BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (A/M/A) atau emulsi minyak dalam air dalam minyak (M/A/M). Tipe emulsi akan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (A/M/A) atau emulsi minyak dalam air dalam minyak (M/A/M). Tipe emulsi akan"

Transkripsi

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Emulsi merupakan suatu sistem dispersi, dimana salah satu fase terdispersi dalam fase lainnya dengan adanya suatu zat pengemulsi (Calderon dkk., 2007). Emulsi terbagi menjadi dua tipe, yaitu emulsi sederhana atau emulsi ganda. Emulsi sederhana dapat berbentuk emulsi air dalam minyak (A/M) atau emulsi minyak dalam air (M/A). Emulsi ganda dapat berbentuk emulsi air dalam minyak dalam air (A/M/A) atau emulsi minyak dalam air dalam minyak (M/A/M). Tipe emulsi akan mempengaruhi sifat-sifat fisik emulsi. Selain itu, tipe emulsi yang berbeda juga dapat menghasilkan pelepasan zat yang berbeda (Ainurofiq, 2006). Oleh sebab itu, dalam kontrol kualitas suatu emulsi, determinasi tipe emulsi merupakan hal mendasar yang perlu dilakukan. Beberapa sifat fisik emulsi yang umumnya dipengaruhi oleh tipe emulsi tersebut adalah viskositas, pemisahan fase, dan ukuran droplet. Emulsi sederhana A/M dapat memiliki viskositas yang berbeda dengan emulsi ganda A/M/A. Hal ini dapat disebabkan salah satunya oleh penambahan emulgator golongan hidrokoloid seperti karbopol, carboxymethylcellulose, atau xanthan gum pada fase eksternal emulsi ganda A/M/A dapat membuat viskositas emulsi ganda lebih tinggi dibandingkan emulsi sederhana (Aserin, 2008). Karena memiliki viskositas yang mungkin berbeda, emulsi sederhana dan emulsi ganda dapat memiliki pemisahan 1

2 2 fase yang berbeda pula. Hal ini dijelaskan dengan hukum Stokes, dimana viskositas merupakan salah satu faktor penentu laju pemisahan emulsi (Tan, 2004). Tipe emulsi juga menentukan ukuran droplet fase terdispersi. Droplet yang terdispersi pada emulsi ganda mengandung droplet-droplet berukuran lebih kecil yang berbeda fase, sehingga ukuran droplet emulsi ganda akan lebih besar daripada emulsi sederhana (Aserin, 2008). Tipe emulsi juga dapat mempengaruhi pelepasan zat dari sediaan. Sistem emulsi ganda memiliki lebih banyak lapisan yang dapat menahan lepasnya zat dari emulsi dibandingkan dengan emulsi sederhana. Untuk dapat lepas dari sediaan, suatu zat yang terlarut dalam fase air internal dalam suatu emulsi ganda A/M/A harus melewati barrier berupa lapisan minyak dan lapisan air eksternal (Benichou dan Aserin, 2008). Sedangkan, apabila tipe emulsinya adalah emulsi sederhana A/M, zat tersebut hanya perlu melewati satu lapisan minyak saja untuk lepas dari emulsi. Oleh karena itu, emulsi bertipe A/M/A lebih berpotensi untuk menjadi agen prolonged release dibandingkan emulsi tipe A/M (Pal, 2011). Pelepasan suatu zat aktif dari emulsi ganda dapat terjadi melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama melalui breakdown droplet sebagai akibat dari aliran osmosis air ke fase internal dan peristiwa koalesens partikel, sementara mekanisme kedua melalui lepasnya zat melalui lapisan minyak yang berfungsi sebagai membran permeabel, dimana zat aktif berdifusi dari fase internal (Aserin, 2008). Untuk mengetahui pemisahan yang terjadi pada emulsi sederhana dan emulsi ganda, dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat, yaitu dengan menempatkan emulsi pada stress condition. Menurut Block (1996), fluktuasi suhu dapat menjadi

3 3 stress condition yang dapat digunakan untuk mengamati pemisahan yang terjadi pada emulsi. Salah satu pilihan metode untuk uji stabilitas dipercepat yang menggunakan fluktuasi suhu adalah metode cycling. Dalam metode ini, suhu yang digunakan untuk pengujian menggambarkan suhu paling ekstrim yang mungkin terjadi selama sediaan atau produk dipakai dan disimpan oleh konsumen yang terbatas pada daerah geografis tertentu (Ford dkk., 2004). Sifat emulsi yang mampu melepaskan zat secara perlahan-lahan dapat dimanfaatkan dalam dunia kosmetik, salah satunya adalah untuk formulasi lipcream yang warnanya dapat bertahan lama dengan sekali aplikasi. Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives Monographs 11 menyatakan bahwa zat warna yang diperbolehkan European Union dan World Health Organization untuk makanan dan kosmetik salah satunya adalah Ponceau 4R (E124). Zat warna ini berupa bubuk merah gelap dan bersifat larut dalam air. Dipilih zat warna larut air karena zat warna tersebut diinginkan untuk berada pada fase air internal emulsi A/M dan A/M/A sehingga dapat lebih menghasilkan efek lepas lambat daripada jika berada di fase minyak. Untuk membuat emulsi A/M, diperlukan suatu surfaktan lipofil untuk mengurangi tegangan antarmuka air-minyak. Span 80 mampu menstabilkan fase air yang terdispersi dalam fase minyak seperti parafin cair (Calderon dkk., 2007). Span 80 juga memiliki toksisitas dan sifat iritan yang rendah sehingga banyak digunakan dalam sediaan topikal (Kim, 2004). Untuk pembuatan emulsi A/M/A, dapat digunakan sodium carboxymethylcellulose (CMC Na) sebagai agen pengental untuk menaikkan viskositas dan stabilitas emulsi (Aserin, 2008).

4 4 Dipilih kedua jenis emulgator ini karena keduanya telah banyak digunakan dan tidak saling berinteraksi pada sistem emulsi. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi dan menguji sifat-sifat fisik emulsi A/M dan A/M/A berupa determinasi tipe emulsi, viskositas, ukuran droplet, pemisahan fase setelah melalui uji cycling, serta evaluasi pelepasan zat warna. Emulsi A/M dibuat dengan konsentrasi Span 80 5%, 10%, 15%, dan 20%. Emulsi A/M/A dibuat dengan konsentrasi CMC Na 1%, 2%, dan 3%. Determinasi tipe emulsi dan ukuran droplet emulsi dianalisis secara deskriptif. Data pemisahan fase dan viskositas antarkonsentrasi emulgator dianalisis dengan ANOVA satu jalan, sedangkan pemisahan fase, viskositas, dan pelepasan zat warna antartipe emulsi dianalisis dengan Independent-Samples T Test jika data berdistribusi normal dan dengan Mann-Whitney jika tidak berdistribusi normal. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh tipe emulsi A/M dan A/M/A terhadap sifat-sifat fisik yang meliputi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, dan ukuran droplet emulsi? 2. Bagaimana pengaruh tipe emulsi A/M dan A/M/A terhadap pelepasan zat warna Ponceau 4R dari sediaan?

5 5 C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat dan pola pelepasan zat dari emulsi sederhana dan emulsi ganda, serta pemanfaatan emulsi sebagai agen prolonged release untuk obat-obatan, kosmetik, ataupun makanan. D. Tujuan Penelitian 1. Memformulasikan emulsi A/M dan A/M/A serta menentukan pengaruh tipe emulsi terhadap sifat-sifat fisik yang meliputi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, dan ukuran droplet emulsi 2. Menentukan pengaruh tipe emulsi A/M dan A/M/A terhadap pelepasan zat warna Ponceau 4R dari emulsi E. Tinjauan Pustaka 1. Emulsi Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang terdiri dari dua cairan tak saling campur, dimana salah satu cairan terdispersi dalam cairan yang lain dengan adanya suatu surface-active agents. Emulsi umumnya dibuat dari dua fase dimana tegangan antar-mukanya bukan nol. Emulsi merupakan salah satu contoh dari koloid metastabil (Calderon dkk., 2007). Sistem emulsi dapat memiliki beberapa wujud mulai dari lotion yang memiliki viskositas relatif rendah sampai sediaan semipadat seperti salep dan krim. Diameter fase terdispersi umumnya berkisar antara 0,1

6 6 sampai 10µm, tetapi dalam beberapa sediaan dapat berukuran lebih kecil atau lebih besar (Sinko, 2011). Fase dispers pada emulsi dianggap sebagai fase dalam dan medium dispers sebagai fase luar atau fase kontinyu. Emulsi yang memiliki fase dispers berupa air dan medium dispers berupa minyak disebut emulsi air dalam minyak dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi A/M. Sebaliknya, jika fase minyak terdispersi dalam fase air, maka disebut emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi M/A (Aserin, 2008). Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinyu, suatu emulsi minyak dalam air bisa diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air (Ansel, 2005). Ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana terbentuknya emulsi, yaitu teori penurunan tegangan permukaan, oriented-wedge theory, dan teori lapisan antarmuka atau teori plastik (Anief, 2007). Menurut teori penurunan tegangan permukaan, surfaktan atau surface active agent dapat menurunkan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur (Ansel, 2005). Surfaktan dapat mengurangi tegangan antarmuka karena teradsorpsi pada antarmuka airminyak dan membentuk lapisan film monomolekuler (Sinko, 2011). Menurut oriented-wedge theory, emulsi terbentuk karena adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada yang bersifat polar dan ada yang bersifat nonpolar. Emulgator akan menempatkan diri pada antarmuka air-minyak, dimana bagian lipofilik berada pada fase minyak dan bagian hidrofilik berada pada fase air (Anief, 2007). Dengan demikian, emulgator seolah menjadi pengikat

7 7 yang menyatukan dua cairan yang tidak saling campur. Fase dimana emulgator lebih larut umumnya akan menjadi fase kontinyu atau medium dispers (Ansel, 2005). Teori plastik atau teori lapisan antarmuka menyatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas air-minyak sehingga terbentuk lapisan tipis atau film yang mengelilingi tetesan fase dispers. Lapisan ini mencegah kontak atau berkumpulnya droplet-droplet sejenis (Anief, 2007). Makin lunak dan kuat lapisan tersebut, emulsi akan semakin stabil, dengan catatan bahwa jumlah zat pengemulsi cukup untuk melingkupi seluruh permukaan dari tiap tetesan fase dalam. Dalam kenyataannya, dalam suatu sistem emulsi, lebih dari satu teori emulsifikasi berperan dalam menjelaskan pembentukan dan kestabilan emulsi tersebut (Ansel, 2005). Tidak ada teori emulsifikasi universal yang dapat diterapkan pada semua emulsi (Sinko, 2011). 2. Emulsi Ganda Emulsi ganda atau multiple emulsion merupakan suatu sistem dispersi cairan kompleks yang dikenal dengan istilah emulsi dalam emulsi, dimana droplet suatu dispersi cairan (air dalam minyak atau minyak dalam air) didispersikan ke cairan lainnya (air atau minyak) untuk menghasilkan emulsi ganda A/M/A atau M/A/M (Lutz dan Aserin, 2008). Umumnya, diameter droplet rata-rata pada emulsi ganda sedikit lebih besar daripada emulsi biasa, berkisar antara µm. Beberapa dapat berukuran lebih kecil, antara 2-5 µm yang

8 8 terdiri dari satu atau beberapa droplet air untuk setiap globul minyak (Garti dan Bisperink, 1998). Emulsi ganda, utamanya yang bertipe A/M/A merupakan sistem penghantar yang potensial bagi zat-zat hidrofilik. Efek lepas lambat yang dapat diberikan oleh emulsi ganda dimanfaatkan untuk penghantaran vaksin, vitamin, enzim, dan hormon dalam dunia farmasi (Calderon dkk., 2007). Emulsi ganda juga dapat diaplikasikan dalam industri kosmetik untuk memberikan feel yang nyaman dalam pemakaian dan pelepasan lambat dari zat aktif (Lutz dan Aserin, 2008). Gambar 1. Skema proses pembentukan emulsi ganda A/M/A dengan dua tahap (Garti dan Benichou, 2004) Proses pembuatan emulsi ganda dapat dilihat pada Gambar 1, dimana pada umumnya emulsi ganda dibuat melalui dua tahap emulsifikasi dengan dua jenis

9 9 emulgator. Emulgator hidrofobik didesain untuk menstabilkan emulsi air dalam minyak sedangkan emulgator hidrofilik digunakan untuk menstabilkan emulsi minyak dalam air. Emulgator lipofilik dicampur dengan fase minyak kemudian ditambahkan fase air dan dilakukan pengadukan. Emulsi A/M yang terbentuk ditambahkan ke dalam campuran air dan emulgator hidrofilik lalu dilakukan pengadukan hingga terbentuk emulsi ganda A/M/A (Garti dan Benichou, 2004). Pembuatan emulsi air dalam minyak menggunakan kondisi kecepatan pengadukan yang tinggi agar memperoleh droplet yang berukuran kecil. Tahap emulsifikasi kedua dibuat tanpa pengadukan berlebihan karena dapat merusak droplet emulsi primer sehingga hanya akan menghasilkan emulsi minyak dalam air (Garti, 1997). 3. Emulgator Ada beberapa jenis emulgator yang digunakan dalam pembuatan emulsi, yaitu surfaktan, hidrokoloid, dan zat padat halus yang terdispersi. Surfaktan bisa bersifat ionik ataupun non-ionik. Dalam zat anionik, bagian lipofilik bermuatan negatif, sedangkan dalam zat kationik, bagian ini bermuatan positif. Oleh karena itu, surfaktan anionik dan kationik cenderung saling menetralkan apabila terdapat dalam satu sistem yang sama. Surfaktan non-ionik tidak menunjukkan kecenderungan untuk mengion (Ansel, 2005). Kemampuan surfaktan dalam menstabilkan emulsi bergantung pada penurunan energi bebas permukaan, pembentukan lapisan monolayer, dan adanya surface charge dapat menyebabkan partikel saling tolak-menolak sehingga turut membantu menstabilkan emulsi (Sinko, 2011).

10 10 Surfaktan lipofilik seperti span 80 dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi A/M (Calderon dkk., 2007). Hidrofilisitas dari span 80 berasal dari gugus hidroksil pada cincin siklik jenuh. Bagian hidrokarbon dari span 80 berada pada fase minyak dan radikal sorbitan berada pada fase air. Karena termasuk surfaktan nonionik, mekanisme span 80 dalam menstabilkan emulsi bukan melalui tolakmenolak listrik antar droplet fase dispers, melainkan melalui pembentukan lapisan film di antarmuka air-minyak dan halangan sterik antardroplet serta mencegah koalesens (Kim, 2004). Hidrokoloid merupakan kelompok heterogen dari polimer rantai panjang (polisakarida dan protein) yang mampu membentuk dispersi kental dan/atau gel ketika didispersikan dalam air. Adanya gugus hidroksil (-OH) dalam jumlah besar dapat meningkatkan kemampuan mengikat molekul air. Hidrokoloid dapat menghasilkan sebuah dispersi intermediet antara larutan dan suspensi, yang menunjukkan sifat-sifat koloid. Hidrokoloid mampu membentuk lapisan film multimolekuler dan menaikkan viskositas emulsi sehingga menghalangi dropletdroplet untuk bergabung (Sinko, 2011). Carboxymethylcellulose atau CMC merupakan salah satu hidrokoloid yang digunakan untuk menstabilkan emulsi M/A. CMC menstabilkan emulsi dengan pembentukan lapisan film multimolekuler yang kuat dan elastis pada antarmuka air-minyak dan memberikan perlindungan mekanis dari koalesens (Kim, 2004). Hidrokoloid lain yang umumnya digunakan adalah xanthan gum, guar gum, karagenan, dan derivat selulosa lainnya (Lutz dan Aserin, 2008).

11 11 Zat padat seperti bentonit, magnesium hidroksida, dan aluminium hidroksida umumnya membentuk emulsi M/A jika bahan tersebut ditambahkan ke fase air dan jika ada sejumlah volume fase air yang lebih besar daripada fase minyaknya. Namun, jika ditambahkan ke dalam minyak dan volume fase minyak lebih besar, suatu zat seperti bentonit dapat membentuk emulsi A/M (Ansel, 2005). Zat padat halus teradsorpsi pada antarmuka dua cairan dan membentuk lapisan partikel di sekitar droplet fase dispers. Tiga jenis emulgator ini sama-sama dapat membentuk lapisan film, baik monomolekuler, multimolekuler, atau partikulat (Sinko, 2011). 4. Kestabilan Emulsi Stabilitas emulsi merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan. Ketidakstabilan yang dapat terjadi terhadap emulsi di antaranya adalah flokulasi dan creaming, koalesens dan breaking, perubahan fisika kimia, dan inversi fase (Sinko, 2011). Selain itu, emulsi juga dapat mengalami ketidakstabilan biologi, seperti adanya kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Ansel, 2005). Peristiwa creaming dari suatu emulsi berkaitan dengan persamaan Stokes: V = d2 (ρ1 ρ2)g 18η (1) keterangan: V = kecepatan jatuhnya suatu partikel bulat g = konstanta gravitasi d = diameter rata-rata partikel ρ1 = kerapatan partikel bulat ρ2 = kerapatan cairan η = viskositas medium dispersi

12 12 Menurut persamaan (1) di atas, laju pemisahan dari fase dispers dapat dihubungkan dengan faktor-faktor seperti ukuran droplet dari fase dispers, perbedaan kerapatan antarfase, dan viskositas fase luar. Laju pemisahan meningkat dengan makin besarnya ukuran droplet fase dalam, makin besarnya perbedaan kerapatan kedua fase, dan berkurangnya viskositas fase luar (Ansel, 2005). Oleh karena itu, untuk meningkatkan stabilitas suatu emulsi, ukuran droplet harus dibuat sehalus mungkin, perbedaan kerapatan antarfase harus sekecil mungkin, dan viskositas fase luar harus cukup tinggi (Sinko, 2011). Agregat dari bulatan fase dalam cenderung naik ke permukaan atau jatuh ke dasar emulsi. Terjadinya bulatan-bulatan tersebut disebut creaming. Upward creaming terjadi jika fase dispers memiliki kerapatan lebih rendah daripada medium dispers, sedangkan downward creaming terjadi jika fase dispers memiliki kerapatan lebih tinggi daripada medium dispers (Sinko, 2011). Kecepatan creaming dapat dikurangi dengan cara mengecilkan ukuran droplet, menyamakan berat jenis dari dua fase, dan menambah viskositas meedium dispers. Creaming merupakan suatu proses bolak-balik dan seringkali tidak menyebabkan masalah stabilitas yang serius, tetapi dapat memberikan kesan yang buruk pada produk (Kim, 2004). Koalesens terjadi ketika dua droplet saling mendekati satu sama lain dan tidak ada pembatas di antara kedua droplet tersebut (Kim, 2004). Peristiwa ini dapat mengarah kepada penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan emulsi tersebut menjadi suatu lapisan. Peristiwa ini disebut breaking dan emulsinya disebut pecah atau retak (cracking), dimana sifatnya adalah

13 13 ireversibel karena lapisan pelindung di sekitar bulatan fase terdispersi tidak ada lagi (Ansel, 2005). Inversi fase terjadi ketika medium dispers pada suatu emulsi menjadi fase dispers atau sebaliknya. Peristiwa ini dapat terjadi karena perubahan rasio volume masing-masing fase, perubahan suhu, atau perubahan tekanan (Calderon dkk., 2007). Gambar 2. Ketidakstabilan emulsi ganda A/M/A (Mezzenga dkk., 2004) Ketidakstabilan yang dapat terjadi pada emulsi ganda A/M/A dijelaskan pada Gambar 2. Pada emulsi ganda A/M/A, koalesens dapat terjadi baik antara droplet-droplet air internal maupun antara droplet-droplet minyak. Peristiwa ini akan menyebabkan peningkatan ukuran droplet air maupun minyak (Lutz dan Aserin, 2008). Selain itu, ketidakstabilan yang dapat terjadi pada emulsi ganda A/M/A adalah difusi air dan molekul yang terlarut di dalamnya melintasi lapisan minyak dari fase air internal ke fase air eksternal atau sebaliknya, tergantung dari gradien tekanan osmosis antara dua fase air. Air dari fase internal yang berdifusi ke luar akan mengosongkan droplet internal sehingga emulsi A/M/A akan berubah

14 14 menjadi emulsi M/A. Transpor air dari fase eksternal ke fase internal dapat menyebabkan pecahnya fase air dalam. Dengan demikian, emulsi ganda tipe A/M/A dapat rusak atau pecah karena tekanan osmotik yang tidak sama antara fase air internal dan eksternal. Penambahan elektrolit seperti NaCl atau non-elektrolit seperti protein atau glukosa dapat membantu menyamakan tekanan osmotik antara kedua fase air (Rosen, 2005). Pada emulsi ganda A/M/A, droplet minyak dapat mengalami creaming, flokulasi, dan koalesens. Ketidakstabilan ini dapat dikurangi dengan mengecilkan ukuran droplet minyak atau meningkatkan viskositas dari fase air eksternal melalui penambahan stabilisator polimerik atau thickener (Lutz dan Aserin, 2008). 5. Kontrol Kualitas Emulsi Beberapa kontrol stabilitas yang dapat dilakukan terhadap suatu sediaan emulsi adalah : a. Determinasi tipe emulsi Tipe emulsi dapat ditentukan dengan beberapa cara (Anief, 2007): 1). Pengukuran daya hantar (konduktivitas elektrik) Apabila elektroda yang terhubung dengan lampu dan sumber listrik dicelupkan ke dalam emulsi dapat mengakibatkan menyalanya lampu pada alat uji, maka tipe emulsi tersebut adalah M/A. Sebaliknya, apabila lampu tidak menyala, maka tipe emulsi tersebut adalah M/A.

15 15 Hal ini disebabkan karena air memiliki sifat penghantar listrik yang lebih baik daripada minyak. 2). Metode pengenceran fase Suatu emulsi dikatakan bertipe M/A apabila dapat segera diencerkan dengan air dan bertipe emulsi A/M apabila tidak dapat diencerkan dengan air. 3). Metode warna Dalam metode ini digunakan dua jenis pewarna, yang pertama adalah pewarna yang larut dalam air dan yang kedua larut dalam minyak. Pewarna yang dapat digunakan misalnya biru metilen atau amaranth untuk pewarna larut air dan sudan III untuk pewarna larut minyak. Emulsi yang terwarnai homogen oleh pewarna larut air adalah emulsi tipe M/A dan emulsi yang terwarnai oleh pewarna larut minyak adalah emulsi tipe A/M. 4). Metode pembasahan kertas saring Emulsi diteteskan di atas kertas saring kemudian diamati ada tidaknya cincin air di sekeliling tetesan emulsi. Apabila terbentuk cincin air, maka tipe emulsi adalah M/A. 5). Metode fluoresensi Emulsi yang semua bagiannya terfluoresensi ketika diamati di bawah mikroskop dengan sinar fluoresen memiliki tipe A/M, sedangkan emulsi yang hanya menampakkan noda-noda kecil dengan sinar fluoresen adalah emulsi yang bertipe M/A.

16 16 b. Sifat reologi Kebanyakan emulsi memiliki sifat alir non-newton. Sifat alir emulsi dapat dipengaruhi oleh fase dispers, medium dispers, dan emulgator. Faktor-faktor yang berkaitan dengan fase dispersi adalah rasio volume, distribusi ukuran partikel, dan viskositas dari fase internal itu sendiri. Sistem akan memiliki sifat Newtonian jika volume droplet emulsi dibanding total volume emulsi adalah kurang dari 0,05. Jika lebih dari nilai tersebut, sistem akan semakin resisten untuk mengalir dan mulai menunjukkan ciri aliran pseudoplastik. Viskositas emulsi akan meningkat seiring mengecilnya ukuran partikel dan menyempitnya distribusi ukuran partikel. Faktor yang juga mempengaruhi sifat alir emulsi adalah medium dispers. Berkurangnya viskositas seiring dengan peningkatan shear dapat terjadi karena meningkatnya jarak yang memisahkan globul-globul (Sinko, 2011). Selain itu, sifat alir juga berkaitan dengan tipe emulgator. Tipe emulgator dapat mempengaruhi flokulasi dan tarik-menarik antarpartikel. Emulgator yang termasuk dalam golongan hidrokoloid menstabilkan emulsi dengan membentuk film multimolekuler yang kuat dan menaikkan secara siginifikan viskositas medium dispers (Sinko, 2011). Surfaktan juga dapat membentuk film yang bersifat monomolekuler, tetapi tidak menaikkan viskositas emulsi seperti oleh hidrokoloid. Oleh karena itu, emulsi ganda yang di samping menggunakan surfaktan juga menambahkan hidrokoloid sebagai emulgatornya akan memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan emulsi sederhana yang hanya menggunakan surfaktan sebagai emulgator. Viskositas yang tinggi ini dapat menjadi penghalang bagi terjadinya flokulasi atau koalesens (Claesson dkk., 2001).

17 17 c. Pemisahan fase Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika. Dua cairan yang tidak saling campur dalam sistem emulsi cenderung untuk memisah karena gaya kohesif di antara cairan sejenis lebih besar dibandingkan gaya adhesif kedua cairan (Sinko, 2011). Butir-butir cairan berupaya untuk menstabilkan diri dengan mengurangi energi permukaan yang tinggi akibat luas permukaan yang besar. Untuk mengurangi energi permukaan, butir-butir cairan tersebut akan menyatu membentuk butiran yang lebih besar sehingga luas permukaannya dapat berkurang dan terjadilah pemisahan fase (Ainurofiq, 2006). Pemisahan fase yang terjadi dapat berbeda-beda pada tiap tipe emulsi. Peristiwa creaming atau koalesens pada emulsi sederhana A/M terjadi antardroplet fase dispers air. Pada emulsi ganda A/M/A, penggabungan butir-butir dapat terjadi antardroplet minyak atau antardroplet air internal (Lutz dan Aserin, 2008). Emulsi ganda A/M/A yang viskositasnya yang lebih tinggi daripada emulsi sederhana A/M akan memiliki laju pemisahan yang lebih kecil, seperti yang dinyatakan oleh hukum Stokes (Calderon dkk., 2007). d. Ukuran droplet Ukuran droplet dapat bervariasi pada berbagai tipe emulsi. Emulsi sederhana umumnya memiliki ukuran fase dispers 0,1-10µm, beberapa emulsi dapat memiliki ukuran lebih kecil atau lebih besar (Sinko, 2011). Pada emulsi ganda, droplet-droplet emulsi primer terlingkupi oleh bulatan yang lebih besar. Diameter droplet rata-rata pada emulsi ganda berkisar antara µm, beberapa berukuran antara 2-5 µm (Garti dan Bisperink, 1998). Ukuran fase dispers dapat

18 18 mengalami perubahan jika emulsi tidak stabil, misalnya koalesens antardroplet minyak pada emulsi tipe A/M/A dapat menyebabkan ukuran droplet minyak bertambah besar, atau difusi air dari fase eksternal ke fase internal yang menyebabkan ukuran fase air internal pada emulsi A/M/A bertambah besar (Aserin, 2008). Ukuran droplet merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan stabilitas emulsi. Emulsi yang memiliki ukuran droplet yang lebih besar akan memiliki laju pemisahan yang lebih cepat. Ada beberapa teknik pengamatan ukuran droplet, misalnya dengan mikroskop elektron, electroacoustic spectroscopy, dan light scattering (Dalgleish, 2004). 6. Uji Stabilitas Dipercepat Uji stabilitas bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai bagaimana variasi kualitas produk seiring berjalannya waktu dengan adanya pengaruh lingkungan seperti suhu, kelembaban, atau cahaya (Estanqueiro dkk., 2014). Uji stabilitas memberikan keyakinan bahwa suatu produk tetap memiliki kualitas yang acceptable dalam jangka waktu tertentu selama dipasarkan dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen sampai pada pemakaian terakhir. Untuk dapat mengamati stabilitas emulsi dalam waktu singkat, dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat, yaitu dengan menempatkan emulsi pada stress condition seperti suhu, kelembaban, cahaya, pengadukan, ph, atau gravitasi (Bajaj dkk., 2012).

19 19 Beberapa prinsip uji stabilitas dipercepat yaitu: a. Gravitationally accelerated stability testing Sentrifugasi merupakan salah satu metode yang telah lama digunakan untuk menguji stabilitas dipercepat suatu emulsi dengan pengaruh gravitasi. Peningkatan kecepatan sentrifugasi sebanding dengan besarnya pemisahan emulsi. Hal ini terjadi karena fase internal yang terdispersi dapat mengalami perubahan bentuk dan memicu terjadinya koalesen pada kecepatan sentrifugasi yang tinggi (Zulkarnain dkk., 2013). Ultrasentrifugasi banyak diaplikasikan dalam evaluasi kinetika flokulasi droplet dan koalesens. Metode sentrifugasi memiliki keterbatasan antara lain tidak cocok untuk sediaan yang sangat kental seperti berbagai sediaan semisolid (Block, 1996). b. Thermally accelerated stability testing Ketidakstabilan emulsi oleh adanya suhu secara umum mengikuti persamaan Arrhenius yaitu: ln k = ln A [ Ea R ] 1 T (2) keterangan: k = konstanta laju reaksi A = konstanta Arrhenius Ea = energi aktivasi R = konstanta molar gas T = temperatur absolut (K) Persamaan (2) menunjukkan hubungan antara suhu penyimpanan dan kecepatan degradasi. Konstanta laju reaksi akan meningkat seiring naiknya suhu (Block, 1996). Dengan persamaan Arrhenius, ketika energi aktivasi diketahui, laju

20 20 degradasi pada suhu rendah dapat digambarkan oleh hasil pengamatan pada suhu stress condition (Bajaj dkk., 2012). c. Miscellaneous Accelerants of Stability Testing Berbagai macam stress selain suhu dan gravitasi dapat menginduksi ketidakstabilan pada emulsi, misalnya gojogan (agitation) dan getaran (vibration) yang dapat meningkatkan frekuensi tabrakan antarpartikel dan potensi terjadinya koalesens. Apabila sifat reologi emulsi adalah shear-thinning system, tendensi untuk terjadinya koalesens akan lebih besar sebagai akibat dari berkurangnya viskositas yang menahan pergerakan droplet (Block, 1996). d. Freeze-Thaw Testing Pengujian freeze-thaw dilakukan untuk melihat pemisahan fase air dan minyak akibat pengaruh stress suhu. Freeze-thaw testing dibatasi oleh ketidakseragaman temperatur yang mungkin terjadi pada sistem emulsi atau ketidakstabilan komponen penyusun emulsi oleh pengaruh panas (Block, 1996). 7. Pelepasan Zat Aktif dari Emulsi Kecepatan pelepasan suatu zat dari emulsi bergantung pada tipe emulsinya. Pada emulsi sederhana A/M, lepasnya zat dapat disebabkan karena proses difusi zat menembus lapisan minyak sebagai membran permeabel atau karena penipisan lapisan minyak sehingga tidak ada yang menghalangi keluarnya zat aktif dari sediaan (Ainurofiq, 2006). Pada emulsi ganda, lepasnya zat aktif juga dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu melalui lapisan minyak semipermeabel yang memisahkan fase air internal dan eksternal sehingga lepasnya solut dari emulsi

21 21 A/M/A dapat terjadi jika ada aliran osmotik air ke fase internal dan adanya koalesens, atau melalui lapisan minyak yang bersifat permeabel, dimana pelepasan terjadi karena difusi dan/atau permeasi dari zat aktif melintasi fase minyak (Aserin, 2008). Karena masing-masing tipe emulsi memiliki jumlah lapisan barrier yang berbeda, maka kecepatan pelepasan zat dari emulsi juga berbeda. Pada umumnya, emulsi sederhana akan lebih cepat melepaskan zat karena hanya memiliki satu lapisan yang harus ditembus oleh zat untuk dapat keluar dari sediaan. Emulsi ganda memiliki dua lapisan penghalang keluarnya zat dari sediaan (Benichou dan Aserin, 2008). Selain itu, emulsi ganda yang menggunakan emulgator hidrokoloid umumnya juga memiliki viskositas tinggi yang memperlambat difusi zat ke luar dan membantu terciptanya prolonged release (Dwisari, 2012). Hukum Stokes-Einstein menyatakan hubungan antara koefisien difusi dengan suhu, jari-jari molekul, dan viskositas medium. Hukum Stokes-Einstein: D = k T 6 πrη (3) keterangan: D = koefisien difusi k = konstanta Boltzman T = temperatur absolut (K) r = jari-jari molekul zat η = viskositas Menurut persamaan (3), koefisien difusi berbanding terbalik dengan viskositas dan jari-jari molekul zat aktif, dan akan meningkat dengan bertambahnya

22 22 suhu. Peningkatan suhu medium akan menyebabkan bertambahnya tenaga gerak molekul zat sehingga proses difusi melalui lapisan film ke dalam larutan menjadi lebih mudah dan kecepatan pelarutan yang semakin besar akan memberikan kenaikan gradien konsentrasi yang berujung pada kenaikan kecepatan disolusi (Ainurofiq, 2006). Sel difusi Franz tipe vertikal yang dapat digunakan untuk uji pelepasan zat memiliki tiga bagian, yaitu kompartemen donor, kompartemen aseptor, dan membran/kulit (Hendriati dan Nugroho, 2012). Uji pelepasan zat dari emulsi dapat dilakukan dengan metode difusi menggunakan membran sintetis. Salah satu membran sintetis yang sering digunakan adalah membran porous seperti selofan, selulosa asetat, dan collodion (Ainurofiq, 2006). Membran porous ini digunakan untuk menguji pelepasan suatu zat dari basis. Kecepatan pelepasan obat secara in-vitro dari suatu emulsi dapat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia zat, faktor formulasi, dan faktor uji pelarutan invitro. Sifat fisika kimia yang dapat mempengaruhi pelepasan suatu zat yaitu derajat kelarutan dan koefisien partisinya. Faktor formulasi yang dapat mempengaruhi pelepasan zat misalnya konsentrasi emulgator yang digunakan. Faktor uji pelarutan in-vitro seperti kondisi percobaan juga dapat mempengaruhi pelepasan zat dari sediaan (Ainurofiq, 2006). Data lepasnya zat dari suatu sediaan dapat dinyatakan dalam kumulatif zat yang berdifusi, kecepatan absorbsi dari kompartemen donor ke membran, atau kecepatan pelepasan dari membran ke aseptor (Hendriati dan Nugroho, 2012).

23 23 8. Tinjauan Bahan a. Ponceau 4R Gambar 3. Struktur Ponceau 4R (JECFA, 2011) Ponceau 4R atau Brilliant Scarlet (E124, CAS number: ) terdiri dari trinatrium-2-hidroksi-1-(4-sulfonato-1-naftilazo)-6,8-naftalendisulfonat, zatzat warna tambahan, dan natrium klorida dan/atau natrum sulfat sebagai komponen bukan pewarna yang utama. Ponceau 4R merupakan senyawa azo dengan rumus kimia C20H11N2Na3O10S3 dan bobot molekul 604,48 g/mol. Ponceau 4R memiliki sistem konjugasi yang cukup panjang pada strukturnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3. Ponceau 4R dapat menyerap sinar tampak dengan panjang gelombang maksimum antara nm. Ponceau 4R adalah salah satu jenis zat pewarna yang digunakan pada kosmetik dan makanan yang telah mendapatkan approval dari EU dan WHO. Ponceau 4R berbentuk bubuk merah gelap dengan kelarutan dalam air pada suhu 20 0 C adalah 120 g/l (JECFA, 2011). b. Parafin Cair Parafin cair atau mineral oil adalah cairan transparan, tidak berwarna, kental, dan tidak berfluoresensi yang diperoleh dari penyulingan petroleum. Parafin cair tersusun dari hidrokarbon alifatik (C14-C18) dan siklik. Umumnya parafin cair

24 24 digunakan sebagai emolien, lubrikan, pembawa atau solven, dan adjuvan vaksin dalam berbagai preparasi dental, kapsul, tablet, transdermal, topikal, bahkan makanan dan kosmetik. Parafin cair memiliki titik didih >360 0 C, praktis tidak larut dalam etanol (95%), gliserin, dan air; larut dalam aseton, benzen, kloroform, karbon disulfida, eter, dan petroleum eter; dapat campur dengan minyak menguap dan fixed oils, kecuali minyak jarak. Adanya cahaya dan panas dapat mengoksidasi parafin cair. Parafin cair sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya, dalam ruangan kering dan sejuk (Rowe dkk., 2009). c. Span 80 Span 80 atau sorbitan monooleat memiliki rumus kimia C24H44O6 (BM: 429 g/mol) dan termasuk dalam kelompok ester sorbitan. Span 80 merupakan cairan kental berwarna kuning dengan nilai HLB 4,3, larut atau terdispersi dalam minyak dan kebanyakan solven organik, tidak larut tetapi terdispersi dalam air. Ester sorbitan banyak digunakan sebagai surfaktan non-ionik lipofilik. Jika digunakan sendiri akan menghasilkan emulsi air dalam minyakdan mikroemulsi, tetapi juga sering digunakan dalam kombinasi dengan polisorbat untuk menghasilkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air atau krim dalam berbagai konsistensi. Span 80 banyak digunakan dalam kosmetik, makanan, maupun sediaan farmasetik oral dan topikal sebagai emulgator, solubilizing agent, dan wetting agent. Span 80 sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat dalam ruangan kering dan sejuk (Rowe dkk., 2009).

25 25 d. Carboxymethylcellulose Sodium (CMC Na) CMC Na memiliki bentuk serbuk atau granul putih atau hampir putih, tidak berbau dan tidak berasa. Karakter utama CMC Na adalah pembentuk viskositas (Murray, 2009). CMC Na banyak digunakan sebagai stabilizing agent, coating agent, disintegran pada tablet dan kapsul, dan bahan penambah viskositas yang umum terdapat pada sediaan oral maupun topikal. Pada konsentrasi 3-6% CMC Na digunakan sebagai gelling agent. CMC Na praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter, dan toluen, tetapi dapat terdispersi dengan mudah dalam air pada semua temperatur, membentuk larutan koloidal jernih (Rowe dkk., 2009). F. Landasan Teori Emulsi merupakan salah satu pilihan bentuk sediaan yang dapat melepaskan zat aktif perlahan-lahan atau prolonged release (Ainurofiq, 2006). Zat warna larut air yang diemulsikan dalam emulsi A/M dapat mengalami pelepasan lambat karena zat warna terhalang oleh lapisan minyak. Jika zat warna tersebut diemulsikan dalam emulsi A/M/A, maka akan ada dua lapisan yang menghalangi lepasnya zat warna dari emulsi, yakni lapisan minyak dan lapisan air eksternal (Benichou dan Aserin, 2008). Ponceau 4R merupakan zat model yang bersifat larut dan dapat diformulasikan ke dalam emulsi tipe A/M ataupun tipe A/M/A. Penggunaan Span 80 sebagai emulgator primer telah banyak digunakan karena mampu menghasilkan emulsi A/M yang stabil dan memiliki toksisitas dan sifat iritan yang rendah (Kim, 2004). Span 80 digunakan untuk menstabilkan emulsi primer baik secara tunggal

26 26 seperti yang dilakukan oleh Hajda dan Dickinson (1996) dan Ainurofiq (2006), atau dalam kombinasi dengan emulgator lain seperti Tween 80 (Dwisari, 2012). Penggunaan CMC Na sebagai penstabil emulsi juga banyak digunakan, misalnya dalam kombinasi dengan natrium kaseinat (Liu dkk., 2012) dan sebagai gelling agent dalam sediaan gel topikal (Patel dkk., 2011). CMC Na termasuk golongan hidrokoloid dan dapat meningkatkan stabilitas emulsi ganda karena membantu enkapsulasi yang lebih baik pada fase dalam sehingga mencegah pelepasan tidak terkendali dari bahan yang terjerap (Dwisari, 2012). Perbedaan tipe emulsi berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik dan pelepasan zat dari emulsi. Pada emulsi ganda A/M/A yang dibuat dengan menggunakan hidrokoloid sebagai penstabil antara fase dispers A/M dan fase air eksternal, viskositasnya dapat lebih tinggi dibandingkan dengan emulsi sederhana A/M karena sifat hidrokoloid yang dapat menaikkan viskositas emulsi (Aserin, 2008). Viskositas yang tinggi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya laju pemisahan emulsi. Dengan kata lain, emulsi akan semakin resisten terhadap pemisahan fase apabila memiliki viskositas yang tinggi (Ansel, 2005). Sifat fisik lainnya yang juga dipengaruhi oleh tipe emulsi adalah ukuran droplet. Pada emulsi sederhana A/M, droplet fase dispers akan berukuran lebih kecil karena hanya terdiri dari satu fase, yakni fase air. Sedangkan, pada emulsi ganda A/M/A, droplet minyak akan berukuran lebih besar karena droplet tersebut mengandung droplet air yang berukuran lebih kecil di dalamnya (Calderon dkk., 2007). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ainurofiq (2006), emulsi ganda A/M/A mampu melepaskan secara lambat zat aktif larut air, yakni natrium salisilat.

27 27 Kemampuan emulsi ganda A/M/A lebih baik dibandingkan emulsi sederhana A/M dalam melepaskan zat aktif secara lambat karena emulsi A/M/A memiliki viskositas tinggi yang menghalangi lepasnya zat aktif dan memiliki lapisan barrier yang lebih banyak daripada emulsi A/M. Dari penelitian tersebut juga teramati bahwa pemisahan fase emulsi A/M lebih besar dibandingkan pada emulsi A/M/A dan viskositasnya juga lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas dan kemampuan emulsi sederhana A/M dalam melepaskan zat aktif secara lambat masih lebih rendah dibandingkan emulsi A/M/A. Untuk mengetahui pengaruh tipe emulsi terhadap sifat-sifat fisik emulsi, dilakukan pengukuran viskositas, ukuran droplet, dan pemisahan fase. Untuk mengetahui pengaruh tipe emulsi terhadap pelepasan zat warna, dapat dilakukan uji pelepasan dengan model membran sintetis yang dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi Franz tipe vertikal.

28 28 G. Hipotesis 1. Emulsi A/M dan A/M/A memiliki sifat fisik yang berbeda signifikan. Emulsi A/M/A yang menggunakan hidrokoloid akan memiliki viskositas lebih besar, pemisahan fase lebih kecil akibat besarnya viskositas, dan ukuran droplet yang lebih besar dibandingkan emulsi A/M. 2. Emulsi ganda A/M/A mampu menghasilkan pelepasan zat warna yang lebih lama dan lebih berpotensi menjadi agen prolonged release dibandingkan emulsi A/M karena emulsi A/M/A memiliki lapisan barrier lebih banyak. Perbedaan tipe emulsi berpengaruh secara signifikan terhadap pelepasan zat warna dari emulsi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin C telah digunakan dalam kosmesetika berupa produk dermatologis karena telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan pada kulit, antara lain sebagai pemutih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL Nevirka Miararani ( M0614039 ) Nia Novita Sari( M0614040 ) Nugraha Mas ud ( M0614041 ) Nur Diniyah ( M0614042 ) Pratiwi Noor ( M0614043 ) Raissa Kurnia ( M0614044 ) Raka Sukmabayu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I EMULSI FINLAX Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Jumat Tanggal Praktikum : 5 Maret 2010 Dosen Pengampu : Anasthasia Pujiastuti,

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Orientasi formula mikroemulsi dilakukan untuk mendapatkan formula yang dapat membentuk mikroemulsi dan juga baik dilihat dari stabilitasnya. Pemilihan emulgator utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Minggu, 06 Oktober 2013 FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID GEL Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh mata kuliah Formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom BAB 2 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Liposom 2.1.1 Struktur Liposom Liposom sebagai pembawa obat telah dipatenkan pada tahun 1943 dalam bentuk campuran air antara lesitin dan kolesterol, walaupun struktur liposom

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN Disusun Oleh : Nama NIM : Anita Ciptadi : 16130976B PROGRAM STUDI D-III FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2013/2014 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan tetapi fenomenafenomena tersbut mempunyai hubungan

Lebih terperinci

COSMETIC STABILITY. Rabu, 18 Nopember 2004, Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta

COSMETIC STABILITY. Rabu, 18 Nopember 2004, Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta COSMETIC STABILITY Pharm.Dr. Joshita Djajadisastra, MS, PhD Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas Indonesia Disampaikan pada Seminar Setengah Hari HIKI Rabu, 18 Nopember 2004, Hotel Menara Peninsula,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

MIKROMERITIK. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 6/19/2013

MIKROMERITIK. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 6/19/2013 1 MIKROMERITIK Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 2 Mikromeritik dan Dispersi Kasar Partikel Bentuk partikel Ukuran partikel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 97 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam fluida yang kental diperlukan gaya untuk menggeser satu bagian fluida terhadap yang lain. Di dalam cairan kental dapat dipandang persoalan tersebut seperti

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid)

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA. (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM BIOKIMIA (Uji Pembentukan Emulsi Lipid) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : IV (Empat) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

Sifat fisika kimia - Zat Aktif

Sifat fisika kimia - Zat Aktif Praformulasi UKURAN PARTIKEL, DISTRIBUSI PARTIKEL BENTUK PARTIKEL / KRISTAL POLIMORFI, HIDRAT, SOLVAT TITIK LEBUR, KELARUTAN KOEFISIEN PARTISI, DISOLUSI FLUIDITAS (SIFAT ALIR), KOMPAKTIBILITAS PEMBASAHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan )

SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan ) SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan tetapi fenomena-fenomena tersbut mempunyai hubungan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 4 HSIL PERCON DN HSN Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi homogenisasi;

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KOLOID Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi koloid serta perbedaannya dengan larutan dan suspensi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan kristal merupakan persoalan. dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan kristal merupakan persoalan serius dalam sediaan suspensi parenteral terutama dalam melewati lubang jarum suntik dan rasa sakit yang ditimbulkan pada saat disuntikkan.

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda Teknik elektrometri telah dikenal luas sebagai salah satu jenis teknik analisis. Jenis teknik elektrometri yang sering digunakan untuk

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, semakin banyak bentuk sediaan obat yang beredar di pasaran, salah satunya adalah sediaan tablet. Tablet merupakan sediaan yang paling umum digunakan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal adalah material perekat berwarna coklat kehitam hitaman sampai hitam dengan unsur utama bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN Disusun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Dosen Pembimbing : Margareta Retno Priamsari, S.Si., Apt LABORATORIUM FISIKA

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium A. Strategi perancangan bioreaktor Kinerja bioreaktor ditentukan

Lebih terperinci