BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan selsel

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan selsel"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan selsel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007). Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu: a) Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar b) Dermis (korium, kutis, kulit jangat). Dibawah dermis terdapat Subkutis atau jaringan lemak bawah kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik karena kosmetik dipakai pada epidermis itu.meskipun ada beberapa jenis kosmetik yang digunakan sampai ke dermis, namun tetap penampilan epidermis yang menjadi tujuan utama (Tranggono dan Latifah, 2007). 2.2 Fungsi Kulit Fungsi kulit adalah sebagai sawar utama antara tubuh dan lingkungan hidup yang terdiri atas berbagai macam agen, baik fisik maupun kimia seperti tekanan, tarikan, goresan, kelembaban, panas, dingin, zat kimia, jasad renik, dan 6

2 lainnya yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit. Radiasi solar adalah agen fisik utama yang dapat membahayakan kulit kita.kerusakan kulit tersebut terjadi akibat adanya komponen sinar ultraviolet dari sinar matahari yang mencapai bumi kita (Wasitaatmadja, 1997). Ada dua macam komponen sinar ultraviolet yang mencapai bumi, yaitu UVA ( nm) dan UVB ( nm). UVB merupakan komponen yang mempunyai daya rusak tinggi pada kulit, sedangkan UVA lebih condong dapat merusak kulit dengan bantuan fotosinsitizer kimia baik alami maupun sintesis yang terdapat pada kulit (Wasitaatmadja, 1997). 2.3 Tabir Surya Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memantulkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari, terutama daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya matahari (Ditjen POM, 1985). Ada 2 macam tabir surya, yaitu : 1. Tabir surya kimia, meliputi PABA, PABA ester, benzofenon, salisilat, antranilat, yang dapat mengabsorbsi hampir 95% radiasi sinar UVB yang dapat menyebabkan sunburn (eritema) dan menghalangi UVA penyebab direct tanning, kerusakan sel elastin, actinitic skin damage, dan timbulnya kanker kulit. 2. Tabir surya fisik, misalnya titanium dioksida, Mg silikat, seng oksida, red petrolatum dan kaolin, yang dapat memantulkan sinar. Tabir surya fisik dapat menahan UVA maupun UVB (Wasitaatmadja, 1997). 7

3 Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dilakukan kombinasi antara tabir surya kimia dan tabir surya fisik, bahkan ada yang menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetik (Wasitaatmadja, 1997). Kemampuan menahan sinar ultraviolet dari tabir surya dinilai dalam faktor proteksi sinar (Sun Protecting Factor/SPF) yaitu perbandingan antara dosis minimal yang diperlukan untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi tabir surya dengan yang tidak. Nilai SPF ini berkisar antara 0 sampai 100, dan kemampuan tabir surya yang dianggap baik berada di atas 15. Pathak membagi tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut : 1. Minimal bila SPF antara 2-4, contoh salisilat, antranilat. 2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat, benzofenon. 3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivat PABA. 4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA 5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non PABA,dan Fisik (Wasitaatmadja, 1985). Tabel 2.1 Tabir surya yang diizinkan untuk digunakan Bahan aktif tabir surya Konsentrasi Maksimum % (Amerika Serikat) Konsentrasi Maksimum % (Komunitas Ekonomi Eropa) Asam aminobenzoat 15 5 Avobenzon 3 5 Sinosat 3 10 Dioksibenzon 3 10 Homosalat Maradimat (Mentil antranilat) Oktotrilen (2-etilheksil 2- siano-3,3-difenilakrilat Oktinosat (Oktil metoksisinamat) ,5 10 8

4 Oktisalat (Oktil salisilat) 5 5 Oksibenzon 6 10 Padimat O 8 8 Ensulizol (Asam sulfonat 4 8 fenilbenzimidazol) Sulisobenzon 10 - Titanium dioksida 25 - Trolamin salisilat 12 - (Trietanolamin salisilat) Zink oksida 25 - (Sumber : Rieger, 2000). 2.4 Proteksi Terhadap Ultraviolet Perlindungan dari paparan radiasi UV menyebabkan penurunan risiko untuk perkembangan kanker kulit. Oleh karena itu, fotoproteksi optimal secara teratur menggunakan tabir surya, mengenakan pakaian pelindung, termasuk menghindari paparan UV jika dimungkinkan. Rekomendasi untuk fotoproteksi yang mencakup ketiga pendekatan ini paling efektif dalam mengurangi resiko kanker kulit. Tabir surya bekerja terutama melalui dua mekanisme: (i) menghamburkan dan refleksi energi UV, dan (ii) penyerapan energi UV. Banyak tabir surya saat ini mengandung bahan-bahan yang bekerja melalui kedua mekanisme baik dalam hal perlindungan UV. Faktor yang paling penting untuk menentukan efektivitas tabir surya adalah Sun Protection Factor (SPF). Pengukuran SPF menunjukkan kemampuan tabir surya untuk mencegah terjadinya eritema pada paparan radiasi UV, terutama UVB. Nilai SPF didefinisikan sebagai perbandingan energi UVB yang dibutuhkan untuk menghasilkan eritema minimal pada kulit yang dilindungi dengan eritema yang sama pada kulit yang tidak dilindungi dalam individu yang sama. Untuk contoh, seorang individu menggunakan tabir surya SPF 4 akan mengambil empat kali lebih lama untuk mengalamai eritema pada kutan ketika terpapar radiasi UVB, 9

5 dibandingkan dengan ketika individu tidak memiliki perlindungan. Food and Drug Administration (FDA) yang mengawasi pemasaran dan distribusi produkproduk tabir surya di Amerika Serikat, menyarankan bahwa tabir surya harus menyediakan setidaknya nilai SPF 2. Kebanyakan di pasaran tersedia produk tabir surya memiliki nilai SPF yang melebihi perlindungan minimum. Nilai SPF tabir surya terutama mengukur kemampuan untuk melindungi terhadap radiasi UVB dan tidak cukup mengatasi efek UVA (Draelos, 2006). 2.5 Sun Protecting Factor (SPF) Efektivitas dari suatu sediaan tabir surya dapat ditunjukkan salah satunya adalah dengan nilai sun protecting factor (SPF), yang didefinisikan sebagai jumlah energi UVB yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose (MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan jumlah energi UVB yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang tidak diberikan perlindungan (Wood et al, 2000; Wolf et al, 2001). Minimal erythema dose (MED) didefinisikan sebagai waktu jangka waktu terendah atau dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya erythema (Wood et al, 2000; Wolf et al, 2001). Secara sederhana SPF dapat dirumuskan sebagai berikut : SPF = minimal erythema dose in sunscreen protected skin minimal erythema dose in nonsuscreen protected skin Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in vitro. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro secara umum dibagi dalam dua tipe. Tipe pertama adalah dengan cara mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui lapisan produk tabir surya pada plat kuarsa atau biomembran. Tipe 10

6 yang kedua adalah dengan menentukan karakteristik serapan tabir surya menggunakan analisis secara spektrofotometri larutan hasill pengenceran dari tabir surya yang diuji (Fourneron et al, 1999; Gordon, 1993; Mansur et al, 1986; Pissavini et al, 2003; Walters et al, 1997). Mansur (1986), mengembangkan suatu persamaan matematis untuk mengukur nilai SPF secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer. Persamaannya adalah sebagai berikut : SPF = CF x x EE x I Dimana : EE = Spektrum efek eritemal I = Intensitas spektrum sinar Abs = Serapan produk tabir surya CF = Faktor koreksi (= 10) Tabel 2.2 Ketetapan nilai EE x I (Sayre et al, 1979) Panjang gelombang (nm) Nilai EE x I 290 0, , , , , , , Avobenzone Avobenzone atau dikenal dengan nama lain yaitu Butil Metoksidibenzoilmetan disetujui untuk digunakan oleh FDA pada tahun 1997, merupakan serbuk putih yang larut dalam minyak yang menunjukkan baik pada absorbansi UVA (lamda maks. 358). Avobenzone dapat digunakan sendiri atau dapat dikombinasikan dengan tabir surya lain, seperti : 11

7 Dietanolamin metoksisinamat (saat ini tidak disetujui FDA) Dioksibenzone Oktokrilene Oktinosat Oktisalat Oksibenzone Sulisobenzone Trolamin Salisilat (Rieger, 2000). Gambar 2.1 Rumus bangun Avobenzone (Sumber : USP 32- NF 27, 2009). 2.7 Oktil Metoksisinamat Oktil metoksisinamat adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam sediaan tabir surya. Oktil metoksisinamat tergolong dalam tabir surya kimia yang melindungi kulit dengan cara menyerap energi dari radiasi UVB dan mengubahnya menjadi energi panas. Senyawa-senyawa golongan ini menyerap radiasi UVB dan mengubahnya ke dalam bentuk radiasi dengan panjang gelombang yang lebih besar. Radiasi yang diserap senyawa ini menyebabkan molekulnya tereksitasi ke bentuk yang memiliki energi lebih besar daripada ground state. Dan ketika molekul yang tereksitasi ini kembali ke keadaan ground state, energi diemisikan dalam bentuk yang lebih rendah daripada energi yang diserap. Energi ini diemisikan dalam bentuk panjang gelombang yang lebih besar. 12

8 2-etilheksil 4-metoksisinamat atau oktinosat adalah senyawa golongan sinamat yang menyerap sinar pada panjang gelombang nm pada daerah UVB. Saat terekspos ke cahaya, oktilmetoksisinamat berubah menjadi bentuk yang memiliki kemampuan absorbsi lebih rendah (dari bentuk trans- menjadi bentuk cis-) sehingga menurunkan efektifitasnya (Barel et al, 2001). Gambar 2.2 Rumus bangun Oktil Metoksisinamat (Sumber :Merck Index, 2001). 2.8 Emulgel Emulgel adalah emulsi, baik itu tipe minyak dalam air (M/A) maupun air dalam minyak (A/M), yang dibuat menjadi sediaan gel dengan mencampurkan bahan pembentuk gel (Mohamed, 2004; Jain et al, 2010; Bhanu et al, 2011). Sedangkan emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai globul-globul dalam fase cair lain (Martin et al, 1993). Fase tersebut terdiri atas fase hidrofil, umumnya adalah air, dan fase lipofil (hidrofob) yaitu minyak mineral, minyak tumbuhan, atau pelarut lipofil seperti kloroform, benzene, dan sebagainya. Untuk menstabilkan emulsi dibutuhkan emulgator atau bahan pengemulsi (Voight, 1995). Emulsi sering digunakan sebagai bentuk sediaan topikal karena memiliki tingkat elegan tertentu dan dapat dengan mudah dicuci dengan air kapanpun bila diinginkan. Emulsi juga memiliki kemampuan penetrasi yang tinggi dalam menembus lapisan kulit. Selain itu, peneliti dapat dengan mudah mengatur 13

9 penampilan, kelicinan, dan kekentalannya untuk dibuat suatu sediaan emulsi kosmetik atau dermatologis (Mohamed, 2004). Terdapat dua tipe emulsi sederhana, yaitu emulsi air dalam minyak (A/M) dan emulsi minyak dalam air (M/A). Emulsi air dalam minyak terbentuk bila medium pendispersi/fase kontinu/fase luar adalah minyak dan fase terdispersi/fase dalam adalah air, sedangkan emulsi minyak dalam air merupakan minyak sebagai fase dalam didispersikan didalam fase kontinu air (Martin et al, 1993). Baik emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak telah banyak digunakan sebagai bahan pembawa untuk menghantarkan obat melalui rute pemberian topikal (Mohamed, 2004). Namun emulsi minyak dalam air merupakan tipe emulsi yang paling banyak digunakan karena lebih mudah dihilangkan dari kulit serta tidak mengotori pakaian. Basis ini disebut dengan basis tercuci. Kerugian dari basis ini adalah air dapat menguap serta bakteri dan jamur lebih mudah tumbuh sehingga memerlukan pengawet (Panwar et al, 2011). Pada emulgel, emulsi dicampurkan kedalam basis gel yang telah dibuat secara terpisah. Kapasitas gel dari sediaan emulgel membuat formulasi emulsi menjadi lebih stabil karena adanya penurunan tegangan permukaan dan tegangan antar muka secara bersamaan dengan meningkatnya viskositas dari fase air (Khullar et al, 2012). Emulgel memilki karakteristik yang dimiliki oleh suatu sediaan emulsi dan gel sehingga memiliki tingkat penerimaan oleh pasien yang tinggi. Oleh karena itu emulgel saat ini telah banyak digunakan sebagai pembawa dalam sediaan topikal (Panwar et al, 2011). Dibandingkan dengan sediaan lain, emulgel memiliki beberapa kelebihan, yaitu : 14

10 a. Dapat membawa obat yang bersifat hidrofobik dan tidak larut air. Obat-obat hidrofobik tidak dapat dicampurkan secara langsung kedalam basis gel biasa karena kelarutan menjadi penghalang utama dan menjadi masalah ketika obat akan dilepaskan. Emulgel membantu mencampurkan obat hidrofobik kedalam fase minyak lalu globul minyak tersebut didispersikan dalam fase air dengan mencampurkannya pada basis gel b. Stabilitas yang lebih baik. Sediaan transdermal/topikal lain memiliki stabilitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan emulgel. Misalnya sediaan serbuk bersifat higroskopis, krim yang menunjukkan inversi fase atau breaking dan salep dapat menjadi tengik karena menggunakan basis berminyak. c. Kapasitas penyerapan obat lebih baik bila dibandingkan dengan sistem partikulat seperti niosom dan liposom. Niosom dan liposom yang berukuran nano dan merupakan struktur vesikular dapat terjadi kebocoran sehingga dapat menyebabkan efisiensi penyerapan yang lebih rendah. Sedangkan gel yang merupakan konstituen dengan jaringan yang lebih luas dapat menyerap obat lebih baik. d. Memungkinkan biaya produksi yang lebih rendah. Pembuatan emulgel terdiri dari tahapan yang pendek dan sederhana sehingga memungkinkan untuk diproduksi. Tidak ada alat khusus yang dibutuhkan untuk memproduksi emulgel. Selain itu, bahan yang digunakan merupakan bahan yang mudah dijangkau secara ketersediaan dan ekonomis. e. Tidak memerlukan proses sonikasi yang intensif. Dalam membuat molekul vesikular memerlukan sonikasi yang dapat menyebabkan kebocoran atau 15

11 degradasi obat. Namun, permasalahan ini tidak ditemui ketika membuat emulgel karena tidak memerlukan sonikasi. f. Emulgel dapat dibuat menjadi sediaan lepas terkendali untuk obat-obat dengan waktu paruh pendek (Panwar et al, 2011). Emulgel dibuat dengan mencampurkan emulsi dengan gel dengan perbandingan tertentu.bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan emulgel adalah gelling agent yang dapat meningkatkan viskositas, emulsifying agent untuk menghasilkan emulsi yang stabil, humektan dan pengawet. Syarat sediaan emulgel sama seperti syarat untuk sediaan gel, yaitu untuk penggunaan dermatologi harus mempunyai syarat sebagai berikut : tiksotropik, mempunyai daya sebar yang mudah melembutkan, dapat bercampur dengan beberapa zat tambahan (Mohamed, 2004). Emulgel merupakan emulsi, baik minyak dalam air (m/a) maupun air dalam minyak (a/m) yang dicampurkan bersama agen pembentuk gel sehingga membentuk emulgel.bentuk sediaan emulgel lebih disukai oleh pasien karena memiliki keuntungan sifat emulsi dan gel. Oleh karena itu, emulgel digunakan sebagai pembawa berbagai macam obat pada kulit (Mohamed, 2004). 2.9 Teori Emulsifikasi Beberapa teori emulsifikasi berikut menjelaskan bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling bercampur: a. Adsorpsi Monomolekuler Surfaktan, atau amfifil, mengurangi tegangan antarmuka karena adsorpsinya pada antarmuka minyak-air membentuk selaput monomolekuler. 16

12 Tetesan terdispersi dilapisi oleh suatu lapisan tunggal koheren yang membantu mencegah penggabungan antara dua tetesan ketika satu sama lain mendekat. Idealnya, lapisan selaput tersebut bersifat fleksibel sehingga mampu membentuk kembali dengan cepat jika pecah atau terganggu. Efek lain yang meningkatkan stabilitas adalah adanya muatan permukaan yang akan menyebabkan tolakmenolak antara partikel-partikel yang berdekatan (Sinko, 2006). Pada praktiknya, sekarang ini kombinasi bahan pengemulsi lebih sering digunakan daripada pengemulsi tunggal dalam pembuatan emulsi. Pada tahun 1940, Schulman dan Cockbain untuk pertama kalinya mengetahui perlunya pengemulsi hidrofilik terutama dalam fase air dan bahan hidrofobik dalam fase minyak untuk membentuk suatu selaput kompleks pada antarmuka. Tiga campuran bahan pengemulsi pada antarmuka minyak-air digambarkan pada Gambar 2.3. Kombinasi natrium setil sulfat dan kolesterol menyebabkan terbentuknya suatu selaput kompleks Gambar 2.3a, yang menghasilkan emulsi yang sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol zat tunggal tidak membentuk selaput yang terkondensasi atau tersusun rapat Gambar 2.3, dan karenanya, kombinasi keduanya menghasilkan emulsi yang tidak baik. Pada Gambar 2.3c, setil alkohol dan natrium oleat menghasilkan selaput yang tersusun rapat, tetapi kompleksasinya terabaikan sehingga juga menghasilkan suatu emulsi yang buruk. Atlas ICI menganjurkan untuk mengkombinasi Tween yang hidrofilik dengan Span yang lipofilik, dengan memvariasikan perbandingannya untuk menghasilkan emulsi m/a atau a/m yang diinginkan. Boyd dkk membahas penggabungan molekular Tween 40 dan Span 80 dalam menstabilkan emulsi. 17

13 Pada Gambar 2.4, bagian hidrokarbon molekul Span 80 (Sorbitan monoleat) berada dalam globul minyak dan radikal sorbitan berada dalam fase air. Kepala sorbitan yang besar pada molekul Span mencegah ekor-ekor hidrokarbon bergabung rapat dalam fase minyak. Ketika Tween 40 (polioksietilen sorbitan monopalmitat) ditambahkan, senyawa ini mengarah pada antarmuka dengan ekor hidrokarbonnya berada dalam fase minyak, sedangkan sisa rantainya, bersama dengan cincin sorbitan dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air.rantai hidrokarbon molekul Tween 40 teramati berada dalam globul minyak diantara rantai-rantai Span 80, dan orientasi ini menghasilkan tarik-menarik van der Waals yang efektif. Dengan cara ini, selaput antarmuka diperkuat dan stabilitas emulsi m/a ditingkatkan terhadap penggabungan partikel (Sinko, 2006). Gambar 2.3 Gambaran kombinasi bahan pengemulsi pada antarmuka minyak-air suatu emulsi (Martin et al, 1993). 18

14 Gambar 2.4 Skema tetesan minyak dalam emulsi minyak-air, menunjukkan orientasi molekul Tween dan Span pada antarmukanya (Martin et al, 1993). Tipe emulsi yang dihasilkan, m/a atau a/m, terutama bergantung pada sifat bahan pengemulsi. Karakteristik ini disebut sebagai kesimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance, HLB). Surfakatan merupakan suatu pengemulsi, bahan pembasah, detergen, atau bahan pelarut dapat diperkirakan dari harga HLB (Sinko, 2006). b. Adsorpsi Multimolekuler dan Pembentukan Selaput Koloid lipofilik terhidrasi telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai bahan pengemulsi, meskipun penggunaannya menurun karena saat ini banyak tersedia bahan pengemulsi sintetis. Artinya, koloid ini dapat dianggap sebagai 19

15 aktif permukaan karena tampak pada antarmuka minyak-air. Namun, koloid ini berbeda dari bahan aktif permukaan sintetis, yaitu tidak menyebabkan penurunan tegangan antarmuka yang berarti dan zat ini membentuk suatu lapisan multimolekuler dan bukan lapisan monomolekuler pada antarmuka. Kerja koloid ini sebagai bahan pengemulsi terutama disebabkan oleh efek yang kedua karena selaput yang terbentuk kuat dan mencegah penggabungan. Suatu efek pembantu yang meningkatkan stabilitas adalah peningkatkan viskositas medium dispersi yang signifikan. Karena bahan pengemulsi yang membentuk multilapisan di sekitar tetesan selalu hidrofilik, bahan pengemulsi tersebut cenderung menyebakan pembentukan emulsi m/a (Sinko, 2006). c. Adsorpsi Partikel Padat Partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi hingga derajat tertentu oleh minyak dan air dapat bekerja sebagai bahan pengemulsi. Hal ini disebabkan partikel padat tersebut menghasilkan suatu selaput partikulat di sekitar tetesan terdispersi sehingga mencegah penggabungan. Serbuk yang lebih mudah dibasahi dengan air membentuk emulsi m/a, sedangkan yang lebih mudah dibasahi dengan minyak membentuk emulsi a/m (Sinko, 2006) Stabilitas Emulsi Terhadap Ukuran Partikel Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika : a) fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan. b) jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam (Ansel, 1989). 20

16 Menurut persamaan Stokes, laju pemisahan dari fase terdispersi dari suatu emulsi dapat dihubungkan dengan faktor-faktor seperti, ukuran partikel dari fase terdispersi, perbedaan dalam kerapatan antarfase, dan viskositas fase luar. Perlu diingat bahwa laju pemisahan ditingkatkan oleh makin besarnya ukuran partikel fase dalam, makin besarnya perbedaan kerapatan antara kedua fase, dan berkurangnya viskositas fase luar. Oleh karena itu untuk meningkatkan stabilitas suatu emulsi, bulatan atau ukuran partikel harus dibuat sehalus mungkin, perbedaan fase terdispersi dan fase luar harus sekecil mungkin dan viskositas fase luar harus cukup tinggi (Ansel, 1989) Ketidakstabilan Emulsi Emulsi yang secara termodinamika tidak stabil umumnya disebabkan oleh tingginya energi bebas permukaan yang terbentuk. Hal ini terjadi karena pada proses pembuatannya luas permukaan salah satu fase akan bertambah berlipat ganda, sedangkan seluruh sistem cenderung kembali kepada posisinya yang paling stabil, yaitu pada saat energi bebasnya paling rendah. Oleh karena itu, globulglobul akan bergabung sampai akhirnya sistem memisah kembali. Berdasarkan fenomena tersebut dikenal beberapa peristiwa ketidakstabilan emulsi yaitu flokulasi, creaming, koalesen, dan demulsifikasi (Lund, 1994). Flokulasi dan creaming terjadi karena penggabungan kembali globul terdispersi yang disebabkan oleh adanya energi bebas permukaan. Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak beraturan di dalam emulsi, sedangkan creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi.lapisan-lapisan tersebut terjadi karena pengaruh faktor gravitasi. Pada 21

17 kedua peristiwa tersebut, emulsi masih dapat diperbaiki melalui pengocokan (Lund, 1994). Koalesen dan demulsifikasi terjadi bukan semata-mata karena energi bebas permukaan tetapi juga disebabkan oleh ketidaksempurnaan pelepasan globul. Koalesen adalah peristiwa terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi terjadi akibat proses lanjutan dari koalesen. Untuk kedua peristiwa ini, emulsi tidak dapat diperbaiki melalui pengocokan (Lund, 1994). Ketidakstabilan emulsi yang lain adalah terjadinya inversi fase. Inversi fase terjadi bila emulsi yang semula merupakan emulsi minyak dalam air (m/a) berubah menjadi emulsi air dalam minyak (a/m). Inversi fase dapat terjadi karena jumlah fase terdispersi ditingkatkan hingga mencapai atau melebihi batas maksimum yaitu 74% dari volume total, perubahan suhu, atau penambahan bahan yang dapat mengganggu kestabilan emulsi. Inversi fase juga dapat terjadi karena penggunaan peralatan yang kotor atau prosedur pencampuran yang salah (Lund, 1994) Analisis Ukuran Partikel Mikromimetik adalah ilmu dan teknologi tentang partikel kecil, salah satunya adalah partikel. Dalam bidang kefarmasian terdapat beberapa informasi yang perlu diperoleh dari partikel, yaitu bentuk dan luas permukaan partikel serta ukuran partikel dan distribusi partikel. Data tentang ukuran partikel diperoleh dalam diameter partikel dan distribusi diameter partikel, sedangkan bentuk partikel member gambaran tentang luas permukaan spesifik partikel dan teksturnya (Martin et al, 1993). 22

18 Metode mikroskopik merupakan metode sederhana yang hanya menggunakan satu alat yaitu mikroskop yang bukan merupakan alat yang rumit dan memerlukan penanganan khusus. Kerugian dari metode mikroskopik adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dua dimensi dari partikel tersebut yaitu diameter, selain itu jumlah partikel yang harus dihitung sekitar partikel agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi, sehingga metode ini membutuhkan waktu dan ketelitian (Martin et al, 1993). Setiap kumpulan partikel biasanya berupa polidispersi. Oleh sebab itu, perlu untuk mengetahui tidak hanya ukuran partikel tertentu, tetapi juga jumlah partikel berukuran sama yang terdapat dalam sampel. Jadi, kita membutuhkan suatu perkiraan kisaran ukuran yang ada dan banyaknya atau berat fraksi setiap ukuran partikel atau disebut juga dengan distribusi partikel (Sinko, 2006). Berdasarkan distribusi partikel ini kita dapat menghitung ukuran partikel rerata untuk sampel tersebut. Distribusi ukuran partikel dilihat dengan cara memplotkan jumlah partikel yang terletak dalam suatu kisaran ukuran tertentu terhadap kisaran ukuran atau ukran partikel rata-rata, maka akan diperoleh kurva distribusi frekuensi. Dari kurva distribusi frekuensi dapat dilihat juga ukuran partikel berapa yang sering muncul (Sinko, 2006). 23

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan, tetapi selain mempunyai manfaat sinar matahari juga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

BAB I PENDAHULUAN. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekeringan, keriput sampai kanker kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kekeringan, keriput sampai kanker kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari, disatu pihak sangat diperlukan oleh makhluk hidup sebagai sumber energi, kesehatan kulit dan tulang, misalnya dalam pembentukan vitamin D dari pro vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sinar matahari merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup, namun ternyata

Lebih terperinci

Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar. matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah

Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar. matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Iklim tropis di Indonesia menjadikan negara kita ini memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Pengaruh menguntungkan dari sinar matahari adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk Indonesia. Tanaman anggur merupakan tanaman tropis bertipe iklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk Indonesia. Tanaman anggur merupakan tanaman tropis bertipe iklim BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Anggur Anggur diduga berasal dari sekitar Laut Hitam dan Laut Kaspi. Kemudian, menyebar ke amerika utara, amerika selatan, dan eropa, selanjutnya ke Asia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama radiasi sinar UV terjadi pembentukan Reactive Oxygen Species

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama radiasi sinar UV terjadi pembentukan Reactive Oxygen Species BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang tahun. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kulit sebagai lapisan pembungkus tubuh senantiasa mengalami pengaruh lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi dan mekanisme kulit tidak saja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bahan alam banyak digunakan dalam bidang kosmetika. Bahan alam dapat digunakan sebagai bahan tabir surya yang diperlukan oleh manusia karena kulit manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup terutama manusia membutuhkan sinar matahari dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat sinar matahari telah banyak diketahui di antaranya sebagai sumber

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

Tabir surya. kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar )

Tabir surya. kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar ) Tabir surya Zat yang megandung bahan pelindung Zat yang megandung bahan pelindung kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang bersifat panas. Tinggal di daerah tropis berarti akan lebih banyak terkena paparan sinar matahari. Sinar matahari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ultraviolet (UV) dengan cara penebalan stratum korneum dan pigmentasi. Namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ultraviolet (UV) dengan cara penebalan stratum korneum dan pigmentasi. Namun BAB 1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit manusia memiliki sistem perlindungan alamiah dari bahaya sinar ultraviolet (UV) dengan cara penebalan stratum korneum dan pigmentasi.

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Matahari melalui radiasi yang dipancarkan merupakan sumber energi utama bagi sebagian besar organisme di permukaan bumi baik langsung maupun tidak langsung. Radiasi

Lebih terperinci

KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF

KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF KRIM TABIR SURYA DARI KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendens Merr & Perry) DENGAN EKSTRAK BUAH CARICA (Carica pubescens) SEBAGAI SPF Suwarmi, Agus Suprijono Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi YAYASAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari adalah sumber utama radiasi sinar ultraviolet (UV) untuk semua sistem kehidupan manusia. Radiasi sinar UV dibagi menjadi tiga kategori, yaitu radiasi

Lebih terperinci

Tabir surya. kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar )

Tabir surya. kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar ) Tabir surya Zat yang megandung bahan pelindung Zat yang megandung bahan pelindung kulit terhadap sinar matahari sehingga sinar UV tdk dpt memasuki kulit (mencegah gangguan kulit karena radiasi sinar )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki intensitas sinar matahari yang tinggi. Sinar matahari dapat memberikan efek yang menguntungkan maupun

Lebih terperinci

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik Perbedaan gel dan emulgel? Emulgel merupakan terdiri dari 2 fase yang dimana gabungan antara fase emulsi dan fase gel.sedangkan gel merupakan terdiri dari satu fase saja yaitu terdiri dari basis gel dan

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Kulit sebagai lapisan pembungkus tubuh senantiasa mengalami pengaruh lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi dan mekanisme kulit

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca analitik tipe 210-LC (ADAM, Amerika Serikat), viskometer Brookfield (Brookfield Synchroectic,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN... PENYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN... PENYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... Halaman I HALAMAN PENGESAHAN...... PENYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI. ABSTRACT.. BAB I PENDAHULUAN.. A. Latar

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan tetapi fenomenafenomena tersbut mempunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Labu Kuning Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima, Cucurbita ficifolia, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata, dan Cucurbita pipo L (Anonim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara menghindari paparan berlebihan sinar, yaitu tidak berada di luar rumah pada

BAB I PENDAHULUAN. cara menghindari paparan berlebihan sinar, yaitu tidak berada di luar rumah pada 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapat

Lebih terperinci

FORMULASI TABIR SURYA ZINK OKSIDA DALAM SEDIAAN KRIM DENGAN VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK ANGGUR HITAM (Vitis vinivera L.)

FORMULASI TABIR SURYA ZINK OKSIDA DALAM SEDIAAN KRIM DENGAN VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK ANGGUR HITAM (Vitis vinivera L.) FORMULASI TABIR SURYA ZINK OKSIDA DALAM SEDIAAN KRIM DENGAN VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK ANGGUR HITAM (Vitis vinivera L.) Joni Tandi*, Kurnia Gatot Novrianto Program Studi S1 Farmasi, STIFA Pelita Mas Palu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sineke et al., (2016) meneliti kandungan fenolik ekstrak etanol tongkol jagung, pada konsentrasi 150 μg/ml total fenolik paling tinggi terdapat pada jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penampilan kulit adalah indikator utama dari usia. Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Jambu Biji Tanaman jambu biji bukan merupakan tanaman asli indonesia. Dari berbagai sumber pustaka menyebutkan bahwa tanaman jambu biji diduga berasal dari Meksiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh masyarakat dipedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan oleh masyarakat dipedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Kelapa Minyak kelapa yang dikenal dengan minyak kalentik dan dulu banyak digunakan oleh masyarakat dipedesaan, sekarang jarang sekali ditemukan dipasaran. Minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan alat tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, kosmetik sudah menjadi bahan kebutuhan sehari-hari baik digunakan oleh kaum wanita maupun pria. Pada umumnya masyarakat menggunakan kosmetik dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Anggur Buah merupakan salah satu jenis makanan yang banyak mengandung vitamin serta mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia, buah anggur merah merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya pengaruh lingkungan secara cepat maupun lambat dapat merusak jaringan kulit manusia, salah satunya yaitu pengaruh sinar UV sinar matahari. Efek buruk radiasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

TABIR SURYA BAGI PELAKU WISATA SUNSCEEN FOR TRAVELLERS

TABIR SURYA BAGI PELAKU WISATA SUNSCEEN FOR TRAVELLERS TABIR SURYA BAGI PELAKU WISATA Novita Lavi N. Bagian/SMF Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Abstrak Paparan sinar matahari membawa pengaruh negatif terhadap kulit seperti penuaan dini, flek-flek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin C telah digunakan dalam kosmesetika berupa produk dermatologis karena telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan pada kulit, antara lain sebagai pemutih

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Orientasi formula mikroemulsi dilakukan untuk mendapatkan formula yang dapat membentuk mikroemulsi dan juga baik dilihat dari stabilitasnya. Pemilihan emulgator utama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. matahari, serta sensitivitas dari seseorang. Apabila seseorang terkena paparan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. matahari, serta sensitivitas dari seseorang. Apabila seseorang terkena paparan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sinar matahari memberikan dampak positif dan dampak negatif untuk makhluk hidup tak terkecuali manusia. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain frekuensi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Lobak Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering disebut dengan lobak cina/lobak oriental. Tanaman lobak memiliki akar tunggang dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tabir Surya Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan dengan maksud membaurkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari terutama pada daerah emisi gelombang

Lebih terperinci

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN Disusun Oleh : Nama NIM : Anita Ciptadi : 16130976B PROGRAM STUDI D-III FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2013/2014 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama masuknya zat asing dari luar. Paparan sinar ultraviolet berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama masuknya zat asing dari luar. Paparan sinar ultraviolet berlangsung secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh yang berfungsi sebagai pelindung utama masuknya zat asing dari luar. Paparan sinar ultraviolet berlangsung secara terus menerus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS GABUNGAN NANOGOLD-NANOPLATINUM SEBAGAI SENYAWA TABIR SURYA DALAM KOSMETIK

UJI AKTIVITAS GABUNGAN NANOGOLD-NANOPLATINUM SEBAGAI SENYAWA TABIR SURYA DALAM KOSMETIK UJI AKTIVITAS GABUNGAN NANOGOLD-NANOPLATINUM SEBAGAI SENYAWA TABIR SURYA DALAM KOSMETIK THE COMBINED ACTIVITY TEST OF NANOGOLD-NANOPLATINUM AS SUNSCREEN COMPOUNDS IN COSMETIC Zulmi Lailatun Nisfah*, Sri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Beras Ketan Hitam Beras ketan hitam dapat diklasifikasikan sebagai berikut: : Oryza sativa Linn.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Beras Ketan Hitam Beras ketan hitam dapat diklasifikasikan sebagai berikut: : Oryza sativa Linn. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Ketan Hitam Beras ketan hitam dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies Nama lokal : Plantae : Spermatophyta : Monoctyledoneae

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emulsi 2.1.1 Pengertian emulsi Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat pengemulsi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA UJI STABILITAS FISIK DAN PENENTUAN NILAI SPF KRIM TABIR SURYA YANG MENGANDUNG EKSTRAK DAUN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.), OKTIL METOKSISINAMAT DAN TITANIUM DIOKSIDA SKRIPSI TRI

Lebih terperinci

PENENTUAN POTENSI TABIR SURYA EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus Burm F.)

PENENTUAN POTENSI TABIR SURYA EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus Burm F.) PENENTUAN POTENSI TABIR SURYA EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus Burm F.) Haeria, Surya Ningsi, Israyani Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan selsel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan selsel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkena polusi dan zat zat yang terdapat di lingkungan kita. Kulit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terkena polusi dan zat zat yang terdapat di lingkungan kita. Kulit merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Sehingga kulit adalah organ tubuh yang pertama kali terkena polusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (sinar UV) yang berlebihan dapat menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (sinar UV) yang berlebihan dapat menyebabkan eritema, hiperpigmentasi, bahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umumnya sinar matahari memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia seperti sebagai sumber cahaya dan energi, untuk mengubah provitamin D menjadi vitamin D, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan jaman memicu perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup telah terbukti secara tidak langsung beresiko terhadap paparan senyawa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (A/M/A) atau emulsi minyak dalam air dalam minyak (M/A/M). Tipe emulsi akan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (A/M/A) atau emulsi minyak dalam air dalam minyak (M/A/M). Tipe emulsi akan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Emulsi merupakan suatu sistem dispersi, dimana salah satu fase terdispersi dalam fase lainnya dengan adanya suatu zat pengemulsi (Calderon dkk., 2007). Emulsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci