PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI"

Transkripsi

1

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Ekonomi Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2010 Justiana Lolita Tahya NRP : H

3 ABSTRACT JUSTIANA LOLITA TAHYA. Economic Analysis of Rehabilitation of Coral Reefs Ecosystem with Artificial Reefs Method in Seribu ISland Waters Administative District, Province of DKI Jakarta. Directed by: ACHMAD FAHRUDIN and LUKY ADRIANTO The focus of study is the economic analysis of rehabilitation of coral reefs ecosystem with artificial reefs method and to know the effectiveness of artificial reefs program in Seribu Island waters. Aim this research is: (1) to identify artificial reefs uses in Seribu Island waters; (2) to estimate economic value of artificial reefs program in Seribu Island waters; (3) to know the effectiveness of artificial reefs program in Seribu Island waters. The economic values of artificial reefs areas examined in the study were use effect on production method (EOP) and contingen valuation method (CVM). The effectiveness of artificial reefs program examined use cost benefit analysis. The result of study showed that uses of artificial reefs area is fishery. Total economic value of artificial reefs area was Rp per year. Cost benefit analysis yield net present value (NPV) in Pramuka Island was Rp with benefit cost ratio (BCR) was 84,75. NPV Gosong Karang Lebar was Rp with BCR was 4,99. NPV in Kelapa Island was Rp with BCR was 13,20. NPV in Semak Daun Island was Rp with BCR 0,94 and NPV in Gosong Pramuka was Rp with BCR was 0,68. Economically artificial reefs program in Pramuka Island, Gosong Karang Lebar and Kelapa Island is relatively effective to developed rather than artificial reefs in Semak Daun Island and Gosong Pramuka. Key Word : artificial reefs, economic value, cost benefit analysis

4 RINGKASAN JUSTIANA LOLITA TAHYA. Analisis Ekonomi Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode Terumbu Buatan (Artificial reef) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan LUKY ADRIANTO. Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan 20 ton ikan. Terumbu karang Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan sekitar 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan. Persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang melimpah terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak seperti penangkapan ikan dengan menggunakan racun sianida dan bahan peledak. Terumbu karang memiliki fungsi ekosistem yang penting, yang menyediakan barang dan jasa bagi ratusan juta penduduk khususnya di negara-negara berkembang. Terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi tidak produktif. Di Kepulauan Seribu (perairan bagian Utara Jakarta), sekitar 90-95% terumbu karang hingga kedalaman 25 m mengalami kematian. Ada beragam upaya mengatasi penurunan atau kelangkaan stok sumberdaya ikan. Beberapa diantaranya dengan menggunakan rumpon dan terumbu buatan. Upaya yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi ekologi terumbu karang Kepulauan Seribu adalah dengan rehabilitasi melalui penenggelaman terumbu buatan (artificial reefs). Terumbu buatan (artificial reefs) memiliki fungsi yang serupa dengan rumpon, namun bersifat lebih permanen dan stabil karena memungkinkan terbentuknya suatu habitat baru, dapat memberikan rumah baru bagi ikan dan biota-biota laut lainnya yang kehilangan habitat aslinya. Fokus dari studi ini adalah analisis ekonomi rehabilitasi ekosistem terumbu karang dengan metode terumbu buatan dan efektivitas program terumbu buatan di Perairan Kepulauan Seribu. Tujuan penelitian adalah (1) mengidentifikasi pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kepulauan Seribu; (2) mengestimasi nilai ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kepulauan Seribu; (3) mengetahui efektivitas ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kepulauan Seribu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Objek penelitian adalah kawasan terumbu buatan (artificial reefs) di perairan Kabupaten Adminstratif Kepulauan Seribu (Pulau Pramuka, Gosong Pramuka, Pulau Semak Daun, Gosong Karang Lebar dan Pulau Kelapa). Metode analisis data untuk menentukan nilai ekonomi program terumbu buatan dilakukan dengan menggunakan Effect on Production (EOP) dan Contingen Valuation Method (CVM). Metode analisis data untuk efektivitas program terumbu buatan dilakukan dengan menggunakan analisis biaya manfaat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis manfaat dari kawasan terumbu buatan di perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu adalah manfaat perikanan. Nilai total ekonomi kawasan terumbu buatan (artificial reefs) adalah sebesar Rp per tahun. Analisis biaya manfaat menghasilkan NPV

5 Pulau Pramuka sebesar Rp dengan BCR sebesar 84,75. NPV Gosong Karang Lebar sebesar Rp dengan BCR sebesar 4,99. NPV Pulau Kelapa sebesar Rp dengan BCR sebesar 13,20. NPV Pulau Semak Daun sebesar Rp dengan BCR sebesar 0,68 dan NPV Gosong Pramuka sebesar Rp dengan BCR sebesar 0,94. Secara ekonomi program terumbu buatan di Pulau Pramuka, Gosong Karang Lebar dan Pulau Kelapa efektif untuk dikembangkan sedangkan Pulau Semak Daun dan Gosong Karang Lebar program terumbu buatan belum efektif untuk dikembangkan. Kata kunci : Terumbu buatan, Nilai Ekonomi, Analisis Biaya Manfaat.

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB

7 ANALISIS EKONOMI REHABILITASI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN METODE TERUMBU BUATAN (ARTIFICIAL REEFS) DI PERAIRAN KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA JUSTIANA LOLITA TAHYA Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 PENGUJI LUAR KOMISI : Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.Sc

9 Judul Tesis : Analisis Ekonomi Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta Nama NRP : Justiana Lolita Tahya : H Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si Ketua Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 1 Februari 2010 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Ucapan syukur, hormat dan terima kasih kepada Tuhan Yesus atas karunia dan berkat-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan bulan Maret 2009 sampai Mei 2009 adalah Analisis Ekonomi Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada : 1) Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku ketua komisi pembimbing atas ilmu dan bimbingannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 2) Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing, membantu, dan memotivasi penulis selama penelitian hingga penyelesaian penulisan karya ilmiah ini. 3) Ir. Moch. Prihatna Sobari, MSc selaku dosen penguji atau koreksi, masukan dan referensi bagi penyempurnaan karya ilmiah ini. 4) Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS selaku Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika yang senantiasa membantu, mengarahkan dan memotivasi penulis dalam penyelesaian studi. 5) Pihak PKSPL yang telah membantu memberikan informasi lokasi penelitian sehingga penelitian dapat dilaksanakan. 6) Pak Giri Andono dan Pak Kholik yang telah membantu dan memberikan informasi yang berguna bagi penulis selama penelitian. 7) Mba Muti, bung Edwin Telehala, bung Rudy Latuihamallo, mba Erin, mas Bule, mas Bedo, bang Aib dan keluarga untuk bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 8) Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada Papa, Mama, San dan Piere yang sabar dan setia membantu penulis dalam doa dan dukungan baik moral maupun materiil. Bogor, Maret 2010 Justiana Lolita Tahya

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 25 Agustus 1982 dari Bapak Daniel Tahya dan Ibu Cornelia Tahya-Berhitu. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Kristen YPKPM Ambon dan tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Pattimura melalui jalur PMDK. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiii xiv xv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Penilaian Manfaat Penilaian Biaya Analisis Biaya Manfaat (Cost Benefit Analysis) Teknik dan Valuasi Ekonomi Eksternalitas Ekosistem Terumbu Karang Terumbu Buatan (Artificial Reefs) Aspek Sosial dan Ekonomi Terumbu Buatan (Artificial Reef). 28 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI IV. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel Metode Analisis Data Definisi Operasional.. 44

13 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Topografi, Iklim dan Oseanografi Keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Studi Potensi Ekosistem Sumberdaya Pesisir dan Laut Karakteristik Responden.. 50 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Pemanfaatan Terumbu Buatan (Artificial Reefs) Pendugaan Nilai Utilitas Konsumen dari Sumberdaya Perikanan pada Kawasan Terumbu Buatan Estimasi Nilai Ekonomi Program Terumbu Buatan Nilai Manfaat Bersih Kawasan Terumbu Buatan VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 74

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Kondisi Terumbu Karang di Indonesia 2 3. Jumlah dan Manfaat Kerugian yang Disebabkan oleh Kegiatan terhadap Terumbu Karang Ringkasan Persentase Tutupan Karang Keras Karang Mati dan Indeks Mortalitas dari 23 Transek di Kepulauan Seribu pada Tahun Perbandingan Model Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Kepulauan Seribu Riwayat Penenggelaman Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Kepulauan Seribu Definisi Total Nilai Ekonomi (TEV) Empat Tipe Karang Utama Goods and Ecological service Kelompok Stakeholder dan Kerangka Institusi Rincian Jumlah Responden Manfaat Langsung Perincian Jumlah Responden Berdasarkan Pulau Nama Pulau, Luas dan Peruntukannya di Kelurahan Pulau Panggang Data Perkembangan Usaha Perikanan Penggunaan Armada dan Alat Tangkap di Kelurahan Pulau Panggang Jenis Alat Tangkap di Kelurahan Pulau Panggang Pemanfaatan Kawasan Terumbu Buatan Manfaat Ekonomi Kawasan Terumbu Buatan Berdasarkan Surplus Konsumen Tahun

15 19. Nilai Ekonomi Kawasan Terumbu Buatan Berdasarkan Pemanfaatan Aktual Tahun Manfaat Tidak Langsung Kawasan Terumbu Buatan Manfaat Pilihan Kawasan Terumbu Buatan Koefisien Penduga Fungsi WTP Keberadaan Kawasan Terumbu Buatan Ringkasan Kajian Pustaka terkait dengan Nilai R 2 dari Manfaat Keberadaan Ekosistem Terumbu Karang Nilai Manfaat Total per Kawasan Terumbu Buatan Nilai Total Ekonomi Kawasan Terumbu Buatan Biaya Investasi dan Biaya Tetap Pemanfaatan Kawasan Terumbu Buatan per Alat Tangkap Biaya Tidak Langsung (Pembuatan dan Penenggelaman Terumbu Buatan) Biaya Pembuatan dan Penenggelaman Terumbu Buatan pada Kawasan Terumbu Buatan Perhitungan NPV Skenario Pengelolaaan Kawasan Terumbu Buatan

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Nilai Market Goods Tipologi Total Economic Value Kerangka Berfikir Pendekatan Effect on Production Approach Tingkat Output yang Efisien Interaksi dalam Seascape, menunjukkan hubungan antara Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu Karang Bentuk Artificial Reefs dari Blok Semen, Bentuk Turtle Block dan Bentuk Kubus Kerangka Adaptasi Managemen untuk Penelitian Artificial Reefs Tujuan dan Sasaran Definisi untuk Program Artificial Reefs Kerangka Pendekatan Studi Peta Lokasi Penelitian Klasifikasi Umur Respoden Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden Mata Pencaharian Responden Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Pendugaan Surplus Konsumen Kawasan Terumbu Buatan Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan Pulau Pramuka Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan Gosong Pramuka Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan Pulau Semak Daun... 56

17 19. Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan Gosong Karang Lebar Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan Pulau Kelapa... 57

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian Data Produksi dan Harga Ikan di Kawasan Terumbu Buatan Koefisien Regresi Manfaat Langsung Kawasan Terumbu Buatan Pulau Pramuka Kurva Permintaan Manfaat Langsung Terumbu Buatan Pulau Pramuka Koefisien Regresi Manfaat Langsung Terumbu Buatan Gosong Pramuka Kurva Permintaan Manfaat Langsung Terumbu Buatan Gosong Pramuka Koefisien Regresi Manfaat Langsung Pulau Semak Daun Kurva Permintaan Manfaat Langsung Pulau Semak Daun Koefisien Regresi Manfaat Langsung Gosong Karang Lebar Kurva Permintaan Manfaat Langsung Gosong Karang Lebar Koefisien Regresi Manfaat Langsung Pulau Kelapa Kurva Permintaan Manfaat Langsung Pulau Kelapa Analisis Ekonomi Manfaat Langsung Kawasan Terumbu Buatan Berdasarkan Surplus Konsumen Analisis Ekonomi Manfaat Langsung Kawasan Terumbu Buatan Berdasarkan Kondisi Aktual Manfaat Tidak Langsung Kawasan Terumbu Buatan Nilai Manfaat Keberadaan... 98

19 17. Perhitungan Hubungan WTP dengan Karakteristik Responden Perhitungan Biaya Investasi dan Biaya Depresiasi Dari Manfaat Perikanan per Responden Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan Pulau Pramuka Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan Gosong Pramuka Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan Pulau Semak Daun Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan Gosong Karang Lebar Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan Pulau Kelapa

20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan 20 ton ikan (Terangi 2009). Terumbu karang Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan sekitar 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan (Situmorang 2004). Persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang melimpah terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak seperti penangkapan ikan dengan menggunakan racun sianida dan bahan peledak. Terumbu karang memiliki fungsi ekosistem yang penting, yang menyediakan barang dan jasa bagi ratusan juta penduduk khususnya di negara-negara berkembang. Tabel 1 menunjukkan sebuah ringkasan tentang keuntungan bersih tahunan setiap km 2 terumbu karang yang sehat di Asia Tenggara. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya Kisaran Produksi Potensi Keuntungan Bersih per Thn Perikanan secara ton $ $ lestari (konsumsi lokal) Perikanan secara 0,5 1 ton $ $ 5000 lestari (ekspor ikan hidup) Perlindungan pantai $ $ (mencegah erosi) Pariwisata dan $ $ rekreasi individu Nilai estetika dan $ $ 8000 keanekargaman individu hayati Total (untuk perikanan dan $ $ perlindungan pantai) Total (untuk pariwisata $ $ dan estetika) Sumber : Burke et al. (2002)

21 Puslit Oseanografi LIPI (2007), menyebutkan persentase penutupan karang hidup yang masih dalam kondisi sangat baik pada wilayah Indonesia bagian Barat sekitar 5,52%, wilayah Indonesia bagian Tengah dengan persentase penutupan karang hidup menunjukkan kondisi baik sekitar 5,11%, dan untuk wilayah Indonesia bagian Timur persentase penutupan karang hidup menunjukkan kondisi sangat baik sekitar 5,88%. Kondisi terumbu karang di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kondisi Terumbu Karang di Indonesia (%) Lokasi Jumlah lokasi Sangat baik Baik Cuku Kuran g p Barat 362 5,52 27,07 33,98 33,43 Tengah 274 5,11 30,29 44,89 19,71 Timur 272 5,88 17,28 34,19 42,65 Indonesia 908 5,51 25,11 37,33 32,05 Sumber : Puslit Oseanografi-LIPI (2007) Keterangan: Sangat baik : persentase tutupan karang antara % Baik : persentase tutupan karang antara 50-74% Cukup : persentase tutupan karang antara 25-49% Kurang : persentase tutupan karang antara 0-24% Burke et al. (2002), menyatakan bahwa aktivitas manusia mengancam lebih dari 85% terumbu karang Indonesia. Persediaan terumbu karang dan ikan karang di Indonesia yang melimpah terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak. Persentase ancaman akibat penangkapan ikan secara berlebihan dapat mencapai 64% dari luas keseluruhan dan mencapai 53% akibat penangkapan ikan dengan metode yang merusak. Burke et al. (2002), mengestimasi kerugian di Indonesia akibat penangkapan ikan menggunakan bahan peledak selama 20 tahun ke depan adalah sebesar 570 juta dolar AS, sedangkan estimasi kerugian dari penangkapan ikan dengan racun sianida secara berkala sebesar 46 juta dolar AS. Ekosistem terumbu karang yang rusak, mengancam ketersediaan sumberdaya hayati yang menjadi tumpuan hidup masyarakat di sekitarnya sehingga menimbulkan kelangkaan ikan dan tercemarnya produk budidaya laut. Dahuri (1999), menjelaskan kerugian ekonomi

22 secara langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan akibat eksploitasi terumbu karang (Tabel 3). Tabel 3 Jumlah Manfaat dan Kerugian Disebabkan oleh Kegiatan terhadap Terumbu Karang (nilai saat ini; suku diskonto 10%; jangka waktu 25 tahun; dalam ribuan US$; per km 2 ) Kegiatan yang merusak terumbu Karang Penangkapan ikan dengan racun Penangkapan ikan dengan bahan peledak Sedimentasi penebangan kayu Sedimentasi perkotaan Penangkapan ikan berlebih Pengambilan batu karang Sumber : Dahuri (1999) Manfaat bagi pelaku kerusakan Aspek perikanan Aspek perlindungan pantai Kerugian bagi negara Aspek pariwisata Lainlain 1 ) Jumlah kerugian Kerugian bersih n.q n.q n.q n.q n.q n.q n.q n.q n.q n.q n.q n.q >67 2 ) Selang menunjukkan lokasi dari nilai rendah dan tinggi atas nilai potensi pariwisata dan perlindungan pantai, n.q. = tidak dapat dihitung 1) = lainnya mencakup kerugian kehilangan pengamanan pangan dan nilai kenaekaragaman hayati (tidak dapat dihitung) 2) = kerusakan hutan disebabkan oleh pengambilan kayu untuk pengolahan batu kapur (karang) diperkirakan US$ Terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi tidak produktif. Aktivitas yang merusak terumbu karang dalam waktu singkat dapat memberikan manfaat secara individual akan tetapi keuntungan bersih dari pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas ini memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan kerugian masyarakat akibat turunnya produktivitas ekosistem terumbu karang. Terumbu karang juga mendapat tekanan dari aktivitas di daratan, dengan laju rata-rata penebangan hutan tahunan antara tahun 1985 dan 1997 sebesar 1,7 juta ha. Terumbu karang yang terkena pencemaran dari darat, menunjukkan penurunan keanekaragaman hayati sebesar 30 50% pada kedalaman 3 m dan 40-60% pada kedalaman 10 m, jika dibandingkan dengan

23 terumbu karang yang masih alami. Terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi tidak produktif. Kepulauan Seribu termasuk dalam Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu yang terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Harapan dan Pulau Kelapa) dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (Kelurahan Pulau Tidung, Pulau Pari dan Pulau Untung Jawa). Kepulauan Seribu berada di pusat kawasan segitiga karang (coral triangle), yang kaya akan berbagai kehidupan laut. Tabel 4 menujukkan persentase tutupan karang di Kepulauan Seribu pada tahun 2004 dan tahun Tabel 4 Ringkasan Persentase Tutupan Karang Keras (% KK), Karang Mati (%KM) dan Indeks Mortalitas (% IM) dari 23 Transek Garis di Kepulauan Seribu pada Tahun KK KM IM KK KM IM No Lokasi 1 Pulau Pari (Selatan) 29,13 15,56 0,35 38,13 5,08 0,12 2 Pulau Pari (Timur Laut) 30,85 15,85 0, ,18 3 Pulau Payung Besar 12,89 3,85 0,23 24,63 36,00 0,59 4 Pulau Payung Kecil 3,36 0,00 0,00 10,64 72,09 0,87 5 Pulau Sekati 31,06 17,01 0,35 10,84 20,78 0,66 6 Pulau Pramuka 34,74 34,15 0,50 16,01 10,85 0,40 7 Pulau Gosong Layar 18,50 67,10 0,78 25,80 49,15 0,66 8 Pulau Semak Daun 54,25 13,15 0,20 39,00 6,13 0,14 9 Pulau Sempit/ Karang Lebar 32,88 3,25 0,09 17,35 21,65 0,56 10 Pulau Kotok Besar 14,81 11,34 0,43 36,85 18,93 0,34 11 Pulau Karang Bongkok 71,83 19,89 0,22 67,56 11,53 0,15 12 Pulau Kaliage Besar 29,93 48,38 0,62 23,63 18,38 0,44 13 Pulau Kelapa 22,01 48,84 0,69 56,81 15,94 0,22 14 Pulau Panjang Besar 60,50 18,75 0,24 11,88 21,81 0,65 15 Gosong Sulaiman 25,92 3,50 0,12 31,50 7,75 0,20 16 Pulau Kayu Angin Genteng 35,99 14,56 0,29 27,38 10,83 0,28 17 Pulau Genteng Besar 43,09 13,23 0,23 44,89 0,00 0,00 18 Pulau Putri Barat 38,88 15,88 0,29 46,96 22,00 0,32 19 Pulau Opak Besar 38,99 8,33 0,18 35,38 0,00 0,00 20 Pulau Harapan 42,66 35,96 0,46 26,38 0,00 0,00 21 Pulau Bira Besar 23,39 37,81 0,62 35,13 0,00 0,00 22 Pulau Belanda 41,88 3,06 0,07 58,05 13,45 0,19 23 Gosong Pulau Belanda 25,90 57,00 0,69 41,00 7,75 0,16 Rerata 33,19 22,02 0,40 33,91 16,60 0,33 Sumber : TERANGI (2007)

24 Secara umum terdapat sedikit kenaikan rerata penutupan karang keras di Kepulauan Seribu dari tahun 2004 (32,9%) ke tahun 2005 (33,2%). Karang mati menunjukkan penurunan persentase penutupan dari tahun 2004 ke 2005 (22,3% menjadi 16,9%) diikuti peningkatan di kategori abiotik yang terdiri dari patahan karang dan pasir dari 26% menjadi 31,7% (TERANGI 2007). Ada beragam ancaman terhadap terumbu karang di Kepulauan Seribu, mulai dari penangkapan ikan dengan metode destruktif (menggunakan bom dan sianida) atau dengan intensitas tinggi (overfishing), sedimentasi, penambangan karang, pencemaran limbah, baik yang berasal dari daratan dan laut, bahkan pemanasan global. Di Kepulauan Seribu (perairan bagian Utara Jakarta), sekitar 90-95% terumbu karang hingga kedalaman 25 m mengalami kematian. Ada beragam upaya mengatasi penurunan atau kelangkaan stok sumberdaya ikan. Beberapa diantaranya dengan menggunakan rumpon dan terumbu buatan. Rumpon (fish shelter) berfungsi menarik ikan agar berkumpul pada suatu lokasi tertentu dengan memberikan atau menempatkan beberapa bahan yang berfungsi sebagai perangsang (attractor) bagi ikan-ikan untuk berkumpul dan selanjutnya dijadikan lokasi penangkapan oleh nelayan. Upaya yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi ekologi terumbu karang Kepulauan Seribu adalah dengan rehabilitasi melalui penenggelaman terumbu buatan (artificial reefs). Terumbu buatan (artificial reefs) memiliki fungsi yang serupa dengan rumpon, namun bersifat lebih permanen dan stabil karena memungkinkan terbentuknya suatu habitat baru, dapat memberikan rumah baru bagi ikan dan biota-biota laut lainnya yang kehilangan habitat aslinya. Fungsi dari terumbu buatan (artificial reefs) ini untuk memberikan rumah baru bagi ikan dan hewan lain yang kehilangan habitat aslinya. Biota yang umum terdapat di modul artificial reefs adalah karang lunak (soft coral) dan karang kipas (gorgonion). Komposisi komunitas ikan di tiap modul fish shelter secara umum adalah Caesionidae dan Pomacentridae. Keberadaan ikan target di modul artificial reefs adalah kemungkinan terbesar untuk menggantikan fungsi dasar dari ekosisitem terumbu karang yaitu mencari makan (feeding ground) atau bertelur dan membesarkan anak (spawning dan nursery ground). Modul terumbu buatan ini secara alami akan ditempeli oleh

25 organisme bentik yang hidup menempel pada substrat seperti karang, spons, alga, dan lain-lain. Berbagai bahan dan metode telah diujicobakan, mulai dari becak bekas, kubus konkrit, keranjang besi maupun beton (Tabel 5). Tabel 5 Perbandingan Model Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Kepulauan Seribu Keranjang Kubus Kubah Blok Susun Piramid Besi Susun Ukuran modul fish shelter Keanekaan komunitas bentik Komunitas bentik dominan Komunitas Sedang Kecil Kecil Besar Besar Sedang Rendah Rendah Tinggi Sedang Sponge, ascidian Turf algae Sponge, ascidian bentik lain Mollusca Ascidian Keanekaan komunita ikan Komunitas ikan dominan Turf algae, mollusca Tinggi Rendah Rendah Ikan mayor utama (pomacentridae) Ikan target (Caesionidae) Ikan mayor utama (Caesionidae) Ascidian, sponge Ikan target (Caesionidae, Haemulidae) Ascidian, sponge Soft coral, hard coral Sedangtinggi Turf algae, mollusca Sedang- Tinggi Ikan target (Caesionodae) Keberadaan juvenile ikan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Adm Kep. Seribu (2007) Pembuatan dan penenggelaman terumbu buatan (artificial reefs) berbagai model di perairan Kabupaten Administratif KepulauanSeribu sudah sejak dahulu dilakukan, riwayat penenggelaman terumbu buatan di Kepulauan Seribu terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Riwayat Penenggelaman (Deployment) Fish Shelter di Kepulauan Seribu No Tahun Model Jumlah Titik Kawasan (unit) Lokasi Ban dan hong 11 Utara P. Pramuka P. Pramuka Kubah 31 P. Semak Daun P. Semak Daun Kubus 147 Gosong Pramuka Gosong Pramuka Silinder 20 Timur Karang Lebar Gosong Karang Lebar Besi Susun 5 Barat P. Kelapa P. Kelapa Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Adm Kep. Seribu (2007) 1. 2 Perumusan masalah Ekosistem terumbu karang memiliki banyak manfaat dengan total economic value (TEV) yang cukup tinggi. Sebagai contoh total economic value

26 ekosistem terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu adalah sebesar Rp Rp ,4 per ha per tahun (Malay 2000 dalam Adrianto 2006), sedangkan nilai manfaat ekonomi total ekosistem terumbu karang di sekitar pulau pulau yang terkena tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu berkisar antara Rp Rp per tahun. Tingkat pemanfaatan ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu menimbulkan kerusakan. Ekosistem terumbu karang memiliki berbagai fungsi ekologi, sehingga kerusakan-kerusakan ini menyebabkan fungsi ekosistem terumbu karang menjadi terganggu dan berakibat pada penurunan nilai ekonomi eksosistem terumbu karang. Untuk mengantisipasi dan mengurangi kerugian-kerugian yang terjadi maka dilakukan upaya rehabilitasi dengan metode terumbu buatan (artificial reefs), yang bermanfaat memperbaiki kondisi terumbu karang. Terumbu karang setelah rehabilitasi diharapkan akan memberikan nilai atau manfaat ekonomi yang baru. Sejauh mana efektivitas terumbu buatan (artificial reefs) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis biaya manfaat (cost benefit analysis). Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) dalam rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu? 2) Bagaimana dengan nilai ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu? 3) Bagaimana efektivitas ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu? 1.3 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi pemanfaatan terumbu buatan (artifcial reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu 2) Mengestimasi nilai ekonomi program terumbu buatan (artficial reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu 3) Mengetahui efektivitas ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penilaian manfaat Menurut Abelson (1979), output dari proyek termasuk output yang dikonsumsi pengguna dan manfaat eksternal (external benefit) dipertimbangkan dalam tiga kategori yaitu penurunan dalam biaya produksi, nilai market goods, nilai non market goods. 1. Nilai market goods Nilai market goods dilustrasikan dalam Gambar 1 dimana barang Q 0 dibeli pada harga P 0. Gross value goods Q 0 ditunjukan oleh area A dan B, antara kesediaan membayar (willingness to pay) kurva permintaan (demand curve) dan sumbu horizontal. Price $ Marginal supply cost P 1 P 0 A E Willingness to pay demand curve B Q 0 Quantity of goods sold Gambar 1 Nilai Market Goods (Diadopsi dari Abelson 1979). Menurut Abelson (1979), ada empat pengecualian dasar untuk harga pasar yang mencerminkan jumlah dimana rumah tangga bersedia untuk membayar barang yaitu: (a) jika harga dikontrol maka perhitungan harga digunakan untuk mengukur harga dimana adanya keinginan untuk melakukan penawaran; (b) jika

28 barang disubsidi maka harga konsumen merupakan willingness to pay (WTP) di bawah yang diterima oleh produsen; (c) ketika barang dijual secara internasional maka harga relevan dengan harga ekspor; (d) muncul ketika proyek bukan marginal produsen dari barang jenis baru. Gambar 1 merepresentasikan surplus konsumen dan penambahan konsumsi yang dihasilkan ditunjukkan dengan segitiga P 1 E P 0. Surplus konsumen dari konsumsi yang dihasilkan dapat diestimasi dengan formula ½ ( Q P ), dimana Q adalah kenaikan konsumsi dan P adalah perubahan dalam harga. Diperkirakan bahwa Q 0, merepresentasikan jutaan unit yang dikonsumsi tiap tahun dan P 1 adalah harga maksimum yang akan dibayar konsumen untuk satu unit baru (Abelson 1979). 2. Nilai barang yang tidak dipasarkan Menurut Abelson (1979), ada tiga jenis manfaat yaitu manfaat pilihan (option benefit), manfaat tidak tergantung (interdependent benefit), dan manfaat keberadaan (existence benefit). Option benefit merupakan atribut manfaat untuk ketersediaan aset kapital, interdependent benefit terjadi ketika orang memperoleh kesenangan dari menikmati kesenangan yang lain dan existence benefit merupakan nilai yang dipasang untuk lingkungan dalam hak milik dan tanpa referensi untuk kegunaan manusia. Manfaat dari barang yang tidak dipasarkan direpresentasikan oleh area di bawah kurva permintaan yaitu A + B terlihat pada Gambar 1. Tidak adanya informasi harga pasar maka digunakan dua metode utama untuk mengestimasi apakah individu bersedia membayar untuk barang yang tidak dipasarkan adalah survei dan suatu teknik dimana digambarkan oleh para ekonomi sebagai analisis preferensi. Analisis preferensi yang digunakan adalah studi tentang perilaku pasar untuk menyimpulkan nilai-nilai individu. Survei dan analisis preferensi yang terungkap harus digunakan sebagai pelengkap daripada sebagai teknik kompetisi. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan survei hipotesis tentang preferensi konsumen jauh diperkuat jika konsisten dengan perilaku pasar yang diamati, tapi kesimpulan statistik dari perilaku pasar juga diperkuat jika sesuai dengan keinginan yang diekspresikan.

29 3. Manfaat sekunder (secondary benefit) Pengeluaran proyek dan surplus menghasilkan permintaan untuk barang dan jasa yang mengarah kepada penciptaan nilai tambah. Prediksi bahwa proyek dapat menghasilkan manfaat sekunder tidak berarti bahwa manfaat tersebut harus dihitung dalam evaluasi proyek dimana proyek-proyek alternatif dapat juga menghasilkan manfaat sekunder, hanya perbedaan dalam manfaat sekunder yang dapat mempengaruhi net present value (NPV) nasional secara agregat. Secara singkat, untuk tujuan cost benefit analysis (CBA) manfaat sekunder dapat diabaikan jika permintaan agregat tidak bergantung pada pilihan proyek. Manfaat sekunder mungkin penting, misalnya di wilayah negara-negara berkembang dengan sumberdaya tetapi sedikit proyek-proyek alternatif. 2.2 Penilaian biaya Ada empat komponen penting dalam penilaian biaya (Abelson 1979): a. Perhitungan harga untuk buruh (labour) Dalam ekonomi pasar kompetitif, biaya kesempatan (opportunity cost) dari tenaga kerja adalah upah yang diperlukan untuk menarik pekerja untuk proyek, kompensasi upah untuk upah pekerja terdahulu dalam pekerjaan alternatif. Pasar tidak kompetitif atau tidak ekonomi, opportunity cost tenaga kerja memiliki komponen langsung dan tidak langsung. Biaya langsung adalah jumlah dari nilai output yang hilang ditambah biaya lain yang terikat dengan perubahan gaya hidup para pekerja. Biaya tidak langsung mempekerjakan tenaga kerja jika tingkat preferensi waktu sosial (social time preference rate) lebih rendah dari laba atas investasi dan jika mempekerjakan buruh bukan mesin dapat meningkatkan konsumsi dan mengurangi surplus proyek reinvestment. Umumnya biaya tidak langsung buruh dimasukkan dalam CBA hanya jika implikasi lain dari perbedaan antara pengembalian modal dan perhitungan social time preference rate (STPR). Ada dua ciri perhitungan harga untuk buruh yaitu pertama umumnya harga pasar di bawah untuk kelompok yang output masa depannya rendah atau tidak ada. Prediksi dimana bukan tingkat pekerjaan sekarang yang sangat menentukan perhitungan harga buruh dalam proyek-proyek yang berlangsung selama bertahun-tahun. Upah pasar umumnya merupakan

30 ukuran kepuasan dari biaya mempekerjakan buruh terampil. Kedua, biaya relatif dari semua buruh meningkat dari waktu ke waktu dengan peningkatan upah riil yang diimbangi dengan peningkatan produktivitas yang terus menerus. b. Perhitungan harga untuk input material Alasan menonjol bahwa harga pasar material dapat melebihi biaya sosial riil dari produksi disebabkan monopoli, pajak tidak langsung dan penggangguran. Diberikan perbedaan antara harga material dan biaya produksi yang sebenarnya, pertanyaannya adalah apakah perhitungan harga material harus dibebankan ke proyek dan jawaban umumnya adalah bahwa material-material yang disediakan dialihkan dari pengguna lain maka harga pasar mewakili biaya sosial karena mencerminkan nilai dalam penggunaan alternatif. Material yang disuplai dari peningkatan produksi tidak akan terjadi sebaliknya perhitungan harga adalah biaya produksi marginal, harus mengecualikan mark-up monopoli dan pajak tidak langsung dimana mencerminkan transfer dari konsumsi sumberdaya dan harus mencakup perhitungan harga yang sesuai untuk buruh yang terlibat dalam material produksi. c. Perhitungan harga untuk lahan Harga pasar untuk lahan memberikan beberapa indikasi dari nilai kepada masyarakat yang dimodifikasi dalam dua cara untuk merepresentasikan nilai sosial riil. Pertama, harga dapat dipengaruhi oleh subsidi yang diwakili oleh transfer dari pemerintah untuk pemilik lahan dibandingkan dengan nilai produktif riil lahan dimana subsidi tersebut adalah pengecualian dari CBA. Kedua, harga mungkin gagal mencerminkan eksternalitas dari penggunaan lahan tersebut, seperti polusi udara yang dapat merugikan pengguna industri pada masyarakat setempat. Eksternalitas negatif seperti ini akan mengurangi perhitungan harga lahan di bawah harga pasar. Secara luas, jika harga pasar harus direvisi maka nilai lahan mungkin lebih baik untuk diabaikan dengan memperkirakan keuntungan bersih terdahulu dalam penggunaan alternatif yang terbaik. Penilaian lahan dalam kepemilikan bersama mungkin lebih sulit, tetapi harus ditekankan bahwa

31 meskipun secara finansial kepada pemerintah lahan tidak memiliki biaya tapi masih memiliki opportunity cost. d. Biaya eksternal (exsternal cost) Biaya eksternal adalah pecahan kecil dari pendapatan rumah tangga yang dapat diasumsi untuk tujuan CBA dimana kompensasi dan nilai willingness to pay (WTP) dapat menjadi sama, tapi asumsi ini tidak dapat dipertahankan jika rumah tangga kehilangan asset terbesar seperti perdamaian dan ketenangan. Ada dua kemungkinan pendekatan untuk pendugaan nilai kompensasi. Pendekatan pertama, digunakan untuk estimasi utilitas marginal rata-rata dari uang yang dapat digunakan untuk konversi nilai WTP menjadi nilai kompensasi sedangkan pendekatan kedua digunakan untuk mengestimasi nilai kompensasi yang melibatkan pendugaan harga dimana rumah tangga akan membatalkan aset tertentu. Nilai-nilai kompensasi dapat digunakan jika CBA yang berkaitan dengan biaya dan manfaat dari setiap perubahan di masa kini dan dapat memperkirakan nilai kompensasi atas hilangnya asset saat ini yang membentuk bagian signifikan dari pendapatan rumah tangga. 2.3 Analisis biaya manfaat (cost benefit analysis) Analisis biaya manfaat (Cost benefit analysis) dalam ekonomi lingkungan merupakan prinsip dasar yang dapat digunakan lebih lanjut untuk menilai atau mengukur barang lingkungan (environmental goods) yang tidak memiliki nilai pasar. Cost benefit analysis (CBA) menjadi alat utama dalam evaluasi ekonomi dari program-program masyarakat yang berkaitan dengan manajemen sumberdaya alam (Intan et al. 2007). CBA dipertimbangkan dengan maksimisasi nilai agregat dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Konsumsi dalam konsep ini termasuk lingkungan dan barang yang tidak dipasarkan lainnya yang dapat dinilai dalam istilah moneter (Abelson 1979). Pada dasarnya tujuan studi biaya manfaat mempengaruhi kesejahteraan individu, penilaian individu dari barang diukur dengan perilaku pasar atau dengan pendapat. Tujuan CBA untuk menemukan tambahan manfaat bersih dari proyek, cukup untuk penerima keuntungan mampu untuk mengkompensasi pihak yang

32 menerima kerugian. Metode valuasi, khususnya CBA dipertimbangkan dalam tiga kriteria yang relevan untuk pembuatan keputusan seperti (Abelson 1979): (a) komperhensif; (b) kecocokan dengan partisipasi demokrasi dan prosedur keputusan; (c) biaya manfaat aktual dari metode dalam latihan. CBA mempunyai dua ciri utama yang berbeda. Pertama, usaha untuk nilai biaya dan benefit selama mungkin dalam unit moneter dapat diringkas dan dibandingkan. Kedua, CBA menyertakan pemandu keputusan seperti net present value (NPV) atau internal rate of return (IRR). 1. Pemandu keputusan (decision guide) Menurut Kadariah et al. (1999) dalam mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek, dikembangkan berbagai macam indeks yang disebut kriteria investasi (investment criteria). Setiap indeks menggunakan nilai sekarang (present value) yang telah di discount dari arus-arus manfaat dan biaya selama umur suatu proyek. Kriteria investasi atau dua pemandu utama untuk pembuatan keputusan digunakan dalam CBA adalah net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR). NPV suatu proyek adalah selisih present value (PV) arus manfaat (benefit) dengan present value (PV) arus biaya (cost). Dalam evaluasi suatu proyek tanda go dinyatakan oleh nilai NPV yang sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV = 0, berarti proyek mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital (SOC). Menurut Layard dan Walters (1976) dalam Abelson (1979) nilai agregat dari konsumsi dalam istilah present value sangat tinggi dengan proyek dibanding tanpa proyek, jika r melebihi tingkat discount rate sosial, proyek diduga dalam kriteria dari nilai agregat dapat diterima. NPV adalah selisih antara PV manfaat (benefit) dan PV biaya (cost). IRR adalah nilai discount rate social yang membuat NPV proyek sama dengan nol atau tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek. Suatu nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan social discount rate menyatakan tanda diterima untuk suatu proyek, sedangkan IRR kurang dari social discount rate memberikan tanda ditolak. Kemungkinan ketiga pemandu keputusan adalah benefit cost ratio (BCR) digunakan dalam keadaan pasti. BCR seperti IRR dapat

33 digolongkan dalam proyek secara berbeda dari kriteria NPV. Menurut Feldstein dan Fleming (1964) dalam Abelson (1979), proyek harus dipilih dalam tingkatan present value (PV) per unit dari biaya pembatas sampai biaya pembatas tersebut terpakai. Margin proyek kecil dengan BCR yang tinggi tidak perlu digantikan dengan BCR yang rendah kecuali kalau jumlah present value dan proyek baru menerima dana lebih besar dibanding dari proyek besar (Layard 1976 dalam Abelson 1979). 2. Pilihan tingkat suku bunga (discount rate) Pilihan tingkat suku bunga (discount rate) penting untuk dapat diterima sebuah proyek bahkan ketika pilihan terletak seperti tingkat yang serupa seperti 7% dan 10% per tahun. Pada pemandangan pertama nampak tidak ada masalah: surplus proyek dapat didiskon menurut bobot yang dipasang untuk konsumsi dalam periode yang berbeda yang dapat diberikan dengan social time preference rate (STRP). Kesulitan mengestimasi STRP, juga menghasilkan STRP rendah dibandingkan keuntungan sosial yang dapat dicapai pada investasi alternatif (biaya opportunitas sosial kapital, social opportunity cost ). Ukuran relevan dari social oportunity cost (SOC) adalah untuk memperoleh keuntungan total sebelum pajak pada marginal kapital pribadi. Pada pasar tidak sempurna, maka keuntungan sosial pada investasi private juga termasuk pembayaran untuk para pekerja dan untuk penyedia material menjadi lebih dan di atas perhitungan upah dan harga, seperti halnya manfaat eksternal dan biaya (Abelson 1979). Keuntungan total pada investasi private sesuai ukuran SOC jika pemerintah meminjam dana marginal dari sektor private atau jika mencoba maksimisasi konsumsi agregat, maka diperlukan usaha untuk menyamakan keuntungan marginal sosial untuk private dan investasi publik. Marginal investasi publik dapat menghasilkan surplus yang tinggi dibandingkan marginal investasi private. Menurut Abelson (1979), SOC harus diestimasi sebagai real rate dari keuntungan, tidak sebagai monetary rate. Dua cara mengestimasi STPR adalah dengan observasi perilaku pasar individu dan pengambilan pendekatan sosial untuk masalah. STPR dapat didefinisikan sebagai produk dari rate yang diharapkan dari pertumbuhan pendapatan per kapita dan

34 elastisitas marginal utilitas dari konsumsi per kapita. Jika dikatakan elastisitas 1,5 dan pertumbuhan pendapatan per kapita yang diharapkan 3% per tahun, maka STPR sama dengan 4,5% per tahun (Layard 1972 dalam Abelson 1979). Discount rate yang lebih sering dipilih adalah SOC. Alasan pertama bahwa rate SOC dari discount menyeimbangkan kapital yang diterima untuk proyek dengan kapital yang dapat diterima. Kedua, menggunakan SOC membuat lebih mudah untuk menghindari ketidakefisien proyek. Ketiga, menggunakan SOC adalah konsisten dengan usaha untuk maksimisasi nilai agregat dari konsumsi. 3. Analisis pendistribusian Secara tradisonal, CBA digunakan untuk maksimisasi nilai konsumsi agregat dengan tanpa melihat kelompok manfaat (benefit) dan biaya (cost). Ada dua dasar pemikiran untuk hal ini. Pertama, jika kriteria ini diterapkan oleh rumah tangga maka lebih baik jika proyek dibandingkan dengan NPV negatif (Abelson 1979). Kedua, kasus yang kuat dapat dibuat untuk gambaran sasaran distribusi yang dapat dicapai lebih efektif dengan sedikit biaya dan kombinasi dari perpajakan, pengeluaran dan kebijakan moneter dibanding melalui proyek individu dengan NPV yang negatif. Dua komponen utama analisis distribusi yang berguna dan terkenal. Pertama adalah analisis dari timbulnya biaya (cost) dan manfaat (benefit) pada kelompok masyarakat yang dipilih, kadang-kadang disebut analisis kecelakaan (incidence analysis) yang melibatkan penentuan (Abelson 1979): (a) data apa yang diperlukan dalam penambahan yang dikumpulkan untuk kalkulasi NPV; (b) kelompok mana yang berarti; (c) bagaimana biaya dan manfaat bertahan atau ditinggalkan antara kelompok. Kedua, komponen analisis distribusi memperlihatkan bagaimana timbulnya biaya dan manfaat yang dapat mempengaruhi keputusan proyek. Bagian pertama dari distribusi ini mengestimasi surplus. Beberapa dari surplus untuk pekerja pada proyek dan untuk bisnis menyediakan material untuk proyek dibayar lebih dibanding perhitungan harga untuk tenaga kerja dan material (Abelson 1979). Kedua, transfer mempengaruhi timbulnya biaya dan manfaat, meskipun tidak mempengaruhi nilai konsumsi agregat. Transfer ini menjadi

35 pengaruh utama dari pajak tidak langsung dan subsidi. Ketiga, besaran dan distribusi manfaat sekunder dan biaya. 4. Ketidakpastian (uncertainty) Menurut Abelson (1979), ketidakpastian untuk CBA berarti: (a) manfaat dan biaya mempunyai cakupan nilai kemungkinan; (b) berarti nilai riil dari manfaat dan biaya dan kemungkinan distribusi tidak diketahui, bagaimana seharusnya masalah ini dapat diselesaikan yaitu pertama dapat dibuat titik umum perbedaan antara variabel yang dapat diukur dengan variabel yang tidak dapat diukur yang mencerminkan tingkat ketidakpastian disekelilingnya dibandingkan jenis biaya dan manfaat yang terwakili. Analisis ketidakpastian yang paling umum digunakan adalah pengujian sensitivitas, ini menunjukkan variasi dalam NPV sebagai fungsi dari perubahan dalam nilai yang ditangkap untuk variabel khusus seperti harga ramalan atau output. Bentuk analisis ketidakpastian umumnya disukai oleh para ekonom adalah metode nilai yang diharapkan. Nilai yang diharapkan dari satu variabel adalah rata-rata dari semua nilai variabel, ini belum tentu nilai yang kita harapkan terjadi dalam beberapa kasus nilai yang harapkan adalah sesuatu yang belum tentu terjadi. Sudut pandang sosial, nilai dari sebuah asset adalah nilai yang diharapkan digunakan jika perubahan tidak dapat diubah. Alasan bahwa dengan peningkatan pengetahuan tingkat investasi dibawah dapat diperbaiki, mengingat kesalahan kelebihan investasi tidak dapat diubah dan konsekuensi yang mungkin membawa kerugian jangka panjang. Asimetris ini berarti bahwa manfaat yang diharapkan dari suatu keputusan yang tidak dapat diubah harus dapat diatur untuk mencerminkan kehilangan dari pilihan yang diperlukan. Ketika hal ini tidak dapat diteruskan, secara normal CBA akan mengadopsi uji sensitivitas untuk menunjukkan efek dari tinggi atau rendahnya nilai dari variabel-variabel penting, walaupun terbatas, uji ini dapat memberikan gambaran yang jelas. Secara final estimasi dari distribusi NPV suatu proyek tidak memutuskan keberlangsungan proyek, tetapi pemecahan bergantung pada sikap pembuat keputusan terhadap resiko.

36 2.4 Teknik dan valuasi ekonomi Kerangka nilai ekonomi yang digunakan dalam mengevaluasi ekonomi sumberdaya alam adalah konsep nilai ekonomi total (total economic value). Total economic value (TEV) merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan (non use value). Secara rinci, tipologi TEV terlihat pada Gambar 2, dan definisi nilai TEV terlihat pada Tabel 7 (Barton 1994 dalam Adrianto 2006). Total Economic Value Use Value Non Use Value Direct Use Value Indirect Use Value Option Value Bequest Value Existence Value Gambar 2 Tipologi Total Economic Value (Diadopsi dari Adrianto 2006). Tabel 7 Definsi Total Nilai Ekonomi (TEV) No Jenis Nilai Definsi 1 Direct use value Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan langsung dari suatu sumberdaya atau ekosistem 2 Indirect use value Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tidak langsung dari suatu sumberdaya atau ekosistem 3 Option value Nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dari suatu sumberdaya atau ekosistem di masa mendatang 4 Bequest value Nilai ekonomi yang diperoleh dari manfaat pelestarian sumberdaya atau ekosistem untuk kepentingan generasi mendatang 5 Existence value Nilai ekonomi yang diperoleh dari sebuah persepsi bahwa keberadaan dari suatu sumberdaya atau ekosistem itu ada, terlepas dari apakah sumberdaya atau ekosistem tersebut dimanfaatkan atau tidak Sumber : Barton (1994) dalam Adrianto (2006)

37 Metode valuasi secara umum terdiri atas dua pendekatan yaitu, pertama pendekatan manfaat (benefit) menyangkut nilai pasar (market value), nilai pasar pengganti (substitute atau surrogate) atau barang-barang komplementer (complementary goods). Metode valuasi dengan pendekatan manfaat untuk nilai pasar adalah effect on production (EOP), sedangkan metode valuasi untuk nilai penganti adalah travel cost method (TCM). Kedua, pendekatan biaya (cost) contohnya biaya pengganti (replacement cost), proyek bayangan (shadow project), pencegahan pengeluaran (preventive expenditure) dan biaya relokasi (relocation cost). Metode valuasi berdasarkan survei untuk mengukur keinginan membayar (willingness to pay) dan keinginan untuk menerima (willingness to accept) dengan mengeksplor preferensi dari konsumen melalui pendekatan contingen valuation method (CVM) Pendekatan produktivitas (effect on production approach) Metode valuasi effect on production (EOP) digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh terhadap produksi dari sumberdaya alam. Pendekatan produktivitas memandang sumberdaya alam sebagai input dari produk akhir yang kemudian digunakan masyarakat luas, dengan demikian maka langkah pertama dari pendekatan ini adalah menentukan aliran jasa dari sumberdaya alam yang dinilai kemudian dianalisis hubungannya dengan produk akhir yang dikonsumsi masyarakat. Pendekatan EOP memerlukan sebuah pendekatan yang integratif antara arus ekologi dan arus ekonomi, karena pendekatan ini lebih memfokuskan pada perubahan aliran fungsi ekologis yang memberikan dampak pada nilai ekonomi sumberdaya alam yang dinilai. Secara konseptual, pendekatan produktivitas beranjak dari pemikiran bahwa apabila ada gangguan terhadap sistem sumberdaya alam (seperti polusi), maka kemampuan sumberdaya alam untuk menghasilkan aliran barang dan jasa menjadi terganggu. Gangguan ini mengakibatkan perubahan produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan merubah perilaku pemanfaatannya. Menurut Adrianto (2006), perubahan perilaku pemanfaatan ini akan mengubah nilai sumberdaya alam tersebut, secara diagram kerangka berfikir dari pendekatan produktivias ini disajikan pada Gambar 3.

38 Gangguan terhadap SDA Fungsi sistem SDA terganggu Aliran produksi barang dan jasa Perubahan produksi barang dan jasa Perubahan perilaku Perubahan nilai manfaat SDA Gambar 3 Kerangka Berfikir Pendekatan EOP (Diadopsi dari Adrianto 2006). Pengukuran untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam yang diperdagangkan (traded goods) dengan harga yang terukur dapat dilihat dari perubahan dalam surplus konsumen. Pengukuran yang didasarkan pada perubahan surplus konsumen adalah untuk mengukur seberapa besar kehilangan surplus akibat perubahan harga atau kuantitas yang mempengaruhi keinginan membayar seseorang terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Surplus konsumen adalah pengukuran kesejahteraan ditingkat konsumen yang diukur berdasarkan selisih keinginan membayar dari seseorang dengan apa yang sebenarnya dibayar (Fauzi 2006) Contingen Valuation Method (CVM) Penilaian berdasarkan preferensi (contingen valuation method) adalah metode yang digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai suatu barang berdasarkan estimasi seseorang. Contingen valuation method (CVM) adalah suatu pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai yang diberikan seseorang untuk memperoleh suatu barang (willingness to pay) dan seberapa besar

39 nilai yang diinginkan untuk melepaskan suatu barang (willingness to accept), jika harus kehilangan kualitas lingkungan yang baik (Adrianto 2006). Cost benefit analysis (CBA) merupakan teknik yang digunakan dan membantu dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan. CBA digunakan untuk mengukur semua keuntungan atau dampak positif (benefit) dan biaya (cost) sebuah pengelolaan dari awal sampai akhir dalam bentuk nilai uang dan memberikan ukuran efisiensi ekonomi (Kusumastanto 2000). 2.5 Eksternalitas Konsumsi terhadap barang publik (public goods) sering menimbulkan eksternalitas atau damapak eksternal. Eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak. Kaitannnya dengan sumberdaya alam, eksternalitas penting untuk diketahui karena eksternalitas akan menyebabkan alokasi sumberdaya yang tidak efisien (Fauzi 2006). Eksternalitas adalah pengaruh atau dampak yang diterma oleh beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi atau pertukaran yang dilakukan oleh pihak lain. Eksternalitas dapat bersifat menguntungkan (positive externality) dan bersifat merugikan (negative externality), dengan adanya eksternalitas kita tidak dapat mencapai kondisi-kondisi pareto optimal. P Marginal Sosial cost Marginal Private Cost p s p p q s q p Jumlah output Gambar 4 Tingkat Output yang Efisien (Diadopsi dari Intan et al. 2007). D

40 2.6 Ekosistem terumbu karang Terumbu karang menyediakan barang dan jasa seperti seafood, rekreasi, perlindungan pantai seperti estetika dan manfaat budaya. Hampir sepertiga dari laut di dunia ditemukan spesies ikan pada terumbu karang, dan tangkapan dari area terumbu mendasari sekitar 10% dari ikan yang dikonsumsi manusia. Jennings dan Polunin (1996) dalam Folke dan Moberg (1999), mengkalkulasi bahwa 1 km 2 dari aktivitas pertumbuhan terumbu dapat menyokong lebih dari 300 orang. Empat tipe utama terumbu karang adalah fringing reef, barrier reef, atol dan platform reef (Tabel 8), banyak fungsi berbeda diantara tipe karang ini dan berhubungan dalam tingkat yang bervariasi untuk sistem lain seperti hutan mangrove, padang lamun dan laut terbuka. Tabel 8 Empat Tipe Karang Utama Platform reefs Fringing reefs Barrier reefs Atolls Secara frekuensi ditemukan di laguna yang dibentuk oleh atol dan barrier reefs Dekat mengikuti garis pantai, Lagun sempit yang dangkal Dipisahkan dari tanah dengan lebar secara relatif, lagun bagian dalam Horshore dibentuk atau reef bulat disekeliling pusat lagun (sering jauh dari tanah di laut terbuka) Lagun Great Laut Merah, Barrier reef, Afrika Timur, Belize, Laut Seychelles dan Merah, Bahama Pulau Indo- Pasifik lain, banyak karang Karibia Sumber: Folke dan Moberg (1999) Great Barrier reef in Australia, Barrier reef Belize, Mayote di Samudera India Barat >95% dari atol di Indo-Pasifik, lainnya ditemukkan di luar Belize dan di Atlantik Barat Terumbu karang sebagai penyangga fisik padang lamun dan mangrove, untuk interaksi fisik jasa biologi dan interaksi biogeochemical antara ekosistem yang salling berhubungan. Ogden (1988) dalam Folke dan Moberg (1999), menyebutnya sebagai biomas zona pantai tropis yang terdiri atas mozaik kompleks dari mangrove, padang lamun dan terumbu karang (Gambar 5).

41

42 Tabel 9 Good and Ecological Service Ekosistem Terumbu Karang Goods Sumberdaya pulih Produk seafood Bahan baku untuk obat-obatan Bahan baku lain (rumput laut dan alga untuk agar, pupuk dll) Penambangan karang Balok karang dan pasir untuk bangunan Bahan material untuk produksi kapur dan semen Minyak mineral dan gas Jasa struktur fisik Perlindungan garis pantai Penambahan kekuatan tanah Promosi pertumbuhan mangrove dan padang lamun Barang seni dan perhiasan - Generasi pasir karang Ikan hidup dan karang dikumpulkan untuk perdagangan aquarium Sumber : Folke dan Moberg (1999) Ecological service Jasa biotik Dalam ekosistem Antar ekosistem Jasa biogeokimia Pemeliharaan habitat Pemeliharaan biodiversity dan perpustakaan genetik Pengaturan proses dan fungsi ekosistem Pemeliharaan ketahanan biologi Pendukung biologi melalui hubungan bergerak Ekspor produksi organik dan plakton untuk jaringan makanan pelagis Perbaikan nitrogen CO 2 / kontrol persediaan Ca - Asimilasi sampah Jasa Informasi Monitoring dan pencatatan polusi Pencatatan iklim Jasa sosial dan budaya Penyokong rekreasi Nilai estetika dan inspirasi akustik Menopang mata pencaharian masyarakat Penyokong budaya, agama dan nilai spritual

43 2.6.1 Produk ekosistem terumbu karang (ecological goods of coral reefs) Terumbu karang menghasilkan berbagai produk makanan laut seperti ikan, remis, krustasea, teripang dan rumput laut. Tangkap lebih (overfishing) terumbu karang diasosiakan dengan populasi ikan merupakan masalah utama. Industri farmasi menemukan manfaat unsur potensial dengan anti-kanker, menghambat AIDS, anti-mikroba, anti radang dan anti pembekuan kekayaan antara rumput laut, sponge, moluska, karang, dan anemon laut di terumbu (Folke dan Moberg 1999). Sebagai pupuk dan skeleton, karang terbukti memiliki peluang dalam operasi penyokong tulang. Manfaat terumbu karang yang paling merusak adalah eksploitasi karang keras untuk material bangunan dan untuk produksi kapur, perekat, mortir dan semen Jasa ekosistem terumbu karang (ecological service of coral reefs) Terumbu karang menghasilkan persediaan pasir karang pantai yang baik dengan karakteristik pasir putih dari pulau tropis dan satu dari atraksi utama dalam turis pantai. Fungsi terumbu karang penting sebagai daerah memijah, pengasuhan, beternak dan mencari makan untuk banyak organisme. Terumbu karang penting dalam pemeliharaan keanekaragaman hayati yang luas dan perpustakaan genetik untuk generasi mendatang. Sekitar 60 ribu hewan dan tumbuhan yang hidup pada karang, spesies lain dan kelompok spesies penting dalam pemeliharaan ketahanan ekosistem terumbu karang. Beberapa organisme terumbu karang migrasi di antara ekosistem yang bersebelahan seperti ikan migrasi ke mangrove dan padang lamun dana menjadikannya sebagai daerah pengasuhan (nursery ground). Migrasi ikan dari ekosistem terumbu karang dapat mempengaruhi siklus nutrien dari padang lamun dan mangrove melalui ekresi. Terumbu karang tidak hanya menyediakan perlindungan fisik, tetapi juga pendukung biologi untuk padang lamun, mangrove dan laut terbuka. Hubungan secara biologi adalah input untuk karang dari dan produk dari migrasi ikan (Folke dan Moberg 1999). Input dari nutrien dan bahan organik dari migrasi kemudian makan di padang lamun pada malam dan beristirahat di atas koloni karang sepanjang hari, meningkatkan pertumbuhan terumbu karang. Terumbu karang mendukung jaringan makanan

44 pelagis dengan ekspor dari kelebihan produksi organik dan dipecahkan bahan organik seperti bakteri plankton, fitoplankton, dan zooplankton. Terumbu karang berfungsi sebagai pencampur nitrogen dalam lingkungan yang kurang nutrien. Karang mungkin tidak produktif dan berbeda tanpa kapasitas dari mikroba dan asosiasi cyanobacteria dalam biotope karang bawah dan juga cyanobacteria dalam kolom air untuk asimilasi nitrogen atmosfir (Folke dan Moberg, 1999). Kemampuan mencampur nitrogen tidak hanya untuk sistem karang tapi juga untuk produktivitas komunitas pelagis yang bersebelahan untuk pelepasan kelebihan nitrogen yang tercampur dalam karang. Proses biokimia terumbu karang memegang peranan yang signifikan dalam keseimbangan dunia kalsium. Terumbu karang dapat mengubah, mengurai dan menyerap limbah yang dilepaskan manusia dan menyediakan jasa pembersihan. Produk minyak tang dalam lingkungan laut diuiraikan oleh mikroba, memutar hidrokarbon menjadi karbon dioksida dan air. Seperti jasa asimilasi limbah dari karang diuraikan dalam studi kasus Galapagos oleh de Groot (1992) dalam Folke dan Moberg (1999), telah diestimasi mempunyai nilai US$ 57 per ha per tahun. Organisme karang digunakan dalam monitoring dan sebagai catatan polusi. Terumbu karang merupakan sistem sangat sensitif dan secara ekstentif digunakan dalam pertukaran monitoring terbaru dalam lingkungan laut dan efek dari gangguan manusia. Terumbu karang berfungsi sebagai pencatat iklim, komposisi kimia skeleton karang dapat digunakan untuk rekonstruksi temperatur permukaan laut tropis dan jalur variasi dalam salinitas. Lapisan deposit karang raksasa dari skeleton bertukar-tukar dan densitas bergantung pada kondisi lingkungan. Terumbu karang pendukung rekreasi, nilai rekreasi karang diindikasikan dengan banyaknya pendapatan turis. Nilai finansial turis di Greet Barrier Reef World Heritage Area (WHA) diestimasi oleh Driml (1994) dalam Folke dan Moberg (1999), menjadi US$ 682 juta tiap tahun. 2.7 Terumbu buatan (artificial reefs) Terumbu buatan (artificial reefs) adalah satu atau lebih objek dari alam atau berasal dari manusia yang disebar secara penuh pada dasar laut untuk mempengaruhi fisik, biologi, atau proses sosial ekonomi dihubungankan ke

45 sumberdaya penghuni laut (Seaman 2000). Terumbu buatan didefinisikan sebagai benda berbentuk kotak bolong dikeenam sisinya, yang terbuat dari susunan batangan beton bertulang yang dapat mempengaruhi jumlah dan jenis biota yang memanfaatkannya (Mawardi 2003). Menurut Seaman (2000), manfaat terumbu buatan (artificial reefs) pada lingkungan laut antara lain: (1) menambah produksi perikanan artisinal; (2) meningkatkan poduksi pemancingan komersial; (3) lokasi produksi akuakultur; (4) meningkatkan rekreasi pemancingan dengan kail dan tombak; (5) lokasi rekreasi diving; (6) kontrol kematian ikan; (7) manipulasi sejarah hidup organisme; (8) perlindungan habitat; (9) konservasi dan biodiversity. Menurut Chou (1997), fungsi utama dari terumbu buatan adalah (1) tempat berkumpulnya organisme terutama ikan sehingga dapat menambah efisiensi penangkapan; (2) meningkatkan produktivitas alam dengan menyediakan habitat baru untuk organisme menempel yang berkontribusi pada rantai makanan; (3) menyediakan habitat baru spesies target; (4) melindungi organism kecil atau juvenile dan sebagai nursery ground; (5) pelindung pantai dari gelombang serta sebagai tempat naungan organism dari arus yang kuat dan pemangsaan; (6) meningkatkan kompleksitas habitat dasar. Karakteristik terumbu buatan (artificial reefs) menunjuk pada komponen fisik terumbu dan lingkungan fisik dimana terumbu ditempatkan. Secara umum, terumbu buatan (artificial reefs) ditempatkan di pantai yang dangkal dan perairan estuaria sepanjang danau dan sungai. Terumbu juga diletakan di pantai dangkal untuk mengontrol erosi. Terumbu diletakan di dasar lautan atau estuari yang merupakan subjek untuk kekuatan arus (Seaman 2000). Struktur terumbu menunjuk kepada material fisik dari komposisi dan distribusi geografi seperti material terumbu. Untuk capaian keberhasilan terumbu, penting untuk memastikan struktur terumbu akan tinggal di lokasi dengan (1) penentangan kekuatan hidrodinamik lokal; (2) tidak melebihi kemampuan sedimen dasar untuk mendukung bobot struktur terumbu dan (3) pengaturan struktur integritas material. Terumbu buatan (artificial reefs) digambarkan dengan desain dan pengaturan material yang digunakan dalam konstruksi. Material dapat

46

47 kompleksnya interaksi dalam ekosistem terumbu karang menyebabkan sukarnya mendapatkan bentuk umum dan desain terumbu buatan untuk semua perairan. Pembuatan terumbu buatan dengan cara mengecor adonan semen, batu kricak, dan pasir pada sebuah cetakan. Kotak-kotak itu kemudian disusun menjadi bentuk piramida, dengan komposisi sembilan (bawah), empat (tengah), satu (puncak), kemudian diikat satu sama lain. Proses selanjutnya yaitu menenggelamkan piramida ke dalam laut. Kedalamannya harus memenuhi syarat minimal 10 sampai 30 meter dari permukaan laut, supaya tidak menganggu pelayaran. Setelah terpasang di lokasi yang memenuhi syarat, di permukaan ditempatkan sebuah pelampung yang dihubungkan dengan tali dan diikatkan pada karang buatan itu. Pelampung itu akan menjadi tanda atau peringatan bagi pengguna perairan, bahwa di lokasi yang dimaksud terdapat karang buatan. Benda ini selanjutnya akan dihinggapi binatang-binatang karang, yang seiring perjalanan waktu akan mengalami proses pengerasan atau pengapuran. 2.8 Aspek sosial dan ekonomi terumbu buatan (artificial reefs) Pengumpulan data sosial dan evaluasi adalah suatu bagian integral dari suatu strategi adaptasi managemen untuk penggunaan sumberdaya dengan monitoring, evaluasi fisik, biologi dan tanggapan sistem sosial harus diselenggarakan untuk menduga hipotesis kerja awal untuk mengurangi ketidakpastian ilmiah sebagai informasi publik dan jika perlu untuk mengembangkan hipotesis alternatif dan rencana pelaksanaan (Milon et al dalam Seaman 2000). Gambar 7 menunjukkan kerangka umum untuk adaptasi manajemen terumbu buatan. Tujuan sosial dan kebijakan untuk pengembangan terumbu buatan dinyatakan melalui variasi politik dan agen pemerintahan. Tujuan atau sasaran ini secara umum sering dinyatakan dan memerlukan perbaikan lebih lanjut oleh ahli untuk menjadi dasar sasaran penelitian. Kebijakan alternatif tersedia untuk menunjuk tujuan sosial dalam konteks sasaran penelitian studi produktivitas dan biaya manfaat dari potensi material dan lokasi terumbu buatan.

48 Artificial Reef Social/ Policy Goals F e e d b a c k Research Objectives F e e d b a c k A n d Ecological Process/ Response Hypotheses Social Process/ Response Hypotheses A n d A d a p i t i v e R e s p o n s e Prefered Options Implementasi Monitoring and Evaluation of Physical, Biological and Social System Response A d a p i t i v e R e s p o n s e Gambar 7 Kerangka Adaptasi Manajemen untuk Penelitian Terumbu Buatan (Diadopsi dari Seaman 2000).

49 Bentuk dan interpretasi sasaran penelitian dibentuk oleh ahli bahwa pemahaman hubungan antara pengaruh sosial dan ekologi dari sistem dan penentu kebijakan terumbu buatan dalam mencapai tujuan sosial spesifik. Ketika pembuat kebijakan dan ahli setuju pada sasaran penelitian, kumpulan hipotesis dibentuk tentang proses ekologi dan sosial dalam sistem terumbu buatan bahwa hasil dalam seleksi lokasi dan bentuk lebih disukai. Proses adaptasi managemen juga menyediakan forum penggunaan penuh untuk stakeholder yang berminat dalam pengembangan terumbu buatan. Informasi dokumen sosial ekonomi tentang terumbu buatan dapat digunakan untuk mendidik non-user tentang jasa yang disediakan oleh sumberdaya pantai (Ditton dan Burke 1985 dalam Seaman 2000). Langkah assesment sosial ekonomi meliputi sasaran atau identifikasi hipotesis, mengembangkan instrumen survei dan pengumpulan data dan analisis. Langkah-langkah ini kompleks dan mudah menjadi bias dalam beberapa cara, hasil tidak dapat valid kecuali jika ahli pemandu berpengalaman dan banyak mengetahui identifikasi pada langkah pertama dari evaluasi yang dapat diuji dengan instrumen penelitian spesifik dan data yang dikumpulkan dalam langkah dua dan tiga. Sasaran khusus ekologi atau lingkungan didefinisikan untuk memandu pengumpulan data dan upaya evaluasi yang juga dapat digunakan untuk menduga sasaran sosial ekonomi yang lebih luas. Kerangka untuk dugaan sosial ekonomi pada suatu proyek terumbu buatan dengan empat tingkat definisi sasaran dan tujuan sosial, kebijakan, perilaku (behariour) dan pelaksanaan (Gambar 8).

50 Tujuan sosial Sasaran Kebijak Sasaran Perilaku Sasaran Tindaka Menghasilkan ekonomi positif dan atau dampak social dan atau benefit untuk ekonomi lokal Meningkatan turis pada suatu area atau meningkatan jumlah pemancing rekeasional Meningkatan produktivitas dan Meningkatan tarif/ kepuasana rekreasi pemancingan Mengurangi biaya pemancingan Meningkatakan jumlah lokasi pemancingan artificial reef pantai dan dekat pantai Menyediakan lokasi E V A L U A S I Analisis Dampak Sosial dan Analisi s Efisien Monitoring lewat observasi, survei dan atau wawancara langsung Gambar 8 Tujuan dan Sasaran Definisi untuk Program Artificial Reef (Diadopsi dari Seaman 2000).

51 Ada tiga jenis assesment yang digunakan dalam evaluasi sosial ekonomi terumbu buatan yaitu (1) monitoring untuk menentukan pola pemanfaatan terumbu; (2) dampak assesment untuk pemahaman signifikan sosial ekonomi dari pemanfaatan terumbu dalam area lokal; (3) analisis efektivitas untuk menentukan cost effectiviness atau manfaat bersih dari terumbu. Monitoring membantu ditemukannya bentuk kriteria dalam terumbu buatan dan apakah target kelompok pengguna benar-benar menggunakan habitat. Jenis evaluasi ini digunakan untuk mengevaluasi sasaran proyek yang lebih luas seperti (1) meningkatkan jumlah lokasi pancing rekreasional pantai yang dapat diakses dalam komunitas pesisir; (2) menyediakan lokasi dekat pantai untuk nelayan pesisir dalam skala kecil teluk pantai; (3) menyediakan lokasi habitat yang terpisah untuk penyelam rekreasional dalam memancing dengan tombak atau juga fotografer; (4) mengganti kerusakan lokasi alam terumbu dengan terumbu buatan. Dampak assesment digunakan untuk sasaran proyek yang lebih spesifik untuk mencari keinginan dalam perubahan aktivitas ekonomi atau struktur sosial. Jenis evaluasi ini fokus pada perubahan yang disebabkan oleh proyek, dan mencari untuk menentukan apakah perubahan ini telah menemukan sasaran yang spesifik. Secara khusus, ini penting untuk apakah proyek terumbu buatan telah dihasilkan lebih dari pengaruh keinginan dibanding yang terjadi secara alami tanpa pengembangan lokasi. Secara umum, lebih banyak metode yang digunakan untuk evaluasi dampak ekonomi yang merupakan dasar ekonomi dan analisis input-output. Dampak struktur sosial dievaluasi dengan analisis dampak sosial atau analisis penting yang memberikan timbal balik pada tingkat dari tempat partisipasi secara relatif penting pada karakteristik spesifik dan tingkat dimana terumbu menyediakan karakteristik tersebut. Analisis efisiensi adalah jenis evaluasi lain yang sesuai untuk sasaran yang dihubungkan dengan peforma ekonomi dari proyek. Analisis efektivitas biasanya diklasifikasikan juga sebagai cost effectiviness atau evaluasi biaya manfaat. Analisis biaya manfaat menentukan apakah nilai moneter dari manfat proyek melebihi biaya. Cost effectiviness dan analisis biaya manfaat, keduanya dapat digunakan untuk membandingkan performa dari beberapa proyek habitat tiruan, dan hasil dapat dibandingkan

52 dengan analisis efisiensi dari jenis peningkatan proyek lain. Kedua jenis analisis ini dapat diaktifkan dalam fase perencanaan pengembangan terumbu buatan untuk membuat evaluasi persiapan dari proyek apakah investasi ekonominya layak. Tabel 10 menghadirkan daftar potensial kelompok stakeholder terumbu buatan dan kemungkinan kerangka institusi yang mempengaruhi keinginan stakeholder. Secara mayoritas, manfaat langsung pengguna terumbu buatan seperti sumberdaya publik, dikembangkan dan diatur oleh agen pemerintah atau kelompok komunal. Tabel 10 Kelompok Stakeholder dan Kerangka Institusi Kerangka Institusi Kelompok Stakeholder Privat Masyarakat Publik Sport Anglers X Penyelam olahraga X Nelayan komersial atau artisinal X X X Penyelam komersial X X Managemen sumberdaya dan ahli X X Grup lingkungan X X Sumber : Seaman (2000)

53 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Penelitian ini didasari atas pemikiran bahwa ekosistem terumbu karang memiliki manfaat ekologi, ekonomi, fisik dan estetika. Keberadaan ekosistem terumbu karang yang sangat produktif dapat mendukung industri perikanan dan kehidupan nelayan. Selain manfaat yang dimiliki, ternyata kualitas dan kuantitas ekosistem terumbu karang mulai mengalami penurunan bahkan terjadi kerusakan terumbu karang. Hal ini disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan terumbu karang berarti ancaman bagi keberlangsungan hidup ikan dan hilangnya manfaat lain seperti manfaat perlindungan pantai, pariwisata bahari, penelitian dan keanekargaman hayati. Mengantisipasi kerusakan terumbu karang yang semakin serius maka perlu dilakukan rehabilitasi ekosistem terumbu karang. Salah satu upaya rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Perairan Kepulauan Seribu adalah dengan membuat dan menenggelamkan terumbu buatan (artificial reefs) sebagai tempat bagi ikan untuk berkembang biak dan membantu merangsang pertumbuhan koloni karang. Program terumbu buatan (artificial reefs) diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekosistem terumbu karang yang bertujuan memberikan nilai ekonomi yang baru. Metode cost benefit analysis (CBA) adalah analisis untuk menentukan tingkat efektivitas dari program terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kepulauan Seribu dengan menggunakan indikator ekonomi yaitu NPV dan BCR. Secara ringkas, kerangka pendekatan studi diuraikan pada Gambar 9.

54 Ekosistem Terumbu Karang Kondisi Aktual Terumbu Karang Degradasi Terumbu Karang Rehabilitasi Terumbu Karang ` Perbaikan kondisi terumbu Nilai Ekonomi Biaya (C t ) Program Artificial Reefs Analisis Biaya Manfaat (ECBA) Efektivitas program Gambar 9 Kerangka Pendekatan Studi.

55 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di kawasan terumbu buatan Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta Utara. Penelitian ini dimulai bulan Maret 2009 sampai Mei Peta lokasi penelitian terlihat pada Gambar 10. Gambar 10 Peta Lokasi Penelitian

56 4.2 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Nasir (1985) mendefinisikan metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keteranganketerangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Objek penelitian adalah kawasan terumbu buatan (artificial reefs) di perairan Kabupaten Adminstratif Kepulauan Seribu (Pulau Pramuka, Gosong Pramuka, Pulau Semak Daun, Gosong Karang Lebar dan Pulau Kelapa). 4.3 Metode pengambilan sampel Populasi yang diteliti adalah nelayan Kelurahan Pulau Panggang yang berada di sekitar kawasan terumbu buatan, baik yang memanfaatkan kawasan terumbu buatan (artificial reefs) maupun yang tidak memanfaatkan kawasan terumbu buatan dan instansi yang terkait dalam pengelolaan kawasan terumbu buatan (artificial reefs). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling bola salju (snow ball). Sampling bola salju merupakan bentuk sampling nonprobabilitas, dimana pengumpulan data dimulai dari beberapa orang yang memenuhi kriteria untuk dijadikan anggota sampel (responden) selanjutnya memberikan informasi mengenai orang-orang lain yang dapat dijadikan responden (Hasan 2002). Teknik ini dipilih karena tidak ada data jumlah orang yang memanfaatkan kawasan terumbu buatan. Jumlah responden untuk manfaat langsung sebanyak 30 orang dan responden untuk menilai manfaat pilihan (option value) adalah sebanyak 52 orang. Rincian jumlah responden untuk manfaat langsung dari lima kawasan terumbu buatan terlihat pada Tabel 11.

57 Tabel 11 Rincian Jumlah Responden Manfaat Langsung No Kawasan Terumbu Buatan Jumlah Responden (orang) 1 Pulau Pramuka 6 2 Gosong Pramuka 6 3 Pulau Semak Daun 6 4 Gosong Karang Lebar 6 5 Pulau Kelapa 6 Jumlah 30 Sumber : Data Primer Diolah (2009) Rata-rata jumlah responden kawasan terumbu buatan adalah sebanyak 6 orang, responden manfaat langsung kawasan terumbu buatan adalah nelayan Kelurahan Pulau Panggang (Pulau Panggang dan Pulau Pramuka) yang terdiri atas nelayan bubu, nelayan pancing dan nelayan muroami (Tabel 12). Tabel 12 Perincian Jumlah Responden Berdasarkan Pulau Jumlah Responden No Jenis Pemanfaat P. Panggang P. Pramuka 1 Nelayan Bubu 3-2 Nelayan Pancing Nelayan Muroami 1 4 Jumlah Sumber : Data Primer Diolah (2009) Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian ini ada dua sumber data, yaitu: 1) Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan atau observasi, wawancara kepada responden berdasarkan daftar pertanyaan. 2) Data sekunder, yaitu data penunjang yang diperoleh dari berbagai instansi dan lembaga terkait.

58 4.4 Metode analisis data Untuk memecahkan permasalahan dan mencapai tujuan penelitian, maka digunakan beberapa analisis yaitu: Identifikasi pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) Proses identifikasi dilakukan dengan cara wawancara untuk menganalisis: 1) Identifikasi pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) 2) Pemanfaatan aktual Nilai ekonomi kawasan terumbu buatan A. Manfaat langsung Pendugaan nilai ekonomi suatu sumberdaya dengan menggunakan metode effect on production (EOP), diperlukan langkah-langkah sebagai berikut (Adrianto 2006): Pendekatan Fungsi Permintaan untuk Direct Use Value Q 1 2 n 0X1 X 2... Xn... (1) dimana: Q = jumlah sumberdaya yang diminta X 1 = harga X 2, X 3,...X n = karakteristik sosial ekonomi konsumen LnQ 0 1LnX1 2LnX 2... nlnx n LnQ (( n LnX LnQ 0 2( LnX 2)... ( LnX n)) ' 1LnX1 1 1

59 Transformasi fungsi permintaan ke fungsi permintaan asal ' 1 Q X Menduga total kesediaan membayar (nilai ekonomi sumberdaya) U a 0 f ( Q ) dq dimana: U = utilitas terhadap sumberdaya a = batas jumlah sumberdaya rata-rata yang dikonsumsi/ diminta f(q) = fungsi permintaan Menduga konsumen surplus CS U P... (2) t P t X 1 Q... (3) dimana: CS = konsumen surplus P t = total harga yang dibayarkan Q X 1 = rata-rata jumlah sumberdaya yang dikonsumsi = harga per unit sumberdaya yang dikonsumsi B. Manfaat tidak langsung Manfaat tidak langsung melakukan pendekatan harga tidak langsung karena mekanisme pasar gagal memberikan nilai pada komposisi sumberdaya. Jenis pemanfaatan tidak langsung yang dapat diidentifikasi di kawasan ekosistem terumbu buatan antara lain:

60 1) Estimasi manfaat kawasan terumbu karang sebagai manfaat perlindungan pantai didekati dengan biaya rehabilitasi yang dilakukan apabila terumbu karang rusak atau hilang. 2) Estimasi kawasan terumbu buatan sebagai nursery ground, spawning ground dan feeding ground bagi biota perairan didekati dari hasil tangkapan nelayan untuk ikan di wilayah perairan laut sekitarnya. Teknik yang digunakan untuk menilai manfaat tersebut adalah pendekatan produktivitas (productivity approach). C. Manfaat pilihan Manfaat pilihan merupakan manfaat ekosistem yang dinilai dengan kesediaan individu untuk membayar kondisi lingkungan pesisir dan laut yang lestari untuk pemanfaatan di masa mendatang. Nilai pilihan didekati dengan keanekaragaman hayati (biodiversity). Hasil penelitian dari White dan A.C. Trinidad (1998) dalam Rusli (2007), menyatakan bahwa di Philipina nilai keanekargaman hayati terumbu karang berkisar antara 2400 US$ US$/ km 2, kisaran nilai yang diambil adalah nilai tertinggi yaitu 8000 US$/ km 2. MP = MPBi..(4) dimana : MP = manfaat pilihan MPBi = manfaat pilihan biodiversity D. Manfaat keberadaan (existence value) Manfaat keberadaan didekati dengan pengukuran langsung terhadap preferensi individu melalui contingen valuation method (CVM), mengukur seberapa besar keinginan membayar (willingness to pay) dari responden terhadap keberadaan dan perbaikan ekosistem terumbu karang. Estimasi willingness to pay (WTP) dilakukan dengan menduga hubungan antara WTP dengan karakteristik responden yang mencerminkan tingkat penghargaan terhadap sumberdaya. WTP dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Adrianto 2006):

61 ... (5) dimana: WTP X 1 X 2 X 3 = keinginan respondenn untuk membayar terhadap suatu sumberdaya = pendidikan responden (tahun) = jumlah tanggungan responden (orang) = umur responden (tahun) Setelah mengetahui tingkat WTP yang dihasilkan dari rataan individu (WTPi), maka total nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan preferensi secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan formula:...(6) dimana : TB = total benefit WTPi = nilai WTP individu Pt = total populasi pada tahun ke-t yang relevan dengan analisis valuasi ekonomi sumberdaya Penilaian alternatif alokasi pemanfaatan kawasan terumbu buatan Penilaian alternatif alokasi pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) yang efektif dilakukan dengan menggunakan analisis biaya dan manfaat (Cost Benefit Analysis), yang merupakan nilai manfaat bersih sekarang Net Present Value (NPV) dan perbandingan antara pendapatan dengan biaya Benefit Cost Ratio (BCR) yang dikeluarkan untuk memperoleh manfaat dari penggunaan terumbu buatan, dalam kurun waktu tertentu serta mempertimbangkan faktor diskonto. Metode Cost Benefit Analysis (CBA) digunakan untuk menghitung nilai ekonomi kawasan terumbu buatan (artificial reefs) di perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu pada kondisi saat ini (aktual). Adapun tahapan analisis dari CBA sebagai berikut (Kusumastanto 2000):

62 a. mengumpulkan usulan proyek b. menentukan umur proyek (umur ekonomis dan umur teknis dari dari unsur pokok investasi) c. menentukan discount rate: interest rate dan modal d. identifikasi biaya dan manfaat: finansial dan modal Manfaat (benefit): Biaya (cost): e. menghitung present value: cash flow dan discount factor f. mengevaluasi hasil perhitungan dengan menggunakan kriteria Net present value (NPV) atau nilai manfaat bersih sekarang dan Benenfit Cost Ratio (BCR) atau perbandingan antara pendapatan dengan biaya yang didiskon untuk masing-masing alternatif pengelolaan akan mengikuti persamaan berikut: NPV T ( t 0 Bt Ct t (1 r ) )... (7) BCR dimana: n t 1 n t 1 B t t ( 1 r )... (8) C t t (1 r ) Bt C r t = manfaat proyek artificial reefs = biaya proyek artificial reefs = discount rate = kurun waktu penilaian (tahun) Kriteria penilaian program terumbu buatan (artificial reefs) efektif dikembangkan jika NPV>0 atau bila BCR>1. Nilai BCR menentukan tingkat efektivitas dalam pemanfaatan sumberdaya. Tingkat suku bunga (discount rate) yang dipakai sebesar 15% berdasarkan Social Opportunity Cost of Capital tertinggi yang diaplikasikan di negara berkembang (Kadariah et al. 1999) dengan jangka waktu analisis adalah 20 tahun.

63 4.5 Definisi operasional 1) Terumbu buatan (artificial reefs) adalah suatu kerangka buatan manusia yang ditenggelamkan di dasar perairan untuk mempengaruhi proses-proses fisik, biologi atau sosial ekonomi yang berhubungan dengan sumberdaya hayati laut. 2) Sumberdaya alam adalah segala sesuatu yang ada di alam yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. 3) Nilai ekonomi sumberdaya alam adalah pengukuran dari barang dan jasa ke dalam satuan moneter. 4) Manfaat sumberdaya alam adalah besarnya hasil yang diperoleh dari sumberdaya dalam satuan moneter. 5) Biaya adalah besarnya satuan moneter yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk mencapai tujuan (manfaat) tertentu. 6) Surplus konsumen adalah pengukuran kesejahteraan ditingkat konsumen berdasarkan selisih keinginan membayar dari konsumen dengan apa yang sebenarnya dia bayar. 7) Keuntungan adalah selisih antara total manfaat yang diperoleh dengan biaya

64 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Letak geografis dan administrasi Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau yang terletak di utara kota Jakarta dan tercatat sebagai salah satu Kabupaten Administrasi di kawasan Provinsi DKI Jakarta. Secara geografis batas Kepulauan Seribu adalah : Sebelah Utara : Laut Jawa/ Selat Sunda Sebelah Timur : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kecamatan Cengkareng, Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing dan Tangerang Sebelah Barat : Laut Jawa/ Selat Sunda Wilayah Kepulauan Seribu memiliki luas daratan sekitar 843,65 ha dan luas perairan sekitar km 2, yang terbagi menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dengan 3 Kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Harapan dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan dengan 3 Kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Tidung, Pulau Pari, Pulau Untung Jawa. Kepulauan Seribu memiliki 110 pulau, dengan 11 pulau berpenghuni yaitu Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan, Pulau Sebira, Pulau Tidung, Pulau Payung, Pulau Pari, Pulau Lancang, Pulau Untung Jawa. 5.2 Topografi, iklim dan oseanografi Topografi Kepulauan Seribu rata-rata landai (0,15% dengan ketinggian 0-2 m di bawah permukaan laut). Luas daratan masing-masing pulau terpengaruhi oleh adanya pasang surut yang mencapai ketinggian 1-15 m di atas Pelabuhan Tanjung Priok. Tipe iklim di 11 pulau pemukiman adalah tropika panas dengan suhu maksimum 32,3 0 C, suhu minimum 21,6 0 C dan suhu rata-rata 27 0 C serta kelembaban udara 80%. Cuaca baik di Kepulauan Seribu sekitar bulan-bulan Maret, April sampai dengan Mei.

65 Curah hujan cukup tinggi, dimana bulan terbasah yaitu pada Januari dengan curah hujan yang tercatat mencapai mm. Sedang bulan-bulan kering yaitu bulan Juni dan September, curah hujan bermusim yang dominan di wilayah Kepulauan Seribu yaitu Musim Barat dan Musim Timur. Arus permukaan pada musim barat berkecepatan maksimum 0,5 m/detik. Gelombang laut yang terdapat pada musim barat mempunyai ketinggian antara 0,5-1,75 m dan musim timur 0,5 1,0 m. 5.3 Keadaan sosial ekonomi lokasi studi Aksesbilitas Lokasi penelitian terletak di Kelurahan Pulau Panggang, yang terdiri dari Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Jarak dari pusat pemerintahan kelurahan berjarak 9 Km dari pusat kantor Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, 2 Km dari pusat kantor Administrasi Kepulauan Seribu dan 74 Km dari pusat pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Kependudukan Secara administrasi Pulau Panggang dan Pulau Pramuka menjadi bagian dari Kelurahan Pulaua Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Tabel 13 menunjukkan Pulau beserta luasan dan peruntukannya. Tabel 13 Nama Pulau, Luas dan Peruntukannya di Kelurahan Pulau Panggang Nama Pulau Luas (ha) Peruntukan Pulau Opak Kecil Pulau Karang Bongkok Pulau Kotok Kecil Pulau Kotok Besar Pulau Karang Congkak Pulau Gosong Pandan Pulau Semak Daun Pulau Panggang Pulau Karya Pulau Pramuka Pulau Gosong Sekati Pulau Air Pulau Peniki 1,10 0,50 1,30 20,75 0,65 0,20 0,75 9,00 6,00 16,00 0,20 2,90 3,00 Peristirahatan Peristirahatan PHU Pariwisata Peristirahatan Peristirahatan PHPA Pemukiman Perkantoran/ TPU Pemukiman Peristirahatan Peristirahatan Mercusuar Sumber : Laporan Bulanan Kelurahan Pulau Panggang (2008)

66 Jumlah penduduk Kelurahan Pulau Panggang tahun 2008 berjumlah jiwa dengan jumlah jiwa laki-laki jiwa dan perempuan jiwa. Penduduk kelurahan Pulau Panggang terdistribusi hanya di dalam Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Jumlah usia produktif di Kelurahan Pulau Panggang cukup besar yaitu jiwa dengan profesi yang beragam. Mata pencaharian utama bagi masyarakat Pulau Panggang dan Pulau Pramuka adalah nelayan dan pembudidaya laut. Kehidupan masyarakat kelurahan Pulau Panggang sangat tergantung dari kondisi laut beserta sumberdaya pesisir yang berada di sekitarnya. Laporan bulanan Kelurahan Pulau Panggang April 2007 menunjukkan bahwa sekitar 77% masyarakat di Kelurahan Pulau Panggang bermata pencaharian sebagai nelayan dan pembudidaya ikan (Tabel 14). Tabel 14 Data Perkembangan Usaha Perikanan Kelurahan Pulau Panggang Perikanan Tangkap (Orang) Pembudidaya (Orang) No Pulau Nelayan Nelayan Nelayan Rumput Budidaya Budidaya Harian Mingguan Bulanan Laut Kerapu dengan Kerapu dengan jaring apung jaring tancap 1 Panggang Pramuka Sumber : Kecamatan Kepulauan Seribu dalam Angka (2007) 5.4 Potensi ekosistem sumberdaya pesisir dan laut Ekosistem terumbu karang Ekosistem terumbu karang mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi karena proses daur ulang unsur hara yang berlangsung cepat. Terumbu karang juga memiliki fungsi ekologi sebagai penyangga pantai, keindahan bentuknya juga menjadikan ekosistem terumbu karang berpotensi sebagai kawasan pariwisata bahari. Data pengamatan proyek pengembangan Taman Nasional Laut Pulau Seribu (1995) mencatat bahwa ternyata secara relatif jenis-jenis karang yang ada di perairan Pulau Panggang didominasi oleh jenis non-achropore. Jenisjenis karang tersebut antara lain karang batu (hard coral), karang mati (died coral), karang mati plus algae (Archopora branching, Archopora encrusting,

67 Archopora submassive, Archopora tabulate, non Archopora branching, Heliopora dan Millepora. Ekosistem terumbu karang bersimbiosis dengan sehingga diantara komunitas karang tersebut terdapat ikan dengan jenis yang beragam. Terumbu karang di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan karang yang hidup disepanjang tubir atau menyatu dengan daratan pantai mengelilingi pulau membentuk suatu paparan terumbu (reef flat). Kondisi terumbu karang Kepulauan Seribu sangat memprihatinkan, terumbu di pulau-pulau yang berdekatan dengan Jakarta dengan tutupan karang keras <5%. Kondisi terumbu karang di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka semakin kritis. Pengamatan di Pulau Pramuka tahun 2004 menunjukkan bahwa keberadaan karang keras sebesar 34%, karang mati 34% pasir, patahan karang dan batu sebesar 12% serta biota lainnya sebesar 20%. Tahun 2005 menunjukkan penurunan pada karang keras yaitu sebesar 16%, karang mati 11%, pasir, patahan karang dan batu sebesar 68% dan biota lainnya hanya 5% (Terangi 2005 dalam Azizy 2009). Data-data tersebut menunjukkan bahwa di wilayah ini terjadi kerusakan terumbu karang sehingga keberadaan karang keras menurun dan patahan karang justru mengalami kenaikan. Pengamatan tahun 2005 di perairan Pulau Panggang menunjukkan kekayaan jenis ikan karang mencapai 24 jenis, marga karang keras mencapai 36 jenis dan jenis makrobentos mencapai 30 jenis. Keberadaan jenis ikan karang mengalami penurunan dari tahun sebelumya yaitu tahun 2004 dengan kekayaan jenis mencapai 32 jenis (Terangi 2005 dalam Azizy 2009) Perikanan Sektor perikanan merupakan mata pencahariaan utama, berdasarkan data bulanan Kelurahan Pulau Panggang 2008, jumlah nelayan tangkap mencapai orang dan pembudidaya ikan sebanyak 186 orang. Usaha perikanan tangkap di Kelurahan Pulau Panggang didominasi oleh jenis armada kecil dengan ukuran rata-rata antara 1-20 GT. Masih banyak juga nelayan yang menggunakan motor

68 tempel, perahu layar maupun sampan/ jungkung. Kelurahan Pulau Panggang terlihat pada Tabel 15. Penggunaan armada di Tabel 15 Penggunaan Armada di Kelurahan Pulau Panggang Jenis Armada Perikanan No Pulau 1-5 GT 5-10 GT GT Motor tempel Perahu layar Sampan/ Jukung 1 Panggang Pramuka Jumlah Sumber : Kecamatan Seribu Utara Dalam Angka (2007) Alat tangkap yang digunakan nelayan Kelurahan Pulau Panggang cukup bervariasi yaitu pancing, jaring payang, jaring rampus, jaring gebur, jaring muroami, bubu besar, bubu kecil, jenis-jenis alat tangkap terlihat pada Tabel 16. Tabel 16 Jenis Alat Tangkap di Kelurahan Pulau Panggang No Jenis alat tangkap ikan Pulau Panggang Pulau Pramuka 1 Pancing Jaring Payang Jaring Rampus Jaring Gebur Jaring Muroami Bubu Besar Bubu kecil 5 50 Jumlah Sumber : Kecamatan Seribu Utara dalam Angka (2007) Pariwisata bahari Sektor pariwisata bahari merupakan potensi lain dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Kepulauan Seribu dan di Kelurahan Pulau Panggang. Di Kepulauan Seribu terdapat sekitar 44 pulau yang dikembangkan untuk pariwisata komersial maupun kepentingan riset dan pribadi. Daya tarik wisata di Kepulauan Seribu mengandalkan ekosistem terumbu karang beserta panorama laut dan pantainya. Namun terjadi penurunan daya tarik wisatawan karena kerusakan terumbu karang.

69 5.5 Karakteristik responden Umur responden Kemampuan fisik responden dalam memanfaatkan kawasan terumbu buatan maupun usaha lainnya, tergantung pada tingkat umurnya. Responden dalam penelitian ini memiliki umur antara tahun. Tingkatan umur responden terlihat pada Gambar 11, yang menunjukkan bahwa tingkatan umur responden terklasifikasi seluruhnya dalam tingkatan kerja yang produktif. Tingkat umur responden tertinggi berada pada kisaran umur tahun dan kisaran umur lebih dari 50 tahun. Gambar 11 Klasifikasi Umur Responden Tingkat pendidikan responden Pendidikan merupakan faktor penunjang yang dapat memotivasi responden untuk berpikir dan bertindak terutama dalam mengadopsi teknologi, ketrampilan dan manajemen dalam usahanya. Gambar 12 menunjukkan klasifikasi tingkat pendidikan responden. Gambar 12 Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden

70 Gambar 12 memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan responden relatif rendah, ini terlihat dari banyaknya responden memiliki tingkat pendidikan hanya pendidikan dasar baik yang tamat SD, yang tidak tamat SD maupun yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Responden terbanyak berada pada tingkat dasar (SD) sebanyak 26 orang, responden dengan tingkat pendidikan menengah (SMP) sebanyak 9 orang dan responden yang tamat SMA sebanyak 15 orang. Tingkat pendidikan respondenn terendah yaitu responden yang tidak tamat SD dan responden yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan masing-masing sebanyak 1 orang Mata pencaharian responden Lokasi penelitian (Pulau Panggang dan Pulau Pramuka) dekat dengan laut menyebabkan masyarakat menggantungkan hidupnya pada sumberdaya yang dimiliki. Mata pencahariaan dominan dari responden dalam penelitian ini adalah nelayan sebanyak 48 orang, 2 orang responden mengeluti pekerjaan sebagai PNS dan sisanya 2 orang respondenn sebagai pensiunan PNS. Gambar 13 Mata Pencaharian Responden Jumlah tanggungan keluarga responden Jumlah tanggungan keluarga responden bervariasi antara tiga sampai tujuh orang, rata-rata jumlah tanggungan keluarga responden tertinggi berjumlah 5 orang (Gambar 14).

71 Gambar 14 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden

72 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) Perikanan tangkap merupakan mata pencaharian utama sebagian besar penduduk di Kepulauan Seribu, namun saat ini nelayan Kepulauan Seribu mengalami kesulitan memperoleh ikan karena telah terjadi tangkap lebih (overfishing) dan tidak adanya keberlanjutan stok akibat rusaknya ekosistem pesisir. Hal ini dipicu oleh pemahaman masyarakat yang sangat minim akan pentingnya keberadaan ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang serta dipacu oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tanpa diiringi dengan kesadaran berwawasan lingkungan lestari. Kawasan terumbu buatan (artificial reefs) memiliki manfaat perikanan dan manfaat pariwisata, pemanfaatan kawasan terumbu buatan di Kepulauan Seribu yang dapat diidentifikasi adalah manfaat perikanan sedangkan manfaat pariwisata saat ini masih sedikit pemanfaatnnya. Berdasarkan hasil olahan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, hasil tangkapan dominan dan tipe terumbu buatan pada kawasan terumbu buatan Pulau Pramuka, Gosong Pramuka, Pulau Semak Daun, Gosong Karang Lebar, dan Pulau Kelapa terlihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pemanfaatan Kawasan Terumbu Buatan (Artificial Reefs) No Kawasan Terumbu Buatan Tipe Terumbu Buatan Hasil (kg) Jenis Ikan Tangkapan 1 Pulau Pramuka Ban dan Hong 290 Ikan Tongkol 2 Gosong Pramuka Kubah 1043 Ikan Ekor Kuning 3 Pulau Semak Daun Kubus 300 Ikan Tenggiri 4 Gosong Karang Lebar Silinder 965 Ikan Kerapu 5 Pulau Kelapa Besi Susun 1065 Ikan Tenggiri Sumber : Data Primer Diolah (2009) Besi susun merupakan tipe terumbu buatan pada kawasan terumbu buatan Pulau Kelapa yang memberikan hasil tertinggi sebesar 1065 kg dengan jenis ikan tangkapan dominan adalah ikan tenggiri, sedangkan tipe terumbu buatan ban dan hong memberikan hasil yang paling rendah sebesar 290 kg untuk kawasan terumbu buatan Pulau Pramuka dengan jenis ikan tangkapan dominan adalah ikan

73 tongkol. Kawasan terumbu buatan Gosong Pramuka dengan tipe kubah memberikan hasil sebesar 1043 kg per trip dengan jenis ikan dominan adalah ikan ekor kuning, silinder merupakan tipe terumbu buatan kawasan Gosong Karang Lebar yang memberikan hasil sebesar 965 kg per trip dengan jenis ikan dominan adalah ikan kerapu. Pemanfaatan kawasan terumbu buatan Pulau Semak Daun memberikan hasil sebesar 300 kg per trip dengan tipe kubus dan jenis ikan tangkapan dominan adalah ikan tenggiri. 6.2 Pendugaan kurva permintaan konsumen dari sumberdaya perikanan pada kawasan terumbuu buatan Pendugaan nilai ekonomi kawasan terumbu buatan didekati melalui surplus konsumen Marshallian dengan kurva permintaan, pendugaan fungsi permintaan digunakan untuk menilai manfaat langsung dari lima kawasan terumbu buatan di Kepulauan Seribu. Dengan menggunakan program Maple versi 11 diperoleh nilai kepuasan (utilitas) dan surplus konsumen untuk total pemanfaatan terumbu buatan. Hasil pendugaan utilitas dan surplus konsumen untuk lima kawasan terumbu buatan terlihat pada Gambar 15. Surplus Konsumen Kawasan Terumbu Buatan Gambar 15 Pendugaann Surplus Konsumen dari Pemanfaatan Kawasan Terumbu Buatan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Pulau Pasi, Kabupatenn Kepulauann Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan Bulan Juni 2010. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 61 VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 7.1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Berdasarkan hasil analisis data diperoleh total nilai manfaat langsung perikanan tangkap (ikan) sebesar Rp

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

METODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM

METODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM METODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Makassar, 7-8 Juni 2007 APA ITU VALUASI EKONOMI Valuasi ekonomi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

PENGENALAN KONSEP ANALISIS BIAYA-MANFAAT DAN LINGKUNGAN PERTEMUAN 5 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGUNGAN 2011/2012

PENGENALAN KONSEP ANALISIS BIAYA-MANFAAT DAN LINGKUNGAN PERTEMUAN 5 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGUNGAN 2011/2012 PENGENALAN KONSEP ANALISIS BIAYA-MANFAAT DAN LINGKUNGAN PERTEMUAN 5 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGUNGAN 2011/2012 Cost Benefit Analysis (CBA) THE BASIC IDEA (1) Analisis biaya-manfaat lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODE PENILAIAN EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN

METODE PENILAIAN EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN METODE PENILAIAN EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Bogor, 28 Juni 2007 APA ITU VALUASI EKONOMI Valuasi ekonomi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menilai secara riil harga

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem tropis (tropical ecosystem complexities) yang telah menjadi salah satu ciri dari ekosistem

Lebih terperinci

EVALUASI MIKRO MAKRO PROYEK PARIWISATA DAN HOSPITALITY

EVALUASI MIKRO MAKRO PROYEK PARIWISATA DAN HOSPITALITY EVALUASI MIKRO MAKRO PROYEK PARIWISATA DAN HOSPITALITY EKONOMI WISATA Pertemuan 13 EVALUASI MIKRO-MAKRO PROYEK PARIWISATA DAN HOSPITALITY Pembahasan: Tourism Investment Appraisal Eksternalitas Pariwisata

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR ADY ERIADY WIBAWA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara pada bulan September 2005 sampai Desember 2005. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1

ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1 ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN (1) Ahli ekonomi, philosophy dan lingkungan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA

VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA PENDAHULUAN Penilaian terhadap barang lingkungan yg Non-Market mempunyai implikasi kebijakan yang penting. Dulu, barang tersebut dianggap bernilai nol atau bernilai rendah

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi sumber daya alam dari kehutanan. Hasil hutan dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN FONDASI VALUASI EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta Julianto Subekti, Suradi Wijaya Saputra, Imam Triarso Program Studi Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie

36 2. Menghitung kerugian ekonomi perubahan ekologi CPAD dan tambak sekitarnya akibat kenaikan muka laut 3. Mengidentifikasi upaya peningkatan resilie 35 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian prediksi dampak kenaikan muka lauit ini dilakukan di Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) dan kawasan penyangga di sekitarnya dengan batasan wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

KONSEP DASAR VALUASI EKONOMI

KONSEP DASAR VALUASI EKONOMI KONSEP DASAR VALUASI EKONOMI Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Makassar, 7-8 Juni 2007 ECONOMIC OF DISASTERS Sumber : Adger, et.al (2005) ECONOMICS OF EUTROPHICATION oligotrophic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini berada di Kampung Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENILAIAN EKONOMI WISATA BAHARI DI PULAU MOROTAI, KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA MUHAMMAD M BANAPON

PENILAIAN EKONOMI WISATA BAHARI DI PULAU MOROTAI, KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA MUHAMMAD M BANAPON 84 PENILAIAN EKONOMI WISATA BAHARI DI PULAU MOROTAI, KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA MUHAMMAD M BANAPON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 85 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI

PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI PERBANDINGAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI MATERI KULIAH 4 PERTEMUAN 6 FTIP - UNPAD METODE MEMBANDINGKAN BERBAGAI ALTERNATIF INVESTASI Ekivalensi Nilai dari Suatu Alternatif Investasi Untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. angka-angka statistik sering dijadikan sebagai alat untuk memahami

III. KERANGKA PEMIKIRAN. angka-angka statistik sering dijadikan sebagai alat untuk memahami 44 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Perkembangan suatu wilayah dapat dinilai mengalami kemajuan atau mengalami kemunduran dengan melihat beberapa indikator tertentu. Struktur dan

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Alam Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari PENDAHULUAN Latar Belakang ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17 508 pulau dan panjang garis pantainya kira-kira 81 000 kin serta wilayah laut pedalaman dan teritorialnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam dan jenis endemiknya sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL 6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL 6.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Terumbu Karang 6.1.1 Nilai manfaat ikan karang Manfaat langsung dari ekosistem terumbu karang adalah manfaat dari jenis-jenis komoditas yang langsung

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com

Lebih terperinci

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI YUDI WAHYUDIN PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Surade, 22 Juli 2003 APA ITU PANTAI? PANTAI adalah daerah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci