I. PENDAHULUAN. Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi. perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi. perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cengkeh merupakan komoditas yang unik dan strategis bagi perekonomian nasional. Dikatakan unik karena Indonesia adalah negara produsen sekaligus konsumen bahkan merupakan pengimpor cengkeh terbesar di pasar cengkeh dunia yang tipis (thin market), yang hanya dapat memenuhi maksimal seperempat dari kebutuhan nasional (Gonarsyah, 1996). Dikatakan strategis karena komoditas ini berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung, berupa penyerapan tenaga kerja dalam usahatani cengkeh secara keseluruhan, yang dimulai dari kegiatan budidaya sampai dengan proses panen dan pascapanen serta pemasaran cengkeh. Sementara itu, secara tidak langsung, melalui penyerapan tenaga kerja, dalam keseluruhan kegiatan di dalam pabrik rokok kretek. Selain itu, penyerapan tenaga kerja juga dalam kegiatan lain yang terkait dengan industri rokok kretek, seperti: percetakan, pedagang pengecer maupun petani tembakau dalam kegiatan usahatani tembakau. Gonarsyah (1998) mengemukakan bahwa usahatani cengkeh mampu menghidupi sekitar 6 hingga 8 juta orang dan menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi sebagian besar daerah sentra produksi cengkeh. Di lain pihak, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia atau Gappri (2003), menyatakan bahwa industri rokok kretek yang merupakan industri khas Indonesia mampu menghidupi sekitar 18 hingga 20 juta orang dalam kegiatan memproduksi dan memasarkan produk rokok kreteknya yang terdiri dari sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM) dan klobot (KLB).

2 2 Selain itu, bagi perekonomian nasional, industri rokok kretek juga mempunyai peranan strategis karena memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya melalui penerimaan pajak dalam negeri yang bersumber dari cukai dan pajak penghasilan. 30 PENGGUNAAN PITA CUKAI (TRILYUN RUPIAH) TAHUN Sumber: Gappri, 2005 Gambar 1. Penggunaan Cukai Rokok Kretek, Tahun Gambar di atas menunjukkan bahwa penggunaan pita cukai rokok kretek, selama kurun waktu tahun , cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya produksi rokok kretek serta searah dengan ditingkatkannya target penerimaan negara yang bersumber dari cukai. Pada tahun 2005, penerimaan pemerintah dari cukai mencapai Rp trilyun dimana sebagian besar atau sekitar 98 persen merupakan kontribusi dari cukai hasil tembakau, yakni sebesar Rp trilyun. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan industri rokok kretek cukup signifikan kontribusinya terhadap penerimaan negara (Siregar dan Suhendi, 2006). Disamping itu, pabrik rokok kretek (PRK) merupakan salah satu industri nasional yang mampu bertahan dan

3 3 terus berkembang hingga kini, tampak bahwa setelah berlangsungnya krisis moneter pada tahun 1998, penggunaan cukai rokok kretek justru mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan sebelum krisis, artinya industri ini mampu menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Malah belakangan ini, pada tanggal 19 Mei 2005, PT. Phillip Morris, salah satu produsen rokok dunia mengakuisisi saham PT. H.M. Sampoerna Tbk, salah satu dari 3 produsen utama rokok kretek 1. PRODUKSI ROKOK KRETEK (MILYAR BATANG) Sumber: Gappri, TAHUN SKT SKM KLB TOTAL Gambar 2. Perkembangan Produksi Rokok Kretek, Tahun Sementara itu, data yang kemukakan Gappri (2005), menunjukkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun, yaitu dari tahun 1994 hingga 2004, total produksi rokok kretek meningkat sebesar 30.6 persen. Pada tahun 1994, total produksi masih sekitar milyar batang, yang didominasi oleh SKM sebesar 69.2 persen, diikuti SKT sebesar 30.4 persen dan KLB sebesar 0.4 persen. Sedangkan pada tahun 2004, produksi rokok kretek menjadi milyar 1 Kompas, 28 Juni 2005

4 4 batang, yang tetap didominasi oleh SKM sebesar 59.1 persen, diikuti SKT sebesar 40.6 persen dan KLB sebesar 0.3 persen. Hal menarik yang tampak pada peningkatan produksi rokok kretek ini adalah meskipun produksi rokok kretek masih tetap didominasi oleh rokok jenis SKM namun tingkat produksinya justru mengalami penurunan sebesar 10.1 persen, sementara produksi rokok jenis SKT meningkat sebesar 10.2 persen dan produksi rokok jenis KLB cenderung tetap. Pesatnya peningkatan produksi rokok kretek produksi dalam negeri, didorong oleh dua hal, yaitu: (1) meningkatnya potensi pasar rokok kretek di dalam negeri. Ditunjukkan oleh meningkatnya rata-rata konsumsi rokok kretek per kapita per bulan, baik untuk daerah pedesaan maupun daerah perkotaan, dari 2.4 batang SKT dan 4.0 batang SKM pada tahun 1990 menjadi 3.7 batang SKT dan 6.0 SKM pada tahun 2003 dan (2) meningkatnya potensi ekspor rokok kretek terlihat dari nilai ekspor rokok kretek. Ditunjukkan oleh meningkatnya sumbangan devisa dari ekspor rokok kretek, dari 100 juta US$ tahun 1998, 113 juta US$ tahun 1999, 137 juta US$ tahun 2000, dan 172 juta US$ tahun 2001, serta bertambahnya negara-negara tujuan ekspor baru yang cukup potensial bagi rokok kretek produksi Indonesia (BPS, 2003). Tabel 1. Kandungan Cengkeh Dalam Rokok Kretek Yang Digunakan Pabrik Rokok Kretek (mg/batang) Jenis Rokok Kretek Tahun Sigaret Kretek Sigaret Kretek Tangan (SKT) Mesin (SKM) Klobot (KLB) Sumber: Gonarsyah, 1996 ; Gappri, 2004 Meningkatnya produksi rokok kretek, secara teoritis mestinya berarti akan meningkatkan permintaan akan cengkeh sebagai salah satu bahan baku

5 5 utamanya karena permintaan akan cengkeh merupakan permintaan turunan (derived demand) dari permintaan akan rokok kretek. Kebutuhan akan cengkeh pabrik rokok kretek (PRK), yang merupakan konsumen utama cengkeh karena menyerap sekitar 90 persen produksi cengkeh nasional, tergantung pada besarnya kandungan cengkeh jenis-jenis rokok kretek yang diproduksinya. Rokok jenis SKM menggunakan cengkeh lebih sedikit dibandingkan jenis SKT dan KLB. Perkembangan penggunaan cengkeh PRK menurut jenis rokok kretek, yang diproduksinya, dapat dilihat pada Tabel 1. Tampak bahwa terjadi penurunan kandungan cengkeh yang cukup signifikan terutama untuk rokok jenis SKM, sementara untuk rokok jenis SKT dan KLB kandungan cengkehnya cenderung tidak berubah. Dibandingkan dengan produksi rokok kretek PRK yang menunjukkan peningkatan pesat, maka konsumsi cengkeh PRK cenderung stagnan. Dalam periode tahun 1994 hingga 1999, konsumsi cengkeh mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 1.9 persen per tahun. Sedangkan untuk periode tahun 2000 hingga 2004 pertumbuhan rata-rata tersebut mengalami levelling off hingga hanya mencapai 0.7 persen per tahun. Tabel 2. Konsumsi Cengkeh untuk Rokok Kretek, Tahun (Ton) Tahun Konsumsi Cengkeh Tahun Konsumsi Cengkeh Sumber: Gappri, 2005

6 6 Sementara itu, perbandingan perkembangan produksi dan konsumsi cengkeh nasional, dapat dilihat pada Gambar 3. Tampak bahwa, perkembangan produksi cengkeh cenderung fluktuatif bila dibandingkan dengan perkembangan konsumsi cengkeh yang cenderung stagnan. Terjadinya fluktuasi produksi cengkeh, terutama disebabkan oleh perilaku produksi tanaman cengkeh itu sendiri yang mengikuti siklus empat tahunan. Produksi cengkeh mencapai puncaknya pada saat panen raya berlangsung, setelah itu produksi akan kembali turun drastis pada tahun berikutnya karena tanaman cengkeh dalam tahap pemulihan, setelah itu terjadi panen kecil pada dua tahun berikutnya, dan begitu seterusnya. 120,000 VOLUME (TON) 100,000 80,000 60,000 40,000 20, TAHUN PRODUKSI KONSUMSI Sumber: Ditjen Bina Produksi Perkebunan, Gappri dan FAO (2005) Gambar 3. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Cengkeh, Tahun Selain itu, gejala penurunan produksi juga disebabkan oleh kurang intensifnya pemeliharaan tanaman di sebagian besar daerah sentra produksi cengkeh, sebagai dampak dari rendahnya tingkat harga cengkeh pada beberapa tahun yang lalu, terlebih disaat panen raya. Sehingga dilaporkan, banyak

7 7 tanaman cengkeh yang mati karena diserang hama dan penyakit seperti bakteri pembuluh kayu cengkeh (BPKC), cacar daun cengkeh (CDC) dan gugur daun cengkeh (GDC). Sedangkan konsumsi cengkeh nasional dari pabrik rokok kretek yang menguasai sebagian besar produksi cengkeh dunia, cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya produksi rokok kretek (Gonarsyah, 1998; Ditjen Perkebunan, 2000). Tabel 3. Produksi Cengkeh Dunia, Tahun (Ton) Negara Tahun Produksi Asia Indonesia China Malaysia Srilanka Afrika Komoro Grenada Kenya Madagaskar Tanzania Dunia Sumber: Food and Agriculture Organization (FAO), 2005 Produksi cengkeh Indonesia tahun 2004 sekitar 87.9 ribu ton, sedangkan produksi cengkeh dunia pada tahun yang sama mencapai sekitar ribu ton (Tabel 3). Dari tahun , tampak bahwa Indonesia memberikan kontribusi produksi cengkeh rata-rata sebesar 71 persen terhadap total produksi dunia. Sedangkan untuk Asia, Indonesia memberikan kontribusi produksi ratarata sebesar 95 persen. Dua negara lain yang cukup potensial sebagai penghasil cengkeh adalah Madagaskar dan Tanzania (Zanzibar) yang total produksinya mencapai sekitar hingga ton per tahun. Disamping itu, terdapat enam negara sebagai produsen kecil, yaitu Komoro, Srilanka, Malaysia, China, Grenada, Kenya dan Togo, dengan total produksi mencapai sekitar hingga ton per tahun.

8 Perumusan Masalah Permintaan cengkeh pada hakekatnya merupakan permintaan turunan (derived demand) dari permintaan akan rokok kretek. Dan dengan asumsi inventori/stok adalah konstan maka perkembangan permintaan akan rokok kretek dapat didekati melalui perkembangan produksi rokok kretek (Gwyer, 1977 dan Gonarsyah, 1996). Secara umum, walaupun cukai yang dikenakan dan kampanye anti rokok terus meningkat, namun sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, produksi rokok kretek menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun, terutama untuk rokok jenis SKT, dimana kandungan cengkehnya lebih banyak daripada rokok jenis SKM. Selama kurun waktu , produksi rokok jenis SKT meningkat dari 30.4 persen menjadi 40.6 persen dari total produksi rokok kretek (Gappri, 2005). Mengingat terbatasnya produksi cengkeh negara produsen lain seperti Madagaskar dan Tanzania (Zanzibar) serta negara produsen kecil lainnya yang hanya mampu memasok sekitar persen dari konsumsi cengkeh PRK, maka kebutuhan cengkehnya sangat bertumpu pada produksi domestik. Secara teoritis, adanya peningkatan permintaan cengkeh sementara penawarannya cenderung terbatas akan menyebabkan harga cengkeh cenderung meningkat. Namun, harga per kilogram cengkeh di tingkat petani tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Belakangan ini, dengan diberlakukannya Keppres RI Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perdagangan Cengkeh, dimana cengkeh produksi dalam negeri diperdagangkan secara bebas berdasarkan harga pasar, maka fluktuasi harga cengkeh terjadi lagi. Pada awal pemberlakuan kebijakan ini, ratarata harga cengkeh meningkat hampir tiga kali lipat dari Rp per kg tahun 1998 menjadi Rp per kg tahun 1999, kemudian terus meningkat

9 9 hingga berkisar antara Rp hingga Rp per kg pada Juni 2002, namun kembali berangsur turun hingga mencapai titik terendah pada Rp diakhir tahun 2003 (Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Puslitbun, dan FAO, 2004) 2. Meskipun perkembangan terakhir menunjukkan bahwa harga cengkeh per kilogram berangsur meningkat kembali, antara Rp hingga Rp , namun Simatupang (2003) menyatakan bahwa pada kondisi normal, anjloknya harga cengkeh semestinya tidak terjadi karena neraca cengkeh Indonesia masih defisit, dalam arti kebutuhan atau konsumsi dalam negeri masih lebih besar dari pada produksi, sementara volume perdagangan cengkeh di pasar dunia juga amat kecil. Dari perspektif nasional, ini berarti tantangan untuk dapat meningkatkan produksi cengkeh dan menutupi kesenjangan ini. Uraian di atas menunjukkan bahwa antara petani cengkeh dan PRK memiliki kesalingtergantungan yang tinggi. Di satu pihak, bagi petani cengkeh, adanya fluktuasi harga berdampak langsung pada kegiatan usahataninya, tingkat pendapatan serta kesejahteraannya, sehingga dibutuhkan jaminan kestabilan harga untuk kepastian kelangsungan kegiatan usahataninya. Apalagi pemasaran cengkehnya sangat tergantung pada tingkat kebutuhan cengkeh PRK sebagai konsumen utama cengkeh. Di lain pihak, kelangsungan produksi rokok kretek dari PRK, juga sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku cengkeh produksi dalam negeri, karena relatif terbatasnya pasokan cengkeh impor. Dengan demikian kontinuitas pasokan cengkeh yang berasal dari produksi dalam negeri sangat dibutuhkan bagi kelangsungan proses produksi rokok kretek. 2 Koran Tempo, 10 Desember Manado Post, Oktober 2006

10 10 Namun kenyataannya, petani cengkeh memiliki posisi tawar-menawar yang lebih rendah dibandingkan dengan PRK. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, melalui beberapa kebijakan di bidang tataniaga, seperti Keppres RI Nomor 8 Tahun 1980 atau Keppres RI Nomor 20 Tahun 1992, yang dalam pelaksanaannya membentuk BPPC, juga dengan meningkatkan peran KUD sebagai lembaga tataniaga, namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Padahal untuk menjamin kelangsungan usaha masing-masing sekaligus untuk masa depan industri cengkeh dan industri rokok kretek nasional sangat tergantung kepada kerjasama yang sinergis antara petani cengkeh dan PRK melalui Gappri. Namun, mengapa upaya kearah ini belum dapat terwujud? Dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan tataniaga cengkeh menurut Keppres RI Nomor 20 Tahun 1992, Gonarsyah et al. (1995) menyarankan agar pemerintah membatasi kegiatan penyanggaan dengan mengikutsertakan Gappri. Sementara itu, Husodo (2006) menyatakan bahwa perlu diciptakan hubungan kemitraan yang adil dan harmonis antara petani dan pabrik rokok kretek agar tercapai kesepakatan harga yang menguntungkan semua pihak, juga perlu untuk memperkuat posisi tawar petani cengkeh. Dari penjelasan di atas, menarik untuk dikaji: 1. Bagaimana keterkaitan antara industri cengkeh nasional dan industri rokok kretek dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya? 2. Berapa sebenarnya harga cengkeh per kilogram? Bagaimana sebenarnya rentabilitas usahatani cengkeh? Bagaimana dengan perubahan harga cengkeh dan kebijakan pemerintah di bidang tataniaga terhadap rentabilitas usahatani cengkeh?

11 11 3. Bagaimana kemungkinan adanya kerjasama antara industri cengkeh nasional (petani cengkeh) dan industri rokok kretek (pabrik rokok kretek) dan faktorfaktor apa yang mempengaruhinya? Beberapa penelitian terdahulu sebenarnya telah mencoba menelaah isuisu tersebut di atas, seperti beberapa studi berikut ini : Studi tentang permintaan dan penawaran cengkeh dilakukan oleh Gwyer (1976) dan Chaniago (1980). Selain itu, pernah juga dilakukan oleh Wachyutomo (1996), yang menggunakan pendekatan ekonometrik untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah dalam percengkehan nasional dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa satu-satunya kebijakan yang berdampak pada peningkatan surplus dan penerimaan petani produsen cengkeh serta produsen sigaret kretek adalah kebijakan kenaikan harga cengkeh di tingkat petani. Sementara itu, penelitian yang mengevaluasi perkembangan serta pelaksanaan tataniaga cengkeh di Sulawesi Utara oleh Rumondor (1993) dan secara nasional, dilakukan oleh Gonarsyah et al. (1995), hasil penelitiannya antara lain menyarankan bahwa perlu dibatasi kegiatan penyanggaan oleh BPPC dengan mengikut sertakan Gappri. Dalam kaitannya dengan usahatani cengkeh di Sulawesi Utara, Dumais et al. (2002) mengevaluasi dampak kebijakan pemerintah apabila diterapkan suatu kebijakan pemerintah daerah berupa pajak terhadap komoditas tersebut. Namun, masih menggunakan metode analisis single-period PAM. Sedangkan penelitian mengenai industri rokok kretek, pernah dilakukan oleh Bird (1999) yang menguji aspek struktur pasarnya, Sumarno dan Kuncoro (2002) menelaah struktur, kinerja dan klusternya, dan Wibowo (2003) yang

12 12 mencoba menggambarkan potret industri rokok Indonesia, serta Tjahjaprijadi dan Indarto (2003) yang menganalisis pola konsumsi rokok kretek. Sebagaimana penjelasan di atas, tampak bahwa studi-studi terdahulu, pendekatannya secara parsial, dan hasilnya relatif kurang memuaskan, dalam arti temuan yang diperoleh belum dapat memperbaiki industri percengkehan nasional. Dengan menganalisisnya secara utuh dan dengan menggunakan pendekatan ekonometrik, matriks analisis kebijakan (PAM), dan teori permainan (game theory), diharapkan hasil studi ini dapat memberikan masukan berharga bagi perkembangan percengkehan nasional Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara perkembangan industri cengkeh dan industri rokok kretek nasional. Secara spesifik, bertujuan untuk : 1. Menganalisis keterkaitan antara industri cengkeh nasional dan industri rokok kretek dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya 2. Menganalisis perkembangan sistem produksi dan tataniaga dalam usahatani cengkeh di Sulawesi Utara. 3. Menganalisis kemungkinan kerjasama antara industri cengkeh nasional (petani cengkeh) dan industri rokok kretek (pabrik rokok kretek). Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang perkembangan percengkehan nasional. Dan secara khusus, dapat menjadi bahan masukan serta pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan guna memecahkan permasalahan percengkehan

13 13 nasional. Selain itu, juga sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak lainnya yang terkait dalam permasalahan percengkehan nasional, lebih khusus lagi bagi upaya peningkatan kesejahteraan petani cengkeh. Serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah percengkehan nasional dengan dua komponen utamanya yaitu industri cengkeh dan industri rokok kretek nasional. Untuk menganalisis hubungan antara industri cengkeh dan industri rokok kretek nasional serta analisis usahatani cengkeh, digunakan data primer dan data sekunder yang dipublikasikan. Lokasi penelitian untuk usahatani cengkeh, dibatasi pada salah satu daerah sentra produksi cengkeh yang potensial di Indonesia yakni Provinsi Sulawesi Utara, dan lokasi ini ditentukan secara sengaja supaya dapat diperoleh informasi yang relatif akurat mengenai pertanaman cengkeh. Sedangkan, untuk industri rokok kretek, informasi yang bisa ditelusuri relatif terbatas karena hanya dapat diperoleh melalui publikasi Gappri serta publikasi dari berbagai media lainnya yang tersedia karena adanya hambatan struktural sehingga mengalami kesulitan untuk mengakses secara langsung ke pabrik rokok kretek Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini : 1. Keterbatasan data terutama data yang berasal dari industri rokok kretek, seperti: data stok cengkeh dan kebutuhan cengkeh dari pabrik rokok kretek,

14 14 serta data biaya produksi rokok kretek menurut jenis rokok kretek yang diproduksi oleh pabrik rokok kretek. 2. Keterbatasan data deret waktu percengkehan nasional yang memadai sehingga tidak memungkinkan penulis untuk menggunakan pendekatan lain selain yang digunakan dalam penelitian ini, misalnya pendekatan cointegration dan vector error corection model (VECM). 3. Keterbatasan data harga output dan input pada analisis multi-period PAM sehingga digunakan data pada saat penelitian ini dilakukan (2005).

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini, akan dipaparkan tinjauan penelitian terdahulu, serta tulisan maupun makalah tentang perkembangan dan kebijakan percengkehan nasional yang terkait dengan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA

PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA Oleh: Bambang Sayaka dan Benny Rachman') Abstrak Prospek cengkeh agaknya semakin tidak menentu sebagai akibat menurunnya harga cengkeh yang berkepanjangan serta sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Industri Rokok Kretek di Indonesia

Analisis Industri Rokok Kretek di Indonesia Analisis Industri Rokok Kretek di Indonesia Murry Harmawan Saputra Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstraksi Industri rokok merupakan salah satu industri yang mengalami pasang surut namun tetap exis

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CENGKEH

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CENGKEH PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CENGKEH Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan industri rokok khususnya rokok kretek di Indonesia semakin menimbulkan dilema serta kontroversial. Industri rokok kretek memegang peranan dalam perekonomian

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH 2014 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Begitu besarnya dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat secara tidak langsung menghantam perekonomian hampir seluruh negara di dunia bahkan membuat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan isu globalisasi berimplikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tembakau sebagai bahan baku rokok kretek merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM BADAN LEGISLASI DPR RI DENGAN GABUNGAN PERSERIKATAN PABRIK ROKOK INDONESIA (GAPRI) DAN GABUNGAN PRODUSEN ROKOK PUTIH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1121, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste),

BAB I PENDAHULUAN. Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste), produknya unik, konsumen loyal, bersifat konsumtif, segmen pasar usia produktif dan maskulin,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri rokok merupakan industri yang sangat besar di Indonesia, dengan total produksi nasional rata-rata mencapai 220 milyar batang per tahun dan nilai penjualan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pada dunia bisnis. Keadaan ini yang menuntut suatu perusahaan untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan pada dunia bisnis. Keadaan ini yang menuntut suatu perusahaan untuk selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan era globalisasi ini mengakibatkan kemajuan pada teknologi dan pada dunia bisnis. Keadaan ini yang menuntut suatu perusahaan untuk selalu memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam situasi global tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran sub sektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode Pembangunan Lima Tahun Pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tiga dasawarsa terakhir sektor kehutanan memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia. Selama periode tahun 1980-2005 penerimaan dari sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kegiatan perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :02

1 of 5 21/12/ :02 1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran sektor pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata dalam pembentukan

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar pada perekonomian negara Indonesia. Salah satu andalan perkebunan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU Oleh: Surono Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi: Kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2013 dilandasi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur PROSIDING LOKAKARYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TEMBAKAU MALANG, 6 NOVEMBER 2001 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN ISBN : 979-954857-3-X PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR Dinas Perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, dalam. terhadap penerimaan negara. (Bapeda Bandung, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, dalam. terhadap penerimaan negara. (Bapeda Bandung, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri hasil tembakau yang mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional, karena mempunyai dampak yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama yaitu mencari keuntungan atau laba. Usaha menjaga. perusahaan dengan kuat, perusahaan dapat mempertahankannya baik

BAB I PENDAHULUAN. yang sama yaitu mencari keuntungan atau laba. Usaha menjaga. perusahaan dengan kuat, perusahaan dapat mempertahankannya baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perusahaan atau bentuk kegiatan usaha apapun mempunyai tujuan yang sama yaitu mencari keuntungan atau laba. Usaha menjaga keberlangsungan perusahaan serta mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 16 / BC / 1998 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri beras merupakan kebutuhan pokok paling penting dimasyarakat Indonesia. Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu wujudkan masyarakat adil dan makmur kita perlu melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 OUTLOOK TEH ISSN 1907-1507 2015 OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK TEH ii Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian dan sektor industri merupakan sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia, sektor industri berkaitan erat dengan sektor pertanian terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan adalah ketersediaan bahan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi domestik, perdagangan dan bantuan. Ketersediaan

Lebih terperinci