PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN IKA ANDRIANI. Pengaruh Pemberian Pupuk K dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag. (dibimbing oleh M.H. BINTORO DJOEFRIE). Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit sagu (Metroxylon sp). Percobaan dilakukan di perkebunan milik PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau pada bulan Februari - Juni Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan satu faktor yaitu dosis pupuk kalium. Pupuk yang digunakan adalah pupuk KCl, yang terdiri atas 6 perlakuan, yaitu 0, 1.24, 2.49, 3.73, 4,98, dan 6.22 g K/polibag. Penggunaan pupuk K dikombinasikan dengan pupuk dasar N dan P dengan dosis masing-masing adalah 6 g N/polibag dan 3 g P/polibag. Bibit sagu ditanam di bawah naungan paranet 70 %, sebelum penanaman eksplan dibersihkan dari jaringan mati, kemudian dipangkas sekitar 30 cm di atas banir. Bibit direndam dalam larutan Dithane M-45 selama 10 menit dan dikeringanginkan. Bibit ditanam dalam polibag berisi tanah gambut yang telah dicampur dolomit dengan dosis 40 g/polibag, dan di sekitar bibit diberikan Furadan 3 G. Aplikasi pemupukan dilakukan sehari setelah penanaman. Pemupukan kalium yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati antara lain panjang daun pangkasan, panjang dan lebar anak daun pangkasan, panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun 1, persentase hidup bibit, persentase pemekaran, panjang petiol, jumlah anak daun 1 dan jumlah daun. Pembentukan akar pada bibit yang belum optimal menyebabkan terhambatnya penyerapan hara kalium yang diberikan. Pemupukan kalium tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sagu juga disebabkan oleh faktor lingkungan dan media tanah gambut. Sifat tanah gambut yang masam, KTK tinggi dan kejenuhan basa yang rendah menyebabkan sulitnya penyerapan unsur hara. Sifat kalium yang sangat mobile dan tanah gambut yang memiliki bulk density yang rendah menyebabkan mudahnya terjadi pencucian hara yang diberikan. Pertumbuhan bibit yang didukung oleh cadangan makanan yang terdapat pa-

3 da banir dan pembentukan akar yang lambat menyebabkan pengaruh pemupukan menjadi tidak terlihat.

4 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor IKA ANDRIANI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Nama NIM : PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG : IKA ANDRIANI : A Menyetujui, Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 18 Oktober Penulis merupakan anak keempat dari Bapak Sofyan (Alm) dan Ibu Erlina. Tahun 2002 penulis lulus dari SDN 13 Panampuang, Bukittinggi. Tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di MTsN Panampuang, Bukittinggi. Penulis melanjutkan studi di SMAN 1 Ampek Angkek, Bukittinggi dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai salah satu mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui jalur USMI dari Tahun 2010/2011 penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai salah satu staf internal di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian. Penulis juga aktif di kepanitiaan kegiatan fakultas maupun departemen. Penulis juga telah mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan percobaan Pengaruh Pemberian Pupuk K dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Sagu di Persemaian dengan Sistem Polibag. Percobaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian pupuk Kalium terhadap bibit sagu sehingga dapat diketahui dosis optimalnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan kegiatan percobaan maupun dalam penulisan skripsi, terutama kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr. sebagai dosen pembimbing skripsi yang bersedia memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Keluarga yaitu ibu, kakak dan adik yang selalu memberikan dukungan dan doa buat penulis dalam pengerjaan skripsi. 3. Dosen penguji yaitu Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si dan Dr. Ir. Suwarto M.Si yang telah memberikan saran terhadap perbaikan penulisan skripsi penulis. 4. PT. Sampoerna Agro yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan keluarga besar PT. National Sago Prima, terutama Mas Fajar, Kak Warno, Mas Gia, Mas Andri, dan Pak Fahmi. 5. Rekan-rekan satu penelitian sagu yang turut membantu dalam kegiatan penelitian, yaitu Almagit Husni Hofsah, Hesti Yulianingrum, Fendry Ahmad, Rachmad Sumitro, dan M. Iqbal Nurulhaq. 6. Sahabat-sahabat penulis yaitu, Tri Herdiyanti, Rusman Arif, Ulya Zulfa, A.A. Keswari K, Uswatun Khasanah, Ni Wayan Sindra J, Teh Shandra dan teman-teman satu bimbingan, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama untuk kemajuan pengetahuan di bidang pertanian. Bogor, 06 Juli 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 ix x xi TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani dan Karakteristik Morfologi... 3 Syarat Tumbuh... 4 Pembibitan... 4 Pupuk Kalium... 5 BAHAN DAN METODE... 8 Tempat dan Waktu... 8 Bahan dan Alat... 8 Metode Penelitian... 8 Pelaksanaan Penelitian... 9 Pengamatan... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 36

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Persentase Hidup Bibit Sagu Persentase Hidup Bibit Sagu (Transformasi) Persentase Pemekaran Daun Persentase Pemekaran Daun (Transformasi) Rataan Panjang Daun Pangkasan Rataan Panjang Anak Daun Pangkasan Rataan Lebar Anak Daun Pangkasan Rataan Panjang Daun Rataan Panjang Anak Daun Rataan Lebar Anak Daun Rataan Jumlah Daun Rataan Panjang Petiol Daun Rataan Jumlah Anak Daun Bobot Basah dan Bobot Kering Bibit Sagu Rata-Rata Suhu dan Kelembaban... 27

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Layout Percobaan Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Bibit Sagu pada10 MSA Analisis Tanah Sebelum Pemupukan Analisis Tanah Setelah Pemupukan Kriteria Penilaian Sifat Tanah

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kegiatan Pemeliharaan Bibit Tua Bibit Muda Bibit Membusuk Bibit Terserang Jamur Persentase Hidup Bibit Sagu Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu Panjang Daun Pangkasan Panjang Anak Daun Pangkasan Lebar Anak Daun Pangkasan Panjang Daun Panjang Anak Daun Lebar Anak Daun Rata-Rata Jumlah Daun Panjang Petiol Daun Jumlah Anak Daun Bobot Kering Akar dan Tajuk... 26

12 PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman jenis tanaman pangan penghasil karbohidrat, baik yang berasal dari biji dan non biji. Karbohidrat yang berasal dari biji misalnya, padi, jagung, gandum, dan sorghum. Karbohidrat non biji dapat diambil dari tanaman seperti singkong, sagu, ubi jalar, sukun, dan talas. Kebutuhan karbohidrat masyarakat dunia yang semakin meningkat setiap tahunnya menyebabkan tanaman penghasil karbohidrat dari biji tidak lagi bisa menjadi satu-satunya penopang sumber pangan, sehingga diperlukan diversifikasi ke karbohidrat non biji. Karbohidrat non biji memiliki keunggulan tersendiri baik dalam budidaya maupun pemanfaatannya bagi manusia. Sagu (Metroxylon sp) adalah salah satu tanaman pangan yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan alternatif. Sagu merupakan tanaman yang paling produktif dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lain. Sagu yang dikelola dengan baik dapat memproduksi ton pati kering/ha/tahun (Bintoro et al., 2010). Sagu belum dibudidayakan secara maksimal dan pada umumnya masih tradisional karena masih terbatasnya informasi mengenai teknik budidaya sagu, salah satunya dari aspek pembibitan. Pembibitan sagu dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Kedua metoda pembibitan ini memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda. Menurut Bintoro et al. (2010), pembibitan secara vegetatif diambil dari anakan sagu yang berasal dari pohon induk sagu yang produksi patinya tinggi, umumnya pembibitan dengan anakan memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi dibanding pembibitan secara generatif. Dormansi benih yang lama menyebabkan tingkat keberhasilan perkecambahan kecil. Aspek pembibitan sagu merupakan suatu tindakan budidaya yang penting untuk diperhatikan karena keberhasilan anakan sagu untuk menjadi tanaman yang sempurna ditentukan oleh perlakuan pada saat pembibitan. Pemupukan tanaman saat di pembibitan dapat menjadi salah satu upaya untuk menyediakan unsur hara

13 bagi tanaman. Unsur hara yang diberikan dapat meningkatkan daya hidup, sehingga tanaman dapat berkembang dan berproduktivitas tinggi. Kalium merupakan salah satu unsur hara esensial yaitu, unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman dan fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain, sehingga bila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di dalam tanah, tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Kalium dalam tanaman berperan sebagai aktivator berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta enzim-enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati (Lakitan, 2001). Pengaruh pemupukan kalium terhadap pertumbuhan awal bibit sagu belum diketahui, sehingga pengkajian tentang efektivitas pemupukan kalium menjadi penting untuk dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman sagu saat pembibitan. Tujuan Percobaan bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan mengetahui dosis pemupukan kalium yang optimal pada tanaman sagu saat fase pembibitan. Hipotesis Pemberian pupuk kalium terhadap sagu saat pembibitan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sagu dan dapat diketahui dosis optimal pupuk kalium yang diberikan saat pembibitan.

14 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Karakteristik Morfologi Sagu (Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari famili Palmae. Jenis-jenis sagu menurut Bintoro et al. (2010) yaitu : a. Metroxylon sagus Rottb. (Sagu Molat) b. Metroxylon rumphii Mart (Sagu Tuni) c. Metroxylon silvester Mart (Sagu Ihur) d. Metroxylon longispinum Mart (Sagu Makanaru) e. Metroxylon micracanthum Marti (Sagu Rotan) Sagu hanya memiliki satu batang dan tidak bercabang karena hanya mempunyai satu titik tumbuh. Batang sagu yang berbentuk silinder memiliki diameter cm (Haryanto dan Pangloli, 1992). Batang sagu berperan sebagai tempat penyimpan pati, sehingga semakin berat dan panjang batang sagu semakin banyak pati yang terkandung didalamnya. Produktivitas pati sagu bervariasi tergantung pada jenis tanah. Menurut Jong et al. (2006), pati yang tersimpan pada batang sagu dapat mencapai sekitar 200 kg pati kering. Sagu memiliki daun sirip menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada pelepah (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pohon sagu dewasa memiliki 18 pelepah daun dengan panjang 5-7 m dan setiap pelepah memiliki 50 pasang daun dengan panjang cm dan lebar 5 cm (Flach, 1983). Sagu mengeluarkan satu pelepah daun sekitar satu bulan dengan umur daun mencapai 18 bulan (Flach, 1983). Bunga sagu berwarna coklat, bercabang seperti tanduk rusa. Percabangan bunga sagu dapat mencapai cabang tersier, dan pada tiap cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan betina (Haryanto dan Pangloli, 1992). Bunga jantan masak dan mengeluarkan serbuk sari sebelum bunga betina matang sehingga pembuahan terjadi secara silang. Putik bunga sagu memiliki tiga sel telur, tetapi hanya satu yang dapat berkecambah (Haryanto dan Pangloli, 1992).

15 Buah sagu terbentuk setelah terjadi pembuahan. Buah sagu memiliki bentuk yang bulat dan mengandung biji fertile. Waktu bunga muncul hingga fase pembentukan buah berlangsung selama 2 tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992). Syarat Tumbuh Sagu umumnya tumbuh baik di daerah 10 LU - 10 LS dengan ketinggian m dpl (Bintoro, et al., 2010). Pertumbuhan optimum sagu terjadi pada ketinggian 400 m dpl kebawah (Bintoro et al., 2010). Lingkungan tumbuh yang baik untuk sagu adalah yang bergambut (Bintoro, 2008). Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Menurut Bintoro (1999) sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, dan hidromorfik. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki tingkat kemasaman tinggi. Menurut Bintoro et al. (2010) lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang berlumpur, akar nafas tidak terendam, kaya mineral dan bahan organik. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pembibitan Pembibitan pada sagu dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan tanaman sagu umumnya dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan anakan yang tumbuh di sekitar induk. Bintoro et al. (2010) menyatakan bahwa pembibitan secara vegetatif diambil dari anakan sagu yang berasal dari pohon induk sagu yang produksi patinya tinggi, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau. Bibit yang digunakan sudah cukup tua, memiliki pelepah dan pucuk yang

16 masih hidup dan rata-rata bobot bibit 3-4 kg (Bintoro, 2008). Bobot bibit yang besar memiliki pertumbuhan yang lebih cepat (Bintoro et al., 2010). Anakan dengan banir berukuran besar memiliki kemapuan untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat dibanding banir yang berukuran kecil (Flach, 1983) Pembibitan dengan anakan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibanding pembibitan secara generatif. Kasi dan Sumaryono (2006), menyatakan bahwa perbanyakan dengan anakan menghasilkan tanaman yang lebih seragam. Menurut Usman (1996), penyediaan bibit sagu secara generatif dengan biji tingkat keberhasilan perkecambahannya kecil karena masa dormansi benih yang lama. Kueh (1977) dalam (Flach, 1984) menyatakan bahwa penggunaan abut atau potongan bagian basal anakan lebih baik untuk perbanyakan vegetatif karena abut lebih kuat/tahan dan mudah dipisahkan dari tanaman induknya. Anakan yang akan diambil harus dipotong secara hati-hati agar tidak melukai induknya. Anakan dapat diambil pada pohon sagu yang telah dipanen untuk mencegah pelukaan pada induk saat pengambilan anakan (Flach, 1984). Menurut Flach (1984), ada beberapa metode yang dapat meningkatkan pertumbuhan sagu yang disemai di polibag : 1. Anakan yang digunakan harus besar karena sumber makanannya berasal dari banir. 2. Daun-daun dipangkas kecuali daun tombak (calon daun baru) dan daun termuda. 3. Tanaman diletakkan dibawah naungan untuk menyesuaikan kondisi lingkungan anakan saat di lapang dinaungi oleh induknya. 4. Pemisahan anakan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi pelukaan pada induk ataupun anakan, karena dapat menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme. Pupuk Kalium Pemupukan merupakan salah satu cara untuk memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Pemupukan harus dilaksanakan secara tepat agar dapat memberikan pertumbuhan yang maksimal bagi tanaman (Agromedia, 2007).

17 Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K + (Gardner, 2008). Serapan tanaman akan unsur K dipengaruhi oleh unsur K yang tersedia bagi tanaman. Semakin besar jumlah K yang tersedia bagi tanaman maka jumlah kalium yang diserap tanaman akan semakin besar pula. Kalium yang tersedia bagi tanaman jumlahnya 1-2 % dari total K dalam tanah, yang terdiri atas K yang dapat dipertukarkan dan ion K + (Hardjowigeno, 2007). Kalium yang segera tersedia bagi tanaman hanya berkisar 1-2 % dari jumlah total unsur ini dalam tanah (Soepardi, 1983). Peranan utama kalium dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta enzim-enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati (Lakitan, 2001). Kalium juga berperan dalam mekanisme membuka dan menutupnya stomata, menjamin ketegaran tanaman, membuat tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit, dan merangsang pertumbuhan akar (Soepardi, 1983). Unsur K berfungsi sebagai media transportasi yang membawa hara-hara dari akar termasuk hara P ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Taufiq, 2002). Kurangnya hara K dalam tanaman dapat menghambat proses transportasi dalam tanaman. Soepardi (1983) menyatakan sulit tersedianya sebagian besar kalium dalam tanah bagi tanaman karena terfiksasi oleh mineral liat. Menurut Hardjowigeno (2007), unsur K mudah bergerak (mobile) dalam tanaman sehingga gejala-gejala kekurangan K pada daun terutama terlihat pada daun tua, karena daun-daun muda yang masih tumbuh dengan aktif menyedot K dari daun-daun tua tersebut. Kekurangan kalium pada tanaman dapat menyebabkan daun menjadi kuning, batang lemah, hasil tanaman berkurang, mengurangi resistensi terhadap penyakit dan penurunan kualitas buah (Leiwakabessy, 1998). Tanaman yang kekurangan kalium akumulasi karbohidratnya rendah karena fotosintesis berjalan lambat. Gardner et al. (2008) menyatakan tingkat kritis K dalam jaringan tumbuhan relatif tinggi, biasanya sekitar 1.0 % atau 4 kali lipat lebih dari tingkat kritis P. Hampir seluruh K diserap selama pertumbuhan vegetatif dan hanya sebagian kecil yang ditransfer ke buah atau biji (Gardner et al., 2008). Tanaman yang cukup K

18 hanya kehilangan sedikit air karena K meningkatkan potensial osmotik dan mempunyai pengaruh positif terhadap penutupan stomata. Persediaan K di dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal, yaitu pengambilan K oleh tanaman, pencucian K oleh air, dan erosi tanah. Hilangnya K dalam tanah juga disebabkan oleh penyerapan kalium oleh tanaman leguminosa, tomat, dan kentang (Hardjowigeno, 2007). Pupuk K hendaknya tidak diberikan sekaligus, akan tetapi diberikan beberapa kali pemupukan selama musim tanam (Novizan, 2002).

19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di perkebunan sagu PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau, dari bulan Februari sampai Juni Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah SEAMEO BIOTROP. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit sagu, media tanah gambut, larutan Fungisida Dithane M-45, Furadan 3 G dengan dosis 3 g/polibag, dolomit dengan dosis 40 g/polibag, pupuk KCl, Urea, dan TSP. Bibit sagu dengan kriteria berbentuk huruf L, bebas dari hama penyakit, memiliki pelepah dan pucuk yang masih hidup. Alat yang digunakan yaitu, polibag ukuran 35 cm x 30 cm, meteran/penggaris, spidol/alat tulis, ember, timbangan analitik, oven, alat budidaya, ph meter, gunting, dan paranet 70 %. Metode Penelitian Metode pengambilan data dilakukan secara langsung dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang digunakan adalah dosis pupuk dengan 6 taraf dan 4 ulangan, sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan diwakili o- leh 50 bibit dengan 24 tanaman contoh, sehingga diperoleh 1200 bibit dan 576 tanaman contoh. Dosis pupuk K yang digunakan dalam percobaan adalah: P0 : 0 g/polibag P3 : 3.73 g/polibag P1 : 1.24 g/polibag P2 : 2.49 g /polibag P4 : 4.98 g/polibag P5 : 6.22 g/polibag Model linear aditif yang digunakan untuk percobaan ini adalah : Y ij = + τ i + j + ij Yij = Nilai pengamatan ke-i pada ulangan ke-j yang merupakan pengaruh perlakuan dosis pupuk Kalium

20 = Nilai tengah umum τi = Pengaruh perlakuan ke -i (P0, P1, P2, P3, P4, P5) j = Pengaruh kelompok ke- j (1, 2, 3) ij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh yang bersifat aditif, galat percobaan saling bebas, menyebar normal, dan ragam percobaan homogen. Data hasil pengamatan dianalisis ragam, dan apabila hasil uji F berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT pada taraf 5 %. Pelaksanaan Percobaan diawali dengan pemangkasan bibit 30 cm di atas banir. Bibit direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g/l selama 10 menit dan dikeringanginkan selama 5 menit. Bibit ditanam di polibag yang sudah diisi tanah yang telah dicampur dolomit dengan dosis 40 g/polibag dan pada media juga diaplikasikan pupuk dasar N dan P dengan dosis masing-masing 6 g N/polibag dan 3 g P/polibag, kemudian dilakukan pemupukan K. Pemberian Furadan 3 G dilakukan sebelum penanaman di sekitar bibit. Percobaan menggunakan paranet 70 % agar tidak terlalu banyak cahaya matahari yang menyinari bibit, karena sinar matahari langsung yang mengenai bibit dapat menyebabkan pucuk bibit mengering. Aplikasi pupuk dilaksanakan setelah penanaman. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiangan, penyiraman, dan pengendalian hama penyakit. Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai 10 MSA (Minggu Setelah Aplikasi) dengan peubah yang diamati yaitu: 1. Persentase hidup bibit, yaitu dengan membandingkan antara jumlah bibit yang hidup dengan jumlah bibit yang ditanam. 2. Panjang daun 1 yang diukur dari pangkal banir sampai ujung daun. 3. Panjang daun pangkasan, diukur dari bekas pangkasan sampai ujung daun. 4. Panjang dan lebar anak daun pangkasan dan anak daun 1.

21 5. Panjang petiol daun 1, diukur mulai dari pangkal banir setelah daun mekar sempurna 6. Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan daun yang ada pada bibit baik daun pangkasan maupun daun baru. 7. Persentase pemekaran daun, dihitung berdasarkan total jumlah daun yang mekar sempurna baik daun pangkasan maupun daun Jumlah anak daun, dihitung dari total anak daun 1 yang telah mekar sempurna. 9. Leaf life span, yaitu mengukur saat mekarnya daun tombak pada bibit yang ditanam sampai akhir fase hidupnya. 10. Bobot kering akar, petiol, dan rachis yang dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70 0 C selama 48 jam. Pengamatan juga dilakukan terhadap suhu dan kelembaban selama bibit ditanam yang dilakukan setiap hari.

22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan dilakukan di kebun milik PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau yang dimulai dari bulan Februari sampai Juni Kegiatan persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan hampir dua bulan, dan kegiatan efektif untuk percobaan selama 3 bulan. Kegiatan persiapan percobaan cukup lama karena terkendala oleh sulitnya memperoleh alat dan bahan yang digunakan untuk percobaan. Kendala utama dalam kegiatan persiapan adalah dalam mendapatkan bibit karena sulitnya mencari pemborong yang bersedia melakukan pengambilan bibit langsung di lapang. Bibit ditanam menggunakan polibag berukuran 35 cm x 30 cm. Aplikasi pupuk dilakukan 1 hari setelah penanaman. Pupuk K diaplikasikan langsung pada media yang dikombinasikan dengan pupuk dasar N dan P dengan dosis masing-masing 6 g/polibag dan 3 g/polibag. Kegiatan pemeliharaan antara lain penyiraman, pemangkasan bibit yang kering, pengolesan dithane, dan pengendalian gulma. Penyiraman dilakukan secara intensif setiap pagi dengan menggunakan air gambut. Penyiraman dilakukan manual sampai kapasitas lapang. Kelembaban di paranet dijaga dengan membasahi tanah di bagian luar polibag. Bibit yang bagian petiolnya mulai mengering dan membusuk dipangkas untuk mencegah kematian bibit (Gambar 1a). Pemangkasan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai calon tunas baru. Pencegahan serangan jamur dilakukan dengan pengolesan fungisida pada bagian luka pangkasan (Gambar 1b). Fungisida tersebut juga digunakan saat bibit terserang jamur, pengolesan dilakukan disekitar petiol. Kematian bibit setiap minggunya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, disebabkan oleh banyaknya bibit yang terpunai (banir terpotong) dan bibit muda yang tidak bertahan hidup lama. Bibit-bibit yang tua dengan kriteria petiol berwarna merah dan segar merupakan bibit yang mampu bertahan sampai akhir

23 pengamatan. Bibit dengan kriteria tua mampu merangsang pembentukan daun lebih cepat dan segar pada bibit (Gambar 2). a. Pemangkasan b. Pengolesan Fungisida Gambar 1. Kegiatan Pemeliharaan Bibit yang muda pertumbuhannya cenderung lambat dan saat pertumbuhan terhenti bibit mulai membusuk. Bibit muda banyak yang belum memiliki daun pada pengamatan terakhir (Gambar 3). Gambar 2. Bibit Tua Gambar 3. Bibit Muda. Faktor lingkungan yang tidak stabil menjadi indikator tingginya serangan jamur dan ulat sagu yang mengakibatkan bibit membusuk. Gejalanya diawali dengan mengeringnya bagian titik tumbuh kemudian petiol membusuk sampai bagian bawah. Bibit yang membusuk (Gambar 4) menunjukkan petiol yang berwarna kecoklatan. Serangan jamur paling banyak ditemui pada bagian bibit yang terluka atau bekas pangkasan (Gambar 5). Biasanya serangan jamur semakin tinggi saat musim hujan.

24 Gambar 4. Bibit membusuk Gambar 5. Bibit terserang jamur Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil dari rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalium tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sagu. Berdasarkan peubah yang diamati antara lain panjang daun pangkasan, panjang dan lebar anak daun pangkasan, panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun 1, persentase hidup bibit, persentase pemekaran, panjang petiol, jumlah anak daun 1 dan jumlah daun, tidak terlihat ada pengaruh dari perlakuan pemupukan kalium yang diberikan. Nilai koefisien keragaman masih tergolong normal bila berada dibawah 20 % (Gomez dan Gomez, 1995). Nilai Koefisien keragaman menunjukkan ketepatan pada percobaan yang dilakukan. Nilai koefisien keragaman yang tinggi menunjukkan adanya faktor lingkungan yang tidak bisa dikendalikan. Peubah pengamatan yang diukur ketika bibit sudah memiliki daun yang mekar sempurna seperti persentase pemekaran daun, panjang anak daun 1, panjang petiol dan jumlah anak daun 1 menunjukkan nilai koefisien keragaman diatas 20 %, disebabkan oleh waktu mekar daun yang tidak serentak. Bintoro et al. (2010) menyatakan sebaiknya anakan yang diambil untuk pembibitan seragam, agar bibit memiliki waktu yang tidak terlalu jauh dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

25 Persentase Hidup Bibit Pengamatan yang dilakukan selama 10 minggu menunjukkan bahwa persentase hidup bibit tidak berbeda nyata terhadap pemupukan kalium yang diberikan. Persentase hidup bibit sampai 4 MSA masih diatas 90 %, namun mengalami penurunan setiap minggunya (Gambar 6). Persentase hidup bibit sampai 10 MSA berkisar antara 67 % % (Tabel 1). Tabel 1. Rata-Rata Persentase Hidup Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/polibag) % Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Sebaran data yang tidak normal pada peubah persentase hidup bibit ditransformasi menggunakan transformasi Arcsin. Hasil data transformasi ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 2. Rata-Rata Persentase Hidup Bibit Sagu (Hasil Transformasi) Perlakuan (g K/polibag) MSA ke Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi

26 Persentase Hidup (%) P0 P1 P2 P3 P4 P Minggu Setelah Aplikasi Gambar 6. Persentase Hidup Bibit Sagu Persentase Pemekaran Daun Perlakuan pemupukan kalium juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase pemekaran daun. Pemekaran daun masih sedikit < 25 % pada setiap perlakuan (Tabel 3). Pemekaran daun pada bibit tidak serentak, terlihat pada awal pengamatan masih ada bibit yang belum mekar (Gambar 7). Tabel 3. Rata-Rata Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/polibag) % Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Sebaran data yang tidak normal pada peubah persentase pemekaran daun ditransformasi menggunakan transformasi Arcsin. Hasil data transformasi ditunjukkan oleh Tabel 4.

27 Tabel 4. Rata-Rata Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu (Hasil Transformasi) Perlakuan (g K/polibag) MSA ke Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Persentase Pemekaran (%) Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 7. Persentase Pemekaran Daun Bibit Sagu Panjang Daun Pangkasan Daun pangkasan adalah daun yang muncul setelah pemangkasan, di awal pertumbuhan masih berupa petiol, kemudian ada yang mekar meskipun daunnya tidak utuh. Menurut Bintoro et al. (2010), kegiatan pemangkasan pada bibit dapat merangsang pemunculan tunas. Perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang daun pangkasan bibit sagu. Pertumbuhan daun pangkasan melambat diakhir ketika daun sudah mencapai pertumbuhan yang optimum sehingga fotosintat yang terdapat pada bibit difungsikan untuk menunjang pertumbuhan daun 1.

28 Panjang Daun Pangkasan (cm) Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 8. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkasan Pertumbuhan daun pangkasan mengalami peningkatan setiap minggunya, namun tidak signifikan (Gambar 8). Rata-rata panjang daun pangkasan pada 10 MSA berkisar antara cm cm (Tabel 5). Tabel 5. Rata-Rata Panjang Daun Pangkasan Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/polibag cm Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Panjang Anak Daun Pangkasan Hasil uji sidik ragam menunjukkan pengaruh pupuk kalium tidak berbeda nyata terhadap panjang anak daun pangkasan. Pembentukan daun yang tidak serentak dapat menjadi pemicu kecilnya rata-rata panjang anak daun pangkasan. Lebar anak daun berkisar antara cm (Tabel 6).

29 Tabel 6. Rata-Rata Panjang Anak Daun Pangkasan Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/polibag) cm Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa pertumbuhan anak daun pangkasan cenderung lambat pada setiap minggunya. Panjang Anak Daun Pangkasan (cm) Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 9. Pertumbuhan Panjang Anak Daun Pangkasan Lebar Anak Daun Pangkasan Rata-rata lebar anak daun setiap minggunya tidak menunjukkan pertambahan yang signifikan (Tabel 7). Hasil sidik ragam juga menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan pemupukan kalium yang diberikan terhadap pertumbuhan lebar anak daun pangkasan. Berdasarkan Gambar 10, dapat diketahui bahwa pertumbuhan lebar anak daun pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada pengamatan 10 MSA.

30 Tabel 7. Rata-Rata Lebar Anak Daun Pangkasan Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/polibag) cm Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA: Minggu Setelah Aplikasi Lebar Anak Daun Pangkasan (cm) P0 P1 P2 P3 P4 P5 Perlakuan Gambar 10. Lebar Anak Daun Pangkasan pada 10 MSA Panjang daun 1 Pemupukan kalium yang dilakukan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang daun 1. Daun 1 mulai muncul saat 4 MSA. Panjang daun 1 meningkat setiap minggunya, pada 10 MSA perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata panjang daun cm (Tabel 8). Perlakuan pupuk kalium dengan berbagai dosis menunjukkan bahwa bibit tidak memiliki respon yang berbeda nyata antar perlakuan (Gambar 11).

31 Tabel 8. Rata-Rata Panjang Daun 1 Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/ polibag) cm Uji F tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Panjang Daun 1 (cm) P0 P1 P2 P3 P4 P5 Perlakuan Gambar 11. Pertumbuhan Panjang Daun 1 pada 10 MSA Panjang Anak Daun 1 Pertumbuhan panjang anak daun 1 tidak merata setiap minggunya, bahkan pada 4 MSA 5 MSA hanya perlakuan dengan dosis 1.24 g K/polibag dan 6.22 g K/polibag yang memiliki daun 1. Hasil sidik ragam menunjukkan pemupukan kalium tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang anak daun 1. Perlakuan P5 dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata panjang anak daun 5.38 cm pada 10 MSA (Tabel 9).

32 Tabel 9. Rata-Rata Panjang Anak Daun 1 Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/polibag) cm Uji F tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa pertumbuhan panjang anak daun 1 dari 2 MSA - 6 MSA sangat lambat, kemudian laju pertumbuhannya mulai meningkat pada 7 MSA Panjang Anak Daun Minggu Setelah Aplikasi Gambar 12. Pertumbuhan Panjang Anak Daun 1 Lebar Anak Daun 1 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lebar anak daun sangat lambat. Perlakuan yang diberikan juga tidak berpengaruh terhadap peubah lebar anak daun 1. Rata-rata lebar anak daun 1 kurang dari 1 cm (Tabel 10). Perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki laju pertumbuhan lebar anak daun yang meningkat dari 7 MSA. Rata-rata lebar anak daun 1 berkisar antara cm (Gambar 13).

33 Tabel 10. Rata-Rata Lebar Anak Daun 1 Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/ polibag) cm Uji F tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Lebar Anak Daun 1 (cm) Minggu Setelah Aplikasi Gambar 13. Pertumbuhan Lebar Anak Daun 1 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Jumlah Daun Jumlah daun dihitung dari total keseluruhan jumlah daun baik pangkasan maupun daun 1 atau daun 2 yang telah mekar sempurna. Daun 1 adalah daun yang muncul setelah daun pangkasan, sedangkan daun 2 adalah daun yang muncul setelah daun 1. Daun kedua mulai mekar pada 9 MSA, namun jumlah daun 2 yang mekar sampai akhir pengamatan masih sangat sedikit. Berdasarkan hasil sidik ragam pemupukan kalium yang diberikan juga tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 14, dapat diketahui pemupukan kalium yang diberikan tidak menyebabkan peningkatan jumlah daun yang signifikan.

34 Tabel 11. Rata-Rata Jumlah Daun Pada Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/polibag Helai Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Jumlah daun (Helai) Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 14. Rata-Rata Jumlah Daun Panjang Petiol Daun 1 Petiol adalah bagian dari daun yang tidak ditumbuhi oleh anak daun. Pengukuran panjang petiol daun 1 dilakukan pada saat daun 1 sudah mekar sempurna yaitu pada saat 6 MSA. Rata-rata panjang petiol pada 6 MSA masih rendah, laju pertumbuhannya mulai meningkat pada saat 8 MSA. Perlakuan pemupukan kalium yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1 (Tabel 12).

35 Tabel 12. Rata-Rata Panjang Petiol Daun 1 Bibit Sagu Perlakuan MSA ke- (g K/polibag) cm Uji F tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Pertumbuhan panjang petiol pada 10 MSA, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata panjang petiol 5.49 cm pada 10 MSA (Gambar 15). Panjang Petiol Daun 1(cm) P0 P1 P2 P3 P4 P5 Perlakuan Gambar 15. Panjang Petiol Daun 1 pada 10 MSA Jumlah Anak Daun 1 Peubah jumlah anak daun 1 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk kalium yang diberikan. Perlakuan pupuk dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki rata-rata 4.39 jumlah anak daun pada 10 MSA (Tabel 13). Jumlah anak daun 1 menunjukkan pertambahan yang cukup signifikan dari 7 MSA (Gambar 16).

36 Tabel 13. Rata-Rata Jumlah Anak Daun 1 Pada Bibit Sagu Perlakuan (g MSA ke- K/Polibag) anak daun Uji F tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Anak Daun Minggu Setelah Aplikasi P0 P1 P2 P3 P4 P5 Gambar 16. Rata-Rata Jumlah Anak Daun 1 Leaf Life Span Leaf life span yaitu masa hidup daun 1 mulai dari saat mekarnya daun pada bibit yang ditanam sampai akhir fase hidupnya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, daun 1 mulai mekar pada saat 4 MSA, dan sampai akhir pengamatan belum ada tanda-tanda berakhirnya fase hidup daun 1 karena masih terlihat laju pertumbuhannya, daun masih dalam kondisi segar dan kokoh. Bobot Segar dan Bobot Kering Pengamatan terhadap biomassa dilakukan dengan mengambil 1 bibit persatuan percobaan. Bibit dipisahkan atas tiga bagian yaitu akar, petiol dan rachis. Biomassa dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70 0 C, selama 48 jam. Hasil sidik ragam menunjukkan bobot segar dan bobot kering juga tidak berbeda nyata antar perlakuan.

37 Tabel 14. Bobot Segar dan Bobot Kering Bibit Sagu Perlakuan (g K/polibag) Bobot Segar Bobot Kering Akar Petiol Rachis Akar Petiol Rachis...g... Rasio Tajuk- Akar Uji F tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: MSA= Minggu Setelah Aplikasi Bobot Kering (g) Tajuk Akar P0 P1 P2 P3 P4 P5 Perlakuan Gambar 17. Bobot Kering Akar dan Tajuk Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa rasio tajuk-akar yang diperoleh pada percobaan cukup besar. Perlakuan dengan dosis 1.24 g K/polibag memiliki bobot kering tajuk g, sedangkan bobot kering akarnya lebih kecil yaitu 0.38 g (Gambar 17). Rasio tajuk-akar yang tinggi artinya hara yang terdapat pada tanaman lebih difungsikan untuk pertumbuhan tajuk daripada akar. Suhu dan Kelembaban Pengamatan terhadap suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari selama tiga bulan pada pagi (07.00) dan siang hari (14.00). Suhu yang diamati dalam paranet menunjukkan kondisi yang normal untuk pertumbuhan bibit yaitu diatas 25 0 C. Berdasarkan 3 bulan persemaian terlihat bahwa pertumbuhan bibit terbaik terdapat

38 pada bulan April karena kelembabannya lebih tinggi dibanding bulan berikutnya, namun rata- rata kelembabannya masih rendah karena belum mencapai 90 % (Tabel 15). Tabel 15. Rata-Rata Suhu dan Kelembaban Bulan Suhu Kelembaban Pagi Siang Pagi Siang April Mei Juni Pembahasan Pemupukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya hidup tanaman terutama saat di pembibitan. Perlakuan pemupukan kalium yang dilakukan pada persemaian dengan sistem polibag tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sagu baik pada peubah daun pangkasan maupun daun 1. Persentase hidup yang tinggi menunjukkan bahwa bibit memiliki ketahanan dan adaptasi terhadap keadaan lingkungan. Tingkat kematian bibit pada percobaan secara keseluruhan mencapai 30 %. Menurut Ibisate dan Abayon (2008), tingkat kematian bibit sagu di polibag berkisar antara 20 % dan 40 %. Perlakuan P1 dengan dosis 1.24 g K/polibag memiliki persentase hidup % pada 10 MSA, sedangkan perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag memiliki persentase hidup bibit yang tidak berbeda jauh dengan perlakuan P1 yaitu 74 %. Jong (1995) menyatakan kematian bibit yang tinggi saat musim kering merupakan hal yang wajar. Persentase hidup bibit yang tinggi dapat diperoleh jika bibit yang diambil dari lapang segera ditanam, waktu terbaik penanaman adalah maksimal 3 hari setelah pengambilan bibit dari induk sagu (Jong, 1995). Bibit yang disimpan selama lebih dari 2 minggu sebelum penanaman akan menurunkan persentase hidup bibit saat ditanam di polibag (Jong, 1995). Bibit yang digunakan pada percobaan berasal dari pemborong di lokasi kebun yang berbeda dengan lokasi percobaan. Proses transportasi bibit ke paranet

39 membutuhkan waktu yang agak lama, sehingga pengambilan bibit dan penanaman tidak dapat dilakukan pada waktu yang sama. Jong (1995) juga menambahkan bibit yang tidak segera ditanam seharusnya diberikan pemberian fungisida kemudian disimpan di tempat yang ternaungi dan lembab, hal ini dapat mengurangi tingkat kematian sagu saat pembibitan. Proses fisiologi bibit juga dipengaruhi oleh goncangan yang kuat sewaktu dijatuhkan ketika pengambilan bibit di lapang atau saat proses pemindahan bibit dari lapang ke paranet. Goncangan pada bibit tersebut menyebabkan turunnya kelembaban akibat transpirasi yang tinggi dari bagian bibit yang terluka (Bintoro et al., 2010). Pertumbuhan bibit yang paling baik adalah saat kondisi kelembabannya tinggi (Irawan, 2010). Percobaan persemaian sagu dengan sistem polibag juga menunjukkan persentase hidup yang rendah dibanding persemaian sistem rakit dan kolam lumpur (Pinem, 2008). Bibit sagu yang ditanam di polibag menghasilkan jumlah dan lebar daun yang kecil. Menurut Pinem (2008), tanaman yang ditanam dalam polibag, dengan sistem perakaran yang terbatas akan menyebabkan kekurangan air yang cepat sehingga tidak mampu menciptakan penyesuaian osmosis seperti yang ditemukan pada tanaman di lapang. Pengaruh yang paling hebat dari kekurangan air pada awal perkembangan vegetatif adalah pengurangan luas daun (Susilo, 1991). Jumlah daun yang terbentuk pada bibit masih sedikit, rata-rata bibit hanya memiliki satu daun, meskipun pada beberapa tanaman contoh ada bibit yang telah mempunyai daun 2. Jumlah daun yang sedikit juga sebanding dengan kecilnya persentase pemekaran daun pada bibit sagu sampai akhir pengamatan. Rata-rata persentase pemekaran daun kurang dari 25 %. Persentase pemekaran daun yang rendah disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan bibit. Bibit yang memiliki calon daun yang sudah mulai pecah (mulai mekar), mengalami pengeringan dikarenakan bibit tidak tahan dengan transpirasi yang tinggi. Banyak bibit yang mati diawali dengan mengeringnya petiol dan calon daun baru. Peubah panjang daun 1, panjang dan lebar anak daun, jumlah anak daun dan panjang petiol pada perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag menunjukkan rata-rata yang baik dibanding perlakuan lainnya pada 10 MSA. Perlakuan pupuk dengan dosis 6.22 g K/polibag disamping memiliki rataan jumlah daun yang pa-

40 ling banyak, juga memiliki tajuk yang terlihat lebih besar dibanding perlakuan yang lain. Daun yang lebih luas merupakan indikator efektifnya proses fotosintesis yang menyebabkan tingginya akumulasi fotosintat yang dimiliki bibit yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Flach (1983), sagu dapat membentuk 1 daun dalam waktu 1 bulan. Daun pangkasan mekar pada saat bibit berumur 3 MSA, sedangkan daun 1 mekar pada umur 4 MSA. Perlakuan dengan dosis 6.22 g K/polibag menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang baik dibanding perlakuan lainnya, namun pemupukan kalium yang diberikan belum menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit. Pemupukan yang dilakukan pada anakan sagu juga tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun, panjang petiol dan tinggi anakan sagu, walaupun pertumbuhan vegetatifnya cenderung meningkat (Dewi, 2009). Berdasarkan pengamatan bobot kering biomassa terlihat bahwa akar yang terbentuk pada bibit masih sedikit. Hasil pengamatan biomassa menunjukkan bahwa banyaknya hara kalium yang dapat diserap oleh bagian akar, rachis dan petiol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Rasio tajuk-akar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman. Perlakuan pemupukan kalium dengan berbagai dosis menghasilkan rasio tajuk-akar yang tinggi. Rasio tajuk-akar yang tinggi menunjukkan bahwa bagian tajuk mempunyai pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan bagian akar. Pertumbuhan akar akan meningkat setelah terjadi peningkatan pertumbuhan pucuk (Gardner et al., 2008). Pertumbuhan bibit didukung oleh cadangan makanan yang terdapat pada banir karena jumlah akar yang terbentuk masih sedikit, sehingga pengaruh pemupukan yang diberikan pada bibit menjadi tidak terlihat. Gardner et al. (2008) menyatakan bahwa kalium tidak memberikan pengaruh langsung terhadap perakaran dalam hal pemanjangan ataupun percabangan a- kar, sedangkan menurut Tawfik et al. (2010) pemberian pupuk kalium dengan dosis yang lebih besar akan meningkatkan perkembangan akar. Percobaan yang dilakukan tidak menunjukkan semakin besar pupuk kalium yang diberikan akan me-

41 ningkatkan bobot kering akarnya, karena ph yang rendah menyebabkan proses penyerapan menjadi terhambat. Kalium yang tidak cukup menyebabkan sistem translokasi yang lemah, organisasi sel yang tidak baik dan hilangnya permeabilitas sel (Gardner et al., 2008). Pemberian pupuk kalium pada percobaan ini dapat meningkatkan ketersediaan K di dalam tanah. Respon tanaman yang tidak berbeda nyata antar berbagai dosis perlakuan, menunjukkan pemberian pupuk kalium tidak dapat diserap tanaman dengan baik. Kandungan asam-asam organik yang tinggi pada tanah gambut menyebabkan pembentukan akar menjadi terhambat sehingga mempengaruhi daya serapan akar terhadap pupuk kalium yang diberikan. Media memiliki ph awal sebelum pemupukan 3.9 (Lampiran 4), kemudian setelah pemberian pupuk ph meningkat menjadi (Lampiran 5). Berdasarkan hasil analisis tanah pemberian pupuk dapat meningkatkan ph pada tanah gambut, namun masih tergolong masam dan belum memenuhi ph optimal untuk penyerapan unsur hara. Menurut Tisdale et al. (1990), ph netral yang berkisar antara merupakan batas minimum untuk ketersediaan hara yang terdapat dalam tanah. Jumlah kalium yang diserap oleh tanaman ditentukan oleh beberapa faktor termasuk konsentrasi kalium dalam larutan tanah. Pemberian pupuk kalium akan menyebabkan bertambahnya konsentrasi kalium dalam tanah sehingga akan meningkatkan serapan kalium tanaman. Proses pencucian yang rawan terjadi pada tanah gambut menyebabkan pupuk kalium yang diberikan hilang sehingga sedikit yang dapat diserap oleh tanaman. Pupuk kalium yang diberikan sulit terserap karena aplikasi yang dilakukan pada media tanah gambut yang memiliki KTK tinggi, namun jumlah K yang dapat diserap sangat sedikit. Menurut Koesnandar et al. (2006), sifat tanah gambut yang memiliki ph rendah, bahan organik dan KTK yang tinggi, dan kejenuhan basa yang rendah menyebabkan unsur hara K, Ca dan Mg yang diberikan sulit diserap oleh tanaman. Tanah-tanah dengan kejenuhan basa yang rendah berarti kompleks jerapan lebih banyak diisi oleh kation-kation asam yaitu Al +++ dan H +, jumlah kation asam yang berlebihan pada tanaman akan menjadi racun bagi tanaman (Hardjowigeno,

42 2007). Tanah gambut memiliki KTK yang tinggi ( me/100 g) dan kejenuhan basa yang rendah ( %) menyebabkan tanah kahat hara N, P, K, Ca, Mg, dan Mo (Purwanto et al., 2001). Hasil analisis tanah yang dilakukan juga menunjukkan KTK tanah gambut yang tinggi yaitu me/100 g dan kejenuhan basa yang masih tergolong rendah (16 %). Menurut Bintoro et al. (2010), pertumbuhan tanaman sagu yang terbaik pada saat kondisi suhu 25 0 C, kelembaban 90 % dan penyinaran matahari 900 J/cm 2 /hari. Irawan (2010) menambahkan bahwa lingkungan yang optimal untuk fase pembibitan adalah pada suhu C. Menurut Flach et al. (1986), pada suhu di bawah 20 0 C pembentukan daun berlangsung lebih lambat dan pada suhu 17 0 C pertumbuhan daun dapat berbeda 50 hari dengan tanaman yang tumbuh pada suhu 25 0 C. Faktor lingkungan lebih dominan mempengaruhi pertumbuhan bibit dibanding pupuk yang diberikan, kondisi lingkungan yang tidak mendukung menyebabkan pupuk tidak dapat terserap dengan baik dan pertumbuhan bibit menjadi terganggu. Kelembaban yang tinggi sangat dibutuhkan saat fase pembibitan, semakin tinggi kelembaban akan memacu pertumbuhan tajuk. Rata-rata kelembaban dalam paranet selama pengamatan kurang dari 90 % baik kelembaban pagi maupun siang. Rendahnya kelembaban menunjukkan kurang intensifnya naungan yang digunakan pada percobaan, sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman lambat. Kelembaban yang rendah selama pertumbuhan vegetatif menyebabkan daun-daun lebih kecil, mengurangi indeks luas daun saat dewasa, dan terbatasnya penyerapan cahaya oleh tanaman tersebut (Gardner et al., 2008). Percobaan pemupukan pada tanaman sagu juga tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman meliputi rata-rata jumlah daun (Kueh, 1995; Ando et al., 2007), pertumbuhan diameter batang (Kueh, 1995), dan tinggi tanaman (Kueh, 1995; Lina et al., 2009). Syafaah (2011) juga mendapatkan hasil percobaan yang tidak nyata terhadap pemupukan yang dilakukan terhadap bibit dengan sistem persemaian di polibag.

43 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian pupuk kalium dengan berbagai dosis pada pembibitan sagu di polibag tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit sagu. Pembentukan akar yang masih sedikit dan ph yang rendah menyebabkan penyerapan terhadap pupuk kalium menjadi terhambat, sehingga pertumbuhan bibit selama percobaan didukung oleh cadangan makanan yang terdapat pada banir. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu aplikasi yang lebih tepat. Pemupukan sebaiknya dilakukan beberapa bulan setelah persemaian setelah terbentuknya akar pada bibit, agar hara yang diberikan dapat diserap oleh bibit untuk menunjang pertumbuhannya.

44 DAFTAR PUSTAKA Agromedia, Petunjuk Pemupukan. Agromedia Pustaka. Jakarta. 100 hal. Ando, H., Hirabayashi, D. Kakuda, K. Watanabe, F. S. Jong, and B. H. Purwanto Effect of chemical fertilization application on the growth and nutrient contents in leaflet of sago palm at rosette stage. Jurnal Tropical Agronomi. 51 (3): Bintoro, M. H Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor. 71 hal. Bintoro, M. H., M. Y. J. Purwanto dan S. Amarillis Sagu di Lahan Gambut. IPB Press. Bogor. 169 hal. Dewi, R. K Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp.) Khususnya Aspek Pemupukan di PT. National Timber and Forest Product, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Program sarjana, Institut Pertanian Bogor. 65 hal. Flach, M Yield Potential of The Sago Palm, Metroxylon Sago and its Realisation. First International Sago Symposium. Kuching, 5-7 Juli Pp Flach, M The Sago Palm: FAO Plant Protection Paper. Food and Agricultural Organization og The United Nations. Rome. 85 pp. Flach, M., K. D. Braber, M. J. J. Fredrix, E. M. Monster and G. A. M. Van Hasselt Tempature and relative humidity requirements of young sago seedlings, p In: N. Yamada and K. Kainuma (Eds.). The Third International Sago Symp. Tokyo-japan May The Sago Palm Research Fund. Gardner, P. F., R.B. Pearce, R. L. Mitchell Fisiologi Tanaman Budidaya (diterjemahkan dari: Physiology of Crop Plants, penerjemah: H. Susilo). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Gomez, K.A dan A.A. Gomez Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Procedure for Agriculture Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal. Haryanto, B. dan P. Pangloli Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta. 140 hal. Hardjowigeno, S Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 288 hal.

45 Ibisate, M. T. And Abayon, E. I Regeneration and conservation of the sago palm in Panay Island, Philipines through in vitro techniques. p In Y. Toyoda, M.okazaki, M. Quevedo, and J. Bacusmo (Eds.). Sago: Its Potential In Food and Industry. TUAT Press, Tokyo. Irawan, A. F Agro-physiology Studies on the Early Establishment of Suckers and Seedling in Sago Palm (Metroxylon sagu Rottb.). Disertasi. The United Graduate School of Agricultural Science, Ehime University, Japan. 213 p. Jong. F. S Studies on The Seed Germination of sago Palm (Metroxylon sagu), p In Ng. T. Tsiung, T. Y-Liong and K. H. Siong (Eds.). Towards Greater Advacement of The Sago Industry in The 90 s. Proceeding of The Forth International Sago Symposium. Sarawak. Jong, F. S Research for developement of sago palm (Metroxylon sagu Rottb) cultivation in sarawak, Malaysia. Disertasi. Wageningen Agricultural University. Netherlands. p.139. Jong, F. S, A. Watanabe, D. Hirabayashi, S. Matsuda, B. H. Purwanto, K. Kakuda, and H. Ando Growth performance of sago palms (Metroxylon sagu Rottb.) in peat of different depth and soil water table. Sago Palm pp. Kasi, P. D. dan Sumaryono Keragaman morfologi selama perkembangan embrio somatik sagu (Metroxylon sagu Rottb.). Menara Perkebunan 74(1): Koesnandar, Parmiyatni. S, Nurani. D, Wahyono. E Government Role on Research and Application of Technology for Peatland Utilization. National Seminar on peatlands and their problems. University of Tanjungpura, Pontianak. Kueh, H.S The effect of soil applied NPK fertilizers on the growth of the sago plam (Metroxylon sagu Rottb.) on undrained deep peat. Acta Horticultura. 22: Lakitan, B Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta. 201 hal. Leiwakabessy, F. M Kesuburan tanah. Jurusan tanah. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 298 hal. Lina, S.B., M. Okazaki, D. S. Kimura, Y. Yano, K. Yonebayashi, M. Igura, M. A. Quevedo, and A. B. Loreto Nitrogen uptake by sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) in the early growth stages. Soil Science and Plant Nutrition. 55: Novizan Petunjuk pemupukan yang efektif. Agromedia. Jakarta. 114 hal.

46 Pinem, A Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon Spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selatpanjang, Riau, dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 53 hal. Purwanto, B. H., Kakuda, and H. Ando The contents of leaf nutrients for sago palms of soils in coastal lowland areas at different distances from the sea. p In The International Symposium on sago: New Frontiers of sago Plam Studies. K. Naimuna, M. Okazaki, Y. Toyoda, and J.E. Cecil (Eds.). Universal Academy Press. Tsukuba. Soepardi, G Sifat dan ciri tanah. Jurusan Tanah Faperta IPB.Bogor. Susilo, H Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. 420 hal. Syafaah, A Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan Aspek Khusus Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan. Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, 68 hal. Taufiq, A Status P dan K Lahan Kering Tanah Alfisol Pulau Jawa dan Madura serta Optimasi Pemupukannya untuk Tanaman Kacang Tanah. Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Malang. Hal Tawfiq, M. M., M. I. Gobarah, M. H. Mohamed Management practice for increasing potassium fertilizer efficiency of sugar beet in North Delta, Egypt. International Journal of Academic Research 2(3): Tisdale, S. L., W. L. Nelson, J. D. Beaton Soil Fertility and Fertilizer Macmillan Pub. Co. New York. 00 p. Usman, F Informasi Teknik Perkecambahan Sagu. Simposium Nasional Sagu III. Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Pekanbaru. Hal 215.

47 LAMPIRAN

48 Lampiran 1. Denah Percobaan U U 1 U2 U3 U4 P5 P0 P1 P4 P1 P4 P0 P5 P3 P2 P4 P1 P0 P3 P5 P2 P4 P5 P2 P3 P2 P1 P3 P0 Keterangan : P0 : Dosis pupuk 0 g K/polibag P1 : Dosis pupuk 1.24 g K/polibag P2 : Dosis pupuk 2.49 g K/polibag P3 : Dosis pupuk 3.73 g K/polibag P4 : Dosis pupuk 4.98 g K/polibag P5 : Dosis pupuk 6.22 g K/polibag

49 Lampiran 2. Rekapitulasi Sidik Ragam (Transformasi) Peubah Pengamatan Perlakuan Koefisien Keragaman (%) Persentase hidup 2 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Persentase Pemekaran 2 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Panjang Daun Pangkasan 2 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Panjang Anak Daun Pangkasan 3 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn 46.19

50 Peubah Pengamatan Perlakuan Koefisien Keragaman (%) Lebar Anak Daun Pangkasan 3 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Jumlah Daun 3 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Panjang daun 1 4 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Panjang Anak Daun 1 4 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn 30.36

51 Peubah Pengamatan Perlakuan Koefisien Keragaman (%) Lebar Anak daun 1 4 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Panjang Petiol 6 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Jumlah Anak Daun 1 6 MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn MSA tn Pengamatan Biomassa Bobot Segar Akar tn Bobot Segar Petiol tn Bobot Segar Rachis tn Bobot Kering Akar tn Bobot Kering Petiol tn Bobot Kering Rachis tn Rasio Tajuk-Akar tn Keterangan: tn= tidak nyata

52 Lampiran 3. Pertumbuhan Bibit pada 10 MSA Dosis 0 g K/polibag Dosis 1.24 g K/polibag Dosis 2.49 g K/polibag Dosis 3.73 g K/polibag Dosis 4.98 g K/polibag Dosis 6.22 g K/polibag

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang dilakukan pada bulan Februari-Juni 2011. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang

Lebih terperinci

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr Pertumbuhan Bibit Sagu pada Berbagai Kombinasi Pupuk NPK (merah, kuning, hijau, biru) dengan Zat Pengatur Tumbuh IBA dan Triacontanol pada Fase Aklimatisasi Akhmad Fauzi Anwar (A24120066) di bimbing oleh:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN PEREKAT AGRISTIK PADA KOMBINASI PEMBERIAN PUPUK DAUN GANDASIL-D DAN GROWMORE DENGAN IBA DAN TRIACONTANOL PADA FASE AKLIMATISASI SAGU NURUL HIDAYAH A24120195 Dosen pembimbing

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan pangan terus menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Peningkatan jumlah populasi dunia, peningkatan suhu bumi yang disebabkan efek pemanasan global,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Tanaman Sorgum. Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Tanaman Sorgum. Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Sorgum Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk ke dalam : Kingdom : Plantae Divisi Class Ordo Family Genus : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ; TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : kingdom : Plantae ; divisi : Spermatophyta ; subdivisi : Angiospermae ; kelas : Monocotyledoneae ; ordo : Graminales ;

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Cucurbitales, Famili: Cucurbitaceae,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK N DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU (Metroxylon spp.) DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK N DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU (Metroxylon spp.) DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG PENGARUH PEMBERIAN PUPUK N DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU (Metroxylon spp.) DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG FENDRI AHMAD A24080138 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Pelaksanaan kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima adalah kegiatan pembibitan, persiapan lahan, sensus tanaman, penyulaman, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI,

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, Kecamatan Tanjung Karang Barat. Kota Bandar Lampung, mulai bulan Mei sampai

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk urea dan KCl berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67% III. Metode Penelitian A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2013 bertempat di Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN Zamriyetti 1 dan Sawaluddin Rambe 2 1 Dosen Kopertis Wilayah I dpk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci