VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN
|
|
- Suparman Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 61 VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 7.1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Berdasarkan hasil analisis data diperoleh total nilai manfaat langsung perikanan tangkap (ikan) sebesar Rp per tahun dengan jumlah populasi nelayan sebesar 675 nelayan. Nilai manfaat langsung dari usaha penangkapan ikan merupakan kelompok nelayan penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap jaring. Selanjutnya nelayan penangkap biota-biota non ikan memberikan total nilai manfaat langsung sebesar Rp pertahun dengan jumlah nelayan sebesar 1350 nelayan. Nilai manfaat langsung dari kelompok usaha penangkap biota-boita non ikan memberikan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok usaha perikanan tangkap (ikan) disebabkan oleh permintaan konsumen yang masih relatif sedikit. Tabel 8 Nilai Manfaat Langsung Perikanan Tangkap Ekosistem Lamun Manfaat Langsung Perikanan Tangkap Nilai (Rp/thn) Tangkapan Ikan Biota Non ikan Total Sumber: Data Primer (Diolah), Analisis data nilai manfaat langsung pemanfaatan sumberdaya perikanan menggunakan teknik surplus konsumen, dengan fungsi yang dibangun dari jumlah produksi (Kg/tahun), harga rata-rata hasil tangkapan (Rp/Kg), umur responden (tahun), tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan usaha responden (Rp). 1. Tangkapan Ikan Kisaran harga sumberdaya ikan Rp 10,000 12,000 per kg untuk semua jenis ikan ekonomis penting (Lampiran 5). Ikan hasil tangkapan nelayan langsung dibeli oleh tengkulak (nelayan pengumpul) dan nelayan pengumpul menjual kembali ke luar daerah (Kota Ternate). Berdasarkan hasil analisis regresi (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa tingkat harga (P), dan pendidikan (S) berbanding terbalik dengan fungsi permintaan. Sementara itu faktor umur (A) jumlah keluarga (F), dan pendapatan
2 62 (I) berbanding lurus dengan fungsi permintaan. Dari fungsi permintaan dapat terlihat bahwa variabel harga dan pendidikan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fungsi permintaan. Hasil analisis regresi yang dilakukan menghasilkan persamaan sebagai berikut : 2,86-1,07 ln P + 0,19 ln A 0,29 ln S + 0,79 ln I + 0,32 ln KK Berdasarkan hasil analisis regresi di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai adjusted R-Sq sebesar 0,73. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam model yaitu harga, umur, pendidikan, pendapatan dan jumlah keluarga mampu menjelaskan keragaman variabel tidak bebas yaitu produksi hasil tangkapan ikan dalam satu tahun sebesar 73%. Variabel harga dan pendidikan menjadi variabel yang tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat produksi perikanan. Karena harga ikan di tingkat dasar (nelayan) terlalu rendah yaitu sekitar Rp per kg, sedangkan pada tingkat konsumen kedua harga ikan menjadi Rp per kg. Sehingga menjadi alasan kenapa bagi nelayan yang berpendidikan tinggi tidak melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan fungsi tersebut kemudian dilakukan estimasi terhadap nilai ekonomi sumberdaya ikan dengan menghitung besarnya nilai surplus bagi konsumen (CS). Nilai total kesediaan membayar (U) sebesar Rp per pelaku usaha perikanan. Sedangkan nilai yang dibayarkan oleh konsumen (PQ) adalah sebesar Rp Sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa nilai CS adalah sebesar Rp per pelaku usaha perikanan. Total nilai manfaat langsung sumberdaya ikan sebesar Rp per tahun dengan jumlah populasi nelayan sebanyak 675 orang 2. Tangkapan Biota Non Ikan Kisaran harga sumberdaya non ikan Rp per kg (Lampiran 6). Harga biota non ikan ini terdiri dari harga kerang dan teripang. Biota non ikan dijual langsung kepada pengumpul kecil atau nelayan sendiri yang menjualnya langsung ke Kota Ternate. Berdasarkan hasil analisis regresi (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa tingkat harga (P) berbanding terbalik dengan fungsi permintaan. Faktor umur (A) jumlah keluarga (F), pendidikan (S), dan pendapatan (I) berbanding lurus dengan
3 63 fungsi permintaan. Faktor harga ternyata memberikan pengaruh yang signifikan terhadap fungsi permintaan. Asumsi yang digunakan dalam membangun fungsi tersebut adalah terjadinya keseimbangan pasar dimana penawaran (supply) sama dengan permintaan (demand), sehingga hubungan antara permintaan dengan harga berbanding terbalik. Dari fungsi di atas kemudian dilakukan estimasi terhadap nilai ekonomi sumberdaya non ikan dengan menghitung besarnya nilai surplus bagi konsumen (CS). Nilai total kesediaan membayar (U) sebesar Rp per pelaku usaha perikanan. Sedangkan nilai yang dibayarkan oleh konsumen (PQ) adalah sebesar Rp Sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa nilai CS adalah sebesar Rp per pelaku usaha perikanan. Nilai manfaat langsung sumberdaya non ikan dengan jumlah populasi 1350 orang adalah Rp per tahun. 7.2 Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value) Nilai Asuhan Ikan (Nursery Ground) Nilai asuhan Ikan (nursery ground) merupakan fungsi biologi ekosistem lamun sebagai nilai manfaat tidak langsung. Ekosistem lamun akan di anggap memiliki nilai yang sangat tinggi ketika ketersediaannya semakin langka dan terbatas. Berdasarkan hal tersebut maka penilaian terhadap nilai manfaat tidak langsung (indirect use value) perlu dimasukkan kedalam perhitungan nilai ekonomi total (total economic value) Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh nilai manfaat tidak langsung dari ekosistem lamun Pulau Waidoba sebesar Rp per tahun. Nilai manfaat tidak langsung ini merupakan asumsi perkiraan penebaran bibit ikan pada pemeliharaan ikan baronang secara intensif di tambak (Kordi, 2010). Padat penebaran benih untuk ikan berukuran ± 13 cm atau gr adalah sebesar 30,000 ekor/ha kemudian dikalikan dengan harga bibit ikan dan dibagi lagi dengan biaya investasi dikeluarkan 5 tahun sekali sesuai dengan umur tambak (Suparmoko et al, 2004). Selanjutnya dikalikan dengan luasan ekosistem
4 64 lamun di Pulau Waidoba Kecamatan Kayoa Selatan. Nilai asuhan ikan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai Asuhan Ikan Ekosistem Lamun Benih Ikan Berat Harga Pembesaran Sistem Monokultur Biaya Investasi 5 thn Luasan Nilai Ekonomi (gr) (Rp/gr) Per Ha /5 (Ha) (Rp/Ha/thn) Baronang /thn Sumber: Kordi (2010), Suparmoko et al (2004), dan Data Primer Nilai Karbon Luas padang lamun di Indonesia sekitar km karbon 56.3 juta ton/thn. Nilai karbon merupakan nilai guna tak langsung (indirect use value) karena nilainya sering diabaikan oleh masyarakat, berdasarkan hasil perhitungan nilai karbon per tahun pada ekosistem lamun Pulau Waidoba sebesar Rp Berdasarkan hasil pengukuran luasan ekosistem lamun, Pulau Waidoba memiliki luasan sekitar ha. Menurut Brown dan Peace (1994), Harga karbon yang telah di tetapkan oleh Bank Dunia (World Bank) yaitu sebesar US$.10 per ton (Rp /ton). Nilai karbon per tahun diperoleh dari hasil perkalian antara ekosistem lamun per hektar, serapan karbon per hektar, harga karbon per hektar dan faktor koreksi (90%). Faktor koreksi di masukkan agar tidak terjadi penilaian yang terlalu tinggi (over estimate). Nilai karbon ekosistem lamun Pulau Waidoba dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai Karbon Ekosistem Lamun 2 dan mampu menyerap Jenis Ekosistem Luasan (Ha) Serapan Karbon (Ton/ha) Harga Karbon (Rp/ton) Faktor Koreksi Nilai Karbon (Rp/thn) Lamun % Sumber: Data Primer (Diolah), 2011*Harga Karbon sesuai standar Bank Dunia yaitu U$.10/ton
5 Nilai Bukan Manfaat (Non Use Value) Nilai bukan manfaat merupakan salah satu variabel dari nilai ekonomi total (total economic value). Nilai bukan manfaat dibagi menjadi tiga bagian yaitu nilai pilihan (option value), nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan (existensi value). Penentuan nilai willingnes to pay (WTP untuk nilai bukan manfaat) di ekosistem lamun dengan menggunakan kuesioner. Untuk menjaring besaran nilai yang dimaksud responden diharapkan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan atau kuisioner yang telah dirancang dengan menggunakan metoda pertanyaan terbuka. Berdasarkan hasil perhitungan nilai bukan manfaat (non use value) dapat disimpulkan bahwa responden memberi nilai yang lebih besar kepada nilai keberadaan sumberdaya ekosistem lamun dibandingkan dengan nilai pilihan atau nilai warisan. Untuk mengetahui hasil perhitungan nilai bukan manfaat (non use value) pada ekosistem lamun Pulau Waidoba adalah sebagai berikut. Nilai Pilihan (Option Value) Nilai Pilihan merupakan nilai sumberdaya alam yang tidak dapat dipasarkan (non market value) dan didasarkan pada survei seberapa besar biaya responden sedia bayarkan (willingnes to pay) terhadap pihak terkait (pemerintah) dalam rangka upaya melakukan rehabilitasi ekosistem lamun yang telah mengalami kerusakan, dimana proses rehabilitasi perlu dilakukan guna menunjang peningkatan sumberdaya perikanan. Adapun perhitungan nilai pilihan (option value) dalam penelitian ini menggunakan persamaan yang digunakan oleh Yaping, (1999). Hasilnya berupa model sebagai berikut : Berdasarkan hasil analisis, nilai kesediaan membayar atas manfaat pilihan sumberdaya ekosistem lamun per responden adalah sebesar Rp per tahun.
6 66 Penduduk masyarakat di Pulau Waidoba berjumlah 6078 orang. Jadi total nilai manfaat pilihan sumberdaya ekosistem lamun adalah sebesar Rp Implikasi dari model tersebut, diketahui bahwa preferensi masyarakat di sekitar lokasi penelitian terhadap sumberdaya ekosistem lamun akan meningkat seiring dengan bertambahnya pendidikan, pendapatan, usia dan profesi masyarakat dalam mengelola sumberdaya tersebut. Model ini mengindikasikan bahwa variabel pendapatan lebih dominan dalam memberikan pertambahan nilai terhadap preferensi nilai pilihan sumberdaya ekosistem lamun, yaitu setiap penambahan pendapatan Rp 1000 per tahun akan menambah 1,148 rupiah dari nilai WTP (Nilai Pilihan) sumberdaya ekosistem lamun. Demikian pula pada faktor usia, pendidikan dan profesi. Setiap bertambahnya usia satu tahun akan menambah 1,32 rupiah nilai pilihan sumberdaya ekosistem lamun, dan tiap bertambahnya pendidikan satu tahun akan meningkatkan 9,77 rupiah dari nilai pilihan sumberdaya ekosistem lamun, demikian juga tiap bertambahnya profesi satu tahun akan meningkatkan 29,51 rupiah dari nilai pilihan sumberdaya ekosistem lamun. Upaya rehabilitasi melalui kegiatan restoking dan marine ranching merupakan salah satu pilihan yang sangat tepat untuk meningkatkan populasi biota padang lamun yang telah mengalami penurunan, hal ini sangat mempengaruhi responden dalam menentukan besaran nilai WTP, dengan harapan untuk mendapatkan manfaat lebih jika rehabilitasi sumberdaya dilakukan. Variabel pendapatan dalam memanfaatkan sumberdaya ekosistem lamun oleh responden sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai pilihan pemanfaatan sumberdaya. Indikasi model dan hasil temuan di lapangan menyatakan bahwa responden yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi, cenderung menyadari pentingnya sumberdaya yang bagus dan terjaga demi untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar. Namun, keinginan akan sumberdaya yang baik tidak dibarengi oleh pemahaman tentang ekosistem yang baik pula, sehingga kerelaan untuk berpartisipasi merehabilitasi sumberdaya sangat besar. Nilai Keberadaan (Existensi Value) Berdasarkan hasil penelitian terhadap nilai keberadaan, responden yang berhasil diwawancarai berjumlah 45 orang. Responden ini berasal dari Kabupaten
7 67 dan Kota pada wilayah Provinsi Maluku Utara. Untuk mengetahui besaran kesediaan membayar (willingnes to pay) responden terhadap nilai keberadaan (existensi value), responden ditanyakan langsung tentang seberapa besar biaya yang sedia responden bayarkan untuk berpartisipasi dalam menjaga keberadaan ekosistem lamun. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dihasilkan model pendugaan nilai keberadaan sumberdaya ekosistem lamun yaitu sebagai berikut : Berdasarkan hasil analisis, nilai kesediaan membayar atas manfaat keberadaan ekosistem lamun per responden sebesar Rp per tahun. Jumlah penduduk di Provinsi Maluku Utara tahun 2010 sebesar jiwa. Jadi total nilai manfaat keberadaan ekosistem lamun adalah sebesar Rp per tahun. Implikasi dari model tersebut, diketahui bahwa preferensi masyarakat di sekitar lokasi penelitian terhadap sumberdaya ekosistem lamun akan meningkat seiring dengan bertambahnya pendidikan dan pendapatan dalam mengelola sumberdaya ekosistem lamun. Model tersebut mengindikasikan bahwa faktor pendapatan secara positif lebih dominan dalam memberikan pertambahan nilai terhadap nilai keberadaan ekosistem lamun. Penambahan pendapatan Rp 1000 per tahun akan menambah 467,74 rupiah dari nilai WTP (nilai keberadaan) sumberdaya ekosistem lamun. Demikian pula pada faktor pendidikan, tiap bertambahnya lama pendidikan satu tahun akan meningkatkan18,20 rupiah dari nilai keberadaan sumberdaya ekosistem lamun. Namun faktor usia masyarakat dan profesi menunjukkan fenomena yang negatif, artinya lama hidup dan lama pekerjaan responden tidak menunjukkan perubahan positif yang linear dengan besaran nilai pilihan sumberdaya ekosistem lamun. Sehingga, nilai keberadaan dari sumberdaya ekosistem lamun oleh masyarakat secara efektif dapat ditingkatkan dengan melakukan peningkatan pendapatan dan peningkatan kualitas pendidikan bagi masyarakat.
8 68 Nilai Warisan (Bequet Value) Nilai warisan merupakan nilai sumberdaya alam yang tidak dapat di pasarkan (non market value) dan didasarkan pada survei dimana kesediaan membayar (willingnes to pay) diperoleh langsung dari responden. Kesediaan tersebut langsung diungkapkan oleh responden secara lisan. Perhitungan nilai willingnes to pay/ WTP untuk nilai warisan dalam penelitian ini menggunakan persamaan yang digunakan oleh Yaping, (1999). Hasilnya berupa model sebagai berikut; Bedasarkan hasil analisis, nilai kesediaan membayar atas nilai warisan/ keberlanjutan ekosistem lamun per responden sebesar Rp 4,550 per tahun. Jumlah penduduk Kecamatan Kayoa secara keseluruhan adalah sebanyak jiwa. Jadi nilai manfaat warisan ekosistem lamun adalah sebesar Rp per tahun. Implikasi dari model tersebut, diketahui bahwa preferensi masyarakat di sekitar lokasi penelitian terhadap sumberdaya ekosistem lamun akan meningkat seiring dengan bertambahnya pendapatan, profesi dan pendidikan masyarakat dalam mengelola sumberdaya tersebut. Sedangkan faktor usia masyarakat setempat menunjukkan fenomena yang negatif, artinya lama hidup responden tidak menunjukkan perubahan linear dengan besaran nilai warisan/keberlangsungan sumberdaya ekosistem lamun. Model tersebut mengindikasikan bahwa faktor profesi lebih dominan dalam memberikan pertambahan nilai terhadap preferensi nilai warisan/keberlanjutan sumberdaya ekosistem lamun. Indikasinya adalah tiap bertambahnya profesi (pengalaman kerja) satu tahun akan menambah 165,96 rupiah dari nilai WTP (nilai warisan) sumberdaya ekosistem lamun. Demikian pula pada faktor pendidikan dan pendapatan, tiap bertambahnya lama pendidikan satu tahun akan meningkatkan 870,96 rupiah dari nilai warisan dan tiap pertambahan pendapatan Rp 1000 per tahun akan meningkatkan 33,88 rupiah dari nilai warisan/pelestarian. Selanjutnya untuk variabel usia pada masyarakat
9 69 setempat menunjukkan fenomena yang negatif, artinya lama hidup responden tidak menunjukkan perubahan yang bersifat linear dengan besaran nilai warisan sumberdaya ekosistem lamun. Secara umum nilai pilihan dilakukan dalam upaya memberikan masukan kepada responden perihal upaya rehabilitasi pada ekosistem lamun akibat adanya kerusakan sumberdaya tersebut. Hal ini diharapkan agar responden sebagai pemanfaat ekosistem lamun dapat terlibat dalam upaya rehabilitasi, melalui upaya kegiatan restoking dan marine ranching pada wilayah ekosistem lamun. Kemudian untuk nilai keberadaan dilakukan upaya menjaring informasi dengan mengisyaratkan arti keberadaan lingkungan sumber daya ekosistem lamun di mata responden. Responden diharapkan memberikan nilai atas keberadaan ekosistem lamun tanpa melibatkan hubungan keterkaitan antara responden dengan ekosistem lamun. Sedangkan pada nilai warisan sumberdaya, nilai tersebut dijaring dengan memberi input kepada responden perihal keberlanjutan sumberdaya ekosistem lamun tanpa melibatkan diri responden sebagai pemanfaat sumberdaya ekosistem lamun. Selanjutnya, responden diharapkan mampu membayangkan sebagai orang yang berada diluar sistem pemanfaatan sumberdaya ekosistem lamun, sekaligus dapat membayangkan dirinya sebagai orang yang memahami arti penting keberlanjutan lingkungan. 7.4 Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) Nilai ekonomi total (total economic value) yang terdapat pada ekosistem lamun Pulau Waidoba merupakan penjumlahan dari nilai manfaat (use value) dan nilai bukan manfaat (non use value). Nilai manfaat terdiri dari nilai manfaat langsung (direct use value) dan manfaat tidak langsung (inderect use value), sedangkan nilai bukan manfaat terdiri dari nilai pilihan (option value), nilai warisan (bequest value) dan nilai Keberadaan (existensi value). Nilai ekonomi total (total economic value) per tahun yang terdapat pada ekosistem lamun Pulau Waidoba yaitu sebesar Rp Nilai ekonomi total pada ekosistem lamun Pulau Waidoba dapat dilihat pada Gambar 18.
10 70 Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) Rp Nilai Manfaat (Use Value) Rp Nilai Bukan Manfaat (Non Use Value) Rp Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Rp Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value) Rp Nilai Pilihan (Option value) Rp Nilai Keberadaan (Existensi Value) Rp Nilai Warisan (Bequest Value) Rp Gambar 18 Nilai Ekonomi Total Ekosistem Lamun Pulau Waidoba 7.5 Implementasi Nilai Ekonomi Total nilai ekonomi ekosistem lamun yang diperoleh merupakan gambaran seberapa besar sumberdaya (lamun) mampu memberikan manfaat secara ekonomi (use value dan non use value). Berdasarkan nilai ekonomi total (total economic value) ekosistem lamun pulau Waidoba yang telah ditetapkan dalam penelitian ini yaitu sebesar Rp Mengindikasikan bahwa wilayah ekosistem lamun Pulau Waidoba merupakan suatu ekosistem yang sangat penting dan strategis bagi kehidupan masyarakat di Pulau Waidoba dan sekitarnya. Nilai ekonomi total ekosistem lamun Pulau Waidoba tersebut jika dibandingkan dengan nilai ekonomi total pada ekosistem lamun di Kabupaten pesisir Selatan Sumatra Barat (Rp ) memang masih tergolong sangat kecil. Nilai ekonomi total ekosistem lamun Pulau Waidoba merupakan nilai riil sumberdaya ekosistem lamun yang ada saat ini, nilai ini belum mencangkup wilayah ekosistem lamun secara keseluruhan di Pulau Kayoa, tetapi hanya terdapat pada daerah lokasi penelitian. Kerusakan ekosistem lamun dan eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan menyebabkan nilai produksi nelayan pada ekosistem lamun semakin
11 71 menurun, ditambah dengan harga ikan maupun biota-biota non ikan yang sangat rendah tentunya sangat mempengaruhi nilai ekonomi total (total economic value) pada ekosistem lamun Pulau Waidoba Kecamatan Kayoa Selatan. Adanya nilai riil yang berasal dari nilai manfaat dan nilai bukan manfaat pada ekosistem lamun yang lumayan besar di Pulau Waidoba, maka output dari nilai tersebut kepada pihak terkait (instansi pemerintah) adalah bagaimana agar ekosistem lamun pulau Waidoba dapat dikelola dengan baik dan secepat mungkin, mengingat kondisi ekosistem lamun di daerah ini semakin terancam oleh berbagai aktivitas manusia. Dengan adanya pengelolaan yang baik maka akan berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan maupun pada pelestarian sumberdaya alam, yang tentunya akan berdampak besar terhadap nilai ekonomi total suatu ekosistem wilayah pesisir.
Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari :
III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan untuk keperluan pengambilan
Lebih terperinciVIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA
73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik
Lebih terperinciVI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI
55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciCONTOH-CONTOH PERHITUNGAN VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA
CONTOH-CONTOH PERHITUNGAN VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Makassar, 7-8 Juni 2007 Contoh Menghitung CVM Dari hasil pengumpulan data responden diperoleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik dan Persepsi Masyarakat 5.1.1. Karakteristik dan Persepsi Responden Pantai Indah Kapuk Terhadap Lingkungan Hutan Angke Kapuk Jumlah responden untuk studi CVM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai
Lebih terperinciMETODE PENILAIAN EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN
METODE PENILAIAN EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Bogor, 28 Juni 2007 APA ITU VALUASI EKONOMI Valuasi ekonomi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menilai secara riil harga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai
Lebih terperinciVALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO
Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com
Lebih terperinciSelvi Tebaiy. Abstrak
Kontribusi ekonomi sumber daya padang lamun berdasarkan fungsinya sebagai habitat ikan di Teluk Youtefa Jayapura Papua (Pendekatan effect on production) Selvi Tebaiy Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
Lebih terperinciANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM.
ANALISIS EFISIENSI USAHA TANI IKAN NILA DALAM KERAMBA DI DESA ARO KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANG HARI YOLA NOVIDA DEWI NPM. 09104830090 ABSTRAK Dari luas perairan umum 8.719 hektar memiliki potensi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Metode Pengumpulan Data
3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Pulau Pasi, Kabupatenn Kepulauann Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan Bulan Juni 2010. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala
Lebih terperinciKAJIAN EKONOMI MANFAAT HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN BARRU
KAJIAN EKONOMI MANFAAT HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN BARRU Andi Nur Apung Massiseng Universitas Cokroaminoto Makassar e-mail : andinur_pasca@yahoo.com Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki
Lebih terperinci4. METODE PENELITIAN
4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi total dari Hutan Kota Srengseng adalah menggunakan metoda penentuan nilai ekonomi sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu 6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Karakteristik sosial ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,
19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian
Lebih terperinciNILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR
NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR Syahrir Yusuf Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fahutan Unmul, Samarinda ABSTRACT. Value of Water Economic of
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Oktober 2012, pengumpulan data dilakukan selama 2 minggu pada bulan Juli 2012. Lokasi penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Maluku Tenggara sebagai satu kesatuan wilayah akan memberikan peluang dalam keterpaduan perencanaan serta pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lokasi hutan mangrove yang ada diwilayah Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat sebagaima tercantum dalam peta lokasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir
PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciNama WAKATOBI diambil dengan merangkum nama. ngi- wangi, Kaledupa. dan Binongko
OU MATAHORA BANK IKAN UNTUK PERIKANAN BERKELANJUTAN DI DESA MATAHORA KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI Oleh : Anggun Ciputri Pratami (8220) Dian Ekawati (8224) Musriani (8242) SMA Negeri
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).
Lebih terperinci6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi
93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai
Lebih terperinciANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract
ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Disusun oleh : Karmila Ibrahim Dosen Fakultas Pertanian Universitas Khairun Abstract Analisis LQ Sektor pertanian, subsektor tanaman pangan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu produk pertanian unggulan Provinsi Lampung dengan jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi juga merupakan tanaman
Lebih terperincikumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional
Lebih terperinci6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL
6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL 6.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Terumbu Karang 6.1.1 Nilai manfaat ikan karang Manfaat langsung dari ekosistem terumbu karang adalah manfaat dari jenis-jenis komoditas yang langsung
Lebih terperinciMETODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM
METODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Makassar, 7-8 Juni 2007 APA ITU VALUASI EKONOMI Valuasi ekonomi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk
Lebih terperinciDASAR PERHITUNGAN KEBUTUHAN PENYULUH PERIKANAN
DASAR PERHITUNGAN KEBUTUHAN PENYULUH PERIKANAN Oleh: Mochamad Wekas Hudoyo, APi, MPS Penyuluh Perikanan Madya (bahan perhitungan untuk kebutuhan rasio ketenagaan Penyuluh Perikananbagi Pusat Penyuluhan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Simping adalah kelompok moluska laut (bivalvia) yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan tersebut di antaranya sebagai sumber makanan, maupun bahan baku
Lebih terperinciHutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
Lebih terperinciV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru
V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun
Lebih terperinciGambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan yang salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman biota laut (perikanan dan kelautan). Dengan luas wilayah perairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering
Lebih terperinciKONSEP DASAR VALUASI EKONOMI
KONSEP DASAR VALUASI EKONOMI Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Makassar, 7-8 Juni 2007 ECONOMIC OF DISASTERS Sumber : Adger, et.al (2005) ECONOMICS OF EUTROPHICATION oligotrophic
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria
Lebih terperinciBAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD
92 BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD Sumber daya alam dan lingkungan tidak hanya memiliki nilai ekonomi tetapi juga mempunyai nilai ekologis dan nilai sosial. Dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciVIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor
Lebih terperinciVOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN
VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan Tlanakan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Pamekasan yang memiliki luas wilayah 48,10 Km 2 dan terletak
Lebih terperinciKAJIAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN KARIANGAU KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT MELALUI PENDEKATAN EKONOMI
Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.2. Oktober. 205 ISSN : 2087-2X KAJIAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN KARIANGAU KECAMATAN BALIKPAPAN BARAT MELALUI PENDEKATAN EKONOMI ) Nurul Ovia Oktawati,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive method), yaitu di Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik. Alasan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa yang terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sering dipertentangkan dengan konservasi sumber daya alam. Bahkan ada yang mengatakan konservasi sumber daya alam dapat menghambat pembangunan
Lebih terperinciECONOMIC VALUATION OF MANGROVE FOREST ECOSYSTEM IN TELUK AMBON BAGUALA DISTRICT, MALUKU
ECSOFiM: Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2017. 05 (01): 1-12 e-issn: 2528-5939 Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ecsofim.2017.005.01.01 ECONOMIC VALUATION OF MANGROVE
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumber daya pesisir
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan
Lebih terperinciVI. ANALISIS BIOEKONOMI
111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara pada bulan September 2005 sampai Desember 2005. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.
Lebih terperinciVIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi
VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciVI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang
VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperinciUSAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF
USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF OLEH: Nama : FEMBRI SATRIA P NIM : 11.02.740 KELAS : D3-MI-01 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMASI DAN KOMPUTER
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dusun Bauluang termasuk salah satu Dusun di Desa Mattirobaji. Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dan
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Wilayah Dusun Bauluang termasuk salah satu Dusun di Desa Mattirobaji Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dan merupakan sebuah pulau yang terpisah dari
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang
302 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang dikuasai rumahtangga petani, harga bayangan pupuk, tenaga kerja dalam keluarga dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN
2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
21 III. KERANGKA PEMIKIRAN Pengelolaan DAS pada dasarnya bertujuan untuk pembangunan berkelanjutan (sustainability development) yaitu pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar, pemerataan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinci