BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biologi. Proses belajar biologi merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biologi. Proses belajar biologi merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Kependidikan 1. Pembelajaran Biologi Biologi merupakan ilmu yang mempelajari objek dan persoalan gejala alam. Semua benda dan kejadian alam merupakan sasaran yang dipelajari dalam biologi. Proses belajar biologi merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, proses dan produk (Djohar, 1987: 1. Pendidikan biologi harus diletakkan sebagai alat pendidikan, bukan sebagai tujuan pendidikan, sehingga konsekuensinya dalam pembelajaran hendaknya memberi pelajaran kepada subyek belajar untuk melakukan interaksi dengan obyek belajar secara mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep. Konsep belajar mengajar biologi memiliki tiga persoalan utama, yaitu hakekat mengajar, kedudukan materi meliputi arti dan peranannya serta kedudukan siswa (Djohar, 1984: 7) Hakekatnya, dalam pendidikan biologi menekankan adanya interaksi antara siswa dengan obyek yang dipelajari. Interaksi ini memberi peluang kepada siswa untuk berlatih belajar dan mengerti bagaimana belajar, mengembangkan potensi rasional pikir, ketrampilan, dan kepribadian serta mengenal permasalahan biologi dan pengkajiannya (Djohar, 1974: 4). Proses belajar mengajar pada diri siswa, akan berkembang tiga ranah yaitu: ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Wuryadi, 1971: 88). Tiga ranah tersebut dapat diuraikan menjadi tujuan pendidikan biologi, yaitu: a. Pengembangan sikap dan pengharagaan 9

2 b. Pengembangan cara berfikir c. Pengembangan ketrampilan, baik ketrampilan kerja maupun ketrampilan berfikir d. Pengembangan pengetahuan dan pengertian serta penggunaan pengetahuan tersebut bagi kepentingan kehidupan manusia Guru tidak hanya berfungsi sebagai pentransfer ilmu pengetahuan (transmitter of knowledge) tetapi berfungsi juga sebagai pengelola proses belajar mengajar (Prawoto, 1989: 21). 2. Sumber Belajar Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya. Segala sesuatu yang dialami dianggap sebagai sumber belajar sepanjang hal itu membawa pengalaman yang menyebabkan belajar. Peran utama sumber belajar adalah membawa atau menyalurkan stimulus dan informasi kepada siswa (Sudjana dan Rivai 2003: 77). Pemilihan suatu sumber belajar perlu dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran, dengan demikian sumber belajar dipilih dan digunakan dalam proses belajar apabila sesuai dan menunjang tercapainya tujuan belajar (Mulyasa, 2002: 49). Secara umum manfaat sumber belajar yaitu : a. Memberi pengalaman belajar yang konkret dan langsung kepada siswa. b. Menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi atau dilihat secara langsung. c. Menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas. d. Memberikan informasi akurat dan terbaru. 10

3 e. Membantu memecahkan masalah pendidikan. f. Memberikan motivasi positif bagi peserta didik. g. Merangsang untuk berfikir, bersikap, dan berkembang lebih lanjut (Mulyasa, 2002: 50). Klasifikasi sumber belajar adalah sebagai berikut: a. Pesan, yaitu informasi yang harus disalurkan oleh komponen lain berbentuk ide, fakta, pengertian dan data. b. Manusia, yaitu orang yang menyimpan informasi atau menyalurkan informasi. Tidak termasuk yang menjalankan fungsi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar. c. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan untuk disajikan melalui pemakaian alat. d. Teknik, yaitu prosedur yang disiapkan dalam mempergunakan bahan pelajaran, peralatan, situasi, dan orang yang menyampaikan pesan. e. Alat dan peralatan, yaitu media yang menyalurkan pesan untuk disajikan. f. Lingkungan, yaitu situasi sekitar di mana pesan disalurkan (Sudjana dan Rivai, 2003: 80). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dilakukan dengan cara menghadapkan siswa kepada lingkungan yang aktual untuk dipelajari dan diamati dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar. Cara ini lebih bermakna karena para siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami, sehingga lebih nyata, faktual dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan (Sudjana dan Rivai, 2001: 208). 11

4 Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar yaitu : a. Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami b. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat c. Sumber belajar menjadi lebh kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam d. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan lingkungan sekitarnya (Sudjana dan Rivai, 2001: 208). Lingkungan sekitar dapat diangkat menjadi sumber belajar biologi. Lingkungan sekitar secara langsung dapat dijadikan sebagai sumber belajar biologi tanpa penyederhanaan dan modifikasi, misalnya dengan mengajak siswa ke pantai untuk mengamati ekosistem pantai atau hewan-hewan avertebrata yang ada di pantai. Lingkungan sebagai sumber belajar biologi perlu penyederhanaan dan modifikasi apabila akan digunakan sebagai sumber belajar di sekolah melalui penelitian. Suatu hasil penelitian jika akan diangkat sebagai sumber belajar harus melalui tahapan identifikasi proses dan produk penelitian, seleksi dan modifikasi hasil penelitian serta pengembangan hasil penelitian sebagai sumber belajar (Suhardi, 2012: 7-8). Hasil penelitian biologi dapat diangkat sebagai sumber belajar apabila hasil penelitian tersebut sesuai dengan materi kurikulum pendidikan biologi yang 12

5 berlaku. Kajian ini baru akan dilakukan setelah hasil penelitian memenuhi persyaratan sebagai sumber belajar yang meliputi : a. Kejelasan potensi ketersediaan objek dan permasalahan yang diangkat b. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran c. Kejelasan sasaran dan peruntukannya d. Kejelasan informasi yang akan diungkap e. Kejelasan pedoman eksplorasi f. Kejelasan perolehan yang diharapkan (Djohar, 1987: 2). 3. Bahan Ajar Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu (Abdul Majid, 2009: 173). Menurut Chomsin S. Widodo (2008: 40), bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau sukompetensi dengan segala kompleksitasnya. Bahan ajar memiliki peran yang sangat besar dalam pembelajaran. Guru maupun siswa akan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran jika tidak ditunjang dengan bahan ajar yang memadai. Adanya upaya untuk senantiasa mengembangkan bahan ajar supaya proses pembelajaran dapat dilaksanakan 13

6 secara optimal merupakan suatu hal yang penting. Peran bahan ajar adalah sebagai berikut: a. Bagi guru 1) Menghemat waktu guru dalam mengajar, karena adanya bahan ajar siswa dapat diberi tugas untuk memperlajari terlebih dahulu topik yang akan disampaikan. 2) Mengubah peran guru dari pengajar menjadi fasilitator. Adanya bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran maka guru lebih bersifat memfasilitasi siswa daripada menyampaikan materi pelajaran. 3) Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif. Adanya bahan ajar maka pembelajaran akan lebih efektif karena guru memiliki banyak waktu untuk membimbing siswanya dalam memahami suatu topik pembelajaran, dan juga metode yang digunakannya lebih variatif dan interaktif karena guru tidak cenderung berceramah. b. Bagi siswa 1) Dapat belajar tanpa kehadiran guru. 2) Dapat belajar kapan saja dan dimana saja dikehendaki. 3) Dapat belajar sesuai dengan kecepatan sendiri. 4) Dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri. 5) Membantu potensi untuk menjadi pelajar mandiri (Sungkono, 2009: 50-51). Bahan ajar memiliki banyak bentuk dan macamnya. Bahan ajar dapat dibedakan dalam beberapa kelompok, menurut Abdul Majid (2009: 174) bahan ajar dikelompokkan menjadi 4, yaitu: 14

7 a. Bahan ajar cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, leaflet, brosur, wallchart, foto/gambar, model/maket. b. Bahan ajar dengan (audio) seperti kaset, piringan hitam, radio, dan Compact Disk audio. c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual), seperti video compact disk, film. d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk interaktif. 4. Modul a. Pengertian Modul Modul merupakan suatu paket belajar dengan satu unit bahan pelajaran (Suhardi, 2012: 38). Menurut Sudjana dan Rivai (2003: 132) modul adalah suatu unit program pengajaran yang disusun dalam bentuk tertentu untuk keperluan belajar. Modul bisa dipandang sebagai paket program pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan pelajaran, metode belajar, alat atau media, serta sumber belajar dan sistem evaluasinya. Modul menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Kebudayaan (BP3K) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berisi garis besar berikut: 1) Tujuan instruksional yang akan dicapai 2) Topik yang akan dijadikan dasar proses belajar mengajar 3) Pokok-pokok materi yang dipelajari 4) Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang akan lebih luas 15

8 5) Peranan guru dalam proses belajar mengajar 6) Alat-alat dan sumber yang akan digunakan 7) Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara berurutan. 8) Program evaluasi yang akan dilaksanakan (Suryobroto, 1986: 153). Pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengarahkan penggunaan modul sebagai salah satu sumber belajar dan bahan ajar. Berdasarkan hal ini seorang guru diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan sumber belajar dalam bentuk modul. Modul digunakan siswa untuk menyelesaikan bahan belajarnya secara individual. Siswa belum dapat melanjutkan ke suatu unit berikutnya sebelum mampu menyelesaikan secara tuntas dengan tingkat pencapaian 80 % (Suhardi, 2012: 38). b. Keuntungan belajar dengan modul Modul yang disusun dengan baik, dapat memberikan keuntungan bagi siswa, diantaranya sebagai berikut: 1) Modul dapat memberikan feedback yang banyak dan segera sehingga siswa dapat mengetahui taraf hasil belajaranya. 2) Setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai nilai tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas, sehingga siswa mempunyai dasar yang jelas untuk pelajaran yang baru. 3) Modul disusun dengan tujuan yang jelas dan spesifik untuk dapat dicapai oleh siswa. 16

9 4) Adanya langkah-langkah belajar yang teratur menimbulkan motivasi belajar yang tinggi. 5) Secara fleksibel, modul dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa mengenai kecepatan belajar, cara belajar dan bahan pelajaran. Bagi tenaga pengajar, modul juga memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: 1) Rasa kepuasan Materi yang dibuat sesuai dengan apa yang ada pada kurikulum dan sesuai dengan karakter siswa, sehingga hasil belajar siswa lebih terjamin. Apabila hasil siswa bagus, maka akan menimbulkan kepuasan bagi pengajar. 2) Bantuan individual Pengajaran modul memberikan kesempatan yang lebih besar dan waktu yang lebih banyak kepada guru untuk memberikan bantuan individu tanpa melibatkan atau mengganggu seluruh siswa yang lain. 3) Pengayaan Guru mendapat waktu yang lebih banyak untuk memberikan tambahan pelajaran sebagai pengayaan. 4) Kebebasan dari rutinitas Menggunakan modul membuat guru melakukan pembelajaran yang tidak sama dengan rutinitas karena semua materi telah disediakan didalam modul. 5) Mencegah kemubaziran Modul merupakan satuan pelajaran yang berdiri sendiri mengenai topik tertentu dan dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran atau mata kuliah. Modul dapat digunakan diberbagai sekolah dan tidak hanya satu sekolah saja. 17

10 6) Meningkatkan profesionalisme guru Belajar dengan menggunakan modul menimbulkan banyak pertanyaan mengenai proses belajar itu sendiri. Pertanyaan merangsang guru untuk berfikir lebih ilmiah dan terbuka terhadap masukan dari siswa. c. Karakteristik Modul Modul memiliki karakteristik tertentu, misalnya berbentuk unit pengajaran yang lengkap, berisi rangkaian kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, berisi tujuan belajar yang dirumuskan secara jelas dan khusus dan memungkinkan siswa untuk belajar mandiri. Karakteristik modul dapat diketahui dari formatnya yang disusun atas dasar: 1) Prinsip desain pembelajaran yang berorientasi kepada tujuan (objective model) 2) Prinsip belajar mandiri (individual learning) 3) Prinsip belajar maju berkelanjutan (continous progress) 4) Penataan materi secara modular yang utuh dan lengkap (self contained) 5) Prinsip rujuk silang antar modul dalam mata pelajaran (cross referencing) 6) Penilaian belajar mandiri terhadap kemajuan belajar (self assessment) (Suhardi, 2012: 39). d. Langkah Penyusunan Modul Tiga cara yang dapat dipilih untuk menyusun modul adalah sebagai berikut (Sungkono, 2003: 10-11): 1) Menulis sendiri Penulis menulis sendiri modul yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Penulis harus mempunyai kemampuan dalam menulis, 18

11 mengetahui kebutuhan siswa dan bidang ilmu tersebut. Materi yang disajikan dalam modul harus sesuai dengan materi yang ada di dalam kurikulum. 2) Pengemasan kembali informasi Penulis tidak menulis modul sendiri, tetapi memanfaatkan buku-buku teks dan informasi yang telah ada dipasaran untuk dikemas kembali menjadi modul yang memenuhi kriteria yang baik. Informasi yang dikumpulkan harus sesuai dengan materi yang ada dalam kurikulum, kemudian dalam modul diberi penambahan tes, latihan dan umpan balik. 3) Penataan informasi Cara ini hampir sama dengan cara kedua namun dalam penataan informasi tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap modul yang diambil dari buku teks, jurnal ilmiah dan artikel. Materi tersebut diambil kemudian digandakan untuk dipakai secara langsung. Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam menulis modul. Menurut Suhardi (2012: 39-41), langkah-langkah penulisan modul adalah sebagai berikut: 1) Kegiatan persiapan a) Penyiapan dan pengkajian standar isi mata pelajaran b) Penggandaan bahan referensi yang diperlukan c) Penyediaan sarana lain yang diperlukan 2) Pelaksanaan penulisan a) Penentuan kriteria isi modul yang meliputi konsep, ruang lingkup materi dan penentuan format penulisan. 19

12 b) Teknik penulisan, meliputi perincian topik menjadi subsub topik dan perancangan modul yang disesuaikan dengan komponen modul. c) Penulisan materi secara sistematis, pemberian ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan siswa. d) Pengecekkan apakah uraian yang ditulis telah sesuai dengan tujuan. 3) Validasi draft modul a) Saran dari ahli media b) Saran dari ahli materi yang kompeten 4) Uji coba terbatas Pada tahap ini dilakukan penilaian oleh guru dan siswa di sekolah setelah lembar penilaian kualitas modul disiapkan.. e) Revisi Revisi dilakukan setelah uji coba, maka didapatkan hasil dari bagian bagian modul yang sudah baik maupun yang masih perlu diperbaiki sebelum diproduksi. f) Produksi dan ditribusi Setelah adanya penyempurnaan, modul digunakan sesuai denan kebutuhan dan didistribusikan kepada yang memerlukan. e. Komponen Modul Modul memuat komponen-komponen utama yaitu tujuan pembelajaran, pendahuluan, kegiatan belajar, latihan, rambu-rambu jawaban, rangkuman dan evaluasi (Sungkono, 2003: 12). Secara lebih rinci menurut Suhardi, komponen modul adalah sebagai berikut: 20

13 1) Tinjauan mata pelajaran merupakan paparan umum mengenai seluruh pokok-pokok isi mata pelajaran. 2) Bagian awal a) Cakupan materi modul b) Tujuan pembelajaran c) Deskripsi perilaku awal yang seharusnya sudah dimiliki. d) Keterkaitan antar modul dalam mata pelajaran e) Ururtan kegiatan belajar f) Petunjuk belajar yang berisi tahapan dalam memahami modul 3) Kegiatan belajar a) Uraian materi yang berisi paparan-paparan materi b) Pemberian contoh yang memantabkan pemahaman siswa terhadap isi uraian c) Latihan yang berguna juga untuk menguatkan konsep, prinsip, metode atau prosedur. d) Rambu-rambu jawaban latihan Rambu rambu jawaban latihan ini berguna untuk mengarahkan pemahaman siswa terhadap jawaban yang diharapkan dari pertanyaan atau tugas yang sesuai dengan tujuan. e) Kualitas Modul Modul akan bermakna apabila siswa dapat dengan mudah menggunakannya. Berdasarkan standar penilain buku oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006), standar penilaian dirumuskan dalam 21

14 komponen kelayakan isi, komponen kebahasaan, komponen penyajian dan komponen kegrafisan. (1) Aspek kelayakan isi Kelayakan isi berkaitan dengan aspek materi yang mencakup kelengkapan materi, akurasi materi, merangsang keingintahuan, mengembangkan wawasan siswa. (2) Aspek kebahasaan Aspek kebahasaan meliputi kesesuaian dengan perkembangan siswa, bahasa komunikatif, lugas, kesesuaian dengan kaidah EYD, menggunakan istilah dan simbol/lambang dan interaktif. (3) Aspek penyajian Aspek penyajian berkaitan dengan teknik dalam menyajikan materi yang ada pada buku, kesesuaian ilustrasi yang digunakan dan kelengkapan komponen yang ada pada buku. (4) Aspek kegrafisan Aspek kegrafisan meliputi ukuran buku, desain sampul buku, tata letak penempatan gambar, ilustrasi yang digunakan dalam buku. 5. Modul Pengayaan Modul pengayaan diperlukan karena adanya kenyataan lapangan bahwa di dalam suatu kelas pasti terdapat beberapa anak yang memiliki daya belajar lebih cepat dari teman-teman lainnya, hal tersebut karena anak-anak tersebut memiliki kemampuan intelektual diatas rata-rata atau anak-anak tersebut tinggal pada suatu lingkungan sosial, ekonomi, dan pendidikan yang dapat meningkatkan 22

15 prestasi belajarnya. Oleh sebab itu siswa-siswa yang belajar lebih cepat dan telah menyelesaikan program belajar pokok perlu diberikan fasilitas tambahan berupa program pembelajaran pengayaan berupa modul pengayaan. Modul pengayaan bersifat memperluas dan bersifat memperdalam bagi siswa yang telah tuntas pada SK dan KD di setiap materi pokok. Modul pengayaan yang disebut juga modul tambahan ini dapat dikerjakan oleh siswa di sekolah maupun dirumah (Suryobroto, 1986: 33). Tujuan dari pengayaan di antaranya adalah : a. Memberikan aplikasi tambahan sesuai dengan yang terdapat dalam kehidupan sebenarnya, dari konsep-konsep atau prinsip-prinsip. b. Meneliti aspek-aspek yang lebih kompleks dari konsep yang diajarkan. Guru dapat menggunakan modul untuk menambah pengalaman siswa dalam program pengayaan. Kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah kompetensi dasar plus yang dapat ditentukan oleh guru. Kompetensi dasar plus ini dapat diartikan lebih mendalam atau lebih luas dibandingkan kompetensi sebelumnya (Bambang Subali, 2009: 38-39). B. Kajian Keilmuan 1. Pewarisan Sifat Pewarisan sifat adalah bagaimana gen-gen diteruskan kepada generasi berikutnya melalui sel-sel anakan. Perkembangan mikroskop menunjukkan bahwa organisme tersusun oleh unit-unit yang disebut sel. Sel dari suatu organisme berasal dari sebuah sel tunggal yang disebut zigot. Zigot mengalami pembelahan sel menjadi embrio dan akhirnya menjadi organisme dewasa. Sel-sel anakan 23

16 adalah sama, sehingga pembelahan sel yang menjadi dasar pewarisan sifat (Anna, 1992: 21). Orangtua memberikan informasi genetik kepada anak-anaknya dalam bentuk unit herediter yang disebut gen. Gen-gen yang kita warisi dari ibu dan ayah merupakan tautan genetik kita dengan orangtua dan gen yang menyebabkan kemiripan dalam keluarga. Gen memprogram sifat-sifat spesifik yang muncul saat individu berkembang dari sel yang terfertilisasi menjadi dewasa. Program genetik tersebut tertulis dalam DNA, yaitu suatu polimer dari empat nukleotida yang berbeda (Campbell, 2003: 268). Informasi yang terwariskan diteruskan dalam urutan sekuens spesifik nukleotida DNA dari setiap gen, mirip seperti informasi tercetak yang disampaikan dalam bentuk urut-urutan huruf bermakna. Pewarisan sifat herediter memiliki basis molekuler pada replikasi DNA secara tepat yang menghasilkan salinan gen-gen yang dapat diwariskan dari orangtua kepada anak. Hewan dan tumbuhan memiliki sel-sel reproduksi yang disebut gamet merupakan sesuatu yang meneruskan gen dari satu generasi ke generasi berikutnya. Gamet jantan dan betina bergabung sehingga meneruskan gen-gen dari kedua induk ke anaknya selama fertilisasi (Campbell, 2003: 268). Suatu sifat diwariskan menurut pola tertentu, ada 4 macam pola pewarisan sifat manusia yaitu terpaut kromosom X (dominan dan resesif), terpaut kromosom Y, autosomal dominan dan autosomal resesif. Sifat-sifat terpaut kromosom X lebih sering diekspresikan pada laki-laki daripada perempuan. Perempuan memiliki sepasang kromosom seks yang homolog. Hukum dominansi dan resesif 24

17 dari Mendel berlaku bagi sifat-sifat yang ditentukan oleh gen-gen terpaut X pada perempuan dengan cara yang sama seperti pada sifat-sifat yang ditentukan oleh gen-gen pada autosom. Kromosom Y mempunyai ukuran lebih pendek daripada kromosom X, sehingga kromosom Y memiliki gen-gen yang lebih sedikit. Kromosom X dan Y dijajarkan dapat terlihat adanya bagian yang homolog (sama bentuk dan panjangnya) dan bagian yang tidak homolog. Gen-gen terpaut Y terdapat pada bagian yang tidak homolog (Suryo, 1997: 226) Sifat autosom merupakan sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom. Gen ini ada yang dominan dan ada yang resesif. Laki-laki dan perempuan mempunyai autosom yang sama. Sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal dapat dijumpai pada laki-laki dan perempuan (Suryo, 1997 : 102). Autosomal dominan adalah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosom yang bersifat dominan. Adanya gen dominan di dalam genotipe seseorang memastikan sifat itu akan diekspresikan. Kedua orangtua yang memiliki sifat tersebut pasti akan menurunkan sifatnya ke keturunannya. Sifat yang ditentukan oleh gen autosom resesif akan tampak bila suatu individu menerima gen itu dari kedua orang tuanya. Kedua orang tua tersebut tampak normal, namun mereka sebenarnya pembawa (carrier) gen resesif yang dimaksud, atau mereka itu masing-masing heterozigot. 2. Peta Silsilah Peta silsilah (pedigree) adalah catatan asal usul suatu sifat dari generasi ke generasi. Peta silsilah ini dibuat supaya pewarisan sifat keturunan dalam satu keluarga dapat diikuti untuk beberapa generasi. Peta silsilah termasuk alat yang 25

18 paling banyak digunakan dalam penelitian genetika, dan untuk menyusun suatu pola peta silsilah diperlukan keturunan dalam jumlah yang banyak sedikitnya 3 generasi (Anna, 1985: 66-68). Peta silsilah merupakan gambaran pewarisan sifat-sifat manusia yang ditulis dengan simbol-simbol yang telah disepakati oleh para ahli genetika, yaitu sebagai berikut: = Perempuan Normal = Laki-laki Normal = Perkawinan perempuan normal dengan laki-laki normal = Laki-laki normal menikah dengan dua perempuan normal = Orangtua normal memiliki anak yang normal = Perkawinan antar anggota keluarga = Laki-laki dan perempuan yang memiliki sifat yang diteliti = Perempuan pembawa gen (carrier) = Meninggal dunia 26

19 Ahli genetika menganalisis hasil perkawinan dengan pertimbangan tidak mungkin untuk memanipulasi pola perkawinan manusia. Mereka melakukan hal itu dengan cara mengumpulkan informasi tentang sejarah sifat tertentu dalam satu keluarga dan menyusun informasi tersebut dalam suatu pohon silsilah yang mendeskripsikan sifat-sifat orangtua dan anak-anak pada beberapa generasi (Campbell, 2003: 297). Salah satu penerapan penting dari peta silsilah adalah membantu menghitung probabilitas seorang anak yang akan memiliki genotipe dan fenotipe tertentu. Silsilah merupakan hal yang penting ketika alel-alel yang dipertanyakan menyebabkan penyakit yang melumpuhkan atau mematikan, bukan sekedar variasi manusia yang tidak berbahaya seperti garis rambut atau konfigurasi lobus telinga. Kelainan yang diwariskan sebagai sifat Mendelian sederhana, berlaku teknik yang sama untuk analisis silsilah (Campbell, 2003: 297). Peta silsilah yang menggambarkan pewarisan sifat tertentu dalam suatu keluarga dapat dianalisis untuk mengetahui pola pewarisan gen penentu sifat tersebut. Suatu gen penentu sifat termasuk auotosomal jika (1) terdapat kemungkinan jumlah yang sama antara wanita dan laki-laki yang mengekspresikan gen tersebut, (2) terdapat laki-laki yang menurunkan sifat tersebut pada anak laki-lakinya dan (3) terdapat anak-anak perempuan yang terkena walaupun bapak dan ibunya normal. Gen yang bersifat dominan akan selalu diekspresikan bilamana gen tersebut ada sehingga biasanya tidak ada generasi yang alpa dalam ekspresi sifat. Sifat dari gen dominan akan 27

20 hilang atau tidak akan muncul jika satu generasi tidak mengekspresikan sifat itu (Anna, 1985: 68-71). Gen yang bersifat resesif mempunyai karakteristik yang berkebalikan dengan gen dominan. Gen resesif menunjukkan adanya peloncatan generasi dalam ekspresinya. Gen penentu suatu sifat juga dapat terpaut kromosom seks. Gen resesif terpaut kromosom X tidak akan diekspresikan pada anak perempuan manapun jika ayah dan ibunya normal. 3. Kesalahan Metabolisme Bawaan Metabolisme adalah reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel-sel tubuh untuk mengubah zat-zat seperti glukosa, asam amino dan asam lemak menjadi senyawa-senyawa yang diperlukan tubuh. Proses-proses dalam metabolisme melibatkan enzim untuk mengubah suatu zat menjadi zat lain, tanpa ikut bereaksi. Suatu enzim tidak dapat bekerja jika gen yang mengkode pembentukannya tidak dalam keadaan normal, akibatnya akan menimbulkan suatu kelainan akibat kesalahan metabolisme bawaan. Kesalahan metabolisme bawaan adalah keadaan kekurangan enzim spesifik yang secara efektif menghambat salah satu rangkaian reaksi yang membentuk bagian proses metabolisme normal. Metabolit yang berada tepat sebelum rintangan tadi akan tertimbun dan metabolit yang berada sesudah rintangan tidak akan terbentuk. Berbagai perwujudan biokimia, patologis dan klinis keadaan tadi dapat dianggap sebagai akibat sekunder kerusakan metabolik primer. Perubahan sekunder ini dapat bersifat kompleks dan tersebar luas dan umumnya akan tergantung pada sifat dan pengaruh biokimia metabolit tadi yang 28

21 cenderung untuk tertimbun atau yang pembentukannya terhambat (Harry, 1994 : 274). Menurut William S Klug, et al (2007: 270), kesalahan metabolisme bawaan adalah keadaan dimana gen tidak dapat mengkode pembentukan enzim yang berperan mengubah suatu zat (substrat) menjadi zat lain (produk) dalam proses metabolisme. Hal ini mengakibatkan tubuh akan kelebihan zat (substrat) dan kekurangan zat lain (produk). Keadaan ini mengakibatkan suatu kelainan. Pembentukan suatu enzim dikode oleh gen yang spesifik. Beadle dan Tatum (1941) menyatakan teori satu gen satu enzim, artinya satu gen mengkode pembentukan satu enzim. Hubungan antara gen dan enzim pada proses metabolisme digambarkan dalam skema berikut: Gen A Gen B Gen C Enzim A Enzim B Enzim C Substrat Tahap A Tahap B Tahap C Zat A Zat B Zat C Gambar 1. Skema Proses Metabolisme Normal Sumber : (Suryo, 1997) Berdasarkan skema di atas, diketahui bahwa gen B berfungsi mengkode pembentukan enzim B. Seseorang yang memiliki gen B dalam keadaan tidak normal (akibat mutasi), misalnya dalam bentuk gen b, berarti enzim B tidak terbentuk dan tidak dapat mengubah zat A menjadi zat B. Hal ini mengakibatkan, 29

22 tahap B tidak terjadi dan menimbulkan blok metabolisme. Blok metabolisme yang terjadi pada tubuh seseorang akan menimbulkan kelainan. Sejumlah besar kelainan telah diketahui akibat kesalahan metabolisme bawaan sekarang ini. Beberapa kasus keadaannya mungkin menggambarkan sintesis protein enzim yang strukturnya berubah atau memiliki sifat katalitis yang rusak. Kasus lain, disebabkan karena protein enzim yang strukturnya berubah sehingga mudah dihancurkan dalam jaringan. Kasus lain lagi, mungkin ada pengurangan spesifik atau kegagalan dalam sintesis protein enzim (Harry, 1994: 278). Enzim yang terlibat dalam gangguan ini sangat berbeda-beda dan mengenai banyak aspek metabolisme. Gangguan metabolik dan kelainan klinis yang diakibatkan juga sangat beranekaragam. Keadaan ini berkisar dari keadaan yang mungkin secara efektif mematikan pada awal-awal kehidupan, hingga keadaan yang dapat menghasilkan suatu cacat menetap seperti kemunduran mental (Harry, 1994: 279). Kesalahan metabolisme bawaan diwariskan sebagai kelainan resesif, yang dimaksud adalah individu yang terkena dengan gambaran klinis dan metabolik khas penyakitnya tampaknya memiliki dua dosis gen abnormal, sedangkan heterozigotnya dengan satu dosis gen abnormalnya dan satu dosis alel normalnya, umumnya benar-benar sehat. Beberapa penderita yang terkena akan menerima alel abnormal sama dari masing-masing orang tuanya dan oleh karenanya homozigot sejati. Penderita lainnya mungkin memiliki dua macam alel yang dari sudut 30

23 molekuler menghasilkan kekurangan enzim dengan macam-macam cara (Harry, 1994: 342). Gen mengkodekan protein dengan fungsi yang spesifik. Alel yang menyebabkan suatu kelainan genetik mengkodekan protein yang gagal berfungsi atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Kelainan yang diwariskan secara resesif hanya timbul pada individu homozigot yang mewarisi satu alel resesif dari masing-masing orangtua. Heterozigot dapat meneruskan alel resesif ke keturunannya, walaupun secara fenotipik terlihat normal, sehingga disebut pembawa sifat (carrier) (Campbell, 2003: 298). Ketika alel resesif penyebeb penyakit ini jarang ditemukan, relatif kecil sekali kemungkinannya bagi dua pembawa sifat alel berbahaya yang sama untuk bertemu dan memiliki anak. Laki-laki dan perempuan tersebut berkerabat dekat (misalnya saudara kandung atau sepupu langsung), probabilitasnya untuk mewarisakan sifat-sifat resesif sangat meningkat. Orang-orang yang berkerabat dekat lebih mungkin memilik alel resesif yang sama daripada orang-orang yang tidak berkerabat. Perkawinan kerabat dekat lebih mungkin menghasilkan keturunan yang homozigot resesif sehingga dapat memunculkan sifat-sifat yang berbahaya (Campbell, 2003: 299). Heterozigot gabungan akan menunjukkan kekurangan menyolok pada enzim yang khusus, serupa dengan yang ditunjukkan oleh homozigot sejati untuk salah satu dari kedua alelnya dan mungkin secara klinis tidak dapat dibedakan. Kelainan ini rata-rata terdapat pada satu dalam empat saudara. Kelainan ini jarang terlihat pada orang tuanya, anak-anak dan saudara lainnya. Heterozigot sederhana dengan 31

24 satu dosis gen abnormal dan satu dosis alel normalnya biasanya memiliki kekurangan sebagian dari enzimnya dan seringkali menunjukkan gangguan metabolik minor secara kualitatif serupa dengan individu yang terkena (Harry, 1994: 343). Kelainan yang disebabkan karena kesalahan metabolisme bawaan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi, umumnya dialami oleh satu atau dua orang dalam satu generasi. Kelainan ini juga tidak selalu muncul pada setiap generasi (keturunan), sebagai contoh kesalahan pada metabolisme asam amino tirosin dan phenylalanin. Kesalahan pada metabolisme asam amino tirosin dan phenylalanin menyebabkan terjadinya empat kelainan yaitu Phenylketouria (PKU), Alkaptonuria, Albino, dan Kretinisme, yang digambarkan pada skema berikut: Phenylalanin Enzim Phenylalanin hidroksilase Phenylketouria (PKU) Enzim tirosinase Tiroksin Tirosin 3,4 Dyhydroxyphenylalanin Melanin Kretinisme Albino Enzim homogentisat oksidase Alkapton (Asam homogentisat) Asam Maleoasetat Alkaptonuria a. Gambar Phenylketouria 2. Skema Kesalahan (PKU) Metabolisme Asam Amino Tirosin dan Phenylalanin. Garis panah merah menunjukkan adanya blok metabolisme. Sumber : William S Klug, et all (2007) 32

25 Phenylketouria (PKU) adalah suatu kelainan metabolisme bawaan yang disebabkan karena tubuh kelebihan phenylalanin. Phenylalanin adalah asam amino essensial yang diperlukan tubuh, namun tidak dapat diproduksi sendiri, sehingga asupan phenylalanin diperoleh melalui makanan. Timbunan phenylalanin ini akan disimpan di hati, diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan terkonsentrasi di kandung kemih (Adrian, 1965: 285) Kandungan phenylalanin yang berlebih di dalam tubuh, menyebabkan seseorang mengalami cacat mental. Hal ini ditandai dengan urine yang berwarna hitam. Phenylalanin dalam tubuh harus diubah menjadi tirosin, proses pengubahan ini membutuhkan bantuan enzim phenylalanin hidroksilase. Pembentukan enzim phenylalanin hidroksilase dikode oleh gen P. Orang normal memiliki genotipe PP atau Pp, sedangkan penderita PKU bergenotipe pp. Kelebihan phenylalanin di dalam tubuh disebabkan karena gen P tidak normal atau mengalami mutasi menjadi gen p. Gen p tidak dapat mengkode pembentukan enzim phenylalanin hidroksilase, akibatnya enzim ini tidak terbentuk dan tidak dapat mengubah phenylalanin menjadi tirosin (Suryo, 1997: 123). Bagi penderita PKU, kelainan ini dapat diatasi dengan menghindari makanan yang mengandung phenylalanin. Metabolisme normal dan kesalahan metabolisme phenylalanin menjadi tirosin digambarkan dalam skema berikut: Gen P Enzim phenylalanin hidroksilase (NORMAL) Phenylalanin Tirosin Gambar 3. Skema Pengubahan Phenylalanin menjadi Tirosin dengan Bantuan Enzim Phenylalanin Hidroksilase yang dikode oleh Gen P. 33

26 Phenylalanin Gen p Enzim phenylalanin hidroksilase Tirosin (PKU) Gambar 4. Skema Kesalahan Metabolisme Phenylalanin menjadi Tirosin. Garis miring warna hitam menunjukkan gen p tidak dapat mengkode pembentukan enzim. Garis miring warna merah menunjukkan proses pengubahan tidak terjadi karena enzim tidak terbentuk. b. Albino Albino adalah suatu kelainan metabolisme bawaan yang disebabkan karena kekurangan pigmen melanin. Pigmen melanin adalah pigmen yang menentukan warna kulit, rambut dan mata manusia. Seseorang yang berwarna kulit gelap, memiliki pigmen melanin lebih banyak dibanding yang berkulit cerah. Pigmen melanin diproduksi oleh sel melanosit yang berada di bagian dermis kulit tepatnya di stratum granulosum. Pigmen ini berfungsi untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat radiasi sinar matahari. Kekurangan pigmen melanin disebabkan karena tidak ada enzim tirosinase yang berperan mengubah tirosin menjadi beta-3,4-dyhydroxyphenylalanin untuk selanjutnya diubah menjadi melanin (Suryo, 1997: 126). Kekurangan melanin menyebabkan seseorang memiliki rambut putih, kulit badan dan mata berwarna merah jambu karena warna darah menembus kulit dan mata tidak tahan terhadap sinar matahari. Pembentukan enzim tirosinase dikode oleh gen A. Seseorang yang normal bergenotipe AA atau Aa, sedangkan penderita albino bergenotipe aa (Suryo, 1997: 34

27 128). Orang tua yang keduanya penderita albino dapat dipastikan bahwa akan melahirkan anak-anak yang albino juga. Hal ini tidak menutup kemungkinan orang tua keduanya normal tiba-tiba melahirkan anak yang menderita albino. Kasus demikian dapat terjadi apabila kedua orang tua tersebut memiliki genotipe heterozigot (pembawa). Metabolisme normal dan kesalahan metabolisme tirosin menjadi melanin digambarkan pada skema berikut. Gen A Enzim Tirosinase Tirosin 3,4 Dyhydroxyphenylalanin Melanin (NORMAL) Gambar 5. Skema Pengubahan Tirosin menjadi Melanin dengan Bantuan Enzim Tirosinase yang dikode oleh Gen A. Gen a Enzim Tirosinase Tirosin 3,4 Dyhydroxyphenylalanin Melanin (ALBINO) Gambar 6. Skema Kesalahan Metabolisme Tirosin menjadi Melanin. Garis miring warna hitam menunjukkan gen a tidak dapat mengkode pembentukan enzim. Garis miring warna merah menunjukkan proses pengubahan tidak terjadi karena enzim tidak terbentuk. c. Alkaptonuria Alkaptonuria adalah suatu kelainan metabolisme bawaan yang disebabkan karena tubuh kelebihan alkapton (asam homogentisat). Timbunan alkapton diendapkan di tulang rawan dan tendon, yang menyebabkan nyeri di tubuh, karena 35

28 di bagian tersebut banyak terdapat syaraf. Alkapton yang berlebih, keluar bersama urine sehingga menyebabkan urine menjadi berwarna hitam (gelap). Alkapton harus diubah menjadi asam maleylasetoasetat selanjutnya diubah menjadi H 2 O dan CO 2 yang berperan untuk pembentukan energi atau zat lain yang bermanfaat bagi tubuh. Proses pengubahan ini dibantu oleh enzim homogentisat oksidase (Adrian, 1965: 284). Pembentukan enzim homogentisat oksidase dikode oleh gen H. Seseorang yang normal bergenotipe HH atau Hh, sedangkan penderita alkapton bergenotipe hh. Alkaptonuria dapat diatasi dengan menambahkan nitisson (termasuk golongan narkoba). Nitisson ini berfungsi untuk mengurangi kandungan alkapton dalam tubuh. Gen H Asam homogentisat Enzim Homogentisat oksidase Asam maleylasetoasetat (NORMAL) Gambar 7. Skema Pengubahan Asam Homogentisat menjadi Asam Maleylasetoasetat dengan Bantuan Enzim Homogentisic Oksidase yang dikode oleh Gen H. Gen h Asam homogentisat Enzim Homogentisat oksidase Asam maleylasetoasetat (ALKAPTONURIA) Gambar 8. Skema Kesalahan Metabolisme Asam Homogentisat menjadi Asam Maleylasetoasetat. Garis miring warna hitam menunjukkan gen h tidak dapat mengkode pembentukan enzim. Garis miring warna merah menunjukkan proses pengubahan tidak terjadi karena enzim tidak terbentuk. 36

29 d. Kretinisme Kretinisme adalah suatu kelainan yang disebabkan karena tubuh kekurangan hormon tiroksin/tiroid (hipotiroidisme). Hormon tiroksin adalah hormon yang berperan merangsang pertumbuhan seseorang. Kekurangan hormon tiroksin ini mengakibatkan seseorang bertubuh pendek, pertumbuhan lambat, berat badan rendah, otot badan lemah, suara imatur dan cacat mental. Dampak cacat mental ini tergantung pada seberapa banyak seseorang kekurangan hormon tiroksin. Istilah kretin mencakup 2 hal yaitu kretin endemik dan kretin sporadik. Keduanya berbeda secara etiologi namun masih berkaitan dengan hormon tiroid/tiroksin (Suryati dan Supadmi, 2010: 1). a. Kretinisme Endemik Kretin endemik merupakan kelainan akibat kekurangan Iodium yang berat pada masa fetal dan merupakan indikator klinik yang penting bagi Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Sumber iodium tertinggi terdapat pada ikan laut. Tanda-tanda klinis yang menyolok yaitu adanya retardasi mental, postur tubuh pendek, wajah dan tangan tampak sembab dan seringkali tuli serta tandatanda kelainan neurologis. Kretin endemik pada umumnya lahir di daerah defisiensi Iodium yang sangat berat, contohnya daerah pegunungan. Secara epidemologis kretin endemik selalu berhubungan dengan defisiensi iodium yang berat dan secara klinis gejalanya disertai dengan defisiensi mental. Defisiensi mental meliputi gejala neurologis yang terdiri dari gangguan pendengaran dan bicara, gangguan berjalan dan sikap berdiri yang khas, gejala yang menyolok lain 37

30 adalah gangguan pertumbuhan dan hipotiroidisme. Kretin endemik dapat dicegah dengan mengkonsumsi iodium (Suryati dan Supadmi, 2010: 2). b. Kretinisme Sporadik Kretin sporadik atau dikenal sebagai hipotiroid kongenital berbeda dengan kretin endemik. Etiologi kretin sporadik bukan karena kekurangan iodium tetapi karena kelainan pada kelenjar tiroid seperti tidak adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia), lokasi abnormal (kelenjar ektopik) dan ketidaknormalan mensintesis hormon karena gangguan metabolik atau disebut juga kesalahan metabolisme bawaan. Kesalahan metabolisme terjadi karena tidak ada enzim yang mengubah tirosin menjadi hormon tiroksin. Pembentukan enzim tersebut dikode oleh gen C. Individu normal bergenotipe CC atau Cc, sedangkan individu kretin bergenotipe cc. Kretinisme dapat diatasi dengan menambahkan hormon tiroksin ke dalam tubuh. Kretinisme diturunkan secara autosomal resesif (Suryo, 1997: 129). Timbulnya kretin sporadik karena ada keterkaitan dengan mutasi beberapa gen antara lain : (1) mutasi gen NIS yang secara aktif mengatur transport iodida ke dalam sel folikel tiroid (2) mutasi gen tiroid peroksidase, dimana enzim tiroid peroksidase (TPO) berperan dalam biosintesis hormon tiroid/tiroksin (3) adanya mutasi homozigot pada exon 7 gen Thyroglobulin, (4) mutasi pada gen yang mengontrol Faktor Transkripsi serta (5) mutasi pada gen Thryotropin β-subunit (Suryati dan Supadmi, 2010: 2). 38

31 Gen C Enzim C (NORMAL) Tirosin Tiroksin Gambar 9. Skema Pengubahan Asam Amino tirosin menjadi Hormon Tiroksin dengan Bantuan Enzim C yang dikode oleh Gen C. Gen c Tirosin Enzim C Tiroksin (KRETIN) Gambar 10. Skema Kesalahan Metabolisme Tirosin menjadi Tiroksin. Garis miring warna hitam menunjukkan gen c tidak dapat mengkode pembentukan enzim. Garis miring warna merah menunjukkan proses pengubahan tidak terjadi karena enzim tidak terbentuk. 39

32 C. KERANGKA BERPIKIR Pembelajaran Biologi Evaluasi Pembelajaran Penelitian Studi Kasus (Research) : Pewarisan Kretinisme di Desa Sigedang Remedial (<KKM) Pengayaan (>KKM) Permasalahannya, kegiatan pengayaan kurang bermakna Siswa membutuhkan kegiatan pengayaan yang bermakna Berpotensi sebagai sumber kegiatan pengayaan materi Hereditas Manusia kelas XII Sesuai dengan KD KTSP materi Hereditas Manusia kelas XII : Menerapkan prinsip pewarisan sifat dalam kehidupan Menambah pengetahuan siswa dengan mendekatkannya pada fenomena sekitar Solusi Hasil penelitian dikemas menjadi modul pengayaan sebagai alternatif bahan pengayaan di sekolah Pengembangan (Development) : Pengembangan Modul Pengayaan Genetika Berbasis Fenomena Kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo untuk Kelas XII IPA Gambar 11. Skema Kerangka Berpikir 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IPA dan mengetahui kualitas modul yang disusun. Fenomena kretinisme di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IPA dan mengetahui kualitas modul yang disusun. Fenomena kretinisme di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan modul pengayaan berbasis fenomena kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo untuk siswa kelas XII IPA dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang mengandung interaksi antara guru dengan peserta didik dan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA PENELITIAN STUDI KASUS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA PENELITIAN STUDI KASUS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO Lampiran 1 : Daftar Pertanyaan Wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA PENELITIAN STUDI KASUS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOO A. Wawancara kepada Lurah atau Perangkat Desa Kisi-kisi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL PENGAYAAN GENETIKA BERBASIS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO UNTUK KELAS XII IPA

PENGEMBANGAN MODUL PENGAYAAN GENETIKA BERBASIS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO UNTUK KELAS XII IPA 454 Jurnal Prodi Pendidikan Biologi Vol 6 No 7 Tahun 2017 PENGEMBANGAN MODUL PENGAYAAN GENETIKA BERBASIS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO UNTUK KELAS XII IPA Oleh : Galuh Ajeng Antasari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berupa perangkat pembelajaran atau produk-produk yang terkait dengan kegiatan

BAB III METODE PENELITIAN. berupa perangkat pembelajaran atau produk-produk yang terkait dengan kegiatan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan 2 jenis penelitian yaitu penelitian studi kasus serta Penelitian dan Pengembangan atau Research & Development (R&D). Tujuan dari penelitian dan pengembangan

Lebih terperinci

POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR GENETIKA

POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR GENETIKA Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR

Lebih terperinci

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ).

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ). HEREDITAS Hubungan antara gen, DNA, Kromosom & Hereditas Pengertian hereditas? Melalui apa sifat diturunkan? Apa itu gen? Bagaimana hubungan antara gen dengan DNA? Bagaimana hubungan antara gen dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL PENGAYAAN GENETIKA BERBASIS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO UNTUK KELAS XII IPA SKRIPSI

PENGEMBANGAN MODUL PENGAYAAN GENETIKA BERBASIS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO UNTUK KELAS XII IPA SKRIPSI PENGEMBANGAN MODUL PENGAYAAN GENETIKA BERBASIS FENOMENA KRETINISME DI DESA SIGEDANG, KEJAJAR, WONOSOBO UNTUK KELAS XII IPA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Penerapan Peluang Diskrit, Pohon, dan Graf dalam Pewarisan Sifat Ilmu Genetika

Penerapan Peluang Diskrit, Pohon, dan Graf dalam Pewarisan Sifat Ilmu Genetika Penerapan Peluang Diskrit, Pohon, dan Graf dalam Pewarisan Sifat Ilmu Genetika Imam Prabowo Karno Hartomo NIM : 13507123 Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung,

Lebih terperinci

BAB 7 KEMUNGKINAN 18 MARET 2010 BAMBANG IRAWAN

BAB 7 KEMUNGKINAN 18 MARET 2010 BAMBANG IRAWAN BAB 7 KEMUNGKINAN 18 MARET 2010 BAMBANG IRAWAN PENGANTAR Salah satu sifat ilmiah adalah terukur Dalam genetika transmisi atau genetika Mendel pengukuran berkaitan dengan perbandingan fenotip dan perbandingan

Lebih terperinci

Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai berikut ini.

Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai berikut ini. 7. KOMPETENSI INTI DAN KOMPTENSI DASAR BIOLOGI SMA/MA KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

PEWARISAN SIFAT PADA MANUSIA. Tujuan Pembelajaran

PEWARISAN SIFAT PADA MANUSIA. Tujuan Pembelajaran Kurikulum 2006/2013 Kelas XII biologi PEWARISAN SIFAT PADA MANUSIA Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami tentang variasi sifat manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul 1. Pengertian Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik

Lebih terperinci

KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010

KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Mata Pelajaran : Biologi Kelas/Program : XII/IPA Semester : 1 KISI KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Standar Kompetensi Kompetensi dasar Uraian Materi Indikator

Lebih terperinci

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA Genetika merupakan salah satu bidang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat atau karakter dari orang tua kepada anaknya. Ilmu genetika modern meliputi beberapa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI CHAPTER 2 Ruang Lingkup Bahan AJar Husni Mubarok, S.Pd., M.Si. Tadris Biologi IAIN Jember Coba Jelaskan A. Pengertian Bahan Ajar B. Karakteristik Bahan Ajar C. Tujuan dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR. Pengembangan Bahan Ajar. Sosialisasi KTSP 2008

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR. Pengembangan Bahan Ajar. Sosialisasi KTSP 2008 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR Pengertian Bahan Ajar 1. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Mengapa guru perlu

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN. MATERI Keanekaragaman tingkat gen, spesies, ekosistem. Ciri-ciri makhluk hidup dan perannya dalam kehidupan

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN. MATERI Keanekaragaman tingkat gen, spesies, ekosistem. Ciri-ciri makhluk hidup dan perannya dalam kehidupan KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : BIOLOGI Kurikulum : 2013 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah Soal : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 3.2 Menganalisis berbagai tingkat keanekaragaman

Lebih terperinci

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL GENETIKA DAN HUKUM MENDEL Pengertian Gen Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Hunt Morgan, ahli Genetika dan Embriologi Amerika Serikat (1911), yang mengatakan bahwa substansi hereditas yang dinamakan

Lebih terperinci

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : 12.30 14.20 Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono ISI KONTRAK PERKULIAHAN DESKRIPSI TUJUAN STRATEGI MENGAJAR TUJUAN KOMPETENSI JUMLAH TATAP

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan Unit 4 Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak Isniatun Munawaroh Pendahuluan Bahan pembelajaran cetak merupakan bahan pembelajaran yang sudah umum digunakan bagi para guru tak terkecuali di tingkat Sekolah

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN INDIKATOR SOAL

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN INDIKATOR SOAL KISI-KISI PENULIS USBN Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : BIOLOGI Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah Soal : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 KOMPETESI DAR 1 2.4 Mendeskripsikan ciri-ciri dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN FRM/FMIPA/062-01 18 Februari 2011 1. Fakulltas/Program Studi : MIPA / Prodi Pendidikan Biologi Prodi Biologi 2. Mata Kuliah/Kode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajar terlebih dahulu sebelum mengikuti pembelajaran di kelas.

BAB I PENDAHULUAN. ajar terlebih dahulu sebelum mengikuti pembelajaran di kelas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran apabila dikembangkan sesuai kebutuhan guru dan siswa serta dimanfaatkan secara benar akan merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Ajar

Pengertian Bahan Ajar Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang

Lebih terperinci

Modul Pelatihan PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KEMDIKBUD. Kegiatan Belajar 1. Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi Pendidikan. IKA KURNIAWATI, M.

Modul Pelatihan PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KEMDIKBUD. Kegiatan Belajar 1. Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi Pendidikan. IKA KURNIAWATI, M. Modul Pelatihan PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KEMDIKBUD Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi Pendidikan Kegiatan Belajar 1 IKA KURNIAWATI, M.Pd Modul Pelatihan 7 PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KB 1 KONSEP,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengembangan Bahan Ajar a. Bahan ajar Menurut Depdiknas (2006: 4) bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan Ajar 1. Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar Depdiknas, 2008: 6).

Lebih terperinci

Penerapan Kombinatorial dalam Hukum Pewarisan Sifat pada Manusia

Penerapan Kombinatorial dalam Hukum Pewarisan Sifat pada Manusia Penerapan Kombinatorial dalam Hukum Pewarisan Sifat pada Manusia hmad Fauzul Yogiandra / 13513059 Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi andung, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE 07 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 A. TAUTAN/LINKAGE Tautan gen merupakan salah satu penyimpangan terhadap hukum Mendel. Pada peristiwa ini, dua gen atau lebih

Lebih terperinci

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom:

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: 100 Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: DNA polimer nukleotida (deoksiribosa+fosfat+basa nitrogen) gen (sekuens/dna yang mengkode suatu polipeptida/protein/sifat

Lebih terperinci

KOMBINATORIAL DALAM HUKUM PEWARISAN MENDEL

KOMBINATORIAL DALAM HUKUM PEWARISAN MENDEL KOMBINATORIAL DALAM HUKUM PEWARISAN MENDEL Fransisca Cahyono (13509011) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

ANALISIS SK / KD. Indikator Pencapaian. 1. Membedakan pengertian. pertumbuhan dan perkembangan

ANALISIS SK / KD. Indikator Pencapaian. 1. Membedakan pengertian. pertumbuhan dan perkembangan ANALISIS SK / SATUAN PENDIDIKAN MATA PELAJARAN KELAS/PROGRAM : SMA ISLAM MIFTAHUSSA ADAH : BIOLOGI : XII / IPA Standar Dasar 1. Melakukan percobaan dan perkembangan pada tumbuhan 1.1 Merencanakan percobaan

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Pewarisan sifat untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PEMINATAN KELOMPOK MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM SEKOLAH MENENGAH ATAS BIOLOGI

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PEMINATAN KELOMPOK MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM SEKOLAH MENENGAH ATAS BIOLOGI DAN PEMINATAN KELOMPOK MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM SEKOLAH MENENGAH ATAS BIOLOGI KELAS X KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 1.1. Mengagumi keteraturan dan kompleksitas

Lebih terperinci

ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH

ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH ALEL GANDA DAN PEWARISAN GOLONGAN DARAH Alel merupakan bentuk alternatif sebuah gen yang terdapat pada lokus (tempat tertentu) atau bisa dikatakan alel adalah gen-gen

Lebih terperinci

Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel

Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel Topik 3 Analisis Genetik Hk. Mendel Hukum Mendel yang sering dikonotasikan dengan hukum pewarisan didasarkan pada prinsip-prinsip segregasi (Hk.Mendel I) dan penggabungan kembali (Hk. Mendel II) gen-gen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : KELOMPOK : III ( TIGA )

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : KELOMPOK : III ( TIGA ) LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA ACARA 2 SIMULASI HUKUM MENDEL NAMA : HEPSIE O. S. NAUK NIM : 1506050090 KELOMPOK : III ( TIGA ) JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2017

Lebih terperinci

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Mata Kuliah : Biologi Umum Kode MK : Bio 612101 Tahun Ajaran : 2014/2015 Pokok Bahasan : Genetika Jani Master, M.Si.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan Ajar Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai

Lebih terperinci

EMBRIOLOGI DAN GENETIKA PERKEMBANGAN : POLA PEWARISAN SIFAT. Kelompok 1. Anggota Kelompok : Intan Anindita Suseno

EMBRIOLOGI DAN GENETIKA PERKEMBANGAN : POLA PEWARISAN SIFAT. Kelompok 1. Anggota Kelompok : Intan Anindita Suseno EMBRIOLOGI DAN GENETIKA PERKEMBANGAN : POLA PEWARISAN SIFAT Kelompok 1 Anggota Kelompok : Muhammad Andhika Nur B04120146 Desi Purwanti B04120108 Intan Anindita Suseno B04120114 Andi Ibrahim Risyad B04120177

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1. Fakultas / Program Studi : FMIPA / Biologi 2. Mata Kuliah / Kode : Genetika Molekuler / SBG 252 3. Jumlah SKS : Teori = 2

Lebih terperinci

Aplikasi Teori Peluang Diskrit dalam Analisis Penurunan Penyakit Genetik

Aplikasi Teori Peluang Diskrit dalam Analisis Penurunan Penyakit Genetik plikasi Teori Peluang Diskrit dalam nalisis Penurunan Penyakit Genetik den Rohmana NIM 13507114 Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung, email : if17114@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

A. Judul: Alel Ganda. B. Tujuan 1. Mengenal salah satu sifat manusia yang ditentukan oleh pengaruh alel ganda. dan menentukan genotipnya sendiri.

A. Judul: Alel Ganda. B. Tujuan 1. Mengenal salah satu sifat manusia yang ditentukan oleh pengaruh alel ganda. dan menentukan genotipnya sendiri. A. Judul: Alel Ganda B. Tujuan 1. Mengenal salah satu sifat manusia yang ditentukan oleh pengaruh alel ganda C. Latar belakang dan menentukan genotipnya sendiri. Sebuah gen dapat memiliki lebih dari sebuah

Lebih terperinci

Hukum Mendel. Dr. Pratika Yuhyi Hernanda

Hukum Mendel. Dr. Pratika Yuhyi Hernanda Hukum Mendel Dr. Pratika Yuhyi Hernanda Gregory Mendel The father of genetics Mengajar di Brunn Modern School, Vienna, Austria Bagaimana pewarisan sifat itu bekerja? Apa yang sebenarnya diturunkan dari

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan mulai dari SMP (Sekolah Menengah Pertama) hingga SMA

1 BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan mulai dari SMP (Sekolah Menengah Pertama) hingga SMA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dewasa ini telah membelajarkan mitosis/meiosis diberbagai jenjang pendidikan mulai dari SMP (Sekolah Menengah Pertama) hingga SMA (Sekolah Menengah

Lebih terperinci

- - PEWARISAN SIFAT - - sbl5gen

- - PEWARISAN SIFAT - - sbl5gen - - PEWARISAN SIFAT - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl5gen Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara downloadnya.

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPDIKNAS DIT. PEMBINAAN SMA HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPDIKNAS DIT. PEMBINAAN SMA HALAMAN 1 1 IDENTIFIKASI SNP Standar Kompetensi Lulusan Standar Isi Standar Pengelolaan Standar Proses Standar Penilaian ANALISIS KONTEKS ANALISIS KONDISI SATUAN PENDIDIKAN Kekuatan dan Kelemahan : Peserta Didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponen-komponen raw

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponen-komponen raw BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pembelajaran biologi sebagai suatu sistem, pada prinsipnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponen-komponen raw input (peserta didik), instrumental

Lebih terperinci

PENYUSUNAN BAHAN AJAR. Diklat Pra Uji Kompetensi Pendidik Kursus dan Pelatihan Pendidikan Nonformal

PENYUSUNAN BAHAN AJAR. Diklat Pra Uji Kompetensi Pendidik Kursus dan Pelatihan Pendidikan Nonformal PENYUSUNAN BAHAN AJAR Diklat Pra Uji Kompetensi Pendidik Kursus dan Pelatihan Pendidikan Nonformal IDENTITAS Nama : U. Hendra Irawan Tempat Tgl Lahir : Bandung, 02 Juli 1969 Alamat : Komplek Puri Budi

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JUDUL MATAKULIAH : BIOLOGI DASAR KODE MATAKULIAH/SKS : BIO100 / 3(2-3) KOORDINATOR MK : Dr. Tri Atmowidi DESKRIPSI MATAKULIAH TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM : Mata

Lebih terperinci

Standar Isi / Kompetensi Dasar Mengidentifikasi ruang lingkup Biologi

Standar Isi / Kompetensi Dasar Mengidentifikasi ruang lingkup Biologi Pusat Penelitian dan Pelayanan Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta KISI KISI TES UJI KOMPETENSI GURU Mata Pelajaran : Biologi Tingkat : SMA No Standar Kompetensi Guru Memahami konsep-konsep,

Lebih terperinci

XII biologi. Kelas PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I. Kurikulum 2006/2013. A. Pola-Pola Hereditas. Tujuan Pembelajaran

XII biologi. Kelas PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I. Kurikulum 2006/2013. A. Pola-Pola Hereditas. Tujuan Pembelajaran Kurikulum 2006/2013 Kelas XII biologi PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Mengetahui jenis-jenis penyimpangan

Lebih terperinci

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA DIKTAT 6 GENETIKA volume 4 PENYIMPANGAN HUKUM MENDELL A. Pendahuluan Kadang kala kita melihat bahwa hasil persilangan yang terjadi tidak lah seperti yang kita harapkan atau tidak seperti apa yang diperkirakan

Lebih terperinci

ALEL OLEH : GIRI WIARTO

ALEL OLEH : GIRI WIARTO ALEL OLEH : GIRI WIARTO Sejarah Singkat Dengan adanya Mutasi,sering dijumpai bahwa pada suatu lokus didapatkan lebih dari satu macam gen. Mendel tidak dapat mengetahui adanya lebih dari satu alel yang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR MODUL. Irnin Agustina D.A., M.Pd.

BAHAN AJAR MODUL. Irnin Agustina D.A., M.Pd. BAHAN AJAR MODUL Irnin Agustina D.A., M.Pd. 1. definisi modul Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (depdiknas)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Bahan Ajar a. Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran. Ada banyak tokoh yang memberikan definisi mengenai

Lebih terperinci

Silabus Olimpiade BOF XI Soal SMP

Silabus Olimpiade BOF XI Soal SMP Silabus Olimpiade BOF XI Soal SMP No Materi pokok Lingkup materi 1 Makhluk Hidup a. Asal usul makhluk hidup b. Ciri-ciri makhluk hidup c. Perbedaan makhluk hidup dan benda mati d. Pengukuran Pada makhluk

Lebih terperinci

PENGANTAR GENETIKA DASAR HUKUM MENDEL ISTILAH DALAM GENETIKA. OLEH Dr. Hasnar Hasjim

PENGANTAR GENETIKA DASAR HUKUM MENDEL ISTILAH DALAM GENETIKA. OLEH Dr. Hasnar Hasjim PENGANTAR GENETIKA DASAR HUKUM MENDEL ISTILAH DALAM GENETIKA OLEH Dr. Hasnar Hasjim 1.PENGANTAR GENETIKA Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat keturunan yang diwariskan kepada anak cucu dan variasi

Lebih terperinci

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel

Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel Aplikasi Kombinatorial dan Peluang Diskrit Untuk Menyelesaikan Masalah-Masalah dalam Hukum Pewarisan Mendel Andri Rizki Aminulloh 13506033 Program Studi Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 25 B. TUJUAN 25 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 25 D. UNSUR YANG TERLIBAT 26 E. REFERENSI 26 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 26 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 27 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

MEMBENTUK KEHIDUPAN BARU. Yulia Ayriz, Ph. D. Dr. Rita Eka izzaty, M. Si.

MEMBENTUK KEHIDUPAN BARU. Yulia Ayriz, Ph. D. Dr. Rita Eka izzaty, M. Si. MEMBENTUK KEHIDUPAN BARU Yulia Ayriz, Ph. D. Dr. Rita Eka izzaty, M. Si. MENGANDUNG KEHIDUPAN BARU Bagaimana pembuahan normal terjadi? Apa yang menyebabkan kelahiran kembar? Pembuahan bersatunya sel telur

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen Pendahuluan GENETIKA DASAR Mutasi Gen Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi di http://dirvamenaboer.tripod.com

Lebih terperinci

SIMBOL SILSILAH KELUARGA

SIMBOL SILSILAH KELUARGA SIMBOL SILSILAH KELUARGA Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan teori tentang pewarisan sifat perolehan 2. Menjelaskan Hukum Mendel I 3. Menjelaskan Hukum Mendel II GENETIKA Genetika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A. Metode penelitian

BAB III METODOLOGI. A. Metode penelitian A. Metode penelitian BAB III METODOLOGI Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Arikunto (2006), penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID TERMINOLOGI P individu tetua F1 keturunan pertama F2 keturunan kedua Gen D gen atau alel dominan Gen d gen atau alel resesif Alel bentuk alternatif suatu gen yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang

BAB II LANDASAN TEORI. Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika pada hakekatnya merupakan suatu ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi. Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi. Gangguan Akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya yang memiliki dampak positif terhadap peningkatan sumber daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI CHAPTER 4 Pengembangan dan Pemanfaatan Modul Husni Mubarok, S.Pd., M.Si. Tadris Biologi IAIN Jember Apa Bedanya MODUL dgn HANDOUT?? MODUL HANDOUT DIKTAT BUKU Pengertian

Lebih terperinci

Materi Pokok Materi penjabaran Lingkup materi Fisiologi Tumbuhan. Struktur Bagian Tubuh Tanaman. Reproduksi Tumbuhan. Sistem Transportasi

Materi Pokok Materi penjabaran Lingkup materi Fisiologi Tumbuhan. Struktur Bagian Tubuh Tanaman. Reproduksi Tumbuhan. Sistem Transportasi Materi Pokok Materi penjabaran Lingkup materi Fisiologi Tumbuhan 1 ANATOMI, MORFOLOGI, DAN FISIOLOGI TUMBUHAN Struktur Bagian Tubuh Tanaman a. Mekanisme fotosintesis b. Mekanisme respirasi, fotorespirasi,

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Ajar

Pengertian Bahan Ajar Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang

Lebih terperinci

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi Dasar Indikator Esensial

KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi Dasar Indikator Esensial KISI- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) MATA PELAJARAN JENJANG PENDIDIKAN : BIOLOGI : SMA Kompetensi 1.Pedagogi guru 1. Menguasai karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual,

Lebih terperinci

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis

Gambar 1. 7 sifat kontras yang terdapat pada tanaman ercis 2. PEWARISAN SIFAT A. SEJARAH PEWARISAN SIFAT Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia adalah orang yang pertama kali melakukan mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti telah diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda ( monohibrid)

Lebih terperinci

GENETIKA. Agus Joko Sungkono, S.Pd SMPN 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN. ajs

GENETIKA. Agus Joko Sungkono, S.Pd SMPN 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN. ajs GENETIKA Agus Joko Sungkono, S.Pd SMPN 1 MEJAYAN KABUPATEN MADIUN BAGAIMANA DENGAN GOLONGAN TUMBUHAN? Indikator : 1. Mesdeskripsikan materi genetis yang bertanggungjawab dalam pewarisan sifat 2. Membedakan

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Biologi Untuk Paket C Program IPA

12. Mata Pelajaran Biologi Untuk Paket C Program IPA 12. Mata Pelajaran Biologi Untuk Paket C Program IPA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga pendidikan IPA bukan

Lebih terperinci

BAB IV PEWARISAN SIFAT

BAB IV PEWARISAN SIFAT BAB IV PEWARISAN SIFAT Apa yang akan dipelajari? Apakah gen dan kromosom itu? Bagaimanakah bunyi Hukum Mendel? Apa yang dimaksud dengan sifat resesif, dominan, dan intermediat? Faktor-faktor apakah yang

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN ( G B P P ) (versi Selasa 1 Pebruari 2005)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN ( G B P P ) (versi Selasa 1 Pebruari 2005) JUDUL MATAKULIAH : BIOLOGI KODE MATAKULIAH/SKS : BIO 1/3(2-3) DESKRIPSI MATAKULIAH GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN ( G B P P ) (versi Selasa 1 Pebruari 05) : Mata kiah Biologi mengajarkan mahasiswa

Lebih terperinci

Kombinatorial dan Peluang Membantu Penyelesaian Permasalahan Genetik Sederhana

Kombinatorial dan Peluang Membantu Penyelesaian Permasalahan Genetik Sederhana Kombinatorial dan Peluang Membantu Penyelesaian Permasalahan Genetik Sederhana Kevin Alfianto Jangtjik / 13510043 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 20 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber

Lebih terperinci

DASAR FISIOLOGI PEWARISAN SIFAT. Suhardi, S.Pt.,MP

DASAR FISIOLOGI PEWARISAN SIFAT. Suhardi, S.Pt.,MP DASAR FISIOLOGI PEWARISAN SIFAT Suhardi, S.Pt.,MP Gene-tika Genetika: cabang biologi yg berurusan dgn hereditas dan vareasi. Hereditas adalah pewarisan watak dari induk ke keturunannya baik secara biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pelajaran biologi adalah adanya miskonsepsi. Miskonsepsi muncul karena

BAB I PENDAHULUAN. mata pelajaran biologi adalah adanya miskonsepsi. Miskonsepsi muncul karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Biologi adalah salah satu mata pelajaran sains yang menekankan pada kinerja ilmiah dan pemahaman konsep serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep

Lebih terperinci

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan mitosis dan meiosis pada tanaman Sub Pokok Bahasan :

Lebih terperinci

MEDIA DAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN BIOLOGI SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2015/2016 SIFAT: PROYEK WAKTU 2 MINGGU

MEDIA DAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN BIOLOGI SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2015/2016 SIFAT: PROYEK WAKTU 2 MINGGU Hal : 1/6 MEDIA DAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN BIOLOGI SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2015/2016 SIFAT: PROYEK WAKTU 2 MINGGU TUGAS PROYEK: PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS VIDEO. Langkah tugas:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PROSES PENYUSUNAN MODUL, KUALITAS MODUL DAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PROSES PENYUSUNAN MODUL, KUALITAS MODUL DAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PROSES PENYUSUNAN MODUL, KUALITAS MODUL DAN RESPON SISWA TERHADAP MODUL Penelitian ini mempunyai 3 data yakni proses penyusunan modul, kualitas modul, dan respon siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, dan sikap atau nilai (Toharudin, dkk., 2011:179). pemecahan masalah belajar dan kesulitan dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, dan sikap atau nilai (Toharudin, dkk., 2011:179). pemecahan masalah belajar dan kesulitan dalam belajar. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran di sekolah tidak dapat terlepas dari buku pelajaran. Buku pelajaran termasuk salah satu sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget. dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget. dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori-Teori Belajar yang Relevan 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan (Knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/ keterampilan (Skills development), sikap

Lebih terperinci

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA- PT) BIDANG BIOLOGI (TES I) 22 MARET 2017 WAKTU 120 MENIT KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

Lebih terperinci

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex *Alel Ganda *Sebuah gen memiliki alel lebih dari satu *Golongan darah : *gen I A, I B, I O *Warna Kelinci :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berada pada zaman yang serba modern seperti saat ini membuat manusia semakin mudah untuk mengakses berbagai informasi yang semakin lama semakin terbuka. Hal

Lebih terperinci

Teknik Penyusunan MODUL

Teknik Penyusunan MODUL Teknik Penyusunan MODUL Asep Herry Hernawan Program Studi Teknologi Pendidikan FIP UPI PENGERTIAN MODUL Satu unit program pembelajaran yang terrencana, didesain guna membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan 1 BAB I PENDAHULUAN peserta didik agar dapat mengenali siapa dirinya, lingkungannya, budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan perasaannya. Penggunaan bahan ajar yang jelas, cermat

Lebih terperinci

Apa yang dimaksud dengan Yodium?

Apa yang dimaksud dengan Yodium? UPAYA MENINGKATKAN KONSUMSI GARAM BERYODIUM DI PROVINSI BALI MELALUI KEBIJAKAN BERWAWASAN KESEHATAN : SURAT EDARAN GUBERNUR BALI NOMOR : 440/2541/KESMAS.DISKES, TANGGAL 16 FEBRUARI 2015 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat A. Siklus sel dan siklus hidup organisme B. Prinsip dasar reproduksi dan pewarisan material genetik: mitosis, meiosis dan fertilisasi C.Pola pewarisan sifat:

Lebih terperinci