HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Broiler Konsumsi Ransum Kumulatif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Broiler Konsumsi Ransum Kumulatif"

Transkripsi

1 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Broiler Hasil penelitian selama 6 minggu pada ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% dalam ransum yang dipelihara pada suhu kandang berbeda terhadap performa ditampilkan pada Tabel 4. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat interaksi antara periode pemberian ampas buah merah dengan suhu kandang pada pengamatan performa ayam broiler. Perlakuan suhu kandang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum, bobot badan akhir, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, dan indeks performa. Konsumsi Ransum Kumulatif Konsumsi ransum kumulatif merupakan jumlah ransum yang dimakan ayam selama hidupnya yang digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhannya (Wahyu 2004). Hasil analisis statistik menunjukkan suhu kandang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum kumulatif. Pada suhu nyaman (24,6±1,0 o C) ayam broiler mengkonsumsi ransum paling banyak yaitu 4789,63 g/ekor diikuti suhu normal 4596,38 g/ekor dan suhu panas 4091,63g/ekor. Bell dan Weaver (2002) melaporkan bahwa perbedaan konsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh bobot badan, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan kandang. Tingginya suhu kandang menyebabkan turunnya konsumsi ransum ayam broiler. Hal ini sesuai dengan pendapat Krogh (2000) yang menyatakan, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah suhu lingkungan. Menurunnya konsumsi ransum pada suhu kandang yang tinggi, tiada lain merupakan usaha ayam dalam mengurangi penimbunan panas dalam tubuh, yang biasanya diikuti dengan berkurangnya pertumbuhan. Ampas buah merah yang diberikan pada periode starter ataupun periode finisher tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum kumulatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ampas buah merah tidak mempengaruhi palatabilitas ransum. Hasil ini sesuai dengan penelitian Yuanita (2009) yang menyatakan palatabilitas ransum yang ditambah ampas buah merah tidak berbeda dengan ransum kontrol.

2 24 Tabel 4 Performa ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% (42 hari) Perlakuan Kandang Konsumsi ransum kumulatif (g/ekor) Bobot badan akhir (g/ekor) Konversi ransum kumulatif Peubah Konsumsi air minum kumulatif (ml/ekor) PBB (g/ekor/minggu) Persentase karkas (%) Indeks performa Mortalitas (%) K1 4596,38 B 2578,13 B 1, ,51 B 422,75 B 72,75 345,37 B 2,50 K2 4091,63 A 2243,56 A 1, ,31 B 367,13 A 72,67 293,39 A 2,50 K3 4789,63 C 2716,22 C 1, ,68 A 445,88 C 72,87 367,36 B 1,25 Waktu W1 4478, ,97 1, ,23 410,00 72,84 333,37 1,67 W2 4506, ,30 1, ,10 413,83 72,68 337,38 2,50 ANOVA Probabilitas Waktu (W) TN TN TN TN TN TN TN TN Kandang (K) ** ** TN ** ** TN ** TN W x K TN TN TN TN TN TN TN TN SEM 161,48 111,27 0,08 240,10 18,54 0,41 27,64 0,35. Keterangan: * (P<0,05); ** (P<0,01); TN: Tidak Nyata; SEM: rataan standar error a,b,c Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). A,B,C Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). W1: pemberian ampas buah merah periode starter; W2: pemberian ampas buah merah periode finisher. K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman.

3 25 Tabel 4. memperlihatkan konsumsi ransum kumulatif ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% pada periode finisher (W2) 0,64% lebih tinggi dibandingkan pada periode starter (W1). Tingginya jumlah konsumsi ransum ini disebabkan kecilnya dampak dari pengaruh suhu kandang pada kesehatan ayam broiler pada saat periode finisher. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh tingkat cekaman. Adanya kandungan tokoferol, alfa tokoferol dan beta-karoten yang terkandung dalam ampas buah merah yang berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas dan meningkatkan daya tahan ternak sehingga kesehatan ayam lebih baik. Kecilnya dampak yang diberikan ini kemungkinan disebabkan sedikitnya jumlah ampas buah merah yang diberikan, sehingga belum memberikan pengaruh yang nyata pada ayam broiler. Jumlah kandungan vitamin E (tokoferol) yang dapat mengurangi dampak stres panas pada ayam petelur sebanyak 250 mg (Bollengier- Lee et al. 1999), 250 mg vitamin E dan 30 mg zinc pada puyuh (Sahin et al. 2006). Bobot Badan Akhir Bobot badan akhir merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk menilai keberhasilan suatu usaha ayam broiler. Bobot badan akhir akan menentukan besarnya pendapatan petani yang diperoleh dari suatu usaha peternakan. Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan suhu memiliki pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan akhir ayam broiler (Tabel 4). Bobot badan akhir ayam broiler lebih dipengaruhi jumlah konsumsi ransum selama pemeliharaan. Konsumsi ransum dalam jumlah kecil menyebabkan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan ayam broiler juga terbatas, sehingga bobot badan lebih rendah, diikuti dengan berkurangnya pertumbuhan (Kusnadi 2004) Hal ini sesuai pendapat Pope dan Emmert (2002) yang melaporkan, bahwa suhu panas nyata menurunkan konsumsi ransum dan bobot hidup ayam broiler. Pemberian ampas buah merah pada penelitian ini diharapkan mampu mengurangi pengaruh suhu panas pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya bobot badan akhir ayam broiler walaupun pada suhu panas. Bobot badan akhir rata-rata ayam broiler umur 6 minggu pada suhu panas sebesar

4 ,56 g/ekor lebih rendah 5,36% dari kandang normal dan 21,07% dari kandang nyaman. Bobot badan akhir pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan beberapa peneliti. Rataan bobot hidup ayam broiler umur 6 minggu yaitu g/ekor (Al-Batshan 2002), g/ekor (Pope & Emmert 2002), 1059,99 g/ekor (Dewi 2007). Adanya kandungan tokoferol dan beta-karoten pada ampas buah merah yang berfungsi sebagai antioksidan yang diberikan baik pada periode starter maupun periode finisher memberikan perlindungan terhadap kesehatan ayam broiler. Beberapa penelitian menyatakan bahwa senyawa antioksidan betakaroten mampu meningkatkan proliferasi limfosit bursal dan limfa (Haq et al. 1996). Pemberian tokoferol dapat menguatkan dinding kapiler pembuluh darah (Wahyu 2004) dan mencegah terjadinya hemolisis sel darah merah dan mampu meningkatkan kekebalan humoral (Boa-Amponsem et al. 2001), sehingga meningkatkan status kesehatan ayam broiler. Pertambahan Bobot Badan Bell dan Weaver (2002) melaporkan peningkatan bobot badan ayam broiler mingguan tidak terjadi secara seragam, setiap minggunya pertumbuhan ayam mengalami peningkatan sehingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Menurut Rasyaf (2002), pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum, suhu lingkungan dan pemeliharaan. Uji statistik menunjukkan suhu kandang memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler. Pada suhu nyaman, peningkatan bobot badan sebesar 445,88 g/minggu lebih tinggi dari suhu normal yang hanya 422,75 g/minggu, sedangkan pada suhu panas hanya sebesar 367,13 g/minggu. Rendahnya pertambahan bobot badan ayam broiler pada kandang normal dengan suhu berkisar 28,9±1,0 o C dan kandang panas 31,4±1,0 o C disebabkan ayam pada kondisi ini telah mengalami stres panas. Hal ini sesuai pendapat Austic (2000) yang menyatakan bahwa peningkatan suhu lingkungan yang melebihi kisaran zona suhu nyaman menyebabkan cekaman (stres) pada ayam broiler. Keadaan suhu nyaman untuk pertumbuhan berkisar antara C (Borges et al. 2004). Ayam pada keadaan ini umumnya berusaha mengurangi

5 27 konsumsi ransum agar panas yang dihasilkan oleh tubuh dapat berkurang. Hal ini menyebabkan lambannya pertumbuhan (Butcher & Miles 2003). Turunnya produksi pada kondisi cekaman panas tersebut, diperkuat dengan berkurangnya retensi nitrogen, sehingga dapat menurunkan daya cerna protein dan beberapa asam amino (Tabiri et al. 2000), sehingga ayam yang mengalami cekaman panas memiliki bobot yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Pope dan Emmert (2002) yang melaporkan bahwa suhu panas nyata menurunkan bobot hidup dan pertambahan bobot badan ayam broiler. Hasil penelitian menunjukkan rataan pertambahan bobot badan perminggu terlihat terus meningkat seiring bertambahnya waktu pemeliharaan, namun menurun pada minggu ke-6. Suhu lingkungan pada awal pemeliharan terlihat tidak memberikan perbedaan pada pertumbuhan ayam broiler, ini dikarenakan suhu kandang masih pada kisaran nyaman. Pada akhir minggu ke-2 hingga minggu ke-6 terlihat jelas pengaruh suhu terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler. Pada saat ini batas suhu nyaman untuk pertumbuhan ayam telah terlampaui sehingga terlihat bahwa ayam pada kandang panas memiliki pertambahan bobot badan yang rendah. PBB (g/ekor) Minggu K1 K2 K3 W1 W2 Gambar 2 Pertambahan bobot badan (PBB) ayam broiler per minggu. Keterangan : huruf super skrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01) K1 : Kandang normal suhu (28,9±1,0 o C) K2 : Kandang panas suhu (31,4±1,0 o C) K3 : Kandang nyaman suhu (24,6±1,0 o C) W1 : Pemberian ransum basal + 1,5% ampas buah merah pada periode starter W2 : Pemberian ransum basal + 1,5% ampas buah merah pada periode finisher

6 28 Pada Gambar 2 terlihat bahwa pertumbuhan tiap minggu terus meningkat walau tidak seragam tetapi menurun pada minggu ke-6, hal ini disebabkan pertumbuhan ayam telah sampai tahap maksimal. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa peningkatan bobot ayam mingguan tidak terjadi secara seragam, setiap minggu pertumbuhan ayam broiler mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Pemberian ampas buah merah tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ampas buah merah pada periode starter maupun pada periode finisher dapat mengurangi terjadinya gangguan pada proses pencernaan yang disebabkan stres pada suhu panas. Selain itu pemberian ampas buah merah juga dapat memperluas permukaan villi usus halus pada ayam broiler. Semakin luas permukaan villi usus semakin besar peluang terjadinya absorsi pada saluran cerna (Yuanita 2009). Adanya kandungan zat aktif betakaroten (vitamin A) dalam ampas buah merah mempunyai fungsi mempercepat pertumbuhan dan memelihara membran mukosa yang normal (Wahyu 2004). Karotenoid dan tokoferol (vitamin E) terbukti mampu mengurangi efek cekaman panas yang dapat menurunkan performa pada ayam broiler (Sahin et al. 2001). Konversi Ransum Kumulatif Konversi ransum kumulatif ayam broiler dipengaruhi jumlah konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Analisis statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara suhu dan waktu pemberian ampas buah merah. Suhu dan periode pemberian juga tidak berpengaruh terhadap konversi ransum selama penelitian (Tabel 4). Hasil penelitian menunjukkan konsumsi ransum kumulatif pada kandang panas dan normal yang rendah menyebabkan bobot akhir ayam rendah, sedangkan konsumsi ransum kumulatif pada kandang nyaman yang tinggi menghasilkan bobot akhir yang tinggi. Nilai konversi ransum kumulatif tertinggi yaitu pada kandang panas sebesar 1,82 sedangkan nilai konversi ransum kumulatif terendah pada kandang nyaman 1,77. Nilai ini masih mendekati standar Charoen Pokphand (2005) yang menyatakan konversi ransum ayam broiler umur 6 minggu sebesar 1,8. Amrullah (2004) menyatakan bahwa konversi ransum yang baik berkisar

7 29 antara 1,75-2,00. Semakin rendah konversi ransum menunjukkan kualitas ransum semakin baik. Nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah. Penelitian Yuanita (2009) melaporkan pemberian ampas buah merah 1,5% dapat menurunkan 2,08% konversi ransum ayam broiler. Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas. Angka konversi ransum minimal dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, teknik pemberian dan angka mortalitas (Amrullah 2004). Konsumsi Air Minum Kumulatif Konsumsi air minum berbeda sangat nyata (P<0,01) pada perlakuan suhu kandang (Tabel 4). Ayam yang dipelihara pada kandang normal mengkonsumsi air minum 5,59% dan kandang panas 6,93% lebih banyak dibanding kandang nyaman. Tingginya konsumsi air minum pada kandang panas dan normal tersebut diperlukan ayam untuk menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan. Salah satu cara menjaga suhu tubuhnya yaitu dengan menghilangkan kelebihan panas dari tubuhnya (Leeson & Summer 2004). Ini dikarenakan air berfungsi untuk menjaga agar suhu tubuh ayam relatif konstan. Hal ini sesuai pendapat Butcher dan Miles (2003) yang menyatakan ayam lebih sering minum untuk mendinginkan suhu tubuhnya. Berdasarkan periode pemberian ampas buah merah konsumsi air minum kumulatif pada periode pemberian finisher lebih tinggi 1,75% dibandingkan periode starter yang mengkonsumsi air sebanyak 10174,23 ml/ekor. Hal ini disebabkan pemberian ampas buah merah pada periode finisher menunjukkan konsumsi ransum yang lebih banyak, sehingga ayam membutuhkan konsumsi air yang banyak pula. Sesuai dengan yang dikemukakan Ensminger et al. (1992) dan Brake et al. (1992) bahwa pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali dari jumlah ransum yang dikonsumsi. Persentase Karkas Karkas merupakan bagian tubuh yang sangat menentukan dalam produksi ayam pedaging. Produksi karkas berhubungan erat dengan bobot badan.

8 30 Berdasarkan analisis statistik tidak terdapat perbedaan antar perlakuan maupun interaksi antara perlakuan pada persentase karkas (Tabel 4). Rata-rata persentase karkas pada kandang nyaman sebesar 72,87%, lebih tinggi dibandingkan dengan kandang normal 72,75% dan kandang panas 72,67%. Persentase karkas ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Resnawati (2003) yang melaporkan persentase bobot karkas rata-rata ayam pedaging yang diberi ransum komersial berkisar antara 68,04-71,80%. Dewi (2007) menyatakan, persentase karkas ayam yang diberi cekaman panas sebesar 67,68%. Hasil ini menunjukkan bahwa ampas buah merah telah berperan dengan baik sebagai antioksidan, yang mampu mengurangi efek cekaman panas pada ayam broiler yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan ternak dan menurunnya kekebalan tubuh ayam broiler (Santin et al. 2003). Adanya vitamin E (tokoferol) yang terkandung dalam ampas buah merah meningkatkan status kesehatan ayam broiler (Yuanita 2009). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Geraert et al. (1996) bahwa vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak yang berfungsi sebagai pencegahan penyakit kronis yang berhubungan dengan stres oksidatif, sehingga metabolisme tubuh dapat berjalan dengan normal dan energi yang dihasilkan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan dan pembentukan karkas. Indeks Performa (IP) Salah satu indikator yang digunakan untuk penentuan tingkat keberhasilan dalam usaha ternak adalah dengan menghitung indeks performa. Nilai IP dipengaruhi oleh bobot badan akhir, persentase ayam hidup, lama pemeliharaan dan nilai konversi ransum. CISF (2008) menyatakan bahwa nilai indeks performa <180 (jelek), (cukup), (baik), (baik sekali), (istimewa), (sangat istimewa), >250 (super istimewa). Berdasarkan data penelitian nilai IP berkisar 293,39-367,36 (super istimewa) pada semua perlakuan (Tabel 4). Hal ini disebabkan tingginya bobot badan akhir, rendahnya angka mortalitas dan konversi ransum ayam selama penelitian. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada perlakuan suhu kandang. Kandang suhu panas memiliki indeks performa lebih rendah dibandingkan dengan kandang pada suhu nyaman dan suhu normal. Hal ini terkait dengan rendahnya bobot badan akhir, tingginya konversi

9 31 ransum dan mortalitas ayam broiler pada kandang suhu panas. Menurut Bell dan Weaver (2002) pengukuran efisiensi pertumbuhan ayam broiler dapat dilihat dari bobot badan akhir, konversi ransum dan lama pemeliharaan. Menurut Yuanita (2009) pemberian ampas buah merah 1,5% menghasilkan indeks performa 4,18% lebih baik dibandingkan ayam yang tidak diberi ampas buah merah. Pada penelitian ini dapat dilihat dengan tingginya bobot badan akhir, konversi ransum dan mortalitas yang rendah. Semua perlakuan menunjukkan indeks performa berkisar 293,39-367,36 (super istimewa). Menurut Arifien (1997), performa yang tinggi dinyatakan istimewa apabila mencapai >200. Hal ini menunjukkan pemberian ampas buah merah memberikan perlindungan kepada ayam terhadap cekaman panas sehingga proses metabolisme tubuh tidak terganggu yang menghasilkan efisiensi ransum yang tinggi dan mortalitas ayam rendah sehingga nilai IP menjadi tinggi. Mortalitas Mortalitas adalah angka yang menunjukkan jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan. Mortalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam suatu usaha peternakan ayam. Menurut Bell dan Weaver (2002) faktorfaktor yang mempengaruhi angka kematian antara lain bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan dan suhu lingkungan, sanitasi peralatan kandang dan penyakit. Stres suhu yang panjang juga dapat meningkatkan mortalitas (Xin et al. 1994). Menurut Lacy dan Vest (2000) mortalitas yang normal pada ayam broiler yaitu sekitar 4%. Analisis statistik menunjukkan tidak ada interaksi dan perbedaan yang nyata pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan stres panas tidak mempengaruhi mortalitas selama penelitian. Pemberian ampas buah merah pada periode starter maupun pada periode finisher memberikan perlindungan yang sama kepada ayam untuk mengatasi stres terhadap suhu. Kandungan tokoferol (vitamin E) dan betakaroten yang terkandung pada ampas buah merah mampu mengurangi cekaman panas pada ayam broiler. Hal ini sesuai pendapat Sahin et al (2001) yang menyatakan bahwa pemberian suplemen vitamin E dikombinasikan dengan vitamin A terbukti dapat mengurangi efek cekaman panas ayam broiler. Pemberian ampas buah merah pada periode starter masih melindungi ayam terhadap cekaman panas. Hal ini dikarenakan

10 32 vitamin E dapat disimpan di dalam seluruh jaringan tubuh, terutama disimpan di jaringan adipose, hati dan otot. Sejumlah kecil vitamin E akan disimpan di dalam tubuh dalam waktu yang lama (McDowel 2000). Tabel 5. Mortalitas ayam broiler selama penelitian Minggu ke- Perlakuan K1 K2 K3 W1 W Total (ekor) % 2,50 2,50 1,25 1,67 2,50 Keterangan: W1: pemberian ampas buah merah periode starter; W2: pemberian ampas buah merah periode finisher. K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman. Tabel 5. menunjukkan kematian ayam broiler banyak terjadi pada minggu awal dan minggu-minggu terakhir pemeliharaan. Kematian ayam broiler pada minggu ke-2 yaitu periode starter terjadi pada perlakuan W2 (periode finisher). Pada perlakuan ini ampas buah merah belum diberikan sedangkan pada W1 yang telah diberikan ampas buah merah tidak terjadi kematian. Sebaliknya kematian pada minggu ke-5 dan ke-6 banyak terjadi pada W1 (periode starter) 2 ekor sedangkan pada W2 (periode finisher) hanya 1 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ampas buah merah menyebabkan ayam lebih tahan terhadap gangguan kesehatan dan stres dari pada yang tidak diberi ampas buah merah. Pada saat ayam mengalami stres panas akan mengakibatkan terganggunya metabolisme tubuh. Selain itu, tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif yakni kondisi munculnya radikal bebas yang tidak seimbang dengan antioksidan yang ada. Akibatnya akan terjadi peroksidasi lipid pada membran sel terutama pada asam lemak tidak jenuh yang ditandai antara lain dengan meningkatnya kandungan malonaldehida (MDA). Hal tersebut dapat mengakibatkan berbagai gangguan dalam sel (Miller et al.1993; Aruoma 1999). Hal ini ditegaskan kembali oleh Puthpongsiripon et al. (2001) bahwa ayam yang mengalami cekaman panas, akan terjadi peningkatan radikal bebas dalam

11 33 tubuhnya. Karotenoid dan tokoferol (vitamin E), seperti yang terkandung dalam ampas buah merah berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas dan meningkatkan kekebalan tubuh (Budi & Paimin, 2005). Vitamin E (tokoferol) merupakan antioksidan yang larut dalam lemak yang berfungsi pada pencegahan penyakit kronis yang berhubungan dengan stres oksidatif (Geraert et al. 1996). Hasil pemeriksaan ayam yang mati selama penelitian disebabkan terkena penyakit gumboro (IBD) (laporan pemeriksaan patologi terlampir). Respon Fisiologis Ayam Broiler Suhu lingkungan sangat mempengaruhi respon fisiologis ayam broiler. Stres panas menimbulkan berbagai perubahan, baik yang dapat dilihat atau dirasa secara langsung, seperti kenaikan suhu tubuh, tingkah laku maupun yang tidak terlihat langsung seperti kelainan organ dalam dan rasio heterofil-limfosit. Ayam broiler yang mengalami stres panas akan menimbulkan beberapa kelainan pada organ jantung, paru, hati, dan ginjal, baik secara makroskopis maupun mirokopis (Aengwanich & Simaraks 2004). Respon fisiologis yang paling mudah diamati pada ayam broiler yang mengalami stres panas adalah adanya peningkatan suhu tubuh disertai dengan perubahan tingkah laku seperti gelisah dan panting (Yalcin et al. 2008; Hillman et al. 2000; Downing & Bryden 2002). Menurut Aengwanich & Chinrasri (2003), stres panas dapat diketahui dengan meningkatnya sel-sel heterofil dan menurunnya jumlah sel-sel limfosit sehingga rasio antara heterofil dan limfosit meningkat. Peningkatan rasio heterofil-limfosit selalu digunakan sebagai indikator yang akurat akibat cekaman panas yang kronis pada ayam (Bedanova et al. 2003). Organ Dalam Organ dalam ayam broiler terdiri atas organ-organ vital dan organ pencernaan. Menurut Bell dan Weaver (2002) organ vital ayam meliputi hati, jantung, limfa dan bursa fabrisius, sedangkan organ pencernaan ayam broiler terdiri dari mulut, kerongkongan, tembolok, proventikulus, rempela (ventrikulus), usus halus, usus buntu (seca), usus besar, kloaka dan anus. Hasil pengamatan perlakuan pemberian ampas buah merah periode starter dan finisher pada suhu kandang yang berbeda terhadap organ dalam ayam broiler ayam pedaging umur 6 minggu tercantum pada Tabel 6. Hasil uji statistik

12 34 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan suhu kandang dengan periode pemberian ampas buah merah. Semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap persentase berat hati, gizzard, dan panjang usus pada ayam umur 6 minggu, namun perlakuan suhu lingkungan sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi persentase berat jantung dan nyata (P<0,05) mempengaruhi persentase berat empedu dan persentase berat limfa. Tabel 6 Persentase berat organ dalam ayam broiler selama penelitian Perlakuan Peubah (%) Jantung Hati Gizzard Empedu Limfa Panjang usus Kandang K1 0,47 B 1,99 1,26 0,10 a 0,10 b 197,75 K2 0,38 A 1,89 1,12 0,13 b 0,07 a 189,06 K3 0,47 B 2,02 1,29 0,10 a 0,10 b 198,50 Waktu W1 0,44 1,98 1,18 0,10 0,09 194,67 W1 0,44 1,95 1,27 0,12 0,09 195,54 ANOVA Probabilitas Waktu (W) TN TN TN TN TN TN Kandang (K) ** TN TN * * TN W x K TN TN TN TN TN TN SEM 0,04 0,14 0,08 0,03 0,19 7,43 Keterangan: * (P<0,05); ** (P<0,01); TN: Tidak Nyata; SEM: rataan standar error a,b,c Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). A,B,C Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). W1: pemberian ampas buah merah periode starter; W2: pemberian ampas buah merah periode finisher. K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman. Rataan persentase jantung ayam broiler pada suhu panas sebesar 0,38% sedangkan pada suhu normal dan suhu nyaman sebesar 0,47%. Putnam (1991) menyatakan persentase bobot jantung ayam broiler berkisar 0,42-0,7% dari bobot hidup yang umumnya dipengaruhi oleh umur, genetik dan pola pemberian ransum. Menurut Ressang (1986) bobot jantung meningkat apabila jantung bekerja terlalu keras atau ayam sedang sakit. Jantung merupakan organ vital yang berperan dalam sirkulasi darah. Jantung yang terinfeksi penyakit maupun racun biasanya akan mengalami perubahan ukuran jantung. Kelainan jantung tidak terjadi pada semua perlakuan. Secara visual, tidak tampak

13 35 pembengkakan jantung ayam penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa ampas buah merah merupakan bahan non toksik dan aman digunakan dalam ransum ayam, sehingga tidak menghambat sirkulasi darah. Secara umum fungsi hati meliputi metabolisme zat makanan, sekresi empedu, metabolime lemak, detoksifikasi senyawa beracun dan pembentukan sel darah merah (Ressang, 1986). Persentase bobot hati yang dihasilkan berkisar antara 1,12-1,29%. Hasil analisis statistik menunjukkan semua perlakuan tidak mempengaruhi persentase bobot hati. Persentase tersebut lebih rendah dari yang dilaporkan Putnam (1991) yaitu berkisar antara 1,70-2,80% dari berat hidupnya. Hal ini disebabkan adanya kandungan tokoferol dan betakaroten yang tinggi pada ampas buah merah yang ditambahkan pada ransum, yang berguna untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan antioksidan (Budi & Paimin, 2005). Vitamin E yang terkandung dalam ampas buah merah dapat menguatkan dinding kapiler pembuluh darah dan mencegah terjadinya hemolisis sel darah merah (Wahyu 2004) dan berperan dalam pembentukan sel darah (Winarno 2008). Gizzard berfungsi untuk memecah dan menggiling ransum menjadi partikel yang lebih kecil untuk memudahkan proses pencernaan selanjutnya. Semua perlakuan menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap persentase gizzard. Bentuk fisik ransum, cara pemberian dan jenis kelamin yang sama, diduga menjadi sebab bobot gizzard tidak berbeda pada semua perlakuan. Sesuai pendapat Boa-Amponsem et al. (2001) yang menyatakan persentase gizzard dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, ransum dan cara pemberian ransum. Berdasarkan hasil penelitian tidak ada interaksi dan pengaruh periode pemberian ampas buah merah terhadap persentase empedu. Perlakuan suhu memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap persentase empedu. Persentase bobot empedu hasil penelitian berkisar antara 0,10-0,13%. Hal ini menyerupai hasil penelitian Dewi (2007) menyatakan persentase empedu berkisar 0,11-0,13% dari bobot hidup ayam broiler. Ini dikarenakan kandungan lemak ransum masih dalam kisaran normal. Empedu berperan

14 36 dalam mensekresikan kolesterol dan membentuk emulsi lemak dengan dibantu oleh asam-asam empedu yang disekresikan hati (Ressang 1986). Uji statistik terhadap persentase limfa menunjukkan tidak ada interaksi antara suhu kandang dan periode pemberian terhadap persentase limfa, namun perlakuan suhu berpengaruh nyata (P<0,05). Rata-rata persentase limfa pada penelitian ini berkisar 0,07-0,1% dari berat tubuh. Persentase limfa ini lebih rendah dari yang dilaporkan Putnam (1991) yang menyatakan persentase berat limfa ayam broiler berkisar 0,18-0,23% dari berat tubuh ayam broiler. Limfa ayam broiler pada penelitian ini kurang berkembang karena ayam dalam kondisi sehat. Menurut Tizard (1982) bahwa limfa responsif terhadap stimulasi antigen dan sebaliknya kurang berkembang pada hewan yang sehat. Bila ada serangan penyakit maka perkembangan limfa akan lebih pesat. Ressang (1986) menyatakan bahwa salah satu fungsi limfa adalah ikut serta dalam metabolisme sel limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Menurut Denbow (2000) usus terdiri atas usus halus (179,6 cm) dan usus besar (13,4 cm) dengan total panjang 193 cm. Rataan panjang usus hasil penelitian mempunyai kisaran antara 189,06-198,50 cm. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap panjang usus. Hal ini memberikan gambaran bahwa tidak ada pengaruh negatif perlakuan terhadap panjang usus ayam broiler. Pemberian ampas buah merah lebih berpengaruh pada luas permukaan villi usus halus yang berfungsi memperluas area penyerapan nutrien ransum (Yuanita 2009). Semakin luas permukaan villi usus semakin besar peluang terjadinya absorsi pada saluran cerna (Silva et al. 2007). Baiknya penyerapan nutrien ransum maka dapat meningkatkan pertumbuhan bobot badan ayam broiler. Suhu Tubuh Berdasarkan uji statistik menunjukkan terdapat interaksi yang nyata (<0,05) antara periode pemberian ampas buah merah dengan suhu kandang pada suhu tubuh ayam broiler yaitu di hari ke-25 dan ke-39. Pada hari ke-25 pemberian ampas buah merah pada periode starter (W1) kandang normal (K1) menghasilkan suhu tubuh terendah yaitu 41,20 o C sedangkan suhu tubuh tertinggi terdapat pada semua periode pemberian ampas buah merah di kandang panas (K2) yaitu

15 37 41,78 o C pada W1 dan 41,75 o C pada W2. Data menunjukkan pemberian ampas buah merah pada periode finisher (W2) relatif menurunkan suhu tubuh 0,07% (K2) dan 0,5% (K3) ayam broiler dibandingkan pada periode starter (W1), namun hasil ini juga dipengaruhi adanya perubahan suhu pada saat penelitian. Periode pemberian belum mampu memberikan pengaruh pada suhu tubuh. Hal ini disebabkan pemberian ampas buah merah pada periode finisher baru dilakukan sehingga belum nyata mempengaruhi suhu tubuh ayam broiler. Pada pengukuran hari ke 39 terdapat interaksi yang nyata (P<0,05) antara periode pemberian ampas buah merah dengan suhu kandang. Pada hari ke-39 suhu tubuh terendah terdapat pada semua kandang di periode pemberian ampas buah merah finisher (W2) dan pada kandang K1 pemberian ampas buah merah pada periode W1 yaitu berkisar antara 41,20-41,40 o C, sedangkan suhu tubuh tertinggi terdapat pada kandang panas (K1) periode starter (W1) 42,03 o C. Peningkatan suhu tubuh pada ayam di kandang panas (K2) ini terkait dengan berkurangnya kemampuan melepaskan panas tubuh secara non evaporasi. Selama ayam mengalami cekaman panas, suhu tubuh ayam meningkat dengan cepat. Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan terganggunya keseimbangan pembentukan dan pelepasan panas tubuh. Suhu tubuh ayam broiler selama penelitian dapat di lihat pada Tabel 7. Tabel 7 Suhu tubuh ayam broiler selama penelitian ( o C) Perlakuan Suhu tubuh hari ke Kandang/waktu W1 W2 W1 W2 W1 W2 K1 41,18 41,13 41,20 a 41,45 bc 41,20 a 41,40 a K2 41,38 41,13 41,78 c 41,75 c 42,03 b 41,40 a K3 41,18 41,28 41,45 bc 41,23 b 41,68 ab 41,20 a ANOVA Probabilitas Waktu (W) TN TN * Kandang (K) TN ** TN W x K TN * * SEM 0,18 0,22 0,30 Keterangan: * (P<0,05); ** (P<0,01); TN: Tidak Nyata; SEM: rataan standar error a,b,c Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). A,B,C Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). W1: pemberian ampas buah merah periode starter; W2: pemberian ampas buah merah periode finisher. K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman.

16 38 Pengamatan suhu tubuh dilakukan pada hari ke-11, 25 dan 39 ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ampas buah merah dapat memberikan pengaruh pada suhu tubuh ayam broiler. Setiap aktivitas seperti makan dan bergerak akan meningkatkan produksi panas. Menurut Wahyu (2004) ayam yang lebih besar menghasilkan panas tubuh lebih banyak dan ayam broiler umur 5-7 minggu sangat peka terhadap stres panas. Keadaan yang sangat berbahaya adalah bila suhu melebihi 30 C (86 F). Bila suhu dalam tubuh mencapai 47 C (117 F), maka ayam akan mati karena jantung gagal berfungsi. Namun dengan pemberian ampas buah merah suhu tubuh ayam broiler menjadi normal. Yuwanta (2004) menyatakan suhu tubuh ayam normal adalah C. Menurut Yalcin et al (2008) menyatakan suhu tubuh ayam broiler akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu lingkungan. Ayam dapat mentoleransi suhu C (68-77 F), tetapi di atas suhu ini akan terjadi tanda stres panas. Bila keadaan panas dan lembab, laju pernafasan ayam akan berkurang cepat untuk membuang panas tubuh. Bila hal ini terjadi, suhu tubuh akan terus naik hingga terjadi kematian. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ampas buah merah dapat cenderung menurunkan suhu tubuh ayam broiler baik pada pemberian ampas buah merah periode starter umur 11 hari maupun pada umur 25 hari dan nyata memberikan pengaruh pada suhu ayam umur 39 hari. Tingkah Laku Tingkah laku yang dicatat dan dianalisis secara deskriptif menunjukkan tingkah laku makan, berbaring dan tidur merupakan tingkah yang paling umum yang dilakukan ayam broiler. Ayam broiler yang diciptakan dengan rekayasa genetika yang didasarkan pada karakteristik ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging. Hal ini menyebabkan tingkah laku ayam broiler lebih banyak pada aktivitas makan, minum, istirahat dan tidur. Tabel 8. Menunjukan pada minggu ke-2, ke-4 dan ke-6 terlihat beberapa ekor ayam pada kandang panas dan kandang normal yang mengalami stres panas. Hal ini terlihat dari persentase ayam yang melakukan panting, secara berurutan 19,38%, 30,21% dan 48,81% pada kandang panas dan 12,49%, 15,08% dan 32,76% pada kandang normal. Banyaknya ayam yang melakukan panting ini menunjukkan ayam mengalami stres panas karena suhu kedua kandang melebihi

17 39 29 o C. Hal ini sesuai dengan pendapat Bell dan Weaver (2002) yang melaporkan bahwa ayam broiler mulai panting pada kondisi suhu lingkungan sama atau diatas 29 o C atau ketika suhu tubuh ayam mencapai sekitar 42 o C. Frekuensi panting akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu lingkungan (Hasan 2006). Tabel 8 Tingkah laku ayam broiler selama penelitian (%) Waktu Pengamatan/ Perlakuan Tingkah Laku Kandang Waktu Minggu II K1 K2 K3 W1 W2 Makan 15,22 15,00 22,71 16,53 18,76 Minum 4,00 6,67 5,21 5,83 4,75 Berbaring 19,60 21,04 25,42 21,53 22,51 Tidur 27,38 16,67 22,92 25,97 18,67 Berdiri 2,54 3,33 3,33 3,19 2,94 Berjalan 1,26 2,29 3,13 2,36 2,09 Preening 9,07 8,54 11,46 10,97 8,40 Pecking Object 6,97 6,67 5,00 4,31 8,12 Pecking of Bird 1,47 0,42 0,21 0,56 0,84 Panting 12,49 19,38 0,63 8,75 12,91 Minggu IV Makan 5,56 7,92 6,88 7,78 5,79 Minum 6,81 7,50 1,67 6,67 3,98 Berbaring 24,31 26,25 37,08 29,44 28,98 Tidur 21,69 15,21 40,42 22,36 29,18 Berjalan 1,27 0,63 0,21 0,83 0,57 Preening 16,73 8,13 10,00 10,14 13,10 Pecking Object 5,80 2,71 2,29 2,92 4,28 Pecking of Bird 1,26 0,21 0,63 0,97 0,42 Panting 15,08 30,21 0,00 17,64 12,55 Minggu VI Makan 7,43 7,71 6,75 7,46 7,14 Minum 4,70 4,28 2,94 3,66 4,29 Berbaring 14,97 12,84 30,34 20,77 18,00 Tidur 26,05 19,70 40,95 25,23 32,58 Berdiri 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Berjalan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Preening 10,66 4,72 5,49 7,01 6,89 Pecking Object 3,00 1,93 0,84 1,54 2,30 Pecking of Bird 0,42 0,00 0,00 0,28 0,00 Panting 32,76 48,81 12,69 34,05 28,79 Keterangan: W1: pemberian ampas buah merah periode starter. W2: pemberian ampas buah merah periode finisher. K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman.

18 40 Panting dilakukan untuk mengeluarkan panas dari dalam tubuh ayam. Scanes et al. (2004) menyatakan panting merupakan metode utama ayam untuk mengeluarkan air dan penghilangan panas pada ayam. Panting dilakukan dengan cara membuka mulut dan tampak terengah-engah. Pernafasan yang cepat akan membuat aliran udara baru masuk pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat mendinginkan darah di dalam mukosa. Panting memerlukan peningkatan aktivitas otot, yang menambah kebutuhan energi sehingga efisiensi penggunaan energi menurun. Selain itu, panting dapat menyebabkan respirasi alkalosis karena peningkatan pengeluaran CO 2 dari paruparu yang akan menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi bikarbonat sebagai kompensasi. Panting atau hiperventilasi termik merupakan salah satu respon ayam broiler yang nyata akibat stres cekaman panas dan juga mekanisme evaporasi melalui saluran pernafasan. Hasil penelitian menunjukkan broiler dengan pemberian ampas buah merah pada W1 (periode starter) mengalami panting sebesar 8,75% lebih kecil dibandingkan W2 (periode finisher) yang sebesar 12,91% pada minggu ke-2. Sedangkan pada minggu ke-4 dan ke-6 persentase ayam yang panting pada W1 (periode starter) masing-masing 17,64% dan 34,05% lebih besar dibandingkan W2 (periode finisher) yang hanya 12,55% dan 28,79%. Ini menggambarkan ayam yang diberi ampas buah merah mengalami panting yang lebih sedikit dibandingkan ayam yang tidak diberi ampas buah merah. Hal ini diduga terkait dengan adanya kandungan tokoferol (vitamin E) yang terkandung dalam ampas buah merah. Pemberian vitamin E melindungi jaringan membran dari lemak peroksida dan radikal bebas, sehingga mengurangi dampak stres lingkungan pada ayam petelur (Bollengier-Lee et al. 1999). Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan ayam yang minum pada kandang panas (K2) memiliki persentase lebih tinggi dari kandang nyaman (K3) dan kandang normal (K1). Ayam yang mengalami stres panas akan mengkonsumsi air lebih sering, hal ini dilakukan untuk memelihara suhu tubuhnya agar tetap dalam kondisi stabil. Hal ini sesuai pendapat Butcher dan Miles (2003) yang menyatakan ayam lebih sering minum untuk mendinginkan suhu tubuhnya, hal ini menyebabkan konsumsi ransum ayam menurun pada saat

19 41 udara panas. Hal senada juga disampaikan Appleby et al. (2004) yang menyatakan frekuensi minum yang tinggi pada unggas disebabkan kerena kondisi lingkungan yang panas. Penurunan konsumsi ransum menyebabkan pengurangan produksi panas endogen sehingga dapat mengurangi cekaman panas dalam tubuh ayam broiler. Adaptasi ayam untuk memelihara keseimbangan suhu tubuh pada lingkungan panas adalah mengurangi konsumsi ransum (Butcher & Miles 2003). Penurunan intake ransum dimaksudkan agar sedikit nutrisi yang dimetabolisme, sehingga panas yang dihasilkan oleh tubuh dapat berkurang. Hasil pengamatan tingkah laku menunjukkan tingginya persentase ayam yang tidur dan berbaring pada kandang panas dibandingkan kandang nyaman maupun kandang normal, ini bertujuan untuk menurunkan suhu tubuhnya. Ayam broiler akan beristirahat lebih banyak, beberapa ekor ayam akan berdiri dan tidak bergerak. Ini dilakukan untuk mengurangi produksi panas dari tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Williamson dan Payne (2003) yang menyatakan pada keadaan panas ayam akan cenderung malas. Pergerakan tubuhnya ditujukan untuk mengurangi produksi panas dari otot-ototnya. Istirahat dengan cara tidur dan berbaring juga merupakan upaya ayam untuk mengurangi panas tubuhnya kerena tubuh yang sedang beristirahat dan bersinggungan dengan alas kandang akan melepaskan panasnya secara konduksi. Menurut Dawson dan Whittow (2000) upaya untuk mempertahankan sistem homeostatis pada kondisi cekaman panas adalah mengeluarkan panas pada kecepatan yang terkontrol. Pengeluaran panas pada permukaan tubuh dengan melebarkan pembuluh darah di kulit, pial dan jengger dan dilanjutkan melalui cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi disebut sebagai vasodilatasi. Penghilangan panas melalui radiasi, konduksi dan konveksi umumnya mampu untuk mempertahankan temperatur tubuh ayam. Rasio Heterofil Limfosit Rasio heterofil-limfosit merupakan indikator untuk mengetahui tingkat cekaman yang dialami ayam (Graczyk et al. 2003). Stres panas dapat menyebabkan peningkatan sel-sel heterofil dan penurunan sel-sel limfosit sehingga rasio antara heterofil dan limfosit meningkat (Aengwanich & Chinrasri 2003). Peningkatan rasio heterofil-limfosit selalu digunakan sebagai indikator yang akurat akibat cekaman panas pada ayam (Bedanova et al. 2003).

20 42 Berdasarkan analisis statistik tidak terdapat interaksi antara perlakuan suhu kandang dan periode pemberian ampas buah merah (Tabel 9). Hasil penelitian menunjukkan heterofil-limfosit ayam broiler yang diamati pada hari ke-10 dan hari ke-24 di semua kandang masih dalam batas normal. Telabi et al (2005) menyatakan bahwa rataan rasio heterofil-limfosit ayam broiler berkisar 0,27-1,54. Hal ini menunjukkan rasio heterofil-limfosit masih dalam kisaran normal. Namun pada pengamatan hari ke-38 menunjukkan, ayam broiler telah mengalami stres panas terutama pada kandang panas. Rasio heterofillimfosit tertinggi yaitu pada kandang panas sebesar 2,28 sedangkan pada kandang normal rasio heterofil-limfosit lebih rendah 12,22% serta 42,5% pada kandang nyaman. Rasio heterofil-limfosit pada suhu panas memberikan dampak stres yang lebih tinggi pada ayam broiler. Hal ini sesuai dengan pendapat Aengwanich dan Chinrasri (2003) cekaman panas kronis akan menyebabkan penurunan jumlah limfosit dan peningkatan jumlah heterofil sehingga rasio heterofil-limfosit meningkat. Nilai rasio heterofil-limfosit selalu digunakan sebagai indikator adanya cekaman yang terjadi secara kronis (Hillman et al., 2000; Sahin et al., 2001; Downing & Bryden 2002). Tabel 9 Rasio heterofil-limfosit ayam broiler selama penelitian Perlakuan Rasio heterofil-limfosit Hari ke 10 Hari ke 24 Hari ke 38 Kandang K1 0,47 1,32 2,05 K2 0,44 1,41 2,28 K3 0,57 1,88 1,60 Waktu W1 0,47 1,45 2,06 W2 0,52 1,62 1,90 ANOVA Probabilitas Waktu (W) TN TN TN Kandang (K) TN TN TN W x K TN TN TN SEM 0,26 0,70 0,90 Keterangan: SEM: rataan standar error W1: pemberian ampas buah merah periode starter; W2: pemberian ampas buah merah periode finisher. K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman.

21 43 Berdasarkan data yang diperoleh secara numerik menunjukkan pada minggu ke-2 rasio heterofil-limfosit W1 lebih rendah 10,64% daripada W2. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ampas buah merah secara numerik menghasilkan rasio heterofil-limfosit yang lebih rendah dibandingkan ayam yang tidak diberi ampas buah merah. Rasio heterofil-limfosit W1 pada hari ke 24 (tiga hari dari periode starter), 11,72% lebih rendah dibanding W2 (tiga hari dari periode finisher). Ini menunjukkan bahwa zat aktif tokoferol (vitamin E) dan betakaroten yang terkandung pada ampas buah merah masih memberikan efek pada rasio heterofil-limfosit ayam broiler. Hal ini sesuai dengan pendapat McDowel (2000) yang menyatakan vitamin E dalam jumlah kecil akan disimpan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Pada hari ke 38 rasio heterofil-limfosit W2 lebih rendah 8,42% dibandingkan W1 ini menunjukkan pengunaan ampas buah merah telah mengurangi dampak stres ayam broiler. Hal ini terlihat dari turunnya rasio heterofil-limfosit, yang menunjukkan peranan ampas buah merah yang didalamnya mengandung tokoferol (vitamin E) dan betakaroten (vitamin A) yang tinggi sehingga dapat menurunkan dampak stres panas pada ayam broiler. Hal ini terkait dengan kemampuannya sebagai antioksidan dan kemampuannya yang mampu menetralkan radikal bebas sesuai dengan pendapat Sahin et al. (2001) yang melaporkan pemberian suplemen vitamin E dikombinasikan dengan vitamin A terbukti dapat mengurangi efek cekaman panas pada ayam broiler. Pada ayam yang mengalami cekaman panas, terjadi peningkatan radikal bebas (Puthpongsiripon et al. 2001). Karotenoid dan tokoferol (vitamin E), seperti yang terkandung dalam ampas buah merah berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas (Budi & Paimin 2005). Hal ini dikuatkan dengan penelitian Yuanita (2009) yang melaporkan bahwa pemberian ampas buah merah dapat meningkatkan status kesehatan ayam broiler. Stres menyebabkan terjadinya reaksi neural dan hormonal pada hipotalamus yang akan melepaskan CRF (corticotropin releasing factor) dan menstimulir adenohypophysis untuk memproduksi ACTH (adrenocorticotropin hormon). Proliferasi limfosit terhambat akibat adanya ACTH yang menstimulasi kelenjar adrenal korteks untuk menghasilkan glukokortikoid yang berikatan dengan kofaktor pembentuk limposit. Beberapa penelitian melaporkan senyawa

22 44 antioksidan betakaroten yang mampu meningkatkan proliferasi limfosit bursal dan limfa (Haq et al. 1996), dan vitamin E mampu meningkatkan kekebalan humoral (Boa-Amponsem et al. 2001) serta meningkatkan status antioksidan ayam. Hal ini dapat mengurangi dampak dari stres panas ayam broiler. Pengurangan efek negatif cekaman panas dari ampas buah merah yang diberikan pada ayam broiler terjadi melalui aktivitas antioksidan yang terdapat pada bahan tersebut. Pengurangan pembentukan antioksidan ini menjadi target karena selama ayam mengalami cekaman panas pembentukan radikal bebas meningkat. Cekaman panas yang dapat menghasilkan radikal bebas dapat diatasi dengan pemberian tokoferol. Tokoferol (vitamin E) yang terkandung dalam ampas buah merah merupakan antioksidan yang larut dalam lemak, dapat memberikan satu elektron dan satu hidrogen kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tadi tidak reaktif lagi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

Uji lanjut. Rata-rata K ,620 K ,380 K ,620 P 1,000 1,000 1,000. Kandang

Uji lanjut. Rata-rata K ,620 K ,380 K ,620 P 1,000 1,000 1,000. Kandang 52 Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi ransum kumulatif Waktu * kandang 71413,000 2 35706,500 1,148,339 Waktu 4959,375 1 4959,375,159,694 Kandang 2078192,333 2 1039096,167 33,405,000 ** Galat 559901,250

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Panas Selama Pemeliharaan Salama 6 minggu pemeliharaan, ayam broiler diberi tambahan sumber penerangan dan panas berupa lampu bohlam berdaya 60 watt yang dipasang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Mikro Suhu dan kelembaban udara merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak homeothermic,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Hidup dan Karkas Rataan bobot hidup dan karkas ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY Oleh : Suhardi, S.Pt.,MP Pembibitan Ternak Unggas AYAM KURANG TOLERAN TERHADAP PERUBAHAN SUHU LINGKUNGAN, SEHINGGA LEBIH SULIT MELAKUKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN SUHU

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Protein Kasar Tercerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai protein kasar tercerna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan marigold (Tabel 7) dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler 29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lain, diantaranya adalah lebih tahan terhadap penyakit, memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang telah berhasil dijinakkan. Berawal dari proses evolusi dan domestikasi, maka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha subsektor peternakan yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) populasi ayam broiler

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Minum Data hasil pengamatan dan analisis rata-rata konsumsi air minum selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 1. Rata-rata konsumsi air minum (ml/ekor/minggu)

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan hewan homoioterm yang suhu tubuhnya harus tetap dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding itik. Zona suhu kenyamanan (Comfort

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cahaya Untuk Ayam Broiler Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan ayam, karena cahaya mengontrol banyak proses fisiologi dan tingkah laku ayam (Setianto,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan 27 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul Data nilai rataan bobot bagian edible ayam sentul yang diberi perlakuan tepung kulit manggis dicantumkan pada Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Fase Grower Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai suhu dan kelembaban lingkungan hariannya tinggi, suhu mencapai 27,7-34,6 C dan kelembaban antara 55,8%-86,6% (Badan Pusat Statistik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Karkas Rataan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas itik cihateup jantan umur 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batas Suhu Bawah. Zona Temperatur Netral

TINJAUAN PUSTAKA. Batas Suhu Bawah. Zona Temperatur Netral TINJAUAN PUSTAKA Cekaman panas Cekaman merupakan kondisi dimana kesehatan ternak terganggu yang disebabkan oleh adanya lingkungan yang terjadi secara terus menerus pada hewan dan mengganggu proses homeostasis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga banyak orang menjadikan sebagai usaha komersial yang terus dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Hasil penelitian menunjukkan data nilai rataan konsumsi ransum ayam Sentul Warso dari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh setiap ekor puyuh selama penelitian. Rataan konsumsi ransum per ekor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel.1 Kadar Eritrosit,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hen Day Production (HDP) ayam petelur pada THI yang berbeda (kuningan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hen Day Production (HDP) ayam petelur pada THI yang berbeda (kuningan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hen Day Production (HDP) Hen Day Production (HDP) ayam petelur pada THI yang berbeda (kuningan dan Cililin) berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Coturnix-coturnix japonica Betina (kiri) dan Jantan (kanan)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Coturnix-coturnix japonica Betina (kiri) dan Jantan (kanan) TINJAUAN PUSTAKA Coturnix-coturnix japonica Coturnix-coturnix japonica termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Coturnix-coturnix dan spesies japonica. Secara ilmiah dikenal dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Broiler Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern dan broiler klasik. Broiler modern mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bobot tubuh pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh merupakan salahsatu komoditas unggas sebagai penghasil telur. Keberadaan puyuh mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Puyuh yang dikembangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci