PENENTUAN STATUS TROFIK WADUK KOTO PANJANG PROPINSI RIAU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN BEBERAPA PARAMETER LINGKUNGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN STATUS TROFIK WADUK KOTO PANJANG PROPINSI RIAU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN BEBERAPA PARAMETER LINGKUNGAN"

Transkripsi

1 PENENTUAN STATUS TROFIK WADUK KOTO PANJANG PROPINSI RIAU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN BEBERAPA PARAMETER LINGKUNGAN ANDI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANEJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Penentuan Status Trofik Waduk Koto Panjang Propinsi Riau Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Beberapa Parameter Lingkungan adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2010 Andi Rahman C

3 RINGKASAN Andi Rahman. C Penentuan Status Trofik Waduk Koto Panjang Propinsi Riau Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Beberapa Parameter Lingkungan. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan Adriani Sri Nastiti. Waduk Koto Panjang terletak di Kabupaten Kampar Propinsi Riau dan sebagian di Sumatera Barat. Pemanfaatan dan pembukaan lahan di sekitar Waduk Koto Panjang telah menyebabkan terjadinya pengkayaan nutrien berlebih khususnya N dan P yang diakibatkan oleh penggunaan pupuk yang digunakan di daerah pertanian dan perkebunan serta buangan limbah rumah tangga yang terbawa aliran sungai atau aliran permukaan (run-off) ke dalam waduk. Informasi mengenai status trofik di Waduk Koto Panjang diperlukan agar dapat menunjang kegiatan pengelolaan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status trofik perairan Waduk Koto Panjang berdasarkan kandungan klorofil-a dan beberapa parameter lingkungan. Penelitian ini dilakukan di Waduk Koto Panjang pada bulan Maret, Juni, dan Desember 2007 dan setiap bulan pengamatan dilaksanakan selama satu minggu. Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada daerah masukan air yang terdapat di Waduk Koto Panjang. Lokasi pengambilan contoh air dilakukan di enam titik, yaitu Muara Takus, Koto Tuo, Pongkey, Gulamo, Osang, dan Muara Batang Mahat. Parameter lingkungan yang diambil adalah suhu air, kecerahan, ph, nitrat, dan ortofosfat meliputi beberapa kedalaman: permukaan; 2 m; 4 m; 8 m; dan dasar perairan yang disesuaikan dengan kedalaman setiap stasiun. Pengambilan contoh air untuk pengukuran klorofil-a dilakukan pada daerah eufotik secara komposit. Analisa data dengan membandingkan hasil perhitungan beberapa parameter lingkungan dan kandungan klorofil-a terhadap kunci kriteria trofik serta uji analisa koefisien korelasi peringkat Spearman antara beberapa parameter lingkungan dengan klorofil-a pada kedalaman eufotik. Berdasarkan hasil pengukuran kandungan klorofil-a dan beberapa parameter lingkungan, status trofik Waduk Koto Panjang tergolong belum stabil yang berubah dari oligotrof ke eutrof. Hasil uji analisa koefisien korelasi peringkat Spearman pada taraf nyata α = 0.05 menunjukkan hubungan dengan tingkat keeratan yang rendah antara kecerahan, ph, dan nitrat dengan kandungan klorofil-a, sedangkan antara ortofosfat dengan kandungan klorofil-a menunjukkan hubungan dengan tingkat keeratan yang kuat.

4 PENENTUAN STATUS TROFIK WADUK KOTO PANJANG PROPINSI RIAU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN BEBERAPA PARAMETER LINGKUNGAN ANDI RAHMAN C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANEJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Penentuan Status Trofik Waduk Koto Panjang Propinsi Riau Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Beberapa Parameter Lingkungan : Andi Rahman : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP Dra. Adriani Sri Nastiti, MS NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal Ujian: 1 Juli 2010

6 PRAKATA Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Penentuan Status Trofik Waduk Koto Panjang Propinsi Riau Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Beberapa Parameter Lingkungan; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret, Juni, dan Desember 2007, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada almarhum Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA sebagai pembimbing pertama sebelumnya yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitianini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Oktober 2010 Penulis

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Dra. Adriani Sri Nastiti, MS, masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi dan akademik yang telah banyak memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini serta atas izin yang bersangkutan, sehingga penulis dapat bergabung dalam penelitian Rehabilitasi Populasi Ikan di Waduk Koto Panjang (Riau) bersama Loka Riset Pemacuan Stok Ikan (LRPSI), Jatiluhur, Purwakarta. 2. Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan program S1, atas saran, nasehat, dan perbaikan yang diberikan. 3. Tim peneliti Loka Riset Pemacuan Stok Ikan atas kebersamaan dan bantuannya selama pengambilan contoh air di Waduk Koto Panjang. 4. Staf Laboratorium Kimia Loka Riset Pemacuan Stok Ikan yang telah banyak membantu selama proses analisis contoh air hingga terselesaikan dengan lancar. 5. Para staf Tata Usaha MSP yang sangat saya banggakan, terutama Mba Widar atas arahan dan kesabarannya. 6. Keluarga tercinta, Ibu, Ayah, Uda, M U, dan Ade atas doa, kasih sayang, dukungan dan motivasinya. 7. Istri tercinta Hanni Nurhayati dan keluarga mertua atas doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasinya. 8. Teman-teman MSP 40 atas kebersamaan dan kekompakan selama menempuh pendidikan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 9. Dr. Rusli Rustam, M.Si atas dukungan dan motivasinya hingga penyelesaian skripsi ini serta atas ajakan dan bimbingannya untuk menjalankan perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru, pada tanggal 12 Juni 1984 dari pasangan Bapak Asman dan Ibu Ratnawilis. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN 017 Tanah Datar, Pekanbaru Riau (1997), SLTPN 4 Pekanbaru (2000) dan SMUN 1 Pekanbaru (2003). Pada tahun 2003 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Ekologi Perairan (2005/2006) serta aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan sebagai Staf Departemen Kebijakan Daerah BEM-KM IPB ( ), Staf Departemen Kebijakan Perikanan dan Politik BEM-FPIK ( ), Ketua Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau (IKPMR) Bogor ( ). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Penentuan Status Trofik Waduk Koto Panjang Propinsi Riau Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Beberapa Parameter Lingkungan.

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Waduk Koto Panjang Tingkat Kesuburan Perairan Parameter Lingkungan Suhu air Kecerahan ph Nitrat Ortofosfat Klorofil-a METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Kerja Penentuan lokasi pengambilan contoh air Pengambilan contoh air Pengukuran parameter Analisa Data HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Waduk Koto Panjang Suhu air Kecerahan ph Nitrat Ortofosfat iii iv v

10 4.2. Deskripsi Status Trofik Waduk Koto Panjang Berdasarkan Klorofil-a Deskripsi Status Trofik Waduk Koto Panjang Berdasarkan Beberapa Parameter Antar Waktu Pengamatan Hubungan Antara Klorofil-a dengan Parameter Lingkungan Hubungan antara kecerahan dengan klorofil-a Hubungan antara ph dengan klorofil-a Hubungan antara nitrat dengan klorofil-a Hubungan antara ortofosfat dengan klorofil-a Upaya Pengelolaan Waduk Koto Panjang KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 36

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kondisi penggunaan lahan di Waduk Koto Panjang tahun 2003 (PPLH UNRI 2004 in Nur 2006) Parameter, metode, dan alat yang digunakan (APHA 1989) Kunci kriteria trofik parameter lingkungan (kecerahan, ph, nitrat, dan ortofosfat) dan klorofil-a Nilai ph perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Kandungan nitrat perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Kandungan ortofosfat perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Karakteristik dan status trofik beberapa perairan Status trofik Waduk Koto Panjang berdasarkan beberapa parameter antar waktu pengamatan... 27

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema perumusan masalah status trofik di Waduk Koto Panjang Peta Lokasi Penelitian (Nastiti et al. 2007) Suhu perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan Nilai kecerahan perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Nilai ph perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan Kandungan nitrat perairan berdasarkan kedalaman pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Kandungan ortofosfat perairan berdasarkan kedalaman pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Kandungan klorofil-a perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Zonasi buffer zone perairan (USDA 1997) (a) Skema proses eutrofikasi di danau eutrof, (b) Skema proses biomanipulasi di danau eutrof (Jayaweera dan Takashi 1995)... 31

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data pengamatan kualitas air Waduk Koto Panjang Data pengamatan kualitas air Waduk Koto Panjang pada kedalaman eufotik Gambar lokasi stasiun pengamatan Lokasi pengambilan contoh air Foto alat-alat yang digunakan Prosedur analisa parameter yang diamati (APHA 1989) Uji analisa koefisien korelasi peringkat Spearman... 46

14 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan waduk merupakan perairan danau buatan (man-made lake) dengan cara membendung aliran sungai sehingga terjadi perubahan ekosistem mengalir (riverine ecosystem) ke ekosistem tergenang (lacustrine ecosystem). Perubahan ekosistem ini akan mengakibatkan berubahnya kondisi fisika, kimia, dan biologi perairan, yang selanjutnya akan terjadi suksesi ekologi. Waduk Koto Panjang yang terletak di Kabupaten Kampar Propinsi Riau dan sebagian di Sumatera Barat, merupakan hasil pembendungan beberapa sungai, yaitu Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri, Sungai Batang Mahat, Sungai Gulamoh, dan Sungai Tapung Air Tiris, dengan luas genangan sekitar Ha. Waduk Koto Panjang yang dibangun pada tahun 1993 mulai digenangi tahun 1996 dan resmi dioperasikan pada tahun 1997 (PLN 2000 in Hatta 2007). Waduk Koto Panjang ini memiliki fungsi utama sebagai PLTA, sedangkan fungsi waduk lain sebagai irigasi, wisata, dan perikanan (Nur 2006). Keberlangsungan fungsi suatu waduk sangat tergantung pada kondisi atau keadaan lahan di sekitar daerah tangkapan air. Di sekitar Waduk Koto Panjang pada saat ini sudah banyak mengalami perubahan tata guna lahan, yaitu dari hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, pemukiman dan lahan terbuka akibat adanya pembukaan lahan baru dan penebangan liar. Berdasarkan penelitian Nur (2006) diketahui bahwa sebagian besar dari luas buffer zone (daerah pelindung) Waduk Koto Panjang telah mengalami pembukaan, yaitu sekitar 320,62 ha untuk perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit 287,36 ha dan 33,26 ha tanaman padi dengan luas total buffer zone waduk sebesar 674,32 ha. Selain itu, kawasan hutan lindung yang meliputi hutan lindung Bukit Suligi dan Cagar Alam Bukit Bungkuk yang berlokasi di bagian selatan Waduk Koto Panjang juga mulai mendapat tekanan yang meliputi pembukaan lahan baru untuk kegiatan pertanian dan perkebunan dan illegal logging. Pemanfaatan dan pembukaan lahan tersebut akan menyebabkan terjadinya pengkayaan nutrien yang berlebih khususnya N dan P. Pengkayaan nutrien ini diakibatkan oleh penggunaan pupuk yang digunakan di daerah pertanian dan perkebunan serta buangan limbah rumah tangga yang terbawa aliran sungai atau

15 2 aliran permukaan (run-off) ke dalam waduk. Pengkayaan nutrien yang berlebih ini akan memacu terjadinya proses eutrofikasi yang mengakibatkan ledakan massal fitoplankton dan selanjutnya perairan menjadi anoksik sehingga akan berpengaruh negatif terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Kandungan klorofil-a sering dihubungkan dengan produktivitas primer untuk menduga tingkat eutrofikasi perairan (Vollenweider in Nur 2006). Klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi tumbuhan yang ada di perairan khususnya fitoplankton. Sel tubuh fitoplankton yang mengandung klorofil-a memungkinkan organisme ini mampu melakukan proses fotosintesis, yaitu proses perubahan zat-zat anorganik menjadi zat-zat organik dengan bantuan sinar matahari. Kandungan klorofil-a tergantung pada jumlah fitoplankton karena klorofil-a merupakan bagian dari fitoplankton tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, antara lain cahaya matahari, nutrien, suhu, serta struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton Perumusan Masalah Meningkatnya pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Koto Panjang seperti pembukaan lahan pertanian dan perkebunan, pemukiman, dan penebangan hutan telah meningkatkan jumlah nutrien terutama N (dalam bentuk NO - 3 ) dan P (dalam bentuk PO 3-4 ) yang masuk ke perairan. Peningkatan nutrien ini diakibatkan oleh penggunaan pupuk pada lahan pertanian dan perkebunan serta buangan limbah rumah tangga berupa bahan organik, anorganik, dan padatan tersuspensi yang terbawa aliran sungai atau aliran permukaan (run-off) ke dalam waduk. Peningkatan nutrien N dan P yang melebihi kebutuhan normal dan terus-menerus akan memacu proses eutrofikasi yang mengakibatkan ledakan massal fitoplankton dan selanjutnya perairan menjadi anoksik sehingga akan berpengaruh negatif terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Tingkat eutrofikasi yang terjadi pada suatu perairan biasanya dinyatakan dengan status trofik. Salah satu parameter yang dapat digunakan dalam penggolongan status trofik yaitu kandungan klorofil-a. Kandungan klorofil-a yang merupakan produk utama peningkatan produktivitas primer dalam rangkaian rantai makanan dihasilkan melalui proses fotosintesis. Laju fotosintesis dipengaruhi oleh

16 3 beberapa faktor, antara lain cahaya matahari, suhu, nutrien, struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton. Kondisi perairan yang baik akan mendukung pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air. Oleh karena itu, informasi mengenai status trofik di Waduk Koto Panjang diperlukan untuk pengelolaan selanjutnya. Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 1. Ekosistem Mengalir Ekosistem Tergenang Proses fotosintes Klorofil-a Fitoplankton Kualitas air Status trofik Nutrien N, P Beban masukan - run-off lahan - limbah rumah tangga Penguraian INPUT PROSES OUTPUT Gambar 1. Skema perumusan masalah status trofik di Waduk Koto Panjang 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status trofik Waduk Koto Panjang Propinsi Riau berdasarkan kandungan klorofil-a dan beberapa parameter lingkungan (kecerahan, ph, nitrat, dan ortofosfat).

17 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi untuk kepentingan pengelolaan potensi sumberdaya perairan di Waduk Koto Panjang Propinsi Riau.

18 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Waduk Koto Panjang Waduk Koto Panjang terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Secara geografis, Waduk Koto Panjang terletak antara ,4 Lintang Utara dan , ,5 Bujur Timur. Sedangkan secara administratif, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bangkinang, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, sebelah barat berbatasan Kecamatan Rokan IV Koto, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kampar Kiri. Bentuk Waduk Koto Panjang dapat digolongkan pada waduk dengan bentuk dendritic (anak sungai menyebar). Waduk Koto Panjang mendapat masukan air utama dari Sungai Kampar dan Sungai Batang Mahat dengan hulu berada di Provinsi Sumatera Barat. Secara umum kondisi hidrologi tersebut sangat dipengaruhi oleh hutan di daerah hulu (Sumatra Barat) dan hutan lindung Bukit Suligi serta cagar alam Bukit Bungkuk (Propinsi Riau). Di sekitar waduk pada saat ini sudah banyak mengalami perubahan fungsi dari hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, pemukiman dan lahan terbuka akibat adanya pembukaan lahan baru dan penebangan liar. Kondisi penggunaan lahan di daerah tangkapan air Waduk Koto Panjang tahun 2003 terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi tata guna lahan di sekitar Waduk Koto Panjang tahun 2003 (PPLH UNRI 2004 in Nur 2006) No Jenis penggunaan lahan Luas (km 2 ) Persentase (%) 1 Hutan 997, Belukar 431, Kebun campuran 672, Tanaman budidaya 496, Lahan terbuka 659, Terbangun 72, Jumlah Waduk Koto Panjang berada pada ketinggian m dpl dengan luas sebesar ha, volume air sebesar 1,545 x 10 6 m 3, tinggi muka air maksimum sebesar 83,784 m, tinggi muka air minimum sebesar 74,836 m, dan luas daerah tangkapan air 333,7 km 2. Suhu udara rata-rata dalam setahun 27,95 C sementara

19 6 curah hujan rata-rata adalah 267 mm/bulan atau mm/tahun dengan tingkat kelembaban udara berkisar antara % (Nastiti et al. 2007; Nur 2006) Tingkat Kesuburan Perairan Kesuburan perairan waduk secara alamiah umumnya disebabkan oleh pengkayaan unsur hara yang dibawa oleh aliran sungai dari hasil pencucian lapisan tanah permukaan dari kegiatan pertanian. Proses terjadinya pengkayaan perairan waduk oleh unsur hara berlangsung dalam waktu yang cukup lama, namun proses tersebut dapat dipercepat oleh berbagai aktivitas penduduk di sekitar perairan waduk. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi di sekitar perairan waduk dapat mengganggu keseimbangan lingkungan perairan. Hal ini akan memberikan kontribusi pada laju penambahan zat hara dan limbah organik lainnya yang masuk ke badan air. Jumlah unsur hara yang masuk ke badan perairan biasanya lebih besar dari pemanfaatan unsur hara tersebut oleh biota perairan, sehingga akan terjadi penyuburan yang berlebihan (Ahl 1980 in Nur 2006). Selama masa penggenangan awal waduk, nutrien yang terdapat di perairan berasal dari tanah dan bahan organik lainnya yang menghasilkan kesuburan perairan. Spesies ikan yang berhasil beradaptasi akan meningkat populasinya. Pada awal penggenangan populasi ikan meningkat seiring dengan peningkatan kesuburan. Pada saat fase pemantapan (maturity) populasi ikan dan organisme makanan telah beradaptasi dengan kesuburan yang permanen dan keseimbangan nutrien yang merupakan hasil dari inflow, outflow, dan run-off (Bhukaswan 1980 in Costa-Pierce 1997). Produktivitas perairan waduk dapat berbeda untuk waduk yang berbeda dan berfluktuasi dari tahun ke tahun pada waduk yang sama, bergantung pada kondisi fisika-kimia perairan, ketersediaan makanan, serta pemanfaatan bahan makanan tersebut (Bhukaswan 1980 in Sukimin 1995). Berdasarkan ekosistemnya, sebagian produktivitas dan kualitas perairan waduk dikontrol oleh kuantitas dan kualitas muatan hara (Thornton et al. 1990). Produktivitas perairan waduk umumnya didominasi oleh golongan fitoplankton (Suwignyo 1996). Tingkat kesuburan perairan adalah deskripsi kualitatif yang menyatakan konsentrasi hara yang terdapat dalam suatu badan air (Henderson-Seller dan Markland 1987). Penggolongan tingkat kesuburan suatu perairan biasanya

20 7 dinyatakan dengan status tropik. Parameter yang digunakan dalam penggolongan status tropik diantaranya adalah kandungan klorofil-a, kecerahan air, laju penurunan oksigen di zona hipolimnetik, kandungan hara, densitas algae, dan spesies indikator, atau gabungan dari parameter-parameter tersebut. Vollenweider (1976) in Nur (2006) menjelaskan bahwa kepekatan klorofil-a sering dihubungkan dengan produktivitas primer untuk menduga tingkat eutrofikasi perairan danau. Selanjutnya Golterman (1975) in Nur (2006) menyatakan bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan mempunyai hubungan yang erat dengan konsentrasi PO 4 -P dan NO 3 -N. Gejala peningkatan P dan N yang masuk ke dalam perairan akan meningkatkan biomassa fioplankton. Peningkatan yang melebihi kebutuhan normal dan terus-menerus akan menyebabkan keadaan perairan yang terlalu subur atau eutrofikasi yang pada akhirnya akan menyebabkan blooming algae. Pada umumnya perairan waduk pada awal terjadinya mempunyai tingkat kesuburan rendah (oligotrof). Seiring dengan waktu, maka tingkat kesuburan perairan akan berubah menjadi mesotrof, dan selanjutnya menjadi eutrof (Henderson-Seller dan Markland 1987) Parameter Lingkungan Suhu air Suhu air sangat dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang jatuh ke permukaan air, sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian masuk ke perairan yang disimpan dalam bentuk energi (Welch 1952). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian air dari permukaan laut, waktu penyinaran dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Penstrataan panas dapat terjadi yang disebabkan oleh sinar matahari yang memanaskan permukaan air. Dalam keadaan ini, epilimnion dan hipolimnion dapat memperlihatkan ciri-ciri fisik-kimiawi yang berbeda. Tetapi pada perairan tropik suhu relatif tinggi (>25 C) sepanjang tahun, menunjukkan kondisi yang relatif stabil dan umumnya jarang terjadi gejala stratifikasi. Stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan meteorologi dan sifat setiap pertukaran panas, pangadukan,

21 8 pemasukan atau pengeluaran air, dan bentuk, ukuran, serta letak waduk (Goldman dan Horne 1983). Suhu air merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi kehidupan organisme perairan. Di dalam perairan, suhu air dapat mempengaruhi produktivitas primer perairan. Dengan meningkatnya suhu yang masih dapat ditolerir oleh organisme nabati, akan diikuti oleh kenaikan derajat metabolisme dan aktifitas fotosintesis yang ada di dalamnya. Dengan demikian suhu air erat kaitannya dengan pembentukan produktivitas primer di suatu perairan (Schwoerbel 1987 in Musa 1992). Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Menurut Effendi (2003), kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah C Kecerahan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan suatu perairan dipengaruhi oleh kekeruhan dan warna perairan tersebut, semakin tinggi kecerahan suatu perairan maka akan semakin tinggi daya penetrasi cahaya matahari sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung dalam lapisan yang tebal. Pada perairan alami kecerahan sangat erat hubungannya dengan fotosintesis. Kecerahan dapat digunakan untuk menentukan tingkat produktifitas primer suatu perairan (Odum 1971). Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan, memerlukan cahaya matahari untuk fotosintesis. Dalam suatu perairan, fotosintesis meningkat sejalan dengan meningkatnya intensitas cahaya. Namun, pada lapisan permukaan laju fotosintesis adalah kecil karena pengaruh sinar matahari yang terlalu kuat. Semakin dalam, laju fotosintesis semakin meningkat hingga mencapai maksimum pada kedalaman beberapa meter di bawah permukaan (cahaya optimal). Di bawahnya, laju fotosintesis akan berkurang secara proporsional terhadap intensitas cahaya. Apabila intensitas cahaya yang jatuh di permukaan menurun, misalnya karena cuaca mendung, maka lapisan yang menerima cahaya optimal akan bergerak ke atas hingga diperoleh lapisan optimal di permukaan agar fotosintesis kembali berjalan maksimum. Sejalan dengan itu, tebal lapisan eufotik akan semakin menipis (Baksir 1999 in Octaviany 2005).

22 ph ph merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai ph menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai ph = 7 adalah netral, ph < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan ph > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai nilai ph sekitar 7 8,5. Nilai ph sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika ph rendah (Novotny dan Olem 1994 in Effendi 2003). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Goldman dan Horne (1983) yang menyatakan bahwa besarnya ph dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia, dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur hara dan unsur-unsur kimia itu sendiri. Air yang agak basa (misalnya ph tinggi) dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton (Soeseno in Musa 1992). Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003) menyatakan bahwa ph suatu perairan berakitan erat dengan konsentrasi CO 2 bebas dan nilai alklinitas. Semakin tinggi nilai ph, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas Nitrat Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Keduanya adalah bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang dapat mendapatkan energi dari proses kimiawi. Menurut Novotny dan Olem (1994) in

23 10 Effendi (2003) oksidasi amonia menjadi nitrit dan oksidasi nitrit menjadi nitrat ditunjukkan dalam persamaan reaksi berikut ini: 2 NH O 2 Nitosomonas 2 NO O 2 Nitrobakter 2 NO H H 2 O 2 NO 3 - Kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0.1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrof memiliki kadar nitrat antara 0 1 mg/l, perairan mesotrof memiliki kadar nitrat antara 1 5 mg/l, dan perairan eutrof memiliki kadar nitrat yang berkisar antara >5 50 mg/l (Vollenweider 1969 in Wetzel 1975) Ortofosfat Fitoplankton di perairan umumnya memperoleh unsur P dari senyawa fosforus anorganik (ion ortofosfat). Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri (Fe 2 (PO 4 ) 3 ) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan (Brown 1987 in Effendi 2003). Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu. Pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai ph. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar nitrogen; karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral. Selain itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian yang

24 11 menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi 2003). Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang melimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan (Boney 1989 in Effendi 2003). Vollenweider in Wetzel (1975) menyatakan bahwa kandungan fosfor dalam air menggambarkan karakteristik kesuburan perairan. Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: perairan oligotrof yang memiliki kadar ortofosfat 0,003 0,001 mg/l, perairan mesotrof yang memiliki kadar ortofosfat 0,011 0,003 mg/l, dan perairan eutrof yang memiliki kadar ortofosfat 0,031 0,01 mg/l Klorofil-a Klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi tumbuhan yang ada di perairan khususnya fitoplankton. Dari pigmen fotosintesis, klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton (Parsons et al. 1984). Sementara Cole (1988), menambahkan bahwa klorofil-a merupakan master pigmen Cyanophyceae dan eukaryota yang dibentuk dari fotosintesis. Klorofil-b, Klorofil-c, fikobilin, dan karotenoid hanya sebagai pigmen tambahan. Selain pigmen tersebut, beberapa algae tertentu mengandung pigmen pelengkap seperti xantofil, fikosianin, fikoeritrin dan fikopirin. Peranan pigmen pelengkap tersebut adalah untuk menyadap sinar yang tidak dapat diserap oleh klorofil dan karotenoid. Elektron-elektron pada pigmen tersebut diteruskan pada klorofil untuk diubah menjadi energi kimia yang digunakan dalam proses fotosintesis (Goldman dan Horne 1983). Kandungan klorofil-a secara gradien longitudinal sangat dipengaruhi oleh fisika-kimia dan biologi. Di zona sungai, biomassa cendrung lebih rendah daripada di zona transisi dan lakustrin. Tingginya klorofil-a ini disebabkan oleh pola sirkulasi air yang memberi muatan hara dan diikuti dengan meningkatnya kekeruhan (Carrick et al in Noryadi 1998).

25 12 Menurut Vyhnalek (1994) in Noryadi (1998), biomassa fitoplankton sering diukur sebagai nilai konsentrasi klorofil-a. Penentuan biomassa dengan metode klorofil-a didasarkan pada pengukuran jumlah klorofil-a yang dikandung oleh fitoplankton. Strathmann (1967) in Nontji (1984) mengemukakan bahwa pendekatan ini mempunyai kelebihan karena klorofil-a dimiliki oleh semua fitoplankton. Sedangkan kelemahannya sukar membedakan antara klorofil yang aktif dan non aktif atau produk degradasinya dan komposisi jenis fitoplankton. Kepekatan klorofil-a sering dihubungkan dengan produktivitas primer untuk menduga tingkat eutrofikasi perairan danau (Vollenweider 1976 in Nur 2006). OECD (1982) in Henderson-Sellers dan Markland (1987) menjelaskan tentang kriteria kesuburan berdasarkan kandungan klorofil-a adalah sebagai berikut; kandungan klorofil-a antara 0-4 mg/m 3 merupakan perairan oligotrof, kandungan klorofil-a antara 4-10 mg/m 3 merupakan perairan mesotrof, dan kandungan klorofila antara mg/m 3 merupakan perairan eutrof.

26 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret, Juni, dan Desember 2007 di Waduk Koto Panjang Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Analisis contoh air dilakukan di Laboratorium Kimia, Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, Jatiluhur, Purwakarta Alat dan Bahan Alat dan bahan dalam penelitian merupakan sarana pendukung yang digunakan dalam pengambilan maupun penanganan sampel. Alat yang digunakan pada saat pengambilan contoh air di lokasi penelitian adalah: GPS, Kemmerer Water Sampler, ember volume 10 liter, botol-botol contoh air, dan Water Quality Checker. Alat yang digunakan pada saat analisis contoh air di laboratorium adalah sebagai berikut: pompa vakum, lemari pendingin, Spektrofotometer (UV-160 A, UV Visible Recording Spectrophotometer), neraca analitik, centrifuge Hettich Universal, dan spatula. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air sampel, penyaring Whatman 0,45 µm, aquades, brucine, H 2 SO 4 (pekat), SnCl, aluminium foil, dan aseton 90% serta bahan-bahan kimia lainnya yang mendukung analisis setiap parameter Metode Kerja Penentuan lokasi pengambilan contoh air Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada masukan air yang mengairi Waduk Koto Panjang, yaitu Muara Takus, Koto Tuo, Pongkey, Gulamo, Osang, dan Muara Batang Mahat (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh air secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.

27 14 Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian (Nastiti et al. 2007) Pengambilan contoh air Pengambilan contoh air untuk pengukuran parameter lingkungan di setiap stasiun dilakukan secara vertikal. Penentuan titik secara vertikal ditetapkan sebanyak lima titik kedalaman yang meliputi permukaan; 2 m; 4 m; 8 m; dan dasar perairan). Pengambilan contoh air untuk pengukuran klorofil-a dilakukan di kolom eufotik secara komposit. Kedalaman kolom eufotik diukur dengan menggunakan keping Secchi, yaitu dengan mengalikan 2 kali kecerahan keping Secchi. Hal ini dilakukan sesuai dengan pernyataan Boyd dan Lichkopper (1979) in Basmi (1991) bahwa pada umumnya kedalaman zona eufotik pada perairan yang hangat seperti daerah tropis adalah sekitar 2 kali kecerahan keping Secchi. Pengamatan contoh air dilakukan sebanyak tiga kali, satu kali setiap bulan pengamatan, yaitu pada bulan Maret, Juni, dan Desember Pengambilan contoh air dilakukan berkisar antara pukul WIB. Contoh air diambil dengan Kemmerer Water Sampler kapasitas 2,5 liter, selanjutnya contoh air tersebut didistribusikan untuk analisis klorofil-a sebanyak 250 ml dan untuk analisis nitrat dan orthofosfat sebanyak 250 ml. Contoh air untuk analisis klorofil-a diawetkan dengan MgCO 3, sedangkan untuk nitrat dan ortofosfat disimpan dalam cold box.

28 Pengukuran parameter Parameter fisik, kimiawi, dan biologis perairan yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu yang diukur secara insitu dan di laboratorium. Parameter yang diukur insitu meliputi suhu air, ph, kedalaman perairan, dan kecerahan air, sedangkan parameter lain (nitrat, ortofosfat, dan Klorofil-a) dilakukan di laboratorium. Parameter yang diukur, serta metode pengukuran, dan alat ukur yang dipergunakan disajikan ke dalam Tabel 2. Tabel 2. Parameter, metode, dan alat yang digunakan (APHA 1989) No. Parameter Unit Alat Metode Lokasi Analisa A. Fisika 1. Suhu 0 C Termometer Hg Pemuaian Insitu 2. Kecerahan M Keping Secchi Visual Insitu B. Kimia 1. ph - ph meter Elektroda Insitu 2. Nitrat mg/l Spektrofotometer Brucine Method Laboratorium 3. Ortofosfat mg/l Spektrofotometer Stannous Chlorida Laboratorium C. Biologi 1. Klorofil-a mg/l Spektrofotometer Penghancuran (Aseton) Laboratorium 3.4. Analisa Data Hasil perhitungan parameter lingkungan (kecerahan, ph, nitrat, dan ortofosfat) dan parameter Klorofil-a dibandingkan dengan kunci kriteria trofik yang disajikan kedalam Tabel 3. Hasil tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Untuk mengukur keeratan hubungan antara beberapa parameter lingkungan (kecerahan, ph, nitrat, dan ortofosfat) terhadap klorofil-a pada kedalaman eufotik digunakan uji analisa koefisien korelasi peringkat Spearman (r s ) pada taraf nyata α = 0.05 dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut: H 0 : X tidak mempengaruhi Y H 1 : X mempengaruhi Y Nilai r s +1 atau -1 menunjukkan hubungan yang sempurna antara X dan Y, tanda plus dapat diartikan bahwa pemberian peringkat itu sejalan, sedangkan tanda minus berarti bahwa pemberian peringkat itu bertolak belakang. Bila nilai r s

29 16 mendekati nol, maka kedua peubah tersebut tidak berkorelasi. Berikut ini adalah rumus persamaan koefisien korelasi peringkat Spearman (Walpole 1998): Keterangan: r s = koefisien korelasi peringkat Spearman d i = selisih antara peringkat bagi x i (kecerahan, ph, nitrat, ortofosfat) dan y i (klorofil-a) n = banyaknya pasangan data Tabel 3. Kunci kriteria trofik parameter lingkungan (kecerahan, ph, nitrat, dan ortofosfat) dan klorofil-a Parameter Satuan Status Trofik Nilai Acuan Oligotrof >6 OECD 1982 in Kecerahan m Mesotrof 3-6 Henderson-Sellers dan Eutrofik <3 Markland 1986 Oligotrof 4-5 ph mg/l Mesotrof 5-7 Coesel in Maha 1995 Eutrof 7-9 Nitrat mg/l Oligotrof 0,000-1,000 Vollenweider in Wetzel Mesotrof 1,000-5, Eutrof 5,000-50,000 Ortofosfat mg/l Oligotrof 0,003-0,010 Vollenweider in Wetzel Mesotrof 0,011-0, Eutrof 0,031-0,100 Klorofil-a mg/m 3 Mesotrof 4-10 Henderson-Sellers dan Oligotrof 0-4 OECD 1982 in Eutrof Markland 1986

30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Waduk Koto Panjang Suhu air Suhu air perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan berkisar antara 25,0 32,7 o C, pada bulan Maret 2007 berkisar antara 25,0 32,7 o C, bulan Juni 2007 berkisar antara 25,1 31,2 o C, dan bulan Desember 2007 berkisar antara 25,0 29,9 o C. Suhu air tertinggi di daerah permukaan berkisar antara 26,3 32,7 o C dan terendah berkisar antara 25,0 28,6 o C di daerah dasar perairan (Gambar 3 dan Lampiran 1). Gambar 3 menunjukkan suhu air menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman pada setiap stasiun dan waktu pengamatan. Kecenderungan suhu air yang demikian disebabkan adanya perbedaan intensitas cahaya matahari yang mampu diserap pada setiap kedalaman, seiring dengan bertambahnya kedalaman, pemanasan air oleh sinar matahari akan semakin berkurang. Menurut Henderson-Sellers dan Markland (1987) suhu air yang cenderung tinggi sepanjang tahun, umumnya jarang terjadi pengadukan, dan berada di daerah tropik menjadikan Waduk Koto Panjang berpola oligomictic. Berdasarkan hasil pengamatan, lapisan termoklin tidak terdapat pada perairan Waduk Koto Panjang, karena perubahan suhu setiap penambahan satu meter kedalaman rata-rata kurang dari 1 C. Lapisan termoklin merupakan lapisan yang memiliki perubahan panas dan suhu yang relatif besar secara vertikal, yaitu sekurang-kurangnya terjadi perubahan 1 C setiap penambahan kedalaman satu meter. Lapisan termoklin memungkinkan keadaan perairan lebih stabil (sangat kecil kemungkinan terjadi pengadukan). Kondisi suhu perairan yang didapatkan masih dalam batas toleransi dan merupakan suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Effendi (2003) bahwa kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 C - 30 C. Suhu air dapat mempengaruhi produktivitas primer perairan, dengan meningkatnya suhu yang masih dapat ditolerir oleh organisme nabati, akan diikuti oleh kenaikan derajat metabolisme dan aktifitas fotosintesis yang ada di dalamnya. Menurut Schwoerbel

31 in Musa 1992 suhu air erat kaitannya dengan pembentukan produktivitas primer di suatu perairan. Gambar 3. Suhu perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan Kecerahan Nilai kecerahan perairan yang diperoleh selama pengamatan berkisar antara 0,6 2,0 m, dimana pada bulan Maret 2007 nilai kecerahan berkisar antara 1,4 2,0 m, pada bulan Juni 2007 berkisar antara 1,0 1,8 m, dan pada bulan Desember 2007 berkisar antara 0,6 1,4 m (Gambar 4 dan Lampiran 1). Nilai kecerahan tertinggi diperoleh pada pengamatan bulan Maret 2007 di stasiun Pongkey dan terendah diperoleh pada pengamatan bulan Desember 2007 di stasiun Muara Takus. Rendahnya nilai kecerahan pada pengamatan bulan Desember 2007 di stasiun Muara Takus diduga karena letak stasiun Muara Takus berada pada aliran sungai utama, kedalaman perairan yang dangkal (4 m) memungkinkan terjadinya pengadukan massa air di seluruh lapisan perairan menyebabkan kecerahan perairan menjadi rendah. Selain itu, bulan Desember 2007 merupakan musim hujan, masukan dari

32 19 aliran sungai maupun run-off lebih banyak sehingga perairan menjadi keruh. Berdasarkan kriteria status trofik menurut OECD (1982) in Henderson-Sellers dan Markland (1987), kecerahan perairan Waduk Koto Panjang selama pengamatan yang berkisar antara 0,6 2 m berada dalam status eutrof. Gambar 4. Nilai kecerahan perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan ph Nilai ph perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 1. Gambar 5 menunjukkan nilai ph tertinggi terdapat di daerah permukaan berkisar antara 6,5 7,5 dan terendah pada dasar waduk berkisar antara 5,5 7,0. Nilai ph 5,5 yang diperoleh pada dasar waduk diduga disebabkan oleh konsentrasi CO 2 yang tinggi. Hasil penelitian Nastiti et al. (2007) memperoleh rata-rata konsentrasi CO 2 bebas di dasar perairan pada stasiun dan waktu pengamatan yang sama di Waduk Koto Panjang sebesar 5,6 mg/l. Menurut Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003) ph suatu perairan berakitan erat dengan konsentrasi CO 2 bebas dan nilai alklinitas. Semakin rendah nilai ph, semakin rendah pula nilai alkalinitas dan semakin tinggi kadar karbondioksida bebas. Berdasarkan kriteria status trofik menurut Coesel dalam Maha (1995), ratarata ph pada setiap stasiun dan waktu pengamatan hampir sama yaitu berada dalam status mesotrof.

33 20 Tabel 4. Nilai ph perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Stasiun Maret 2007 Juni 2007 Desember 2007 Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Pongkey 6,0 7,0 6,88 6,0 7,0 6,6 7,0 7,0 7,0 Muara Takus 6,5 7,0 6,75 6,0 7,0 6,8 7,0 7,0 7,0 Koto Tuo 6,5 7,0 6,70 6,5 7,26 6,9 7,0 7,5 7,3 Gulamo 6,0 7,0 6,50 5,5 7,0 6,3 6,5 7,0 6,6 Osang 6,0 6,5 6,20 5,5 6,5 5,9 6,0 7,0 6,5 Batang Mahat 6,0 6,5 6,20 6,0 7,5 7,1 6,5 7,0 6,75 Gambar 5. Nilai ph perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan Nitrat Kandungan nitrat perairan pada setiap stasiun dan kedalaman selama pengamatan disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 1.

34 21 Tabel 5. Kandungan nitrat perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Stasiun Maret 2007 Juni 2007 Desember 2007 Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Pongkey Muara Takus Koto Tuo Gulamo Osang Batang Mahat Menurut Goldman dan Horne (1983) penyebaran nitrat akan berbeda di tiap kedalaman, idealnya kandungan nitrat akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman perairan. Namun dari hasil pengamatan juga diperoleh kandungan nitrat yang semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Kandungan nitrat yang cenderung meningkat seiring bertambahnya kedalaman terdapat pada stasiun Pongkey dan Gulamo. Sedangkan kandungan nitrat yang cenderung menurun seiring bertambahnya kedalaman terdapat pada stasiun Muara Takus, Koto Tuo, Osang, dan Batang Mahat (Gambar 6). Berdasarkan kriteria status trofik yang dikemukakan oleh Vollenweider (1969) in Wetzel (1975), kandungan nitrat rata-rata selama pengamatan berada dalam status oligotrof mesotrof, berturut-turut pada bulan Maret 2007 berada dalam status oligotrof, pada bulan Juni dan Desember 2007 berada dalam status mesotrof. Kandungan nitrat yang berada dalam status oligotrof mesotrof diduga adanya pemanfaatan nitrat yang lebih banyak di permukaan oleh fitoplankton sehingga kandungan nitrat menjadi sedikit (oligotrof mesotrof), sedangkan kandungan nitrat di dasar perairan yang berada dalam status oligotrof mesotrof diduga disebabkan oleh kandungan oksigen terlarut yang sedikit sehingga proses nitrifikasi terhambat. Hasil penelitian Nastiti et al. (2007) memperoleh rata-rata konsentrasi O 2 terlarut di dasar perairan pada stasiun dan waktu pengamatan yang sama di Waduk Koto Panjang sebesar 2,52 mg/l.

35 22 Gambar 6. Kandungan nitrat perairan berdasarkan kedalaman pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Ortofosfat Kandungan ortofosfat perairan pada setiap stasiun dan kedalaman selama pengamatan disajikan pada Tabel 6 dan Lampiran 1. Tabel 6. Kandungan ortofosfat perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Stasiun Maret 2007 Juni 2007 Desember 2007 Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Pongkey Muara Takus Koto Tuo Gulamo Osang Batang Mahat

36 23 Gambar 7 menunjukkan distribusi vertikal kandungan ortofosfat cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman. Hal ini diduga karena fitoplankton yang pada umumnya berada pada kolom perairan bagian atas memanfaatkan ortofosfat untuk pertumbuhannya, sehingga ketersediannya di permukaan perairan cenderung menjadi sedikit. Sedangkan tingginya kandungan ortofosfat di dasar perairan diduga adanya penambahan ortofosfat akibat pelepasan dari sedimen, sehingga kandungan ortofosfat di dasar perairan menjadi lebih besar. Berdasarkan kriteria status trofik yang dikemukakan oleh Vollenweider (1969) in Wetzel (1975), rata-rata kandungan ortofosfat pada setiap waktu pengamatan berada dalam status eutrof. Gambar 7. Kandungan ortofosfat perairan berdasarkan kedalaman pada setiap stasiun dan waktu pengamatan

37 Deskripsi Status Trofik Waduk Koto Panjang Berdasarkan Klorofil-a Kandungan klorofil-a perairan pada setiap stasiun selama pengamatan berkisar antara 4,00 25,52 mg/m 3 dengan rata-rata 9,73 mg/m 3 (Gambar 8 dan Lampiran 1). Pada pengamatan bulan Maret 2007 diperoleh kandungan klorofil-a berkisar antara 2,65 23,84 mg/m 3 dengan rata-rata 11,28 mg/m 3. Pada pengamatan bulan Juni 2007 diperoleh kandungan klorofil-a berkisar antara 2,99 6,33 mg/m 3 dengan ratarata 4,06 mg/m 3. Pada pengamatan bulan Desember 2007 diperoleh kandungan klorofil-a berkisar antara 6,13 25,52 mg/m 3 dengan rata-rata 13,86 mg/m 3. Gambar 8. Kandungan klorofil-a perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Perbedaan kandungan klorofil-a antar waktu pengamatan di atas diduga berkaitan dengan kesuburan perairannya. Berdasarkan uji analisa koefisien korelasi peringkat Spearman (r s ) pada taraf nyata α = 0.05 menunjukkan hubungan yang berbeda nyata antara ortofosfat dengan kandungan klorofil-a. Jika rata-rata kandungan ortofosfat tinggi maka rata-rata kandungan klorofil-a akan ditemukan tinggi pula dan sebaliknya (Lampiran 2). Hasil penelitian Liu et al. (2010) pada Danau Qilu yang sudah eutrof juga menunjukkan bahwa TP memiliki pengaruh yang besar terhadap klorofil-a. Keadaan ini sesuai dengan ciri kesuburan perairan yang dikemukakan oleh Henderson-Sellers dan Markland (1987), perairan yang subur (ortofosfat tinggi) mempunyai jumlah jenis sedikit akan tetapi biomassa

38 25 fitoplanktonnya besar demikian sebaliknya pada perairan yang kurang subur (ortofosfat rendah) mempunyai jumlah jenis yang banyak akan tetapi biomassa fitoplanktonnya kecil. Kohl dan Nicklisch (1988) in Kapsrzak et al. (2008) mengemukakan bahwa biomassa fitoplankton tinggi ditemukan pada alga hijau, menengah pada chromophyta dan rendah pada cyanobacteria. Pada penelitian lain, kondisi yang berbeda dikemukakan oleh Parinet et al. (2004) bahwa konsentrasi fosfat tidak terkait dengan klorofil-a. Hal ini terlihat pada danau dengan biomassa fitoplankton tinggi umumnya ditandai dengan tingkat fosfat yang rendah. Namun kondisi tersebut dapat dijelaskan bahwa ketersediaan fosfat pada danau yang eutrof telah dimanfaatkan oleh fitoplankton sehingga konsentrasinya di perairan menjadi rendah. Berdasarkan kriteria status trofik yang dikemukakan oleh OECD (1982) in Henderson-Sellers dan Markland (1987), rata-rata kandungan klorofil-a di Waduk Koto Panjang pada setiap waktu pengamatan berada dalam status mesotrof eutrof, berturut-turut pada bulan Maret 2007 berada dalam status eutrof, pada bulan Juni 2007 berada dalam status mesotrof dan pada bulan Desember 2007 berada dalam status eutrof. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nur (2006) dan Hatta (2007) juga menunjukkan kandungan klorofil-a telah mencapai eutrof yaitu berturutturut 12 33,9 mg/m 3 dan 18,29 23,21 mg/m 3. Beberapa perairan memiliki karakteristik yang berbeda pada suatu status trofik yang sama. Kondisi ini dapat digambarkan dari penelitian di Danau Froyland dan Danau Aker (Bechmann et al. 2005), Danau Pamvotis (Kagalou et al. 2008), dan Waduk Saladito (Averhoff et al. 2007) yang menunjukkan bahwa perairan tersebut termasuk ke dalam kategori eutrof tetapi memiliki karakteristik perairan yang berbeda. Perbedaan kondisi tersebut disajikan pada Tabel 7.

39 26 Tabel 7. Karakteristik dan status trofik beberapa perairan Jenis Perairan Parameter Danau Froyland Danau Aker Danau Pamvotis Waduk Saladito (Kagalou et al. (Averhoff et (Bechmann et al. 2005) 2008) al. 2007) Fosfat total (mg/l) 0,035 0,057-1,44 PO4-P (mg/l) - - 0,19 - NO3-N (mg/l) - - 0,76 0,7 Klorofil-a (mg/m 3 ) ,23 84,33 Status trofik eutrof eutrof eutrof eutrof Keterangan: - tidak tercantum Danau Froyland dan Danau Aker memiliki konsentrasi fosfat total dan klorofil-a yang lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh masukan eksternal berupa nutrien terutama P. Di sekitar Danau Froyland merupakan daerah pertanian yang didominasi oleh tanaman rumput untuk makanan ternak sapi perah yang digembala. 90% areal pertaniannya diolah dengan cara dibajak. Pada Danau Aker merupakan daerah pertanian yang didominasi oleh tanaman sereal untuk makanan ternak babi, kambing dan unggas. 35% areal pertaniannya diolah dengan cara dibajak. Perbedaan aktifitas pertanian dan cara pengolahan tanah di sekitar danau membuat masukan nutrien terutama P ke dalam danau juga berbeda. Pada Danau Pamvotis, konsentrasi ortofosfat dan klorofil-a yang diperoleh juga dipengaruhi oleh masukan eksternal berupa nutrien terutama P. Penerapan penggunaan pupuk dalam jumlah besar dan bahan kimia pertanian serta buangan limbah domestik telah meningkatkan nutrien terutama P di perairan. Diketahui bahwa sekitar 40% dari daerah tangkapan air digunakan untuk aktifitas pertanian dan peningkatan daerah perkotaan sekitar 26%. Uji analisa korelasi peringkat Spearman pada Danau Pamvotis juga menunjukkan hubungan yang positif antara ortofosfat dan klorofil-a. Pada Waduk Saladito memiliki konsentrasi fosfat total dan klorofil-a yang lebih besar dibandingkan dengan ketiga perairan lainnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh masukan nutrien terutama P ke dalam peraiaran. Sumber utama pencemaran waduk berasal dari limbah perkotaan, rumah potong ayam, dan peternakan, serta

40 27 areal pertanian tebu yang terbawa oleh aliran Sungai Saladito ke dalam waduk. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa tingkat pemanfaatan daerah sekitar danau/waduk akan berpengaruh terhadap status trofik suatu perairan Deskripsi Status Trofik Waduk Koto Panjang Berdasarkan Beberapa Parameter Antar Waktu Pengamatan Status trofik Waduk Koto Panjang berdasarkan beberapa parameter antar waktu pengamatan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Status trofik Waduk Koto Panjang berdasarkan beberapa parameter antar waktu pengamatan Parameter Tahun 2007 Maret Juni Desember Kecerahan Eutrof Eutrof Eutrof ph Mesotrof Mesotrof Mesotrof Nitrat Oligotrof Oligotrof Mesotrof Ortofosfat Eutrof Eutrof Eutrof Klorofil-a Eutrof Mesotrof Eutrof Status Eutrof Mesotrof Eutrof Tabel 8 menunjukkan perubahan status trofik pada setiap bulan pengamatan. Pada bulan Maret 2007 status trofik Waduk Koto Panjang cenderung eutrof, pada bulan Juni 2007 cenderung mesotrof, dan pada bulan Desember 2007 cenderung eutrof. Perubahan status trofik tersebut diduga adanya pengaruh musim, yaitu bulan Maret 2007 merupakan awal musim kemarau, bulan Juni 2007 merupakan musim kemarau, dan bulan Desember 2007 merupakan awal musim hujan. Sehingga masukan nutrien yang berasal dari lahan pertanian dan perkebunan di sekitar Waduk Koto Panjang dan limbah domestik yang terbawa aliran sungai maupun aliran permukaan (run-off) ke dalam waduk cenderung meningkat pada bulan Maret dan Desember Selain itu juga didukung oleh kandungan klorofil-a yang cenderung tinggi pada bulan Maret dan Desember 2007 dibanding bulan Juni Hasil penelitian An dan Seok (2002) juga menunjukkan bahwa hujan telah menyebabkan pembilasan yang cepat dan kekeruhan anorganik yang tinggi sehingga secara tidak langsung mempengaruhi kandungan klorofi-a di perairan. Zapata et al. (2006) mengemukakan bahwa peranan curah hujan terkait dalam proses pencampuran danau. Penurunan suhu dan peningkatan kecepatan angin selama periode hujan akan

41 28 meningkatkan pencampuran lapisan yang kemudian akan meningkatkan konsentrasi pigmen klorofil-a Hubungan Antara Parameter Lingkungan dengan Kandungan Klorofil-a Hubungan antara kecerahan dengan klorofil-a Berdasarkan uji koefisien korelasi peringkat Spearman antara nilai kecerahan dengan klorofil-a diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar -0,309 (Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan hubungan yang kurang erat antara nilai kecerahan dengan kandungan klorofil-a, sedangkan tanda (-) menunjukkan pemberian peringkat yang bertolak belakang, yaitu semakin tinggi nilai kecerahan yang diperoleh maka kandungan klorofil-a akan semakin rendah Hubungan antara ph dengan kandungan klorofil-a Berdasarkan uji koefisien korelasi peringkat Spearman antara ph dengan kandungan klorofil-a diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,12 (Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan hubungan yang kurang erat antara ph dengan kandungan klorofil-a, sedangkan tanda (+) menunjukkan pemberian peringkat yang sejalan, yaitu semakin tinggi nilai ph yang diperoleh maka kandungan klorofil-a akan semakin tinggi pula Hubungan antara nitrat dengan kandungan klorofil-a Berdasarkan uji koefisien korelasi peringkat Spearman antara kandungan nitrat dengan kandungan klorofil-a diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,272 (Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan hubungan yang kurang erat antara ph dengan kandungan klorofil-a, sedangkan tanda (+) menunjukkan pemberian peringkat yang sejalan, yaitu semakin tinggi kandungan nitrat yang diperoleh maka kandungan klorofil-a akan semakin tinggi pula Hubungan antara ortofosfat dengan kandungan klorofil-a Berdasarkan uji koefisien korelasi peringkat Spearman antara kandungan ortofosfat dengan kandungan klorofil-a diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,536 (Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan hubungan yang erat antara ph dengan kandungan klorofil-a, sedangkan tanda (+) menunjukkan pemberian

42 29 peringkat yang sejalan, yaitu semakin tinggi kandungan ortofosfat yang diperoleh maka kandungan klorofil-a akan semakin tinggi pula. 4.5 Upaya Pengelolaan Waduk Koto Panjang Waduk Koto Panjang dibangun pada tahun 1993, mulai digenangi tahun 1996 dan resmi dioperasikan pada tahun 1997(PLN 2000 in Hatta 2007). Relokasi penduduk yang sebelumnya berada pada lokasi yang akan terendam pada saat selesainya pembangunan waduk PLTA Koto Panjang ke daerah tangkapan air waduk telah menyebabkan peningkatan pemanfaatan lahan pada daerah tangkapan air dan di buffer zone waduk oleh masyarakat sehingga menyebabkan hilangnya fungsi daerah tangkapan air dan fungsi buffer zone sebagai sarana untuk mengurangi polusi, penyedia bahan makanan, habitat, estetika, thermal protection bagi ikan dan hewan lainnya, penghambat dan penyaring nutrien serta sedimen yang akan masuk ke badan perairan. Peningkatan pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan pemukiman serta penebangan hutan yang dilakukan masyarakat telah menyebabkan penurunan kualitas perairan yaitu sedimentasi dan eutrofikasi yang merupakan hasil dari akumulasi bahan organik yang terbawa aliran sungai atau aliran permukaan ke dalam waduk. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kecerahan, nutrien (ortofosfat), dan klorofil-a yang mencapai status eutrof pada musim hujan. Hasil penelitian Nur (2006) dan Hatta (2007) juga menunjukkan kandungan klorofil-a telah mencapai eutrof yaitu berturut-turut 12 33,9 mg/m 3 dan 18,29 23,21 mg/m 3. Gambaran kandungan klorofil-a tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan kesuburan perairan dari tahun ke tahun. Peningkatan kesuburan yang terus-menerus dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya dampak yang tidak diinginkan bagi keberlanjutan fungsi waduk, pendangkalan, penurunan kualitas perairan, dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup biota yang mendiami perairan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengelolaan demi keberlanjutan fungsi waduk tersebut diantaranya: 1. Pengelolaan daerah buffer zone waduk sebagai daerah tangkapan air dan daerah pelindung kestabilan eutrofikasi waduk yang mengacu pada USDA (1997). USDA (1997) membagi zonasi buffer zone menjadi tiga bagian yaitu zona yang paling atas dari bagian perairan sebagai zona penyaring dengan rumput (grass

43 30 filter strip), zona pertengahan adalah zona hutan yang dikelola (managed forest), dan zona terakhir adalah zona yang berbatasan langsung dengan perairan sebagai zona hutan alami yang toleran terhadap air (native species if available; little or no wood harvesting; water loving or water tolerant species), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Zonasi buffer zone waduk (USDA 1997) 2. Upaya mengendalikan perkembangan fitoplankton sebagai hasil peningkatan nutrien di perairan melalui biomanipulasi dengan cara introduksi ikan piscivor serta pengurangan atau penghilangan ikan planktivor dan benthivor. Secara alami, ikan piscivor akan memakan ikan planktivor dan benthivor. Namun, untuk mempercepat pengurangan populasi ikan planktivor dan benthivor dapat dilakukan melalui penangkapan. Hasil penelitian Jayaweera dan Takashi (1995) menunjukkan bahwa penurunan kepadatan ikan planktivor dan benthivor akan diikuti oleh penurunan biomassa klorofil-a. Starling et al. (2002) juga mengemukakan peranan ikan nila dalam meningkatkan beban internal P secara langsung melalui P eksresi ikan. Sehingga beban internal P dari eksresi ikan dan pelepasan P dari sedimen dapat memicu peningkatan TP dan klorofil-a di perairan. Skema proses eutrofikasi dan proses biomanipulasi disajikan pada gambar 10.

44 31 (a) More algae Low transparency Less zooplankton More plaktivores&benthivore ss Less light for plant Less vegetation Less macrophytes Less piscivores (b) Less algae High transparency More zooplankton More light for plant Less plaktivores & benthivoress More vegetation More piscivores Gambar 10. (a) Skema proses eutrofikasi di danau eutrof, (b) Skema proses biomanipulasi di danau eutrof (Jayaweera dan Takashi 1995)

45 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Status trofik Waduk Koto Panjang Propinsi Riau berdasarkan kandungan klorofil-a dan beberapa parameter lingkungan tergolong belum stabil yang berubah dari oligotrof ke eutrof. Pada pengamatan bulan Maret 2007 kandungan klorofil-a berkisar antara 2,65 23,84 mg/m 3 dengan rata-rata 11,28 mg/m 3, kecerahan berkisar antara 1,4 2 m dengan rata-rata 1,55 m, ph berkisar antara 6 7,5 dengan rata-rata 6,5, nitrat berkisar antara 0,05 0,25 mg/l dengan rata-rata 0,12 mg/l, dan ortofosfat berkisar antara 0,03 0,11 mg/l dengan rata-rata 0,07 mg/l. Berdasarkan nilai rata-rata di atas, maka kandungan klorofil-a berstatus eutrof, kecerahan berstatus eutrof, ph berstatus mesotrof, nitrat berstatus oligotrof, dan ortofosfat berstatus eutrof. Pada pengamatan bulan Juni 2007 kandungan klorofil-a berkisar antara 2,99 6,33 mg/m 3 dengan rata-rata 4,06 mg/m 3, kecerahan berkisar antara 1 1,8 m dengan rata-rata 1,35 m, ph berkisar antara 5,5 7,5 dengan rata-rata 6,56, nitrat berkisar antara 0,36 2,05 mg/l dengan rata-rata 0,97 mg/l, dan ortofosfat berkisar antara 0,01 0,11 mg/l dengan rata-rata 0,05 mg/l. Berdasarkan nilai rata-rata di atas, maka kandungan klorofil-a berstatus mesotrof, kecerahan berstatus eutrof, ph berstatus mesotrof, nitrat berstatus oligotrof, dan ortofosfat berstatus eutrof. Pada pengamatan bulan Desember 2007 kandungan klorofil-a berkisar antara 6,13 25,52 mg/m 3 dengan rata-rata 13,86 mg/m 3, kecerahan berkisar antara 0,6 14, m dengan rata-rata 1,09 m, ph berkisar antara 6 7,5 dengan rata-rata 6,86, nitrat berkisar antara 0,68 3,77 mg/l dengan rata-rata 1,78 mg/l, dan ortofosfat berkisar antara 0,08 0,42 mg/l dengan rata-rata 0,17 mg/l. Berdasarkan nilai ratarata di atas, maka kandungan klorofil-a berstatus eutrof, kecerahan berstatus eutrof, ph berstatus eutrof, nitrat berstatus mesotrof, dan ortofosfat berstatus eutrof. Hasil uji analisa koefisien korelasi peringkat Spearman pada taraf nyata α=0.05 menunjukkan hubungan dengan tingkat keeratan yang rendah antara kecerahan, ph, dan nitrat dengan klorofil-a, sedangkan antara ortofosfat dengan klorofil-a menunjukkan hubungan dengan tingkat keeratan yang kuat.

46 DAFTAR PUSTAKA An KG & Seok SP Indirect influence of the summer monsoon on chlorophyll-a total phosphorus models in reservoirs: a case study. Ecological Modelling 152, [APHA] American Public Health Association Standard methods for examination of water and wastewater. 14 th ed. American Public Health Association (APHA), American Water Works Association (AWWA), Water Pollution Control Federation (WPCP). Washington DC. Averhoff OL, Ana BG, Eduardo RR, Carmen BA, and Miguel AV Chemical, physical and biological characteristics of Saladito Reservoir, Cienfuegos Province, Cuba. Journal of Lakes & Reservoir 12, Basmi J Pola Distribusi dan Peran Bahan Organik Terhadap Kualitas Air Pada Zona Eufotik Di Sekitar Perikanan Net Apung Di Danau Lido Jawa Barat [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bechmann ME, Berge D, Eggestad HO, and Vandsemb SM Phosphorus transfer from agricultural areas and its impact on the eutrophication of lakes two long term integrated studies from Norway. Journal of Hydrology 304, Cole GA Textbook of Limnology. Third Edition. Waveland Press. USA. Costa-Pierce BA From Farmer to Fisheries : Developing Reservoir Aquculture for People Displaced by Dams. World Bank. Technical Paper (369). Fisheries Series. Washington. Effendi H Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Goldman GR & Horne AJ Limnology. McGraw Hill Book Company. Hatta M Hubungan Antara Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan Unsur Hara Pada Kedalaman Secchi Di Perairan Waduk PLTA Koto Panjang, Riau [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Henderson-Sellers B & Markland HR Decaying Lakes: the origins and control of cultural eutrophication. John Wiley & Sons Ltd. Chichester. Jayaweera M & Takashi A Impacts of environmental scenarios on chlorophyll-a in the management of shallow, eutrophic lakes following biomanipulation: An application of a numerical model. Ecological Engineering 5,

47 34 Kagalou I, Papastergiadou E, Leonados I Long term changes in the eutrophication process in a shallow Mediterranean lake ecosystem of W. Greece: Response after the reduction of external load. Journal of Environmental Management 87, Kapsrzak P, Judit P, Rainer P, Lothar K, & Frank G Chlorophyll a concentration across a throphyc gradient of lakes: An estimator of phytoplankton biomass?. Limnologica 38, Liu Y, Huaicheng G, & Pingjian Y Exploring the influence of lake water chemistry on chlorophyll-a: A multivariate statistical model analysis. Ecological Modelling 221, Maha SS Struktur Komunitas Fitoplankton dan Hubungannya dengan Beberapa Parameter Fisika-Kimia Perairan di Danau Lido, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Musa M Komposisi, Biomassa, dan Produktivitas Fitoplankton Serta Hubungannya Terhadap Fisik-Kimawi Perairan di Waduk Selorejo, Malang, Jawa Timur [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nastiti AS, Amula N, Astri S, Andri W, Didik WHT, & Yayuk S Rehabilitasi Populasi Ikan di Waduk Koto Panjang (Propinsi Riau) [Laporan Penelitian]. Loka Riset Pemacuan Stok Ikan (LRPSI). Jatiluhur. Purwakarta. Tidak Dipublikasikan. Nontji A Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta Serta Kaitannya dengan Faktor-Faktor Lingkungan [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Noryadi Struktur Komunitas dan Biomassa Fitoplankton dan Kaitannya dengan Nitrogen-Fosfor Pada Lapisan Fotik di Gradien Longitudinal Waduk Juanda [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nur M Evaluasi Pengelolaan Waduk PLTA Koto Panjang sebagai Upaya Pelestarian Fungsi Waduk yang Berkelanjutan [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Octaviany MJ Fluktuasi Kandungan Oksigen Terlarut Selama 24 Jam Pada Lokasi Keramba Jaring Apung Ciputri di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Odum EP Fundamentals of ecology. Third Editon. W. B. Saunders Company. Philadelphia.

48 35 Parinet B, Antoine L, & Bernard L Principal component analysis: an appropriate tool for water quality evaluation and management application to a tropical lake system. Ecological Modelling 178, Parsons T, Takashi M, & Hargrave B Biological Oceanographic Processes. Third edition. Pergamon Press, New York. Starling F, Xavier L, Cristine C, & Ricardo M Contribution of omnivorous tilapia to eutrophication of a shallow tropical reservoir: evidence from a fish kill. Freshwater Biology 47, Sukimin S Studi Perikanan Jaring Terapung di Waduk Saguling dan Cirata : Dampak dan Daya Dukung Perairan. Proyek Pengembangan Biologi Tropika Indonesia. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Suwignyo P Ekosistem Perairan Pedalaman, Tipologi dan Permasalahannya. Bahan Kuliah Kursus Penyusunan Amdal XIX, PPSML-LPUI. Bogor. Thornton KW, Kimmel BL, & Payne FE Reservoir Limnology: Ecological Perspectives. Jhon Wiley & Sons Inc. New York. [USDA] United State Development of Agriculture Riparian buffer zone. NRCS Planning & Design Manual, NRCS. [terhubung berkala]. est_buffer_practice_job_sheet.pdf. [16 Juni 2010]. Walpole RE Pengantar Statistika. Edisi ketiga. [Terjemahan dari Introduction to Statistics, Third Edition]. Bambang Sumantri (penerjemah). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Welch PS Limnology. Second Edition. New York: McGraw-Hill Book Company Inc. Wetzel RG Limnology. W. B. Saunders Co. Philadelphia Zapata AA, Rivera RC, & Donato RJ Dynamics of Photosynthetic Pigments in an Andean Lake in Colombia. Journal of Lakes & Reservoirs 11,

49 LAMPIRAN

50 Lampiran 1. Data pengamatan kualitas air Waduk Koto Panjang Waktu Maret Parameter Muara Takus Koto Tuo Pongkey Rata Rata Rata2 1 1,4 1, ,80 29,60 27,90 26,20 28,88 32,70 30,20 29,00 26,30 25,40 28,72 30,60 30,40 29,60 26,10 29,18 3 7,00 7,00 6,50 6,50 6,75 7,00 7,00 6,50 6,50 6,50 6,70 7,00 7,00 7,50 6,00 6,88 4 0,17 0,12 0,25 0,20 0,19 0,08 0,10 0,08 0,21 0,17 0,13 0,07 0,07 0,06 0,18 0,10 5 0,04 0,05 0,07 0,11 0,07 0,06 0,04 0,03 0,10 0,10 0,07 0,03 0,07 0,05 0,09 0, ,8356 2, ,566 Keterangan: 1 = kecerahan (m) 2 = suhu ( C) 3 = ph 4 = nitrat (mg/l) 5 = ortofosfat (mg/l) 6 = klorofil-a (mg/m 3 ) Juni Parameter Muara Takus Koto Tuo Pongkey Rata Rata Rata2 1 1,1 1,3 1,3 2 30,00 28,50 27,40 26,10 28,00 29,20 28,40 27,00 26,60 25,40 27,32 31,10 30,30 28,60 26,20 25,70 28,38 3 7,00 7,00 6,50 6,50 6,75 7,00 7,00 7,26 6,50 6,50 6,85 7,00 7,00 7,00 6,00 6,00 6,60 4 0,76 1,22 1,70 1,69 1,34 0,96 1,17 1,49 2,05 1,25 1,38 1,09 0,70 1,24 0,74 0,78 0,91 5 0,02 0,03 0,08 0,11 0,06 0,01 0,03 0,08 0,06 0,09 0,05 0,08 0,02 0,03 0,04 0,05 0,05 6 3,874 3,536 6,3292 Desember Parameter Muara Takus Koto Tuo Pongkey Rata Rata Rata2 1 0,6 1,2 1,4 2 26,30 25,10 25,00 25,47 28,10 27,40 25,40 25,10 26,50 28,90 27,50 27,30 26,20 27,48 3 7,00 7,00 7,00 7,00 7,50 7,50 7,00 7,00 7,25 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 4 0,78 1,63 2,20 1,54 1,13 2,13 1,89 1,88 1,76 0,68 1,62 1,90 3,77 1,99 5 0,09 0,09 0,10 0,09 0,09 0,14 0,10 0,34 0,17 0,13 0,13 0,08 0,34 0,17 6 6,13 11, ,

51 Lampiran 1. (lanjutan) Waktu Maret Gulamo Osang Batang Mahat Min max rata Rata Rata Rata2 1,5 1,4 1,4 1,40 2,00 1,55 29,00 28,90 28,20 27,10 25,20 27,68 30,40 30,20 29,00 25,90 25,50 28,20 30,40 30,20 29,00 25,90 25,50 28,20 25,20 32,70 28,45 7,00 7,00 6,50 6,00 6,00 6,50 6,50 6,50 6,00 6,00 6,00 6,20 6,50 6,50 6,00 6,00 6,00 6,20 6,00 7,50 6,53 0,05 0,07 0,12 0,19 0,20 0,13 0,06 0,06 0,09 0,11 0,09 0,08 0,11 0,09 0,05 0,09 0,08 0,08 0,05 0,25 0,12 0,09 0,03 0,07 0,05 0,10 0,07 0,05 0,03 0,07 0,04 0,08 0,06 0,09 0,06 0,08 0,09 0,11 0,08 0,03 0,11 0,07 3,00 17,88 5,78 2,65 23,84 11,28 Juni Gulamo Osang Batang Mahat Rata Rata Rata2 1,80 1,60 1,00 1,00 1,80 1,35 30,00 29,20 27,80 25,40 28,10 30,50 29,70 28,10 26,40 25,10 27,96 31,20 30,60 29,10 26,70 25,30 28,58 25,10 31,20 28,04 7,00 6,50 6,00 5,50 6,25 6,50 6,00 6,00 5,50 5,50 5,90 7,00 7,50 7,50 7,50 6,00 7,10 5,50 7,50 6,56 0,40 0,55 0,89 1,51 0,84 0,63 0,49 0,78 0,53 0,36 0,56 0,60 0,94 0,52 1,20 0,77 0,81 0,36 2,05 0,97 0,02 0,01 0,03 0,11 0,04 0,03 0,02 0,04 0,04 0,06 0,04 0,06 0,03 0,04 0,07 0,10 0,06 0,01 0,11 0,05 3,06 2,99 4,57 2,99 6,33 4,06 Desember Gulamo Osang Batang Mahat Rata Rata Rata2 1,20 1,00 1,15 0,60 1,40 1,09 29,20 28,90 28,00 26,00 28,03 29,90 29,00 28,60 29,17 28,80 28,50 27,30 26,40 27,75 25,00 29,90 27,40 7,00 6,50 6,50 6,50 6,63 7,00 6,50 6,00 6,50 7,00 7,00 6,50 6,50 6,75 6,00 7,50 6,86 1,57 1,44 1,59 2,61 1,80 2,28 2,40 1,75 2,14 1,94 1,19 1,73 1,03 1,47 0,68 3,77 1,78 0,18 0,17 0,17 0,29 0,20 0,11 0,08 0,13 0,11 0,42 0,12 0,21 0,38 0,28 0,08 0,42 0,17 11,42 25,52 17,59 6,13 25,52 13,86 38

52 Lampiran 2. Data pengamatan kualitas air Waduk Koto Panjang pada kedalaman eufotik Waktu Maret Parameter Muara Takus Koto Tuo Pongkey Rata Rata Rata2 1 1,4 1, ,80 29,60 27,90 29,77 32,70 30,20 29,00 30,63 30,60 30,40 29,60 30,20 3 7,00 7,00 6,50 6,83 7,00 7,00 6,50 6,83 7,00 7,00 7,50 7,17 4 0,17 0,12 0,25 0,18 0,08 0,10 0,08 0,09 0,07 0,07 0,06 0,07 5 0,04 0,05 0,07 0,06 0,06 0,04 0,03 0,04 0,03 0,07 0,05 0, ,8356 2, ,566 Keterangan: 1 = kecerahan (m) 2 = suhu ( C) 3 = ph 4 = nitrat (mg/l) 5 = ortofosfat (mg/l) 6 = klorofil-a (mg/m 3 ) Juni Parameter Muara Takus Koto Tuo Pongkey Rata Rata Rata2 1 1,1 1,3 1,3 2 30,00 28,50 27,40 28,63 29,20 28,40 27,00 28,20 31,10 30,30 28,60 30,00 3 7,00 7,00 6,50 6,83 7,00 7,00 7,26 7,09 7,00 7,00 7,00 7,00 4 0,76 1,22 1,70 1,23 0,96 1,17 1,49 1,21 1,09 0,70 1,24 1,01 5 0,02 0,03 0,08 0,04 0,01 0,03 0,08 0,04 0,08 0,02 0,03 0,04 6 3,874 3,536 6,3292 Desember Parameter Muara Takus Koto Tuo Pongkey 0 2 Rata Rata Rata2 1 0,6 1,2 1,4 2 26,30 25,10 25,70 28,10 27,40 25,40 26,97 28,90 27,50 27,30 27,90 3 7,00 7,00 7,00 7,50 7,50 7,00 7,33 7,00 7,00 7,00 7,00 4 0,78 1,63 1,21 1,13 2,13 1,89 1,71 0,68 1,62 1,90 1,40 5 0,09 0,09 0,09 0,09 0,14 0,10 0,11 0,13 0,13 0,08 0,11 6 6,13 11, ,

53 Lampiran 2. (lanjutan) Waktu Maret Parameter Gulamo Osang Batang Mahat Rata Rata Rata2 1 1,5 1,4 1,4 2 29,00 28,90 28,20 28,70 30,40 30,20 29,00 29,87 30,40 30,20 29,00 29,87 3 7,00 7,00 6,50 6,83 6,50 6,50 6,00 6,33 6,50 6,50 6,00 6,33 4 0,05 0,07 0,12 0,08 0,06 0,06 0,09 0,07 0,11 0,09 0,05 0,08 5 0,09 0,03 0,07 0,06 0,05 0,03 0,07 0,05 0,09 0,06 0,08 0,08 6 3,00 17,88 5,78 Parameter Gulamo Osang Batang Mahat Rata Rata2 0 2 Rata2 1 1,80 1,60 1,00 Juni 2 30,00 29,20 27,80 29,00 30,50 29,70 28,10 29,43 31,20 30,60 30,90 3 7,00 6,50 6,00 6,50 6,50 6,00 6,00 6,17 7,00 7,50 7,25 4 0,40 0,55 0,89 0,61 0,63 0,49 0,78 0,64 0,60 0,94 0,77 5 0,02 0,01 0,03 0,02 0,03 0,02 0,04 0,03 0,06 0,03 0,04 6 3,06 2,99 4,57 Parameter Gulamo Osang Batang Mahat Rata2 0 2 Rata Rata2 1 1,20 1,00 1,15 Desember 2 29,20 28,90 28,00 28,70 29,90 29,00 29,45 28,80 28,50 27,30 28,20 3 7,00 6,50 6,50 6,67 7,00 6,50 6,75 7,00 7,00 6,50 6,83 4 1,57 1,44 1,59 1,53 2,28 2,40 2,34 1,94 1,19 1,73 1,62 5 0,18 0,17 0,17 0,17 0,11 0,08 0,10 0,42 0,12 0,21 0, ,42 25,52 17,59 40

54 41 Lampiran 3. Gambar lokasi stasiun pengamatan Stasiun Muara Takus Stasiun Koto Tuo Stasiun Pongkey Stasiun Gulamo Stasiun Osang Stasiun Batang Mahat

55 42 Lampiran 4. Lokasi pengambilan contoh air No. Lokasi Posisi Geografis Deskripsi Lokasi 1 Muara Takus N = ,8 Merupakan bagian dari Sungai E = 100 o 39 51,2 Kampar. 2 Koto Tuo N E = = ,3 31,5 Merupakan bagian dari Sungai Kampar, vegetasi tepi didominasi oleh tumbuhan berduri. 3 Pongkey N E = = ,5 33,5 Merupakan perairan yang luas dengan teluk-teluk kecil, Sungai sebagai inlet relatif besar, banyak terdapat batangbatang pohon sisa penggenangan. 4 Gulamo N E = = ,4 44,4 Daerah sekitarnya merupakan hutan, mendapat pasokan air dari sungai gulamo, banyak terdapat tumbuhan tingkat tinggi yang telah mati. 5 Osang N E = = ,5 43,3 Merupakan inlet sungai osang, daerah sekitar merupakan hutan, banyak terdapat tumbuhan tingkat tinggi yang telah mati. 6 Batang Mahat N E = = ,2 38,3 Merupakan perairan teluk, bermuaranya Sungai Mahat. tempat

56 43 Lampiran 5. Foto alat-alat yang digunakan GPS Secchi disk Water Quality Checker Vacuum pump Kemmerer Water Sampler Spektrofotometer Neraca analitik Sentrifuge Hettich Universal Lemari pendingin

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Waduk Koto Panjang 4.1.1. Suhu air Suhu air perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan berkisar antara 25,0 32,7 o C, pada bulan Maret

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido Danau memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan secara ekologis maupun secara ekonomis. Secara ekologis danau antara lain sebagai daerah resapan air, sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berlanjut sampai PT.

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA Analisis Kadar Nitrat dan... Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta (Kusumaningtyas, D.I.) ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau 1. Profil Waduk Cengklik Boyolali BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Keberadaan waduk dan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI PRINSIP DAN KONSEP ENERGI DALAM SISTEM EKOLOGI 1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI ENERGI DALAM EKOSISTEM Hukum thermodinamika I energi

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42 ' 47 Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor 3. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009, berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang didapat dianalisis di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2009 berlokasi di Danau Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 0 48

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

The Vertical Profile of Nitrate in the Lacustrine and Transition Zone Koto Panjang Reservoir Kampar District Riau Province ABSTRACT

The Vertical Profile of Nitrate in the Lacustrine and Transition Zone Koto Panjang Reservoir Kampar District Riau Province ABSTRACT 1 The Vertical Profile of Nitrate in the Lacustrine and Transition Zone Koto Panjang Reservoir Kampar District Riau Province Simon D. Sihotang 1, Asmika H. Simarmata 2, Clemens Sihotang 2 ABSTRACT This

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold 1 I. PENDAHULUAN Nutrien adalah unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme atau proses fisiologi organisme. Nutrien di suatu perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi dalam suatu media air pada wilayah tertentu. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, jika terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan dengan lautan maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar memiliki

Lebih terperinci

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

Abstract. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition

Abstract. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition 1 Vertical profiles of phosphate in the lacustrine and transition zones in the Koto Panjang Reservoir, XIII Koto Kampar Districts, Kampar Regency, Riau Province. By Sistim Wehalo 1), Asmika H. Simarmata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen 22 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer Produktivitas primer merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya akan energi dan berasal dari senyawa anorganik. Pada umumnya produktivitas primer

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG Oleh : Muhammad Reza Cordova C24104056 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT ARIF RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (ground water), dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (ground water), dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 2.368 juta km 3. Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan, dan salju. Air tawar terutama

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci