MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA ALVI
|
|
- Liani Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA ALVI Disusun Oleh : Kelompok 8 MAYA PERMATA SARI MELINDA WULANDARI RIZKY AMELIA Tingkat 2 A Dosen Pembimbing : Ns. Sumitro Adi Putra, S.Kep., M.Kep. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PALEMBANG JURUSAN DIPLOMA III KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015/2016
2 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang merupakan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan judul Asuhan Keperawatan Inkontinensia Alvi Penulis juga sangat menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak akan sangat membantu demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Penulis juga sangat berharap semoga makalah ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai suatu acuan untuk pembuatan makalah berikutnya yang lebih baik. Palembang, April 2016 Penulis i
3 DAFTAR ISI halaman Halaman Judul Kata Pengantar...i Daftar Isi...ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan...3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Etiologi Gejala Patofisiologi Faktor Resiko Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan...11 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA ALVI 3.1.Pengkajian Diagnosa Intervensi...18 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Saran...23 DAFTAR PUSTAKA ii
4 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang sangat penting, bermanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan kehidupan itu sendiri. Banyak ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia dan membahasnya dari berbagai segi. Orang pertama yang menguraikan kebutuhan manusia adalah Aristoteles. Sekitar tahun 1950, Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow (Wolf, Lu Verne,dkk, 1984). Suatu hal yang sangat diperlukan tubuh dalam kaitannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan adalah nutrisi yang adekuat. Pemenuhan kebutuhan nutrisi akan sangat membantu seseorang untuk mempertahankan kondisi tubuh dalam mencegah terjadinya suatu penyakit, mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi yang normal serta menghindari proses infeksi. Eliminasi fecal atau defekasi merupakan proses pembuangan metabolisme tubuh yang tidak terpakai. Eliminasi yang teratur dari sisasisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh lain, karena sisa-sisa produk usus adalah racun. Pola defekasi bersifat individual, bervariasi dari beberapa kali sehari sampai beberapa kali seminggu. Jumlah feses yang dikeluarkan pun berfariasi jumlahnya tiap individu. Feses normal mengandung 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat karena adanya sterkobilin dan uriobilin yang berasal dari bilirubin. Warna feses dapat dipengaruhi oleh kerja bakteri Escherecia coli. Flatus yang dikelurkan orang dewasa selama 24 jam yaitu 7-10 liter flatus dalam usus besar. Kerja mikroorganisme 1
5 mempengaruhi bau feses. Fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan (Berman, et.al., 2009). Inkontinensia alvi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius pada pasien geriatri. Angka kejadian inkontinensia alvi ini lebih sedikit dibandingkan pada kejadian inkontinensia urin. Namun demikian, data di luar negeri menyebutkan bahwa 30-50% pasien geriatri yang mengalami inkontinensia urin juga mengalami inkontinensia alvi. Inkontinensia alvi merupakan hal yang sangat mengganggu bagi penderitannya, sehingga harus diupayakan mencari penyebabnya dan penatalaksanaannya dengan baik. Seiring dengan meningkatnya angka kejadian inkontinensia urin, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pula peningkatan angka kejadian inkontinensia alvi. Untuk itu diperlukan penanganan yang sesuai baik untuk inkontinensia urin maupun inkontinensia alvi, agar tidak menimbulkan masalah yang lebih sulit lagi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Berikut ini akan dibahas mengenai inkontinensia alvi dan penanganannya Rumusan Masalah I.2.1. Apa pengertian inkontinensia alvi? I.2.2. Bagaimana etiologi inkontinensia alvi? I.2.3. Bagaimana gejala inkontinensia alvi? I.2.4. Bagiamana patofisiologi inkontinensia alvi? I.2.5. Bagiamana faktor resiko inkontinensia alvi? I.2.6. Bagaimana pemeriksaan penunjang inkontinensia alvi? I.2.7. Bagaimana penatalaksanaan inkontinensia alvi? I.2.8. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan inkontinensia alvi? 2
6 I.3. Tujuan Penulisan I.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi yang dimaksud dengan inkontinensia alvi dan untuk mendapatkan gambaran umum secara teoritis konsep dasar, asuhan keperawatan pada klien dengan inkontinensia alvi. I.3.2. Tujuan Khusus I Untuk mengetahui pengertian inkontinensia alvi. I Untuk mengetahui etiologi inkontinensia alvi. I Untuk mengetahui gejala inkontinensia alvi. I Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia alvi. I Untuk mengetahui faktor resiko inkontinensia alvi. I Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang inkontinensia alvi. I Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia alvi. I asuhan keperawatan pasien dengan inkontinensia alvi. 3
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Inkontinensia Alvi Menurut Bharucha A.E., Blandon R.E. (2007), kontinensia adalah kemampuan untuk menahan keluarnya luaran tubuh (bodily discharge) secara sadar/volunter. Kata kontinensia berasal dari kata latin continere atau tenere yang berarti menahan. Anorektal adalah akhir kaudal dari traktus gastrointestinal, yang bertanggung jawab pada kontinensia fekal dan proses defekasi. Rao S.S.C. (2007) menyatakan bahwa inkontinensia fekal adalah keluarnya feces atau gas secara involunter atau ketidakmampuan mengendalikan keluarnya feces atau gas melalui anus. Sedangkan menurut U.S. Departement of Health and Human Services (2009) dan Junizaf (2011), inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan dalam menahan keinginan buang air besar sampai mencapai toilet, juga diartikan sebagai ketidakmampuan menahan gas, feces cair, maupun feces padat. Inkontinensia fecal lebih jarang ditemukan dibandingkan inkontinensia urin. Defekasi, seperti halnya berkemih, adalah proses fisiologik yang melibatkan koordinasi sistem saraf, respon refleks, kontraksi otot polos, kesadaran cukup serta kemampuan mencapai tempat buang air besar. Perubahan-perubahan akibat proses menua dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia, tetapi inkontinensia fecal bukan merupakan sesuatu yang normal pada lanjut usia. Inkontinensia alvi (inkontinensia feses) adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar, menyebabkan tinja (feses) bocor tak terduga dari dubur/rektum. Inkontinensia tinja juga disebut inkontinensia usus. Inkontinensia tinja berkisar dari terjadi sesekali saat duduk hingga sampai benar-benar kehilangan kendali. 4
8 II.2. Etiologi Inkontinensia Alvi Penyebab utama timbulnya inkontinensia alvi adalah masalah sembelit, penggunaan pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti dimensia dan stroke, serta gangguan kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum. Penyebab inkontinensia alvi dapat dibagi menjadi empat kelompok (Brock Lehurst dkk, 1987; Kane dkk,1989): 1. Inkontinensia alvi akibat konstipasi a) Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan atau impaksi dari massa feses yang keras (skibala). Massa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano-rektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merembes keluar (broklehurst dkk, 1987). b) Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia alvi (kane dkk, 1989). 2. Inkontinensia alvi simtomatik, yang berkaitan dengan penyakit pada usus besar. Inkontinensia alvi simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair (broklehurst dkk, 1987) Penyebab yang paling umum dari diare pada lanjut usia adalah obat obatan, antara lain yang mengandung unsur besi, atau memang akibat pencahar (broklehurst dkk, 1987: Robert Thomson) 3. Inkontinensia alvi akibat gangguan kontrol persyarafan dari proses defekasi (inkontinensia neurogenik). inkontinensia alvi neurogenik terjadi akibat gangguann fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan atau distensi 5
9 rektum. Proses normal dari defekasi melalui reflek gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rekum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena ada inbisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri (broklehurst dkk, 1987). 4. Inkontinensia alvi karena hilangnya reflek anal Inkontinensia alvi ini terjadi akibat karena hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot seran lintang. Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh broklehurst dkk, 1987), menunjukkan berkurangnya unit unit yang berfungsi motorik pada otot otot daerah sfingter dan pubo-rektal, keadaan ini menyebabkan hilangnya reflek anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia alvi pada peningkatan tekanan intra abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia ini sebaiknya diserahkan pada ahli progtologi untuk pengobatannya (broklehurst dkk, 1987). II.3. Gejala Inkontinensia Alvi Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses. Umumnya,orang dewasa tidak mengalami kecelakaan buang air besar ini kecuali mungkin sesekali ketika terserang diare parah. Tapi itu tidak berlaku bagi orang yang mengalami inkontinensia tinja,kejadian BAB di celana itu berulang-ulang dan kronis. Gejalanya antara lain : Tidak dapat mengendalikan gas atau feses yang mungkin cair atau padat dari perut Mungkin tidak sempat ke toilet untuk BAB 6
10 Bagi beberapa orang termasuk anak-anak inkontinensia tinja adalah masalah yang relative kecil,terbatas pada sesekali mengotori pakaian mereka.bagi yang lain,kondisi bisa menghancurkan lengkap karena kurangnya control usus. Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair atau belum berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali sehari dipakaian atau tempat tidur. Perbedaan penampilan klinis ini dapat menunjukkan penyebab yang berbeda-beda, antara lain inkontinensia alvi akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik (berkaitan dengan penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi (neurogenik), dan akibat hilangnya refleks pada anus. II.4. Patofisiologi Integritas neuromuskular dari rektum, anus, dan otot-otot dasar panggul membantu mempertahankan kontinensia fekal normal. Rektum adalah tabung muskuler terdiri dari lapisan otot longitudinal kontinyu yang menyatu dengan otot sirkuler yang mendasarinya. Komposisi otot yang unik tersebut memungkinkan rektum berperan baik sebagai reservoir bagi feces maupun sebagai pompa untuk mengosongkan feces. Anus adalah tabung muskuler dengan panjang 2-4 cm, yang saat istirahat membentuk sudut dengan sumbu rektum. Pada saat istirahat, sudut anorektal adalah sekitar 90 derajat, saat berkontraksi secara volunter sudut tersebut menjadi lebih kecil, sekitar 70 derajat, dan saat defekasi menjadi lebih tumpul, sekitar derajat. Secara anatomi, sfingter ani terdiri dari dua komponen, yaitu sfingter ani interna, yang terdiri otot polos dan sfingter ani eksterna yang berasal dari otot lurik. Sfingter ani interna, memiliki ketebalan 0,3-0,5 cm yang merupakan ekspansi lapisan otot polos sirkuler rektum, dan sfingter ani eksterna dengan ketebalan 0,6-1 cm yang merupakan ekspansi dari otot levator ani lurik. Secara morfologis, kedua sfingter tersebut terpisah dan heterogen. Kontraksi otot sfingter ani interna yang dapat bertahan lama, dapat 7
11 membantu penutupan liang anus sampai 85% dan ini cukup membuat terjadi kontinensia, selama 24 jam termasuk waktu tidur. Sfingter ani eksterna akan membantu sfingter ani interna pada saat-saat tertentu yang mendadak; dimana tekanan abdominal meningkat seperti pada batuk, berbangkis dan sebagainya. Akan tetapi bantuan sfingter ani eksterna ini sangat terbatas, karena otot ini akan menjadi lelah dalam waktu 60 menit kemudian. Kerja sama sfingter ani interna dan eksterna akan membentuk daerah yang secara fisiologi mempunyai daerah dengan tekanan tinggi, sepanjang 4 cm. Otot puborektalis membentuk sudut anorektal dengan sling sekeliling pada posterior dari hubungan antara anus dengan rektum adalah hal yang mungkin berperan penting untuk mengontrol feces yang padat. Kontraksi yang terus menerus dari sfingter ani interna, berperan penting untuk mengontrol feces yang cair. Bantalan anus yang dapat memberikan sejumlah faktor yang tetap pada tekanan anus menurut aliran darah yang mengalir pada arteriovenusus, berperan penting dalam mengontrol flatus. Kerjasama antara sfingter anal yang komplek dengan fungsi rektal yang normal dibutuhkan untuk mempertahankan kontinen yang wajar. Dinding rektum mengembung untuk menampung feces selama feces masuk rektum dan ini mengurangi peningkatan tekanan. Pekerjaan ini bersamaan dengan tekanan tinggi daerah sfingter ani berfungsi untuk menampung feces yang padat dan menunda pengeluaran sampai waktu yang tepat. Suatu kenyataan kontinensia tergantung atas koordinasi dari aktifitas saluran gastrointestinal, dasar panggul dan sfingter ani serta kontrol dari susunan saraf pusat. Kebanyakan waktu kontinensia dipertahankan oleh keadaan dibawah sadar (sub consious), tetapi kontrol volunter juga mempunyai peranan penting dalam penundaan pengeluran feces selama keadaan tak menyenangkan. Gambar 1. Anatomi Anal Kanal dan Rektum 8
12 Gambar 1. Anatomi dari anal kanal dan rektum menunjukkan mekanisme fisiologis penting bagi kontinensia serta defekasi. Anus normalnya tertutup karena aktivitas tonik dari sfingter ani interna dan barier tersebut diperkuat oleh sfingter ani eksterna saat berkontraksi secara volunter. Lipatan mukosa anal bersama dengan bantalan vaskular anal (anal cushions) memperkuat penutupan dari anus. Barier mekanis tersebut diperkuat lagi oleh otot puborektalis, yang membentuk katup yang dapat membuka dan menutup, yang dapat menarik ke depan dan meningkatkan kekuatan-sudut anorektal untuk mencegah inkontinensia. Anorektum diinervasi oleh saraf sensorik, motorik, dan otonom parasimpatis maupun oleh sistem saraf enterik. Saraf utama adalah saraf pudendus, yang berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat dan menginervasi sfingter ani eksterna, mukosa ani, dan dinding anorektal. Ini adalah saraf campuran yang berfungsi sebagai saraf sensorik dan motorik. Perjalanan saraf tersebut yang melalui dasar panggul membuatnya rentan untuk mengalami cidera regangan, terutama pada saat melahirkan 9
13 pervaginam. Tampaknya isi rektum secara periodik dirasakan oleh proses "ano rectal sampling " Proses ini dapat difasilitasi oleh relaksasi transien dari sfingter ani interna yang memungkinkan pergerakan feces atau flatus dari rektum ke dalam anal kanal bagian atas di mana feces kemudian kontak dengan banyak end organ end organ sensorik khusus seperti Krause end-bulbs, Golgi Mazzoni bodies dan genital corpuscles, serta the relatively sparse Meissner s corpuscles dan Pacinian corpuscles. Saraf aferen khusus untuk sentuhan, dingin, regangan, dan gesekan melayani ujung saraf terorganisir tersebut. Sebuah "sampling refleks" yang intak memungkinkan individu untuk memilih apakah akan mengeluarkan atau mempertahankan isi rektum tersebut, sedangkan bila "sampling refleks" tersebut terganggu, mungkin merupakan predisposisi untuk terjadinya inkontinensia. Sebaliknya, epitelium rektum tidak menunjukkan ujung saraf yang terorganisir. Serabut saraf dengan selubung mielin dan yang tidak berselubung mielin berada berdekatan dengan mukosa rektum, submukosa dan pleksus myenterikus. Saraf- saraf tersebut berperan dalam sensasi distensi dan regangan dan memediasi respon untuk relaksasi serta kontraksi visero-viseral dan ano-rektal. Sensasi dari distensi rektum berjalan sepanjang sistem parasimpatis menuju S2, S3, dan S4. Dengan demikian, saraf sakralis sangat besar peranannya dalam fungsi motorik, sensorik dan otonom anorektum, serta dalam mempertahankan kontinensia. II.5. Faktor Risiko Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya inlontinensia fekal antara lain: 1. Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, kontrol diet 2. Pemasukan cairan. Normalnya : ml/hari 3. Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat. 4. Faktor psikologik 5. Kebiasaan 10
14 6. Posisi 7. Nyeri 8. Kehamilan : menekan rectum 9. Operasi & anestesi 10. Obat-obatan 11. Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi 12. Kondisi patologis 13. Iritan II.6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan peninjang untuk menegakkan diagnosis inkontinensia fekal antara lain: 1. Fluoroscopy hanya memberikan informasi terhadap anatomi serta fungsi dari jaringan lunak dan otot pelvis. 2. Ultrasound, yakni anal endosonography Merupakan metode pemeriksaan terhadap morfologi dari internal anal sphicter (IAS), extrenal anal sphicter (EAS), puborektalis dan septum rektovaginal. 3. MRI, yakni endoanal MRI Hampir sama dengan pemeriksaan menggunakan anal endosonography namun memiliki kelebihan dalam mendeteksi dan mengklasifikasikan fistula anal. II.7. Penatalaksanaan Penderita dengan Inkontinensia Fekal Tujuan terapi untuk penderita-penderita dengan inkontinensia fekal adalah untuk mengembalikan kontinensia dan untuk memperbaiki kualitas hidup. 1. Upaya-Upaya Suportif Upaya-upaya suportif seperti menghindari makanan yang iritatif, membiasakan buang air besar pada waktu tertentu, memperbaiki higiene kulit, dan melakukan perubahan gaya hidup dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan inkontinensia fekal. Pada manajemen lansia atau penderita-penderita yang dirawat dengan inkontinensia fekal, ketersediaan tenaga yang berpengalaman pada terapi inkontinensia fekal, pengenalan yang tepat waktu untuk defekasi, dan pembersihan segera kulit perianal merupakan hal yang 11
15 penting. Upaya-upaya kebersihan seperti mengganti baju bagian bawah, membersihkan kulit perianal segera setelah episode inkontinensia, penggunaan kertas tisu basah (tisu bayi), dan bukannya tisu toilet yang kering, dan krim penghalang misalnya zinc oxide dan calamine lotion (Calmoseptine, Calmoseptine Inc: Huntington Beach, CA) berguna untuk mencegah ekskoriasi kulit. Upaya-upaya suportif lainnya meliputi modifikasi diet, misalnya mengurangi asupan kafein atau serat. Kopi yang mengandung kafein meningkatkan respons gastro-kolonik dan meningkatkan motilitas kolon, dan menginduksi sekresi cairan pada usus halus. Karenanya, mengurangi konsumsi kafein, terutama setelah makan dapat membantu mengurangi urgensi postprandial dan diare. 2. Terapi Spesifik Beberapa terapi dapat dipertimbangkan, antara lain beberapa kategori sebagai berikut: a. Terapi farmakologis b. Terapi biofeedback c. Sumbat anus, pemadat masa sfingter (sphincter bulkers), d. Bedah a. Terapi Farmakologis: Loperamide atau diphenoxylate/atropine dapat memberikan perbaikan sedang pada gejala-gejala inkontinensia fekal. Beberapa obat, masing-masing dengan mekanisme kerja yang berbeda, telah diajukan untuk memperbaiki inkontinensia fekal. Agen-agen antidiare misalnya loperamide hydrochloride (Imodium Janssen Pharmaceuticals: Titusville, NJ) atau diphenoxylate/atropine sulphate (Lomotil, Searle, Chicago, IL) tetap menjadi obat pilihan yang utama. Suatu studi dengan kontrol plasebo untuk penggunaan loperamide 4 mg tiga kali sehari telah terbukti mengurangi frekuensi inkontinensia, memperbaiki urgensi feces dan meningkatkan waktu transit feces di kolon, juga meningkatkan tekanan sfingter ani istirahat dan mengurangi berat feces. b. Terapi Biofeedback. 12
16 Terapi biofeedback merupakan terapi yang aman dan efektif. Terapi ini memperbaiki gejala-gejala inkontinensia fekal, mengembalikan kualitas hidup, dan memperbaiki parameterparameter obyektif fungsi anorektal. Terapi ini berguna pada penderita-penderita dengan sfingter yang lemah dan/atau sensasi rektal yang terganggu. Tujuan terapi biofeedback pada penderita dengan inkontinensia fekal adalah: 1. Untuk memperbaiki kekuatan otot sfingter ani; 2. Untuk memperbaiki koordinasi antara otot abdomen, gluteal, dan sfingter ani selama berkontraksi secara volunter dan setelah persepsi rektum; 3. Untuk meningkatkan persepsi sensorik anorektal. c. Sumbatan, Pemadatan Massa Sfingter, Stimulasi Listrik Alat sumbat anus, terapi pemadatan massa sfingter, atau stimulasi listrik harus bersifat eksperimental dan memerlukan studi-studi klinis terkontrol. Sumbat anus sekali pakai yang inovatif telah dirancang untuk oklusi sementara anal kanal. Alat ini ditempelkan pada perineum menggunakan perekat dan dapat dengan mudah diambil. Sayangnya, karena berbagai faktor, banyak penderita tidak mampu mentolerir penggunaan jangka panjang dari alat ini. Alat ini berguna bagi penderita-penderita dengan gangguan sensasi anal kanal, mereka yang memiliki penyakit neurologis, dan mereka yang di menjalani perawatan atau mengalami imobilisasi. Pada beberapa penderita dengan rembesan feces, insersi sumbat anus yang terbuat dari wol kapas terbukti bermanfaat. Stimulasi Listrik Arus listrik dialirkan pada anal kanal untuk stimulasi kontraksi otot. Pada satu studi, terapi diberikan setiap hari selama 10 hari. Terdapat sejumlah peningkatan pada 10 dari 15 penderita dan ini berhubungan dengan peningkatan tekanan kontraksi volunter. Pada studi lainnya, sesi terapi selama 30-menit diberikan dua kali sehari selama 12 minggu, tetapi perbaikan hanya diamati 13
17 pada 2 dari 10 penderita dan tidak ada perubahan pada tekanan sfingter. Kedua studi tersebut tidak terkontrol dan metode yang dilakukan pada terapi ini tidak jelas. Pada suatu meta analisis, dilaporkan bahwa tidak terdapat cukup data untuk menarik kesimpulan yang bermakna terkait efikasi terapi ini. d. Tindakan Bedah Pembedahan harus dipertimbangkan pada penderita-penderita tertentu yang gagal ditangani dengan upaya-upaya konservatif atau terapi biofeedback. Pada sebagian besar penderita dengan inkontinensia fekal, misalnya setelah trauma obstetrik, repair sfingter secara overlapping seringkali sudah cukup memadai. Bagian tunggul otot sfingter yang robek ditautkan. Repair sfingter secara overlapping sebagaimana dijelaskan oleh Parks dilakukan dengan membuat incisi melengkung di anterior anal kanal dengan mobilisasi sfingter ani eksterna, membebaskannya dari jaringan parut, preservasi jaringan parut untuk menautkan jahitan, dan overlapping repair menggunakan dua baris jahitan. Jika defek sfingter ani interna diidentifikasi, maka imbrikasi terpisah dari sfingter ani interna juga dilakukan. Dilaporkan terjadi perbaikan gejala pada 70 80% penderita, meskipun satu studi melaporkan tingkat perbaikan yang lebih rendah. Pada penderita-penderita dengan inkontinensia akibat sfingter ani yang lemah tetapi utuh, repair postanal telah dicoba. Keberhasilan jangka panjang dari pendekatan ini memiliki rentang antara 20% dan 58%. Tabel: Tatalaksana Inkontinensia Fekal 14
18 BAB III ASUHAN KEPERWATAN III.1. Pengkajian a. Data identitas pasien Meliputi nama,tempat tanggal lahir, pendidikan, agama,status perkawinan,tb/bb, penampilan, alamat. b. Riwayat keluarga Terdiri atas susunan anggota keluarga, genogram, tipe keluarga. c. Riwayat pekerjaan 15
19 Meliputi pekerjaan saat ini, pekerjaan masa lalu, alat transportasi yang digunakan,jarak dengan tempat tinggal, serta sumber pendapatan saat ini. d. Riwayat lingkungan hidup Meliputi tipe rumah, jumlah tongkat di kamar, kondisi tempat tinggal, jumlah orang yang tinggal dalam 1 rumah, tetangga terdekat dan bagaimana pola interaksi dengan tetangga. e. Riwayat rekreasi Hobi/minat yang dimiliki, keanggotaan dan kegiatan liburan yang biasa dilakukan, hal ini dikaji untuk mengetahui aktivitas yang dapat dilakukan untuk menguragi kebosanan. f. Sistem pendukung Sistem pendukung yang dimiliki keluarga yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan seperti dokter, bidan, klinik, dan dukungan dari keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami inkontinensia alvi, termasuk kebutuhan personal hygiene. g. Status kesehatan Status kesehatan yang pernah diderita selama 5 tahun yang lalu, keluhan utama yag dirasakan sekarang yaitu ketidakmampuan menahan bab, dan diuraiaka secara PQRST, obat,obatan yang pernah diminum,status imunisasi dan riwayat alergi. h. Aktivitas hidup sehari hari Dikaji melalui indeks katz,khususnya pengkajian eliminasi Termasuk pola eliminasi,keadan feses : warna bau konsistensi,bentuk. 1) Kegiatan yang mampu dilakukan 2) Kekuatan fisik (otot, sendi, pendengaran, penglihatan,) 3) Kebiasaan merawat diri sendiri 4) Kebiasaan makan, 5) minum, istirahat/tidur,bab / BAK. 6) Kebiasaan gerak badan / olah raga. 7) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan. 16
20 Pola komunikasi dan interaksi dengan orang lain,perlu dikaji untuk mengetahui sebagai respon terhadap keterbatan fisik dan psikis yang terjadi, meliputi persepsi diri,bagaimana penilaian dia terhadap kondisinya yang mengalami inkontinensia, konsep diri,apakah dia merasa malu dengan kondisinya yang mengalami inkontinensia,dan meknisme koping yang dilakukan. i. Pemeriksaan fisik Keadaan umum, tingkat kesadaran, GCS, TTV, dan pemeriksaan persistem 1) khususnya pemeriksaan gastrointestinal, termasuk bising usus,peristaltik dan sistem integumen sekitar anus 2) Sistem integumen / kulit 3) Muskuluskletal 4) Respirasi 5) Kardiovaskuler 6) Perkemihan 7) Persyarafan 8) Fungsi sensorik (penglihatan, pendengaran, pengecapan dan penciuman) III.2 III.3 Diagnosa Keperawatan 1. Diare 2. Defisit perawatan diri eliminasi Intervensi Keperawatan No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil 1. Diare NOC Definisi : Pasase feses Bowel Elemination yang lunak dan tidak NIC Diarhea Intervensi Management - Evaluasi efek 17
21 berbentuk. Batasan karakteristik : Nyeri abdomen sedikitnya tiga kali defekasi per hari Kram Bising usus hiperaktif Ada dorongan Factor berhubungan : Psikologis - Ansietas - Tingkat stress tinggi Situasional - Efek smaping obat - Penyalahgunaan alcohol - Kontaminan - Penyalahgunaan laksatif - Radiasi, toksin - Melakukan perjalanan - Slang makan Fisiologis - Proses infeksi dan parasit - Inflamasi dan iritasi Ansietas berat - Kelemahan Fluid Balance Hydration Electrolyte and Acid base Balance Kriteria Hasil : Feses berbentuk, BAB sehari sekali 3hari. Menjaga daerah sekitar rektal dari iritasi Tidak mengalami diare Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan Mempertahankan turgor kulit. Mampu duduk turun dari kloset Membersihkan diri setelah eliminasi Mengenali dan mengetahui kebutuhan bantuan untuk elimina samping pengobatan terhadap gastrointestinal - Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare - Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat warna, jumlah, frekuensi, dan konsistensi dari feses. - Evaluasi intake makanan yang masuk - Identifikasi faktor penyebab dan diare. - Monitor tanda dan gejala diare. - Observasi turgor kulit secara rutin. - Ukur diare/keluaran BAB. - Hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus. - Instruksikan pasien 18
22 2. Defisit perawatan diri eliminasi Definisi: hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri Batasan Karakteristik Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat Ketidakmampuan menyiram toilet atau korsi buang air (commode) Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi Ketidakmampuan untuk duduk di toilet. Faktor yang NOC Activity intolerance Mobility: physical impaired Fatique level Anxiety self control Ambulation Self care deficit toileting Self care deficit hygiene Urinary incontinence: functional Kriteria hasil: Pengetahuan perawatan ostomy: tingkat pemahaman yang ditunjukkan tentang untuk makan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika memungkinkan. - Instruksikan untuk menghindari laksative - Ajarkan tehnik menurunkan stress. - Monitor persiapan makanan yang aman. NIC Self-Care Assistance: Toileting - Pertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri - Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri - Lepaskan pakaian yang penting untuk memungkinkan penghapusan 19
23 berhubungan Gangguan kognitif Penurunan motivasi Kendala lingkungan Keletihan Hambatan mobilitas Hambatan kemampuan berpindah Ganguan muskuloskletal Gangguan neuromuskular Nyeri Gangguan persepsi Ansietas berat kelemahan pemeliharaan ostomi untuk eiminasi Perawatan diri ostomi: tindakan pribadi untuk mempertahankan ostomi untuk eliminasi Perawatan diri: aktifitas kehidupan sehari- hari (ADL) mampu untuk melakukan aktifitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu Perawatan diri hygine: mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu Perawatan diri eliminasi: mampu untuk melakukan aktifitas eliminasi secara mandiri atau - Membantu pasien ke toilet/ commode/ bedpan/ fraktur pan urinoir/ pada selang waktu tertentu - Pertimbangkan respo pasien terhadap kurangnya privasi - Menyediakan privasi selama eliminasi - Memfasilitasi kebersihan toilet setelah selesai eliminasi - Ganti pakaian pasien setelah eliminasi - Menyiram toilet/ membersihkan penghapusan alat (commode, pispot) - Memulai jadwal ketoilet, sesuai - Memulai pasien/ tepat lain dalam tolet rutin - Memulai 20
24 tanpa alat bantu. Mampu duduk dan turun dari kloset Membersihkan diri setelah eliminasi Mengenali dan mengetahui kebutuhan bantuan untuk eliminasi mengelilingi kamar mandi, sesuai dan dibutuhkan - Menyediakan alat bantu (misalnya, kateter eksternal tau urinal), sesuai memantau integritas kulit pasien. BAB IV PENUTUP IV.1. Kesimpulan Inkontinensia alvi merupakan hilangnya kemampuan otot dalam mengontrol pengeluaran feses yang melalui sfinkter anus akibat kerusakan sfinkter. Berbagai penyebab inkontinensia feses kebanyakan dipicu karena kerusakan sfinkter dan obat-obatan yang mengandung unsur besi. Gejala yang dihasilkan umumnya berupa merembesnya feses cair disertai dengan buang gas dari dubur. Pemeriksaan dapat dilihat pada kelainan struktur dan kelainan saraf. Pengobatan tergantung penyebab inkontinensia, dapat mencakup perubahan pola makan, obat-obatan & 21
25 latihan khusus yang membantu untuk lebih mengontrol perut atau pembedahan. IV.2. Saran Agar supaya terhindar dari masalah defekasi seperti inkontinensia feses, sebaiknya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti buah-buahan dan sayuran. Selain itu tingkatkan pula pola hidup sehat dan olahraga yang teratur serta hindari penggunaan obat obat pencahar. LAMPIRAN Pathway Anorektum inervansi sfingter ani eksterna, mukosa ani, dan dinding anorektal Saraf sensorik, motorik, otonom parasimpatis, dan enterik. Cidera regangan Organ Ke organ atau saraf sensorik Saraf Sampling aferen reflek khusus inkontinensia terganggu (krause) 22
26 DAFTAR PUSTAKA tanggal 10 april 2016) (di akses (diakses tanggal 8 april 2016) (diakses tanggal 8 april 2016) 23
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA
Lebih terperinciKEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL
KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL DISUSUN OLEH : 1. SEPTIAN M S 2. WAHYU NINGSIH LASE 3. YUTIVA IRNANDA 4. ELYANI SEMBIRING ELIMINASI Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan
Lebih terperinciGANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S
GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini
Lebih terperinciTips Mengatasi Susah Buang Air Besar
Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri
Lebih terperinciPengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.
BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN
Lebih terperinciMASALAH ELIMINASI FECAL
e Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
51 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh terapi air terhadap proses defekasi pasien konstipasi di RSU Sembiring Delitua Deli Serdang yang dilaksanakan pada 4 April-31
Lebih terperinciMAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL
MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Dosen : Yuliasti Eka Purwaningrum SST, MPH Disusun oleh :
Lebih terperinciLAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA. Blok Urinary System
LAPORAN NURSING CARE INKONTINENSIA Blok Urinary System Oleh: Kelompok 3 TRIGGER JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Ny Sophia, usia 34 tahun, datang ke klinik
Lebih terperinciLaporan Pendahuluan Eliminasi Alvi
Laporan Pendahuluan Eliminasi Alvi 1. 1. DEFINISI BAB I PENDAHULUAN Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr. KARIADI SEMARANG Disusun oleh : Hadi Winarso 1.1.20360 POLITEKNIK KESEHATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan
Lebih terperinciFORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG 1. IDENTITAS KLIEN Nama : Jenis Kelamin : Umur : Suku : Alamat : Agama : Pendidikan : Status Perkawinan : Tanggal
Lebih terperincidisebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,
Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan
Lebih terperinciBAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya
BAB II A. Pengertian Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. (Brunner & Suddarth, 2001) Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber energi vital manusia agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik. Kandungan dalam makanan yang
Lebih terperinciKEBUTUHAN MOBILITAS FISIK
KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu mengalami berbagai tipe
Lebih terperinciKEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 BLADDER TRAINNING A. PENGERTIAN Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami
Lebih terperinciKekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan
F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan
Lebih terperinciTUGAS MADIRI BLADDER TRAINING
TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lebih terperinciCATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN No.Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) I Hari pertama Senin/17 Juni 09.00-10.30 1. Mengkaji kemampuan secara fungsional
Lebih terperinciTUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1
TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder
Lebih terperinciKanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari
Lebih terperinciMAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA ` Di Susun Oleh: Nursyifa Hikmawati (05-511-1111-028) D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI 2014 ASUHAN KEPERAWATAN
Lebih terperinciKEBUTUHAN FISIOLOGIS KESELAMATAN DAN KEMANAN. FATWA IMELDA, S.Kep, Ns
KEBUTUHAN FISIOLOGIS KESELAMATAN DAN KEMANAN FATWA IMELDA, S.Kep, Ns PENGERTIAN Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya / kecelakaan. ( Tarwoto dan Wartonah,
Lebih terperinciPERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien
PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari
Lebih terperinciDEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.
CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih
Lebih terperinciA. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri
A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia
1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kata hernia pada hakekatnya berarti penonjolan suatu peritoneum, suata organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisita dalam parietas muskuloaponeurotik
Lebih terperinciKanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Perawat 1. Pengertian Peran Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.
Lebih terperinciLAPORAN KASUS / RESUME DIARE
LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan
Lebih terperinciTujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut: a. Menentukan diagnosa kehamilan dan kunjungan ulang. b. Memonitori secara akurat dan cermat tentang kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vegetarian telah menjadi salah satu pilihan gaya hidup masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pada saat berdiri tahun 1998, jumlah vegetarian yang terdaftar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) a. Pengertian MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGGUNAAN UTAMA OBAT PENCAHAR 2.1.1 KONSTIPASI Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan peristaltik dinding usus sehingga mempermudah buang air besar
Lebih terperinciDIVERTICULITIS DIVERTICULITIS
DIVERTICULITIS DIVERTICULITIS Definisi Diverticulitis Diverticulitis adalah suatu kondisi dimana diverticuli pada kolon (usus besar) pecah. Pecahnya berakibat pada infeksi pada jaringan-jaringan yang mengelilingi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. di daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis (Simadibrata, 2009).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemoroid atau wasir adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis (Simadibrata, 2009). Hemoroid adalah struktur
Lebih terperinciPERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN
PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN FUNGSI PRIMER SALURAN PENCERNAAN Menyediakan suplay terus menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, tetapi sebelum zat-zat ini diperoleh, makanan
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi
BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi
Lebih terperinciINKONTINENSIA URIN. Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta
INKONTINENSIA URIN Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Jakarta Inkontinensia urin dapat terjadi pada segala usia Asia Pasific
Lebih terperinciKONSEP DASAR KEBUTUHAN ELIMINASI
KONSEP DASAR KEBUTUHAN ELIMINASI Disusun Oleh: AAN PRIATMA (A7.11.06.001) INDRA SUPRIADI (A7.11.06.043) HELENA NOVI (A7.11.06.039) RENDI ARDA RAMADHANIANSYAH (A7.11.06.075) POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
Lebih terperinciPENGKAJIAN PNC. kelami
PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada usia lanjut merupakan salah satu keluhan utama dari demikian banyak masalah geriatrik yang sering dijumpai
Lebih terperinciBUKU PANDUAN PRAKTIKUM LABORATORIUM KEPERAWATAN ANAK
BUKU PANDUAN PRAKTIKUM LABORATORIUM KEPERAWATAN ANAK Penyusun : Jastro Situmorang, S.Kep, Ns Elfrida Nainggolan, SKM AKADEMI KEPERAWATAN HKBP BALIGE PROVINSI SUMATERA UTARA BUKU PANDUAN PRAKTIKUM LABORATORIUM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inkontinensia Urin 2.1.1 Definisi Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti,
LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti, 0906511076 A. Pengertian tindakan Penyakit tertentu menyebabkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran feses secara normal dari rektum. Hal ini menimbulkan
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA OVARIUM DI RUANG B3 GYNEKOLOGI RS Dr. KARIADI SEMARANG
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA OVARIUM DI RUANG B3 GYNEKOLOGI RS Dr. KARIADI SEMARANG A. Definisi Ca ovarium adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel cepat disertai
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan Dasar Disusun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besa
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Toilet Training 2.2.1 Pengertian Toilet Training Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal tubuh dan memulihkannya kembali apabila terjadi kerusakan.
Lebih terperinciSISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga
SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya
Lebih terperinciSISTEM PENGELUARN (EKSKRESI )
SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan ekskresi :
Lebih terperinciKONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI MASYKUR KHAIR
KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI MASYKUR KHAIR DEFINISI Zat sisa metabolisme yg tdk berguna lagi bagi tubuh harus dikeluarkan (dieliminasi) dr dalam tubuh krn dapat menjadi racun. Proses eliminasi ini dpt dibagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, selain itu diare juga membunuh 1.5 juta anak tiap tahunnya. Angka kejadian diare akut diperkirakan
Lebih terperinciSAKIT PERUT PADA ANAK
SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab mikrobiologi (Cristin Hancock, 2003). Gastroentritis adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gastroentritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang terjadi akibat salah makan, biasanya di sebabkan oleh penyebab mikrobiologi (Cristin Hancock,
Lebih terperinciDiabetes tipe 2 Pelajari gejalanya
Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan
Lebih terperinci: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar
Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Lebih terperinciKonsep Asuhan Keperawatan Pasien Usia Lanjut. Margaretha Teli, SKep,Ns, MSc
Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Usia Lanjut Margaretha Teli, SKep,Ns, MSc Proses Keperawatan Lansia Assessment Nursing Diagnosis Intervention Implementation Evaluation Askep Lansia di tatanan Klinis (clinical
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi
LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA PENGERTIAN Suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. (Mizieviez). ETIOLOGI 1. Faktor
Lebih terperinciManifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian
Manifestasi Klinis a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena b. Paraplegi c. Tingkat neurologis: - Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis -
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. B DENGAN POST OP HEMOROIDECTOMI DI RUANG MELATI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. B DENGAN POST OP HEMOROIDECTOMI DI RUANG MELATI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :
LAPORAN PENDAHULUAN A. KONSEP MEDIK 1. DEFINISI Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yg ditemukan
Lebih terperinciHUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KONSTIPASI DENGAN DERAJAT HEMOROID DI URJ BEDAH RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN. Sri Hananto Ponco Nugroho...ABSTRAK...
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KONSTIPASI DENGAN DERAJAT HEMOROID DI URJ BEDAH RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho.......ABSTRAK....... Hemoroid merupakan pelebaran pembuluh darah balik yang
Lebih terperinciNursing Care Plan Sheet
1. Physiological: Basic (Classes A-F) 4. Safety (Classes U-V) Aktivitas NIC Groups 1 Physiological: Basic. A Activity & Exercise Mgt. 2 Physiological: Complex G Electrolyte & Acid-Base Mgt. B Elimination
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). Menurut UU RI No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang dapat menurunkan kualitas hidup wanita. Disfungsi dasar panggul memiliki prevalensi
Lebih terperinciKeluhan-keluhan Selama Kehamilan
Keluhan-keluhan Selama Kehamilan Keluhan-keluhan pada umumnya terjadi selama masa kehamilan. Keluhan tersebut umum didapatkan pada kondisi hamil dan merupakan kejadian yang normal. Keluhan tersebut diantaranya
Lebih terperinciAsuhan Persalinan Normal. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi
Asuhan Persalinan Normal Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: Usia cukup bulan (37-42 minggu) Persalinan terjadi spontan
Lebih terperinci4/5/2011. Oleh. Riwayat kesehatan Pemeriksaan fisik Pemeriksaan psikologis Laboratorium : Ht, gol darah dan Rh.
Oleh Ida Maryati, Sp.Mat 1 Kala I Fase laten : true labor dilatasi serviks 3 cm (20 jam pada nullipara, 14 jam pada multipara). Fase aktif : dari dilatasi serviks > 3 cm sampai 10 cm. Kala II: dari dilatasi
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA. OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom PERUBAHAN PADA LANSIA Anatomi Dewasa Perubahan pada lansia Otak Saraf otonom Sistem saraf perifer Otak terletak di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
Lebih terperinciID Soal. Pertanyaan soal Menurut anda KPSW terjadi bila :
4 Oksigen / Cairan & Elektrolit / Nutrisi / Eliminasi / Rekreasi / Aman & 5 Promotif / Preventif/ Kuratif/Rehabilitatif 6 Pengkajian/Penentuan Diagnosis/Perencanaan/ Implementasi/Evaluasi/Lainlain 7 Maternitas/Anak/KMB/Gadar/Jiwa/Keluarga/Komunitas/Gerontik/Manajemen
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan
1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau Ileus menurut Sjamsuhidajat (1997) adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rectal yang terkadang disertai pendarahan. mengenai gejala-gejala yang timbul dari penyakit ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoroid adalah suatu pembengkakan yang tidak wajar di daerah rectal yang terkadang disertai pendarahan. Hemoroid dikenal di masyarakat sebagai penyakit wasir atau ambeien
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hemoroid merupakan salah satu penyakit. anorektal yang sering dijumpai. Hemoroid adalah bantalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hemoroid merupakan salah satu penyakit anorektal yang sering dijumpai. Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdiri dari pembuluh darah, otot polos, dan jaringan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2011 mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir-akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya
BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit
Lebih terperinci