STUDI PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KABUPATEN SUKABUMI FERI ISNU SUGIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KABUPATEN SUKABUMI FERI ISNU SUGIH"

Transkripsi

1 STUDI PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KABUPATEN SUKABUMI FERI ISNU SUGIH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 STUDI PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KABUPATEN SUKABUMI FERI ISNU SUGIH E SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN Feri Isnu Sugih. Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh LETI SUNDAWATI dan DODIK RIDHO NURROCHMAT. Di seluruh wilayah Kabupaten Sukabumi keberadaan hutan rakyat sudah hampir merata dan pada umumnya telah memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Sifat dari hasil produksi kayu rakyat pada umumnya adalah : volume atau jumlahnya yang relatif kecil; letaknya yang bertebaran pada kondisi tofografi yang sulit; jauh dari konsumen atau industri pengolahan; kualitas kayu yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen; dan waktu panen yang tidak menentu. Hal tersebut mendorong adanya keterlibatan pelaku lain yaitu pedagang pengumpul atau lainnya dalam pemasaran kayu rakyat yang berperan menghubungkan petani dengan konsumen kayu rakyat. Pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dibedakan berdasarkan tiga (3) jenis produk, yaitu produk kayu pertukangan, produk palet (peti landasan) dan produk haspel (gulungan kabel). Produk kayu pertukangan memiliki enam (6) pelaku pemasaran dengan saluran pemasaran yang terbentuk berjumlah dua belas (12) saluran. Produk palet memiliki tujuh (7) pelaku pemasaran dengan delapan (8) saluran, sedangkan produk haspel memiliki empat (4) pelaku pemasaran dengan dua (2) saluran. Struktur pasar pelaku pemasaran dari berbagai jenis produk kayu rakyat pada umumnya terdiri dari dua tipe, yaitu oligopsoni terdiferensiasi dan pasar persaingan monopolistik dengan pasar yang sebagian besar mengarah pada keadaan yang kompetitif. Namun, struktur pasar dapat juga mendekati monopsoni akibat dari adanya bentuk kerjasama modal dan juga langganan. Pendapatan usaha kayu rakyat di tingkat petani sangat ditentukan oleh bentuk dan jenis kayu yang dijual, besarnya produksi dan besar penyusutan kayu, sedangkan pendapatan di tingkat pelaku pemasaran yang lainnya ditentukan oleh bentuk dan jenis kayu (produk) yang dijual, volume pembelian atau realisasi produksi, bentuk dan jenis kayu (produk) yang dibeli dari produsen dan besar penyusutan kayu. Saluran pemasaran yang terbentuk diantara masing-masing produk kayu rakyat yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - konsumen) pada produk kayu pertukangan dengan persentase farmer share terbesar sebesar 100% dan rasio keuntungan/biaya (K/B) yang dimiliki = 0,44%. Untuk industri palet, saluran pemasaran yang efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - konsumen) dan 2 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - agen palet - konsumen) dengan persentase farmer share terbesar sebesar 24,59% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,96%. Sedangkan pada produk haspel saluran yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian dan perakitan haspel - konsumen) dengan persentase farmer share terbesar sebesar 12,34% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,96%. Kata Kunci : Pemasaran, Kayu, Rakyat, Sukabumi

4 ABSTRACT Feri Isnu Sugih. A Study on the Marketing of People s Wood in Sukabumi Regency. Under the Supervision of LETI SUNDAWATI and DODIK RIDHO NURROCHMAT In the whole region of Sukabumi people s forest is almost evenly available and in general has given a positive effect on the community s socio-economy. However, generally its wood production has the following characteristics: its volume and quantity is relatively small; its location is spread out on a topographical condition that is difficult to access; it is far from consumers or processing industries; the wood quality is relatively lower than expected by consumers; and its harvest time is uncertain. These encourage the involvement of the other players in the marketing of people s wood, namely collecting traders with the role of connecting the farmers and the consumers of their wood. The marketing of people s wood in Sukabumi can be distinguished based on three types of products: carpentry wood, palet product (wooden case), haspel product (cable roll). The product of carpentry wood has six marketing players with twelve established marketing channels. The palet product has seven marketing players with eight marketing channels, and the haspel product has four marketing players with two marketing channels. The market structure of the various products of people s wood is in general of two types: differentiated oligopsoni and monopolistic competitive market, most of which lead to competitive condition. However, the market structure can also come closer to monopsoni as a result of cooperation on capital supports and regular customers. The income from people s wood at the level of farmers is greatly determined by the forms and types of wood sold, production volume and the degree of wood shrinkage, whereas the income at the level of other marketing players is affected by the forms and types of wood products sold, buying volume or resulted production, forms and types of wood bought from producers and degree of wood shrinkage. The marketing channels which are close to an efficient condition established for each product of people s wood are channel 1 (farmers consumers) for carpentry wood with the biggest percentage of farmer share at 100% and the Benefit Cost (BC) of 0.44%. For palet wood, the most efficient is channel 1 (farmers palet sawing industries palet assembling industries consumers), and channel 2 (farmers palet sawing industries palet assembling industries palet agents consumers) with the biggest percentage of farmer share at 24.59% and the BC ratio of 0.96%. Meanwhile the marketing channels which are nearly efficient for the haspel products are channel 1 (farmers sawing industries and haspel assembling consumers) with the biggest percentage farmer share at 12.34% and the BC ratio of 0.96%. Keywords: marketing, wood, people, Sukabumi

5 Judul Skripsi Nama NIM : Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi : Feri Isnu Sugih : E Menyetujui : Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2009 Feri Isnu Sugih NRP E

7 UCAPAN TERIMA KASIH Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya. 2. Kedua orang tua yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang tidak akan pernah bisa terbalaskan. 3. Dr. Ir. Leti Sundawati, MSc.F dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc. sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Soni Trison, S,Hut, MSi. atas perhatian dan nasehat-nasehatnya. 7. Seluruh staf dari laboratorium-laboratorium dan staf administrasi yang ada di Fakultas Kehutanan IPB, secara khusus untuk semua staf administrasi dari Departemen Manajemen Hutan atas segala bantuan dan kerjasamanya. 8. Rekan-rekan senasib seperjuangan Departemen Manajemen Hutan angkatan 41, terima kasih atas kebersamaannya. 9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, tanpa bermaksud mengurangi rasa hormat saya kepada Anda semua dan semoga segala amal kebaikan Anda semua mendapatkan balasan dari Allah SWT. Bogor, September 2009 Penulis

8 i KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah, tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pada penelitian ini penulis mengambil judul Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Leti Sundawati M.Sc.F dan kepada Bapak Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat M.Sc.F yang telah dengan sabar meluangkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kemudahan dalam melaksanakan penelitian di lapangan, terutama kepada para kepala desa serta aparaturnya yang desanya dijadikan sebagai lokasi penelitian dan semua pihak yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat yang telah membantu penulis dalam mendapatkan informasi di lapangan. Terakhir, penulis sangat bersyukur atas doa dan jerih payah kedua orang tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi. Harapan dari penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2009 Penulis

9 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1985 di Desa Cicalengka, Kabupaten Bandung dan merupakan anak tunggal dari keluarga Bapak Paima Fidentius Pandiangan dan Ibu Iis Wisnu Sugih. Penulis pertama kali menempuh jalur pendidikan pada tahun 1990 di SDN Nagrog 1 Cicalengka hingga kelas 1 dan dilanjutkan di SDN 013 Pagi Jakarta Timur hingga dapat lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis lalu melanjutkan pendidikan di SLTPN 255 Jakarta Timur dan dapat lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikannya di SMUN 50 Jakarta Timur dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis dapat diterima masuk di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan pilihan Program Studi Manajemen Hutan yang merupakan salah satu program studi di Fakultas Kehutanan IPB dan pada tahun ketiga penulis memilih Laboratorium Kebijakan Kehutanan sebagai Sub Program Studi yang paling diminati. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB (DPM-E) sebagai Ketua Komisi B (Bidang Eksternal) periode tahun dan Dewan Keluarga Musholla Ibadurrahman (DKM-E) sebagai anggota periode tahun Selain itu selama di bangku kuliah kegiatan praktek lapang yang pernah diikuti adalah kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah dan BKPH Getas (KPH Ngawi), Jawa Timur dan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II, Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi di bawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.

10 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 November 1985 di Desa Cicalengka, Kabupaten Bandung dan merupakan anak tunggal dari keluarga Bapak Paima Fidentius Pandiangan dan Ibu Iis Wisnu Sugih. Penulis pertama kali menempuh jalur pendidikan pada tahun 1990 di SDN Nagrog 1 Cicalengka hingga kelas 1 dan dilanjutkan di SDN 013 Pagi Jakarta Timur hingga dapat lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis lalu melanjutkan pendidikan di SLTPN 255 Jakarta Timur dan dapat lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikannya di SMUN 50 Jakarta Timur dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis dapat diterima masuk di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan pilihan Program Studi Manajemen Hutan yang merupakan salah satu program studi di Fakultas Kehutanan IPB dan pada tahun ketiga penulis memilih Laboratorium Kebijakan Kehutanan sebagai Sub Program Studi yang paling diminati. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB (DPM-E) sebagai Ketua Komisi B (Bidang Eksternal) periode tahun dan Dewan Keluarga Musholla Ibadurrahman (DKM-E) sebagai anggota periode tahun Selain itu selama di bangku kuliah kegiatan praktek lapang yang pernah diikuti adalah kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah dan BKPH Getas (KPH Ngawi), Jawa Timur dan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Inhutani II, Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul Studi Pemasaran Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi di bawah bimbingan Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc.F dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F.

11 iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanyaan Penelitian Tujuan Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat Pengertian Hutan Rakyat Pola-Pola Hutan Rakyat Fungsi dan Manfaat Hutan Rakyat Pemasaran Pengertian Pemasaran Pelaku (Lembaga) Pemasaran Saluran Pemasaran Struktur Pasar Marjin Pemasaran Efisiensi Pemasaran Pendapatan Usaha... 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Obyek Penelitian Batasan Operasional... 11

12 iv 3.5 Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode pengambilan sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Iklim, Topografi dan Jenis Tanah Kependudukan Pendidikan Mata Pencaharian Agama Sarana dan Prasarana Penggunaan Lahan BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Jenis Tanaman Dominan Pola dan Pergiliran Tanam a. Pola Tanam b. Pergiliran Tanam Pembuatan Tanaman a. Persiapan Lahan b. Pengadaan Bibit c. Penanaman Pemeliharaan dan Perlindungan a. Pemupukan b. Penyulaman c. Pemberantasan Hama dan Penyakit Pemanenan a. Pembuatan Surat Izin Tebang (SIT) b. Penebangan c. Pembagian dan Pembersihan Batang d. Penyaradan dan Pengumpulan Kayu... 29

13 v e. Muat-Bongkar f. Pengangkutan g. Penimbunan Kayu h. Pengolahan (Penggergajian) Kayu Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Petani Hutan Rakyat a. Kelompok Umur b. Tingkat Pendidikan c. Jumlah Anggota Keluarga d. Mata Pencaharian e. Luas Rata-Rata Hutan Rakyat f. Bentuk Kayu yang Dijual g. Produksi Kayu Rakyat h. Harga Jual Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat a. Jenis Kayu yang Diperjualbelikan b. Volume Pembelian c. Konsumen dan Bentuk Kayu yang Dijual d. Harga Jual Industri Pengolahan Kayu Rakyat Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat a. Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan 42 b. Kapasitas dan Realisasi Produksi c. Produk dan Konsumen d. Produk, Ukuran dan Harga Jual Industri Sekunder (Perakitan) Kayu Rakyat a. Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan 44 b. Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja c. Produk, Ukuran dan Harga Jual d. Produk dan Konsumen Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Toko Bahan Bangunan... 47

14 vi a. Daya Beli b. Produk, Ukuran, Harga Jual dan Konsumen Agen Palet Karakteristik Pemasaran Kayu Rakyat Saluran Pemasaran Kayu Rakyat Produk Kayu Pertukangan Produk Palet (Peti Landasan) Produk Haspel (Gulungan Kabel) Struktur Pasar Pemasaran Kayu Rakyat Produk Kayu Pertukangan Produk Palet (Peti Landasan) Produk Haspel (Gulungan Kabel) Pendapatan Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Petani Hutan Rakyat Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Rakyat Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Marjin dan Efisiensi Pemasaran Kayu Rakyat Produk Kayu Pertukangan Produk Palet (Peti Landasan) Produk Haspel (Gulungan Kabel) BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 81

15 vii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Karakteristik Struktur Pasar Jumlah dan Lokasi Responden Luas Wilayah Kab. Sukabumi Berdasarkan Ketinggian Tempat Jumlah Penduduk Kab. Sukabumi Berdasarkan Kelompok Umur Jumlah Kepala Keluarga di Kab. Sukabumi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Luas Wilayah Kab. Sukabumi Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan Karakteristik Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Tanaman dan Jenis Dominan Tarif Retribusi Kayu Rakyat di Wilayah Kabupaten Sukabumi Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Umur Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Jumlah Anggota Keluarga Luas Rata-Rata Total Pemilikan Lahan dan Hutan Rakyat Per Responden Petani Hutan Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian Persentase Bentuk Kayu yang Dijual Oleh Responden Petani Hutan Rakyat Produksi Kayu Rakyat Rata-Rata Per Responden Petani pada Masing- Masing Desa Penelitian Harga Jual Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu, Ukuran Diameter / Jenis Produk dan Jenis Kayu di Tingkat Petani Hutan Rakyat di Kab. Sukabumi Jenis Kayu yang Diperjualbelikan Oleh Responden Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian Volume Pembelian Kayu Rakyat Rata-Rata Per Responden Pedagang Pengumpul pada Masing-Masing Desa Penelitian... 39

16 viii 18. Harga Jual Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu, Ukuran Diameter / Jenis Produk dan Jenis Kayu di Tingkat Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat di Kabupaten Sukabumi Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Kapasitas dan Realisasi Produksi Rata-Rata pada Masing-Masing Spesifikasi Usaha Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Produk, Konsumen dan Pusat Lokasi Konsumen Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Produk, Ukuran dan Harga Jual Untuk Setiap Spesifikasi Usaha Karakteristik Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan Karakteristik Responden Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha dan Produksi Rata-Rata Karakteristik Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja dan Besar Upah Untuk Masing-Masing Spesifikasi Usaha Karakteristik Responden Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Produk, Ukuran dan Harga Jual pada Masing- Masing Spesifikasi Usaha Konsumen dan Pusat Lokasi Konsumen dari Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Karakteristik Responden Toko Bahan Bangunan Berdasarkan Daya Beli Karakteristik Toko Bahan Bangunan Berdasarkan Produk, Ukuran dan Harga Jual Struktur Pasar Produk Kayu Pertukangan dari Sudut Pandang Penjual Struktur Pasar Produk Palet dari Sudut Pandang Penjual Struktur Pasar Produk Haspel dari Sudut Pandang Penjual... 62

17 ix 33. Pendapatan Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Dijual Pendapatan Kotor Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Dijual Pendapatan Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Dijual Pendapatan Kotor Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Dijual Pendapatan Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha Pendapatan Kotor Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha Pendapatan Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha Pendapatan Kotor Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha Pendapatan Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha Pendapatan Kotor Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha Pendapatan Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha Pendapatan Kotor Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha Marjin dan Efisiensi Pemasaran Produk Haspel pada Setiap Saluran Pemasaran... 76

18 x DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian Pola tanam hutan rakyat sistem agroforestri Trubusan Usaha pembibitan Penyaradan manual Pengumpulan kayu Muat-bongkar kayu Penimbunan kayu Bentuk kayu yang dijual oleh pedagang pengumpul kayu rakyat Haspel (gulungan kabel) Palet (peti landasan) Skema saluran pemasaran produk kayu pertukangan Skema saluran pemasaran produk palet (peti landasan) Skema saluran pemasaran produk haspel (gulungan kabel)... 56

19 xi DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Tabel Data Responden Petani Hutan Rakyat Tabel Data Responden Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Tabel Data Responden Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Tabel Data Responden Industri Sekunder (Perakitan) Kayu Rakyat dan Toko Bahan Bangunan Tabel Data Biaya Penjualan Kayu Rakyat Tabel Data Marjin dan Efisiensi Pemasaran Peta Wilayah Kabupaten Sukabumi... 93

20 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan hutan rakyat dari tahun ke tahun terus berkembang dan menunjukkan kemajuan yang cukup menggembirakan. Keberadaan hutan rakyat saat ini tersebar di beberapa propinsi yang keadaannya berbeda untuk masingmasing propinsi sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Hutan rakyat merupakan sumber penghasil kayu rakyat yang berperan dalam meningkatkan pendapatan petani dan menyediakan bahan baku untuk industri pengolahan kayu. Menurut Data Potensi Hutan Rakyat (Departemen Kehutanan, 2004), luas hutan rakyat di Propinsi Jawa Barat adalah ,06 ha dengan jenis tanaman sengon, mahoni, jati, akasia, sonokeling dan buah-buahan dengan perkiraan potensi kayu sebesar ,47 m 3 /tahun. Khusus untuk Kabupaten Sukabumi, luas hutan rakyat sampai tahun 2007 adalah ,29 ha dengan perkiraan potensi kayu sebesar m 3 /tahun (Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, 2008). Jenis-jenis kayu yang ditanam terdiri dari jenis sengon, manii, mahoni, jati, dan tanaman keras yang terdiri atas kayu buah-buahan seperti mangga, nangka, durian, dan lain-lain. Pohon buahbuahan yang ditebang dikarenakan pohon tersebut sudah tidak produktif dalam menghasilkan buah. Keberadaan hutan rakyat ini sudah hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Sukabumi dan pada umumnya telah memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan manfaat ekonomi hutan rakyat yang telah memberi keuntungan secara langsung kepada petani hutan rakyat berupa peningkatan pendapatan melalui penjualan kayu rakyat. Selain berperan dalam peningkatan pendapatan petani, hutan rakyat juga berperan dalam penyediaan bahan baku untuk industri pengolahan kayu rakyat. Ketersediaan bahan baku sangat menunjang kegiatan produksi pada industri pengolahan kayu dan kekurangan bahan baku dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi. Kelangsungan produksi dari industri pengolahan kayu rakyat

21 2 sangat penting karena berperan besar dalam meningkatkan nilai tambah kayu rakyat sehingga dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan oleh masyarakat luas. Sebagaimana komoditas pertanian pada umumnya, sifat dari hasil produksi kayu rakyat adalah : volume atau jumlahnya yang relatif kecil; letaknya yang bertebaran pada kondisi topografi yang sulit; jauh dari konsumen atau industri pengolahan; kualitas kayu yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen; dan waktu panen yang tidak menentu. Hal tersebut mendorong adanya keterlibatan pelaku lain yaitu pedagang pengumpul atau lainnya dalam pemasaran kayu rakyat yang berperan menghubungkan petani dengan konsumen kayu rakyat, sehingga jumlah pelaku pemasaran kayu menjadi lebih banyak dan mengakibatkan harga yang diterima petani menjadi lebih rendah. 1.2 Pertanyaan Penelitian Beberapa pertanyaan mendasar yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah karakteristik pelaku (lembaga) pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk saluran pemasarannya? 2. Bagaimanakah struktur pasar pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku (lembaga) pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi? 3. Berapakah pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku (lembaga) pemasaran kayu rakyat dari hasil pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi? 4. Bagaimanakah perbedaan marjin yang terjadi dari setiap pelaku (lembaga) pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi? 5. Saluran pemasaran manakah yang paling efisien?

22 3 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi karakteristik pelaku (lembaga) yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk saluran-saluran pemasarannya. 2. Menggambarkan struktur pasar pemasaran kayu rakyat dari setiap pelaku (lembaga) pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi. 3. Menghitung pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku (lembaga) pemasaran kayu rakyat dari hasil pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi. 4. Menghitung perbedaan marjin yang terjadi dari setiap pelaku (lembaga) pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi. 5. Menganalisis saluran pemasaran yang paling efisien. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk pihakpihak yang terkait dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan khususnya kepada petani dari aspek pemasaran agar dapat meningkatkan pendapatan petani dari hasil kayu rakyatnya. Selain itu dapat juga diketahui karakteristik pelakupelaku pemasaran kayu rakyat lainnya (pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang pengecer) yang berfungsi menyerap bahan baku kayu rakyat tersebut dan bertindak sebagai pengolah/atau sekaligus pendistribusi kepada konsumennya.

23 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat Pengertian Hutan Rakyat Ditjen RRL (1995 a) mendefinisikan hutan rakyat sebagai suatu lapangan di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhkan pohon-pohon sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya. Hutan rakyat dikategorikan termasuk kedalam hutan hak, dimana hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts/II/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat antara lain pada pasal 1 ayat 1 bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimum 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan atau tanaman tahun pertama dengan minimal 500 tanaman per hektar. Akan tetapi, hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai dengan definisi diatas, dimana minimal harus 0,25 hektar. Hal ini disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa yang sangat sempit (Fakultas Kehutanan IPB, 2000) Pola-Pola Hutan Rakyat Departemen Kehutanan (1990) yang dikutip oleh Setyawan (2002) menerangkan bahwa berdasarkan variasi jenis tanaman dan pola penanamannya, hutan rakyat dapat digolongkan ke dalam bentuk : a. Hutan rakyat murni; yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur. b. Hutan rakyat campuran; yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohon yang ditanam secara campuran. c. Hutan rakyat agroforestri; yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usahatani lainnya seperti perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi. Hutan rakyat bentuk

24 5 ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Sedangkan berdasarkan pola pengembangannya, menurut Supriadi (2001) yang dikutip oleh Rosnawati (2004) hutan rakyat dikelompokkan menjadi : a. Hutan rakyat pola swadaya; yaitu hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri. Melalui pola ini masyarakat akan didorong agar mau dan mampu melaksanakan pembuatan hutan rakyat secara swadaya dengan bimbingan teknis dari kehutanan. b. Hutan rakyat pola subsidi; yaitu hutan rakyat yang dibangun dari subsidi, baik sebagian atau keseluruhannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat. Hutan rakyat yang dikembangkan dengan pola subsidi adalah hutan rakyat penghijauan, hutan rakyat padat karya dan hutan rakyat areal model dampak. c. Hutan rakyat pola kemitraan; yaitu hutan rakyat yang dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan Fungsi dan Manfaat Hutan Rakyat Ditjen RRL (1995 a) menyebutkan fungsi dan manfaat hutan rakyat adalah: a. Memperbaiki penutupan tanah sehingga akan mencegah erosi. b. Memperbaiki peresapan air ke dalam tanah. c. Menciptakan iklim mikro, perbaikan lingkungan dan perlindungan sumber air. d. Meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai hasil dari tanaman hutan rakyat berupa kayu-kayuan. e. Meningkatkan pendapatan masyarakat. f. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan kayu.

25 6 2.2 Pemasaran Pengertian Pemasaran Kotler (1997) mendefinisikan pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajemen, dimana individu-individu atau kelompok dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui pembuatan dan pertukaran suatu produk dan uang dengan individu-individu atau kelompok-kelompok lainnya. Sudiyono (2002) lebih spesifik mendefinisikan pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran Pelaku (Lembaga) Pemasaran Lembaga pemasaran adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, mendistribusikan barang dari produsen sampai konsumen melalui proses perdagangan (Limbong dan Sitorus, 1985). Fakultas Kehutanan IPB (2000) menjelaskan bahwa pelaku dalam usaha hutan rakyat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu petani dan bukan petani hutan rakyat. Petani hutan rakyat adalah merupakan pelaku utama penghasil hutan rakyat dari lahan miliknya, sedangkan yang bukan petani adalah pihak-pihak lain yang terkait dalam usaha hutan rakyat, yaitu para buruh, penyedia jasa tebang, jasa angkutan, pihak yang bergerak dalam pemasaran dan industri pengolah hasil hutan rakyat Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang dan jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orangorang yang membutuhkan (Kotler, 1997). Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran. Panjangnya suatu

26 7 saluran tataniaga / pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. Saluran pemasaran tersebut meliputi : a. Saluran non tingkat (zero level channel) atau dinamakan sebagai saluran pemasaran langsung, adalah saluran dimana produsen atau pabrikan langsung menjual produknya ke konsumen. b. saluran satu tingkat (one level channel) adalah saluran yang menggunakan satu perantara. c. Saluran dua tingkat (two level channel), mencakup dua perantara. d. Saluran tiga tingkat (three level channel), didapati tiga perantara Struktur Pasar Limbong dan Sitorus (1985) menjelaskan bahwa struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat masuk pasar. Menurut Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) menyatakan ada 4 (empat) karakteristik untuk membedakan struktur pasar yaitu : (1) jumlah dan ukuran perusahaan, (2) pandangan pembeli terhadap sifat produk, (3) kondisi keluar masuk pasar, (4) tingkat pengetahuan seperti biaya, harga dan kondisi pasar di antara partisipan. karakteristik struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Struktur Pasar Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Sifat produk Sudut Pandang Sudut Pandang Pembeli / Penjual Pembeli Penjual Banyak Homogen Pasar Persaingan Pasar Persaingan Murni Murni Banyak Terdiferensiasi Pasar Persaingan Pasar Persaingan Monopolistik Monopolistik Sedikit Homogen Oligopoli murni Oligopsoni Murni Sedikit Terdiferensiasi Oligopoli Oligopsoni Terdiferensiasi Terdiferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber : Hammond dan Dahl dalam Seryawan, Marjin Pemasaran Marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang diterima oleh penjual pertama dan harga yang diterima oleh pembeli akhir (Hanafiah dan Saefudin, 1983 dalam Qurniati, 2002).

27 8 Adapun menurut Nurtjahjadi (1997) dalam Rosnawati (2004), marjin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang diterima petani / produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir untuk suatu produk yang sama. Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa marjin pemasaran terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator untuk melihat efisiensi sistem pemasaran. Rendahnya marjin pemasaran suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisien yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer share) terhadap harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Farmer share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1985) Efisiensi Pemasaran Menurut Downey dan Erikson (1987) dalam Shausan (2000), efisiensi pemasaran didefinisikan sebagai penilaian prestasi kerja proses pemasaran yang dapat diukur dari peningkatan rasio keluar-masukan (input-output). Input merupakan paduan tenaga kerja, modal, dan manajemen yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam penyaluran barang., sedangkan output adalah kepuasan konsumen terhadap barang dan aktivitas yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. Pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika : 1. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi. 2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen kepada produsen tidak terlalu tinggi. 3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran. 4. Adanya kompetisi pasar yang sehat. Pada umumnya di negara-negara berkembang, empat kriteria di atas digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran (Soekarwati, 1989 dalam Shausan, 2000).

28 Pendapatan Usaha Pendapatan dari suatu usaha adalah nilai dari pengusahaan dalam jangka waktu tertentu, yang berupa selisih dari penerimaan usaha atas biaya usaha (Soekartawi, et al 1986 dalam Saputra, 2007). π = TR TC = (p x q) (TFC + TVC) Keterangan : π = Total profit TR = Total revenue TC = Total cost p = Price q = Quantity TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable Cost Saputra (2007) dalam penelitiannya yang menganalisis pendapatan usaha pelaku pemasaran produk agroforestri kemiri, mencontohkan bahwa yang dimaksud Variable cost meliputi : benih, pupuk, dan bahan-bahan pemeliharaan tanaman lainnya, sedangkan fixed cost meliputi : sewa lahan, penyusutan alat, biaya angkut, dan upah.

29 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap karakteristik pelaku pemasaran kayu rakyat yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang pengecer. Setelah itu, dilakukan identifikasi aspek pemasarannya yang meliputi saluran pemasaran, struktur pasar, pendapatan usaha serta marjin dan efisiensi pemasaran. Secara ringkas kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 1 berikut. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Petani Pedagang Pengumpul Industri Pengolahan Pedagang Pengecer Pemasaran Kayu Rakyat Saluran Pemasaran Struktur Pasar Pendapatan Usaha Marjin & Efisiensi Pemasaran Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada empat desa penelitian, yaitu Desa Pasirbaru dan Gunung Tanjung (Kecamatan Cisolok) serta Desa Cijulang dan Bojongjengkol (Kecamatan Jampang Tengah). Penentuan lokasi penelitian tersebut dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :

30 11 1. Tingkat kecamatan; dipilih dua kecamatan yang merupakan kecamatan dengan areal hutan rakyat terluas. 2. Tingkat desa; dipilih masing-masing dua desa dari setiap kecamatan dengan cara yang sama dengan kriteria pemilihan tingkat kecamatan (memiliki areal hutan rakyat terluas). Untuk responden industri perakitan selain pencarian di lokasi penelitian yang telah disebutkan, dilakukan juga pencarian di Kecamatan Parungkuda, Bojonggenteng dan Parakansalak yang menjadi pusat lokasi industri perakitan kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi, Penelitiannya sendiri dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan Juni - Juli Jumlah serta lokasi dari para responden dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan Lokasi Responden Kategori Responden Jumlah Lokasi (Orang) Petani 40 Kec. Cisolok (Desa Pasirbaru, Desa Gunung Tanjung) Pedagang Pengumpul 17 Kec. Jampangtengah (Desa Cijulang, Desa Bojongjengkol) Industri Penggergajian 8 Kec. Jampangtengah (Desa Cijulang, Desa Bojongjengkol) Industri Perakitan 8 Kec. Cisolok, Kec. Jampangtengah, Kec. Parungkuda Kec. Bojonggenteng, Kec. Parakansalak Pedagang Pengecer 3 Kec. Cisolok, Kec. Jampangtengah 3.3 Obyek Penelitian Obyek penelitian adalah responden pelaku yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat (petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang pengecer). 3.4 Batasan Operasional Batasan operasional diperlukan untuk memberikan pengertian yang seragam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pemasaran kayu rakyat. Batasan operasional tersebut adalah sebagai berikut : 1. Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah dan ditanami jenis-jenis pohon penghasil kayu, baik yang terdiri dari satu jenis (monokultur) ataupun campuran (polikultur) maupun yang sistem penanamannya bercampur dengan tanaman pertanian (agroforestri). 2. Kayu rakyat adalah kayu yang berasal dari jenis-jenis pohon penghasil kayu yang tumbuh di atas lahan/pekarangan yang dibebani hak atas tanah, termasuk

31 12 di dalamnya kayu dari jenis pohon penghasil buah dan tanaman perkebunan, baik yang ditanam secara sengaja ataupun tumbuh secara alami. 3. Pelaku pemasaran kayu rakyat adalah semua individu atau lembaga perusahaan yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat dalam berbagai bentuk kayu atau produk, dari titik produsen (petani) hingga konsumen akhir. 3.5 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari para pelaku pemasaran kayu rakyat, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian Data Primer Data primer diperoleh langsung dari para pelaku pemasaran kayu rakyat (petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang pengecer) yang dijadikan sebagai responden. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara menggunakan kuisioner dan isi dari pertanyaannya meliputi : 1. Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Data karakteristik dan sistem pengelolaan hutan rakyat dikumpulkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner terhadap setiap responden petani hutan rakyat dan juga observasi lapangan ke beberapa areal hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi : jenis dominan; pola dan pergiliran tanam; pembuatan tanaman (persiapan lahan, pengadaan bibit dan penanaman); pemeliharaan dan perlindungan (pemupukan, penyulaman, pemberantasan hama dan penyakit); pemanenan (pembuatan surat izin tebang, penebangan, pembagian dan pembersihan batang, penyaradan dan pengumpulan kayu, muat-bongkar, pengangkutan, penimbunan kayu dan penggergajian kayu). 2. Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat a. Petani hutan rakyat, data yang dikumpulkan meliputi : kelompok umur; tingkat pendidikan; jumlah anggota keluarga; mata pencaharian; luas ratarata hutan rakyat; bentuk kayu yang dijual; produksi kayu rakyat; harga jual.

32 13 b. Pedagang pengumpul kayu rakyat, data yang dikumpulkan meliputi : jenis kayu yang diperjualbelikan; volume pembelian; konsumen dan bentuk kayu yang dijual; harga jual. c. Industri pengolahan kayu rakyat, data yang dikumpulkan meliputi : spesifikasi usaha dan produk yang dihasilkan; kapasitas dan realisasi produksi; konsumen; produk, ukuran dan harga jual; upah dan jumlah tenaga kerja. d. Pedagang pengecer, data yang dikumpulkan meliputi : daya beli; produk, ukuran, harga jual dan konsumen Data Sekunder Data sekunder merupakan data penunjang yang berhubungan dengan obyek penelitian, baik yang tersedia di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, maupun instansi terkait lainnya. Data-data yang penting diantaranya adalah : a. Data potensi dan penyebaran hutan rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi (Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, 2008). b. Data keadaan umum wilayah Kabupaten Sukabumi (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). c. Data-data lainnya. 3.6 Metode Pengumpulan Data Teknik Observasi Data dikumpulkan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti, yaitu keadaan hutan rakyat dan kegiatan-kegiatan pengelolaannya Teknik Wawancara Data dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap para responden pelaku pemasaran (petani, pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang pengecer). Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (kuesioner).

33 Metode Pengambilan Sampel Petani Hutan Rakyat Responden petani hutan rakyat dipilih secara acak dengan jumlah sebanyak 40 orang, yang terdiri dari 10 orang dari setiap desa yang dijadikan sebagai lokasi penelitian, yaitu Desa Pasirbaru dan Desa Gunung Tanjung (Kec. Cisolok) serta Desa Cijulang dan Desa Bojongjengkol (Kec. Jampangtengah), dengan syarat responden petani tersebut pernah melakukan penjualan kayu yang tumbuh dari areal lahannya Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Responden pedagang pengumpul kayu rakyat dipilih secara acak dengan jumlah sebanyak 17 orang, yang terdiri dari empat orang dari Desa Pasirbaru, empat orang dari Desa Gunung Tanjung, empat orang dari Desa Bojongjengkol dan lima orang dari Desa Cijulang Industri Pengolahan Kayu Rakyat Responden industri pengolahan kayu rakyat dipilih secara acak dengan jumlah sebanyak delapan industri penggergajian dan delapan industri perakitan yang tersebar di Kecamatan Cisolok, Jampangtengah, Parungkuda, Bojonggenteng dan Parakansalak Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Responden pedagang pengecer produk kayu rakyat dipilih secara acak dengan jumlah sebanyak tiga orang (perusahaan) yang berlokasi di Kecamatan Cisolok dan Jampangtengah. 3.8 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif guna menjawab semua tujuan yang diinginkan Analisis Saluran Pemasaran Saluran pemasaran dianalisis dengan mengamati pelaku pemasaran yang ada. Setiap pelaku ini akan membentuk saluran pemasaran yang berbeda, yang akan mempengaruhi besarnya bagian harga yang diterima Analisis Struktur Pasar Struktur pasar suatu komoditas dapat dianalisis dengan melakukan pengamatan terhadap komponen pembentuk pasar. Secara deskriptif dapat dengan

34 15 mangamati jumlah pelaku pemasaran (penjual dan pembeli) serta sifat produk yang dianalisis dengan menggunakan tabel karakteristik struktur pasar Hammond dan Dahl (1997) dalam Setyawan (2002) yang dapat dilihat pada halaman 7. Selain secara deskriptif, struktur pasar dapat juga dianalisis melalui derajat konsentrasi pasar dengan menggunakan pendekatan indeks herfindahl. Indeks ini akan mengukur tingkat konsentrasi pasar yang terjadi dengan memperhitungkan penjumlahan hasil kuadrat dari pangsa pasar setiap pedagang. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : n H = Σ (Xi/T) 2 i = 1 Dimana : H = Indeks herfindahl; jika H mendekati satu (H 0,5), berarti pasar terkonsentrasi; jika H = 1 berarti pasar monopoli; dan jika H mendekati nol (H < 0,5), berarti pasar semakin kompetitif (kurang terkonsentrasi) Xi = Volume penjualan yang dikuasai pedagang ke-i (m 3 ) (i = 1,2,,n), dengan n adalah jumlah pedagang T = Total volume penjualan pedagang (m 3 ) Analisis Marjin dan Efisiensi Pemasaran Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya juga merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Secara matematis dirumuskan : Mi = P si P bi M i = C i + π i Keterangan : M i = Marjin pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke i (Rp/m 3 ) P si = Harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke i (Rp/m 3 ) P bi = Harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke i (Rp/m 3 ) C i = Biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke i (Rp/m 3 ) π i = Keuntungan pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke i (Rp/m 3 )

35 16 Efisiensi pemasaran dapat diketahui dari rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) pada masing-masing lembaga pemasaran. Rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) dirumuskan : Rasio Keuntungan / Biaya = πi Ci Keterangan : πi = Keuntungan pemasaran lembaga pemasaran ke i (Rp/m 3 ) Ci = Biaya pemasaran lembaga pemasaran ke i (Rp/m 3 ) Besar kecilnya rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) belum tentu dapat menggambarkan efisiensi pemasaran, sehingga indikator lain yang digunakan adalah memperbandingkan bagian harga yang diterima oleh petani (farmer share), yang dirumuskan : Harga di tingkat petani Farmer share = x 100 % Harga di tingkat konsumen akhir Analisis Pendapatan Usaha Pendapatan usaha dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : π = TR TC = (p x q) (TFC + TVC) Keterangan : π = Total keuntungan TR = Total pendapatan TC = Total biaya p = Harga q = Jumlah produk TFC = Total biaya tetap TVC = Total biaya variabel

36 17 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 119 km dari ibukota negara (Jakarta). Secara geografis terletak di antara Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan luas daerah km 2 atau 14,39% dari luas Jawa Barat atau 3,01% dari luas Pulau Jawa (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Propinsi Banten) dan Samudera Indonesia, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 47 kecamatan, tiga kelurahan, 349 desa, RW dan RT. Ibukota kabupaten terletak di Kecamatan Palabuhanratu. 4.2 Iklim, Topografi dan Jenis Tanah Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan setahun sebesar mm dari 124 hari hujan pada tahun Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan 762 mm dan hari hujan 25 hari. Suhu udara berkisar 17,2-32,8 C dengan suhu rata-rata 25,5 C. Kelembaban udara rata-rata sebesar 86,1% (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi Utara dan Tengah. Ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara m dengan luasan yang terbesar pada ketinggian di atas 100 mdpl dengan jumlah persentase sebesar 85,16% (Tabel 3). Dengan adanya daerah pantai dan gununggunung, antara lain Gunung Salak dan Gunung Gede yang masing-masing mempunyai puncak ketinggian mdpl dan mdpl menyebabkan keadaan lereng sangat miring ( > 35 ) yang meliputi 29% dari luas Kabupaten Sukabumi (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Kemiringan antara meliputi 37% dan

37 18 kemiringan antara 2-13 meliputi 21% dari luas kabupaten, sisanya merupakan daerah datar dengan persentase yang hanya sebesar 13%. Keadaan topografi yang demikian menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi rawan terhadap longsor dan erosi tanah (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Tabel 3. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Ketinggian Tempat No. Ketinggian Tempat (mdpl) Luas (Ha) Persentase (%) ,45 2, ,20 12, ,49 43, ,91 34,66 5 > ,49 6,68 Jumlah ,54 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2007 Jenis tanah di bagian Utara pada umumnya terdiri dari tanah latosol, androsol dan regosol. Di bagian Tengah pada umumnya terdiri dari tanah latosol dan podsolik sedangkan di bagian Selatan sebagian besar terdiri dari tanah laterit, grumusol, podsolik dan alluvial (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Dari aspek kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur) atau solum, daerah Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanah lempung). Kedalaman tanahnya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu kedalaman tanah sangat dalam (lebih dari 90 cm) dan kedalaman tanah kurang dalam (kurang dari 90 cm). Kedalaman tanah sangat dalam tersebar di bagian Utara sedangkan kedalaman tanah kurang dalam tersebar di bagian Tengah dan Selatan. Hal ini mengakibatkan wilayah bagian Utara lebih subur dibandingkan wilayah bagian Selatan (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). 4.3 Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2006 mencapai jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,90, yang berarti bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi adalah sebesar 568,18 orang per km 2 (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Penduduk Kabupaten Sukabumi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok umur yaitu kelompok umur dibawah 15 tahun, kelompok umur antara

38 tahun dan kelompok umur diatas 59 tahun (Tabel 4). Dari tabel dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sukabumi berada pada kelompok umur usia produktif dengan persentase sebesar 63,43% yang berada pada kelompok umur tahun. Tabel 4. Jumlah Penduduk Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Kelompok Umur No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 < , ,43 3 > ,01 Jumlah ,00 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, Pendidikan Tabel 5 memperlihatkan tingkat pendidikan dari sample kepala keluarga di Kabupaten Sukabumi yang berjumlah kepala keluarga. Dari tabel tersebut dapat diperkirakan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sukabumi memiliki tingkat pendidikan mulai dari tamat SD hingga SLTP dengan persentase sebesar 63,93%, tamat SLTA ke atas 14,74% dan tidak tamat SD 21,32%. Tabel 5. Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah Kepala Keluarga (Orang) Persentase (%) 1 Tamat SLTA ke Atas ,74 2 Tamat SD - SLTP ,93 3 Tidak Tamat SD ,32 Jumlah ,00 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, Mata Pencaharian Mata pencaharian utama penduduk Kabupaten Sukabumi adalah pada sektor pertanian yang penggunaan lahannya didominasi oleh hutan rakyat dengan penanaman sistem agroforestri dan perkebunan (teh, pala dan cengkeh). 4.6 Agama Masyarakat Kabupaten Sukabumi mayoritas menganut agama Islam dengan persentase sebesar 99,78 %, sedangkan untuk agama Kristen 0,20 %, Hindu 0,01 % dan Budha 0,02 %.

39 Sarana dan Prasarana Panjang jalan yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi adalah km dengan rincian jalan yang dikelola negara sepanjang km, propinsi sepanjang km dan kabupaten sepanjang km. Panjang jalan yang dikelola Kabupaten Sukabumi sebagian besar telah diaspal dengan persentase sebesar 62,98% dan sisanya masih berupa kerikil dan tanah sebesar 37,02% (BPS Kabupaten Sukabumi, 2007). Untuk sarana transportasi umum didominasi oleh angkutan kota dan mini bus, sedangkan transportasi lainnya adalah sepeda motor, truck dan pickup. Sarana perdagangan di Kabupaten Sukabumi terdiri dari 69 pasar lokal, 11 pasar kabupaten, empat pasar hewan, satu pasar desa dan satu pasar swasta, sedangkan untuk sarana perekonomian terdiri dari unit koperasi dengan anggota sebanyak orang, 37 unit bank pemerintah, 18 unit bank swasta dan 15 unit bank milik pemerintah daerah. 4.8 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi yang terluas adalah berupa hutan negara dan hutan rakyat dengan perincian hutan negara seluas ,41 ha (32,27%) dan hutan rakyat ,08 ha (26,40%). Penggunaan lahan lainnya adalah perkebunan ,20 ha (18,26%), sawah ,93 ha (15,25%), bangunan dan halaman ,22 ha (4,58%), tambak dan kolam 1.940,16 ha (0,47%) dan penggunaan lain ,55 ha (2,77%). Tabel 6. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Hutan Negara ,41 32,27 2 Hutan Rakyat ,08 26,40 3 Perkebunan ,20 18,26 4 Sawah ,93 15,25 5 Bangunan dan Halaman ,22 4,58 6 Tambak dan Kolam 1.940,16 0,47 7 Penggunaan Lain ,55 2,77 Jumlah ,55 100,00 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2007

40 21 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Jenis Tanaman Dominan Tabel 7 memperlihatkan jenis tanaman dominan dari hutan rakyat yang dikelola oleh para responden petani di areal lahannya. Tabel 7. Karakteristik Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Tanaman dan Jenis Dominan No. Kecamatan Kelompok Jenis Dominan Tanaman 1 Cisolok Kayu Manglid, Bayur, Sengon, Mahoni, Jati, Tisuk Buah Pisang, Mangga, Rambutan, Jengkol, Kelapa, Petai, Duren Pertanian Singkong, Kacang-Kacangan, Ubi Jalar Perkebunan Cengkeh, Kapuk Randu, Karet 2 Jampangtengah Kayu Sengon, Pinus, Mahoni, Kayu Afrika, Puspa Buah Manggis, Nangka, Rambutan, Pisitan, Duren, Pisang, Kupa, Petai Pertanian Jagung, Kacang-Kacangan, Ubi Jalar, Singkong, Padi, Cabai Perkebunan Bambu, Aren, Kapol, Karet Tanaman penyusun hutan rakyat berdasarkan hasil yang dimanfaatkannya dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu tanaman penghasil kayu, penghasil buah, pertanian dan perkebunan. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden petani hutan rakyat menanami lahannya dengan sistem agroforestri, dimana tanaman pertanian dan tanaman penghasil kayu dan / atau buah dan / atau perkebunan ditanam secara bersamaan (bercampur) pada areal lahannya. Jenis dominan hutan rakyat di dua kecamatan contoh cukup bervariasi, jika dibandingkan terutama kelompok tanaman penghasil kayu yang ditanam maka akan terlihat adanya beberapa perbedaan. Kelompok tanaman penghasil kayu yang mendominasi di Kecamatan Cisolok adalah manglid (Manglietia glauca), bayur (Pterospermum javanicum), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia spp.), tisuk (Hibiscus macrophyllus) dan jati (Tectona grandis), sedangkan di Kecamatan Jampangtengah adalah sengon (Paraserianthes falcataria), pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia spp.), puspa (Schima wallichii), dan Manii (Khaya antoteca). Perbedaan beberapa jenis dominan ini

41 22 dapat disebabkan diantaranya adalah karena faktor kecocokan lahan, kemudahan dalam mendapatkan bibit dan budidaya, kecepatan tumbuh pohon serta aspek ekonomi Pola dan Pergiliran Tanam a. Pola Tanam Penanaman tanaman penghasil kayu di hutan rakyat oleh para responden petani sebagian besar dilakukan secara agroforestri dengan jenis yang ditanam bervariasi (polikultur) dan ada juga sebagian kecil yang menanaminya dengan satu jenis saja (monokultur). Pola tanam pada penanaman hutan rakyat dengan sistem agroforestri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu secara teratur dan acak. Penanaman secara teratur dilakukan dengan menanami tanaman penghasil kayu di sela-sela tanaman pertanian (pola 1) dan dapat juga dilakukan dengan menanami tanaman penghasil kayu di pinggiran lahan yang dapat juga difungsikan sebagai tanaman pagar atau penahan angin (pola 2), sedangkan penanaman secara acak dilakukan secara tidak teratur dan juga tidak memperhatikan jarak tanam (pola 3). Tanaman pertanian pada umumnya dijadikan sebagai tanaman pokok sedangkan tanaman penghasil kayu atau buah atau perkebunan dijadikan sebagai tanaman sampingan yang dapat dipanen sewaktu-waktu. Namun, pada beberapa responden petani ada juga yang mengganti tanaman pokoknya dengan tanaman perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti cengkeh atau karet atau tanaman penghasil buah seperti pisang (khususnya Kecamatan Cisolok). Hal ini dilakukan karena sebagian besar lahan di Kecamatan Cisolok meskipun subur untuk lahan pertanian akan tetapi mempunyai kelerengan yang sangat tinggi sehingga agak sulit dalam pengolahan tanahnya. Hasil seperti cengkeh, getah karet atau buah-buahan dijadikan sebagai komoditas utama yang dapat dijual untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Penanaman tanaman penghasil kayu secara keseluruhan di areal yang dimiliki (tanpa sistem agroforestri), baik yang dilakukan secara polikultur ataupun monokultur dilakukan pada lahan-lahan yang memang agak sulit untuk dikelola dengan sistem agroforestri (baik dalam hal persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan maupun pemanenan). Hal ini dikarenakan lahan tidak subur, jauh

42 23 dari tempat tinggal responden petani pemilik lahan, mempunyai aksesibilitas yang buruk atau dapat juga dikarenakan responden petani sudah tidak mempunyai waktu atau tenaga untuk mengurus lahannya. x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Pola 1 Pola 2 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Pola 3 Keterangan : x = Tanaman pertanian = Tanaman penghasil kayu / buah / perkebunan Gambar 2. Pola tanam hutan rakyat sistem agroforestri b. Pergiliran Tanam Pergiliran tanam yang dilakukan oleh responden petani hutan rakyat terbatas hanya pada jenis tanaman pertanian yang ditanam. Adanya pergiliran tanam ini dilakukan karena disesuaikan dengan musim. Jenis tanaman yang ditanam pada saat musim hujan pada umumnya adalah padi dan kacang-kacangan, sedangkan pada saat musim kemarau adalah singkong dan ubi jalar. Pada penanaman tanaman perkebunan atau penghasil buah yang dijadikan sebagai tanaman pokok tidak dilakukan pergiliran tanam, hal yang biasa dilakukan adalah melakukan penggantian pohon yang mati dengan bibit yang baru Pembuatan Tanaman Kegiatan-kegiatan pembuatan tanaman pada hutan rakyat yang dilakukan oleh responden petani terdiri dari persiapan lahan, pengadaan bibit dan penanaman.

43 24 a. Persiapan Lahan Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan diantaranya adalah pembersihan lahan dan pengolahan (pencangkulan) tanah. Kedua jenis kegiatan tersebut sebenarnya tidak harus dilakukan jika areal yang akan ditanami masih cukup bersih dan petani tidak menanami lahan tersebut dengan tanaman pokok pertanian (sistem agroforestri), namun jika akan ditanami juga dengan tanaman pokok pertanian maka sekurang-kurangnya pengolahan (pencangkulan) tanah harus dilakukan agar tanah dapat menjadi lebih subur. Kegiatan pembersihan lahan sangat jarang dilakukan oleh responden petani, kegiatan ini dilakukan hanya jika lahan yang akan ditanami memang sudah lama ditelantarkan atau tidak ditanami dengan tanaman pertanian sehingga tidak ada perawatan dan menyebabkan lahan menjadi banyak ditumbuhi oleh alangalang, semak belukar atau tanaman pengganggu lainnya, sedangkan untuk pengolahan (pencangkulan) tanah sering dilakukan pada setiap akan memulai penanaman tanaman pertanian. Pembersihan lahan dan pengolahan (pencangkulan) tanah pada umumnya dilakukan oleh responden petani bersama dengan anggota keluarganya, namun ada juga yang memanfaatkan tenaga buruh harian dengan upah berkisar antara Rp Rp /orang untuk setengah hari kerja (± 6 jam) dengan lama hari kerja tergantung dari luas lahan yang dikerjakan dan banyaknya buruh harian yang dipekerjakan. Penggunaan tenaga buruh harian dalam pembersihan lahan dan pengolahan (pencangkulan) tanah dilakukan oleh responden petani jika mempunyai kesibukan yang lain seperti berdagang atau memang sudah tidak sanggup jika melakukannya sendiri ataupun dilakukan bersama dengan anggota keluarganya. Pembersihan lahan dapat juga dilakukan dengan melakukan penyemprotan dengan menggunakan herbisida (round up). Satu hektar lahan dapat menghabiskan round up sekitar 2 liter dengan harga beli berkisar antara Rp Rp per liternya. b. Pengadaan Bibit Bibit pohon bisa didapatkan baik dari pembelian ataupun dari non pembelian. Pembelian bibit biasa dilakukan dari masyarakat yang melakukan

44 25 pembibitan di wilayah sekitar tempat tinggal responden petani dengan harga beli berkisar antara Rp Rp per bibitnya (tergantung jenis bibit). Namun, sebagian besar responden petani lebih suka mencari bibit sendiri dari permudaan alam yang berada di lahan mereka atau lahan orang lain. Responden petani juga terkadang membiarkan pohon yang sudah ditebang agar tumbuh kembali (memanfaatkan trubusan) sehingga tidak perlu lagi menanam dengan bibit yang baru, selain itu ada juga yang melakukan pembibitan sendiri agar didapatkan hasil bibit yang baik tanpa harus mengeluarkan biaya. Trubusan adalah tunas-tunas yang muncul dari sela-sela tunggak pohon yang sudah ditebang dan jika dibiarkan akan tumbuh kembali menjadi pohon yang baru. Trubusan ini dapat tumbuh dengan baik jika hanya satu tunas saja yang dibiarkan untuk tumbuh, sedangkan tunas-tunas yang lainnya dilakukan pemangkasan. Kelebihan dari trubusan ini adalah pohon yang dihasilkan menjadi lebih cepat tumbuh jika dibandingkan dengan penanaman dengan menggunakan bibit, namun kelemahannya tidak semua jenis kayu dapat menghasilkan trubusan. Gambar 3. Trubusan Gambar 4. Usaha pembibitan c. Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan setelah kegiatan persiapan lahan dan pengadaan bibit telah selesai dilaksanakan. Dalam kegiatan penanaman, khususnya tanaman penghasil kayu, yang pertama kali dilakukan adalah pembuatan lubang tanam kemudian menanam bibit yang sudah disiapkan ke dalam lubang tanam tersebut. Penanaman biasanya dilakuan pada saat awal musim hujan agar bibit pohon yang ditanam dapat tumbuh dengan baik. Jarak tanam dalam penanaman tanaman penghasil kayu pada sistem tumpang sari disesuaikan dengan keadaan lahan, namun pada umumnya jarak tanam yang digunakan adalah 2 x 2 m, 2 x 3 m atau 3 x 3 m (pada sistem tumpang sari pola 1).

45 Pemeliharaan dan Perlindungan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan responden petani pemilik dan pengelola hutan rakyat meliputi pemupukan dan penyulaman, sedangkan kegiatan perlindungan yang dilakukan adalah pemberantasan hama dan penyakit. a. Pemupukan Kegiatan pemupukan yang dilakukan sebenarnya tidak dikhususkan untuk tanaman penghasil kayu, akan tetapi diberikan untuk tanaman pertanian. Namun secara tidak langsung, tanaman penghasil kayu juga mendapatkan tambahan hara dari pupuk tersebut. Responden petani yang tidak menerapkan sistem agroforestri pada lahannya tidak terbiasa melakukan pemupukan yang dikhususkan untuk tanaman penghasil kayu, biasanya tanaman penghasil kayu dibiarkan tumbuh secara alami. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk buatan seperti Urea dan TSP. Rata-rata kegiatan pemupukan yang dilakukan adalah 1 kali pada setiap akan memulai penanaman tanaman pertanian. b. Penyulaman Penyulaman adalah kegiatan penanaman bibit yang baru dikarenakan bibit atau pohon yang sebelumnya mati atau ditebang, baik ditebang karena dijual atau karena terkena serangan penyakit yang dikhawatirkan dapat juga menyerang pohon-pohon yang lainnya. Penyulaman disini sebenarnya identik dengan kegiatan penanaman kembali, perbedaannya adalah pada banyaknya luasan areal yang harus ditanami kembali dengan bibit yang baru tersebut. c. Pemberantasan Hama dan Penyakit Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman penghasil kayu tidak banyak dilakukan oleh para responden petani. Solusi yang dianggap praktis adalah dengan cara menebang pohon yang terkena serangan hama atau penyakit agar tidak menyebar ke pohon yang lain. Jika pohon yang terkena serangan hama atau penyakit tersebut sudah layak tebang dan efek serangan belum terlihat parah maka petani akan segera menjual pohon tersebut, namun jika belum layak tebang maka pohon akan ditebang sendiri oleh petani yang kayunya dimanfaatkan sebagai kayu bakar untuk keperluan sehari-hari atau dapat juga dijual kepada yang membutuhkannya.

46 27 Tanaman penghasil kayu yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit biasanya adalah jenis sengon (Paraserianthes falcataria), terutama serangan oleh hama ulat kantong yang biasa juga disebut dengan uter-uter, sedangkan jenis-jenis pohon yang lainnya sangat jarang terkena serangan hama atau penyakit Pemanenan Kegiatan pemanenan yang dilakukan meliputi pembuatan Surat Izin Tebang (SIT), penebangan, pembagian dan pembersihan batang, penyaradan dan pengumpulan kayu, muat-bongkar, pengangkutan, penimbunan kayu serta pengolahan (penggergajian) kayu. Kegiatan-kegiatan pemanenan tersebut pada umumnya dilakukan oleh pedagang pengumpul kayu rakyat yang membeli kayu dari petani dalam bentuk pohon berdiri, namun ada juga sebagian kecil dari petani yang juga melakukan kegiatan-kegiatan tersebut jika ingin menjual kayunya dalam bentuk kayu bulat atau gergajian. a. Pembuatan Surat Izin Tebang (SIT) Tarif retribusi kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tarif Retribusi Kayu Rakyat di Wilayah Kabupaten Sukabumi No. Jenis Retribusi (Rp) 1 Kayu Jati, Sonokeling dan Sejenisnya /m 3 2 Kayu Mahoni dan Rasamala 8.000/m 3 3 Kayu Damar dan Pinus 5.000/m 3 4 Kayu Kelas III (Sengon, Kayu Afrika, Bayur & Sejenisnya) 2.000/m 3 5 Kayu Karet 2.000/m 3 6 Kayu Bakar Karet (Diameter di Bawah 15 cm) 1.000/m 3 7 Kayu Cengkeh, Pala, Kemiri, Kenanga dan Sejenisnya 500/m 3 8 Pohon Aren dan Kelapa 1.000/phn 9 Pohon Bambu (Berukuran Besar) 100/phn 10 Pohon Bambu (Berukuran Sedang) 50/phn Sumber : Peraturan Bupati Sukabumi No. 37 Tahun 2006 Berdasarkan Peraturan Bupati Sukabumi No. 37 Tahun 2006 tentang Prosedur Tetap Pengurusan Izin Penebangan Pohon Kayu dan Bambu serta Penatausahaan Kayu Hutan Hak / Rakyat, penerbitan Surat Izin Tebang (SIT) dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kehutanan untuk jenis jati, mahoni, pinus, sonokeling, damar, rasamala dan puspa, sedangkan untuk jenis-jenis yang lain

47 28 penerbitannya dilakukan oleh Kepala Cabang Dinas Kehutanan atau Kepala Cabang Dinas Perkebunan (khusus karet dan kelapa). b. Penebangan Kegiatan penebangan kayu di hutan rakyat dapat dilakukan dengan menggunakan dua sistem, yaitu tebang pilih dan tebang habis. Tebang pilih dilakukan jika petani hanya menjual kayu dari pohon-pohon yang telah layak tebang (dengan batas diameter > 10 cm), sedangkan jika dijual dengan borongan maka sistem yang dipilih adalah tebang habis. Penjualan kayu dengan cara borongan adalah bentuk penjualan kayu dari pohon-pohon yang masih berdiri dalam suatu areal secara keseluruhan, baik yang sudah ataupun belum layak tebang dan pemanenannya dilakukan juga secara keseluruhan. Pembeli biasanya menjual kayu-kayu yang belum layak tebang sebagai kayu bakar bagi industri atau rumah tangga. Penebangan umumnya dilakukan oleh buruh tebang yang terdiri dari 2 orang dalam 1 tim, dengan upah berkisar antara Rp Rp /m 3 dari hasil tebangan untuk 1 tim tersebut. Pedagang pengumpul biasanya menggunakan 1-2 tim dalam setiap kali penebangan. Alat tebang yang digunakan lebih sering menggunakan gergaji mesin (chain saw) dan terkadang ada juga yang menggunakan gergaji biasa (manual). Tanaman penghasil kayu (pohon) yang ditanam dapat dipanen (layak tebang) pada saat umur 5 hingga 10 tahun dengan diameter antara cm dan tinggi rata-rata mencapai 20 meter (semuanya tergantung dari jenis pohon). Petani pada umumnya menjual pohon-pohonnya jika ada kebutuhan yang sangat mendesak, seperti biaya sekolah anak atau kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. c. Pembagian dan Pembersihan Batang Pembagian dan pembersihan batang biasanya dilakukan langsung di lokasi penebangan dengan menggunakan gergaji yang sekaligus juga dipakai sebagai alat untuk menebang pohon tersebut. Pembagian dan pembersihan batang dilakukan langsung di lokasi penebangan agar dapat memudahkan di dalam penyaradan serta pengangkutan kayunya. Pembersihan batang dilakukan dengan cara memotong semua cabang dan ranting pada batang pokok, selain itu ada juga yang langsung menggergaji batang

48 29 pokok di keempat sisi-sisinya sehingga batang pokok menjadi berbentuk balok besar yang biasa disebut dengan balken. Pembagian batang dilakukan dengan melihat kondisi batang pokok, dengan panjang sortimen antara 1-4 meter. d. Penyaradan dan Pengumpulan Kayu Penyaradan kayu merupakan kegiatan pemindahan kayu dari tempat dimana pohon ditebang dan telah mengalami pembagian batang tingkat pertama ke tempat pengumpulan kayu (TPn) di tepi jalan angkutan atau langsung ke angkutan kayu. Penyaradan kayu rakyat di lokasi penelitian dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Penyaradan dilakukan hingga pinggir jalan terdekat yang bisa dimasuki oleh truck atau pickup untuk dapat mengangkut kayu tersebut ke tempat penimbunan (industri penggergajian kayu). Penyaradan dan pengumpulan kayu umumnya dilakukan oleh buruh pikul dengan jumlah antara 3-15 orang dan upah yang diberikan berkisar antara Rp Rp /m 3 untuk keseluruhan buruh yang bekerja. Banyaknya buruh pikul yang bekerja ditentukan oleh batas waktu penyelesaian pengumpulan kayu dan tingkat kesulitan dalam pemikulan, sedangkan besarnya upah tergantung dari jarak tempuh pemikulan dan banyaknya buruh pikul yang harus dipekerjakan. Gambar 5. Penyaradan manual Gambar 6. Pengumpulan kayu e. Muat-Bongkar Muat-bongkar kayu merupakan kegiatan menaikan dan menurunkan kayu dari alat pengangkutan. Pemuatan kayu rakyat biasanya dilakukan di tempat pengumpulan (TPn) dan pembongkarannya dilakukan di tempat penimbunan (industri penggergajian kayu). Muat-bongkar kayu umumnya dilakukan oleh 2-6 orang buruh muatbongkar yang terkadang bertindak juga sebagai buruh pikul dengan upah yang diberikan rata-rata Rp /m 3 untuk keseluruhan buruh yang bekerja.

49 30 Gambar 7. Muat-bongkar kayu f. Pengangkutan Pengangkutan kayu rakyat dilakukan dengan menggunakan angkutan truck atau pickup. Truck dapat memuat kayu hingga 6-7 m 3, sedangkan pickup hanya dapat memuat kayu sekitar 2-3 m 3. Pemilihan alat angkutan ditentukan oleh jumlah (volume) kayu yang akan diangkut dan juga keadaan jalan yang dilalui, jika jalan yang harus dilalui tidak bagus dan / atau bermedan berat maka penggunaan truck akan lebih aman dan praktis untuk digunakan. Biaya pengangkutan berkisar antara Rp Rp /rit untuk penggunaan truck dan Rp Rp /rit untuk penggunaan pickup. Rit di dalam pengangkutan kayu adalah hitungan perjalanan dari tempat pemuatan ke tempat pembongkarannya, oleh karena itu besarnya biaya pengangkutan kayu ditentukan oleh jarak tempuh pengangkutan dari kayu tersebut. g. Penimbunan Kayu Penimbunan kayu rakyat pada umumnya dilakukan langsung oleh pihak pembeli di lokasi-lokasi industri penggergajian kayu yang ada di wilayahnya masing-masing, hal ini dilakukan agar memudahkan di dalam melakukan penggergajian dan / atau pengolahannya, selain itu dapat juga dikarenakan kayukayu itu memang sudah dibeli (dipesan) oleh pihak industri penggergajian kayu tersebut. Gambar 8. Penimbunan kayu

50 31 h. Pengolahan (Penggergajian) Kayu Petani atau pedagang pengumpul kayu rakyat sebagian besar menjual kayu dalam bentuk kayu bulat kepada industri penggergajian, namun di lapangan ada juga ditemukan sebagian kecil dari mereka yang menjual kayunya secara langsung kepada pihak konsumen dalam bentuk kayu gergajian (terutama untuk konsumen produk kayu pertukangan) dengan cara memanfaatkan industri jasa penggergajian (rental), jasa penggergajian biasa (manual) atau dapat juga melakukan penggergajian sendiri (biasanya yang banyak dilakukan oleh petani). Jasa penggergajian (rental) ini dilakukan oleh industri pengergajian yang menawarkan jasa tersebut untuk menambah pemasukan. Selain itu, ada juga industri penggergajian yang bertindak hanya sebagai rental, hal ini terjadi dikarenakan industri tersebut sudah tidak memiliki cukup modal untuk menjalankan usahanya (terutama pembelian bahan baku kayu) akan tetapi masih memiliki mesin penggergajian. Biaya jasa penggergajian yang ditawarkan berkisar antara Rp Rp /m 3 dari hasil kayu gergajian yang dihasilkan dan disesuaikan dengan jenis dan ukuran diameter kayu yang digergaji. Penggergajian dapat juga menggunakan jasa penggergajian biasa (manual) yang umumnya beranggotakan 2 (dua) orang pekerja. Jasa penggergajian manual ini selain melakukan penggergajian yang dilakukan secara langsung di lokasi penebangan juga melakukan kegiatan-kegiatan pemanenan yang lainnya, seperti penebangan dan sekaligus juga dengan penyaradannya (dengan cara pikul langsung ke lokasi tempat tinggal pemilik kayu). Jasa penggergajian manual banyak dimanfaatkan oleh para petani atau pedagang pengumpul yang di wilayahnya tidak ada industri jasa penggergajian (rental). Jumlah pohon yang ditebang dan digergaji dengan memanfaatkan jasa penggergajian manual biasanya tidak terlalu banyak, hanya untuk memenuhi permintaan konsumen (masyarakat) sekitar atau dipergunakan sendiri oleh pemilik untuk membangun atau memperbaiki rumahnya. Biaya penggergajian dengan menggunakan jasa penggergajian manual (sekaligus dengan penebangan dan penyaradannya) membutuhkan biaya sebesar Rp Rp /m 3 dari hasil kayu gergajian yang dihasilkan untuk keseluruhan yang bekerja.

51 Karakteristik Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat yang diwawancarai terdiri dari petani, pedagang pengumpul dan industri pengolahan (penggergajian dan / atau perakitan) kayu rakyat yang ada di Kabupaten Sukabumi, selain itu dilakukan juga wawancara dengan beberapa pedagang pengecer. Berikut uraian karakteristik dari masing-masing pelaku pemasaran Petani Hutan Rakyat a. Kelompok Umur Pengelompokkan responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Umur No. Desa Kelompok Umur (Tahun) Jumlah > 50 (Orang) 1 Pasirbaru Gunung Tanjung Cijulang Bojongjengkol Jumlah (Orang) Persentase (%) 7,50 10,00 27,50 55,00 100,00 Dari Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa pengelolaan hutan rakyat lebih banyak dilakukan olah responden petani dengan usia di atas 40 tahun (dengan jumlah persentase sebesar 82,50%), adapun responden dengan usia pada kelompok umur tahun hanya memiliki jumlah persentase 17,50%. Rendahnya jumlah persentase responden petani hutan rakyat pada kelompok umur produktif (20-40 tahun) dapat disebabkan karena para generasi muda tidak mempunyai lahan yang cukup atau tidak mempunyai lahan sama sekali. Selain itu generasi muda yang umumnya mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan generasi tua lebih suka bekerja di daerah perkotaan daripada memilih menjadi petani di desanya. b. Tingkat Pendidikan Pengelompokkan responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

52 33 Tabel 10. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Desa Tingkat Pendidikan (Sederajat) Jumlah Tidak SD SLTP SLTA PT (Orang) Ada 1 Pasirbaru Gunung Tanjung Cijulang Bojongjengkol Jumlah (Orang) Persentase (%) 2,50 80,00 10,00 7,50 0,00 100,00 Tabel 10 memperlihatkan bahwa responden petani yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat pada umumnya memiliki tingkat pendidikan SD atau sederajat dengan persentase sebesar 80%. Hal ini dapat disebabkan karena faktor usia responden yang didominasi oleh usia di atas 40 tahun, dimana pada saat mereka masih muda dulu (pada saat usia sekolah) dianggap bahwa sekolah sampai SD saja sudah cukup. Faktor pendidikan yang rendah dan keterampilan yang terbatas ikut pula menjadi penghambat bagi mereka untuk mencari pekerjaan selain dari menjadi petani hutan rakyat. c. Jumlah Anggota Keluarga Sebagian besar responden petani hutan rakyat memiliki jumlah anggota keluarga dengan kelompok jumlah anggota keluarga sebanyak 3-5 orang dengan persentase sebesar 65%. Tabel 11 dibawah ini menunjukkan karakteristik responden petani hutan rakyat berdasarkan kelompok jumlah anggota keluarga pada masing-masing desa. Tabel 11. Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Kelompok Jumlah Anggota Keluarga No. Desa Kelompok Jumlah Jumlah Anggota Keluarga (Orang) (Orang) Pasirbaru Gunung Tanjung Cijulang Bojongjengkol Jumlah (Orang) Persentase (%) 12,50 65,00 20,00 2,50 100,00 Banyaknya jumlah anggota keluarga di satu sisi dapat memberi tambahan tenaga bagi responden petani dalam mengelola (menggarap) lahan hutan rakyatnya sehingga diharapkan pendapatannya dapat ikut pula meningkat, namun

53 34 jika melihat kondisi saat ini dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga maka beban yang harus ditanggung oleh responden petani sebagai kepala keluarga juga ikut semakin membesar, terutama untuk biaya pendidikan anak-anak mereka. d. Mata Pencaharian Sebagian besar responden petani pemilik dan pengelola hutan rakyat yang berhasil diwawancarai menjadikan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian utama, namun ada juga yang menjadikan bertani sebagai mata pencaharian sampingan. Menjadikan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian sampingan biasanya dilakukan oleh generasi muda yang mempunyai lahan garapan tetapi memiliki pekerjaan lain yang penghasilannya jauh lebih besar, seperti sebagai guru honorer, pegawai (pekerja), pedagang atau peternak. Kegiatan bertani dilakukan di sela-sela kesibukan mereka dan dalam mengolah lahan pertaniannya lebih sering dilakukan dengan cara mengupah buruh. Responden petani yang menjadikan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian utama juga memiliki mata pencaharian sampingan, seperti menjadi buruh (baik buruh tani maupun perkebunan) atau sebagai pedagang yang menjual hasil dari kebun mereka sendiri (terutama buah-buahan). Hal ini dilakukan semata untuk dapat menambah penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. e. Luas Rata-Rata Hutan Rakyat Luas rata-rata hutan rakyat per responden petani dari masing-masing desa penelitian dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Luas Rata-Rata Total Pemilikan Lahan dan Hutan Rakyat Per Responden Petani Hutan Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian No. Desa Luas Total Luas Persentase Pemilikan Lahan Hutan Rakyat Luas (Ha/KK) (Ha/KK) Hutan Rakyat (%) 1 Pasirbaru 2,63 1,23 46,67 2 Gunung Tanjung 2,04 1,75 85,70 3 Cijulang 1,64 1,24 75,37 4 Bojongjengkol 1,04 0,72 69,04 Rata-Rata 1,84 1,23 69,19

54 35 Pada Tabel 12 dapat terlihat bahwa persentase rata-rata luas hutan rakyat per responden petani dari setiap desa penelitian adalah sebesar 69,19%, yang dapat diartikan bahwa lebih dari separuh lahan yang dimiliki oleh kebanyakan para responden petani dijadikan sebagai hutan rakyat. Persentase yang cukup besar tersebut sebenarnya disebabkan karena kebanyakan responden petani menanami lahannya dengan sistem agroforestri, dengan penanaman tanaman penghasil kayu yang tersebar secara merata pada setiap areal lahan, sehingga sangat sulit untuk membedakan antara lahan yang dijadikan sebagai hutan rakyat dengan lahan yang dijadikan sebagai lahan pertanian. f. Bentuk Kayu yang Dijual Bentuk kayu yang dijual oleh para responden petani hutan rakyat dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu penjualan pohon berdiri, kayu bulat, kayu gergajian dan ada juga kombinasi dari ketiga bentuk kayu yang sudah disebutkan (pohon berdiri dengan kayu bulat, kayu bulat dengan kayu gergajian, pohon berdiri dengan kayu gergajian atau ketiga-tiganya). Berikut ini disajikan persentase bentuk kayu yang dijual oleh para responden petani. Tabel 13. Persentase Bentuk Kayu yang Dijual Oleh Responden Petani Hutan Rakyat No. Desa Bentuk Penjualan Kayu (%) Jumlah Pohon Kayu Kayu Kombinasi (%) Berdiri Bulat Gergajian 1 Pasirbaru 80,00 0,00 10,00 10,00 100,00 2 Gunung Tanjung 100,00 0,00 0,00 0,00 100,00 3 Cijulang 90,00 10,00 0,00 0,00 100,00 4 Bojongjengkol 80,00 10,00 0,00 10,00 100,00 Rata-Rata (%) 87,50 5,00 2,50 5,00 100,00 Tabel 13 menunjukkan bahwa responden petani dalam melakukan penjualan kayu rakyat, lebih banyak melakukan penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri (persentase rata-rata 87,50%). Berdasarkan hasil wawancara, penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri sangat praktis karena mulai dari pembuatan Surat Izin Tebang (SIT), penebangan hingga pengangkutan dan termasuk seluruh biayanya ditanggung oleh pembeli yang biasanya adalah pedagang pengumpul kayu rakyat. Penjualan kayu bulat atau dalam bentuk kayu gergajian dilakukan oleh beberapa responden petani karena ingin mendapatkan

55 36 keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan jika hanya menjual kayunya dalam bentuk pohon berdiri. Konsumen utama untuk kayu bulat adalah industri penggergajian, sedangkan untuk kayu gergajian adalah masyarakat sekitar (untuk pembuatan atau perbaikan rumah), toko bahan bangunan dan industri pembuatan mebel. Penggergajian dilakukan oleh responden petani dengan memanfaatkan jasa penggergajian kayu atau menggergaji sendiri dengan bantuan gergaji biasa (manual). g. Produksi Kayu Rakyat Produksi kayu rakyat rata-rata per responden petani pada masing-masing desa yang menjadi lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Produksi Kayu Rakyat Rata-Rata Per Responden Petani Pada Masing-Masing Desa Penelitian No. Desa Produksi Kayu Rakyat (m 3 /th) (m 3 /ha/th) 1 Pasirbaru 6,65 5,43 2 Gunung Tanjung 4,03 2,30 3 Cijulang 6,87 5,56 4 Bojongjengkol 4,31 6,02 Rata-Rata (m 3 /th) 5,46 4,83 Dari Tabel 14 dapat terlihat bahwa produksi kayu rakyat rata-rata per responden petani pada masing-masing desa yang menjadi lokasi penelitian adalah sebesar 5,46 m 3 /th atau 4,83 m 3 /ha/th. h. Harga Jual Responden petani hutan rakyat menjual hasil kayunya dengan cara borongan, per pohon, per kubik atau per batang. Penjualan kayu per pohon umumnya dilakukan pada penjualan dalam bentuk pohon berdiri dengan harga kayu (diameter 10 cm up dari bermacam jenis) berdasarkan data yang didapatkan dari responden petani berkisar antara Rp Rp /pohon, sedangkan untuk penjualan dalam bentuk kayu bulat dan kayu gergajian dilakukan dengan satuan per kubik untuk pembelian dengan jumlah besar dan untuk pembelian dengan jumlah kecil dihitung per batang. Penjualan kayu dengan cara borongan tidak dapat ditentukan harganya secara pasti, harga yang ditawarkan didasarkan kepada perkiraan pihak pembeli

56 37 berdasarkan jumlah pohon, ukuran diameter rata-rata, jenis dan kualitas kayu, lokasi pohon serta tingkat kesulitan dalam pengangkutannya, setelah itu kemudian dilakukan perundingan harga dengan petani sebagai pihak penjual. Harga yang terjadi didasarkan kepada kesepakatan antara kedua belah pihak tersebut. Harga jual kayu rakyat dalam bentuk kayu bulat dan kayu gergajian di tingkat petani hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Harga Jual Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu, Ukuran Diameter / Jenis Produk dan Jenis Kayu di Tingkat Petani Hutan Rakyat di Kab. Sukabumi No. Bentuk Ukuran Diameter Jenis Harga Jual (Rp/m 3 ) * ) Kayu (Cm) / Jenis Produk Kayu Terendah Tertinggi 1 Kayu Cm Sengon Bulat Jati Mahoni Cm Sengon Jati Mahoni Cm Sengon Jati Mahoni Cm Sengon Jati Mahoni Kayu Balok Sengon Gergajian Jati Mahoni Kaso-Kaso (Usuk) Sengon Jati Mahoni Papan Sengon Jati Mahoni Reng Sengon Jati Mahoni Ket : *) Panjang sortimen 2,5-3 m untuk kayu bulat dan 2,4-3 m untuk kayu gergajian Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, 2006 Jenis-jenis kayu dari hasil hutan rakyat yang diperjualbelikan sangat beragam, namun pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu sengon, jati dan mahoni. Harga-harga kayu dari jenis yang lainnya dapat dikelompokkan kepada masing-masing dari jenis yang telah disebutkan.

57 Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat a. Jenis Kayu yang Diperjualbelikan Jenis kayu yang diperjualbelikan oleh setiap responden pedagang pengumpul kayu rakyat sangat beragam dan terlihat adanya beberapa perbedaan di antara dua kecamatan yang dijadikan sebagai tempat penelitian. Pada Tabel 16 terlihat bahwa responden dari desa-desa pada satu kecamatan memperjualbelikan jenis-jenis kayu yang hampir sama, yaitu pada Desa Pasirbaru dan Gunung Tanjung (Kecamatan Cisolok), jenis-jenis kayu yang umum diperjualbelikan adalah manglid (Manglietia glauca), tisuk (Hibiscus macrophyllus), sengon (Paraserianthes falcataria), jati (Tectona grandis), bayur (Pterospermum javanicum), mahoni (Swietenia spp.) dan pohon buah-buahan, seperti : duren (Durio zibethinus); mangga (Mangifera indica); nangka (Arthocarpus heterophyllus); kecapi (Sandoricum koetjape); rambutan (Nephelium lappaceum), sedangkan pada Desa Bojongjengkol dan Cijulang (Kecamatan Jampangtengah) adalah mahoni (Swietenia spp.), sengon (Paraserianthes falcataria), kayu afrika (Meisopsis eminii), karet (Hevea brasiliensis), mindi (Melia spp.), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii) dan pohon buah-buahan, seperti : mangga (Mangifera indica); limus (Mangifera foetida); rambutan (Nephelium lappaceum); duren (Durio zibethinus); nangka (Arthocarpus heterophyllus). Tabel 16. Jenis Kayu yang Diperjualbelikan Oleh Responden Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian No. Desa Kecamatan Jenis Kayu yang Diperjualbelikan 1 Pasirbaru Cisolok Manglid, Tisuk, Sengon, Mahoni, Jati, Bayur, Pohon Buah- Buahan (Duren, Nangka, Mangga) 2 Gunung Tanjung Cisolok Sengon, Tisuk, Karet, Manglid, Jati, Kayu Afrika, Mahoni, Bayur, Kiang, Pohon Buah-Buahan (Duren, Kecapi, Mangga, Rambutan) 3 Bojongjengkol Jampangtengah Mahoni, Sengon, Pinus, Puspa, Kayu Afrika, Karet, Mindi, Pohon Buah- Buahan (Rambutan, Duren, Mangga, Limus, Nangka) 4 Cijulang Jampangtengah Kayu Afrika, Sengon, Mahoni, Pinus, Akor, Mindi, Jati, Puspa, Karet, Pohon Buah-Buahan

58 39 Perbedaan beberapa jenis kayu yang umum diperjualbelikan oleh responden di antara dua kecamatan tersebut dikarenakan jenis-jenis kayu itulah yang memang mudah ditemukan di wilayah kecamatan mereka masing-masing. Pohon buah-buahan dan karet dijual kayunya oleh para petani jika pohon-pohon tersebut sudah tidak produktif lagi dalam menghasilkan buah atau getah. b. Volume Pembelian Tabel 17 memperlihatkan bahwa volume rata-rata pembelian kayu oleh para responden pedagang pengumpul kayu rakyat adalah sebesar 12,43 m 3 /bln. Kayu rakyat didapatkan dari petani atau pedagang pengumpul rekanan dari desadesa di dalam atau sekitar tempat tinggal responden pedagang pengumpul dan ada juga hingga antar kecamatan dalam Kabupaten Sukabumi, beberapa responden pedagang pengumpul bahkan ada yang mencarinya hingga keluar wilayah Kabupaten Sukabumi (Kabupaten Lebak, Propinsi Banten). Tabel 17. Volume pembelian Kayu Rakyat Rata-Rata Per Responden Pedagang Pengumpul Pada Masing-Masing Desa Penelitian No. Desa Volume Pembelian Kayu (m 3 /bln) 1 Pasirbaru 9,31 2 Gunung Tanjung 9,00 3 Bojongjengkol 19,00 4 Cijulang 12,40 Rata-Rata (m 3 /bln) 12,43 Pedagang pengumpul rekanan adalah pedagang pengumpul yang menjadi rekanan dari pedagang pengumpul yang lain atau yang biasa disebut dengan pedagang pengumpul besar, dengan tujuan untuk memasok kebutuhan kayu dari pedagang pengumpul besar tersebut. Pedagang pengumpul rekanan dicirikan dengan kepemilikan modal yang sebagian atau seluruhnya didanai atau diberikan pinjaman oleh pedagang pengumpul besar. c. Konsumen dan Bentuk Kayu yang Dijual Konsumen dari responden pedagang pengumpul kayu rakyat terdiri dari industri penggergajian, toko bahan bangunan, industri pembuatan mebel dan masyarakat.

59 40 Konsumen kayu rakyat yang pembeliannya melalui responden pedagang pengumpul ini tersebar dari dalam hingga luar wilayah Kabupaten Sukabumi. Konsumen masyarakat dan industri pembuatan mebel lebih banyak berdomisili di dalam dan sekitar desa dari tempat tinggal responden pedagang pengumpul, sedangkan untuk industri penggergajian selain di dalam dan sekitar desa, banyak juga yang berdomisili hingga di luar kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sukabumi. Konsumen yang lain (toko bahan bangunan) domisilinya bahkan hingga di luar wilayah Kabupaten Sukabumi (Kabupaten Bogor). Responden pedagang pengumpul kayu rakyat biasanya menjual kayu dalam bentuk kayu bulat atau balken untuk konsumen industri penggergajian, sedangkan untuk toko bahan bangunan, industri pembuatan mebel dan masyarakat maka kayu yang dijual umumnya sudah dalam bentuk kayu gergajian (produk kayu pertukangan) yang dalam penggergajiannya menggunakan jasa penggergajian. Kayu-kayu yang di jual umumnya sudah dalam bentuk sortimensortimen dengan panjang antara 1-4 meter. Kayu Balken Kayu Gergajian Kayu Bulat Gambar 9. Bentuk kayu yang dijual oleh pedagang pengumpul kayu rakyat d. Harga Jual Responden pedagang pengumpul kayu rakyat menjual kayunya dengan hitungan per kubik atau per batang, tergantung dari volume atau jumlah pembelian. Konsumen yang umumnya membeli kayu dengan jumlah besar adalah industri penggergajian dan toko bahan bangunan, sedangkan pembelian dengan jumlah kecil dilakukan oleh industri pembuatan mebel dan masyarakat. Harga jual kayu rakyat dalam bentuk kayu bulat dan kayu gergajian dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.

60 41 Tabel 18. Harga Jual Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu, Ukuran Diameter / Jenis Produk dan Jenis Kayu di Tingkat Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat di Kab. Sukabumi No. Bentuk Ukuran Diameter Jenis Harga Jual (Rp/m 3 ) * ) Kayu (Cm) / Jenis Produk Kayu Terendah Tertinggi 1 Kayu Cm Sengon Bulat Jati Mahoni Cm Sengon Jati Mahoni Cm Sengon Jati Mahoni Cm Sengon Jati Mahoni Kayu Balok Sengon Gergajian Jati Mahoni Kaso-Kaso (Usuk) Sengon Jati Mahoni Papan Sengon Jati Mahoni Reng Sengon Jati Mahoni Ket : *) Panjang sortimen 2,5-3 m untuk kayu bulat dan 2,4-3 m untuk kayu gergajian Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi, 2006 Berdasarkan data responden pedagang pengumpul, harga jual kayu rakyat dalam bentuk kayu bulat atau balken dengan ukuran diameter 10 cm up dari berbagai macam jenis berkisar antara Rp Rp /m 3, sedangkan jika dalam bentuk kayu gergajian berkisar antara Rp Rp /m Industri Pengolahan Kayu Rakyat Industri pengolahan kayu rakyat yang terdapat di Kabupaten Sukabumi dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu industri primer dan sekunder. Industri primer adalah industri penggergajian yang mengolah kayu awal (dalam bentuk kayu bulat) yang hasil produknya dijadikan kembali sebagai bahan baku bagi industri sekunder untuk menghasilkan produk lain yang dapat langsung dimanfaatkan oleh konsumen akhir (terkecuali untuk produk kayu pertukangan hasil dari industri primer yang dimanfaatkan untuk bahan bangunan). Industri

61 42 sekunder yang dapat teridentifikasi ada tiga jenis, yaitu industri pembuatan mebel, perakitan palet (peti landasan) dan perakitan haspel (gulungan kabel) Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat a. Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan Spesifikasi usaha dan produk yang dihasilkan dari industri primer (penggergajian) kayu rakyat dapat dilihat pada Tabel 19 berikut. Tabel 19. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan No. Spesifikasi Usaha Produk yang Dihasilkan 1 Penggergajian Kayu Pertukangan Galar, Kusen, Balok, Papan, Kaso, Reng 2 Penggergajian Kayu Palet Kayu Penyusun Palet 3 Penggergajian kayu Haspel Kayu Penyusun Haspel 4 Penggergajian Kayu Campuran Galar, Kusen, Balok, Papan, (Pertukangan dan Palet) Kaso, Reng, Kayu Penyusun Palet 5 Jasa Penggergajian (Rental) Galar, Kusen, Balok, Papan, Kaso, Reng Usaha jasa penggergajian (rental) pada umumnya dilakukan oleh semua industri penggergajian, namun ada juga yang mengkhususkan pada jasa penggergajian dikarenakan sudah tidak mempunyai modal untuk membeli kayu, akan tetapi masih mempunyai mesin gergaji (band saw). Jasa penggergajian ini dimanfaatkan oleh petani, pedagang pengumpul atau masyarakat sekitar untuk menggergaji kayunya, baik untuk kepentingan sendiri ataupun dijual. b. Kapasitas dan Realisasi Produksi Tabel 20 memperlihatkan kapasitas dan realisasi produksi rata-rata dari beberapa responden industri primer (penggergajian) kayu rakyat pada masingmasing spesifikasi usaha. Tabel 20. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Kapasitas & Realisasi Produksi Rata-Rata Pada Masing-Masing Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Usaha Jumlah Rata-Rata Produksi Responden Kapasitas Realisasi (m 3 /bln) (m 3 /bln) 1 Peng. Kayu Pertukangan Peng. Kayu Palet Peng. Kayu Campuran (Pertukangan dan Palet) 4 Peng. Kayu Haspel Jasa Penggergajian (Rental)

62 43 Kapasitas produksi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari mesin gergaji (band saw) dan juga jumlah pekerja yang dimiliki oleh setiap responden industri, namun pada kenyataannya jumlah realisasi produksi jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kapasitas produksinya yang disebabkan karena kurangnya ketersediaan bahan baku. Realisasi produksi rata-rata dari setiap spesifikasi usaha industri primer (penggergajian) kayu rakyat yang terdiri dari penggergajian kayu pertukangan, penggergajian kayu palet, penggergajian kayu campuran (pertukangan dan palet), penggergajian kayu haspel dan jasa penggergajian (rental) masing-masing adalah 70,0 m 3 /bulan, 152,5 m 3 /bulan, 67,5 m 3 /bulan, 360,0 m 3 /bulan dan 60,0 m 3 /bulan. Pekerja yang melakukan kegiatan pengggergajian terdiri dari 1 orang buruh gesek dengan dibantu oleh 1 orang helper (penarik serta pendorong kayu pada saat penggergajian) untuk setiap 1 unit mesin gergaji (band saw), dengan upah untuk buruh gesek berkisar antara Rp Rp /m 3 dari hasil kayu gergajian yang dihasilkan. Pekerja selain buruh gesek seperti helper dengan jumlah sebanyak 1-3 orang dan pengukur (1 orang) dibayar dengan upah berkisar antara Rp Rp /hari/orang. Mesin gergaji (band saw) yang dimiliki oleh setiap industri kebanyakan 1-2 unit dengan rendemen kayu yang dihasilkan sekitar 50-60%. c. Produk dan Konsumen Konsumen dari produk-produk industri primer (penggergajian) kayu rakyat adalah industri sekunder (perakitan), toko bahan bangunan dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21 berikut. Tabel 21. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Produk, Konsumen dan Pusat Lokasi Konsumen No. Produk Konsumen Pusat Lokasi Konsumen 1 Kayu Toko Bahan Bangunan Sukabumi, Bogor, Pertukangan Cianjur, Jakarta Industri Mebel Sekitar Lokasi Industri Masyarakat Sekitar Lokasi Industri 2 Kayu Industri Perakitan Palet Kec. Parungkuda Penyusun Palet (Kabupaten Sukabumi) 3 Kayu Industri Perakitan Haspel Kec. Bojonggenteng Penyusun Haspel (Kabupaten Sukabumi)

63 44 d. Produk, Ukuran dan Harga Jual Tabel 22 menyajikan harga jual produk-produk kayu gergajian dalam berbagai ukuran yang dihasilkan oleh industri primer (penggergajian) kayu rakyat berdasarkan spesifikasi usaha. Bervariasinya ukuran kayu dari produk-produk yang dihasilkan oleh industri primer (penggergajian) kayu rakyat untuk setiap spesifikasi usaha dikarenakan ukuran yang dihasilkannya disesuaikan dengan pesanan atau keinginan dari konsumen. Ukuran-ukuran kayu dari suatu produk dapat berbeda mulai dari panjang, lebar hingga tinggi dengan perbedaan harga jual yang mempunyai selisih yang cukup besar untuk masing-masing ukuran. Penjualan dapat dilakukan dengan harga jual per kubik ataupun per batang, tergantung dari jumlah (volume) pembelian. Tabel 22. Karakteristik Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Produk, Ukuran dan Harga Jual Untuk Setiap Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Produk Ukuran Harga Jual (Rp/m 3 ) Harga Jual (Rp/btg) Usaha Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi 1 Peng. Kayu Kaso 5cmx5cmx2-4m Pertukangan 5cmx7cmx2-4m Balok 10cmx10cmx2-3m cmx12cmx3-4m Papan 3cmx20cmx2,5-4m cmx15cmx3-4m Galar 5cmx10cmx2,5-4m Kusen 6cmx12cmx2-4m cmx15cmx2m cmx10cmx3m Reng 3cmx2cmx3-4m t.a.d t.a.d Peng. Kayu Kayu 1,5-2,5cmx7-15cm t.a.p t.a.p Palet Peny. x1-1,2m (Super) Palet 1,5-2,5cmx7-15cm t.a.p t.a.p x1-1,2m (Afkiran) 3 Peng. Kayu Kayu Bervariasi t.a.p t.a.p t.a.p t.a.p Haspel Peny. Haspel Keterangan : t.a.d = tidak ada data t.a.p = tidak ada penjualan Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat a. Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan Spesifikasi usaha dan produk yang dihasilkan dari industri sekunder (perakitan) produk kayu rakyat yang ada di Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 23.

64 45 Tabel 23. Karakteristik Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha dan Produk yang Dihasilkan No. Spesifikasi Usaha Produk yang Dihasilkan 1 Perakitan Palet Palet (Peti Landasan) 2 Perakitan Haspel Haspel (Gulungan Kabel) 3 Pembuatan Mebel Kusen, Ram (Jendela), Pintu, Dll Industri sekunder (perakitan) haspel adalah industri yang merangkap juga sebagai industri primer atau penggergajian kayu haspel (begitu juga dengan sebagian besar industri perakitan palet), hal ini dilakukan karena dalam perakitan haspel dibutuhkan ukuran-ukuran kayu gergajian yang disesuaikan dengan ukuran diameter haspel yang akan di buat (sesuai pesanan). Produk haspel dapat di bagi menjadi dua macam ukuran diameter, yaitu haspel kecil dan haspel besar dengan ukuran diameter 1-1,05 m (haspel kecil) dan 1,21-1,65 m (haspel besar) (Gambar 10). Gambar 10. Haspel (gulungan kabel) Gambar 11. Palet (peti landasan) b. Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja Tabel 24 memperlihatkan produksi rata-rata dari beberapa responden industri sekunder (perakitan) produk kayu rakyat pada masing-masing spesifikasi usaha.

65 46 Tabel 24. Karakteristik Responden Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha dan Produksi Rata-Rata No. Spesifikasi Usaha Jumlah Produksi Rata-Rata Responden (m 3 /bln) 1 Perakitan Palet (Peti Kemas) 5 67,45 2 Perakitan Haspel (Gulungan Kabel) 1 216,00 3 Pembuatan Mebel 2 6,00 Produksi rata-rata dari setiap responden industri sekunder (perakitan) produk kayu rakyat untuk masing-masing spesifikasi usaha adalah 67,45 m 3 /bulan untuk industri perakitan palet, 216,00 m 3 /bulan untuk industri perakitan haspel dan 6,00 m 3 /bulan untuk industri pembuatan mebel. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan dan besar upah yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 25 berikut. Tabel 25. Karakteristik Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja & Besar Upah Untuk Masing-Masing Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Jumlah Tenaga Kerja Upah Usaha Responden Status Jumlah (Orang) 1 Perakitan Palet 5 Harian 2-20 Rp Rp /Hari/Org (Peti Kemas) Borongan 6-8 Rp Rp 3.750/Produk/Org 2 Perakitan Haspel 1 Harian Rp Rp /Hari/Org (Gulungan Kabel) 3 Pembuatan Mebel 2 Harian 2-3 Rp Rp /Hari/Org (Kerajinan Rakyat) Sumber : Data Primer c. Produk, Ukuran dan Harga Jual Tabel 26 menyajikan harga jual setiap produk kayu yang dihasilkan oleh masing-masing industri sekunder (perakitan) produk kayu rakyat. Tabel 26. Karakteristik Responden Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Produk, Ukuran dan Harga Jual pada Masing-Masing Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Jumlah Produk Ukuran Harga Jual (Rp/Buah) Usaha Resp. Terendah Tertinggi 1 Perakitan Palet 5 Palet Bervariasi Perakitan Haspel 1 Haspel 1-1,05 cm (Diameter) ,21-1,65 cm (Diameter) Penutup 1-2cmx5-8cmx1-1,7m 3 Pembuatan Mebel 2 Kusen Standar Pintu Standar Ram (Jendela) Standar Harga jual dari produk palet ditentukan oleh ketebalan dan panjang kayu penyusunnya, sedangkan haspel lebih ditentukan oleh diameter produk haspel yang dihasilkan. Untuk produk-produk industri pembuatan mebel seperti kusen, pintu dan ram (jendela) sudah mempunyai ukuran standar, namun ada juga

66 47 perbedaan harga yang terjadi dikarenakan jenis kayu yang digunakan untuk membuatnya dan juga kualitas (keindahan) dari produk-produk tersebut. d. Produk dan Konsumen Konsumen dari produk-produk yang dihasilkan oleh industri sekunder (perakitan) produk kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 27 berikut. Tabel 27. Konsumen dan Pusat Lokasi Konsumen dari Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat No. Produk Konsumen Pusat Lokasi Konsumen 1 Palet Berbagai Industri Sukabumi, Bogor, Tangerang, Jakarta Agen Palet Sukabumi 2 Haspel Industri Kabel Cakung (Jakarta Timur), Tangerang 3 Mebel Masyarakat Sukabumi Dari tabel dapat terlihat bahwa produk palet merupakan produk yang paling luas pemasarannya dikarenakan konsumen yang membutuhkannya terdiri dari berbagai macam jenis industri dan selain itu tersebar di berbagai kota dan / atau kabupaten (Sukabumi, Bogor, Tangerang dan Jakarta) Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Dari hasil identifikasi ditemukan dua jenis pedagang pengecer produk kayu rakyat yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi, yaitu toko bahan bangunan dan agen palet Toko Bahan Bangunan Toko bahan bangunan merupakan pedagang pengecer yang menjual berbagai macam material untuk pembuatan dan perbaikan bangunan, termasuk didalamnya produk-produk kayu pertukangan. a. Daya Beli Daya beli kayu rakyat dalam bentuk gergajian (produk kayu pertukangan) dari responden toko bahan bangunan dapat dilihat pada Tabel 28. Daya beli rata-rata dari setiap responden toko bahan bangunan adalah 30,7 m 3 /bulan. Pembelian kayu dapat dilakukan melalui industri penggergajian kayu pertukangan, pedagang pengumpul atau langsung melalui petani dengan harga pembelian dalam hitungan per kubik ataupun per batang.

67 48 Tabel 28. Karakteristik Responden Toko Bahan Bangunan Berdasarkan Daya Beli No. Nama Perusahaan / Pemilik Lokasi Daya Beli Kecamatan (m 3 /bln) 1 TB. Setia Abadi (Fendi) Jampangtengah 50,0 2 PD. H. Afit (H. Afit) Cisolok 32,0 3 TB. Abadi (H. Dede) Jampangtengah 10,0 Rata-Rata (m 3 /bln) 30,7 b. Produk, Ukuran, Harga Jual dan Konsumen Tabel 29 menunjukkan harga jual dari produk-produk kayu pertukangan yang umum diperjualbelikan oleh responden toko bahan bangunan. Tabel 29. Karakteristik Toko Bahan Bangunan Berdasarkan Produk, Ukuran dan Harga Jual No. Produk Kayu Ukuran Harga Jual (Rp/Batang) Pertukangan Terendah Tertinggi 1 Kaso 5cmx5cmx3m cmx7cmx3m Balok 10cmx10cmx3m Papan 2,5cmx20cmx3m Galar 5cmx10cmx3m Kusen 6cmx12cmx3m Reng 2cmx3cmx2-4m Sumber : Data Primer (n = 3) Produk-produk kayu pertukangan dijual kepada konsumen dengan harga jual per batang yang penentuan harganya ditentukan dari ukuran kayu tersebut. Konsumen yang membeli produk-produk kayu pertukangan ini pada umumnya adalah masyarakat sekitar yang ada di wilayah tempat toko bahan bangunan tersebut berada Agen Palet Agen palet adalah individu atau perusahaan yang menampung (membeli) produk palet dari satu atau beberapa industri yang melakukan perakitan palet yang menjadi rekanan agen tersebut. Agen palet umumnya bertindak juga sebagai industri perakitan palet atau sekaligus juga sebagai penggergajian kayu penyusun palet, namun untuk memenuhi permintaan konsumennya yang cukup besar maka agen tersebut juga menampung (membeli) produk palet yang dihasilkan oleh industri perakitan palet lain yang menjadi rekanannya.

68 Karakteristik Pemasaran Kayu Rakyat Pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dibagi menjadi tiga jenis produk, yaitu produk kayu pertukangan, palet (peti landasan) dan haspel (gulungan kabel). Karakteristik pemasaran kayu rakyat yang ingin dicoba untuk dianalisis meliputi saluran pemasaran, struktur pasar, pendapatan pelaku pemasaran serta marjin dan efisiensi pemasarannya Saluran Pemasaran Kayu Rakyat Produk Kayu Pertukangan Gambar 12 memperlihatkan skema saluran pemasaran produk kayu pertukangan yang berhasil teridentifikasi di wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk kayunya yang dominan dijual diantara masing-masing pelaku pemasaran. KB Industri Penggergajian Kayu Pertukangan KP KP KP KB Toko Bahan Bangunan KP Petani Pbi Pedagang Pengumpul KP KP KP KP KP Industri Mebel PM KP Konsumen Keterangan : Pbi = Pohon Berdiri KB = Kayu Bulat KP = Kayu Pertukangan PM = Produk Mebel Gambar 12. Skema saluran pemasaran produk kayu pertukangan Pemasaran produk kayu pertukangan memiliki 12 (dua belas) macam saluran, yaitu :

69 50 Saluran 1 : petani - konsumen Saluran 2 : petani - industri mebel - konsumen Saluran 3 : petani - toko bahan bangunan - konsumen Saluran 4 : petani - industri penggergajian kayu pertukangan - konsumen Saluran 5 : petani - industri penggergajian kayu pertukangan - industri mebel - konsumen Saluran 6 : petani - industri penggergajian kayu pertukangan - toko bahan bangunan - konsumen Saluran 7 : petani - pedagang pengumpul - konsumen Saluran 8 : petani - pedagang pengumpul - industri mebel - konsumen Saluran 9 : petani - pedagang pengumpul - toko bahan bangunan - konsumen Saluran 10 : petani - pedagang pengumpul - industri penggergajian kayu pertukangan - konsumen Saluran 11 : petani - pedagang pengumpul - industri penggergajian kayu pertukangan - toko bahan bangunan - konsumen Saluran 12 : petani - pedagang pengumpul - industri penggergajian kayu pertukangan - industri mebel - konsumen Saluran 1. Pada saluran 1, petani menjual kayunya secara langsung kepada konsumen akhir dalam bentuk produk kayu pertukangan. Saluran ini merupakan saluran non tingkat (zero level channel) atau saluran pemasaran tanpa melalui perantara. Saluran 2. Pada saluran 2, petani melakukan penjualan kayu kepada industri mebel dalam bentuk produk kayu pertukangan, industri mebel lalu merakit kayu tersebut menjadi produk mebel berdasarkan pesanan dari konsumen akhir. Saluran ini merupakan saluran satu tingkat (one level channel) atau saluran pemasaran melalui satu perantara, dimana yang dianggap menjadi perantaranya adalah industri mebel. Saluran 3, 4 dan 7. Saluran 3, 4 dan 7 merupakan saluran yang hampir sama dengan saluran 2 yang merupakan saluran satu tingkat (one level channel), perbedaannya adalah pada perantara yang berperan dalam pendistribusian atau sekaligus juga dengan pengolahan lanjutannya. Saluran 3 menggunakan toko bahan bangunan sebagai perantara yang melakukan pembelian kayu dari petani

70 51 dalam bentuk produk kayu pertukangan, pada saluran 4 digunakan perantara industri penggergajian kayu pertukangan dengan bentuk kayu yang dijual oleh petani dalam bentuk kayu bulat, sedangkan pada saluran 7 dilakukan penjualan kayu oleh petani dalam bentuk pohon berdiri kepada perantara pedagang pengumpul. Masing-masing dari perantara (toko bahan bangunan, industri penggergajian kayu pertukangan dan pedagang pengumpul) setelah membeli kayu atau produk kayu dari petani lalu menjualnya kembali secara langsung kepada konsumen akhir, dengan tanpa atau melalui pengolahan terlebih dahulu. Saluran 5 dan 6. Pada saluran 5 dan 6 dilakukan penjualan kayu oleh petani kepada industri penggergajian kayu pertukangan dalam bentuk kayu bulat, industri penggergajian kayu pertukangan lalu menggergaji kayu bulat tersebut menjadi produk kayu pertukangan dan hasilnya dijual kepada industri mebel (saluran 5) serta toko bahan bangunan (saluran 6). Saluran 5 dan 6 merupakan saluran dua tingkat (two level channel) atau saluran yang melalui dua perantara. Perantara pada saluran 5 adalah industri penggergajian kayu pertukangan dan industri mebel, sedangkan pada saluran 6 adalah industri penggergajian kayu pertukangan dan toko bahan bangunan. Masing-masing dari perantara akhir (industri mebel dan toko bahan bangunan) setelah membeli produk kayu dari industri pengggergajian kayu pertukangan lalu menjualnya kembali secara langsung kepada konsumen akhir, dengan tanpa atau melalui pengolahan terlebih dahulu. Saluran 8, 9 dan 10. Pada saluran 8, 9 dan 10, petani melakukan penjualan kayu kepada pedagang pengumpul dalam bentuk pohon berdiri yang penebangannya dilakukan oleh pihak pedagang pengumpul sebagai pembeli. Pedagang pengumpul dapat menjual kayu hasil tebangannya secara langsung dalam bentuk kayu bulat ataupun digergaji terlebih dahulu menjadi produk kayu pertukangan. Konsumen untuk kayu bulat adalah industri penggergajian kayu pertukangan (saluran 10), sedangkan konsumen untuk produk kayu pertukangan adalah industri mebel (saluran 8) dan toko bahan bangunan (saluran 9). Saluran 8, 9 dan 10 merupakan saluran dua tingkat (two level channel) atau saluran pemasaran yang melalui dua perantara, saluran ini hampir sama

71 52 dengan saluran 5 dan 6. Perantara pada saluran 8 adalah pedagang pengumpul dan industri mebel, perantara pada saluran 9 adalah pedagang pengumpul dan toko bahan bangunan, sedangkan perantara pada saluran 10 adalah pedagang pengumpul dan industri penggergajian kayu pertukangan. Masing-masing dari perantara akhir (industri mebel, toko bahan bangunan dan industri penggergajian kayu pertukangan) setelah membeli kayu atau produk kayu dari pedagang pengumpul lalu menjualnya kembali secara langsung kepada konsumen akhir, dengan tanpa atau melalui pengolahan terlebih dahulu. Saluran 11 dan 12. Pada saluran 11 dan 12, petani melakukan penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual kayu hasil tebangannya dalam bentuk kayu bulat kepada industri penggergajian kayu pertukangan. Industri penggergajian kayu pertukangan kemudian menggergaji kayu bulat hasil pembelian dari pedagang pengumpul tersebut dan menjualnya dalam bentuk produk kayu pertukangan, dengan konsumennya yaitu toko bahan bangunan (saluran 11) serta industri mebel (saluran 12). Saluran 11 dan 12 merupakan saluran tiga tingkat (three level channel) atau saluran pemasaran yang melalui tiga perantara dan merupakan saluran yang memiliki rantai pemasaran terpanjang pada pemasaran kayu rakyat dalam bentuk produk kayu pertukangan. Perantara pada saluran 11 adalah pedagang pengumpul, industri penggergajian kayu pertukangan dan toko bahan bangunan, sedangkan pada saluran 12 adalah pedagang pengumpul, industri penggergajian kayu pertukangan dan industri mebel. Masing-masing dari perantara akhir (industri mebel dan toko bahan bangunan) setelah membeli produk kayu dari industri penggergajian kayu pertukangan lalu menjualnya kembali secara langsung kepada konsumen akhir, dengan tanpa atau melalui pengolahan terlebih dahulu. Perantara. Perantara melakukan penjualan kayu atau produk kayu kepada konsumen akhir atau perantara lainnya dapat dengan melakukan pengolahan terlebih dahulu atau hanya sebagai penyalur saja (tanpa merubah bentuk kayu atau produk kayu yang dihasilkan oleh penjual sebelumnya). Perantara yang melakukan pengolahan terlebih dahulu dari kayu atau produk kayu yang dijualnya

72 53 adalah industri penggergajian kayu pertukangan, industri mebel dan pedagang pengumpul (walaupun hanya sebatas melakukan penebangan), sedangkan perantara yang bertindak hanya sebagai penyalur adalah toko bahan bangunan. Konsumen akhir. Berdasarkan dari bentuk produk kayu pertukangan yang dibeli, konsumen akhir dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok konsumen, yaitu konsumen akhir produk kayu pertukangan (galar, kusen, balok, papan, kaso, reng) dan konsumen akhir produk mebel (hasil dari pengolahan lanjutan produk kayu pertukangan : kusen; ram; pintu). Konsumen akhir produk kayu pertukangan dapat melakukan pembelian melalui toko bahan bangunan (saluran 3, 6, 9 dan 11), industri penggergajian kayu pertukangan (saluran 4 dan 10), pedagang pengumpul (saluran 7) atau langsung dari petani (saluran 1), sedangkan untuk konsumen akhir produk mebel hanya dapat melakukan pembelian melalui industri mebel yang melakukan produksi bila ada pesanan dari konsumen tersebut (saluran 2, 5, 8 dan 12) Produk Palet (Peti Landasan) Gambar 13 memperlihatkan skema saluran pemasaran produk palet (peti landasan) yang berhasil teridentifikasi di wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk kayunya yang dominan dijual diantara masing-masing pelaku pemasaran. Petani Pbi Pedagang Pengumpul KB KB Industri Penggergajian Kayu Palet Kpl Industri Perakitan Palet PP PP Konsumen Agen Palet PP Keterangan : Pbi = Pohon Berdiri Kpl = Kayu Penyusun Palet KB = Kayu Bulat = Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Palet PP = Produk Palet Gambar 13. Skema saluran pemasaran produk palet (peti landasan)

73 54 Pemasaran produk palet memiliki 8 (delapan) macam saluran, yaitu : Saluran 1 : petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - konsumen Saluran 2 : petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - agen palet - konsumen Saluran 3 : petani - industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet - konsumen Saluran 4 : petani - industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet - agen palet - konsumen Saluran 5 : petani - pedagang pengumpul - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - konsumen Saluran 6 : petani - pedagang pengumpul - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - agen palet - konsumen Saluran 7 : petani - pedagang pengumpul - industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet - konsumen Saluran 8 : petani - pedagang pengumpul - industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet - agen palet - konsumen Saluran 1 dan 2. Pada saluran 1 dan 2, petani melakukan penjualan kayu kepada industri penggergajian kayu palet dalam bentuk kayu bulat, industri pengergajian kayu palet lalu menggergaji kayu bulat tersebut menjadi kayu penyusun palet dan menjualnya kepada industri perakitan palet. Setelah itu, industri perakitan palet melakukan perakitan kayu penyusun palet tersebut menjadi produk palet (siap pakai) dan menjualnya secara langsung kepada konsumen akhir (saluran 1) atau menjualnya kepada agen palet yang bertindak sebagai penyalur kepada konsumen akhir (saluran 2). Saluran 1 merupakan saluran dua tingkat (two level channel) dengan perantaranya adalah industri penggergajian kayu palet dan industri perakitan palet, sedangkan pada saluran 2 merupakan saluran tiga tingkat (three level channel) dengan perantaranya adalah industri penggergajian kayu palet, industri perakitan palet dan agen palet. Saluran 3 dan 4. Pada saluran 3 dan 4, petani menjual kayu dalam bentuk kayu bulat kepada industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet, industri

74 55 rangkap kemudian menggergaji kayu bulat tersebut menjadi kayu penyusun palet dan sekaligus merakitnya menjadi produk palet (siap pakai) dan langsung menjualnya kepada konsumen akhir (saluran 3) atau menjualnya kepada agen palet yang bertindak sebagai penyalur kepada konsumen akhir (saluran 4). Saluran 3 merupakan saluran satu tingkat (one level channel) dengan perantaranya adalah industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet, sedangkan pada saluran 2 karena perantaranya selain industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet, melalui juga agen palet, maka saluran pemasaran pada saluran 2 adalah saluran dua tingkat (two level channel). Saluran 5 dan 6. Saluran pemasaran pada saluran 5 hampir sama dengan saluran 1, begitu juga dengan saluran 6 yang hampir serupa dengan saluran 2, perbedaanya adalah pada saluran 5 serta 6, antara petani dan industri penggergajian kayu palet terdapat perantara lain yaitu pedagang pengumpul yang membeli kayu dari petani dalam bentuk pohon berdiri dan menjualnya kepada industri penggergajian kayu palet dalam bentuk kayu bulat. Karena ada tambahan perantara pedagang pengumpul, maka saluran 5 merupakan saluran tiga tingkat (three level channel), sedangkan saluran 6 merupakan saluran empat tingkat (four level channel). Saluran 6 merupakan saluran yang memiliki rantai pemasaran terpanjang pada pemasaran kayu rakyat dalam bentuk produk palet. Saluran 7 dan 8. Saluran pemasaran pada saluran 7 hampir sama dengan saluran 3, begitu juga dengan saluran 8 yang hampir serupa dengan saluran 4, perbedaanya adalah pada saluran 7 serta 8, antara petani dan industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet terdapat perantara lain yaitu pedagang pengumpul yang membeli kayu dari petani dalam bentuk pohon berdiri dan menjualnya kepada industri rangkap tersebut dalam bentuk kayu bulat. Karena ada tambahan perantara pedagang pengumpul, maka saluran 7 merupakan saluran dua tingkat (two level channel), sedangkan saluran 6 merupakan saluran tiga tingkat (three level channel). Perantara. Perantara yang melakukan pengolahan terlebih dahulu dari kayu atau produk kayu yang dijualnya adalah industri penggergajian kayu palet, industri perakitan palet, industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet dan

75 56 pedagang pengumpul, sedangkan perantara yang bertindak hanya sebagai penyalur adalah agen palet. Konsumen akhir. Konsumen akhir dari produk palet adalah industriindustri yang membutuhkan palet sebagai peti landasan untuk menumpuk muatan agar dapat diangkat secara sekaligus. Konsumen ini mendapatkan produk palet (siap pakai) dari industri perakitan palet (saluran 1 dan 5), industri rangkap palet (saluran 3 dan 7) atau dapat juga melalui agen palet (saluran 2, 4, 6 dan 8) Produk Haspel (Gulungan Kabel) Gambar 14 memperlihatkan skema saluran pemasaran produk haspel (gulungan kabel) yang berhasil teridentifikasi di wilayah Kabupaten Sukabumi beserta bentuk kayunya yang dominan dijual diantara masing-masing pelaku pemasaran. Petani Pbi Pedagang Pengumpul KB KB Industri Penggergajian dan Perakitan Haspel PH Konsumen Keterangan : Pbi = Pohon Berdiri KB = Kayu Bulat PH = Produk Haspel Gambar 14. Skema saluran pemasaran produk haspel (gulungan kabel) Pemasaran produk haspel memiliki 2 (dua) macam saluran yaitu : Saluran 1 : petani - industri penggergajian dan perakitan haspel - konsumen Saluran 2 : petani - pedagang pengumpul - industri penggergajian dan perakitan haspel - konsumen Saluran 1. Pada saluran 1, petani melakukan penjualan kayu dalam bentuk kayu bulat kepada industri penggergajian dan perakitan haspel, industri penggergajian dan perakitan haspel kemudian melakukan penggergajian kayu

76 57 bulat tersebut menjadi kayu penyusun haspel dalam berbagai ukuran dan macam kegunaan, setelah itu dilakukan perakitan sehingga terbentuk produk haspel (siap pakai). Saluran 1 ini merupakan saluran satu tingkat (one level channel) dengan perantaranya adalah industri penggergajian dan perakitan haspel. Saluran 2. Saluran 2 hampir sama dengan saluran 1, perbedaannya pada saluran 2 penjualan kayu oleh petani dilakukan terlebih dahulu melalui pedagang pengumpul dalam bentuk pohon berdiri, setelah itu pedagang pengumpul menjual kayu hasil tebangannya dalam bentuk kayu bulat kepada industri penggergajian dan perakitan kayu. Perantara. Perantara yang melakukan pengolahan terlebih dahulu dari kayu yang dijualnya adalah industri penggergajian dan perakitan haspel serta pedagang pengumpul. Dalam pemasaran produk haspel tidak ditemukan adanya perantara yang bertindak hanya sebagai penyalur, industri penggergajian yang juga sekaligus sebagai perakit tersebut langsung menjual produk haspel (siap pakai) yang dihasilkannya kepada konsumen akhir. Konsumen akhir. Konsumen akhir dari produk haspel adalah industri - industri pembuatan kabel yang membutuhkan haspel sebagai tempat penggulung kabel yang hendak dijual atau dipasarkan Struktur Pasar Pemasaran Kayu Rakyat Struktur pasar pemasaran kayu rakyat dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis produk, yaitu produk kayu pertukangan, palet (peti landasan) dan haspel (gulungan kabel). Untuk penilaian struktur pasar, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang pelaku pasar Produk Kayu Pertukangan Struktur pasar produk kayu pertukangan dapat dilihat pada Tabel 30 (dari sudut pandang penjual). Tabel 30. Struktur Pasar Produk Kayu Pertukangan dari Sudut Pandang Penjual Pembeli Pedagang Industri Peng. Industri Mebel Toko Bahan Konsumen Penjual Pengumpul Kayu Pertukangan Bangunan (Masyarakat) Petani Oligopsoni Oligopsoni Oligopsoni Oligopsoni Pasar Persaingan Terdiferensiasi Terdiferensiasi Terdiferensiasi Terdiferensiasi Monopolistik Pedagang Oligopsoni Oligopsoni Oligopsoni Pasar Persaingan Pengumpul Terdiferensiasi Terdiferensiasi Terdiferensiasi Monopolistik Industri Peng. Pasar Persaingan Pasar Persaingan Pasar Persaingan Kayu Pertukangan Monopolistik Monopolistik Monopolistik Industri Mebel Pasar Persaingan Monopolistik Toko Bahan Pasar Persaingan Bangunan Monopolistik

77 58 Petani - konsumen. Petani melakukan penjualan kayu atau produk kayu pertukangan yang keseluruhannya memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis, bentuk dan ukuran kayu atau produk kayu yang dihasilkan) kepada pedagang pengumpul, industri penggergajian kayu pertukangan, industri mebel, toko bahan bangunan dan konsumen (masyarakat). Petani sebagai penjual memiliki jumlah yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah dari sebagian besar konsumennya (terkecuali konsumen masyarakat) dan mempunyai nilai indeks herfindahl sebesar 0,038 (lebih mendekati nol), sehingga struktur pasar yang terbentuk adalah oligopsoni terdiferensiasi (dari sudut pandang penjual) dengan pasar yang mengarah pada keadaan yang kompetitif karena pasar kurang terkonsentrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun jumlah konsumen lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penjual (petani), namun petani memiliki kebebasan untuk menjual kepada konsumen manapun dan akibatnya konsumen menjadi tidak begitu mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga pasar yang diakibatkan karena terjadinya persaingan harga diantara para konsumen tersebut. Pedagang pengumpul - konsumen. Pedagang pengumpul melakukan penjualan kayu atau produk kayu pertukangan yang keseluruhannya memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis, bentuk dan ukuran kayu atau produk kayu yang dihasilkan) kepada industri penggergajian kayu pertukangan, industri mebel, toko bahan bangunan dan konsumen (masyarakat). Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengumpul dengan konsumennya (terkecuali konsumen masyarakat) serupa dengan struktur pasar yang terbentuk antara petani dengan konsumennya (terkecuali konsumen masyarakat) dengan nilai indeks herfindahl sebesar 0,088 (lebih mendekati nol). Industri penggergajian kayu pertukangan - konsumen. Industri penggergajian kayu pertukangan melakukan penjualan produk kayu pertukangan yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis, bentuk dan ukuran produk kayu yang dihasilkan) kepada industri mebel, toko bahan bangunan dan konsumen (masyarakat). Industri penggergajian kayu pertukangan sebagai penjual memiliki jumlah yang relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah konsumennya dan

78 59 mempunyai nilai indeks herfindahl sebesar 0,392 (lebih mendekati nol), sehingga struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan monopolistik (dari sudut pandang penjual) dengan pasar yang mengarah pada keadaan yang kompetitif karena pasar kurang terkonsentrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun jumlah penjual (industri penggergajian kayu pertukangan) lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah konsumennya, namun konsumen memiliki kebebasan untuk membeli kepada industri penggergajian kayu pertukangan manapun dan akibatnya industri penggergajian kayu pertukangan menjadi tidak begitu mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga pasar yang diakibatkan karena terjadinya persaingan harga diantara para industri penggergajian kayu pertukangan tersebut. Penjual - konsumen (masyarakat). Setiap penjual produk kayu pertukangan (petani, pedagang pengumpul, industri penggergajian kayu pertukangan, industri mebel dan toko bahan bangunan) dapat melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen (masyarakat). Struktur pasar yang terbentuk antara setiap penjual dengan konsumennya (masyarakat) hampir serupa dengan struktur pasar yang terbentuk antara industri penggergajian kayu pertukangan dengan konsumennya dengan nilai indeks herfindahl sebesar 0,038 untuk penjual petani, 0,088 untuk penjual pedagang pengumpul, 0,392 untuk penjual industri penggergajian kayu pertukangan dan 0,428 untuk penjual toko bahan bangunan. Sedikit perbedaan terjadi pada struktur pasar untuk penjual industri mebel yang memiliki nilai indeks herfindahl sebesar 0,722 (lebih mendekati 1), sehingga pasar yang dihadapi lebih mengarah pada keadaan yang terkonsentrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen (masyarakat) tidak begitu banyak mempunyai kebebasan dalam melakukan pembelian kepada pihak industri mebel yang lain dikarenakan sangat sedikitnya keberadaan industri tersebut, sehingga industri mebel lebih mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga dari produk mebel yang dihasilkannya. Kerjasama. Adanya jalinan kerjasama diantara sebagian dari pelakupelaku pemasaran dengan bentuk peminjaman uang sebagai modal awal untuk usahanya atau untuk kepentingan yang lain (diantaranya petani oleh pedagang

79 60 pengumpul, pedagang pengumpul oleh industri penggergajian kayu pertukangan atau toko bahan bangunan) akan menciptakan struktur pasar yang mendekati monopsoni (dari sudut pandang penjual), hal ini karena penjual tersebut karena hutang budi maka hanya akan menjual kayunya kepada satu pembeli yang telah memberikan pinjaman uang tersebut, walaupun dengan resiko harga penjualan kayu yang diterimanya sedikit dibawah harga pasar. Langganan. Bentuk lain yang menyebabkan struktur pasar mendekati monopsoni adalah karena disebabkan hubungan langganan yang dapat disebabkan karena di wilayah penjual hanya ada satu pelaku pemasaran yang bertindak sebagai pembeli, atau jikapun ada pembeli yang lain akan tetapi tidak lebih jauh menguntungkan apabila menjualnya kepada pembeli yang telah menjadi langganannya tersebut. Bentuk langganan ini dapat juga terjadi disebabkan karena hubungan kekeluargaan atau persahabatan Produk Palet (Peti Landasan) Struktur pasar produk palet (peti landasan) dapat dilihat pada Tabel 31 (dari sudut pandang penjual). Tabel 31. Struktur Pasar Produk Palet dari Sudut Pandang Penjual Pembeli Pedagang Ind. Peng. Ind. Perakitan Ind. Rangkap Agen Palet Konsumen Pengumpul Kayu Palet Palet Palet (Industri) Penjual Petani Oligopsoni Terdiferensiasi Oligopsoni Terdiferensiasi Oligopsoni Terdiferensiasi Pedagang Pengumpul Oligopsoni Terdiferensiasi Oligopsoni Terdiferensiasi Ind. Peng. Kayu Palet Oligopsoni Terdiferensiasi Ind. Perakitan Palet Oligopsoni Terdiferensiasi Pasar Persaingan Monopolistik Ind. Rangkap Palet Oligopsoni Terdiferensiasi Pasar Persaingan Monopolistik Agen Palet Pasar Persaingan Monopolistik Petani - konsumen. Petani melakukan penjualan kayu yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis, bentuk dan ukuran diameter kayu) kepada pedagang pengumpul, industri penggergajian kayu palet dan industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet. Petani sebagai penjual memiliki jumlah yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah konsumennya dan mempunyai nilai indeks herfindahl sebesar 0,038 (lebih mendekati nol), sehingga struktur pasar yang terbentuk adalah oligopsoni terdiferensiasi (dari sudut pandang penjual) dengan

80 61 pasar yang mengarah pada keadaan yang kompetitif karena pasar tidak terkonsentrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun jumlah konsumen lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penjual (petani), namun petani memiliki kebebasan untuk menjual kepada konsumen manapun dan akibatnya konsumen menjadi tidak begitu mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga pasar yang diakibatkan karena terjadinya persaingan harga diantara para konsumen tersebut. Pedagang pengumpul - konsumen. Pedagang pengumpul melakukan penjualan kayu yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis dan ukuran diameter kayu) kepada industri penggergajian kayu palet dan industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet. Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengumpul dengan konsumennya serupa dengan struktur pasar yang terbentuk antara petani dengan konsumennya dengan nilai indeks herfindahl sebesar 0,088 (lebih mendekati nol). Industri penggergajian kayu palet - konsumen. Industri penggergajian kayu palet melakukan penjualan kayu penyusun palet yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis dan ukuran kayu yang dihasilkan) kepada satu pelaku konsumen, yaitu industri perakitan palet. Struktur pasar yang terbentuk adalah oligopsoni terdiferensiasi (dari sudut pandang penjual) dengan nilai indeks herfindahl sebesar 0,797 (lebih terkonsentrasi). Industri perakitan dan industri rangkap palet - konsumen. Industri perakitan dan industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet bersama-sama melakukan penjualan produk palet (siap pakai) yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis kayu dan ukuran palet yang dihasilkan) kepada beberapa konsumen, yaitu agen palet atau langsung kepada industri pengguna palet. Struktur pasar yang terbentuk adalah oligopsoni terdiferensiasi (dari sudut pandang penjual) untuk konsumen agen palet dan pasar persaingan monopolistik (dari sudut pandang penjual) untuk konsumen industri pengguna palet dengan nilai indeks herfindahl sebesar 0,345 (lebih mendekati kompetitif). Agen palet - konsumen. Agen palet melakukan penjualan produk palet (siap pakai) yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis kayu dan ukuran palet yang dihasilkan) kepada satu pelaku konsumen, yaitu industri pengguna palet. Struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan

81 62 monopolistik (dari sudut pandang penjual), hal ini dikarenakan jumlah konsumen (industri pengguna palet) yang lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah penjualnya (agen palet) Kerjasama. Adanya jalinan kerjasama diantara sebagian dari beberapa pelaku pemasaran dengan bentuk peminjaman uang sebagai modal awal untuk usahanya atau untuk kepentingan yang lain (diantaranya petani oleh pedagang pengumpul, pedagang pengumpul oleh industri penggergajian kayu palet atau industri rangkap palet) akan menciptakan struktur pasar yang mendekati monopsoni (dari sudut pandang penjual), hal ini disebabkan karena penjual tersebut karena hutang budi maka hanya akan menjual kayunya kepada satu pembeli yang telah memberikan pinjaman uang tersebut, walaupun dengan resiko harga penjualan kayu yang diterimanya sedikit dibawah harga pasar. Langganan. Bentuk lain yang menyebabkan struktur pasar mendekati monopsoni adalah karena disebabkan hubungan langganan yang dapat disebabkan karena di wilayah penjual hanya ada satu pelaku pemasaran yang bertindak sebagai pembeli, atau jikapun ada pembeli yang lain akan tetapi tidak lebih jauh menguntungkan apabila menjualnya kepada pembeli yang telah menjadi langganannya tersebut. Bentuk langganan ini dapat juga terjadi disebabkan karena hubungan kekeluargaan atau persahabatan Produk Haspel (Gulungan Kabel) Struktur pasar produk haspel (gulungan kabel) dapat dilihat pada Tabel 32 (dari sudut pandang penjual). Tabel 32. Struktur Pasar Produk Haspel dari Sudut Pandang Penjual Pembeli Pedagang Industri Penggergajian Konsumen Penjual Pengumpul dan Perakitan Haspel (Industri) Petani Oligopsoni Oligopsoni Terdiferensiasi Terdiferensiasi Pedagang Pengumpul Oligopsoni Terdiferensiasi Industri Penggergajian Pasar Persaingan dan Perakitan Haspel Monopolistik Petani - konsumen. Petani melakukan penjualan kayu yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis, bentuk dan ukuran diameter kayu) kepada pedagang pengumpul dan industri penggergajian dan perakitan haspel.

82 63 Petani sebagai penjual memiliki jumlah yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah konsumennya dan mempunyai nilai indeks herfindahl sebesar 0,038 (lebih mendekati nol), sehingga struktur pasar yang terbentuk adalah oligopsoni terdiferensiasi dengan pasar yang mengarah pada keadaan yang kompetitif karena pasar tidak terkonsentrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun jumlah konsumen lebih sedikit bila dibandingkan dengan penjual (petani), namun petani memiliki kebebasan untuk menjual kepada konsumen manapun dan akibatnya konsumen menjadi tidak begitu mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga pasar yang diakibatkan karena terjadinya persaingan harga diantara para konsumen tersebut. Pedagang pengumpul - konsumen. Pedagang pengumpul melakukan penjualan kayu yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis dan ukuran diameter kayu) kepada satu pelaku konsumen, yaitu industri penggergajian dan perakitan haspel. Struktur pasar yang terbentuk adalah oligopsoni terdiferensiasi dengan nilai indeks herfindahl sebesar 0,088 (lebih mendekati kompetitif). Industri penggergajian dan perakitan haspel - konsumen. Industri penggergajian dan perakitan haspel melakukan penjualan produk haspel yang memiliki sifat produk terdiferensiasi (mulai dari jenis kayu dan ukuran haspel yang dihasilkan) kepada satu pelaku konsumen, yaitu industri pembuatan kabel. Struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan monopolistik, hal ini dikarenakan jumlah konsumen (industri kabel) yang lebih banyak bila dibandingkan dengan penjual (industri penggergajian dan perakitan haspel). Kerjasama. Adanya jalinan kerjasama diantara sebagian dari beberapa pelaku pemasaran dengan bentuk peminjaman uang sebagai modal awal untuk usahanya atau untuk kepentingan yang lain (diantaranya petani oleh pedagang pengumpul, pedagang pengumpul oleh industri penggergajian dan perakitan haspel) akan menciptakan struktur pasar yang mendekati monopsoni, hal ini disebabkan karena penjual tersebut karena hutang budi maka hanya akan menjual kayunya kepada satu pembeli yang telah memberikan pinjaman uang tersebut, walaupun dengan resiko harga penjualan kayu yang diterimanya sedikit dibawah harga pasar.

83 64 Langganan. Bentuk lain yang menyebabkan struktur pasar mendekati monopsoni adalah karena disebabkan hubungan langganan yang dapat disebabkan karena di wilayah penjual hanya ada satu pelaku pemasaran yang bertindak sebagai pembeli, atau jikapun ada pembeli yang lain akan tetapi tidak lebih jauh menguntungkan apabila menjualnya kepada pembeli yang telah menjadi langganannya tersebut. Bentuk langganan ini dapat juga terjadi disebabkan karena hubungan kekeluargaan atau persahabatan Pendapatan Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Petani Hutan Rakyat Tabel 33 memperlihatkan pendapatan petani hutan rakyat dari hasil penjualan kayu yang berasal dari lahan miliknya, baik dalam bentuk pohon berdiri, kayu bulat ataupun kayu gergajian. Tabel 33. Pendapatan Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Dijual No. Bentuk Kayu Pendapatan Biaya Pendapatan Persentase yang Dijual Kotor (Rp/Tahun) Bersih Pendapatan Bersih (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Bulan) (%) 1 Pohon Berdiri ,74 2 Kayu Bulat ,86 3 Kayu Gergajian ,40 Jumlah 100,00 Dari Tabel 33 dapat terlihat bahwa penjualan kayu yang dilakukan oleh petani dalam bentuk kayu bulat memberikan pendapatan bersih terbesar dengan persentase sebesar 39,86%. Penjualan dalam bentuk pohon berdiri yang banyak dilakukan oleh sebagian besar dari petani walaupun dalam hal biaya yang dikeluarkannya tidak begitu besar, akan tetapi karena harga jual kayunya yang cukup rendah maka hanya memberikan pendapatan bersih sebesar 24,74%. Lain halnya dengan penjualan dalam bentuk kayu gergajian, meskipun pendapatan kotornya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan penjualan dalam bentuk kayu bulat, akan tetapi karena besarnya penyusutan kayu karena proses penggergajian (yang besarnya dapat mencapai hingga 40%) menyebabkan pendapatan bersih yang didapatkan tidak jauh lebih besar bila dibandingkan dengan penjualan dalam bentuk kayu bulat dengan persentase sebesar 35,40%. Besarnya pendapatan kotor petani dari masing-masing bentuk kayu yang dijual secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 34, sedangkan biaya penjualannya dapat dilihat pada Lampiran 5.A.

84 65 Tabel 34. Pendapatan Kotor Petani Hutan Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Dijual No. Bentuk Kayu Satuan Harga Jumlah Pendapatan Persentase yang Dijual Satuan Satuan Kotor Pendapatan Kotor (Rp) (Per Tahun) (Rp/Tahun) (%) 1 Pohon Berdiri Pohon (0,63 m 3 ) ,55 2 Kayu Bulat m , ,79 3 Kayu Gergajian m , ,66 Jumlah 100, Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Pedagang pengumpul kayu rakyat sebagian besar membeli kayu dari petani dalam bentuk pohon berdiri. Pendapatan dari pedagang pengumpul kayu rakyat berdasarkan bentuk kayu yang dijualnya dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Pendapatan Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Dijual No. Bentuk Kayu Pendapatan Biaya Pendapatan Persentase yang Dijual Kotor (Rp/Bulan) Bersih Pendapatan Bersih (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Kayu Bulat ,67 2 Kayu Gergajian ,33 Jumlah 100,00 Tabel 35 memperlihatkan bahwa penjualan kayu dalam bentuk kayu bulat memberikan pendapatan bersih yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan penjualan dalam bentuk kayu gergajian dengan persentase sebesar 61,67%. Penjualan dalam bentuk kayu gergajian yang dikarenakan besarnya penyusutan kayu akibat proses penggergajian yang dapat mencapai hingga 40% mengakibatkan kecilnya pendapatan bersih yang diterima oleh pedagang pengumpul yang menjual kayunya dalam bentuk kayu gergajian tersebut. Peningkatan pendapatan bersih dapat dilakukan pada penjualan dalam bentuk kayu gergajian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul (berlaku juga untuk petani hutan rakyat) dengan cara mengurangi besarnya penyusutan kayu akibat dari proses penggergajian, akan tetapi hal ini kembali tergantung dari pihak jasa penggergajian yang melakukan penggergajian kayu tersebut. Pengurangan penyusutan kayu akibat dari proses penggergajian dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas dari gergaji yang digunakan (dapat dengan cara melakukan pemeliharaan gergaji secara lebih berkala) dan dapat menjadi lebih baik lagi jika dalam penggergajian juga menggunakan sumber daya manusia (buruh gesek) yang sudah terampil dalam melaksanakan tugasnya.

85 66 Besarnya pendapatan kotor pedagang pengumpul kayu rakyat dari masingmasing bentuk kayu yang dijual secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 36, sedangkan biaya penjualannya dapat dilihat pada Lampiran 5.B. Tabel 36. Pendapatan Kotor Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat Berdasarkan Bentuk Kayu yang Dijual No. Bentuk Kayu Satuan Harga Jumlah Pendapatan Persentase yang Dijual Satuan Satuan Kotor Pendapatan Kotor (Rp) (Per Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Kayu Bulat m , ,05 2 Kayu Gergajian m , ,95 Jumlah 100, Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Industri primer (penggergajian) kayu rakyat sebagian besar membeli kayu dari pedagang pengumpul dalam bentuk kayu bulat. Pendapatan dari industri primer (penggergajian) kayu rakyat berdasarkan spesifikasi usahanya dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Pendapatan Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Usaha Pendapatan Biaya Pendapatan Persentase Kotor (Rp/Bulan) Bersih Pendapatan Bersih (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Penggergajian Kayu Pertukangan ,40 2 Penggergajian Kayu Palet ,20 3 Jasa Penggergajian (Rental) ,39 Jumlah 100,00 Tabel 37 memperlihatkan bahwa industri penggergajian kayu pertukangan memberikan pendapatan bersih terbesar jika dibandingkan dengan industri penggergajian dengan spesifikasi usaha yang lainnya dengan persentase sebesar 83,40%. Industri penggergajian kayu pertukangan walaupun produksinya lebih sedikit bila dibandingkan dengan industri penggergajian kayu palet, akan tetapi karena harga jual produk kayu pertukangan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk kayu penyusun palet mengakibatkan pendapatan bersih yang didapatkan dari produk kayu pertukangan menjadi jauh lebih besar. Jumlah produksi dari suatu industri primer (penggergajian) kayu rakyat tidak terlepas dari ketersediaan bahan baku kayu bulat, lebih kecilnya produksi dari industri penggergajian kayu pertukangan jika dibandingkan dengan industri penggergajian kayu palet disebabkan karena ukuran diameter kayu bulat yang dapat diolahnya. Bahan baku kayu bulat untuk industri penggergajian kayu pertukangan membutuhkan ukuran diameter yang cukup besar (minimal 15 cm)

86 67 sedangkan untuk industri penggergajian kayu palet dapat menggunakan bahan baku kayu bulat dengan ukuran yang lebih kecil (minimal 10 cm), hal inilah yang menyebabkan besarnya produksi dari industri penggergajian kayu palet yang bahan baku kayu bulatnya lebih melimpah sehingga lebih mudah dalam mendapatkannya. Besarnya pendapatan kotor industri primer (penggergajian) kayu rakyat dari masing-masing spesifikasi usaha secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 38, sedangkan biaya operasional atau penjualannya dapat dilihat pada Lampiran 5.C. Tabel 38. Pendapatan Kotor Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Usaha Satuan Harga Jumlah Pendapatan Persentase Satuan Satuan Kotor Pendapatan Kotor (Rp) (Per Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Peng.Kayu Pertukangan m , ,11 2 Peng. Kayu Palet m , ,99 3 Jasa Penggergajian (Rental) m , ,90 Jumlah 100, Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Industri sekunder (perakitan) produk kayu rakyat sebagian besar membeli kayu dari industri primer (penggergajian) dari masing-masing penghasil kayu penyusun produk. Pendapatan industri sekunder (perakitan) produk kayu rakyat dari masing-masing spesifikasi usaha dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Pendapatan Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Pendapatan Biaya Pendapatan Persentase Usaha Kotor (Rp/Bulan) Bersih Pendapatan Bersih (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Perakitan Palet ,06 2 Pembuatan Mebel ,94 Jumlah 100,00 Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa yang memberikan pendapatan bersih terbesar adalah industri sekunder (perakitan) palet dengan persentase sebesar 73,06%. Hal ini dikarenakan produksi dari industri sekunder (perakitan) palet yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan industri pembuatan mebel, walaupun produk palet dari segi harga jualnya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan harga jual produk mebel. Sedikitnya produksi dari industri pembuatan mebel disebabkan karena produksinya sangat tergantung dari adanya pesanan oleh masyarakat secara langsung.

87 68 Besarnya pendapatan kotor industri sekunder (perakitan) produk kayu rakyat dari masing-masing spesifikasi usaha secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 40, sedangkan biaya penjualannya dapat dilihat pada Lampiran 5.D. Tabel 40. Pendapatan Kotor Industri Sekunder (Perakitan) Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Usaha Satuan Harga Jumlah Pendapatan Persentase Satuan Satuan Kotor Pendapatan Kotor (Rp) (Per Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Perakitan Palet Buah ,75 2 Pembuatan Mebel Buah ,25 Jumlah 100, Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Rakyat Industri rangkap (penggergajian dan perakitan) kayu rakyat sebagian besar membeli kayu dari pedagang pengumpul dalam bentuk kayu bulat. Pendapatan industri rangkap (penggergajian dan perakitan) kayu rakyat dari masing-masing spesifikasi usaha dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41. Pendapatan Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Pendapatan Biaya Pendapatan Persentase Usaha Kotor (Rp/Bulan) Bersih Pendapatan Bersih (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Peng. dan Perakitan Palet ,69 2 Peng. dan Perakitan Haspel ,31 Jumlah 100,00 Dari tabel dapat terlihat bahwa industri penggergajian dan perakitan haspel memberikan pendapatan bersih yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan industri penggergajian dan perakitan palet dengan persentase sebesar 95,31%. Hal ini terjadi dikarenakan produk haspel memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan produk palet. Besarnya pendapatan kotor industri rangkap (penggergajian dan perakitan) kayu rakyat dari masing-masing spesifikasi usaha secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 42, sedangkan biaya penjualannya dapat dilihat pada Lampiran 5.E. Tabel 42. Pendapatan Kotor Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Usaha Satuan Harga Jumlah Pendapatan Persentase Satuan Satuan Kotor Pendapatan Kotor (Rp) (Per Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Peng. dan Perakitan Palet Buah ,53 2 Peng. dan Perakitan Haspel Buah ,47 Jumlah 100,00

88 Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Pedagang pengecer produk kayu rakyat sebagian besar membeli produk kayu dari industri pengolahan (primer, sekunder ataupun rangkap). Pendapatan pedagang pengecer produk kayu rakyat dari masing-masing spesifikasi usaha dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43. Pendapatan Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Pendapatan Biaya Pendapatan Usaha Kotor (Rp/Bulan) Bersih (Rp/Bulan) (Rp/Bulan) 1 Toko Bahan Bangunan Agen Palet Tidak Teridentifikasi Dari tabel dapat terlihat bahwa toko bahan bangunan memberikan pendapatan bersih sebesar Rp /bulan, sedangkan untuk agen palet tidak diketahui pendapatan bersihnya dikarenakan agen palet pada umumnya bertindak juga sebagai industri sekunder (perakitan) palet atau sebagai industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet dan dalam penjualan produknya dilakukan secara bersamaan atau dicampur dengan produk palet hasil produksi mereka sendiri. Besarnya pendapatan kotor pedagang pengecer produk kayu rakyat untuk masing-masing spesifikasi usaha secara lebih terperinci dapat dilihat pada Tabel 44, sedangkan biaya penjualannya dapat dilihat pada Lampiran 5.F. Tabel 44. Pendapatan Kotor Pedagang Pengecer Produk Kayu Rakyat Berdasarkan Spesifikasi Usaha No. Spesifikasi Usaha Satuan Harga Jumlah Pendapatan Satuan Satuan Kotor (Rp) (Per Bulan) (Rp/Bulan) 1 Toko Bahan Bangunan Buah Agen Palet Tidak Teridentifikasi Marjin dan Efisiensi Pemasaran Kayu Rakyat Marjin pemasaran kayu rakyat adalah selisih harga penjualan dengan harga pembelian yang dilakukan oleh pelaku pemasaran kayu atau produk kayu rakyat. Efisiensi pemasaran dari suatu saluran pemasaran yang dihadapi oleh pelaku pemasaran dapat diketahui dari besarnya bagian harga yang diterima petani (farmer share) dari setiap saluran pemasaran dan juga dari besarnya rasio K/B

89 70 (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran). Semakin besar farmer share dan nilai rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) dari suatu saluran pemasaran, maka saluran pemasaran itu semakin mendekati efisien. Farmer share menggambarkan tingginya harga jual di tingkat petani yang dibandingkan dengan harga beli di tingkat konsumen akhir, sedangkan rasio K/B menggambarkan besarnya keuntungan dibandingkan dengan biaya-biaya pemasaran yang sudah dikeluarkan oleh pelaku pemasaran. Rasio K/B dianggap baik jika nilainya lebih besar dari satu Produk Kayu Pertukangan Besarnya farmer share, marjin dan juga rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) dari pemasaran produk kayu pertukangan pada setiap pelaku dan saluran pemasaran yang ada dapat dilihat pada lampiran 6.A. Saluran 1. Pada saluran 1 bagian harga yang diterima oleh petani (farmer share) memiliki persentase sebesar 100%. Hal ini terjadi dikarenakan petani menjual langsung kayunya kepada konsumen (masyarakat) dalam bentuk kayu gergajian. Akan tetapi, besarnya persentase farmer share ini belum menunjukkan bahwa petani mendapatkan bagian keuntungan yang sangat besar disebabkan karena nilai rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,44%) yang diartikan bahwa besarnya keuntungan masih lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya-biaya pemasaran yang harus dikeluarkan. Saluran 2. Pada saluran 2 marjin pemasaran dimiliki hanya oleh industri mebel dengan persentase sebesar 66,37%, adapun bagian harga yang diterima oleh petani (farmer share) hanya sebesar 33,63%. Hal ini juga belum menunjukkan bahwa industri mebel mendapatkan bagian keuntungan yang sangat besar disebabkan karena nilai rasio K/B nya yang masih kecil (0,68%). Saluran 3. Pada saluran 3 marjin pemasaran dimiliki hanya oleh toko bahan bangunan dengan persentase sebesar 42,01%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) lebih besar yaitu sebesar 57,99%. Besarnya farmer share yang didapatkan oleh petani dibandingkan dengan marjin toko bahan bangunan ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 3 dinikmati oleh petani, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,44%).

90 71 Saluran 4. Pada saluran 4 marjin pemasaran dimiliki hanya oleh industri penggergajian kayu pertukangan dengan persentase sebesar 67,33%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 32,67%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh indutri penggergajian kayu pertukangan dibandingkan dengan farmer share petani ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 4 dinikmati oleh industri penggergajian kayu pertukangan, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,18%). Saluran 5. Pada saluran 5 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri mebel dengan persentase sebesar 44,05% sedangkan yang terendah dimiliki oleh industri penggergajian kayu pertukangan sebesar 37,67%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 18,28%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri mebel ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 5 dinikmati oleh industri mebel, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,22%). Saluran 6. Pada saluran 6 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri penggergajian kayu pertukangan dengan persentase sebesar 64,96% sedangkan yang terendah dimiliki oleh toko bahan bangunan sebesar 3,52%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 31,51%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh indutri penggergajian kayu pertukangan ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 6 dinikmati oleh industri pengggergajian kayu pertukangan, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,18%). Saluran 7. Pada saluran 7 marjin pemasaran dimiliki hanya oleh pedagang pengumpul dengan persentase sebesar 79,48%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 20,52%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh pedagang pengumpul dibandingkan dengan farmer share petani ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 7 dinikmati oleh pedagang pengumpul, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,13%).

91 72 Saluran 8. Pada saluran 8 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri mebel dengan persentase sebesar 63,69% sedangkan yang terendah dimiliki oleh pedagang pengumpul sebesar 28,86%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 7,45%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri mebel ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 8 dinikmati oleh industri mebel, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang masih kecil (hanya 0,61%). Saluran 9. Pada saluran 9 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh pedagang pengumpul dengan persentase sebesar 49,76% sedangkan yang terendah dimiliki oleh toko bahan bangunan sebesar 37,39%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 12,85%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh pedagang pengumpul ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 9 dinikmati oleh pedagang pengumpul, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,13%). Saluran 10. Pada saluran 10 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri penggergajian kayu pertukangan dengan persentase sebesar 63,41% sedangkan yang terendah dimiliki oleh pedagang pengumpul sebesar 23,27%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 13,32%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri penggergajian kayu pertukangan ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 10 dinikmati oleh industri penggergajian kayu pertukangn, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,13%). Saluran 11. Pada saluran 11 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri penggergajian kayu pertukangan dengan persentase sebesar 61,18% sedangkan yang terendah dimiliki oleh toko bahan bangunan sebesar 3,52%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 12,85%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri penggergajian kayu pertukangan ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 11 dinikmati oleh industri penggergajian kayu pertukangan, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,13%).

92 73 Saluran 12. Pada saluran 12 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri mebel dengan persentase sebesar 44,05% sedangkan yang terendah dimiliki oleh pedagang pengumpul sebesar 13,02%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 7,45%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri mebel ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 12 dinikmati oleh industri mebel, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,22%). Efisiensi Pemasaran. Berdasarkan Lampiran 6.A dan pembahasan marjin dari setiap saluran pemasaran, dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran produk kayu pertukangan yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - konsumen). Hal ini dikarenakan pada saluran 1 memberikan farmer share tertinggi yaitu sebesar 100%, namun saluran ini kurang menguntungkan bagi petani dikarenakan nilai rasio K/B nya yang hanya sebesar 0,44% sehingga besarnya keuntungan yang didapatkan masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya-biaya pemasaran yang harus dikeluarkan Produk Palet (Peti Landasan) Besarnya farmer share, marjin dan juga rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) dari pemasaran produk kayu palet pada setiap pelaku pemasaran dan saluran pemasaran yang ada dapat dilihat pada lampiran 6.B. Saluran 1. Pada saluran 1 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri perakitan palet dengan persentase sebesar 39,89% sedangkan yang terendah dimiliki oleh industri penggergajian kayu palet sebesar 35,52%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) hanya sebesar 24,59%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri perakitan palet ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 1 dinikmati oleh industri perakitan palet, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,09%). Saluran 2. Pada saluran 2 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri perakitan palet dengan persentase sebesar 35,44% sedangkan yang terendah dimiliki oleh agen palet sebesar 11,17%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 21,84%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri perakitan palet ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar

93 74 keuntungan yang didapatkan dari saluran 2 dinikmati oleh industri perakitan palet, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,09%). Saluran 3. Pada saluran 3 marjin pemasaran dimiliki hanya oleh industri rangkap palet dengan persentase sebesar 75,41%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) yaitu 24,59%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri rangkap palet ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 3 dinikmati oleh industri rangkap palet, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,13%). Saluran 4. Pada saluran 4 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri rangkap palet dengan persentase sebesar 66,99% sedangkan yang terendah dimiliki oleh agen palet sebesar 11,17%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 21,84%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri rangkap palet ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 4 dinikmati oleh industri rangkap palet, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,13%). Saluran 5. Pada saluran 5 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri perakitan palet dengan persentase 39,89% sedangkan yang terendah dimiliki oleh pedagang pengumpul sebesar 13,40%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 13,92%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri perakitan palet ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 5 dinikmati oleh industri perakitan palet, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,09%). Saluran 6. Pada saluran 6 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri perakitan palet dengan persentase sebesar 35,44% sedangkan yang terendah dimiliki oleh agen palet sebesar 11,17%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 12,37%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri perakitan palet ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 6 dinikmati oleh industri perakitan palet, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,09%). Saluran 7. Pada saluran 7 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri rangkap palet dengan persentase sebesar 72,68% sedangkan yang terendah dimiliki oleh pedagang pengumpul sebesar 13,40%, adapun bagian harga

94 75 yang diterima petani (farmer share) sebesar 13,92%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri rangkap palet ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 7 dinikmati oleh industri rangkap palet, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,09%). Saluran 8. Pada saluran 8 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri rangkap palet dengan persentase sebesar 64,56% sedangkan yang terendah dimiliki oleh agen palet sebesar 11,17%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 12,37%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri rangkap palet ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari saluran 8 dinikmati oleh industri rangkap palet, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang kecil (hanya 0,09%). Efisiensi Pemasaran. Berdasarkan Lampiran 6.B dan pembahasan marjin dari setiap saluran pemasaran, dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran produk palet yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - konsumen) dan saluran 3 (petani - industri rangkap palet - konsumen). Hal ini dikarenakan pada saluran 1 dan 3 memberikan farmer share yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan saluran pemasaran yang lainnya, yaitu sebesar 24,59%. Kedua saluran ini juga memberikan keuntungan yang cukup besar bagi petani dengan nilai rasio K/B nya sebesar 0,96%, atau dengan kata lain besarnya keuntungan yang didapatkan hampir setara dengan biaya-biaya pemasaran yang harus dikeluarkan Produk Haspel (Gulungan Kabel) Tabel 45 memperlihatkan besarnya farmer share, marjin dan juga rasio K/B (keuntungan terhadap biaya-biaya pemasaran) dari pemasaran produk kayu haspel pada setiap pelaku pemasaran dan saluran pemasaran yang ada. Saluran 1. Pada saluran 1 marjin pemasaran dimiliki hanya oleh industri penggergajian dan perakitan haspel dengan persentase sebesar 87,66%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) yaitu sebesar 12,34%. Besarnya marjin yang didapatkan oleh industri penggergajian dan perakitan haspel ini belum mengindikasikan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan dari

95 76 saluran 1 dinikmati oleh industri penggergajian dan perakitan haspel, hal ini dikarenakan nilai persentase rasio K/B nya yang masih kecil (sebesar 0,63%). Saluran 2. Pada saluran 2 marjin pemasaran tertinggi dimiliki oleh industri penggergajian dan perakitan haspel dengan persentase sebesar 86,29% sedangkan yang terendah dimiliki oleh pedagang pengumpul sebesar 6,73%, adapun bagian harga yang diterima petani (farmer share) sebesar 6,99%. Akan tetapi, hal ini belum dapat juga menunjukkan bahwa industri penggergajian dan perakitan haspel mendapatkan bagian keuntungan yang sangat besar disebabkan karena nilai rasio K/B nya yang masih kecil (0,59%). Tabel 45. Marjin dan Efisiensi Pemasaran Produk Haspel pada Setiap Saluran Pemasaran Uraian Saluran 1 Saluran 2 Rp/m 3 % Rp/m 3 % Petani Biaya (B) , ,25 Keuntungan (K) , ,74 Farmer Share , ,99 Harga Jual , ,99 K/B 0,96 26,84 Pedagang Pengumpul Harga Beli (H) ,99 Biaya (B) ,75 Keuntungan (K) ,98 Marjin ,73 Harga Jual ,71 K/(B+H) 0,08 Industri Penggergajian dan Perakitan Kayu Haspel Harga Beli (H) , ,71 Biaya (B) , ,18 Keuntungan (K) , ,11 Marjin , ,29 Harga Jual , ,00 K/(B+H) 0,63 0,59 Total Biaya (B) , ,18 Total Keuntungan (K) , ,82 Total (Marjin + Farmer Share) , ,00 Efisiensi Pemasaran. Berdasarkan Tabel 45 dan pembahasan marjin dari setiap saluran pemasaran, dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran produk haspel yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian dan perakitan haspel - konsumen). Hal ini dikarenakan pada saluran 1 memberikan farmer share yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan saluran pemasaran yang lainnya, yaitu sebesar 12,34%. Saluran 1 juga memberikan keuntungan yang cukup besar bagi petani dengan nilai rasio K/B nya sebesar 0,96%, atau dengan kata lain besarnya keuntungan yang didapatkan hampir setara dengan biaya-biaya pemasaran yang harus dikeluarkan.

96 77 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pemasaran kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dibedakan berdasar 3 (tiga) jenis produk, yaitu produk kayu pertukangan, produk palet (peti landasan) dan produk haspel (gulungan kabel). Pelaku pemasaran produk kayu pertukangan terdiri dari petani, pedagang pengumpul, industri penggergajian kayu pertukangan, toko bahan bangunan, industri mebel dan konsumen (masyarakat). Pelaku pemasaran produk palet (peti landasan) terdiri dari petani, pedagang pengumpul, industri penggergajian kayu palet, industri perakitan palet, industri rangkap (penggergajian dan perakitan) palet, agen palet dan konsumen (industri). Pelaku pemasaran produk haspel (gulungan kabel) terdiri dari petani, pedagang pengumpul, industri penggergajian dan perakitan haspel dan konsumen (industri kabel). Saluran pemasaran yang terbentuk berjumlah 12 (dua belas) bentuk saluran pemasaran pada produk kayu pertukangan, 8 (delapan) bentuk saluran pemasaran pada produk palet dan 2 (dua) bentuk saluran pemasaran pada produk haspel. 2. Struktur pasar pelaku pemasaran dari berbagai jenis produk kayu rakyat pada umumnya terdiri dari 2 (dua) tipe, yaitu oligopsoni terdiferensiasi dan pasar persaingan monopolistik dengan pasar yang sebagian besar mengarah pada keadaan yang kompetitif. Namun, struktur pasar dapat juga mendekati monopsoni akibat dari adanya bentuk kerjasama dan juga langganan. 3. Pendapatan usaha kayu rakyat di tingkat petani sangat ditentukan oleh bentuk dan jenis kayu yang dijual, besarnya produksi dan besar penyusutan kayu (khusus penjualan dalam bentuk kayu gergajian), sedangkan pendapatan di tingkat pelaku pemasaran yang lainnya (pedagang pengumpul, industri pengolahan dan pedagang pengecer) ditentukan oleh bentuk dan jenis kayu (produk) yang dijual, volume pembelian atau realisasi produksi, bentuk dan

97 78 jenis kayu (produk) yang dibeli dari produsen dan besar penyusutan kayu (jika ada proses penggergajian). 4. Persentase marjin pemasaran produk kayu pertukangan berkisar antara 0% hingga 92,55%, persentase marjin pemasaran produk kayu palet berkisar antara 75,41% hingga 87,63% dan persentase marjin pemasaran produk kayu haspel berkisar antara 87,66% hingga 93,01%. 5. Saluran pemasaran yang terbentuk diantara masing-masing produk kayu rakyat yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - konsumen) pada produk kayu pertukangan dengan persentase farmer share terbesar sebesar 100% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,44%, saluran 1 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - konsumen) dan 2 (petani - industri penggergajian kayu palet - industri perakitan palet - agen palet - konsumen) pada produk kayu palet dengan persentase farmer share terbesar sebesar 24,59% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,96%, sedangkan pada produk haspel saluran yang mendekati efisien adalah saluran 1 (petani - industri penggergajian dan perakitan haspel - konsumen) dengan persentase farmer share terbesar sebesar 12,34% dan rasio K/B yang dimiliki = 0,96%. 6.2 Saran 1. Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal dari kayu yang dijualnya, disarankan petani menjual dalam bentuk kayu bulat dengan diameter kayu 15 cm secara langsung kepada industri penggergajian kayu pertukangan. Cara ini sebaiknya diupayakan karena petani akan mendapatkan harga yang jauh lebih rendah jika menjual kayunya dengan diameter dibawah 15 cm yang umumnya menjadi bahan baku untuk industri penggergajian kayu palet atau haspel, selain itu juga tidak beresiko akan adanya penyusutan kayu akibat dari proses penggergajian sebagaimana jika menjualnya dalam bentuk kayu gergajian sehingga dapat mengurangi pendapatan bersih secara signifikan. 2. Perlu juga dilakukan penyuluhan terhadap petani hutan rakyat terutama sekali dalam hal tata cara pembuatan Surat Izin Tebang (SIT) beserta besar biayabiayanya yang kurang diketahui oleh sebagian besar petani. Hal ini sangat penting karena diharapkan dapat menjadi bahan pengambilan keputusan dalam

98 79 melakukan penjualan kayunya yang didasarkan juga dari kendala-kendala dan resiko-resiko yang harus dihadapinya di lapangan. 3. Pemerintah daerah bersama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi perlu membentuk kelompok tani yang berfokus pada hutan rakyat di setiap kecamatan atau kelompok desa sehingga akan lebih mudah di dalam pembinaannya dan diharapkan kesejahteraan petani dapat menjadi lebih meningkat.

99 80 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi Dalam Angka Kabupaten Sukabumi. Departemen Kehutanan Data Potensi Hutan Rakyat. Http : // www. dephut. go. id / INFORMASI / RRL / RLPS / htn rakyt.htm. (Mei 2008). Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi Data Potensi dan penyebaran Hutan Rakyat di Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun Kabupaten Sukabumi. Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi Peraturan Bupati Sukabumi No. 37 Tahun 2006 Tentang Prosedur Tetap Pengurusan Izin Penebangan Pohon Kayu dan Bambu Serta Penatausahaan Kayu Hutan Hak / Rakyat. Kabupaten Sukabumi. Direktorat Jenderal RRL Hutan Rakyat dan Peranannya dalam Pembangunan Daerah. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi 06 Tahun 1995 / a. Kebijaksanaan Pembangunan Hutan Rakyat Sebagai Upaya Rehabilitasi Lahan Kritis dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Prosiding Seminar Pengembangan Hutan Rakyat di Bangkinang Riau, April Fakultas Kehutanan IPB Hutan Rakyat di Jawa : Perannya dalam Perekonomian Desa. Didik Suharjito (Editor). Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor. Kotler, P Manajemen Pemasaran, Edisi Sembilan. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Limbong, W.H. dan P. Sitorus Pengantar Tata Niaga Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi No. 15 Tahun 2003 Tentang Izin Penebangan Pohon Kayu dan Bambu. Kabupaten Sukabumi. Qurniati, R Pemasaran Buah-Buahan Hasil Agroforestry di Propinsi Lampung. Tesis. Fakultas Kehutanan. IPB. Tidak Diterbitkan.

100 81 Rosnawati, E Karakteristik Pemasaran Kayu Hasil Hutan Rakyat di Cianjur Selatan (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Sindangbarang). Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Diterbitkan. Saputra, M.H Analisis Pemasaran Produk Agroforestri Kemiri (Aleurites molluccana) di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Tidak Diterbitkan. Setyawan, H Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon di Kabupaten Sukabumi. Tesis. Pascasarjana IPB. Tidak Diterbitkan. Shausan Analisis Efisiensi Pemasaran Buah Manggis. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Tidak Diterbitkan. Sudiyono, A Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang. Sundawati, L., Nurrochmat, D.R., Puspitaningsih, H., Setyaningsih, L., dan Trison, S Pemasaran Produk-Produk Agroforestry. Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB Bogor dan World Agroforestry Centre (ICRAF).

101

102 82 Lampiran 1. Tabel Data Responden Petani Hutan Rakyat No. Desa Nama Umur Pendidikan Terakhir Anggota Keluarga Luas Lahan (Ha) Produksi Kayu (Tahun) (Sederajat) (Orang) Milik Hutan Rakyat (m 3 /th) 1 Pasirbaru Basri 43 SD 4 1,500 1,000 11,775 (Cisolok) Rizwan 23 SD 3 2,000 0,500 3,140 Uyat 35 SD 3 3,000 0,500 5,103 Saefudin 30 SD 3 3,000 2,000 3,925 Acep 37 SD 4 2,000 1,000 15,700 Ujuy 70 SD 4 1,000 0,500 5,103 Ayat 50 SD 7 1,500 1,000 5,103 Suheri 45 SD 3 0,250 0,250 1,178 Abas 45 SLTA 4 8,000 5,000 5,495 Aceng 45 SD 4 4,000 0,500 10,000 2 Gunung Tanjung Djuanda 49 SLTP 2 4,000 4,000 7,850 (Cisolok) Sugarna 67 SD 6 1,240 1,000 3,925 Mudhi 53 SD 6 1,000 0,500 0,236 Dedi 30 SD 3 1,120 1,000 1,963 Emang 31 SD 4 2,000 1,500 1,963 Umad 45 SD 4 1,500 1,000 4,710 Supanta 44 SD 4 0,660 0,500 3,925 Basri 56 SD 7 2,000 2,000 3,925 Tumin 60 SD 2 2,100 2,000 3,925 Dadan 40 SLTA 4 4,800 4,000 7,850 3 Cijulang Jana 54 SD 4 5,000 4,000 0,500 (Jampangtengah) Eman 55 SLTP 4 0,420 0,200 6,869 Ajum 88 Tidak Ada 8 0,840 0,600 0,438 Rukdi 78 SD 3 1,470 0,960 6,869 Didin 42 SLTP 2 1,460 1,320 6,869 Didi 64 SD 4 0,390 0,240 3,750 Subarna 50 SD 5 1,040 1,000 5,125 Saefudin 50 SD 4 3,040 2,000 6,869 Eman 52 SLTP 4 1,340 1,000 15,700 Pidin 58 SD 2 1,400 1,040 15,700 4 Bojongjengkol Hasyim 67 SD 6 1,600 1,500 5,000 (Jampangtengah) Sumarna 54 SD 3 1,360 0,500 0,438 Najmudin 68 SD 11 1,220 0,800 3,925 Suhaemi 51 SD 4 1,220 1,200 11,775 Nana 58 SLTA 7 0,530 0,280 0,393 Dadar 53 SD 2 1,061 1,000 3,125 Edi 52 SD 5 1,320 0,480 4,307 Didim 61 SD 3 0,860 0,600 4,307 Djaya 57 SD 5 0,600 0,400 5,495 Iig 67 SD 7 0,600 0,400 4,307 Rata-Rata ,836 1,232 5,464 Indeks Herfindahl 0,038

103 83 Lampiran 2. Tabel Data Responden Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat No. Desa Nama Volume Jual Beli (m 3 /bln) 1 Pasirbaru Udin 28,00 Badru 0,75 Sulaiman 3,50 Koni* 5,00 2 Gunung Tanjung Yatna* 10,99 Feri 9,00 Loyang* 8,00 Obin* 8,00 3 Bojongjengkol Bambang 25,00 Unang* 15,00 Dikdik 6,00 Danu 30,00 4 Cijulang Bubun 20,00 Hamami 7,50 Mahfudin 20,00 Handi 11,50 Uud 3,00 Rata-Rata (m 3 /bln) 12,43 Indeks Herfindahl 0,088 Keterangan : * Pedagang pengumpul rekanan

104 84 Lampiran 3. Tabel Data Responden Industri Primer (Penggergajian) Kayu Rakyat No. Spesifikasi Usaha Nama Perusahaan / Pemilik Lokasi Kecamatan Kapasitas Produksi Realisasi Produksi (m 3 /bulan) (m 3 /bulan) 1 Penggergajian Kayu Pertukangan Heriyanto Cisolok CV. Tresna Jaya (Nindin) Cisolok PD. Sri Rahayu (H. Romi) Jampangtengah Rata-Rata (m 3 /bulan) Indeks Herfndahl 0,392 2 Penggergajian Kayu Palet Dikdik Jampangtengah PD. Sari Doa (Engging) Jampangtengah Rata-Rata (m 3 /bulan) ,5 Indeks Herfndahl 0,797 3 Penggergajian Kayu Campuran (Pertukangan dan Palet) Hasan Jampangtengah Amun Jampangtengah Rata-Rata (m 3 /bulan) ,5 Indeks Herfndahl 0,517 4 Penggergajian Kayu Haspel PD. Pancawarna (Irfan) Bojonggenteng Rata-Rata (m3/bulan) Indeks Herfndahl (?) 5 Jasa Penggergajian (Rental) H. Ifah Cisolok Rata-Rata (m 3 /bulan) Indeks Herfndahl (?)

105 85 Lampiran 4. Tabel Data Responden Industri Sekunder (Perakitan) Kayu Rakyat dan Toko Bahan Bangunan A. Industri Sekunder (Perakitan) Kayu Rakyat No. Spesifikasi Usaha Nama Perusahaan / Pemilik Lokasi Kecamatan Realisasi Produksi (m 3 /bulan) 1 Perakitan Palet (Peti Kemas) PD. Karya Mandiri (Nanang)* Parungkuda 39,00 PD. Karya Usaha (H. Didi)* Parungkuda 180,00 Uwoh* Parungkuda 37,50 PD. Lusi Putra (Hendi) Bojonggenteng 22,00 H. Dudut Parakansalak 58,75 Rata-Rata (m 3 /bulan) 67,45 Indeks Herfindahl 0,345 2 Perakitan Haspel (Gulungan Kabel) PD. Pancawarna (Irfan)* Bojonggenteng 216 Rata-Rata (m 3 /bulan) 216 Indeks Herfindahl (?) 3 Pembuatan Mebel PD. Yudi (Yudi) Cisolok 2 PD. Sikembar Jaya (Asep) Jampangtengah 10 Rata-Rata (m 3 /bulan) 6 Indeks Herfindahl 0,722 * Bertindak juga sebagai industri primer (penggergajian) B. Toko Bahan Bangunan No. Nama Perusahaan / Pemilik Lokasi Kecamatan Daya Beli (m 3 /bulan) 1 TB. Setia Abadi (Fendi) Jampangtengah 50,0 2 PD. H. Afit (H. Afit) Cisolok 32,0 3 TB. Abadi (H. Dede) Jampangtengah 10,0 Rata-Rata (m 3 /bulan) 30,7 Indeks Herfindahl 0,428

106 86 Lampiran 5. Tabel Data Biaya Penjualan Kayu Rakyat A. Biaya Penjualan Dalam Bentuk Pohon Berdiri, Kayu Bulat dan Kayu Gergajian Oleh Petani Hutan Rakyat No. Jenis Biaya Satuan Harga Jumlah Jumlah Persentase Satuan Satuan Biaya Biaya (Rp) (Per Thn) (Rp/Thn) (%) A. Pohon Berdiri 1 Pembelian Bibit dan Pengelolaan ,00 Jumlah ,00 B. Kayu Bulat 1 Pembelian Bibit dan Pengelolaan ,99 2 Administrasi Desa ,25 3 Transportasi dan Pengurusan Izin ,00 4 Retribusi Surat Izin Tebang (SIT) m , ,75 5 Penebangan m , ,18 6 Penyaradan m , ,18 7 Muat-Bongkar (Kayu Bulat) m , ,73 8 Pengangkutan (Tpn ke Konsumen) Rit (Truck) ,94 Jumlah ,00 C. Kayu Gergajian 1 Pembelian Bibit dan Pengelolaan ,15 2 Administrasi Desa ,07 3 Transportasi dan Pengurusan Izin ,29 4 Retribusi Surat Izin Tebang (SIT) m , ,50 5 Penebangan m , ,51 6 Penyaradan m , ,51 7 Muat-Bongkar (Kayu Bulat) m , ,50 8 Pengangkutan (Tpn ke Rental) Rit (Truck) ,17 9 Penggergajian (R = 60%) m , ,27 10 Penyusutan Kayu (R = 60%) m , ,61 11 Muat-Bongkar (Kayu Gergajian) m , ,50 12 Pengangkutan (Rental ke Konsumen) Rit (Pickup) ,92 Jumlah ,00 B. Biaya Penjualan Dalam Bentuk Kayu Bulat dan Kayu Gergajian Oleh Pedagang Pengumpul Kayu Rakyat No. Jenis Biaya Satuan Harga Jumlah Jumlah Persentase Satuan Satuan Biaya Biaya (Rp) (Per Bln) (Rp/Bln) (%) A. Kayu Bulat 1 Pemb. Pohon Berdiri dari Petani Phn (0,63 m 3 ) ,86 2 Administrasi Desa ,05 3 Transportasi dan Pengurusan Izin ,22 4 Retribusi Surat Izin Tebang (SIT) m , ,86 5 Penebangan m , ,92 6 Penyaradan m , ,92 7 Muat-Bongkar (Kayu Bulat) m , ,31 8 Angkut (Tpn ke Konsumen) Rit (Truck) ,86 Jumlah ,00 B. Kayu Gergajian 1 Pemb. Pohon Berdiri dari Petani Phn (0,63 m 3 ) ,26 2 Administrasi Desa ,02 3 Transportasi dan Pengurusan Izin ,09 4 Retribusi Surat Izin Tebang (SIT) m , ,37 5 Penebangan m , ,48 6 Penyaradan m , ,48 7 Muat-Bongkar (Kayu Bulat) m , ,83 8 Pengangkutan (Tpn ke Rental) Rit (Truck) ,88 9 Penggergajian (R = 60%) m , ,22 10 Penyusutan Kayu (R = 60%) m , ,35 11 Muat-Bongkar (Kayu Gergajian) m , ,10 12 Angkut (Rental ke Konsumen) Rit (Truck) ,94 Jumlah ,00

107 87 C. Biaya Penjualan Industri Primer (Penggergajian) Kayu Pertukangan dan Palet Serta Biaya Operasional Industri Jasa Penggergajian (Rental) No. Jenis Biaya Satuan Harga Jumlah Jumlah Persentase Satuan Satuan Biaya Biaya (Rp) (Per Bln) (Rp/Bln) (%) A. Industri Primer (Penggergajian) Kayu Pertukangan 1 Pemb. Kayu Bulat dari Pedagang Pengumpul m ,29 2 Solar Liter ,07 3 Oli Liter ,13 4 Oli Gemuk Kaleng (± 70 g) ,06 5 Buruh Gesek (R = 60%) m ,24 6 Helper (2 Orang) Hari ,77 7 Pengukur (1 Orang) Hari ,88 8 Penyusutan Kayu (R = 60%) m ,15 9 Penyusutan Mesin Gergaji (Masa Pakai 10 Thn) Unit ,24 10 Penyusutan Gergaji (Masa Pakai 1 Tahun) Rol ,10 11 Pemeliharaan Gergaji (Titik Baja, Asah) Rol ,34 12 Muat-Bongkar (Kayu Gergajian) m ,71 13 Pengangkutan (Ke Konsumen) Rit (Truck) ,02 Jumlah ,00 B. Industri Primer (Penggergajian) Kayu Palet 1 Pemb. Kayu Bulat dari Pedagang Pengumpul m , ,22 2 Solar Liter ,36 3 Oli Liter ,10 4 Oli Gemuk Kaleng (± 70 g) ,05 5 Buruh Gesek (R = 60%) m , ,94 6 Helper (2 Orang) Hari ,27 7 Pengukur (1 Orang) Hari ,64 8 Penyusutan Kayu (R = 60%) m ,67 9 Penyusutan Mesin Gergaji (Masa Pakai 10 Thn) Unit ,17 10 Penyusutan Gergaji (Masa Pakai 1 Tahun) Rol ,07 11 Pemeliharaan Gergaji (Titik Baja, Asah) Rol ,24 12 Muat-Bongkar (Kayu Gergajian) m , ,11 13 Pengangkutan (Ke Konsumen) Rit (Truck) ,15 Jumlah ,00 C. Industri Jasa Penggergajian (Rental) 1 Solar Liter ,58 2 Oli Liter ,83 3 Oli Gemuk Kaleng (± 70 g) ,86 4 Buruh Gesek (R = 60%) m ,41 5 Helper (1 Orang) Hari ,01 6 Penyusutan Kayu (R = 60%) m ,17 7 Penyusutan Mesin Gergaji (Masa Pakai 10 Thn) Unit ,24 8 Penyusutan Gergaji (Masa Pakai 1 Tahun) Rol ,33 9 Pemeliharaan Gergaji (Titik Baja, Asah) Rol ,57 Jumlah ,00 D. Biaya Penjualan Industri Sekunder (Perakitan) Palet No. Jenis Biaya Satuan Harga Jumlah Jumlah Persentase Satuan Satuan Biaya Biaya (Rp) (Per Bln) (Rp/Bln) (%) A. Industri Sekunder (Perakitan) Palet 1 Pemb. Kayu Gerg. dari Industri Peng. Kayu Palet m , ,49 2 Paku Dus ,27 3 Listrik Bulan ,53 4 Tenaga Kerja (11 Orang) Hari ,48 5 Pengangkutan dan Muat-Bongkar (Ke Konsumen) Rit (Truck) ,24 Jumlah ,00 B. Industri Pembuatan Mebel 1 Telepon Bulan ,19 2 Pemb. Kayu Gerg. dari Ind. Peng. Kayu Pertukangan m ,41 3 Listrik Bulan ,79 4 Tenaga Kerja (2 Orang) Hari ,45 5 Pengangkutan dan Muat-Bongkar (Ke Konsumen) Rit (Pickup) ,58 6 Pembelian dan Penyusutan Alat-Alat ,58 Jumlah ,00

108 88 E. Biaya Penjualan Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Palet No. Jenis Biaya Satuan Harga Jumlah Jumlah Persentase Satuan Satuan Biaya Biaya (Rp) (Per Bln) (Rp/Bln) (%) A. Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Pertukangan 1 Pemb. Kayu Bulat dari Pedagang Pengumpul m Solar Liter Oli Liter Oli Gemuk Kaleng (± 70 g) Buruh Gesek (R = 60%) m Helper (2 Orang) Hari Pengukur (1 Orang) Hari Penyusutan Kayu (R = 60%) m Peny. Mesin Gergaji (Masa Pakai 10 Thn) Unit Penyusutan Gergaji (Masa Pakai 1 Tahun) Rol Pemeliharaan Gergaji (Titik Baja, Asah) Rol Paku Dus Listrik Bulan Tenaga Kerja (15 Orang) Hari Angkut dan Muat-Bongkar (Ke Konsumen) Rit (Truck) Jumlah B. Industri Rangkap (Penggergajian dan Perakitan) Kayu Palet 1 Pemb. Kayu Bulat dari Pedagang Pengumpul m Solar Liter Oli Liter Oli Gemuk Kaleng (± 70 g) Buruh Gesek (R = 60%) m Helper (2 Orang) Hari Pengukur (1 Orang) Hari Penyusutan Kayu (R = 60%) m Peny. Mesin Gergaji (Masa Pakai 10 Thn) Unit Penyusutan Gergaji (Masa Pakai 1 Tahun) Rol Pemeliharaan Gergaji (Titik Baja, Asah) Rol Paku Dus Listrik Bulan Tenaga Kerja (16 Orang) Hari Angkut dan Muat-Bongkar (Ke Konsumen) Rit (Truck) Jumlah F. Biaya Penjualan Toko Bahan Bangunan No. Jenis Biaya Satuan Harga Jumlah Jumlah Persentase Satuan Satuan Biaya Biaya (Rp) (Per Bulan) (Rp/Bulan) (%) 1 Pembelian Kayu Gergajian dari Industri m , ,66 Penggergajian Kayu Pertukangan 2 Pengangkutan (Ke Konsumen) Rit (Pickup) ,34 Jumlah ,00

109 89 Lampiran 6. Tabel Data Marjin dan Efisiensi Pemasaran A. Marjin dan Efisiensi Pemasaran Produk Kayu Pertukangan pada Setiap Saluran Pemasaran Uraian Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Petani Biaya (B) , , , , , ,56 Keuntungan (K) , , , , , ,96 Farmer Share , , , , , ,51 Harga Jual , , , , , ,51 K/B 0,44 0,44 0,44 1,73 1,73 1,73 Pedagang Pengumpul Harga Beli (H) Biaya (B) Keuntungan (K) Marjin Harga Jual K/(B+H) Industri Penggergajian Kayu Pertukangan Harga Beli (H) , , ,51 Biaya (B) , , ,18 Keuntungan (K) , , ,78 Marjin , , ,96 Harga Jual , , ,48 K/(B+H) 0,18 0,18 0,18 Toko Bahan Bangunan Harga Beli (H) , ,48 Biaya (B) , ,33 Keuntungan (K) , ,20 Marjin , ,52 Harga Jual , ,00 K/(B+H) 0,71 0,03 Industri Mebel Harga Beli (H) , ,95 Biaya (B) , ,83 Keuntungan (K) , ,22 Marjin , ,05 Harga Jual , ,00 K/(B+H) 0,68 0,22 Total Biaya (B) , , , , , ,07 Total Keuntungan (K) , , , , , ,93 Total (Marjin + Farmer Share) , , , , , ,00

110 A. Marjin dan Efisiensi Pemasaran Produk Kayu Pertukangan pada Setiap Saluran Pemasaran (Lanjutan) Uraian Saluran 7 Saluran 8 Saluran 9 Saluran 10 Saluran 11 Saluran 12 Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Petani Biaya (B) , , , , , ,27 Keuntungan (K) , , , , , ,18 Farmer Share , , , , , ,45 Harga Jual , , , , , ,45 K/B 26,84 26,84 26,84 26,84 26,84 26,84 Pedagang Pengumpul Harga Beli (H) , , , , , ,45 Biaya (B) , , , , , ,13 Keuntungan (K) , , , , , ,89 Marjin , , , , , ,02 Harga Jual , , , , , ,47 K/(B+H) 0,13 0,13 0,13 0,51 0,51 0,51 Industri Penggergajian Kayu Pertukangan Harga Beli (H) , , ,47 Biaya (B) , , ,10 Keuntungan (K) , , ,38 Marjin , , ,48 Harga Jual , , ,95 K/(B+H) 0,13 0,13 0,13 Toko Bahan Bangunan Harga Beli (H) , ,48 Biaya (B) , ,33 Keuntungan (K) , ,20 Marjin , ,52 Harga Jual , ,00 K/(B+H) 0,59 0,03 Industri Mebel Harga Beli (H) , ,95 Biaya (B) , ,83 Keuntungan (K) , ,22 Marjin , ,05 Harga Jual , ,00 K/(B+H) 0,61 0,22 Total Biaya (B) , , , , , ,33 Total Keuntungan (K) , , , , , ,67 Total (Marjin + Farmer Share) , , , , , ,00 90

111 B. Marjin dan Efisiensi Pemasaran Produk Palet pada Setiap Saluran Pemasaran Uraian Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Saluran 7 Saluran 8 Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Petani Biaya (B) , , , , , , , ,44 Keuntungan (K) , , , , , , , ,92 Farmer Share , , , , , , , ,37 Harga Jual , , , , , , , ,37 K/B 0,96 0,96 0,96 0,96 26,84 26,84 26,84 26,84 Pedagang Pengumpul Harga Beli (H) , , , ,37 Biaya (B) , , , ,18 Keuntungan (K) , , , ,73 Marjin , , , ,90 Harga Jual , , , ,27 K/(B+H) 0,08 0,08 0,08 0,08 Industri Penggergajian Kayu Palet Harga Beli (H) , , , ,27 Biaya (B) , , , ,24 Keuntungan (K) , , , ,89 Marjin , , , ,13 Harga Jual , , , ,40 K/(B+H) 0,07 0,07 0,02 0,02 Industri Perakitan Palet Harga Beli (H) , , , ,40 Biaya (B) , , , ,14 Keuntungan (K) , , , ,30 Marjin , , , ,44 Harga Jual , , , ,83 K/(B+H) 0,09 0,09 0,09 0,09 Industri Rangkap Palet Harga Beli (H) , , , ,27 Biaya (B) , , , ,94 Keuntungan (K) , , , ,63 Marjin , , , ,56 Harga Jual , , , ,83 K/(B+H) 0,13 0,13 0,09 0,09 91

112 B. Marjin dan Efisiensi Pemasaran Produk Palet pada Setiap Saluran Pemasaran (Lanjutan) Uraian Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Saluran 7 Saluran 8 Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Rp/m 3 % Agen Palet Harga Beli (H) , , , ,83 Biaya (B) , , , ,40 Keuntungan (K) , , , ,76 Marjin , , , ,17 Harga Jual , , , ,00 K/(B+H) 0,01 0,01 0,01 0,01 Total Biaya (B) , , , , , , , ,96 Total Keuntungan (K) , , , , , , , ,04 Total (Marjin + Farmer Share) , , , , , , , ,00 92

113 93 Lampiran 7. Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian 1 Lokasi Penelitian 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian terhadap pemasaran kayu rakyat dimulai dari identifikasi karakteristik pelaku pemasaran kayu rakyat yang terdiri dari petani, pedagang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Berdasarkan beberapa teori dalam Tinjauan Pustaka, terdapat lima variabel yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini. Variabel tersebut yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul dan sawmill (industri

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 101 108 ISSN 2407-9049 EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Marketing eficient

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juni 2013 di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. PPN Pekalongan berada dipantai utara

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN Rokhman Permadi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Darwan Ali rokhmanpermadi@gmail.com ABSTRAK Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Rakyat di Kabupaten Ciamis Kabupaten Ciamis merupakan kabupaten yang memiliki kawasan hutan rakyat yang cukup luas di Provinsi Jawa Barat dengan luasan sekitar 31.707

Lebih terperinci

PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KECAMATAN PAMARICAN, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT

PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KECAMATAN PAMARICAN, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT 1 PEMASARAN KAYU RAKYAT DI KECAMATAN PAMARICAN, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT LIA HERLIANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 2 PEMASARAN KAYU RAKYAT DI

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Tembakau merupakan salah satu tanaman yang memberikan kontribusi besar kepada negara Indonesia yaitu sebagai salah satu penghasil devisa negara. Usahatani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai dengan November 2013 di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon yang berada di sebelah timur

Lebih terperinci

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Budidaya

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (pusposive). Alasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada beberapa desa penelitian. Penentuan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju) Analisis Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju) Analysis of Green Mustard Marketing in Balun Ijuk Village, Merawang, Bangka (A case Study of Farmer

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: ERWINA SIREGAR SEP/AGRIBISNIS

SKRIPSI OLEH: ERWINA SIREGAR SEP/AGRIBISNIS ANALISIS SISTEM PEMASARAN SALAK (Studi Kasus : Kecamatan Padangsidempuan Hutaimbaru, Kota Padangsidempuan) SKRIPSI OLEH: ERWINA SIREGAR 030304019 SEP/AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR Oleh : Rosda Malia S.P, M.Si * dan Wisnu Mulyanu Supartin, S.P ** ABSTRAK Pandanwangi adalah

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NAGAWUTUNG KABUPATEN LEMBATA

ANALISIS USAHATANI RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NAGAWUTUNG KABUPATEN LEMBATA 39 Buana Sains Vol 12 No 2: 39-44, 2012 ANALISIS USAHATANI RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NAGAWUTUNG KABUPATEN LEMBATA Asnah 1) dan L. Latu 2) 1)Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Malang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di desa Banjar, Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan pertimbangan bahwa desa tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Enviagro, Jurnal Pertanian dan Lingkungan ISSN 1978-1644 8 ANALISIS PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI TANAMAN KELAPA DI DESA REBO KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Analysis of Household Income from Coconut

Lebih terperinci

STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT EPP. Vol. 9 No.1. 2012 : 30-34 30 STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Marketing Carrot Study (Daucus carota L.) in Citeko Village Cisarua

Lebih terperinci

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analysis Of Self-Help Pattern Of Cocoa Marketing In Talontam Village Benai Subdistrict Kuantan Singingi

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR Faisol Mas ud dan Slamet Hariyanto Fakultas Perikanan Universitas

Lebih terperinci

SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A

SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A SISTEM TATANIAGA KOMODITI SALAK PONDOH DI KABUPATEN BANJARNEGARA, PROPINSI JAWA TENGAH OLEH: ZAKY ADNANY A14105719 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI

ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Oleh : Nur Arifatul Ulya, Edwin Martin, Bambang Tejo Premono dan 1) Andi Nopriansyah ABSTRAK Jati ( Tectona grandis) merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas III. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimum 0,25 ha. Hutan rakyat ini merupakan suatu pengembangan pengelolaan hutan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci