Seragam

91 5.15. Kurva pengukuran keseragaman jangkauan tangan dapat dilihat pada Gambar 5. Rentangan Tangan (RT) Gambar Peta Kontrol Tinggi Siku Duduk Hasil Perhitungan BKA dan BKB pada rentangan tangan (RT) adalah: X = 170,58 = (tingkat keyakinan 95%) = 6,07 BKA = X + ks = 170,58 + (6,07) = 18,7 cm BKB = X ks = 170,58 (6,07) = 158,44 cm Hasil perhitungan keseragaman data untuk rentangan tangan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

92 Tabel 5.7. Uji Keseragaman Data Rentangan Tangan (RT) untuk Produk Meja Kursi Operator RT ,5 X min 181 X maks 164 BKA 18,7 BKB 158,44 Keterangan Seragam Kurva pengukuran keseragaman jangkauan tangan dapat dilihat pada Gambar Gambar Peta Kontrol Rentangan Tangan

93 6. Tinggi Bahu Duduk (TBD) Hasil Perhitungan BKA dan BKB pada tinggi bahu duduk (TBD) adalah: X = 59,83 = (tingkat keyakinan 95%) =,06 BKA = X + ks = 59,83 + (,06) = 63,96 cm BKB = X ks = 59,83 (,06) = 55,7 cm Hasil perhitungan keseragaman data untuk rentangan tangan dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Uji Keseragaman Data Tinggi Bahu Duduk (TBD) untuk Produk Meja Kursi Operator RT Andi 57.5 Ali 59 Doni 60,5 Heri 63 Anton 61 Arsyad 58 X min 57,5 X maks 63 BKA 63,96 BKB 55,7 Keterangan Seragam

94 5.0. Kurva pengukuran keseragaman tinggi bahu duduk dapat dilihat pada Gambar Gambar Peta Kontrol Tinggi Bahu Duduk Uji Kecukupan Data Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisa jumlah pengukuran apakah sudah representatif, dimana tujuannya untuk membuktikan bahwa data sampel yang diambil sudah mewakili populasi. Untuk melakukan uji kecukupan data digunakan persamaan berikut: Dimana: k N ' = s X i X ( ) N : Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan N : Jumlah pengamatan k : Tingkat kepercayaan N i X i

95 s : Tingkat ketelitian. k : 1 (tingkat kepercayaan 68%) k : (tingkat kepercayaan 95%) k : 3 (tingkat kepercayaan 99%) Jika N <N maka data dianggap cukup dan tidak perlu dilakukan pengambilan data kembali Jika N >N maka data belum mencukupi dan perlu dilakukan pengambilan data lagi. Nilai k yang digunakan adalah karena tingkat kepercayaan yang digunakan sebesar 95% dengan tingkat ketelitian sebesar 5%. 1. Data tinggi polipteal adalah Tabel 5.9. Data Tinggi Polipteal No X X ,4 34, Total 71,4 1317,56 k N' = s N X i X ( ) i X i

96 N' = 0,05 6(1317,56) 71,4 (71,4) N = 5,37 Kesimpulan: N = 5,43 data N = 6 data Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk.. Data lebar pinggul adalah Tabel Data Lebar Pinggul No X X ,5 81,5 3 33,8 114, ,9 894, Total 183, 561,7 k N' = s N X i X ( ) i X i

97 N' = 0,05 6(561,7) 183, (183,) N = 5,43 Kesimpulan: N = 5,43 data N = 6 data Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk. 3. Data jangkauan tangan adalah Tabel Data Jangkauan Tangan No X X Total k N' = s N X i X ( ) i X i

98 N' = 0,05 6(38518) 480 (480) N = 4,91 Kesimpulan: N = 4,91 data N = 6 data Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk. 4. Data tinggi siku duduk adalah Tabel 5.3. Data Tinggi Siku Duduk No X X , ,04 Total 138,7 317,9 k N' = s N X i X ( ) i X i

99 N' = 0,05 6(317,9) 138,7 (138,7) N = 5,49 Kesimpulan: N = 5,49 data N = 6 data Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk. 5. Data rentangan tangan adalah Tabel Data Rentangan Tangan No X X ,5 3010,5 Total 103, ,3 k N' = s N X i X ( ) i X i

100 N' = 0,05 6(174776,3) 103,5 (103,5) N = 1,68 Kesimpulan: N = 1,68 data N = 6 data Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk. 6. Data tinggi bahu duduk adalah Tabel Data Tinggi Bahu Duduk No X X 1 57,5 3306, ,5 3660, Total ,5

101 k N' = s N X i X ( ) i X i N' = 0,05 6(1501,5) 359 (359) N = 1,58 Kesimpulan: N = 1,58 data N = 6 data Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk. Hasil uji kecukupan data yang diperoleh pada masing-masing elemen pengukuran dapat dilihat pada Tabel Tabel Uji Kecukupan Data Dimensi N' N Keterangan TPo 5,37 6 cukup LP 5,43 6 cukup JT 4,91 6 cukup TSD 5,49 6 cukup RT 1,68 6 cukup TBD 1,58 6 cukup Dari Tabel 5.3. dapat dilihat bahwa terdapat data dimensi mencukupi, Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk.

102 Uji Normal dengan Kolmogorov-Smirnov Test Perhitungan dengan Cara Manual Produk yang akan dianalisa dan dirancang adalah meja kursi. Dalam hal ini terdapat 5 dimensi tubuh manusia yang berhubungan dengan meja kursi, maka dilakukan uji normal dengan Kolmogorov-Smirnov Test terhadap tinggi polipteal (TPo), lebar pinggul (LP), jangkauan tangan (JT), tinggi siku duduk (TSD), dan rentangan tangan (RT). 1. Uji Kolmogorov-Smirnov untuk dimensi TPo adalah sebagai berikut: a. Data dari hasil pengamatan mengenai dimensi TPo diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai nilai pengamatan terbesar. Setelah itu, data baru diberi nomor 1-6. b. Dari data pengamatan yang telah kita urutkan dan diberi nomor, selanjutnya hitung nilai Fa(X)-nya, yaitu dengan: nomor data Fa(X) = total data Misalnya, data nomor 1 dan jumlah datanya 6, maka : Fa (X) = = 0,167 c. Hitung nilai Z Diketahui : X = 45,56, X = 41, dan s = 3,36 maka: z = X X s = 41 45,56 3,36 = 1 d. Dari nilai Z yang didapat, cari nilai Fe(X) dengan melihat tabel distribusi normal.

103 Nilai Z = -1 maka pada tabel distribusi normal kita mendapati Z- 1 = 0,144. Nilai tersebut kita notasikan dengan Fe(X). e. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta notasikan dengan D. Fa(X) = 0,013 ; Fe(X) = 0,144 Maka : D = Fa(X) Fe(X) = 0,167 0,144 = 0,04 Setelah mendapatkan semua nilai D, maka cari D maks dan bandingkan dengan nilai Dα yang didapatkan dari tabel nilai D untuk Uji Kolmogorov-Smirnov sampel tunggal. Kriteria pengambilan keputusannya adalah: Ho diterima apabila D Dα Ho ditolak apabila D Dα Uji Kolmogorov-Smirnov pada tinggi polipteal (TPo) dapat dilihat pada Tabel Tabel Uji Normal Kolmogorov-Smirnov Tinggi Polipteal No TPo Fax Z Fex D 1 4 0, ,3571 0,1441 0, , ,059 0,4 0, ,5-0,7619 0,304 0, ,6667-0,464 0,4330 0, ,4 0, ,845 0,8730 0, ,038 0,9065 0,0934 Dmax 0,336 Dtabel 0,519 Kesimpulan Ho Diterima

104 D maks untuk dimensi tinggi polipteal (TPo) adalah 0,336 dan Dα di tabel untuk n = 6 dan α = 0,05 adalah 0,519, maka: D Dα, menunjukkan Ho diterima dan berdistribusi normal. Kolmogorov-Smirnov untuk dimensi Lebar Pinggul (LP) dimana datanya berjumlah 6 buah dapat dilihat pada tabel Tabel Uji Normal Kolmogorov-Smirnov Lebar Pinggul No LP Fax Z Fex D 1 9 0, ,1647 0, , ,7555 0,56 0, ,5 0,5-0,5333 0,9446 0, ,9 0,6667-0,1333 0,7874 0, , ,8 0,7874 0, ,8 1 1,6 0,9446 0,0553 Dmax 0,4446 Dtabel 0,519 Kesimpulan Ho Diterima D maks untuk dimensi tinggi polipteal (TPo) adalah 0,4446 dan Dα di tabel untuk n = 6 dan α = 0,05 adalah 0,519, maka: D Dα, menunjukkan Ho diterima dan berdistribusi normal 3. Kolmogorov-Smirnov untuk dimensi Jangkauan Tangan (JT) dimana datanya berjumlah 6 buah dapat dilihat pada tabel Tabel Uji Normal Kolmogorov-Smirnov Jangkauan Tangan No JT Fax Z Fex D , , , ,5-0, ,6667 0, , , , ,0001 Dmax 0,1667 Dtabel 0,519 Kesimpulan Ho Diterima

105 D maks untuk dimensi Jangkauan Tangan (JT) adalah 0,1667 dan Dα di tabel untuk n = 6 dan α = 0,05 adalah 0,519, maka: D Dα, menunjukkan Ho diterima dan berdistribusi normal. 4. Kolmogorov-Smirnov untuk dimensi Tinggi Siku Duduk (TSD) dimana datanya berjumlah 6 buah dapat dilihat pada tabel Tabel Uji Normal Kolmogorov-Smirnov Tinggi Siku Duduk No TSD Fax Z Fex D 1 1 0, , , ,5-0, ,6667 0, , , , Dmax 0,1091 Dtabel 0,519 Kesimpulan Ho Diterima D maks untuk dimensi Tinggi Siku Duduk (TSD) adalah 0,1091 dan Dα di tabel untuk n = 6 dan α = 0,05 adalah 0,519, maka: D Dα, menunjukkan Ho diterima dan berdistribusi normal. 5. Kolmogorov-Smirnov untuk dimensi Rentangan Tangan (RT) dimana datanya berjumlah 6 buah dapat dilihat pada tabel Tabel Uji Normal Kolmogorov-Smirnov Rentangan Tangan No RT Fax Z Fex D , ,7545 0,51 0, , ,0840 0,1390 0, ,5-0,60 0,3971 0, ,6667-0,0955 0,4617 0, ,5 0, ,4810 0,6845 0, ,7166 0,9569 0,0430 Dmax 0,049 Dtabel 0,519 Kesimpulan Ho Diterima

106 D maks untuk dimensi Tinggi Siku Duduk (TSD) adalah 0,049 dan Dα di tabel untuk n = 6 dan α = 0,05 adalah 0,519, maka: D Dα, menunjukkan Ho diterima dan berdistribusi normal. 6. Kolmogorov-Smirnov untuk dimensi Tinggi Bahu Duduk (TBD) dimana datanya berjumlah 6 buah dapat dilihat pada tabel Tabel Uji Normal Kolmogorov-Smirnov Tinggi Bahu Duduk No TBD Fax Z Fex D , , , , ,5-0, ,6667 0, , , , Dmax 0,333 Dtabel 0,519 Kesimpulan Ho Diterima D maks untuk dimensi Tinggi Siku Duduk (TSD) adalah 0,333 dan Dα di tabel untuk n = 6 dan α = 0,05 adalah 0,519, maka: D Dα, menunjukkan Ho diterima dan berdistribusi normal Penetapan Data Antropometri Penetapan Data Antropometri dengan Prinsip Ekstrim Pada produk meja kursi ini digunakan penetapan dimensi tubuh berdasarkan prinsip ekstrim atas dan bawah. Pada produk meja kursi ini, data antropometri tubuh dimensi tubuh yang ekstrim adalah Lebar Pinggul (LP), Jangkauan tangan (JT), dan Rentangan Tangan (RT). 1. Lebar Pinggul (LP) menggunakan prinsip ekstrim atas sehingga menggunakan persentil 95% agar dapat dipakai oleh orang yang badannya

107 besar dengan pinggul yang besar dan dapat juga digunakan oleh orang berbadan kecil. Dimensi ini dipakai untuk menetapkan diameter tempat duduk. Perhitungan persentil dimensi lebar pinggul (LP) yaitu: P 95(6 + 1) = = 6,65 Hal ini menunjukkan bahwa nilai P 95 dapat dilihat pada data ke-6, maka penetapan antropometri Lebar Pinggul sebesar 33,8 cm.. Jangkauan Tangan (JT) menggunakan prinsip ekstrim bawah sehingga menggunakan persentil 5% agar dapat dipakai oleh orang dengan jangkauan tangan yang pendek maupun orang dengan jangkauan tangan yang panjang. Dimensi ini dipakai untuk menentukan lebar meja. Perhitungan persentil dimensi jangkauan tangan (JT) yaitu: P 5(6 + 1) = = 0,35 Hal ini menunjukkan bahwa nilai P 5 dapat dilihat dari data ke-1 maka penetapan antropometri Jangkauan Tangan sebesar 75 cm. 3. Rentangan Tangan (RT) menggunakan prinsip ekstrim bawah sehingga menggunakan persentil 5% agar dapat dipakai oleh orang dengan rentangan tangan yang pendek maupun orang dengan rentangan tangan yang panjang. Dimensi ini dipakai untuk menentukan panjang meja. Perhitungan persentil dimensi rentangan tangan (RT) yaitu: P 5(6 + 1) = = 0,35

108 Hal ini menunjukkan bahwa nilai P 5 dapat dilihat dari data ke-1 maka penetapan antropometri sebesar 166 cm Penetapan Data Antropometri dengan Prinsip Rata-rata Prinsip perancangan dengan dimensi tubuh rata-rata digunakan untuk pemakai produk yang mayoritas mempunyai dimensi tubuh rata-rata atau yang satu tidak terlalu berbeda dengan yang lainnya (berkisar pada daerah persentil 50). Data antropometri yang digunakan dalam perhitungan ini adalah tinggi polipteal (TPo), tinggi siku duduk (TSD), dan tinggi bahu duduk (TBD). Perhitungan persentil dimensi tinggi polipteal (TPo), tinggi siku duduk (TSD) dan tinggi bahu duduk (TBD) yaitu: 1. Perhitungan persentil 50 untuk dimensi tinggi polipteal (TPo) adalah sebagai berikut: P 50(6 + 1) = = 0,35 Berarti nilai P 50 dapat dilihat pada tabel ke 1 yaitu 45 cm.. Perhitungan persentil 50 untuk dimensi tinggi siku duduk (TSD) adalah sebagai berikut: P 50(6 + 1) = = 0,35 Berarti nilai P 50 dapat dilihat pada tabel ke 1 yaitu 1 cm. 3. Perhitungan persentil 50 untuk dimensi tinggi bahu duduk (TBD) adalah sebagai berikut:

109 P 50(6 + 1) = = 0,35 Berarti nilai P 50 dapat dilihat pada tabel ke 1 yaitu 57,5 cm. Ukuran dimensi antropometri untuk perancangan produk meja kursi dapat dilihat pada Tabel Penetapan Kemiringan Sandaran Kursi 18 Standar ukuran yang diambil desainer adalah berasal dari rata rata 90% ukuran tubuh manusia. Untuk kursi santai, dudukan perlu dibuat miring dengan sudut sekitar 5 0 hingga 8 0 sedangkan kursi kerja, kemiringan sandaran kursi sekitar 10 0 hingga 15 0 dengan titik acuan sebesar Oleh karena itu untuk kenyamanan operator, sudut kemiringan sandaran kursi yang dirancang adalah Tabel 5.4. Ukuran Dimensi Antropometri yang Digunakan Dimensi Rata-rata Ekstrim Atas Bawah Tinggi Polipteal 4 cm Tinggi Siku Duduk 1 cm 5, cm 1 cm Lebar Pinggul 33,8 cm Jangkauan Tangan 75 cm Rentangan Tangan 166 cm Tinggi Bahu Duduk 57,5 cm 63 cm 57,5 cm 5.5. Perhitungan Keseimbangan Termal http// 19 Parson, K.C, Ibid., hal 17-5.

110 Keseimbangan panas adalah antara panas yang dihasilkan dengan panas yang dikeluarkan. ASHRAE (1989a) memberikan persamaan keseimbangan panas sebagai berikut. Dimana M W = (C + R + Esk) + ( Cres + Eres) M W Q sk Qres C R Cres Eres : tingkat produksi energi metabolisme : tingkat pekerjaan mekanik : total tingkat kehilangan panas dari kulit : tingkat kehilangan panas dari pernapasan : tingkat kehilangan panas konvektif dari kulit : tingkat kehilangan panas radiatif dari kulit : tingkat kehilangan panas konvektif dari pernapasan : tingkat kehilangan panas penguapan dari pernapasan Sedangkan lambang - lambang lain yang digunakan selama perhitungan keseimbangan panas adalah: T a = Suhu Udara T r = Suhu Radian ( 0 C) Rh = Kelembaban Relatif (%) v = Kecepatan Udara (m/s) M = Tingkat Metabolisme (Wm - ) W = Eksternal Work (Wm - ) R cl = Intrinsik panas dari insulasi pakaian (CW -1 ) R ecl = Resistensi intrinsik penguapan pakaian (m kpa W -1 )

111 t sk = Suhu Kulit Pekerja ( 0 C) = Emissivitas M-W = Metabolic rate (Wm - ) C+R = Konveksi kehilangan panas per unit area (Wm - ) E sk = Total penguapan kehilangan panas dari kulit (Wm - ) E max = Maksimum potensial penguapan per unit area (Wm - ) Cres+ Eres = Respirasi kering kehilangan panas per unit area permukaan tubuh + Evaporative loss dari Pernapasan (Wm - ) w Ereq = Skin wattedness (ND) = Evaporative loss yang diperlukan per unit area untuk keseimbangan panas (Wm - ) r Sreq = Efisiensi Keringat = Keringat yang diperlukan (W m - ) atau Sreq x 0,6:10 (Liter/Jam) HSI = Heat Stress Index (%) berikut: Perhitungan keseimbangan panas untuk ruang quality control adalah sebagai Suhu rata-rata ruangan (ta) = 33,70 0 C Suhu globe (radian) rata-rata (tr) = 31,99 0 C Kelembaban relatif (Rh) = 71,34% Kecepatan angin Iclo = 0,1 m/s = 0,78 Clo

112 Sedangkan metabolic rate untuk pekerja dengan beban kerja yang tergolong sedang ringan yaitu 116 Wm - berdasarkan panduan Andris Auliciems dan Steven V. Szokolay dalam bukunya Thermal Comfort. Keterangan yang digunakan adalah: Re,cl = 0,015 m kpa W -1 tsk = 37,13 0 C Metabolisme rate = 116 Wm - Eksternal work = 0 Wm - Pakaian = 0,78 Clo R cl = 0,78 x 0,155 = 0,109 m C W -1 (1 Clo = 0,155 m C W -1 ) = 0,95 Ar/A D = 0,70 A D = 1,70 m Perhitungan: Metabolic heat production (Wm - ) = M W = = 116 f cl = 1 + 0,31clo = 1 + f cl = 1 + = 1,41 Untuk tsk = 37,13, maka tekanan suhu kulit adalah: P sks = exp(18,956 ) mb = 63,44 mb = 6,34 kpa (1mb =0,1 kpa) Untuk ta = 33,70 maka tekanan suhu udara adalah p sa = exp(18,956 ) mb = 5,47 mb = 5,4 kpa

113 p a = Rh x P sa p a = 0,7134 x 5,4 = 3,76 kpa h c = 8,3.v 0,6, untuk 0, < v < 4,0 0,6 h c = 3,1 untuk 0 < v < 0, 6 Karena v = 0,1 maka h c = 3,1 Wm - kpa -1 h e = 16,5 x h c = 16,5 x 3,1 = 51,150 Wm - kpa -1 Hitung nilai h r dan t cl dengan melakukan iterasi terhadap rumus: h r = 4 [73, + ] t cl = Mulai dengan t cl = 0,0 dan lakukan evaluasi terhadap nilai-nilai baru untuk h r, t cl, h r, t cl... hingga terjadi selisih antar t cl 0,01. Dari perhitungan di atas, maka hasil dapat dilihat pada Tabel Tabel Hasil Perhitungan Iterasi untuk Nilai h r dan t cl Perhitungan Ke- h r t cl 1 5,11,77 5,189 34, ,65 34, ,9 34, ,3 34,61 Tabel menjelaskan bahwa iterasi berhenti karena t cl-5 - t cl-4 = 0,005 dan nilainya kurang dari 0,01 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai: h r = 5,3

114 t cl = 34,61 Operative Temperature (t 0 ) = Operative Temperature (t 0 ) = Operative Temperature (t 0 ) = 3,61 h= h c + h r h= 3,1 + 5,3 = 8,4 C + R = C + R = C + R = 1,03 Wm - h e E sk = E sk = E sk = w x 86,6 Wm - Untuk w = 1, E sk = E max, maka E max = 86,6 Wm - kpa -1 C res + E res = 0,0014 M(34-t a ) + 0,0173 M(5,87-P a ) C res + E res = 0,0014 x 116 (34-33,7) + 0,0173 x 116(5,87-3,76) C res + E res = 4,350 Wm -

115 Maka, persamaan heat balance akan menjadi: M W = (C + R + Esk) + ( Cres + Eres) = 1,03 + (w x 86,6) + 4,350 w = 1,046 Jika kebasahan kulit (w) 1,046 akan menyediakan kehilangan panas (heat loss) yang cukup pada kulit melalui penguapan, yaitu tubuh akan berkeringat untuk thermoregulate dan menerima keseimbangan panas. Untuk penguapan maksimum, Emax kebasahan adalah 1 Untuk perhitungan di atas memberikan nilai Emax = 86,6 Wm -. Maka kebasahan yang dibutuhkan untuk keseimbangan diberikan dengan: W req = Jadi, E req = W req x E max E req = 1,046 x 86,6 = 90,583 Wm - Menggunakan asumsi panas laten dari penguapan air (,5 x 10-5 JKg -1 ) dan memperhatikan jumlah tetesan keringat, r (sedikit keringat menetes dan panas laten tidak hilang) ISO 7933 menggunakan: w r = 1 - r = 1 - r = 1-0,547 = 0,453 Keringat yang dibutuhkan (untuk menyediakan penguapan yang dibutuhkan) dapat dihitung sebagai:

116 S req = Wm S req = S req = 199,96 Wm Dimana, rata-rata penguapan keringat 0,6 liter (kg) per jam dapat disamakan dengan kehilangan panas 100 Wm -. Untuk perhitungan di atas, untuk mempertahankan keseimbangan panas, maka tubuh harus menghasilkan 0,519 liter/jam HSI (Heat Stress Index) 0 Nilai HSI (Heat Stress Index) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: HSI (Heat Stress Index) = x 100% HSI (Heat Stress Index) = x 100% HSI (Heat Stress Index) = 104,599 % Jika nilai HSI (Heat Stress Index) lebih dari 100 % dapat berdampak buruk terhadap kesehatan operator karena paparan panas yang dihasilkan sangat besar dimana suhu inti tubuh operator meningkat Effective Temperature (ET) 1 0 Parson,K.C.Ibid.h Auliciems, Andris and Steven V. Szokolay. Thermal Comfort (Brisband), h..

117 Formula untuk menghitung nilai Effective Temperature (ET) adalah: ET = DBT 0,4 (DBT 10) (1-RH/100) dalam satuan 0 C Maka nilai Effective Temperature (ET) untuk ruang quality control adalah: ET = 33,7 0,4 (33,7 10) (1-71,34/100) ET = 33,7 (9,08) (0,86) ET = 31,098 0 C Suhu Effective Temperature (ET) mencapai 31,098 0 C hal ini berarti bahwa Effective Temperature (ET) harus dibenahi karena melebihi suhu yang nyaman untuk bekerja yakni 4 0 C hingga 6 0 C.

118 BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Analisis Fisiologi Pekerja Kondisi suhu lantai produksi bergerak dengan arah gradien positif, dimana gradien positif merupakan signifikansi kenaikan suhu dari keadaan netral (-0,333) menjadi panas (1,667) yang ditunjukkan pada Gambar Tingginya kondisi akumulasi panas di lantai produksi diakibatkan oleh proses produksi yang dilakukan mesin boiler yang menghasilkan banyak uap panas, shift kerja pada Departemen Quality Control dimulai pukul hingga pukul dan pada pukul 1.00 hingga pukul suhu ruangan meningkat dikarenakan radiasi panas dari matahari dengan berangsur-angsur sehingga menyebabkan kondisi suhu lantai produksi menjadi panas terutama pada musim kemarau suhu ruangan dapat mencapai hingga 35 o C. Akumulasi panas juga menyebabkan metabolisme operator menurun sehingga operator Departemen Quality Control menjadi lebih cepat lelah. Oleh karena itu, operator menginginkan agar kondisi di lantai produksi menjadi sedikit lebih sejuk (-1,667) dengan temperatur antara 4 0 C C agar dapat lebih berkonsentrasi dalam bekerja. Selain keadaan suhu ruangan yang tinggi, operator ternyata tidak merasakan aliran udara selama bekerja. Hal ini sesuai dengan hasil data kecepatan angin yang dikumpulkan, kecepatan angin pada ruang Quality Control sangatlah rendah, yaitu

119 rata-rata 0,1 m/s. Oleh karena itu, pada Gambar hasil kuesioner menyatakan bahwa operator menginginkan agar kondisi aliran udara di lantai produksi jauh lebih kuat (1,5). Hal ini membuktikan bahwa tingginya temperatur dan rendahnya kecepatan angin cukup mengganggu operator Analisis ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) Nilai ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) sangat tergantung pada suhu basah dan suhu bola. Semakin besar nilai kedua suhu tersebut, maka semakin tinggi pula nilai ISBB yang akan dihasilkan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa jam kerja dan jam istirahat operator adalah sebesar 71,4% dan 8,6%. Hal ini berarti: Jam kerja = 71,4/100 x total jam kerja 1 hari Jam kerja = 71,4/100 x 8 Jam kerja = 5,7 jam. Jam Istirahat = 8 jam 5,7 jam =,3 jam. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan jumlah jam kerja dan jam istirahat di PT Pacific Palmindo Industri, maka terjadi perbedaan yang cukup banyak, dimana PT Pacific Palmindo Industri hanya memberikan waktu istirahat sebanyak 1 jam saja kepada operator. PT Pacific Palmindo Industri sebaiknya melakukan penambahan jam istirahat sebanyak 1,3 jam agar kelelahan kerja operator dapat berkurang sehingga kinerja operator Departemen Quality Control dapat lebih meningkat.

120 Analisis Keseimbangan Panas dan Heat Stress Index (HSI) Hasil perhitungan nilai keseimbangan panas di lantai produksi menunjukkan nilai kebasahan (w) sebesar 1,046. Hal ini berarti bahwa operator di lantai produksi harus mampu menghasilkan keringat sebanyak 0,519 liter/jam untuk mempertahankan keseimbangan panas di dalam tubuh. Sedangkan Heat Stress Index (HSI) yang didapatkan melebihi 100% yang artinya bahwa beban panas melebihi kapasitas maksimum penguapan (M + R + C > EMAX). Hal tersebut mengakibatkan suhu tubuh inti akan meningkat sehingga operator akan kehilangan lebih banyak cairan dalam tubuh yang keluar melalui keringat. Hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan operator Analisis Effective Temperature (ET) Hasil pengolahan data, didapatkan nilai Effective Temperature (ET) berkisar 31,09 0 C (87,96 0 F). Berdasarkan NASA CR yang mengkaitkan nilai Effective Temperature (ET) dengan persentasi kehilangan output dan persentasi kehilangan akurasi, maka hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Hubungan Effective Temperature (ET) dengan Output dan Akurasi Effective Temperature ( o F) Loss in Output (%) Loss in Accuracy (%) 75 3 Negligible

121 Sumber: NASA CR Karena nilai ET yang didapatkan dari hasil perhitungan tidak terdapat dalam tabel, maka dilakukan teknik interpolasi linier untuk mendapatkan persentasi output dan akurasi yang hilang. Untuk perhitungan persentasi output yang hilang: Dik: x n = 85 y n = 18 x n+1 = 90 y n+1 = 9 Dit: x = 87,96 y=? Maka, untuk mencari nilai y, digunakan rumus: (X X n ) Jadi, y = 18 + (87,96 85) y = 4,51% Sedangkan untuk perhitungan persentasi akurasi yang hilang: Dik: x n = 85 y n = 40 x n+1 = 90 y n+1 = 300

122 Dit: x = 87,96 y=? Maka, untuk mencari nilai y, digunakan rumus: (X X n ) Jadi, y = 40 + (87,96 85) y = 194,0 % Dari hasil perhitungan interpolasi di atas, maka nilai ET akan berdampak pada penurunan/kehilangan output yang dihasilkan sebesar 4,51% dan akurasi sebesar 194,0%. 6.. Pembahasan Hasil Perbaikan Fasilitas Kerja Fasilitas kerja yang akan dibahas dalam hal ini adalah perancangan turbin ventilator, rancangan antropometri, dan rancangan isolator. Cara kerja turbin ventilator adalah akan berputar dengan hembusan angin yang lemah sekalipun, tetapi juga mampu menahan angin berkecepatan tinggi. Berputarnya turbin ventilator juga disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar ruangan, dimana secara alaminah udara panas di dalam dan di luar ruangan akan mengalir dan menekan keluar melalui sirip-sirip turbin dan membuat turbin ventilator berputar. Turbin Ventilator akan selalu berputar menghisap udara panas dalam ruangan, sehingga ada atau tidak ada angin tidak mengganggu kinerja operator. Penggunaan Turbin Ventilator akan lebih menghemat biaya karena tidak

123 memerlukan daya arus listrik sama sekali. Gambar dari turbin ventilator dapat dilihat pada Gambar 6.1. Gambar 6.1. Turbin Ventilator Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan beban penyejukkan adalah sebagai berikut: a. Suhu di lantai produksi yang akan dipertahankan menjadi 6 0 C. b. Pada departemen quality control bersebelahan dengan ruangan yang terdapat mesin boiler dengan jarak ke dinding sebesar 1,5 meter dengan dinding berbahan batu bata dengan tebal 10cm dengan suhu C. c. Ventilasi merupakan jendela pada dinding. d. Kecepatan angin = 0,1 m/s. e. Temperatur udara luar sekitar 3 0 C. f. Bahan dinding luar bangunan Departemen Quality Control adalah batu bata dengan absorbsi permukaan dinding α w = 1,. g. Radiasi matahari rata rata (I) = 600 W/m

124 h. Mengganti dengan cat dinding dengan warna putih α w = 0,3. i. Penambahan Glass Wool (Kain Kaca) dengan garis tengah sekitar 0,005mm - 0,01mm pada dinding luar yang berbatasan dengan ruang boiler. Fibre Glass mampu mengisolasi panas dengan penurunan suhu 3 0 C dengan daya hantar sebesar 0,06 J/det 0 C 3. J. Transmitan lapisan udara luar (f 0 ) = 10 W/m 0 C Maka, beban penyejukan yang dibutuhkan dapat dihitung dengan menggunakan formula: Q m = Q i + Q s + Q c + Q v Dimana: Q m = Panas yang harus diangkut oleh mesin penyejuk (W) Q i = Panas dari sumber dalam ruangan (W) Q s = Panas matahari yang menembus atap pabrik (W) Q c = Panas dari ruangan luar yang menembus dinding (W) Q v = Panas dari udara luar (W) Penyelesaian: ΔT atap = T 0 T i ΔT atap = 3-6 ΔT atap = 6 0 C Karena Glass Wool mampu mereduksi panas hingga 3 0 C maka ΔT atap = 3 0 C Ken Parsons.000. Human Thermal Environments, Hal http//

125 Absorbsi dinding luar merupakan nilai rata rata dari absorbsi bata yang diplester dan di cat. α = 0,5 (α dinding + α cat ) α = 0,5 (1, + 0,3) α = 0,75 Suhu permukaan luar dinding T s = T 0 + (1.α.cos β / f 0 ) T s = 3 + (600.0,975.cos 60 / 10) T s = 3 +,5 T s = 54,5 Maka, ΔT dinding = 54,5 6 isolator fiber glass = 54,5 6 3 = 5,5 0 C Q i = Q i = panas uap + panas manusia Q i = (1) (300) + (86) (6) Q i = 816 W Q s = Panas yang menembus atap = A atap. I. θ = (10) () (600) (0,3) = 3600 W Q c = Panas melalui dinding + panas melalui uap = A dinding. U dinding.δt + A atap. U atap.δt

126 A dinding = (3 x 15) + (3 x 10) + (10 x ) + (5,5 x ) A dinding = 18 Q c = (18) (0,3) (3,5) + (10) (3) (0,6) (3,5) Q c = ,55 Q c = 1489,95 Sedangkan Q v (panas karena ventilasi) bernilai: Q v = 1300 V ΔT Dengan V = ventilation rate (m 3 /s) Jadi V = A Ventilasi x Kecepatan Angin V = (1,) (1) x 0,1 V = 0,144 m 3 /s Q v = 1300 x 0,144 x 6 Q v = 113 W Jadi, Q m = Q i + Q s + Q c + Q v = , Q m = 708,95 W = 7,08 Kw Maka rumus jumlah Turbin Ventilator adalah: Jumlah turbin = A x B / C Dengan: A = Volume Ruangan (m 3 ) B = Nilai kebutuhan frekuensi pergantian udara dalam 1 jam C = Air volume dari turbin ventilator dalam satuan m 3 /jam

127 Penyelesaian: Volume ruangan = volume ruangan bawah + volume ruangan atas (atap) Volume ruangan (A) = 3 x 10 x 15 = 450 m 3 B = 0/Jam Maka, A x B = 450 x 0 = 9000 m 3 Bila tipe turbin yang digunakan adalah Cooler Turbine Ventilator Type L-45 dengan spesifikasi: diameter = 45 cm dengan dimensi 70 x 53 x 4cm dengan berat 4,5 kg kapasitas hisap 4,39 m 3 / menit atau 543,4 m 3 / jam. Maka Jumlah Turbin Ventilator yang dibutuhkan adalah: 708/543,4 =,76 atau sebanyak 3 buah. Perancangan turbin pada lantai produksi tentu saja memerlukan biaya yang harus dikeluarkan oleh PT Pacific Palmindo Industri, dimana turbin ventilator type L-45 merek CYCLONE ini memiliki harga sekitar Rp Karena dibutuhkan 3 buah turbin, maka PT Pacific Palmindo Industri harus mengeluarkan biaya sebesar Rp Penambahan turbin ventilator sebanyak 3 buah merupakan keputusan yang bijak, karena dapat menyerap panas pada ruang Quality Control sehingga tercipta kenyamanan bekerja pada ruangan tersebut, selain itu biayanya juga lebih murah karena tidak memerlukan energi listrik Rancangan Meja dan Kursi Operator Rancangan meja dan kursi operator menggunakan prinsip antropometri terhadap operator Departemen Quality Control dengan dimensi yang diukur untuk kursi terdiri dari: Tinggi Polipteal (Tpo), Tinggi Siku Duduk (TSD), Lebar

128 Pinggul (LP), dan Tinggi Bahu Duduk (TBD), sedangkan dimensi untuk meja terdiri dari: Rentangan Tangan (RT) dan Jangkauan Tangan yang dapat dilihat pada tabel 6.. Tabel 6.. Ukuran Dimensi Antropometri yang Digunakan Dimensi Rata-rata Ekstrim Atas Bawah Tinggi Polipteal 4 cm Tinggi Siku Duduk 1 cm 5, cm 1 cm Lebar Pinggul 33,8 cm Jangkauan Tangan 75 cm Rentangan Tangan 166 cm Tinggi Bahu Duduk 57,5 cm 63 cm 57,5 cm Sumber : Pengolahan Data Gambar rancangan meja dan kursi untuk operator Departemen Quality Control dapat dilihat pada Gambar 6.. Gambar 6.. Rancangan Meja dan Kursi Operator Departemen Quality Control

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA UNTUK MENGURANGI STRESS PADA DEPARTEMEN QUALITY CONTROL PT PACIFIC PALMINDO INDUSTRI

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA UNTUK MENGURANGI STRESS PADA DEPARTEMEN QUALITY CONTROL PT PACIFIC PALMINDO INDUSTRI USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA UNTUK MENGURANGI STRESS PADA DEPARTEMEN QUALITY CONTROL PT PACIFIC PALMINDO INDUSTRI TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Penulisan Tugas Sarjana

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1: DAFTAR ISTILAH Kenyamanan termal atau thermal comfort adalah kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal. Temperatur udara atau air temperature (T a )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. bila berada dalam temperatur ekstrim selama durasi waktu tertentu. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Faktor temperatur pada suatu lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja, bila

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan pada mereka. Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

RANCANGAN FASILITAS KERJA AKIBAT PANAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DI PABRIK TAHU. William NIM

RANCANGAN FASILITAS KERJA AKIBAT PANAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DI PABRIK TAHU. William NIM RANCANGAN FASILITAS KERJA AKIBAT PANAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DI PABRIK TAHU TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh William NIM.

Lebih terperinci

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index)

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)/WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index) KEPMENAKER NO.51 TAHUN 1999 TENTANG NAB FAKTOR FISIKA DI TEMPAT KERJA 1. Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah keadaan sekitar baik secara fisik dan non fisik yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi keadaan lingkungan kerja

Lebih terperinci

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. 1. Beban Kerja a. Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan pekerja dimana dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja

Lebih terperinci

PERANCANGAN KURSI KERJA BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. PROPAN RAYA ICC TANGERANG

PERANCANGAN KURSI KERJA BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. PROPAN RAYA ICC TANGERANG PERANCANGAN KURSI KERJA BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP ERGONOMI PADA BAGIAN PENGEMASAN DI PT. PROPAN RAYA ICC TANGERANG Tri Widodo & Heli Sasmita Tiga_wd@yahoo.co.id Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja

Pengertian Iklim Kerja Macam-Macam Iklim Kerja Pengertian Iklim Kerja Iklim kerja adalah faktor-faktor termis dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Manusia mempertahankan suhu tubuhnya antara 36-37 0 C dengan berbagai cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

PERANCANGAN INTERIOR/ RUANG BELAJAR YANG ERGONOMIS UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

PERANCANGAN INTERIOR/ RUANG BELAJAR YANG ERGONOMIS UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) PERANCANGAN INTERIOR/ RUANG BELAJAR YANG ERGONOMIS UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) Julianus Hutabarat,Nelly Budiharti, Ida Bagus Suardika Dosen Jurusan Teknik Industri,Intitut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

TEKANAN PANAS DAN METODE PENGUKURANNYA DI TEMPAT KERJA

TEKANAN PANAS DAN METODE PENGUKURANNYA DI TEMPAT KERJA TEKANAN PANAS DAN METODE PENGUKURANNYA DI TEMPAT KERJA HENDRA DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA KETERAMPILAN PENGUKURAN BAHAYA FISIK dan KIMIA di TEMPAT KERJA RUANG PROMOSI DOKTOR, GEDUNG G FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

IV-138 DAFTAR ISTILAH

IV-138 DAFTAR ISTILAH IV-138 DAFTAR ISTILAH Evaporasi; (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58

Lebih terperinci

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT207 ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN PENGUKURAN KONDISI TERMAL TEMPAT KERJA YANG MENDUKUNG KENYAMANAN OPERATOR UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DI LANTAI PRODUKSI PT. SINAR SOSRO TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

B A B III METODOLOGI PENELITIAN B A B III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penulisan laporan ini, penulis membagi metodologi pemecahan masalah dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap Indentifikasi Masalah 2. Tahap Pengumpulan Data dan Pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data 4.1.1. Data Meja Belajar Tabel 4.1 Data pengukuran meja Pengukuran Ukuran (cm) Tinggi meja 50 Panjang meja 90 Lebar meja 50 4.1.. Data Kursi Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki suhu inti tubuh normal sekitar 36-37 C. Suhu tubuh tersebut dapat berubah naik atau turun tergantung dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016 ANALISA KONDISI TERMAL UNTUK MENDUKUNG KENYAMANAN KERJA OPERATOR DI PT. PABRIK ES SIANTAR TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh Marta Sundari

Lebih terperinci

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI Jenis Data 1. Dimensi Linier (jarak) Jarak antara dua titik pada tubuh manusia yang mencakup: panjang, tinggi, dan lebar segmen tubuh, seperti panjang jari, tinggi lutut,

Lebih terperinci

-THESIS (TI )- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas

-THESIS (TI )- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas -THESIS (TI - 092327)- Perancangan Model Penilaian Potensi Personal Protective Clothing (PPC) dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan di Lingkungan Panas Oleh : Irma Nur Afiah Dosen Pembimbing : Ir. Sritomo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UPT. Balai Yasa Yogyakarta merupakan satu dari empat Balai Yasa yang dimiliki oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero). UPT. Balai Yasa Yogyakarta adalah industri yang

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya

Bab V Hasil dan Pembahasan. Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya Bab V Hasil dan Pembahasan Bab ini akan menampilkan data yang diperoleh selama penelitian beserta pengolahan dan pembahasannya V.1 Identifikasi Bahaya Teknik yang digunakan untuk penentuan bahaya dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Defenisi Tekanan Panas Menurut Suma mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Seragam olahraga, kenyamanan berpakaian, respon suhu kulit, dan respon denyut nadi pemulihan

ABSTRAK. Kata kunci: Seragam olahraga, kenyamanan berpakaian, respon suhu kulit, dan respon denyut nadi pemulihan ABSTRAK APLIKASI ERGONOMI PADA SERAGAM OLAHRAGA DAPAT MENINGKATKAN KENYAMANAN DAN MEMPERBAIKI RESPON SUHU KULIT KETIKA BEROLAHRAGA PADA SISWA SMP DI SMP KESUMA SARI DENPASAR BALI Pemilihan seragam olahraga

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH PSIKOLOGI KEREKAYASAAN KODE / SKS : KK / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH PSIKOLOGI KEREKAYASAAN KODE / SKS : KK / 2 SKS 1 Pendahuluan A. Definisi B. Sejarah 1. Definisi psikologi rekayasaan (ergonomi) C. Dasar ilmuan dari Psikologi 2. Sejarah psikologi rekayasaan (ergonomi) Kerekayasaan D. Studi tentang sistem rja secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Iklim Kerja 1. Pengertian Iklim kerja Iklim kerja adalah keadaan udara di tempat kerja. 2 Iklim kerja merupakan interaksi berbagai variabel seperti; temperatur, kelembapan udara,

Lebih terperinci

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA Definisi Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini adalah penelitian asosiatif yaitu bentuk penelitian dengan

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini adalah penelitian asosiatif yaitu bentuk penelitian dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian ini adalah penelitian asosiatif yaitu bentuk penelitian dengan menggunakan minimal dua variabel yang dihubungkan. Metode asosiatif merupakan

Lebih terperinci

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011

- TEMPERATUR - Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga dada) 30/10/2011 ERGONOMI - TEMPERATUR - Universitas Mercu Buana 2011 Tubuh Manusia dan Temperatur Kroemer & Kroemer,, 2001) Temperatur inti tubuh manusia berada pada kisaran nilai 37 o C (khususnya bagian otak dan rongga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Panas 2.1.1 Pengertian Tekanan Panas Tekanan panas adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA. Penggunaan Kursi Antropometri Tiger Laboratorium Perancangan Kerja dan Ergonomi Jurusan Teknik Industri

INSTRUKSI KERJA. Penggunaan Kursi Antropometri Tiger Laboratorium Perancangan Kerja dan Ergonomi Jurusan Teknik Industri INSTRUKSI KERJA Penggunaan Kursi Antropometri Tiger Laboratorium Perancangan Kerja dan Ergonomi Jurusan Teknik Industri FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014 DAFTAR REVISI Revisi ke 00 : Rumusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya ruang kuliah yang digunakan untuk sarana penunjang dalam proses belajar mengajar antara dosen dan mahasiswa adalah sarana yang sangat penting,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN NASKAH SOAL HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN NASKAH SOAL HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN NASKAH SOAL HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN INTISARI

Lebih terperinci

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR Abstrak. Meja dan kursi adalah fasilitas sekolah yang berpengaruh terhadap postur tubuh siswa. Postur tubuh akan bekerja secara alami jika menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana variabel

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana variabel BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan adanya perbedaan antara variabel-variabel melalui pungujian

Lebih terperinci

MODUL I PENGUKURAN FISIOLOGI KERJA

MODUL I PENGUKURAN FISIOLOGI KERJA MODUL I PENGUKURAN FISIOLOGI KERJA 1. Prosedur Praktikum Dalam menjalankan kegiatan praktikum ini, terdapat beberapa prosedur berikut: a. Alat dan bahan yang diperlukan dipersiapkan. b. Sebelum memulai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metodologi 3.1.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Bahwa dalam penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional atau studi belah lintang dimana variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Atau Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian.

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian yang penulis gunakan adalah bentuk penelitian regresi yaitu penelitian yang tujuanya adalah melihat pengaruh dua atau lebih variable,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Anthropometri Menurut Sritomo (1989), salah satu bidang keilmuan ergonomis adalah istilah anthropometri yang berasal dari anthro yang berarti manusia dan metron yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi : BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek penelitian tenaga kerja meliputi : 1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki

Lebih terperinci

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal Bab 14 Kenyamanan Termal Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 172 Kenyaman termal Kenyaman termal adalah suatu kondisi yang dinikmati oleh manusia. Faktor-faktor kenyamanan termal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO HUBUNGAN ANTARA TINGKAT TEKANAN PANAS DENGAN FREKUENSI DENYUT NADI PEKERJA PANDAI BESI DI KELURAHAN PADEBUOLO Akmal Dwiyana Kau, Sunarto Kadir, Ramly Abudi 1 akmalkau@gmail.com Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2012, penjualan pakaian olah raga di pasar global melebihi $244 milyar (Sishoo, 2015). Penjualan tersebut mencakup 46 negara di seluruh dunia yang memperkirakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN FASILITAS KERJA YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) PADA INDUSTRI KERIPIK UBI

PERANCANGAN FASILITAS KERJA YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) PADA INDUSTRI KERIPIK UBI PERANCANGAN FASILITAS KERJA YANG ERGONOMIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) PADA INDUSTRI KERIPIK UBI TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu. Melalui penelitian, manusia dapat menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu. Melalui penelitian, manusia dapat menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode bagi suatu penelitian merupakan suatu alat didalam pencapaian suatu tujuan untuk memecahkan suatu masalah. Metode penelitian (Sugiyono, 2010:2) pada

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN:

Seminar Nasional IENACO ISSN: PERANCANGAN MEJA DAN KURSI YANG ERGONOMIS UNTUK MURID TAMAN KANAK-KANAK (STUDI KASUS : TK ISLAM SILMI SAMARINDA) Lina Dianati Fathimahhayati 1, Dutho Suh Utomo 2, Mifta Khurrohmah Mustari 3 Program Studi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Uji Validitas Kuesioner Tujuan dari pengujian validitas adalah untuk menguji apakah kuesioner yang digunakan telah tepat atau cermat dalam melakukan fungsi ukurnya. Pengujian validitas ini menggunakan

Lebih terperinci

DESAIN STASIUN KERJA

DESAIN STASIUN KERJA DESAIN STASIUN KERJA Antropologi Fisik Tata Letak Fasilitas dan Pengaturan Ruang Kerja Work Physiologi (Faal Kerja) dan Biomechanics Ruang Kerja Studi Metode Kerja DESAIN STASIUN KERJA Keselamatan dan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek yang akan diteliti yaitu mengenai Situasi Pembelian Pengaruhnya

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek yang akan diteliti yaitu mengenai Situasi Pembelian Pengaruhnya 44 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang akan diteliti yaitu mengenai Situasi Pembelian Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Pada Bandung. Dalam penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data 3.1.1 Penelitian Kepustakaan 1. Study literatur atau studi kepustakaan, yaitu dengan mendapatkan berbagai literatur dan referensi tentang manajemen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK Saat ini banyak orang belum mempunyai internet, sehingga banyak usaha yang menyediakan internet atau warung internet (warnet). Objek penelitian yang diambil yaitu warnet X di Bandung. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluhan terbanyak dari mahasiswa Universitas Kristen Maranatha mengenai kursi kuliah yang digunakan saat ini adalah kurang memberikan

Lebih terperinci

SEJARAH & PERKEMBANGAN

SEJARAH & PERKEMBANGAN Amalia, ST., MT. SEJARAH & PERKEMBANGAN ERGONOMI Suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini mengenai pengaruh keragaman tenaga kerja (workforce diversity) terhadap kinerja karyawan bagian pemeliharaan (maintenance section)

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan jenis penelitian eksplanatif dan metode penelitian kuantitatif.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dengan menggunakan jenis penelitian eksplanatif dan metode penelitian kuantitatif. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan jenis penelitian eksplanatif dan metode penelitian kuantitatif.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah-masalah yang telah dipaparkan dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi tersebut mencakup konteks riset, data dan sumber data, lokasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi tersebut mencakup konteks riset, data dan sumber data, lokasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Lingkup Penelitian Pada bab ini akan dibahas metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Metodologi tersebut mencakup konteks riset, data dan sumber data, lokasi penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menentukan obyek-obyek penelitian yang akan diteliti dan besarnya

BAB III METODE PENELITIAN. menentukan obyek-obyek penelitian yang akan diteliti dan besarnya 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti harus menentukan obyek-obyek penelitian yang akan diteliti dan besarnya

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 56 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Jenis Penelitian dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari hasil penelitian Pengembangan Surveilans Faktor Risiko Penyakit dan

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA. Penggunaan Kursi Antropometri Tiger Laboratorium Perancangan Kerja dan Ergonomi Jurusan Teknik Industri

INSTRUKSI KERJA. Penggunaan Kursi Antropometri Tiger Laboratorium Perancangan Kerja dan Ergonomi Jurusan Teknik Industri INSTRUKSI KERJA Penggunaan Kursi Antropometri Tiger Laboratorium Perancangan Kerja dan Ergonomi Jurusan Teknik Industri FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016 i ii DAFTAR REVISI Revisi ke 00 : Rumusan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 64 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi. Metode penelitian kombinasi adalah metode penelitian yang menggabungkan antara

Lebih terperinci

basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain

basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain 100 Data pada Tabel 5.1 menunjukkan intensitas cahaya, suhu kering dan suhu basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain interior berbeda bermakna atau tidak sama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Berikut ini merupakan diagram alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Berikut ini merupakan diagram alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Berikut ini merupakan diagram alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan subyek penelitian Penyusunan Instrumen Penelitian (kuesioner)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan manusia modern delapan puluh persennya dilakukan di dalam ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut biasanya

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Subjek Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan karakteristik yang dibahas adalah umur, berat badan, tinggi badan dan antropometri. 6.1.1 Umur Umur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Pembahasan Pengambilan data dari pengukuran fisiologis dalam aktivitas dengan menggunakan running belt dilakukan oleh satu orang operator dimana operator tersebut melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif kuantitatif. Sebab, penelitian ini menekankan pada fenomenafenomena

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif kuantitatif. Sebab, penelitian ini menekankan pada fenomenafenomena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Sebab, penelitian ini menekankan pada fenomenafenomena objektif yang dikaji

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian merupakan desain atau suatu proses yang memberikan arahan atau petunjuk secara sistematis kepada peneliti dalam melakukan proses penelitian.

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN:

Seminar Nasional IENACO ISSN: INVESTIGASI SETING AIR CONDITIONING (AC) PADA USAHA PENINGKATAN KENYAMANAN THERMAL DAN HEMAT ENERGI DI KELAS Sugiono* 1, Ishardita P.Tama 2,Wisnu W 3, Lydia D.R. Suweda 4 Jurusan Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kursi Kerja a. Pengertian Kursi Kerja Kursi kerja merupakan perlengkapan dari meja kerja atau mesin, sehingga kursi akan dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kota besar yang mengandalkan kepraktisan sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kota besar yang mengandalkan kepraktisan sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, terdapat perubahan gaya hidup masyarakat kota besar yang mengandalkan kepraktisan sehingga mempengaruhi jumlah pesanan pada katering (Tristar

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI

PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI PERANCANGAN ELEMEN-ELEMEN RUMAH TINGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DATA ANTHROPOMETRI BASUKI ARIANTO Program Studi Teknik Industri Universitas Suryadarma Jakarta ABSTRAK Rumah tinggal adalah rumah yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Metodologi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan dengan tujuan dan kegunaan tertentu, Sugiyono (2013:01).

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor

BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Jenis Kelamin Adanya perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang. Secara universal, tingkat produktivitas laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima

BAB I PENDAHULUAN. Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima oleh fisik operator selama pelaksanaan kerja. Sudut pandang ergonomi menganalisi setiap beban kerja

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari tahapan analisis risiko yaitu identifikasi bahaya yang dilakukan dengan beberapa tahap yaitu studi kondisi lapangan, pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Barat. Penelitian ini dilakukan pada Maret 2016 sampai dengan selesai.

BAB III METODE PENELITIAN. Barat. Penelitian ini dilakukan pada Maret 2016 sampai dengan selesai. 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Perusahaan yang sudah terdaftar sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang beromzet 4,8 milyar pertahun diwilayah Jakarta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK Ada dua macam jenis layar komputer yang dikenal saat ini yaitu layar CRT dan LCD. Semua laboratorium komputer di Lantai 9 Grha Widya Maranatha masih menggunakan jenis layar CRT. Mahasiswa banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif verifikatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif verifikatif yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif verifikatif yang digunakan untuk mengetahui nilai variabel X yakni keunggulan asosiasi merek,

Lebih terperinci

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT KWM adalah perusahaan yang bergerak di industri manufaktur aksesoris garmen yang terbuat dari timah dan menerima pesanan pewarnaan metal. Berdasarkan hasil pengamatan, permasalahan yang paling

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Subjek Kondisi subjek yang diukur dalam penelitian ini meliputi karakteristik subjek dan antropometri subjek. Analisis kemaknaan terhadap karakteristik subjek dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai model dan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian mengenai desain perbaikan kursi untuk karyawan pada bagian kerja penyetelan dan pelapisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan potensi di bidang industri. Salah satu bidang industri itu adalah industri manufaktur.

Lebih terperinci