PENGARUH WAFER RANSUM KOMPLIT LIMBAH TEBU DAN PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SIFAT FISIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH WAFER RANSUM KOMPLIT LIMBAH TEBU DAN PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SIFAT FISIK"

Transkripsi

1 PENGARUH WAFER RANSUM KOMPLIT LIMBAH TEBU DAN PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SIFAT FISIK SKRIPSI ISWATIN AMIROH PROGAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN ISWATIN AMIROH. D Pengaruh Wafer Ransum Komplit Limbah Tebu dan Penyimpanan terhadap Kualitas Sifat Fisik. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc : Ir. Lidy Herawati, MS Pucuk dan ampas tebu merupakan salah satu hasil ikutan yang dihasilkan oleh perkebunan tebu dan industri pengolahan gula, yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber serat pada pakan ternak. Pucuk dan ampas tebu yang dihasilkan pada sepanjang musim penghujan dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif saat musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sifat fisik (kadar air, berat jenis, kerapatan, dan aktivitas air) wafer pucuk dan ampas tebu dengan penyimpanan selama enam minggu. Pembuatan wafer ransum komplit diharapkan dapat memudahkan dalam penyimpanan. Wafer komplit memiliki kualitas nutrisi yang cukup lengkap dan memudahkan dalam penanganan karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi (Trisyulianti, 1998). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 4 dengan 3 ulangan, faktor A adalah perbedaan jenis wafer ransum komplit dan faktor B adalah lama penyimpanan. Faktor A berupa wafer ransum komplit dengan level konsentrat yang sama yaitu A1 = 80% konsentrat + 20% rumput lapang, A2= 80% konsentrat + 20% ampas tebu, A3 = 80% konsentrat + 10% pucuk tebu + 10% ampas tebu, A4 = 80% konsentrat + 20% pucuk tebu. Faktor B berupa B1= penyimpanan 0 minggu, B2 = penyimpanan 2 minggu, B3 = penyimpanan 4 minggu dan B4 = penyimpanan 6 minggu. Peubah yang diamati adalah kadar air, berat jenis, kerapatan, dan aktivitas air. Data yang diperoleh dihitung dengan ANOVA dan jika terdapat perbedaan nyata dilakukan uji kontras ortogonal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pucuk dan ampas tebu dapat dijadikan sebagai sumber serat alternatif pada ransum komplit ditinjau dari kadar air, kerapatan, berat jenis dan aktivitas air. Uji aktivitas air pada setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata, namun uji kadar air menunjukkan peningkatan kadar air tiap minggunya dan komposisi wafer sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi kadar air, begitu juga dengan berat jenis menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01) pada perlakuan dengan berbagai macam penyimpanan dan lama penyimpanan serta kerapatan menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01) pada perlakuan lama penyimpanan. Kata- kata kunci: ampas tebu, penyimpanan, pucuk tebu, sifat fisik, wafer ransum komplit.

3 ABSTRACT The Effect of Wafer Complete Ration Sugar Cane Waste and Storage to Physical Quality Test I. Amiroh, Y.Retnani and L.Herawati This research was aimed to study of physical wafer complete ration based on sugar cane sprout and bagasse during storage six weeks. The reseach design used Completely Randomized Factorial Design with the factor A were A1 = 80% concentrate + 20% native grass; A2 = 80% concentrate +20% bagasse ; A3 = 80% concentrate + 10% bagasse + 10% sugar cane sprout; A4 = 80% concentrate + 20% sugar cane sprout. The factor B of this research was storage periode B1 = 0 week; B2 = 2 weeks; B3 = 4 weeks; B4 = 6 weeks. The data were analysed by using ANOVA and continued with Contrast Ortoghonal Test. The result showed that the complete cow wafer feeding wich contains grass field, sugar cane sprout and bagasse did not effect on density, bulk density and water activity, but it had highly significantly (P<0.01) on water contain with the highest wafer value wich contain fiber source grass field. Time of storage during six weeks had highly significantly (P<0.01) on water contain, density and bulk density, but did not effect on water activity. Keywords: bagasse, complete diet, physic characteristics, storage.

4 PENGARUH WAFER RANSUM KOMPLIT LIMBAH TEBU DAN PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SIFAT FISIK ISWATIN AMIROH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan Pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ` PROGAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 PENGARUH WAFER RANSUM KOMPLIT LIMBAH TEBU DAN PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SIFAT FISIK Oleh ISWATIN AMIROH D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 Agustus 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc Ir. Lidy Herawati, MS NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Maret 1986 di Jepara, sebagai putri pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Imron dan Ibu Lilis. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Panggang 1 Jepara, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Jepara, serta Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 2 Jepara. Tahun 2004 Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama kuliah penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak.

7 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbil allamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan lindungan-nya kepada penulis selama ini sehingga dapat menyelesaikan kuliah dan penelitian ini serta menyusun tugas akhir dalam bentuk skripsi dengan lancar. Skripsi yang berjudul Pengaruh Wafer Ransum Komplit Limbah Tebu dan Penyimpanan terhadap Kualitas Sifat Fisik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas sifat fisik ransum komplit wafer dengan sumber hijauan yang berbeda serta dengan lama penyimpanan yang berbeda. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis selama bulan November 2007 sampai Januari 2008 di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pakan merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan peternakan. Banyak kendala yang dihadapi dalam penyediaannya. Salah satu faktor terhambatnya penyediaan pakan terjadi saat musim kemarau. Saat musim kemarau rumput lapang sulit ditemukan, oleh karena itu perlu adanya pengganti. Limbah perkebunan tebu merupakan salah satu alternatif pakan yang dapat diberikan pada ternak. Limbah tersebut berupa pucuk dan ampas tebu, akan tetapi karena sifatnya yang mudah rusak maka perlu adanya pengolahan. Pengolahan yang dilakukan salah satunya dengan pembuatan wafer yang selanjutnya disimpan untuk persediaan musim kemarau. Penulis menyadari banyak terjadi kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kesempurnaan hanya milik Allah, kritik dan saran membangun sangat dinantikan untuk perbaikan dan kemajuan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amien. Wassalmu alaikum. Wr. Wb. Bogor, Agustus 2008 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tebu... 3 Botani dan Morfologi Tebu... 3 Produksi Tebu... 3 Pucuk tebu... 5 Ampas Tebu... 5 Rumput Lapang... 6 Ransum... 7 Wafer... 8 Penyimpanan... 9 Kualitas Sifat Fisik Kadar Air Berat Jenis Kerapatan Aktivitas Air Suhu dan Kelembaban METODE Tempat dan Waktu Materi Peralatan Percobaan Bahan Baku Ransum Komplit Formulasi Ransum Metode Teknik Pembuatan Wafer Rancangan Percobaan Peubah yang Diamati ii iii vi vii viii x xi xii

9 Kadar Air Berat Jenis Kerapatan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Wafer Ransum Komplit Keadaan Umum Wafer Bentuk Fisik Warna dan Aroma Suhu dan Kelembaban Sifat Fisik Wafer Ransum Komplit Selama Penyimpanan Kadar Air Berat Jenis Kerapatan Aktivitas Air KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN... 38

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrisi Pucuk Tebu Komposisi Nutrisi Ampas Tebu Komposisi Nutrisi Rumput Lapang Kandungan Nutrisi Zat Makanan Bahan Baku Wafer Ransum Komplit Susunan Bahan Makanan dalam Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu Kandungan Nutrient Wafer Ransum Komplit Berdasarkan Perhitungan Bahan Kering Kandungan Nutrisi Wafer Ransum Komplit Berdasarkan Bahan Kering Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Nilai Kadar Air Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Nilai Berat Jenis Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Nilai Kerapatan Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Nilai Aktivitas Air Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan... 31

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pengolahan Tebu dan Produk Turunannya Bentuk Wafer Ransum Komplit... 23

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Kadar Air Wafer Ransum Komplit Sidik Ragam Berat Jenis Wafer Ransum Komplit Sidik Ragam Kerapatan Wafer Ransum Komplit Sidik Ragam Aktivitas Air Wafer Ransum Komplit Luas Areal dan Produksi Tebu Nasional Letak Administratif PG. Jatitujuh... 41

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Terbatasnya ketersediaan hijauan menyebabkan lebih banyak pemanfaatan pakan berserat yang berasal dari limbah tanaman pangan. Limbah berserat tanaman pangan merupakan sumber pakan yang penting bagi ternak ruminansia hingga saat ini, oleh karena itu sistem usaha ternak ruminansia di daerah yang ketersediaan hijauannya terbatas haruslah terintegrasi dengan sistem pertanian yang ada sebagai sumber pakan yang memadai (Pangestu, 2003). Indonesia merupakan negara yang subur dengan hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah, yang dapat dimanfaatkan limbahnya sebagai pakan ternak. Salah satu limbah berserat hasil tanaman pangan yang potensial, tetapi belum maksimal dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah limbah industri pengolahan tebu. Limbah yang dihasilkan dalam industri pengolahan tebu yang potensial sebagai pakan ternak ruminansia adalah pucuk tebu, ampas tebu dan tetes. Menurut Pangestu (2003) ada beberapa keuntungan jika limbah tebu menjadi pilihan sumber pakan bagi pengembangan ternak ruminansia yaitu toleran terhadap musim panas, tahan terhadap hama dan penyakit dan mudah tersedia di musim kemarau saat pakan hijauan yang lain kurang. Cara pengolahan limbah perkebuan tebu diantaranya pengolahan dalam bentuk blok rumput, silase, hay dan wafer. Wafer adalah salah satu bentuk pengawetan yang dapat dilakukan untuk pucuk tebu (BPPP, 1985). Menurut BPPP (1985) hijauan dalam bentuk wafer dapat meningkatkan tingkat konsumsi, walaupun sedikit menurunkan daya cerna bahan kering. Bentuk wafer memberikan kemudahan dalam pemberian pada ternak dan penyimpanan. Wafer pucuk dan ampas tebu ini diharapkan dapat mengatasi sulitnya memperoleh hijauan saat musim kemarau. Perumusan Masalah Rumput lapang merupakan sumber hijauan bagi ternak rumninansia, tetapi saat musim kemarau sulit didapatkan dan kualitas nutrisinya juga rendah. Pucuk dan ampas tebu merupakan limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, karena mudah didapatkan saat musim kemarau. Namun demikian pucuk dan ampas tebu mudah rusak dalam penyimpanan, oleh 1

14 karena itu perlu adanya pengawetan. Salah satu cara pengawetan pucuk dan ampas tebu adalah pembentukan wafer. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas sifat fisik ransum komplit berbentuk wafer yang dibuat pada berbagai komponen hijauan dan lama penyimpanan yang berbeda. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Tebu Botani dan Morfologi Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim yang dalam batangnya terkandung gula dan merupakan keluarga rumputrumputan (graminae) seperti halnya padi, jagung dan bambu (Anonim, 1992). Jenis tanaman tebu yang telah dikenal, seperti POJ-3016, POJ-2878 dan POJ-2976, pada umumnya merupakan hasil pemuliaan antara tebu liar (Saccharum spontaneum atau glagah) dan tebu tanam (Saccharum officinarum) (Anonim, 1992). Klasifikasi botani tanaman tebu adalah sebagai berikut (Anonim, 1992) : Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Famili : Poeccae Genus : Saccharum Spesies : Saccharum officinarum Tebu dapat ditanam di dataran rendah sampai di dataran tinggi yang tidak lebih dari 1400 meter di atas permukaan laut. Tanaman tebu membutuhkan curah hujan yang tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif. Curah hujan yang tinggi setelah fase vegetatif akan menurunkan rendemen gula. Batang tebu mengandung serat dan kulit batang (12,5 %), dan nira yang terdiri dari air, gula, mineral dan bahan-bahan non gula lainnya (87,5 %) (Anonim, 1992). Produksi Tebu Beberapa pabrik gula menerima pasokan tebu dari lahan milik rakyat, akan tetapi sekarang ini rakyat lebih suka mengolah tanah di lahannya untuk dijadikan genting, daripada ditanami dengan tanaman tebu (BPPP, 1985). Konversi lahanpun dengan cepat bisa terjadi di Pulau Jawa. Banyaknya pabrik gula yang berdiri di Indonesia terletak di Pulau Jawa, maka pengurangan lahan tebu di Jawa membuat lahan tebu secara nasional juga ikut terkoreksi, sehingga lahan untuk menanam tebu 3

16 terus menurun dan produksi tebu menurun (BPPP, 1985). Luas areal dan produksi tebu nasional dapat dilihat pada Lampiran 5. Usaha peningkatan produktivitas tebu per hektar dan peningkatan efisiensi pabrik gula, yang menyangkut penekanan kehilangan gula dan penghematan energi, maka usaha lain yang sedang digalakan adalah diversivikasi secara vertikal dan horisontal (BPPP, 1985). Pemanfaatan hasil samping industri gula, seperti pucuk tebu, ampas tebu, blotong dan tetes sebagai sumber pakan ternak adalah salah satu diversivikasi vertikal yang dapat dilaksanakan (BPPP, 1985). Berikut ini dapat dilihat gambar pengolahan tebu dan turunannya. Gambar 1. Pengolahan Tebu dan Produk Turunannya (Risbang PG Jatitujuh, 2007) 4

17 Pucuk Tebu Limbah perkebunan termasuk pucuk tebu mudah rusak dan kering sehingga kurang disukai oleh ternak (terutama pucuk tebu), oleh karena itu perlu usaha pengawetan (Musofie et al. 1983). Pada waktu panen pucuk tebu tersedia cukup banyak dalam waktu yang singkat melebihi kebutuhan ternak, untuk itu dipandang perlu mengolah pucuk tebu sebagai hijauan awetan tanpa menyebabkan penurunan kualitas dan masih tetap palatabel yaitu sebagai hijauan wafer atau pellet (Rahman, 1991). Pucuk tebu yang dimaksud adalah ujung atas batang tebu berikut 5 7 helai daun yang dipotong dari tebu yang dipanen untuk tebu bibit atau tebu giling (Musofie dan Wardhani, 1987). Selama ini pucuk tebu dibuat dalam bentuk cubing yaitu pucuk tebu dikeringkan dan dibuat dalam bentuk balok pada saat ketersediaan pucuk tebu melimpah pada waktu musim panen (Parakkasi, 1995). Pucuk tebu dapat digunakan sebagai pakan ternak. Penggunaannya dapat dalam bentuk segar maupun bentuk awetan sebagai silase, wafer atau pellet (BPPP, 1985). Pucuk tebu segar sudah banyak dimanfaatkan peternak di sekitar pabrik gula. Wafer pucuk tebu diawetkan dengan cara dicacah, dikeringkan dan dipres. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi nutrisi pucuk tebu. Serat kasar yang tinggi pada pucuk tebu memiliki potensi sangat besar untuk dijadikan sumber serat pada pakan ternak ruminansia. Tabel 1. Komposisi Nutrisi Pucuk Tebu Komposisi Pucuk Tebu Abu 7,4 Protein Kasar 7,4 Lemak Kasar 2,9 Serat Kasar 42,3 BETN 40,0 Sumber : BPPP (1985) Ampas Tebu Tebu-tebu dari perkebunan diolah menjadi gula pada pabrik-pabrik gula. Dalam proses produksi pada pabrik gula, ampas tebu dihasilkan sebesar 90% dari 5

18 setiap batang tebu yang diproses, gula yang termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa tetes tebu (molases) dan air (BPPP, 1985). Pemanfaatan ampas tebu (sugar cane bagasse) yang selama ini dihasilkan masih terbatas untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, dan particle board. Ampas tebu terdiri dari serat, abu dan air. Serat ampas tebu terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin (BPPP, 1985). Mengingat komposisinya, ampas tebu dapat digunakan sebagai sumber serat kasar untuk ternak ruminansia, sehingga dapat dijadikan untuk pengganti sebagian hijauan pakan ternak. Kecernaan ampas tebu rendah, sehingga ada usaha-usaha untuk memperbaiki kecernaan dengan cara uap, caustic soda atau ammonia (BPPP, 1985), ampas tebu dapat dijadikan penyerap tetes serta untuk mengimbangi jumlah tetes yang digunakan dalam pakan ternak. Komposisi ampas tebu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Nutrisi Ampas Tebu Komposisi Ampas Tebu Protein Kasar 1,00 Lemak Kasar 2,00 Serat Kasar 49,00 BETN 40,00 Sumber : BPPP (1985) Rumput Lapang Hijauan merupakan rumput asli, semak, leguminosa baik perdu maupun pohon yang tumbuh di tempat-tempat seperti tanah-tanah perkebunan, pinggir jalan atau galangan sawah yang tumbuh secara alamiah. Hijauan memegang peranan penting dalam makanan ternak di Indonesia, namun hal ini akan menunjang apabila hijauan tersebut bermutu baik. Hijauan ini umumnya berupa hijauan rumput, baik rumput lapang maupun rumput budidaya. Produksi dan kualitasnya tergantung pada komposisi spesies, kondisi iklim, kesuburan tanah dan penggunaannya (Nursita 2005). Syarat-syarat rumput sebagai bahan makanan ternak antar lain mempunyai manfaat yang tinggi sebagai bahan makanan, mudah dicerna alat pencernaan dan pemberiannya dalam keadaan cukup (Nursita, 2005). Salah satu contoh rumput yang 6

19 dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak adalah rumput lapang. Rumput lapang merupakan campuran dari berbagai jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisinya yang rendah, walaupun demikian rumput lapang merupakan hijauan yang mudah didapat dan jumlah pengeluaran untuk pengelolaannya sangat minim (Wiradarya, 1989). Rumput lapang umumnya diperoleh dari tanah umum, tanah perkebunan, pinggir jalan, tanah kehutanan atau galangan sawah yang tumbuh secara alamiah. Produksi dan kualitasnya tergantung pada komposisi spesies, kondisi alam, kesuburan tanah dan penggunaannya (Miasari, 2004). Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi nutrisi rumput lapang. Serat kasar yang tinggi pada rumput lapang memiliki potensi sangat besar untuk dijadikan sumber serat pada pakan ternak ruminansia. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Rumput Lapang Komposisi Rumput Lapang Abu 9,59 Protein Kasar 6,85 Lemak Kasar 1,18 Serat Kasar 41,75 BETN 40,73 Sumber : BPPP (1985) Ransum Esminger et al 1990 menyatakan bahwa ransum merupakan campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak untuk sehari semalam umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuh. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan. Ransum komplit adalah pakan yang bergizi cukup tinggi untuk hewan tertentu dalam tingkat fisiologis, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan hidup pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Hartadi et al., 1997). 7

20 Menurut Chuzaemi (2002) ransum komplit merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian yaitu dengan cara mencampurkan limbah pertanian dengan tambahan pakan (konsentrat) dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi ternak baik kebutuhan serat maupun zat makanan lainnya. Menurut Ensminger et al (1990) penggunaaan ransum lengkap/komplit akan mendapatkan beberapa keuntungan antara lain: 1) meningkatkan efisiensi pemberian pakan, 2) ketika hijauannya kurang palatabel maka jika dibuat campuran ransum komplit akan meningkatkan konsumsi, begitu juga sebaliknya jika ketersediaan konsentrat terbatas dapat dipakai hijauan sebagai campuran, 3) campuran ransum komplit dapat mempermudah ternak untuk mendapatkan pakan lengkap. Wafer Wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu (Noviagama, 2002). Teknologi CCFB sangat potensial untuk usaha efisiensi limbah pertanian dan peningkatan daya guna hasil samping agroindustri termasuk sisa pengolahan dengan biaya rendah dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ruminansia saat mengalami kekurangan pakan yang terjadi akibat banjir dan musim kemarau (Noviagama, 2002). Wafer ransum komplit dalah suatu produk pengolahan pakan ternak yang terdiri dari pakan sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disimpan berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan (Jayusmar, 2000). Wafer ransum komplit yang terdiri dari campuran hijauan dan monsentrat dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan karena ternak tidak dapat memilih antara pakan hijauan dan konsentrat, bedasarkan hal tersebut diharapkan dapat tercukupi kebutuhan nutrisinya (Lalitya, 2004). Bentuk wafer yang padat dan cukup ringkas diharapkan dapat: (1) meningkatkan palatabilitas ternak karena bentuknya yang padat, (2) memudahkan dalam penanganan, pengawetan, penyimpanan, transportasi, dan penanganan hijauan lainnya, (3) memberikan nilai tambah karena selain memanfaatkan limbah hijauan, juga dapat memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan, dan (4) menggunakan teknologi sederhana dengan energi yang relatif rendah (Trisyulianti, 1998). 8

21 Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Proses pembuatan wafer dibutuhkan perekat yang mampu mengikat partikel-partikel bahan sehingga dihasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan (Trisyulianti, 1998). Wafer pada umumnya memiliki warna lebih gelap dibanding warna asal, hal tersebut disebabkan oleh adanya proses browning secara non enzimatis yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard. Menurut Winarno (1992), karamelisasi terjadi jika suatu larutan sukrosa diuapkan sampai seluruh air menguap. Jika pemanasan dilanjutkan, maka cairan yang ada bukan terdiri dari air, tetapi merupakan cairan sukrosa yang lebur. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Keuntungan wafer ransum komplit menurut Trisyulianti (1998) adalah : (1) kualitas nutrisi lengkap, (2) mempunyai bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti rumput dan legum, tapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik pangan, (3) tidak mudah rusak oleh faktor biologis karena mempuyai kadar air kurang dari 14%, (4) ketersediaannya berkesinambungan karena sifatnya yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat mengantisipasi ketersediaan pakan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada saat musim hujan dimana hasil-hasil hijauan makanan ternak dan produk pertanian melimpah, (5) memudahkan dalam penanganan karena bentuknya padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menunda kerusakan suatu barang sebelum barang tersebut dipakai tanpa merubah bentuk barang tersebut (Winarno dan Laksmi, 1974). Penyimpanan segera dilakukan setelah kegiatan panen dan pengeringan (Winarno dan Laksmi, 1974). Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia dengan tujuan mencari cara untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. Upaya ini meliputi penggunaan langsung dalam pakan, pengolahan untuk mempertinggi nilai pakannya, dan pengawetan agar dapat mengatasi fluktuasi penyediaan (Lebdosukoyo, 1993). Menurut Soesarsono (1988) tujuan penyimpanan adalah menjaga dan mempertahankan mutu dari komoditas yang disimpan dengan cara menghindari, 9

22 mengurangi ataupun menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas ataupun kuantitas barang. Penyimpanan yang terlalu lama menurut Hall (1980) akan berakibat buruk pada bahan makanan yang selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ransum tersebut. Bahan makanan yang berkadar air tinggi relatif tahan disimpan daripada yang berkadar air rendah. Kandungan air yang tinggi pada bahan makanan merupakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat menambah besarnya kerusakan (Wijandi, 1977). Penyimpanan dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae pada hijauan (Hausler, 2007) dan Aspergillus flavus pada beras (Winarno, 1982) Waktu penyimpanan cenderung meningkatkan kadar air bahan makanan ternak, hal ini akan menunjang pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan makanan ternak. Selain dari pengaruh lama penyimpanan dan kadar air, perbedaan jumlah koloni jamur yang dihasilkan dapat pula dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama temperatur dan kelembaban ruang tempat penyimpanan (Nangudin, 1982). Menurut Sofyan dan Abunawan (1974), syarat umum untuk suatu kamar penyimpanan antara lain temperatur o C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangga dan tikus yang dapat merusak. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan bahan makanan ternak selama penyimpanan antara lain faktor fisik seperti temperatur dan kelembaban relatif; faktor biologis seperti jamur, kutu, serangga, bakteri, binatang pengerat; dan faktor kimiawi seperti perubahan komposisi zat-zat makanan dengan tersedianya oksigen (Hall, 1980). Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi terhadap perubahanperubahan yang terjadi selama proses penyimpanan. Selama proses penyimpanan, terjadi perubahan karakteristik dan sifat protein yang ditandai dengan terjadinya senyawa amonia (Pomeranz, 1974). Kandungan protein bahan makanan memperngaruhi pertumbuhan jamur. Menurut hasil penelitian Hasjmi (1991), kandungan aflatoksin total tertinggi ditemukan pada ransum yang mengadung protein tertinggi. 10

23 Kualitas Sifat Fisik Menurut Sutardi (1997) keberhasilan pengembangan teknologi pakan, seperti homogenitas pengadukan ransum, laju aliran pakan dalam rongga pencernaan, proses absorbsi dan deteksi kandungan protein, semuanya terkait erat dengan pengetahuan tentang sifat fisik pakan. Laju perjalanan makanan dalam alat pencernaan dipengaruhi bentuk dan ukuran partikel, keambaan, kadar air atau bahan kering, daya cerna, maupun waktu pemberian makanan (Sihombing, 1997). Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel. Sifatsifat partikel menurut Jayusmar (2000) dipengaruhi oleh jenis dan ukuran partikel, teknik pembuatan, jenis dan kondisi perekat distribusi partikel, kerapatan partikel, kadar air, dan pengerjaan lanjut papan partikel. Sifat fisik lebih banyak digunakan dalam indutri pangan, misalnya dalam merancang alat (penanganan) dan sarana (penyimpanan dan transportasi) serta untuk memilih komoditi yang cocok untuk produksi dan penganekaragaman atau penciptaan produk baru (Syarief dan Irawati, 1988). Kadar Air Kadar air adalah jumlah air yang masih tinggal di dalam rongga sel intra seluler dan antar partikel selama proses pengerasan perekat dengan kempa panas (Jayusmar, 2000). Menurut Trisyulianti (1998) kadar air wafer hijauan ditentukan oleh kadar air partikel sebelum kempa panas, jumlah air yang terkandung dalam jumlah perekat, jumlah uap air yang terkandung dalam perekat serta jumlah uap air yang keluar dari sistem perekat sewaktu memperoleh energi panas pada proses pengerasan yang berupa tekanan dan suhu pelat panas. Kadar air pada permukaan bahan pakan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Suhu bahan yang lebih rendah (dingin) daripada RH di sekitarnya akan menyebabkan kondensasi uap air udara pada permukaan bahan, dan hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan atau pakan akibat tumbuhnya jamur atau perkembangan bakteri (Winarno et al, 1980) Kadar air suatu bahan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode pengukuran yang umum dilakukan di laboratorium adalah dengan pemanasan di 11

24 dalam oven atau dengan cara destilasi. Kadar air bahan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air (Syarief dan Halid, 1993). Penyimpanan kadar air di atas 15% dapat menyebabkan fermentasi karbohidrat dengan menghasilkan alkohol atau asam asetat yang menimbulkan bau masam (Pomeranz, 1974). Selain itu, dapat pula menyebabkan terjadinya proses hidrolisa pati sehingga jumlah gula pereduksi naik dan terjadi proses pernafasan sehingga gula diubah menjadi CO 2 dan air sehingga biji-bijian kehilangan gula, pati dan berat kering menurun. Komposisi lemak bahan makanan ternak mengalami perubahan walaupun kandungan lemak total tidak berubah (Pomeranz, 1974). Kadar air wafer sumber serat rumput lapang lebih tinggi bila dibanding dengan wafer sumber serat yang lain. Wafer dengan komposisi serat rumput lapang memiliki rongga yang lebih sedikit sehingga penguapan yang terjadi lebih lambat, sedangkan pada wafer dengan sumber serat lainnya memiliki rongga yang lebih banyak dan besar sehingga penguapan berjalan cepat (Miasari, 2004). Kadar air wafer tergantung pada kelembaban udara sekelilingnya karena adanya lignoselulosa yang bersifat higroskopis menyerap air dari lingkungan. Penyimpanan relatif lama akan menyebabkan kadar air wafer berubah. Kadar air meningkat jika wafer disimpan di tempat yang lembab karena mikroorganisme mudah tumbuh dan menyebabkan perubahan sifat fisik kimia wafer (Jayusmar, 2000). Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volumenya dengan satuan kg/m 3. Berat jenis memegang peranan penting dalam proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Pertama berat jenis merupakan faktor penentu dari kerapatan tumpukan. Kedua, berat jenis memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang dari partikel. Ketiga, berat jenis dengan ukuran partikel bertanggungjawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan. Ransum yang terdiri dari partikel yang perbedaan berat jenisnya besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali. Keempat, berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses 12

25 penakaran secara otomatis dalam pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pegeluaran bahan dari silo untuk dicampur (Kling dan Wohlbier, 1983). Suadnyana (1998) menyatakan bahwa adanya variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan pakan, distribusi ukuran partikel dan karakteristik ukuran partikel. Menurut Gautama (1998), berat jenis tidak berbeda nyata terhadap perbedaan ukuran partikel karena ruang antar partikel bahan yang terisi oleh aquades dalam pengukuran berat jenis. Berat jenis bersama dengan ukuran partikel berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan. Pakan yang terdiri atas partikel yang perbedaan berat jenisnya cukup besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali. Berat jenis yang tinggi akan meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan dan akan memudahkan dalam pengangkutan (Syarifudin, 2001). Kerapatan Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan partikel dalam lembaran wafer dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran (Jayusmar, 2000). Kerapatan wafer ransum komplit yang dihasilkan bervariasi antara 0,63 sampai dengan 0,75 g/cm 3 rata-rata 0,69 g/cm 3 (Jayusmar 2000). Bervariasinya nilai kerapatan tersebut disebabkan beragamnya ukuran partikel bahan baku yang menyebabkan distribusi partikel dari hijauan dan konsentrat saat pengempaan tidak merata (Jayusmar, 2000). Suhu kempa sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap kerapatan, sedangkan tekanan kempa nyata (P<0,05) berpengaruh terhadap kerapatan (Jayusmar, 2000). Wafer pakan yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras sehingga mudah dalam penanganan baik penyimpanan dan goncangan saat transportasi dan diperkirakan akan lebih lama dalam penyimpanan (Trisyulianti, 1998). Sebaliknya kerapatan wafer yang rendah akan memperlihatkan bentuk wafer pakan tidak terlalu padat dan tekstur yang lebih lunak serta porous (berongga), sehingga menyebabkan terjadinya sirkulasi udara dalam tumpukan selama penyimpanan dan diperkirakan hanya dapat bertahan dalam beberapa waktu saja (Jayusmar, 2000). 13

26 Aktivitas air Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1993). Bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimia yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi enzimatis sehingga menimbulkan perubahan cita rasa serta nilai gizinya, pengukuran Aw mencerminkan air bebas yang ada dalam bahan atau kelembaban relatif kesetimbangan ruang penyimpanan bahan. Tingginya aktivitas air disebabkan oleh ransum yang disimpan dalam jumlah yang cukup tinggi, dan pelepasan air ke udara ruang penyimpanan tidak besar tetapi tinggi sehingga nilai aktivitas air tinggi (Ayu, 2003). Banyaknya air yang tersedia tergantung pada tekanan uap air yang ada pada komoditas tersebut. Aktivitas air dinyatakan dalam angka 0-1,0 yang sebanding dengan kelembaban 0%-100%. Makin kecil angka aktivitas air yang dimiliki oleh komoditas pertanian, maka makin kecil pula air yang tersedia dan makin sulit pula suatu jasad renik untuk tumbuh dan berkembang (Ayu, 2003). Winarno (1992) menyatakan bahwa suatu bahan yang akan disimpan sebaiknya meliki aktivitas air di bawah 70% atau kelembaban relatif di bawah 70%. Menurut Putra (2005) semakin lama disimpan, maka aktivitas air semakin menurun dan seolah-olah menjadi bagus. Kadar air erat hubungannya dengan aktivitas air, begitu juga dengan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan, dengan adanya adsorpsi uap air dari udara ke dalam komoditi maka dapat mengakibatkan perubahan kandungan air bebas komoditi tersebut. Suhu dan Kelembaban Suhu sangat menentukan laju pertumbuhan dan jumlah mikroorganisme pada penyimpanan. Berdasarkan suhu maksimum dan optimum untuk pertumbuhan, mikroorganisme dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : (1) Mesofil, suhu pertumbuhan yang paling baik pada 25 o C sampai 40 o C dan suhu minimum adalah 10 o C, (2) Psikrofil, merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu 0 atau lebih rendah, tetapi suhu optimalnya adalah 20 o C sampai 30 o C, (3) Thermofil, merupakan mikroorganisme yang tumbuh dengan baik pada temperatur antara o C. Suhu 14

27 kira-kira di bawah 5 o C dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk dan mencegah hampir semua mikroorganisme patogen (Frazier et al., 1979). Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kelembaban relatif seharusnya makin rendah. Kelembaban relatif yang terlalau tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial. Sebaliknya, jika kelembaban relatif terlalu rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap (dehidrasi), sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap, sehingga nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier et al., 1979). 15

28 METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2007 sampai dengan bulan Januari 2008, serta dilakukan di beberapa tempat sesuai dengan tahapan kegiatan, yaitu : 1. Persiapan, pencampuran dan pembuatan wafer ransum komplit dilakukan pada Laboratorium Industri Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, IPB. 2. Penyimpanan serta pengujian sifat fisik wafer dilakukan di ruang penyimpanan wafer Jl. Babakan Doneng, Gg. H. Saidi no 128, Darmaga, Bogor. 3. Uji kadar air dilakukan pada Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB. Materi Peralatan Percobaaan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin giling, wadah tempat mencampur, kantong plastik (30 cm x 50 cm dan 10 cm x 15 cm), timbangan analitik, gergaji, mesin kempa wafer, cetakan wafer, gelas ukur, Aw meter, jangka sorong, termohigrometer, dan karung. Bahan Baku Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini berupa wafer ransum komplit dengan sumber serat berasal dari ampas tebu dan sumber hijauan pucuk tebu yang diperoleh dari PG. Jatitujuh terletak di Desa Sumber, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat serta rumput lapang yang diperoleh di sekitar kandang A, Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kandungan nutrisi dari bahan baku penyusun ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 4. 16

29 Bahan Baku Tabel 4. Kandungan Nutrisi Zat Makanan Bahan Baku Wafer Ransum Komplit Bahan Kering (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Beta-N (%) Ca (%) P (%) Bkl. Kelapa a 88,9 8,1 21,41 15,6 10,75 43,5 0,26 0,67 75,45 Rumput d ,59 6,85 41,75 1,18 40, Jagung a 86,8 2,2 10,78 2,7 4,33 80,0 0,21 0,4 86,42 Molases a 82,40 11,0 3,95 0,4 0,3 84,4 0,89 0,14 70,7 Pucuk Tebu d 25,5 7,4 7,4 42,3 2,9 40 0,47 0,34 51,4 Ampas tebu d 91,0 3,0 1,00 49,0 0,70 59,0 29,8 0,00 45,00 Pollard a 88,5 5,93 18,5 9,78 3,86 61,9 0,23 1,1 68,00 Bkl.Kedelai a 88,1 8,2 46,52 6,5 2,55 36,2 0,38 0, 68 CaCO 3 c Urea c Sumber: a = Sutardi (1980) b = Parakkasi (1995) c = Tilman dkk (1990) d = BPPP (1985) Formulasi Ransum Formulasi ransum dibuat dengan metode trial and error (coba-coba). Ransum terdiri dari empat perlakuan, yaitu : A1 A2 A3 A4 = ransum (80% konsentrat + 20% rumput lapang) = ransum (80% konsentrat + 20% ampas tebu) = ransum (80% konsentrat + 10% pucuk tebu + 10% ampas tebu) = ransum (80% konsentrat + 20% pucuk tebu) Formulasi ransum disusun dengan tingkat pucuk dan ampas tebu serta rumput lapang yang sama, yang dikombinasikan dengan konsentrat yang terdiri dari bungkil kelapa, jagung kuning, molases, pollard, CaCO 3 serta urea. Susunan formula ransum dapat dilihat pada Tabel 5. TDN (%) 17

30 Tabel 5. Susunan Bahan Makanan dalam Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu Bahan makanan A1 A2 A3 A4...(%)... Pucuk tebu Ampas tebu Rumput lapang Pollard Jagung Bungkil kelapa Molases Vitamin Urea Mineral Jumlah Keterangan : A1= ransum yang mengandung 20% rumput lapang A2=ransum yang mengandung 20% ampas tebu A3= ransum yang mengandung 10% pucuk tebu + 10% ampas tebu A4= ransum yang mengandung 20% pucuk tebu. Komposisi bahan pakan yang digunakan sesuai dengan komposisi bahan pakan Sutardi (1980), Parakkasi (1995), dan Tilman dkk (1990). Kandungan zat nutrisi pada ransum penelitian ini didapat berdasarkan perhitungan dan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan Nutrient Wafer Ransum Komplit Berdasarkan Perhitungan Bahan Kering Kandungan Nutrisi A1 A2 A3 A4 Protein Kasar (%) 16,4 13,24 15,27 15,69 Serat Kasar (%) 13,12 16,49 14,93 13,47 TDN (%) 70,28 67,89 68,72 69,36 Keterangan : A1= ransum yang mengandung 20% rumput lapang A2= ransum yang mengandung 20% ampas tebu A3= ransum yang mengandung 10% pucuk tebu + 10% ampas tebu A4= ransum yang mengandung 20% pucuk tebu. 18

31 Metode Teknik Pembuatan Wafer Teknik pembuatan wafer ransum komplit, yaitu: a. Rumput lapang, pucuk dan ampas tebu dichopping dengan ukuran 2-5 cm agar memudahkan penanganan selama penjemuran dan mempercepat pengeringan serta memudahkan pengadukan atau pencampuran dengan bahan perekat. b. Penjemuran dilakukan dengan sinar matahari secara langsung selama 7 hari. c. Pencampuran sumber serat dengan bahan perekat sampai rata, setelah rata dicampur dengan konsentrat hingga menjadi ransum komplit secara manual. d. Ransum komplit dimasukkan dalam cetakan berbentuk persegi berukuran 20 x 20 x 1,5 cm 3. Setelah itu dilakukan pengempaan panas pada suhu 150 o C dengan tekanan kg/cm 2 selama 10 menit. Pengkondisian lembaran wafer dilakukan dengan memberikan wafer udara terbuka selama minimal 24 jam. e. Wafer yang telah dibuat selanjutnya dianalisis proksimat (protein, serat kasar dan TDN). Setelah dianalisis proksimat wafer disimpan pada 0, 2, 4, dan 6 minggu. Selama penyimpanan berlangsung dicatat suhu dan kelembaban pada : 1. Pagi hari : WIB 2. Siang hari : WIB 3. Sore hari : WIB 4. Malam hari : WIB Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor (A: ransum, B: lama penyimpanan) dengan 3 ulangan. Model matematika dari rancangan ini adalah : 19

32 Keterangan : Xij = µ + α i +β j + αβ ij + ε ij Xij : respon percobaan dari perlakuan A dan B serta ulangan 1,2,3 µ : nilai rataan umum dari pengamatan α i : efek perlakuan A β j : efek perlakuan B αβ ij : pengaruh interaksi perlakuan wafer dan lama penyimpanan εij : pengaruh eror perlakuan A dan B dan ulangan 1,2,3 Data yang diperoleh akan dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA/Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata akan diuji lebih lanjut dengan Uji Kontras Ortogonal (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang Diamati Pengambilan sampel contoh uji dilakukan secara acak. Metode pengujian sifat fisik mengacu pada pengujian sifat fisik wafer hijauan yang dilakukan Trisyulianti (1998). Sifat fisik ransum komplit yang diuji terdiri dari: Kadar Air (Trisyulianti, 1998) Penentuan kadar air wafer ransum komplit dilakukan dengan menimbang contoh uji berukuran 10 x 10 x 1,5 cm 3 untuk menentukan berat awal, kemudian contoh uji tersebut dikeringkan dalam oven 105 o C sampai beratnya konstan. Nilai kadar air dihitung dengan rumus: BA - BKo KA = X 100 % BA Keterangan: KA = kadar air wafer ransum komplit (%) BA = berat awal (g) BKo = berat kering oven (g) Berat Jenis (Trisyulianti, 1998) Sampel seberat 50 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah diisi aquadest sebanyak 100 ml. Perubahan volume air dicatat dan dimasukkan ke dalam perhitungan untuk mencari nilai berat jenis. 20

33 Perhitungan berat jenis dihitung menggunakan rumus : Berat jenis = Berat contoh (gram) Perubahan volume aquadest (ml) Kerapatan (Trisyulianti, 1998) Kerapatan merupakan faktor penting pada sifat fisik wafer sebagai pedoman untuk memperoleh gambaran tentang kekuatan wafer yang diinginkan. Perhitungan kerapatan dihitung dengan rumus: Keterangan: W = P = L = T = Aktivitas Air berat uji contoh (g) W K = (P x T x L) panjang contoh uji (cm) lebar contoh uji (cm) tebal contoh uji (cm) Aw meter sebelum digunakan terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan Barium Klorida (BaCl 2 ). Larutan dibiarkan selama 3 jam setelah jarum Aw meter ditera sampai menunjukkan angka 0,9 karena BaCl 2 mempunyai kelembaban garam jenuh sebesar 90%. Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan cara memasukkan wafer berukuran 5x5 cm 2 ke dalam Aw meter dan biarkan selama 3 jam, setelah itu pembacaan dilakukan. Perhitungan aktivitas air menggunakan rumus : Aw = pembacaan skala Aw meter + (pembacaan skala temperatur-20) x 0,002 21

34 HASIL DAN PEMBAHASAN Wafer Ransum Komplit Ransum komplit merupakan campuran dari berbagai bahan pakan sesuai dengan proporsinya untuk mendapatkan kadar gizi yang lengkap. Menurut Hartadi dan Tilman (1997) ransum komplit dapat mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan bahan. Ransum komplit dapat digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi ternak. Bahan ransum komplit yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bungkil kelapa, jagung kuning, pollard, urea, CaCO 3, rumput lapang serta pucuk dan ampas tebu. Ransum yang dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan konsumsi saat hijauan ataupun konsentrat ketersediaannya terbatas. Wafer ransum komplit merupakan salah satu produk pengolahan pakan yang telah mengalami pemadatan dan mendapatkan pemanasan dengan komposisi yang teah disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak. Pembuatan wafer pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan palabilitas ternak, dapat memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan, serta dapat memudahkan dalam penyimpanan (Trisyulianti, 1998). Wafer ransum komplit dalam penelitian ini memiliki kandungan nutrisi seperti yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan Nutrisi Wafer Ransum Komplit Berdasarkan Bahan Kering Ransum Zat Makanan A1 A2 A3 A4 Abu 5,33 4,2 4,7 5,13 Protein Kasar 16,36 16,03 16,84 17,26 Lemak Kasar 4,62 5,66 4,08 4,07 Serat Kasar 15,33 13,08 14,19 14,39 Beta-N 58,36 61,03 60,19 59,15 TDN 72,72 76,97 74,14 73,72 Sumber : Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB, 2007 TDN = 2,79 + 1,17 PK + 1,74 LK - 0,295 SK + 0,810 BeTN 22

35 Protein kasar (Tabel 7) pada wafer sumber serat pucuk tebu lebih tinggi bila dibandingkan dengan wafer sumber rumput lapang dan ampas tebu. Hal tersebut karena kandungan protein pada pucuk tebu lebih tinggi bila dibandigkan dengan kandungan protein kasar dari rumput lapang dan ampas tebu. Serat kasar (Tabel 7) pada wafer dengan komposisi ampas tebu lebih rendah bila dibandingkan wafer dengan komposisi hijauan yang lain. Hal tersebut karena kandungan serat kasar dalam ampas tebu lebih tinggi bila dibanding dengan rumput lapang dan pucuk tebu, sehingga butuh pengolahan sebelum diberikan ternak. Bahan ekstrak tanpa nitrogen (Tabel 7) pada wafer dengan komposisi ampas tebu lebih tinggi bila dibanding wafer dengan komposisi hijauan lainnya. Hal tersebut dikarenakan oleh kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen pada ampas tebu lebih tinggi dibanding dengan wafer dengan komposisi hiajauan lainnya. Keadaan Umum Wafer Bentuk Fisik Bentuk fisik wafer akan mempengaruhi transportasi dan lama penyimpanan. Menurut Jayusmar (2000) wafer dengan kerapatan rendah hanya bertahan dalam penyimpanan beberapa waktu saja. Suhu dan tekanan mesin kempa berpengaruh terhadap kerapatan wafer (Jayusmar, 2000). Wafer Ransum Komplit rumput lapang, ampas tebu, pucuk dan ampas tebu serta pucuk tebu berbentuk padat dan kompak. Ukuran yang dihasilkan pada masing-masing wafer adalah 20 x 20 x 1,5 cm 3. Bentuk wafer dapat dilihat pada Gambar 2. A1 A2 A3 A4 Gambar 2. Bentuk Fisik Ransum Komplit Wafer 23

36 Permukaan wafer rumput lapang lebih kasar bila dibandingkan dengan wafer pucuk tebu, ampas tebu serta campuran pucuk dan ampas tebu, sedangkan wafer ampas tebu memiliki permukaan yang lebih halus bila dibandingkan dengan wafer lainnya. Warna dan Aroma Secara umum warna wafer yang dihasilkan adalah A1 terlihat cokelat kehijauan karena banyak mengandung rumput lapang sebesar 20%. A2 terlihat berwarna cokelat muda karena banyak mengandung 20% ampas tebu, A3 terlihat berwarna cokelat karena banyak mengandung 10% ampas tebu dan 10% pucuk tebu serta A4 berwarna cokelat kehijauan karena banyak mengandung 20% pucuk tebu. Warna kecokelatan pada wafer disebabkan oleh reaksi browning (Winarno, 1992). Aroma wafer pada keempat macam wafer secara umum khas karamel. Adanya reaksi browning secara non enzimatis (karamelisasi dan Maillard) menyebabkan wafer beraroma molases. Molases merupakan sukrosa yang jika diuapkan sampai seluruh air menguap akan terjadi karamelisasi, sedangkan reaksi Maillard terjadi apabila adanya reaksi antara karbohidrat, khusunya gula pereduksi dengan gugus amina primer (Winarno, 1992). Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban sangat menentukan laju pertumbuhan dan jumlah mikroorganisme pada penyimpanan. Berdasarkan suhu optimum dan maksimum suhu pada penelitian ini termasuk bisa memberi peluang bagi mikroba kelompok Psikrofil karena suhu penyimpanan diantara o C yaitu 27,40 28,16 o C (Frazier et al., 1979). Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kelembaban relatif makin rendah. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaaan, sehingga permukaan bahan basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dab kerusakan mikrobial. Kelembaban relatif yang terlalu rendah menyebabkan cairan permukaan bahan akan menguap sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap (Frazier et al., 1979). Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 8 dan suhu dan kelembaban lingkungan sekitar ruang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 9. 24

37 Tabel 8. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan Minggu 0 (5 Des 07) 2 (6 Des Des 07) 4 (7 Des 07-5 Jan 08) 6 (8 Des Jan 08) Pagi Suhu ( o C) 28,00 27,93 27,28 27,45 Kelembaban (%) 78,00 78,50 79,68 78,33 Siang Suhu ( o C) 28,00 28,21 27,53 27,64 Kelembaban (%) 78,00 79,07 80,21 78,64 Sore Suhu ( o C) 28,00 28,50 27,57 27,80 Kelembaban (%) 78,00 78,57 79,89 78,30 Malam Suhu ( o C) 28,00 28,00 27,25 27,62 Kelembaban (%) 78,00 78,57 79,86 78,28 Rataan Suhu ( o C) 28,00 28,16 27,40 27,62 Kelembaban (%) 78,00 78,67 79,91 78,38 Tabel 9. Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Penyimpanan Minggu 0 (5 Des 07) 2 (6 Des Des 07) 4 (7 Des 07-5 Jan 08) 6 (8 Des Jan 08) Pagi Suhu ( o C) 23,6 23,40 23,38 23,02 Kelembaban (%) 97,00 96,93 95,78 92,83 Siang Suhu ( o C) 29,40 29,98 28,73 29,05 Kelembaban (%) 69,00 70,50 75,28 72,07 Sore Suhu ( o C) 25,20 25,17 25,16 25,96 Kelembaban (%) 90,00 93,00 91,21 86,43 Rataan Suhu ( o C) 26,06 26,16 25,75 26,01 Kelembaban (%) 85,30 86,81 87,42 83,78 Sumber : Badan Metorologi dan Geofisika,

38 Sifat Fisik Wafer Ransum Komplit Selama Penyimpanan Sifat fisik berguna sebagai homogenitas pengadukan ransum, cara penyimpanan dan pengangkutan bahan. Faktor yang mempengaruhi sifat fisik bahan antara lain : kadar air, kerapatan, jenis dan ukuran partikel. Penyimpanan bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu dari komoditas yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi ataupun menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas ataupun kuantitas barang (Soesarsono, 1988). Penyimpanan yang terlalu lama menurut Hall (1980) akan berakibat buruk pada bahan makanan yang selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ransum tersebut. Penyimpanan dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae pada hijauan (Anonim, 2007) dan Aspergillus flavus pada beras (Winarno, 1982). Kadar air Waktu penyimpanan cenderung meningkatkan kadar air bahan makanan ternak, hal ini akan menunjang pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan makanan ternak. Selain dari pengaruh lama penyimpanan dan kadar air, perbedaan jumlah koloni jamur yang dihasilkan dapat pula dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama temperatur dan kelembaban ruang tempat penyimpanan (Nangudin, 1982). Nilai kadar air wafer ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 10. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974), syarat umum untuk suatu kamar penyimpanan antara lain temperatur o C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangga dan tikus yang dapat merusak. 26

39 Tabel 10. Nilai Kadar Air Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan B1 B2 B3 B4 Rataan A1 14,99±0,00 14,50±0,28 14,67±0,91 15,39±0,88 14,89±0,66 C A2 14,67±0,00 14,32±0,57 14,19±0,61 14,78±0,65 14,49±0,52 B A3 14,46±0,10 13,83±0,47 13,83±0,15 14,86±0,95 14,22±0,54 B A4 13,00±0,00 14,16±0,005 13,31±0,82 14,76±0,95 13,78±0,87 A Rataan 14,28±0,79 A 14,20±0,43 A 14,25±0,78 A 14,93±0,71 B Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) A1 = ransum yang mengandung 20% rumput lapang A2 = ransum yang mengandung 20% ampas tebu A3 = ransum yang mengandung 10% pucuk tebu dan 10% ampas tebu A4 = ransum yang mengandung 20% pucuk tebu B1 = penyimpanan selama 0 Minggu B2 = penyimpanan selama 2 Minggu B3 = penyimpanan selama 4 Minggu B4 = penyimpanan selama 6 Minggu Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wafer dengan jenis komposisi hijauan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air wafer, pada uji lanjut diperoleh bahwa kadar air pada wafer dengan komposisi rumput lapang nyata lebih tinggi bila dibanding dengan wafer sumber serat yang lain. Wafer dengan komposisi rumput lapang memiliki rongga yang lebih sedikit sehingga penguapan yang terjadi lebih lambat, sedangkan pada wafer dengan sumber serat lainnya memiliki rongga yang lebih banyak dan besar sehingga penguapan berjalan cepat. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air wafer. Menurut Pomeranz (1974) penyimpanan yang baik adalah penyimpanan dengan kadar air di bawah 15%. Nilai rataan kadar air tertinggi pada penyimpanan minggu ke 6, hal tersebut karena wafer menyerap air dari lingkungan. Nilai rataan pada minggu ke 0 sampai minggu ke 4 sama. Kadar air wafer yang selalu berubah diungkapkan oleh Hall (1970) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ransum selama penyimpanan antara lain faktor fisik, seperti temperatur, kelembaban relatif, komposisi udara ruang penyimpanan, faktor biologis seperti kutu, bakteri, kapang, serangga dan binatang pengerat. Kadar air wafer akan terus meningkat jika disimpan pada tempat lembab karena mikroorganisme mudah tumbuh dan menyebabkan perubahan sifat fisik dan 27

40 kimia wafer ransum komplit. Nilai rataan kadar air selama enam minggu tidak stabil, hal tersebut karena nilai kelembaban dan suhu dan kelembaban yang sering berubahubah yaitu antara 78 79,91 dan suhu 27,40 28,16 o C. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Suhu bahan yang lebih rendah (dingin) daripada RH disekitarnya akan menyebabkan kondensasi uap air udara pada permukaan bahan, dan hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan atau pakan akibat tumbuhnya jamur atau perkembangan bakteri (Winarno et al, 1980). Berat Jenis Berat jenis memiliki peranan penting dalam pengolahan, penanganan dan penyimpanan, selain itu berat jenis juga mempunyai peran penting dalam kerapatan. Nilai berat jenis wafer ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Berat Jenis Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan B1 B2 B3 B4 Rataan A1 1,37±0,10 1,25±0,00 1,20±0,08 1,20±0,08 1,25±0,09 A A2 1,31±0,10 1,31±0,10 1,20±0,08 1,25±0,00 1,26±0,08 A A3 1,31±0,10 1,25±0,00 1,17±0,15 1,25±0,00 1,24±0,09 A A4 1,37±0,10 1,25±0,00 1,43±0,00 1,26±0,13 1,33±0,09 B Rataan 1,34±0,09 B 1,26±0,05 A 1,25±0,13 A 1,24±0,08 A Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) A1 = ransum yang mengandung 20% rumput lapang A2 = ransum yang mengandung 20% ampas tebu A3 = ransum yang mengandung 10% pucuk tebu dan 10% ampas tebu A4 = ransum yang mengandung 20% pucuk tebu B1 = penyimpanan selama 0 Minggu B2 = penyimpanan selama 2 Minggu B3 = penyimpanan selama 4 Minggu B4 = penyimpanan selama 6 Minggu Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wafer dengan sumber serat yang berbeda sangat nyata terhadap berat jenis. Wafer dengan komposisi serat pucuk tebu mempunyai berat jenis paling tingg, sedangkan wafer dengan suber hijauan yang lainnya mempunyai nilai berat jenis yang sama. Wafer yang mempunyai berat jenis 28

41 besar cenderung akan mudah terpisah, ditunjukkan dengan semakin lama disimpan maka konsentrat akan mudah terpisah atau tidak saling melekat lagi dengan pucuk tebu. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap berat jenis. Berat jenis pada penyimpanan minggu ke 0 menunjukkan nilai rataan yang tinggi, sedangkan minggu ke 2 sampai minggu ke 6 nilai rataan berat jenis terus menurun. Berat jenis yang tinggi akan meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan (Syarifudin, 2001), sehingga semakin banyak volume ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan. Kerapatan Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan ukuran partikel dalam lembaran dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Kerapatan wafer komplit dapat mempengaruhi tingkat palatabilitas terhadap ternak. Menurut Jayusmar (2000) faktor utama yang mempengaruhi kerapatan adalah jenis bahan baku dan pemadatan hamparan pada mesin pengempaan. Kerapatan wafer dadat mempengaruhi tingkat palatabilitas ternak. Menurut Jayusmar (2000) kerapatan yang bagus bernilai 0,69 g/cm 3. Besarnya variasi kerapatan disebabkan oleh penyebaran bahan pada saat dilakukan pencetakan yang tidak merata, selain itu ukuran partikel bahan yang berbeda juga mempengaruhi nilai kerapatan (Miasari, 2004).Nilai kerapatan wafer ransum komplit dapat dilihat pada Tabel

42 Tabel 12. Nilai Kerapatan Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan B1 B2 B3 B4 Rataan A1 0,60±0,05 0,52±0,04 0,55±0,05 0,56±0,04 0,56±0,04 A2 0,89±0,03 0,53±0,04 0,54±0,09 0,53±0,03 0,62±0,23 A3 0,55±0,03 0,54±0,01 0,52±0,01 0,48±0,07 0,52±0,04 A4 0,70±0,38 0,53±0,08 0,55±0,04 0,51±0,01 0,57±0,19 Rataan 0,68±0,27 B 0,53±0,06 A 0,54±0,04 A 0,52±0,05 A Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan pengruh yang sangat nyata (P<0,01) A1 = ransum yang mengandung 20% rumput lapang A2 = ransum yang mengandung 20% ampas tebu A3 = ransum yang mengandung 10% pucuk tebu dan 10% ampas tebu A4 = ransum yang mengandung 20% pucuk tebu B1 = penyimpanan selama 0 Minggu B2 = penyimpanan selama 2 Minggu B3 = penyimpanan selama 4 Minggu B4 = penyimpanan selama 6 Minggu Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wafer dengan sumber serat yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kerapatan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kerapatan. Menurut Prabowo (2003) kerapatan wafer sebesar 0,6 g/cm 3 sesuai untuk ternak dan penyimpanan. Hal ini dikarenakan oleh fator bahan baku yang berbeda. Nilai rataan kerapatan wafer paling tinggi pada penyimpanan minggu ke 0, karena penyimpanan minggu ke 0 ikatan antar partikel bahan masih kuat. Kerapatan wafer mengalami penurunan dari minggu ke 2 sampai minggu ke 6. Nilai kerapatan yang tidak stabil disebabkan oleh saat kelembaban relatif tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial. Sebaliknya, jika kelembaban relatif terlalu rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap (dehidrasi), sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan daging menjadi gelap. Keadaan yang tidak stabil tersebut menyebabkan nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier et al., 1979) dengan kata lain kerapatan wafer akan menyusut. 30

43 Aktivitas Air Air merupakan faktor penting sebagai media nutrien, enzim dan senyawasenyawa kimia yang diperlukan untuk memelihara kehidupan. Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1993). Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimia yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi enzimatis sehingga menimbulkan perubahan cita rasa serta nilai gizinya. Pengukuran Aw mencerminkan air bebas yang ada dalam bahan atau kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan. Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran aktivitas air 0,70 sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan (Syarief et al., 1980). Nilai aktivitas air wafer ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai Aktivitas Air Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan B1 B2 B3 B4 Rataan A1 0,80±0,01 0,78±0,01 0,80±0,01 0,77±0,01 0,78±0,03 A2 0,80±0,07 0,78±0,09 0,81±0,005 0,79±0,01 0,79±0,05 A3 0,80±0,07 0,80±0,09 0,82±0,01 0,79±0,05 0,80±0,06 A4 0,80±0,07 0,76±0,01 0,83±0,01 0,78±0,00 0,78±0,04 Rataan 0,79±0,06 0,78±0,06 0,81±0,01 0,78±0,03 Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) A1 = ransum yang mengandung 20% rumput lapang A2 = ransum yang mengandung 20% ampas tebu A3 = ransum yang mengandung 10% pucuk tebu dan 10% ampas tebu A4 = ransum yang mengandung 20% pucuk tebu B1 = penyimpanan selama 0 Minggu B2 = penyimpanan selama 2 Minggu B3 = penyimpanan selama 4 Minggu B4 = penyimpanan selama 6 Minggu Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wafer dengan berbagai sumber serat yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas air. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas air. Aktivitas air dari awal penyimpanan sampai penyimpanan minggu ke enam tetap, walaupun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Putra (2005) 31

44 mengungkapakan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas air. Menurut Putra (2005) semakin lama disimpan, maka aktivitas air pakan semakin menurun dan seolah-olah menjadi bagus. Kadar air erat hubungannya dengan aktivitas air, begitu juga dengan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan, dengan adanya adsorpsi uap air dari udara ke dalam komoditi maka dapat mengakibatkan perubahan kandungan air bebas komodidi tersebut. Aktivitas air pada awal minggu 0 sampai 6 nilainya tetap tinggi. Tingginya aktivitas air disebabkan oleh ransum yang disimpan dalam jumlah yang cukup tinggi, dan pelepasan air ke udara ruang penyimpanan tidak besar tetapi tinggi sehingga nilai aktivitas air tinggi (Ayu, 2003). Penyimpanan sampai dengan umur empat minggu, wafer tersebut belum menunjukkan adanya mikroorganisme yang tumbuh dan bau wafer masih harum, akan tetapi umur enam minggu wafer berbau apek dan permukaan wafer mulai berubah warna menjadi kehitaman. Hal tersebut dikarenakan oleh kelembaban udara yang tidak stabil sehingga permukaan wafer menjadi gelap. Saat kelembaban relatif rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap (dehidrasi), sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap, sehingga nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier et al., 1979). 32

45 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Wafer ransum komplit dengan komponen hijauan yang berbeda tidak mempengaruhi berat jenis, kerapatan dan aktivitas air, tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dengan nilai tertinggi pada wafer dengan komposisi rumput lapang. Lama penyimpanan selama enam minggu sangat meningkatkan kadar air, menurunkan berat jenis dan kerapatan, tetapi tidak mempengaruhi aktivitas air. Wafer yang disimpan sampai dengan 4 minggu masih dalam kondisi bagus, tetapi pada penyimpanan 6 minggu wafer mulai tengik dan permukaan wafer mulai kehitaman. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang cara penyimpanan wafer dan penambahan anti mikroorganisme sehingga dapat mempertahankan kualitas wafer serta pengukuran kadar air bahan sebelum pembuatan wafer. 33

46 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-nya yang tak pernah terhitung dan hanya dengan pertolongan-nya skripsi ini dapat selesai. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda atas do a, nasehat, motivasi dukungan material maupun spiritual dan limpahan kasih sayang yang melimpah. Kepada adik tercinta Dwi, Septi, Lutfi serta kerabat yang telah mendukung Penulis dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc dan Ir Lidy Herawati, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, nasehat, motivasi, masukan, kritik dan saran selama awal penelitian sampai penulisan skripsi, juga kepada Ir. Komariah, MSi dan Ir. Didid Diapari, MS selaku dosen penguji yang bersedia memberi kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi. Terimakasih kepada Ir. Widya Hermana, MSi dan Ir. Lilis Khotijah, MSi atas bantuan yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan seminar dan ujian sidang serta seluruh dosen pengajar yang tak henti-hentinya memberikan ilmu kepada Penulis. Terimakasih kepada seluruh staf Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, terutama Ibu Anis, Bapak Hadi, Bapak Atib yang telah bersedia membantu dalam penelitian serta Ibu Titin, Bapak Rustandi dan semua pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu per satu. Ucapan terma kasih penulis ucapkan kepada Suharjo atas nasehat, dukungan, bantuan, motivasi yang telah diberikan selama ini, thanks for everything. Kepada Weny. W, Subhan. Z, Edo.J, Suhail, Aryono sebagai teman satu Laboratorium. Serta teman-teman yang telah memberikan bantuan, dukungan, do a, dan motivasi yang tidak bisa Penulis sebutkan satu per satu. Terakhir Penulis ucapkan kepada civitas akademika Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, September 2008 Penulis 34

47 DAFTAR PUSTAKA Ayu, D. P. F., Pengaruh penggunaan perekat bentonit dan super Bind dalam ransum ayam broiler terhadap sifat fisik selama penyimpanan enam minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Meteorologi dan Geofisika Rataan Suhu dan Kelembaban Bogor. BMG. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Seminar pemanfaatan limbah tebu untuk pakan ternak. Departemen Pertanian. Grati Chuzaemi, S Arah dan sasaran penelitian nutrisi sapi potong di Indonesia. Makalah dan Workshop Sapi Potong, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dan Lokakarya Penelitian Sapi Potong, Grati, Malang April Ensminger, M.E., J.E. Old Field and W.W. Hineman Feed and Nutrition (Formaly Feed and Nutrition Complete) 2 nd Ed. The Esminger Publishing. California. Frazier, W. C and D. S. Westhoff Food Microbiology. Mc. Graw Hill Publishing Co., Ltd. New Delhi. Gautama, P Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral serta hijauan pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hall, C.W Handling and Storage of Grain in Tropical and Subtropical Areas. FAO. Rome. Hall, C.W Drying and Storage of Agricultural Crops. The AVI publishing co., Inc Westport. Connecticut. Hartadi, H.S., Reksohadiprodjo, S. Lebdosukoyo, A.D. Tillman, L.C. Kerl dan L. E. Harris Tabel-tabel dan Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Published by The International Feedstuff. Institute Utah. Agric.Exp. St., Utah State University, Logan, Utah. Hartadi, H. S. Reksohadiprodjo dan A. D. Tillman Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hasjmy, A.D Pengaruh waktu penyimpanan dan kemasan ransum komersial ayam petelur terhadap kandungan aflatoksin. Tesis. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hausler, A Fungi. [20 Januari 2008]. Jayusmar Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk ternak ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kling, M dan W. Wohlbier Handelsfuttermittel, band 2A. Verlag Eugen Ulmer, Stuttgart. 35

48 Lalitya, D Pemanfaatan serabut kelapa sawit dalam wafer ransum komplit domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lebdosukoyo, S Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan pakan ruminansia. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Miasari, R Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan baku wafer ransum komplit pakan domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Peternakan Bogor. Bogor. Musofie, A., K. N. Wardhaani dan S. Tedjowahjono Pengaruh berbagai potongan pucuk tebu sebagai sumber hijauan makanan ternak terhadap palatabilitas ransum. Sub Balai Penelitian Ternak Grati. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Musofie, A dan K. N. Wardhani Potensi pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan ternak. Dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Volume IV No. 2. Nangudin, B Pengaruh lama penyimpanan bahan makanan dalam beberapa macam pembungkus terhadap pertumbuhan jamur dan hubungannya dengan aflatoksin. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Noviagama, V. R Penggunaan tepung gaplek sebagai bahan perekat alternatif dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nursita Sifat fisik dan palatabilitas wafer ransumkomplit untuk domba dengan menggunakan kulit singkong. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pangestu, E Evaluasi potensi nutrisi fraksi pucuk tebu pada ternak ruminansia. Media Peternakan. 5 (2) : Parakkasi, A Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Pomeranz, Y Biochemical, Functional and Nutritive Changes During Storage. In : C. M. Christensen (ed). Storage of Cereal Chemist, St. Paul, Minnesota. Prabowo, F. D Performans sapi betina Brahman cross yang diberi wafer ransum komplit berbahan baku jerami padi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prihandana, R Dari Pabrik Gula Menuju Industri Berbasis Tebu. Proklamasi Publishing House. Jakarta Putra, E.D Pengaruh taraf penyemprotan air dan lama penyimpanan terhadap daya tahan ransum broiler finisher berbentuk pelet. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahman, J Pemanfaatan silase pucuk tebu sebagai sumber hijauan pada ternak domba. Tesis. Pendidikan Pascasarjana KPK IPB UNAND. Universitas Andalas Padang. 36

49 Risbang PG.Jatitujuh Company profile PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh. PG Jatitujuh. Cirebon. Sihombing, D. T. H Ilmu Ternak Babi. Gajah Mada University Pers. Bulaksumur. Yogyakarta. Soesarsono Teknologi penyimpanan komoditas pertanian. Fakultas Teknologi Pangan. IPB. Bogor. Steel, R. G. D dan J.H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan. Gramedia Pustaka. Jakarta. Suadnyana, I.W Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan sifat fisik pakan lokal sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutardi, T Peluang dan tantangan pengembangan ilmu-ilmu nutrisi ternak. Makalah orasi ilmiah sebagai guru besar tetap ilmu nutrisi ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syarief, R. dan Irawati Pengetahuan Bahan Industri Pertanian. MSP. Jakarta. Syarief, R. Dan H. Halid Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. Syarifudin, U. H Pengaruh penggunaan tepung gaplek sebagai perekat terhadap uji sifat fisik ransum broiler bentuk crumble. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sofyan, L. A. Dan L. Aboenawan Kimia makanan ternak. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Trisyulianti, E Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia besar. Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wijandi, S Teknik pengolahan dan penyimpanan hasil panen. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Winarno, F.G. dan B.S. Laksmi Dasar-dasar pengawetan, sanitasi dan keracunan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fatemetea. Institut Pertanian Bogor. Bogor Winarno Kimia Pangan dan Gizi. P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wiradarya, T. R Peningkatan produktivitas ternak domba melalui perbaikan efisiensi nutrisi rumput lapang. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37

50 LAMPIRAN 38

51 Lampiran 1. Sidik Ragam Kadar Air Wafer Ransum Komplit Sumber Keragaman db JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 15 17,4091 1,1606 3,7784** 1,9919 2,6546 Ransum 3 7,6920 2,5640 8,3473** 2,9011 4,4594 A4 vs A1,A2,A3 1 0,1426 0,1426 0,4642 4,1490 7,4992 A1 vs A2,A3 1 21, , ,3715** 4,1490 7,4992 A2 vs A3 1 0,0104 0,0104 0,0341 4,1490 7,4992 Minggu 3 5,7682 1,9227 6,2596 2,9011 4,4594 B3 vs B0,B2,B4 1 0,0554 0,0554 0,1804 4,1490 7,4992 B0,B2 vs B4 1 45, , ,8137** 4,1490 7,4992 B0 vs B2 1 0, , ,2269 4,1490 7,4992 Interaksi A x B 9 3,9487 0,4387 1,4283 2,1887 3,0208 Eror 32 9,8292 0,3071 Total 47 27,2383 Keterangan : ** Perlakuan berbeda sangat nyata pada taraf P<0,01 Lampiran 2. Sidik Ragam Berat Jenis Wafer Ransum Komplit Sumber Keragaman db JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 15 0,2413 0,0160 3,2837** 1,9919 2,6546 Ransum 3 0,0588 0,0196 3,5089* 2,9011 4,4594 A1,A3 vs A2,A4 1 0, ,0007 0,160 4,1490 7,4992 A1 vs A3 1 0, , ,0049 4,1490 7,4992 A2 vs A4 1 0,2937 0, ,8498** 4,1490 7,4992 Minggu ,0262 5,24803** 2,9011 4,4594 B0 vs B2,B3,B4 1 0,3906 0, ,258** 4,1490 7,4992 B2,B3 vs B4 1 0,0001 0,0001 0,0147 4,1490 7,4992 B2 vs B3 1 0, , ,0039 4,1490 7,4992 Interaksi A x B 9 0,1039 0,0115 1,3595 2,1887 3,0208 Eror ,0085 Total 47 0,5131 Keterangan : * Perlakuan berbeda nyata pada taraf P<0,05 ** Perlakuan berbeda sangat nyata pada taraf P<0,01 39

52 Lampiran 3. Sidik Ragam Kerapatan Wafer Ransum Komplit Sumber Keragaman db JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 15 0,5192 0,0346 1,8879 1,9919 2,6546 Ransum 3 0,0390 0,0130 0,7099 2,9011 4,4594 Minggu 3 0,2025 0,0675 3,6817* 2,9011 4,4594 B2 vs B0,B3,B4 1 0,0019 0,0019 0,1077 4,1490 7,4992 B0 vs B3,B4 1 0,3228 0, ,610** 4,1490 7,4992 B3 vs B4 1 1,4E-05 1,4E-05 0,0007 4,1490 7,4992 Interaksi A x B 9 0,2776 0,0308 1,6826 2,1887 3,0203 Eror 32 0,5867 0,0183 Total 47 1,1059 Keterangan : * Perlakuan berbeda nyata pada taraf P<0,05 ** Perlakuan berbeda sangat nyata pada taraf P<0,01 Lampiran 4. Sidik Ragam Aktivitas Air Wafer Ransum Komplit Sumber Keragaman db JK KT F Hitung F 0,05 F 0,01 Perlakuan 15 0,0147 0,0009 0,3402 1,9919 2,6546 Ransum 3 0,0015 0,0005 0,1791 2,9011 4,4594 Minggu 3 0,0099 0,0033 1,1479 2,9011 4,4594 Interaksi A x B 9 0,0032 0,0003 0,1247 2,1887 3,0208 Eror 32 0,0926 0,0028 Total 47 0,1074 Lampiran 5. Luas Areal dan Produksi Tebu Nasional Tahun Luas Areal (Ha) Produksi Tebu (Juta ton) Sumber : Prihandana (2005) 40

53 Lampiran 6. Letak Administratif PG. Jatitujuh 41

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak.

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi besar untuk penyediaan hijauan pakan, namun sampai saat ini ketersedian hijauan pakan ternak masih menjadi permasalahan

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1) : 18-24 (2013) ISSN : 2337-9294 UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO The Physical Characteristic and Storage Capacity of Wafer Complete

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt Sampah merupakan limbah yang mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi.

Lebih terperinci

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di Indonesia, dihadapkan pada kendala pemberian pakan yang belum memenuhi kebutuhan ternak. Ketersediaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Apriadji (1990), limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahanbahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Apriadji (1990), limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahanbahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Limbah Sayuran Menurut Apriadji (1990), limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahanbahan yang sudah tidak terpakai lagi. Hadiwiyoto (1983), mengelompokkan sampah

Lebih terperinci

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46 Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak. Kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang

I. PENDAHULUAN. Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang ketersediaannya sudah mulai berkurang. Lampung yang merupakan salah satu sentra ternak di Indonesia

Lebih terperinci

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah: Wafer Pakan (Feed Wafer) Roti/Wafer pakan merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan ternak, terutama pada musim kemarau. Stevent

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39 Ketersediaan sumber pakan hijauan masih menjadi permasalahan utama di tingkat peternak ruminansia. Pada musim kemarau tiba mereka terpaksa harus menjual dengan harga murah untuk mengatasi terbatasnya hijauan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Lebih terperinci

Uji Daya Simpan dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu untuk Sapi Pedet

Uji Daya Simpan dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu untuk Sapi Pedet Uji Daya Simpan dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu untuk Sapi Pedet Storage Capacity and Palatability of Wafer Complete Ration Based on Sugar Cane Sprout and Bagasse on Calf Yuli

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah pertanian Penggunaan bahan pakan ternak yang umum digunakan sering menimbulkan persaingan, sehingga harga pakan tinggi. Untuk itu, diperlukan upaya untuk mencari alternatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39 Jawabannya tentu tidak. Ada beberapa teknologi pengawetan hijauan pakan ternak seperti silase, hay, amoniasi, fermentasi. Namun masing-masing teknologi tersebut mempnuyai kekurangan dan kelebihan. Salah

Lebih terperinci

UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI SUBSTITUSI HIJAUAN

UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI SUBSTITUSI HIJAUAN UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI SUBSTITUSI HIJAUAN SKRIPSI PRAMADITA SURYANAGARA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Fisik Wafer

Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Fisik Wafer Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Fisik Wafer Yuli Retnani, Suhail Basymeleh, Lidy Herawati 1 Intisari Potensi limbah jagung untuk makanan ternak di Indonesia sangat besar,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI Syahriani Syahrir, Sjamsuddin Rasjid, Muhammad Zain Mide dan Harfiah Jurusan Nutrisi dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di

II.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Limbah Perkebunan Pisang di Riau 2.1.1 Pisang (Musa paradisiaca) Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia dengan luas panen dan produksi pisang selalu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK DAN PALATABILITAS RANSUM KOMPLIT WAFER PUCUK DAN AMPAS TEBU UNTUK PEDET SAPI FRIES HOLLAND SKRIPSI WENY WIDIARTI

UJI SIFAT FISIK DAN PALATABILITAS RANSUM KOMPLIT WAFER PUCUK DAN AMPAS TEBU UNTUK PEDET SAPI FRIES HOLLAND SKRIPSI WENY WIDIARTI UJI SIFAT FISIK DAN PALATABILITAS RANSUM KOMPLIT WAFER PUCUK DAN AMPAS TEBU UNTUK PEDET SAPI FRIES HOLLAND SKRIPSI WENY WIDIARTI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Daya Simpan dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu untuk Sapi Pedet

Daya Simpan dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu untuk Sapi Pedet Media Peternakan, Agustus 2009, hlm. 130-136 ISSN 0126-0472 Terakreditasi B SK Dikti No: 43/DIKTI/Kep/2008 Vol. 32 No. 2 Daya Simpan dan Palatabilitas Wafer Ransum Komplit Pucuk dan Ampas Tebu untuk Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al., I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi yang menurun dan meningkatnya impor daging di Indonesia yang dikarenakan alih fungsi lahan yang digunakan untuk pembuatan perumahan dan perkebunan. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas) Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas) PENDAHULUAN Sebagaimana kita ketahui, di negara Indonesia banyak ditumbuhi pohon nanas yang tersebar di berbagai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Cara pengeringan Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Prinsip pengeringan adalah CEPAT agar penurunan kualitas dapat ditekan. Cara pengeringan 1. Sinar matahari. Untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE SKRIPSI DIMAR WIGATI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan merupakan bahan pakan sumber serat yang sangat diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. (2005) porsi hijauan

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan Peternakan, analisis silase dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan

Lebih terperinci

UJI KADAR AIR DAN DAYA SERAP AIR BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG SELAMA PENYIMPANAN

UJI KADAR AIR DAN DAYA SERAP AIR BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG SELAMA PENYIMPANAN UJI KADAR AIR DAN DAYA SERAP AIR BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG SELAMA PENYIMPANAN (Water Content and Absorption Capacity Tests on Corn Waste Products Biscuit and Field Grass During Storage)

Lebih terperinci

KANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM

KANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM KANDUNGAN ASAM FITAT DAN KUALITAS DEDAK PADI YANG DISIMPAN DALAM KEADAAN ANAEROB SKRIPSI RETNO IRIANINGRUM DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

Gambar 1. Limbah Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta

Gambar 1. Limbah Sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta TINJAUAN PUSTAKA Limbah Sayuran Menurut Apriadji (1990) dan Sutamihardja (1978), limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah tidak terpakai lagi. Hadiwiyoto (1983), mengelompokkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Konsentrat Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi i PETUNJUK PRAKTIS MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN UNTUK PAKAN TERNAK SAPI Penyusun: Nurul Agustini Penyunting: Tanda Sahat Panjaitan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK

KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK Karya tulis ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah yaitu Pendidikan Bahasa Indonesia dari Dosen : Rika Widiawati,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fahlepi (2013), sayuran merupakan komoditas penting dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fahlepi (2013), sayuran merupakan komoditas penting dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Potensi Limbah Pertanian Menurut Fahlepi (2013), sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR DAN PALATABILITASNYA PADA TERNAK DOMBA SKRIPSI FIETA PRESCILIA SYANANTA

UJI SIFAT FISIK WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR DAN PALATABILITASNYA PADA TERNAK DOMBA SKRIPSI FIETA PRESCILIA SYANANTA UJI SIFAT FISIK WAFER LIMBAH SAYURAN PASAR DAN PALATABILITASNYA PADA TERNAK DOMBA SKRIPSI FIETA PRESCILIA SYANANTA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS HIJAUAN PAKAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SIFAT FISIK WAFER

PENGARUH JENIS HIJAUAN PAKAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SIFAT FISIK WAFER PENGARUH JENIS HIJAUAN PAKAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SIFAT FISIK WAFER SKRIPSI SUHAIL BASYMELEH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) TINJAUAN PUSTAKA Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 1). Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jantan dengan bobot badan rata-rata 29,66 ± 2,74 kg sebanyak 20 ekor dan umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jantan dengan bobot badan rata-rata 29,66 ± 2,74 kg sebanyak 20 ekor dan umur 1 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Padjadjaran jantan dengan bobot badan rata-rata 29,66 ± 2,74 kg sebanyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci