BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian Subyek diteliti oleh penulis berjumlah 3 (tiga) siswa yaitu MD, FL dan BS. Ketiga siswa ini mempunyai nilai rata-rata cukup baik. Ketiga siswa tersebut tergolong dari keluarga berkeadaan ekonomi menengah ke bawah. Ketiga siswa ini mempunyai masalah sering membolos. Gejala timbul dari ketiga siswa ini adalah tidak bisa menolak ajakan teman. Hal inilah menjadikan layanan konseling kelompok behavioral sangat dibutuhkan B. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian adalah pelaksanaan konseling kelompok diadakan 26 September-3 Oktober Konseling kelompok dilaksanakan dalam waktu 90 menit setiap kali pertemuan. Adapun uraian kegiatan konseling kelompok sebagai berikut ini : Pertemuan I : 26 September 2011 Konselor bertindak sebagai pemimpin kelompok, membuka pertemuan dengan doa dan memperkenalkan diri. Pemimpin kelompok mempersilahkan para konseli memperkenalkan diri, untuk mempererat dan membuat suasana menjadi akrab. Pemimpin kelompok menjelaskan pengertian, tujuan, asas-asas dalam konseling kelompok, dan manfaat dari 110

2 kegiatan konseling kelompok, serta menyakinkan kelompok untuk tidak merasa ragu dalam mengungkapkan masalahnya. Konselor juga memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada semua peserta akan kerahasiaan dari masalah-masalah akan diungkapkan nantinya. Pemimpin mengajak kelompok untuk bernyanyi. Kegiatan menyanyi ini bertujuan agar terjadi hubungan hangat dan lebih akrab di dalam kelompok. Pemimpin kelompk mengadakan kontrak waktu dengan anggota kelompok. Diperoleh kesepakatan dengan anggota kelompok bahwa konseling kelompok ini dilakukan selama 6 sesi, dengan durasi waktu 90 menit per sesinya. Setelah itu kegiatan diakhiri dan bersepakat untuk sesi kedua. Pertemuan II : 27 September 2011 Pada sesi kedua ini, dilakukan identifikasi masalah. Anggota kelompok diminta untuk mengungkapka masalahnya satu persatu. Kemudian bersama-sama menentukan atau memilih salah satu permasalahan anggota kelompok untuk dibahas. Pada saat ini disepakati akan membahas permasalahan BS. BS memiliki masalah tentang BS tidak bisa menolak ajakan teman untuk merokok. Kemudian melalui konseling kelompok ini BS mengambil keputusan akan menolak ajakan teman untuk merokok dan mampu mengatakan tidak apabila diajak teman-temannya untuk merokok lagi. Untuk melatih sikap tegas, konselor mengajak BS untuk bermain peran bersama 2 (dua) temannya dalam 1 (satu) kelompok. BS berperan sebagai siswa diajak membolos sedangkan FL dan MD 111

3 sebagai siswa mengajak membolos. Konseling kelompok diakhiri dengan menentukan kegiatan kelompok sesi berikutnya. Pertemuan III: 28 September 2011 Pada sesi ketiga ini, disepakati akan membantu menyelesaikan masalah MD. MD memiliki masalah tentang tidak dapat menolak ajakan teman untuk membolos untuk minum-minuman keras. MD sudah tahu kalau minum-minuman keras itu tidak baik untuk kesehatan. MD dipaksa oleh teman-temannya untuk mencoba minum-minuman keras. Masalah MD ini disebabkan karena MD tidak bisa menolak ajakan teman untuk minumminuman keras. Padahal sebelum ikut teman-teman untuk minum-minumn keras MD tahu bahwa minum-minuman keras itu berbahaya untuk diri. Setelah melakukan konseling kelompok ini MD mengambil keputusan untuk mampu menolak ajakan teman-temannya untuk tidak minumminuman keras lagi. Untuk melatih sikap tegas, konselor mengajak MD untuk bermain peran bersama 2 (dua) temannya dalam 1 (satu) kelompok. MD berperan sebagai siswa diajak membolos sedangkan BS dan FL sebagai siswa mengajak membolos. Konseling kelompok diakhiri dengan menentukan kegiatan kelompok sesi berikutnya. Konseling kelompok ini diakhiri dengan menentukan kegiata kelompok pada sesi berikutnya. Pertemuan IV : 29 September 2011 Pada sesi keempat ini, sebelum membantu menyelesaikan masalah FL. Namun sebelumnya konselor mencoba untuk mengecek anggota kelompok 112

4 sesi sebelumnya sudah menemukan solusi. Dimulai dari BS, BS sudah ada perubahan, BS sudah mampu mengungkapkan ketegasannya dengan teman mengajak BS untuk membolos. Selanjutnya, sesuai kesepakatan telah dibuat pada sesi keempat ini, akan membantu menyelesaikan masalah FL. FL mengalami masalah tentang tidak dapat menolak ajakan teman untuk bermain playstation (PS). FL sebenarnya tidak suka bermain playstation. Setelah melakukan konseling kelompok ini, FL mengambil keputusan untuk mampu menolak ajakan temannya untuk tidak bermain playstation saat sekolah. Untuk melatih sikap tegas, konselor mengajak FL untuk bermain peran bersama 2 (dua) temannya dalam 1 (satu) kelompok. FL berperan sebagai siswa diajak membolos sedangkan BS dan MD sebagai siswa mengajak membolos. Konseling kelompok ini diakhiri dengan menentukan kegiata kelompok pada sesi berikutnya. Pertemuan V : 1 Oktober 2011 Pada sesi kelima ini, pemimpin kelompok mencoba untuk mengecek anggota kelompok yag sesi sebelumnya sudah menemukan solusinya. Pada sesi ini dimulai dari MD. MD sudah ada perubahan dan MD sudah bisa menolak ajakan temannya untuk membolos walaupun awal-awal MD menolak banyak teman-temannya menjauhinya tetapi kelama-lamaan teman-teman MD mampu menerimanya. MD merasa senang mampu menolak dengan tegas ajakan teman-temannya untuk membolos. Selain MD, pada sesi ini, konselor juga akan menyanyakan tindakan sudah 113

5 dilakukan oleh FL. FL sudah ada perubahan dan FL sudah bisa menolak ajakan temannya untuk membolos walaupun awal-awal FL menolak banyak teman-temannya menjauhinya tetapi kelama-lamaan teman-teman FL mampu menerimanya. FL merasa senang mampu menolak dengan tegas ajakan teman-temannya Pertemuan VI : 3 Oktober 2011 Pada sesi keenam ini, evaluasi terhadap semua anggota kelompok dari pembahasan sesi pertama sampai sesi keenam. Di sini setiap anggota kelompok akan diminta untuk mengutarakan setiap perubahan dialami selama proses konseling kelompok. Dimulai dari BS, secara keseluruhan BS sudah membaik. Dilanjutkan dengan MD, secara keseluruhan MD sudah mampu menolak ajakan temannya untuk membolos. Sedangkan FL, sudah mampu bersikap tegas kepada temantemannya untuk tidak membolos lagi. Pada sesi keenam ini konselor mengumumkan bahwa konseling akan segera berakhir, selanjutnya anggota kelompok dan masing-masing anggota menyebutkan kesan-kesan dan hasil-hasil setelah mengikuti kegiatan konseling kelompok. Kemudian pemimpin kelompok mengucapkan terima kasih atas partisipasi anggota dalam kegiatan ini dan ditutup dengan doa. Pelaksanaan konseling kelompok siklus II dilaksanakan tanggal 7 November Konseling kelompok dilaksanakan dalam waktu 90 menit setiap kali pertemuan. Adapun uraian kegiatan konseling kelompok siklus II sebagai berikut ini : 114

6 Pertemuan I : 7 November 2011 Pada pertemuan ini, konselor membuka pertemuan dengan berdoa. Pada kesempatan ini. Pada kesempatan ini, konselor ingin mengetahui perkembangan siswa kalau siswa sidah tidak membolos lagi. Dan siswa sudah mampu bersikap tegas dan mampu menolak apabila ada teman mengajak untuk membolos. C. Analisis Data Tabel 4.1 :Temuan Konseling Kelompok Siklus I Sesi Tujuan Indikator Kegiatan Temuan Mampu berkomunikasi secara terbuka, jujur, tegas, terus terang dan apa adanya Siswa mampu berkomunikasi secara terbuka, jujur, tegas, terus terang dan apa adanya - Konseli antusias dan semangat mengikuti konseling kelompok I Pembentukan - Konseli mau bertanya tentang proses konseling kelompok apabila ada hal-hal II Mampu mengungkapkan permasalahan dihadapinya dengan jujur, terbuka, apa adanya dan terus terang Siswa mampu mengungkapkan permasalahan dihadapinya dengan jujur, terbuka, apa adanya dan terus terang Konseling (Membahas masalah BS) kurang jelas - Konseli mengungkap kan permasalaha n secara jujur, tegas, terbuka dan apa adanya 115

7 Tabel 4.1 :Temuan Konseling Kelompok Siklus I (Lanjutan 1) III IV Mampu mengungkapkan permasalahan dihadapinya dengan jujur, terbuka, apa adanya dan terus terang - Mampu mengatakan tidak apabila ada teman mengajak membolos - Mampu mengungkapk an permasalahan dihadapinya dengan jujur, terbuka, apa adanya dan terus terang Siswa mampu mengungkapkan permasalahan dihadapinya dengan jujur, terbuka, apa adanya dan terus terang - Siswa mampu mengatakan tidak apabila ada teman mengajak membolos - Siswa mampu mengungkapk an permasalahan dihadapinya dengan jujur, terbuka, apa adanya dan terus terang Konseling (membahas masalah MD) Konseling (membahas masalah FD) - Konseli mengungkap kan permasalaha n secara jujur, tegas, terbuka dan apa adanya - Konseli mengungkap kan permasalaha n secara jujur, tegas, terbuka dan apa adanya 116

8 Tabel 4.1 :Temuan Konseling Kelompok Siklus I (Lanjutan 2) V VI - Mampu mengatakan tidak apabila ada teman mengajak membolos Komunikasi secara terbuka, jujur, tegas, terus terang dan apa adanya - Siswa mampu mengatakan tidak apabila ada teman mengajak membolos Siswa mampu berkomunikasi secara terbuka, jujur, tegas, terus terang dan apa adanya Konseling (Membahas konseli sesi sebelumnya sudah mendapatkan solusi permasalahan nya) - Dari pengakuan konseli, bahwa konseli sudah mampu bersikap tegas dan mampu menolak ajakan teman untuk membolos - Dari pengakuan konseli, bahwa konseli sudah mampu bersikap tegas dan mampu menolak ajakan teman untuk membolos Pengakhiran - Konseli mengungka pkan kesankesan selama mengikuti konseling kelompok 117

9 Pada pertemuan pertama, dapat diketahui bahwa konseli sangat antusias dalam mengikuti konseling kelompok. Konseli dengan sungguh-sungguh mengikuti proses dan jalannya konseling kelompok. Konseli juga senang dapat mengikuti konseling kelompok. Saat konselor menjelaskan tentang konseling kelompok, konseli mau bertanya tentang jalannya konseling kelompok apabila ada hal-hal kurang jelas. Pada pertemuan kedua, ditemukan bahwa konseli dapat mengungkapkan permasalahan sedang dihadapinya dengan jujur, apa adanya, terbuka, dan terus terang. Saat konseling kelompok diketahui bahwa konseli tidak mampu menolak ajakan teman untuk membolos. Pada pertemuan ketiga, ditemukan bahwa konseli dapat mengungkapkan permasalahan sedang dihadapinya dengan jujur, apa adanya, terbuka, dan terus terang. Saat konseling kelompok diketahui bahwa konseli tidak mampu menolak ajakan teman untuk membolos. Pada pertemuan keempat, sebelum membantu menyelesaikan permasalahan konseli lain, konselor menanyakan perkembangan konseli pada sesi sebelumnya sudah menemukan jalan keluarnya. Dari pengakuan konseli bahwa konseli sudah dapat bersikap tegas dan menolak ajakan teman untuk membolos. Pada kesempatan berikutnya, konselor membantu konseli lainnya dan ditemukan bahwa konseli dapat mengungkapkan permasalahan sedang dihadapinya dengan jujur, apa adanya, terbuka, dan terus terang. Saat konseling kelompok diketahui bahwa konseli tidak mampu menolak ajakan teman untuk membolos. 118

10 Berdasarkan wawancara dengan siswa bahwa alasan siswa membolos adalah siswa tidak dapat mengatakan kata tidak karena siswa takut dikatakan tidak gaul oleh teman-temannya. Perubahan dialami siswa akibat dari membolos adalah nilai pelajaran siswa akan jelek, tidak naik kelas, ketinggalan pelajaran dan akan dimarahi oleh guru dan orang tua. Pada pertemuan lima, sebelum membantu menyelesaikan permasalahan konseli lain, konselor menanyakan perkembangan konseli pada sesi sebelumnya sudah menemukan jalan keluarnya. Dari pengakuan konseli bahwa konseli sudah dapat bersikap tegas dan menolak ajakan teman untuk membolos. Upaya dilakukan siswa untuk tidak membolos lagi adalah mampu menolak ajakan teman untuk membolos dengan tegas, mengikuti kegiatankegiatan positif seperti ikut kelompok olahraga, mengikuti organisasi seperti OSIS, remaja masjid (remas). Pada pertemuan keenam, konseli mengungkapkan kesan-kesan saat mengikuti kegiatan konseling kelompok. Kesan-kesan disampaikan oleh konseli sangat bagus. Konselor juga berterima kasih kepada konseli atas kesediaannya untuk mengikuti konseling kelompok dari awal hingga akhir pertemuan. Sebelum konseling kelompok diakhiri, konselor dan konseli berdoa bersama-sama. Setelah mengikuti konseling kelompok, konseli mengungkapkan bahwa konseli sudah tidak takut dikatakan tidak gaul, tidak setia kawan dan kuper 119

11 (kurang pergaulan) oleh teman-temannya apabila ada temannya mengajak untuk membolos. Dari hasil observasi dilakukan oleh penulis dari tanggal 10 Oktober 2011 sampai dengan 5 November 2011 diketahui konseli bahwa sudah tidak membolos lagi. Selain dari observasi, penulis juga melakukan studi dokumentasi melalui buku absensi siswa dilakukan dari bulan Oktober 2011 sampai bulan November 2011 diketahui kalau ketiga siswa sudah tidak membolos lagi. Pada siklus I dilaksanakan konseling kelompok sudah berhasil, maka dari itu penulis melanjutkan ke siklus II untuk pemantapan dikarenakan pada siklus I sudah terentasnya masalah kalau siswa tidak membolos lagi. Dalam temuan penelitian terungkap bahwa setelah melakukan konseling kelompok ketiga siswa sudah mampu mengungkapkan permasalahan dihadapinya dan mampu menyatakan tidak dengan tegas apabila ada teman mengajak siswa tersebut membolos serta mengungkapkan permasalahan dengan jujur, apa adanya dan terbuka. Dari sebelum diadakannya konseling kelompok, ketiga siswa sering membolos. Dan setelah diadakan konseling kelompok, ketiga siswa sudah tidak membolos lagi. Dalam diri ketiga siswa tersebut sudah ada perubahan sikap untuk tidak membolos lagi. 120

12 Tabel 4.2 : Temuan Konseling Kelompok Siklus II 1 Tujuan Indikator Kegiatan Temuan Mampu Siswa mampu Konseli sudah mengatakan mengatakan mampu tidak apabila tidak mengatakan ada teman apabila ada tidak dan mengajak teman mampu Konseling membolos mengajak bersikap tegas membolos apabila ada teman mengajak membolos. Pertemuan pertama siklus ke II dilaksanakan pada 7 November Dari hasil observasi ditemukan bahwa ketiga konseli sudah mampu dengan tegas menolak ajakan teman untuk membolos. Konseli juga tidak takut dikatakan tidak gaul dan kuper oleh teman-temannya. Setelah tidak membolos lagi, ketiga konseli mengikuti kegiatan-kegiatan positif seperti mengikuti ekstrakurikuler diadakan di sekolah seperti olahraga dan seni musik. Dengan menggunakan latihan asertif siswa mampu bersikap tegas untuk menolak apabila ada temannya mengajak membolos. D. Pembahasan Membolos adalah suatu bentuk perbuatan melalaikan kewajiban belajar di sekolah. Perilaku tersebut tergolong perilaku tidak adaptif sehingga harus ditangani secara serius. Membolos termasuk dalam kenakalan remaja, di mana dapat diartikan perbuatan melanggar aturan, perilaku tidak dapat diterima secara sosial. Membolos merupakan suatu bentuk perbuatan untuk melalaikan kewajiban belajar di sekolah. Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal baru lagi bagi pelajar, setidaknya bagi siswa pernah mengenyam pendidikan. Membolos merupakan tingkah 121

13 laku pergi meninggalkan sekolah tanpa alasan tepat pada jam pelajaran dan tanpa izin terlebih dahulu pada pihak sekolah dilakukan secara berulang-ulang. Tingkah laku membolos dilakukan para siswa di sekolah dapat dipahami sebagai tingkah laku penghindaran, dimana siswa menyelesaikan masalahnya melalui jalan pintas menurut siswa sebagai solusi terbaik atas masalah konseli alami. Subjek membolos disebabkan karena ajakan teman. Hubungan dengan teman-teman sebaya lebih berpengaruh terhadap perilaku membolos dibandingkan keberadaan guru, orang tua. Apabila siswa tersebut menolak ajakan teman, maka siswa tersebut takut dibilang tidak gaul oleh temantemannya. Hal senada dengan pendapat Ferry Hendra Prajaka (2009) bahwa teman merupakan salah satu faktor mempengaruhi perilaku sosial. Teman memainkan peran dalam berinteraksi dan beraktivitas. Teman menjadi perantara awal bagi anak untuk bersosialisasi secara aktif. Teman menjadi tempat pembelajaran nilai-nilai dan peraturan social bersifat informal tidak siswa dapatkan dari keluarga maupun sekolah. Teman baik tingkah lakunya akan memberikan dampak positif bagi seseorang. Sebaliknya jika bergaul dengan teman tingkah lakunya buruk bahkan menyimpang dapat juga memberikan pengaruh negatif bagi seseorang. Hal senada juga disampaikan di Yuli Setyowati (2004) bahwa alasan siswa membolos salah satunya adalah karena ajakan teman. Siswa ikut-ikutan membolos karena tidak mau dikatakan tidak gaul, siswa tersebut tidak mau dikatakan penakut dan takut ditinggalkan oleh gengnya. Oleh karena 122

14 itu, siswa tersebut lebih memilih sebagai anggota geng dengan ikut-ikutan membolos. Siswa memilih membolos daripada mengikuti pelajaran di sekolah dikarenakan siswa tidak mempunyai teman, sering ditinggalkan atau tidak diikutsertakan oleh teman-teman di dalam suatu kegiatan. Reaksi ini seringkali terjadi pada siswa oleh teman-temannya dikategorikan kuper (kurang pergaulan). Siswa merasa tidak dibutuhkan di dalam kegiatan tersebut, padahal siswa tersebut mampu untuk mengerjakannya. Siswa membolos mengikuti perilaku tidak baik dari temannya dikarenakan siswa tersebut takut tidak mempunyai teman, takut tidak diakui dalam kelompok dan takut dikatakan pengecut dan tidak setia kawan. Konseling behavioral sangat membantu dalam merubah perilaku siswa bermasalah menjadi tingkah laku baru diinginkan oleh siswa. Selain itu, konseling behavioral mendorong konseli untuk mengemukakan permasalahan sedang dihadapi oleh konseli. Hal ini sesuai pendapat JT Lobby Loekmono (2003) mengungkapkan bahwa konseling behavioral dapat merubah perilaku bermasalah dapat digantikan dengan tingkah laku baru diinginkan konseli misalnya konseli tidak membolos lagi. Konseling behavioral dapat merubah perilaku siswa dari membolos menjadi tidak membolos lagi. Konseling behavioral mendorong klien untuk mengemukakan permasalahan sedang dihadapinya. Konseling behavioral dapat merubah perilaku tidak sesuai dapat dihapuskan dan sesudah itu konseli mampu menguasai perilaku baru diinginkan oleh klien. 123

15 Dengan siswa mempunyai sikap tegas, jujur, terbuka dan apa adanya siswa mampu menolak ajakan teman untuk membolos. Dengan latihan asertif siswa mampu mengekspresikan perasaan siswa secara terbuka dan tanpa perasaan khawatir apabila ada teman mengajak untuk membolos. Latihan asertif mampu meningkatka perubahan sikap sehingga konseli bisa menentukan pilihan sesuai dengan situasi diinginkannya. Latihan asertif digunakan untuk melatih individu mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Dengan demikian, sependapat dengan Sunardi (2010) bahwa melalui latihan teknik asertif, siswa mampu menyatakan diri dengan tegas, jujur, terbuka dan apa adanya. Teknik asertif dapat merubah perilaku siswa dari membolos menjadi tidak membolos, karena teknik asertif mampu merubah konseli untuk bersikap tegas menolak ajakan teman mengajaknya membolos. Latihan asertif mampu mengekspresikan perasaan konseli secara bebas dan tanpa perasaan takut serta khawatir. Latihan asertif, konseli mampu menyatakan tidak pada hal-hal memang dianggap tidak sesuai dengan hati nuraninya. Latihan asertif mampu meningkatka perubahan sikap sehingga konseli bisa menentukan pilihan sesuai dengan situasi diinginkannya. Latihan asertif digunakan untuk melatih individu mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini berguna diantaranya untuk membantu orang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung dan kesulitan menyatakan 124

16 tidak. Selain itu, latihan asertif bisa diterapkan terutama pada situasisituasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk berbuat tegas. Sebelum dilakukan konseling kelompok behavioral frekuensi membolos tergolong cukup tinggi. Setelah dilakukannya konseling kelompok behavioral, bahwa konseli sudah tidak membolos.. Penggunaan konseling kelompok behavioral sangat berpengaruh terhadap berkurangnya perilaku membolos siswa. Setelah dilaksanakan konseling kelompok dengan pendekatan behavior dengan teknik latihan asertif diharapkan konseli mampu untuk menyatakan diri dengan tegas dan terbuka. Setelah melakukan konseling kelompok behavioral ini, siswa dapat mengurangi dan menghilangkan perilaku membolos dilakukan oleh siswa. Setelah mengikuti konseling kelompok ini diharapkan konseli mampu menolak permintaan orang lain (teman) dianggap oleh konseli negatif dapat merugikan siswa. Dalam temuan penelitian terungkap bahwa setelah melakukan konseling kelompok ketiga siswa sudah mampu mengungkapkan permasalahan dihadapinya dan mampu menyatakan tidak dengan tegas apabila ada teman mengajak siswa tersebut membolos serta mengungkapkan permasalahan dengan jujur, tegas apa adanya dan terbuka. Peningkatan kemampuan untuk menyatakan tidak terlihat setelah menggunakan metode latihan asertif disebabkan keunggulan metode ini adalah model pembelajaran diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship) 125

17 terutama menkut kehidupan peserta didik. Melalui latihan asertif ini siswa dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan selama ini siswa pendam. Dengan demikian penelitian ini sesuai dengan pendapat dipaparkan oleh Happy Lailatul Fajri (2011) menyatakan bahwa teknik latihan asertif dapat digunakan sebagai pengentasan pelanggaran perilaku membolos siswa. Karena dengan teknik latihan asertif ini layanan dapat dipusatkan pada siswa bermasalah karena perilaku membolos siswa, jadi teknik latihan asrtif dapat menghilangkan tingkah laku salah seperti membolos dapat diubah dengan teknik latihan asertif. 126

SATUAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK SIKLUS I

SATUAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK SIKLUS I SATUAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK SIKLUS I 1. Topik Permasalahan : Tidak mampu menolak ajakan teman 2. Bidang Bimbingan : Pribadi 3. Kompetensi Dasar : Siswa dapat menemukan masalah yang dihadapi dan belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat menimbulkan masalah. Sebab dari kebiasaan membolos seorang siswa dapat memperoleh pengaruh yang kurang

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. 1 Izin Penelitian Pada tanggal 14 September 2013 peneliti meminta surat permohonan izin penelitian dari Dekan Falkultas dan Ilmu Pendidikan yang ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK). Menurut Gunawan (2007), action research adalah kegiatan dan atau tindakan perbaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian pada tanggal 3 Maret 2012 penulis terlebih dahulu meminta surat ijin penelitian dari Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M. MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN Oleh M. Andi Setiawan, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IX A dan Kelas IX B yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kepada Kepala Sekolah SMP Negeri 8 Salatiga. Sebelumnya penulis telah

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kepada Kepala Sekolah SMP Negeri 8 Salatiga. Sebelumnya penulis telah BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Izin Penelitian Pada tanggal 11 September 2011 penulis meminta surat permohonan izin penelitian dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT) A. Teknik Latihan Asertif Latihan asertif atau sering dikenal dengan latihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

2. Faktor pendidikan dan sekolah

2. Faktor pendidikan dan sekolah BAB IV ANALISIS APLIKASI TERAPI LIFE MAPPING DENGAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR DALAM MENANGANI SISWI YANG MEMBOLOS DI SMA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO A. Faktor yang menyebabkan siswi sering membolos di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung,

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif Alberti & Emmons (1990) mendefinisikan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku kompleks yang ditunjukan oleh seseorang dalam hubungan antar pribadi, dalam mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

PENGENTASAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII MELALUI KONSELING KELOMPOK PENDEKATAN BEHAVIORAL TEKNIK LATIHAN ASERTIF DI SMP NEGERI 9 SALATIGA

PENGENTASAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII MELALUI KONSELING KELOMPOK PENDEKATAN BEHAVIORAL TEKNIK LATIHAN ASERTIF DI SMP NEGERI 9 SALATIGA PENGENTASAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII MELALUI KONSELING KELOMPOK PENDEKATAN BEHAVIORAL TEKNIK LATIHAN ASERTIF DI SMP NEGERI 9 SALATIGA SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Bimbingan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian dan Karakteristik Penelitian Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo. Penelitian ini dilakukan pada anak yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah elemen yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah elemen yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah elemen yang sangat penting terhadap kelangsungan hidup bangsa. Pendidikan memiliki peran yang penting berkaitan dengan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Arikunto (2006: 12) menjelaskan bahwa pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data 94 BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data ini dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Theresiana Salatiga, dengan mengambil subjek penelitian di kelas XI. Diperoleh subjek penelitian sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Pra Bimbingan Kelompok Pelaksanaan penelitian penggunaan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian ini adalah 12 siswa yang hasil pre-testnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian ini adalah 12 siswa yang hasil pre-testnya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah 12 siswa yang hasil pre-testnya menunjukkan percaya diri siswa yang rendah. Dari 12 siswa dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dtujukan kepada Kepala Sekolah SMP N 2 Pabelan. Sebelumnya, penulis telah meminta izin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dtujukan kepada Kepala Sekolah SMP N 2 Pabelan. Sebelumnya, penulis telah meminta izin BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Izin Penelitian Mengurus izin penelitian pada tanggal 9 Mei 2014, penulis memiinta surat permohonan izin penelitian dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEDISIPLINAN TATA TERTIB MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN. Anik Marijani

PENINGKATAN KEDISIPLINAN TATA TERTIB MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN. Anik Marijani Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 2, Mei 2015 ISSN 2442-9775 PENINGKATAN KEDISIPLINAN TATA TERTIB MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN Anik Marijani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 125 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan dari penelitian Penggunaan Teknik Assertive Training untuk Mereduksi Kebiasaan Merokok Pada Remaja diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam proses kehidupannya guna melangsungkan aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhirnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng

BAB I PENDAHULUAN. Akhirnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi sebagian besar siswa. Tindakan membolos merupakan salah satu tindakan siswa untuk melampiaskan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Angket ini berisi daftar pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang

KATA PENGANTAR. Angket ini berisi daftar pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang LAMPIRAN KATA PENGANTAR Angket ini berisi daftar pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang kami lakukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai resiliency pada remaja yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian eksperimen semu. Menurut Sugiyono. terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian eksperimen semu. Menurut Sugiyono. terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilihat dari kualifikasinya, maka penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Lokasi Penelitian SMP Negeri 7 Salatiga merupakan tempat yang dipilih penulis untuk melakukan penelitian. Sekolah ini beralamat di jalan Setiaki No.15, Salatiga.

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA Ertik Indrawati, Setyorini dan Sumardjono Padmomartono Program Studi S1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu bahwa prosedur pengumpulan data yang di tempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah observasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Membolos 1. Pengertian Membolos Menurut Gunarsa (1981) membolos adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Membolos sering terjadi tidak hanya saat ingin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Gambaran umum kecenderungan kecanduan facebook pada siswa SMP Negri 10 salatiga kelas VIII E dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, Januari 2015 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal,

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Tehnik Mesin SMK Saraswati Salatiga yang berjumlah 36 siswa. Populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari

Lebih terperinci

LAYANAN KONSELING KELOMPOK

LAYANAN KONSELING KELOMPOK sugiyatno@uny.co.id LAYANAN KONSELING KELOMPOK Program Studi Bimbingan Konseling FIP Universitas Negeri Yogyakarta 2010 Konseling Proses membantu individu mengatasi hambatan2 perkembangan dirinya dan utk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2013.kepada anak anak di Panti Asuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2013.kepada anak anak di Panti Asuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Persiapan Penelitian Pada tanggal 29 Mei 2013 penulis meminta ijin kepada ketua Panti Asuhan AL-ITTIHAD Semowo untuk mengadakan penilitian di Panti Asuhan AL-ITTIHAD

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pembahasan dari ke empat kasus

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pembahasan dari ke empat kasus 84 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pembahasan dari ke empat kasus siswa yang memiliki kesulitan belajar siswa SD pada mata pelajaran IPA, maka dapat

Lebih terperinci

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama TAHAP AWAL KEGIATAN KELOMPOK

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama   TAHAP AWAL KEGIATAN KELOMPOK BK KELOMPOK Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id TAHAP AWAL KEGIATAN KELOMPOK A. Pendahuluan Pekerjaan konselor kelompok sudah dimulai jauh sebelum pertemuan kelompok yang pertama kali.

Lebih terperinci

Hasil observasi peneliti terhadap subjek penelitian sebelum diadakan treatment. bimbingan kelompok. Ruang multimedia SMA 1 Mejobo.

Hasil observasi peneliti terhadap subjek penelitian sebelum diadakan treatment. bimbingan kelompok. Ruang multimedia SMA 1 Mejobo. 147 Hasil observasi peneliti terhadap subjek penelitian sebelum diadakan treatment bimbingan Kelas XI IPS 4 Tempat Waktu Observer Aspek yang diobservasi Ruang multimedia SMA 1 Mejobo 35 Menit Hendri Setiawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sosial pada remaja ditandai dengan meningkatnya intensitas komunikasi dengan teman sebaya.dimana perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan kelompok

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji Asumsi dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis, uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Tujuan dari uji asumsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanaan di SMP Negeri 2 Ambarawa Kabupaten Semarang. Lokasi penelitian tersebut berada di Jl.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa 62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng

BAB IV ANALISIS DATA. A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng BAB IV ANALISIS DATA A. Faktor-Faktor Penyebab Anak Terkena Epilepsi di Gubeng Klingsingan Surabaya Faktor penyebab klien terkena epilepsi terjadi karena faktor eksternal. Yaitu faktor yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

Selamat Mengerjakan!!!

Selamat Mengerjakan!!! 55 ANGKET Nama Siswa : Kelas : Petunjuk Pengisian 1. Bacalah dan pahami setiap pernyataan dengan teliti. 2. Jawaban Anda tidak akan mempengaruhi nilai akademis Anda maupun hubungan Anda dengan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan manusia, tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Nelly Oktaviyani (nellyokta31@yahoo.com) 1 Yusmansyah 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The purpose of this study

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, semenjak ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat terutama ilmu psikologi dan ilmu pendidikan, maka fase-fase perkembangan manusia telah

Lebih terperinci

BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH

BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH BAB IV UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENANGANI STRES SEKOLAH A. Upaya Guru Bimbingan dan Konseling Dalam Menangani Stres Sekolah Seperti telah diketahui bahwa stress adalah fenomena umum yang

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU SOPAN SANTUN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU SOPAN SANTUN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, Januari 2015 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU SOPAN SANTUN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA Ita Roshita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas dari interaksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU no. 20/03 tentang sistem pendidikan Nasioanl pasal 1 ayat (1) menerangkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK). Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Kunandar, 2011), action research adalah kegiatan

Lebih terperinci

KONSELING. Oleh: Muna Erawati

KONSELING. Oleh: Muna Erawati TAHAPAN dan TEKNIK KONSELING Oleh: Muna Erawati Tujuan Konseling Insight: mendapat pemahaman mengenai asal muasal dan perkembangan kesulitan emosi, lalu meningkat pada peningkatan kapasitas pengendalian

Lebih terperinci

A. Komunikasi Massa Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media.

A. Komunikasi Massa Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media. Bentuk Komunikasi A. Komunikasi Massa Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media. 1. Karakteristik komunikasi massa

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

Bab IV. Analisis Data

Bab IV. Analisis Data 90 Bab IV Analisis Data A. Analisis Data tentang hasil buku paket peningkatan keterampilan komunikasi konseling melalui reframing bagi mahasiswa jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya. Remaja berada di sekolah dari pukul tujuh pagi sampai pukul tiga sore, bahkan sampai

Lebih terperinci

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari Konsep Behavioral Therapy KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR Dyesi Kumalasari Dyesi91kumalasari91@gmail.com Abstrak Artikel ini mendiskripsikan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Konseling Kelompok Salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja,

BAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, tetapi juga mendidik aspek-aspek lainnya, salah satunya aspek sosial perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi diri yang dimiliki seseorang, pada dasarnya merupakan sesuatu yang unik. Artinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN BERBASIS PERMAINAN

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN BERBASIS PERMAINAN Jurnal Pendidikan, Volume VI No: 03, Desember 2015 MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN BERBASIS PERMAINAN Sudarmono SMA Negeri 1 Magelang email: darmono28@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang dapat mengurangi rasa cemas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan kooperatif tipe group investigation (GI) pada mata pelajaran IPS dengan materi Perjuangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah 16 siswa kelas XII Tata Boga 2 SMKN 1 Salatiga yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu masing-masing

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA. Nelly Chandrawati Manalu

UPAYA MENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA. Nelly Chandrawati Manalu Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA Nelly

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING

PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING Proses-proses konseling meliputi tahap awal, tahap pertengahan (tahap kerja), tahap akhir. Teknik-teknik konseling meliputi ragam teknik konseling, penguasaan teknik

Lebih terperinci

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP Identitas Diri Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : L / P Kelas : PETUNJUK PENGISIAN Assalamu alaikum Wr.Wb. Angket ini bukan suatu tes, tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa awal remaja adalah masa seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI PERILAKU FIKSASI PADA ANAK (STUDI KASUS ANAK YANG SELALU BERGANTUNG PADA ORANG LAIN)) A. Analisis Proses Pelaksanaan

Lebih terperinci

Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir

Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir Trust vs mistrust Aspek kognitif Aspek sosial Aspek pertimbangan Autonomy vs doubt and shame Initiative vs guilt inisiatif Ciri-ciri subjek sebagai

Lebih terperinci

SOLUTION FOCUSED BRIEF GROUP THERAPY (SFBGT)

SOLUTION FOCUSED BRIEF GROUP THERAPY (SFBGT) 43 MODUL SOLUTION FOCUSED BRIEF GROUP THERAPY (SFBGT) Untuk Perilaku Agresif Remaja Oleh : Danang Setyo Budi Baskoro 44 Solution Focused Brief Group Therapy Untuk Perilaku Agresif Remaja Pengertian Solution

Lebih terperinci

Skala Sikap Juvenile Delinquency Berdasarkan Teori Jensen (dalam Sarwono, 2000)

Skala Sikap Juvenile Delinquency Berdasarkan Teori Jensen (dalam Sarwono, 2000) LAMPIRAN Skala Sikap Juvenile Delinquency Berdasarkan Teori Jensen (dalam Sarwono, 2000) Nama : Jenis Kelamin : Usia : Petunjuk Pengisian Angket 1. Bacalah tiap pernyataan dengan seksama, pilihlah satu

Lebih terperinci

UPAYA MENGURANGI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI KONSELING INDIVIDUAL DENGAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT PADA SISWA SMP NEGERI 6 PALU

UPAYA MENGURANGI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI KONSELING INDIVIDUAL DENGAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT PADA SISWA SMP NEGERI 6 PALU UPAYA MENGURANGI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI KONSELING INDIVIDUAL DENGAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT PADA SISWA SMP NEGERI 6 PALU Marti Yoan Tutiona S 1 Abd. Munir Bau Ratu ABSTRAK Kata Kunci : Konseling Individual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu siklus satu dan siklus dua, masing-masing siklus tiga kali

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1.Interaksi Sosial Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. No Nama Skor Kategori Kelompok

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1.Interaksi Sosial Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. No Nama Skor Kategori Kelompok BAB IV PEMBAHASAN 1.1.Deskripsi Subjek Penelitian 1.1.1. Lokasi Penelitian Penulis memilih melakukan penelitian di SMP Negeri 02 Kaliwungu yang beralamat di desa Papringan, kecamatan Kaliwungu, kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, sekolah untuk mengarahkan remaja melalui bimbingan konseling.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, sekolah untuk mengarahkan remaja melalui bimbingan konseling. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konseling merupakan suatu layanan profesional yang dilakukan oleh konselor terlatih terhadap klien/konseli. Layanan konseling dilakukan secara tatap muka dan direncanakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari BAB IV ANALISIS DATA Pada bab ke empat ini peneliti akan menguraikan analisis dari data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah data diperoleh dari lapangan yang berupa observasi dan wawancara

Lebih terperinci