Pembuatan Preparat Sayatan Melintang Intestinum Mus sp. dengan Metode Paraffin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pembuatan Preparat Sayatan Melintang Intestinum Mus sp. dengan Metode Paraffin"

Transkripsi

1 Pembuatan Preparat Sayatan Melintang Intestinum Mus sp. dengan Metode Paraffin TUJUAN Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknik pembuatan sediaan sayatan organ hewan. TINJAUAN PUSTAKA Organ merupakan gabungan dari beberapa jaringan yang berbeda-beda untuk mendukung suatu fungsi tertentu. Berdasarkan letaknya organ dikelompokkan menjadi 2 yaitu organ bagian luar dan organ bagian dalam. Organ bagian luar meliputi tangan, kaki, hidung, mulut, telinga, mata dan lain-lain. Sedangkan organ bagian dalam meliputi hati, ginjal, paru-paru, jantung, dan lain sebagainya (Alvi, 1997). Suatu organ yang bekerja sama dengan organ-organ lainnya dengan membentuk suatu fungsi yang lebih kompleks yang biasanya disebut dengan sistem organ. Sebagai contoh adalah organ-organ yang bekerja sama dengan usus halus dalam proses pencernaan makanan yaitu mulut, lambung, hati, pankreas, kelenjar ludah, usus besar, dan lain sebagainya. Organorgan tersebut merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu sistem yang disebut sebagai sistem pencernaan (Kimball, 1983). Metode parafin merupakan metode untuk mengeraskan jaringan atau organ yang akan dibuat sediaan dengan metode irisan. Ada 3 macam metode untuk mengeraskan jaringan atau organ yang akan diiris yaitu metode beku, metode seloidin, metode parafin, dan metode penanaman rangkap. Saat ini metode yang paling sering digunakan adalah metode parafin karena hamper semua macam jaringan dapat dipotong atau diris dengan baik bila menggunakan metode parafin (Mannus, 1960). Menurut Sugiharto (1989), metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau standar. Pengamatan secara mikrokopis dari sesuatu jaringan yang normal sifatnya maupun yang mengidap sesuatu penyakit (patologis) akan lebih baik hasilnya bila dilakukan dari preparat jaringan yang telah dipersiapkan secara baik, telah dilakukan penyayatan yang cukup tipis, serta diberi pewarnaan yang sesuai, sehingga berbagai elemen jaringan yang diteliti lebih mudah untuk diamati. Dengan demikian, tidak saja penelitian secara mikroanatomi yang dapat dilakukan, tetapi juga memberi kemudahan dalam 1

2 membedakan berbagai perubahan yang terjadi pada sel-sel jaringan yang diteliti. Adakalanya beberapa jenis jaringan memerlukan perlakuakan yang khusus untuk dapat menelitinya, seperti dalam hal jenis pewaranaan yang harus digunakan untuk sesuatu jenis jaringan tertentu. Meskipun menjadi metode yang paling sering digunakan saat ini, metode paraffin memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan metode yang lain. Kelebihan metode parafin antara lain adalah irisan yang dihasilkan lebih tipis dibandingkan dengan metode yang lain. Irisan yang dihasilkan juga bersifat seri, mudah dipraktekkan, dan prosesnya lebih cepat dibadingkan dengan metode seloidin (Suntoro, 1983). Kekurangan metode parafin antara lain yaitu jaringan menjadi keras dan mudah patah, tidak bisa digunakan untuk jaringan besar, dan sebagian enzim pada jaringan akan larut. Pembuatan sediaan dengan metode parafin memerlukan langkah-langkah yang harus dikerjakan dengan urut agar dihasilkan sediaan yang dapat diamati dan dipelajari sesuai tujuan pembuatan sediaan (Suntoro, 1983). Urutan langkah kerja metode paraffin adalah narkose, pengambilan organ, fiksasi, pencucian (washing), dehidrasi, penjernihan (clearing), infiltrasi paraffin, embedding, penyayatan/pengirisan (sectioning), penempelan (affixing), deparafinasi, pewarnaan (staining), penutupan (mounting), dan labeling. METODE KERJA Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bak bedah untuk proses pembedahan, kotak berisi kapas yang dibasahi dengan kloroform untuk proses euthanasi, botol fial sebagai tempat penyimpanan organ basah, cover glass untuk menutup preparat yang telah selesai diamati, beaker glass sebagai wadah paraffin cair, glass objek sebagai tempat peletakkan organ yang telah di potong, holder sebagai, kertas dengan lapisan plastik sebagai pencetak kotak paraffin, kuas untuk mengambil hasil potongan dari mikrotom, mikroskop untuk mengamati preparat yang dikerjakan, mikrotom, oven sebagai pemanas, petri dish sebagai tempat perendaman orgam dalam garam fisiologis, pinset untuk mengambil organ, pisau scalpel untuk membuka kulit Mus sp. sehingga membantu proses pengambilan organ, silet, jarum pentul untuk menahan tubuh Mus sp. dalam bak bedah, dan kapas sebagai penyerap darah. 2

3 Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% sebagai proses, aquades untuk membersihkan sisa bahan pewarna, entellan untuk merekatkan hasil preparat pada glass objek, larutan Bouin sebagai fiksatif, garam fisiologis NaCl 0,9 % sebagai pembersih organ basah, kloroform, organ intestinum Mus sp., paraffin, pewarna eosin dan xylol. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada sayatan organ hewan Mus sp. dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Sayatan Organ Intestinum Mus sp. dengan perbesaran 4x10 Pembahasan Pengerjaan yang dilakukan melalui proses irisan atau sayatan merupakan sebuah proses yang di anggap sebagai suatu teknik rutin atau teknik baku bagi penyiapan spesimen histologi atau histopatologi. Pengirisan atau penyayatan umumnya di lakukan dengan menggunakan bantuan alat pemotong yang di kenal dengan mikrotom. Mikrotom merupakan alat yang di gunakan untuk memotong atau mengiris agar mendapatkan hasil setipis mungkin. Jaringan yang telah di persiapkan untuk sayatan ini dengan berbagai metode tertentu dan diusahakan agar mempunyai kekerasan tertentu sehingga dapat di potong dengan menggunakan pisau mikrotom. Oleh karena itu, biasanya di lakukan proses pembekuan dan penanaman di dalam medium tertentu yang dikenal dengan embedding. Embedding merupakan salah satu contoh metode pengerasan jaringan. Medium yang umum digunakan pada metode penanaman adalah parafin. Metode parafin adalah metode 3

4 pembuatan preparat dengan melalukan penanaman jaringan di dalam blok parafin untuk menghasilkan preparat jaringan hewan yang tipis. Pembuatan sediaan dengan cara pemotongan jaringan menggunakan parafin dengan mikrotom sebagai alat pemotongnya. Praktikum kali ini yaitu membuat preparat dengan mengguanakan organ dari hewan Mus sp. atau tikus putih. Organ yang di ambil adalah intestinum. Tahapan awal dari pembuatan organ hewan adalah pembiusan. Pembiusan merupakan proses yang bertujuan khusus untuk preparat hewan yaitu untuk memudahkan pengambilan jaringan atau bagian jaringan pada hewan. Pembiusan tidak perlu dilakukan jika yang akan diambil atau diamati adalah jaringan yang menyangkut kelenjar-kelenjar (endokrinologi), karena mungkin akan berpengaruh terhadap hormon-hormon yang terkandung di dalamnya. Setelah organ diambil, dipotong menjadi beberapa bagian kemudian organ tersebut dicuci dengan menggunakan garam fisiologis. Garam fisiologis berfungsi untuk membersihkan organ dari sisa-sisa darah yang masih menempel pada organ tersebut. Fiksasi organ hewan di lakukan dengan menggunakan larutan Bouin. Fiksasi ini berguna untuk mematikan serta menghentikan proses-proses metabolisme jaringan dengan cepat sehingga keadaanya semaksimal mungkin mendekati keadaan aslinya dan dapat pula mencegah proses autolysis yaitu keluarnya enzimenzim yang dapat merusak sel maupun jaringan. Selain itu fiksasi juga berfungsi untuk menaikan daya pewarnaan karena adanya bahan-bahan keras yang merupakan komponen cairan fiksatif. Pada praktikum ini menggunakan fiksatif berupa larutan Bouin dikarenakan fiksatif ini merupakan fiksatif yang paling cocok dan paling baik untuk memfiksasi jaringan hewan. Fiksasi dilakukan selama 24 jam. Washing merupakan proses pencucian organ menggunakan air mengalir yang di lakukan selama 30 menit. Washing ini bertujuan untuk menghilangkan larutan ataupun cairan fiksatif yang terdapat pada organ. Penggunaan air tidak menyebabkan organ mengalami krenasi atau pengkerutan yang mengakibatkan jaringan pada organ tersebut rusak, karena adanya perbedaan larutan yang sifatnya ekstrim. Dehidrasi dilakukan setelah proses washing yang bertujuan untuk mengeluarkan air dari jaringan, dalam prosesnya air harus di keluarkan dari jaringan. Jika didalam preparat masih terdapat air maka ketahanan preparat tidak begitu lama akibat serangan dari bakteri maupun jamur tersebut. Selain itu, air juga dapat mengganggu keberlangsungan proses selanjutnya. Salah satu proses yang dapat terkena dampak yaitu pada proses infiltrasi. Proses infiltrasi merupakan proses memasukan parafin cair pada organ yang dilakukan secara 4

5 bertahap. Parafin merupakan senyawa yang dapat digolongkan sebagai lipid atau lemak yang bersifat non polar. Sedangkan air merupakan larutan atau senyawa yang bersifat polar, sehingga dalam proses ini keduanya tidak dapat bersatu karena perbedaan sifat tersebut. Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan alkohol bertingkat naik yaitu 70%, 80%, 90%, 96% dan 100% masing-masing dilakukan 15 menit. Dehidrasi ini dilakukan secara bertingkat dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi dimaksudkan agar jaringan pada organ tidak terkejut akibat perbedaan jenis dan konsentrasi yang mengakibatkan terjadinya pengkerutan pada sel maupun jaringan yang mengakibatkan sel akan rusak. Clearing dilakukan dengan menggunakan larutan xylol selama 24 jam. Clearing bertujuan untuk membersihkan organ hewan yang akan di gunakan dari alkohol yang telah digunakan dalam proses dehidrasi. Menurut Khairul (2001), clearing bertujuan untuk menarik dehidrasi dari dalam jaringan yang nantinya dapat di gantikan oleh molekuk parafin. Lamanya jaringan ini berada dalam medium tersebut tergantung pada ketebalan serta tingkat kepadatan jaringan serta jenis bahan kimia yang di gunakan. Proses infiltrasi adalah suatu tahapan dimana jaringan dimasukan kedalam media penanaman secara bertahap. Infiltrasi ini dilakukan dengan cara merendam organ pada parafin cair sebelum proses penanaman kedalam blok parafin. Infiltrasi dilakukan dengan menggunakan parafin : xylol (1:1) selama 30 menit di dalam oven dengan suhu 60 C. Tujuan perbandingan ini agar parafin dapat masuk atau mengalami penetrasi lebih mudah karena adanya xylol. Hal ini terjadi karena pada proses sebelumnya organ telah kontak dengan larutan xylol pada proses clearing. Proses infiltrasi dilakukan secara bertahap menggunakan parafin 1, II, dan III yang masing-masing dilakukan selama 50 menit didalam oven dengan suhu 60 C. Penggunaan oven ini di karenakan parafin merupakan senyawa yang memiliki melting point atau titik leleh pada suhu 56 C. Jadi tujuannya untuk mencegah agar parafin tersebut tidak beku. Fungsi infiltrasi ini yaitu untuk mengisi ruang-ruang inter maupun intra seluler dengan parafin cair sehingga kedudukan dehidrasi dapat digantikan oleh parafin. Dalam proses infiltrasi parafin, sebaiknya jangan dimasukan langsung dari zat penjernih kedalam parafin murni, tetapi sebaiknya sebelum parafin murni, jaringan dimasukan terlebih dahulu kedalam campuran antara parafin dan penjernih (parafin : xylol) dengan volume perbandingan yang sama. Hal ini dimaksudkan agar menghindari perubahan 5

6 lingkungan yang sangat mendadak terhadap jaringan tersebut sehingga jaringan dapat mengkerut karena tertarik secara maksimal. Proses yang dilakukan selanjutnya adalah embedding atau penanaman yang merupakan proses memasukan organ kedalam blok-blok parafin (cetakan) yang terbuat dari kertas sehingga memudahkan di dalam penyayatan dengan alat bantu mikrotom. Keuntungan menggunakan kotak kertas yaitu dapat membuat sayatan dan menandai jaringan. Pada praktikum ini diinginkan organ yang nantinya dapat dipotong secara melintang sehingga organ tersebut diletakkan dalam posisi berdiri. Parafin yang telah membeku ini dapat segera dipotong menggunakan alat mikrotom. Pengirisan organ dilakukan dengan mikrotom agar didapat hasil irisan yang sangat tipis. Namun terlebih dahulu blok parafin dipahat sedemikian rupa sehingga membentuk suatu persegi dengan organ berada ditengah-tengahnya dan kemudian blok parafin ditempel pada holder yang sesuai dengan ukuran blok parafin. Proses section menghasilkan pita-pita sayatan yang nantinya akan disortir kembali untuk memilih pita dengan sayatan organ yang baik dan tidak rusak. Proses dilanjutkan dengan affixing yaitu penempelan sayatan organ pada glass objek dengan gliserol. Gliserol yang berfungsi untuk merekatkan irisan jaringan pada glass objek. Gliserol dioleskan pada objek glass dengan rata. Ketika memberikan gliserol pada objek glass tidak boleh terlalu banyak, karena gliserol yang terlalu banyak akan mengakibatkan gliserol tersebut ikut terwarnai yang nantinya menyebabkan objek glass menjadi kotor. Setelah pemberian albumin, objek glass ditetesi dengan air. Hal ini bertujuan agar irisan mudah direntangkan dan tidak menggulung, karena ketika proses peletakan sayatan organ diatas hot plate, akuades yang terdapat pada sayatan tersebuat akan menguap dan pita-pita sayatan akan merentang dengan sendirinya. Air yang diberikan tidak boleh terlalu banyak, karena jika kandungan air terlalu banyak dapat menyebabkan sayatan terlepas ketika proses staining.. Tahapan setelah affixing yaitu proses staining atau pewarnaan. Proses diawali dengan proses deparafinisasi yang bertujuan untuk menghilangkan parafin yang terdapat dalam jaringan. Proses deparafinisasi menggunakan xylol deparafinase yang di lakukan selama 15 menit. Proses dilanjutkan dengan dialkoholisasi yaitu proses penarikan alkohol dengan menggunakan alkohol bertingkat turun dari konsentrasi 96% - 30% masing-masing dilakukan selama 3 menit. Dilanjutkan dengan akuades selama 2 menit. Pewarnaan bertujuan agar mempertajam atau memperjelas berbagai elemen sayatan jaringan terutama sel-selnya sehingga dapat dibedakan dan ditelaah dengan menggunakan mikroskop. 6

7 Seharusnya, pewarnaan yang digunakan pada sayatan organ hewan ini yaitu pewarnaan ganda yang terdiri dari hematoxylin-eosin. Tetapi, terjadi kesalahan dari praktikan yaitu, praktikan tidak melakukan perwarnaan hematoxylin terlebih dahulu sehingga pewarnaan hanya dengan pewarnaan eosin. Sedangkan eosin yaitu pewarnaan yang di berikan selama 20 menit setelah proses dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat turun dari konsentrasi 70% - 30% yang masing-masing di lakukan selama 2 menit. Eosin digunakan dalam praktikum ini karena eosin merupakan pewarna yang bersifat asam dan akan mewarnai sitoplasma yang bersifat cenderung asam. Proses setelah pemberian warna eosin di lanjutkan dengan proses washing dengan bebarapa tahapan yaitu alkohol 70% bekas selama 4 menit dan alkohol 70% baru selama 2 menit dan di lakukan proses dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat naik dari 70% hingga 100% masing-masing selama 2 menit. Ketika proses perpindahan preparat dari larutan satu dan yang lainya terutama larutan yang berupa xylol, preparat sayatan tersebut harus menerima proses lipatan tissue untuk mehilangkan larutan. Karena jika larutan xylol terkena air, maka xylol akan rusak. Proses akhir sebelum mounting yaitu pemberian atau di rendam kedalam larutan xylol selama 2 menit yang berfungsi untuk menjernihkan preparat agar terlihat lebih transparan antar bagian-bagiannya. Mounting adalah proses finishing pada tahapan ini dengan menetapkan sayatan pada proses penutupan objek glass dengan menggunakan perekat berupa entellan. Dilanjutkan dengan proses labelling dan pengamatan tentang bagian yang di hasilkan pada suatu sayatan organ. SIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, pembuatan sediaan sayatan organ hewan dengan metode parafin melalui beberapa tahapan, diantaranya adalah fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi, embedding, pengirisan, penempelan, pewarnaan dan penutupan. Dalam pembuatannya menggunakan parafin sebagai media embedding dikarenakan hasil pemotongan yang lebih tipis dibanding media dan metode lain. 7

8 DAFTAR PUSTAKA Alvi, R Anatomi Fisiologi Manusia. Universitas Sebelas Maret Surakarta Press Burkitt, H.G., B. Young dan J.W.Heath. (1993). Histologi Fungsional.Edisi 3. Diterjemahkan oleh Jan Tambajong. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Kimball Biologi. Addison Wesley Publishing Company Khairul, M.D Mikroteknik. University of Indonesia Press. Jakarta Mannus, J. F. A. dan Robert W. Mowry, Staining Method Histologic and Histochemical. Paul B. Hoeler Inc Medical Divition of Harper and Brothers. New York Suntoro, S. H, 1983, Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Sugiharto Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Bogor 8

9 Pembuatan Preparat Rentang dengan Jaringan Subkutan Mus sp. TUJUAN Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknik pembuatan preparat jaringan subkutan pada Mus sp. DASAR TEORI Epitel adalah jaringan yang terdiri atas sel-sel yang sangat rapat tanpa adanya zat antar sel. Epitel tidak mempunyai pembuluh darah, namun semua epitel tumbuh pada jaringan ikat yang mempunyai pembuluh darah. Epitel dipisahkan dengan jaringan ikat melalui membrana basalis. Epitel membungkus dan membatasi semua permukaan tubuh, termasuk luar dan dalam. Epitel mempunyai fungsi bermacam-macam yaitu, pada permukaan luar tubuh, epitel memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanis, perlindungan terhadap masuknya mikroorganisme dan mencegah penguapan air. Lebih lanjut, epitel penting sebagai reseptor sensoris, karena pada sel-sel epitel terdapat ujung-ujung saraf penghantar rasa sakit. Pada permukaan dalam, fungsi epitel yaitu sebagai absorpsi atau sekresi. Epitel mempunyai struktur yang berbeda-beda tergantung pada fungsinya. Jaringan epithelium dapat dibedakan berdasarkan bentuk sel yaitu epitel pipih, epitel kubus, dan epitel silindris. Untuk sebaran sel epithelium dalam tubuh manusia antara lain sel epitel di mulut. Metode supravital adalah suatu metode untuk mendapatkan sediaan dari sel atau jaringan yang hidup. Sel-sel yang hidup juga dapat menyerap warna. Zat warna yang biasa dipakai untuk pewarnaan supravital adalah janus green, neutral red, atau methylene blue dengan kosentrasi tertentu. Preparat supravital merupakan preparat yang bersifat sementara sehingga harus segera diamati setelah pembuatan. Pengamatan terhadap epithelium ini akan nampak inti dari sel-sel yang teramati. METODE Alat Ujung pisau skalpel yang telah di sterilkan dengan alkohol 70% untuk mengambil jaringan mukosa pada mulut bagian samping atas, kaca preparat dan kaca penutup untuk meletakkan organ yang digunakan. 9

10 Bahan Jaringan mukosa pada mulut bagian atas, pewarna janus green yang telah diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 1:1 dan pewarna Neutral Red yang telah diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 1:1, entellan sebagai zat perekat gelas objek dengan gelas penutup serta untuk menaikkan indeks bias sehingga memudahkan pengamatan di bawah mikroskop. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah hasil dari pembuatan preparat yang didapat dalam pengamatan melalui mikroskop cahaya dengan perbesaran 4x10 Gambar 1. Jaringan subkutan Mus sp. dengan pewarnaan Mallory-Acid Fuchsin Pada praktikum mikroteknik kali ini kita membuat preparat rentang dari jaringan subkutan yang didapat dari lapisan mengkilat bawah kulit ayam. Lapisan ini terletak tepat di bawah lapisan epidermis. Metode rentang (spread) adalah suatu metode sediaan dengan cara merentangkan suatu jaringan pada gelas benda sedemikian rupa sehingga dapat diamati di bawah mikroskop. Pada umumnya jaringan-jaringan yang dapat dibuat preparat rentang adalah jaringan-jaringan yang tipis, misalnya mesenterium. Menurut M. C. Manus (1969), jaringan-jaringan yang tipis tersebut dapat diamati secara langsung di bawah mikroskop tanpa menggunakan pewarnaan dan juga tanpa fiksasi terlebih dahulu. Akan tetapi, pembuatan preparat rentang yang demikian tidak akan bertahan lama karena jaringan tidak difiksasi terlebih dahulu. Selain itu, jaringan juga akan mudah 10

11 rusak. Zat warna yang dapat digunakan dalam membuat preparat ini antara lain hematoxilin, eosin, dan methylen blue (Handari, 1983). Namun pada praktikum, kita hanya menggunakan pewarnaan eosin dan hematoxilin saja. Pewarna hematoxilin dengan pelarut aquades sangat baik digunakan untuk mewarnai inti yang akan berwarna biru. Pewarna eosin dengan pelarut alcohol 70% sangat baik untuk mewarnai sitoplasma dengan warna merah (Handari, 1983). Berdasarkan hasil preparat yang telah dibuat yaitu preparat rentang jaringan subkutan tikus (Mus sp.)dengan menggunakan metode rentang (Spread) menggunakan pewarnaan ganda yaitu hematoxilin dan eosin, dapat diketahui bahwa preparat terlihat cukup jelas. Dari foto preparat yang telah didapat, dapat diketahui bahwa pada jaringan subkutan ini kita dapat mengamati 2 hal yaitu serabut kolagen dan serabut elastis. Serabut kolagen adalah serabut yang terbentuk dari protein kolagen dan merupakan jenis protein yang paling banyak terdapat ditubuh. Sabut kolagen tersebut tidak tampak jelas karena sangat tipis dan index biasnya sama dengan bahan dasar. Sedangkan untuk serabut elastis merupakan suatu serabut yang sabut-sabut elastisnya kelihatan jelas dan lebih tebal. Bahan yang menyusun serabut elastis adalah protein elastin yang bersifat sangat tahan terhadap pengaruh kimia. Serabut kolagen terbentuk dari protein kolagen yang merupakan jenis protein paling banyak terdapat dalam tubuh. Diameternya antara 1 µm 12 µm dengan rata-rata sebesar eritrosit (7,7 µm). Serabut kolagen terdiri dari gabungan serabut-serabut yang lebih halus berdiameter 0,3 µm 0,5 µm yang disebut fibril. Dalam keadaan segar serabut kolagen berwarna putih, oleh karena itu dinamakan pula sebagai serabut putih. Serabut kolagen tahan terhadap tekanan ataupun tarikan, tetapi tidak bersifat lentur. Dengan pewarnaan HE akan terwarna merah muda atau merah. Serabut elastis tersusun oleh protein elastin yang bersifat sangat tahan terhadap pengaruh kimia. Dalam keadaan segar serabut ini berwarna kuning. Serabut elastis bersifat kenyal dan elastik. Dengan pewarnaan HE tampak lebih merah jika dibandingkan dengan serabut kolagen. Serabutnya tipis dan panjang dengan ketebalan kurang dari 1 µm sampai beberapa mikron. Preparat jaringan subkutan ini memiliki komposisi yang tepat dikarenakan pewarnaan terlihat jelas dan tidak terlalu pekat. Hal ini dipengaruhi oleh tebal tipisnya jaringan yang direntangkan dan juga pada proses perentangan yang membutuhkan ketrampilan dan kesabaran. 11

12 SIMPULAN Hal-hal yang mempengaruhi baik buruknya hasil preparat rentang pada jaringan subkutan ini yaitu tebal tipisnya jaringan yang direntangkan dan juga pada proses perentangan yang membutuhkan ketrampilan dan kesabaran. DAFTAR PUSTAKA Suntoro, S. H, 1983, Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Sugiharto Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Bogor. Mannus, J. F. A. dan Robert W. Mowry, Staining Method Histologic and Histochemical. Paul B. Hoeler Inc Medical Divition of Harper and Brothers. New York 12

13 Pewarnaan Supravital TUJUAN Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknik pembuatan preparat jaringan subkutan pada Mus sp. DASAR TEORI Epitel adalah jaringan yang terdiri atas sel-sel yang sangat rapat tanpa adanya zat antar sel. Epitel tidak mempunyai pembuluh darah, namun semua epitel tumbuh pada jaringan ikat yang mempunyai pembuluh darah. Epitel dipisahkan dengan jaringan ikat melalui membrana basalis. Epitel membungkus dan membatasi semua permukaan tubuh, termasuk luar dan dalam. Epitel mempunyai fungsi bermacam-macam yaitu, pada permukaan luar tubuh, epitel memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanis, perlindungan terhadap masuknya mikroorganisme dan mencegah penguapan air. Lebih lanjut, epitel penting sebagai reseptor sensoris, karena pada sel-sel epitel terdapat ujung-ujung saraf penghantar rasa sakit. Pada permukaan dalam, fungsi epitel yaitu sebagai absorpsi atau sekresi. Epitel mempunyai struktur yang berbeda-beda tergantung pada fungsinya. Jaringan epithelium dapat dibedakan berdasarkan bentuk sel yaitu epitel pipih, epitel kubus, dan epitel silindris. Untuk sebaran sel epithelium dalam tubuh manusia antara lain sel epitel di mulut. Metode supravital adalah suatu metode untuk mendapatkan sediaan dari sel atau jaringan yang hidup. Sel-sel yang hidup juga dapat menyerap warna. Zat warna yang biasa dipakai untuk pewarnaan supravital adalah janus green, neutral red, atau methylene blue dengan kosentrasi tertentu. Preparat supravital merupakan preparat yang bersifat sementara sehingga harus segera diamati setelah pembuatan. Pengamatan terhadap epithelium ini akan nampak inti dari sel-sel yang teramati. (Suntoro, 1983) Selain jenis-jenis metoda yang dimanfaatkan materi yang mengalami narkose dan fiksasi. Untuk pengamatan sel-sel epitel yang masih hidup umumnya digunakan zat warna vital seperti Janus green atau Neutral red, karena sel epitel mempunyai kemampuan untuk menghisap zat warna pada konsentrasi yang sesuai. Bila kedua zat warna tersebut dipakai secara bersama-sama maka memungkinkan kita untuk mengamati mitokondria. Hanya saja 13

14 akan terjadi perubahan yang sangat cepat pada sel, karena sel dapat mati oleh kedua warna tadi secara bersamaan. (Lesson C et al., 2002) METODE Alat Ujung pisau skalpel yang telah di sterilkan dengan alkohol 70% untuk mengambil jaringan mukosa pada mulut bagian samping atas, kaca preparat dan kaca penutup untuk meletakkan organ yang digunakan. Bahan Jaringan mukosa pada mulut bagian atas, pewarna janus green yang telah diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 1:1 dan pewarna Neutral Red yang telah diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 1:1, entellan sebagai zat perekat gelas objek dengan gelas penutup serta untuk menaikkan indeks bias sehingga memudahkan pengamatan di bawah mikroskop. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah hasil dari pembuatan preparat yang didapat dalam pengamatan melalui mikroskop dengan perbesaran 4x10. Gambar 1. Preparat supravital dengan Pewarnaan Neutral Red Gambar 2. Preparat supravital dengan Pewarnaan Janus Green 14

15 Prosedur pembuatan preparat supravital epithelium mukosa mulut ini sangat sederhana. Secara singkat, langkah-langkah dalam pembuatan preparat supravital epithelium mukosa mulut yaitu: pewarnaan dan penutupan. Setelah proses pengambilan jaringan, epithelium mukosa mulut langsung diwarnai menggunakan zat warna supravital Janus Green dan Neutral Red. Proses pewarnaan tidak diawali dengan proses fiksasi terlebih dahulu. Pewarnaan ini merupakan pewarnaan tunggal, yaitu pewarnaan yang hanya menggunakan satu macam zat warna saja. Setelah proses pewarnaan dan penutupan dengan gelas penutup, preparat langsung diamati dengan menggunakan mikroskop. Setelah pengamatan, gelas benda langsung dibersihkan. Berdasarkan foto dan hasil pengamatan preparat sementara sel mukosa dengan metode supravital dan pewarnaan Janus Green dapat diketahui bahwa ketika diamati dibawah mikroskop sel-sel epitel terwarna biru dengan kontras. Nukleus sel epitel terwarna lebih kuat menjadi lebih biru karena nukleus lebih mudah untuk menyerap warna. Sel jika di bawah mikroskop ada yang memisah sendiri dan berkelompok serta ada yang bertumpuk. Hal ini terjadi karena saat mengoleskan sediaan dari ujung skalpel tidak merata dan kemungkinan pemberian zat warna yang terlalu berlebih juga mempengaruhi letak sel dalam preparat sediaan ini. Sel epitel yang terlihat berbentuk pipih. Inti sel tidek terlihat jelas karena ketika mengamati perbesaran yang digunakan 4x10. Sebenarnya sel epitel mukosa mulut berbentuk pipih berlapis, tetapi pada preparat tidak terlihat. Pada preparat hanya terlihat sel pipih saja. KESIMPULAN Preparat supravital epithelium mukosa mulut merupakan preparat sementara. Secara singkat, langkah-langkah dalam pembuatan preparat supravital epithelium mukosa mulut yaitu: afiksing, pewarnaan, dan penutupan. DAFTAR PUSTAKA Suntoro, S. H, 1983, Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Lesson C, et al Mempersiapkan Jaringan dalam Buku Ajar Histologi. Edisi V. EGC. Jakarta. Khairul, M.D Mikroteknik. University of Indonesia Press. Jakarta. 15

16 Pembuatan Preparat Apus Darah dengan Pewarnaan Giemsa, May Grunwald dan Pappenheim TUJUAN Membuat preparat apus darah manusia dengan metode apus dan pewarnaan metode Romanowski (Giemsa), May Grunwald, dan campuran. LANDASAN TEORI Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuanmempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Sel darah pada umumnya dikenal ada tiga tipe yaitu: eritrosit, lekosit dan trombosit. Eritrosit manusia dalam keadaan normal berbentuk cakram bulat bikonkaf dengan diameter 7,2 µm tanpa inti, lebih dari separoh komposisi eritrosit terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi koloidal padat. Sel ni bersifat elastis dan lunak. Leukosit (sel darah putih) terdapat pada bagian pinggir sel darah, lekosit ini dibagi menjadi dua yaitu granulosit dan agranulosit. Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan mikroskop cahaya pada umumnya dibuat sediaan apus darah. Sediaan apus darah ini tidak hanya digunakan untuk mempelajari sel darah tapi juga digunakan untuk menghitung perbandingan jumlah masing-masing sel darah. Pembuatan preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear) yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film) dan substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan gelas penutup (Suntoro, 1983). Apus darah (sediaan oles) dapat diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-lain. Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari 16

17 morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasitparasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah hasil pengamatan preparat apus darah dibawah mikroskop dengan perbesaran 4x10. Gambar 1. Apus darah menggunakan pewarna campuran Gambar 2. Apus darah menggunakan pewarna Giemsa Gambar 3. Apus darah dengan pewarna May Grunwald 17

18 PEMBAHASAN Teknik yang digunakan dalam pembuatan preparat apus darah adalah teknik ulas. Teknik ini memerlukan dua kaca preparat.teteskan darah pada salah satu kaca preparat dekat bagian ujungnya, ujung kaca preparat lainnya menyentuh tetesan darah untuk kemudian ditarik atau didorong dengan posisi 45 hingga darah tersebut rata pada permukaan kaca preparat.penarikan atau pendorongan cukup sekali saja,untuk kemudiaan diwarnai, teknik ulasan yang baik akan menghasilkan selapis sel sel darah hingga memudahkan pengamatan. Tahap persiapan pembuatan preparat apus darah yaitu, gelas benda A dibersihkan dengan menggunakan alkohol yang diteteskan pada tissue. Tangan kiri dikibas-kibaskan dengan telapak posisi telapak tangan kiri sejajar perut selama 20 detik, lalu ujung jari tengah tangan kiri diurut selama 5 detik kemudian disterilkan dengan kapas yang dibasahi alkohol. Blood lanset steril ditusukan pada ujung jari tengah tangan kiri tadi, tetes darah pertama diusapkan pada kapas, tetes darah kedua ditempelkan pada sisi kanan jarak 1 cm gelas benda A yang telah bebas lemak. Pengapusan darah dengan gelas benda B ditempelkan pada tetes darah di gelas benda A sudutmya 45 o, ditarik ke sisi kanan, lalu didorong ke sisi kiri cepat dan konstan. Apusan darah dikeringkan diatas rak pewarnaan (10 menit). Tahapan persiapan selesai jika apusan darah manusia sudah kering. Apusan darah difiksasi dalam staining jar berisi metil alcohol dalam 1 celupan selama 3 detik. Apusan darah dikeringkan pada rak pewarnaan datar dengan kipas angin sampai kering. Setelah kering apusan darah diwarnai pada larutan dalam staining jar berisi zat warna Giemsa dalam metil alkohol selama 3 detik dalam satu celupan. Apusan darah dikeringkan pada rak pewarnaan dengan kipas angin. Apusan darah dicuci dengan air mengalir dalam botol leher angsa yang telah dididihkan dan didinginkan kembali. Preparat apus darah manusia ditiriskan pada rak miring dan dikeringkan. Dilabeli dengan kertas label sesuai identitas preparat pada ujung gelas benda dengan posisi memanjang. Preparat apus darah diamati menggunakan mikroskop pada perbesaran 4x10, difoto dan dianalisis hasilnya. SIMPULAN Dari hasil pengamatan dengan menggunakan metode apus pada darah manusia menghasilkan preparat yang sudah bagus atau bisa juga dikatakan berhasil, hal tersebut dapat dilihat dari hasil yang didapatkan bahwa terlihat sel darah merah karena hasil pewarnaannya terlihat jelas sehingga dapat diamati dan dibedakan berdasarkan jenis pewarnanya. DAFTAR PUSTAKA 18

19 Burkitt, H.G., B. Young dan J.W.Heath. (1993). Histologi Fungsional. Edisi 3. Diterjemahkan oleh Jan Tambajong. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Kimball Biologi. Addison Wesley Publishing Company Khairul, M.D Mikroteknik. University of Indonesia Press. Jakarta 19

20 Pembuatan Preparat Whole Mounting Dengan Embrio Telur Ayam (Gallus sp.) TUJUAN Mempelajari teknik pembuatan preparat embrio ayam (Gallus sp.) secara utuh (whole mount) METODE Alat Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah, kotak inkubator sebagai tempat penyimapanan telur agar embrio berkembang, kotak lampu sebagai alat untuk mengetahui keberadaan embrio, gunting bermata bengkok untuk membuka cangkang telur, alat injeksi untuk menyedot udara yang berada di dalam cangkang, cawan petri sebagai wadah untuk embrio dan larutan-larutan yang digunakan, baskom sebagai wadah garam fisiologis dan washing, kertas saring untuk menyerap zat putih telur dan kelebihan air, kaca preparat dan kaca penutup untuk meletakkan preparat. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% sebagai proses, aquades untuk membersihkan sisa bahan pewarna, entellan untuk merekatkan hasil preparat pada glass objek, larutan Bouin sebagai fiksatif, garam fisiologis NaCl 0,9 % sebagai pembersih organ basah, kloroform, embrio telur, pewarna Hematoxylin, pewarna Eosin, entellan dan xylol. 20

21 HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah hasil yang didapat dari pengamatan melalui mikroskop dengan perbesaran 10x40 Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Keterangan : Gambar 1. Perwarnaan preparat dengan Hematoxylin Gambar 2. Pewarnaan preparat dengan Eosin Gambar 3. Pewarnaan preparat dengan pewarna campuran 21

22 Pada tahap ini terlebih dahulu ditentukan umur embrio ayam yang diinginkan yang sebaiknya berumur 24 jam, 33 jam, dan 48 jam karena pada usia tersebut, embrio masih cenderung mudah untuk diamati. Objek yang digunakan untuk sediaan, dalam hal ini embrio ayam terlebih dahulu diinkubasi di dalam dalam inkubator pada suhu 39 o C atau 103 o F. Umur embrio ditentukan mulai jam ke-0 setelah telur dikeluarkan oleh induk. Larutan fiksatif yang digunakan berfungsi untuk mematikan sel-sel dalam jaringan tanpa merusak bentuk dan struktur jaringan tersebut, melindungi jaringan dari larutan yang diberikan selanjutnya, menunjukkan perubahan yang disebabkan oleh diferensiasi optik karena pergantian indeks bias dan membuat sel-sel dalam jaringan keras. Untuk pewarnaan embrio ayam digunakan hematoxylin. Larutan ini merupakan larutan yang kuat dan harus diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:1 atau 1:2. Pewarnaan ini menghasilkan warna biru setelah dicuci dengan air kran. Setelah kita mendapatkan telur ayam dengan berbagai usia yang kita inginkan dan kita rawat di dalam kondisi yang sesuai di dalam inkubator, maka langkah selanjutnya adalah mendapatkan embrio ayam serta memberikan beberapa perlakuan untuk mendapatkan sediaan embrio ayam yang bagus. Langkah awal yaitu menerawang telur dengan kotak lampu untuk melihat apakah telur sudah memiliki embrio yang cukup besar untuk dijadikan preparat whole mount, langkah selanjutnya adalah menghisap udara yang berada dalam telur dengan cara melubangi bagian samping telur yang memiliki udara dan kemudian dihisap dengan alat penghisap. Hal ini bertujuan untuk memisahkan massa telur dari dinding cangkang sehingga memudahkan proses pemecahan cangkang telur. memecah telur ayam dengan hati-hati dan memisahkan embrio ayam tersebut dari massa telur lainnya. Untuk memecah telur tersebut digunakan gunting yang mata pisaunya bengkok dan dengan hati- hati memecah telur tersebut. Kemudian meletakkan seluruh isi telur pada wadah yang berisi larutan fisiologis (NaCl 0,9%) yaitu sampai sebagian massa telur dapat terendam pada suhu yang hangat untuk proses pembersihan. Larutan fisiologis ini berfungsi untuk menjaga keadaan sel embrio agar tetap hidup selama kita membersihkan embrio dari masa sel lain dan selaput- selaput yang melindungi embrio. Sedangkan hangat garam fisiologis tersebut memberikan kondisi yang sesuai untuk kehidupan embrio dan sama dengan suhu selama inkubasi. Dengan larutan fisiologis tersebut, embrio akan terletak di bagian atas pada larutan, karena larutan garam fisiologis menyerap masa sel lain seperti albumin dan kuning telur dan memudahkan kita untuk memisahkan embrio dari masa telur tersebut. Setelah embrio ayam cukup bersih dari masa telur yang lain kemudian dilanjutkan dengan proses fiksasi dengan menggunakan larutan fiksatif pada embrio selama kurang lebih 22

23 20 menit. Fiksasi merupakan tahap permulaan yang penting dalam pembuatan sediaan. Adapun tujuan fiksasi adalah untuk mematikan sel- sel dalam jaringan tanpa merusak bentuk dan struktur- strukturnya, melindungi kehancuran dari larutan-larutan berikutnya dan menunjukkan perubahan yang disebabkan oleh diferensiasi optik karena pengantian indeks bisa serta membuat sel- sel dalam jaringan menjadi keras. Dengan adanya proses fiksatif ini akan menudahkan kita untuk melakukan pewarnaan dan perlakuan lebih lanjut karena organ tidak lunak lagi. Setelah proses fiksasi embrio, selanjutnya embrio ayam tersebut dibersihkan dari sisasisa selaput yang kemungkinan masih menempel pada embrio, seperti selaput vitellin dan kuning telur yang masih tertinggal dengan dari pengguntingan dalam larutan aquades. Kemudian merentangkan embrio ayam agar tidak ada bagian yang berkerut. Kemudian membuat lubang pada kertas saring berukuran lebih besar dari embrio ayam kemudian meletakkan kertas saring tersebut di atas embrio sehingga bagian kiri dan kanan serta sekitar embrio menempel pada kertas saring. Proses selanjutnya dilanjutkan dengan fiksasi dengan pikro-sulfat atau larutan Bouin selama 6 sampai 24 jam. Selanjutnya larutan fiksatif tersebut dihilangkan dengan air mengalir hingga warna larutan fiksatif hilang. Sebelum dilakukan pewarnaan terhadap embrio, sebelumnya dilakukan perendaman terlebih dahulu dengan mennggunakan larutan alkohol 50%, 30% masing- masing 0,5 jam, kemudian dilanjutkan dengan perendaman dengan larutan aquades selama 0,5 jam. Perendaman ini bertujuan untuk proses rehidrasi sel-sel embrio ayam. Pewarnaan terhadap embrio ayam menggunakan hematoxylin selama 1 malam. Dengan zat warna ini, maka embrio akan terwarnai. Selanjutnya setelah pewarnaan makan dilanjutkan dengan differensiasi untuk menampakkan anatomi tubuh embrio lebih jelas. Dalam pembuatan sediaan embrio ayam ini, proses dehidrasi dilakukan dengan mennggunakan alkohol 70%. Setelah ini warna pewarna dilunturkan dengan dengan pencucian menggunakan air kran hingga warna menjadi biru. Setelah pencucian, proses selanjutnya yaitu dehidrasi. Dehidrasi berarti pengambilan air dari dalam jaringan. Tahap ini merupakan tahap yang penting setelah jaringan atau objek mengalami fiksasi atau pencucian, karena larutan fiksatif dan larutan untuk pencucian banyak mengandung air. Pengambilan air ini perlu, karena masih adanya air dalam jaringan merupakan suatu penghalang bagi proses- proses selanjutnya. Untuk keperluan dehidrasi pada umumnya dipergunakan alkohol dengan kadar bertingkat dari konsentrasi yang lebih rendah berturut turut ke konsentrasi yang lebih tinggi. Dalam pembuatan sediaan embrio ayam menggunakan 9 tingkatan konsentrasi yaitu 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% 23

24 96% dan alkohol absolut, masing- masing selama menit. Jaringan embrio ayam bukan merupakan jaringan yang keras dan berkayu sehingga waktu yang dibutuhkan untuk proses dehidrasi ini tidak terlalu lama. Setelah proses dehidrasi selesai maka dilakukan proses penjernihan. Sebelumnya kita perlu melepaskan terlebih dari kertas saring yang melekat pada embrio baru kemudian dilakukan penjernihan. Penjernihan ini bermaksud untuk menghilangkan alkohol dari dalam jaringan setelah mengalami dehidrasi dengan alkohol. Menurut Gray, larutan penjernih yang baik untuk membuat sediaan untuh (whole mount) adalah terpinol (minyak esensial dari tanaman Liliaceae). Zat ini lebih cepat bercampur dengan alkohol 90% dan baunya tidak merangsang serta tidak merusak jaringan. Adapun proses terakhir setelah penjernihan yaitu proses mounting. Mounting ialah meletakkan zat perekat di antara kaca benda dan kaca penutup sehingga obyek tetap, permanen di dalamnya dan dalam keadaan transparan, untuk pemeriksaan di bawah mikroskop. Zat perekat (mounting media/mountant) yang digunakan adalah jenis zat perekat yang daat bercampur dengan air yaitu entellan. Entellan merupakan larutan dari suatu resin dalam terpentin dan mengandung sederetan hidrokarbon yang bertitik didih tinggi sebagai penjaga plastisitas entellan bila mengering. Dengan demikian embrio ayam telah dapat diamati dalam bentuk sediaan utuh (whole mounting). SIMPULAN Teknik pembuatan preparat whole mount merupakan pembuatan preparat dengan cara sederhana karena, tidak perlu melakukan pengovenan dan pemotongan. Akan tetapi, diperlukan ada nya ketelitian dan kesabaran dalam proses pembuatannya karena, embrio ayam tergolong bahan yang mudah rusak. DAFTAR PUSTAKA Ganong, W. P Review of Medical Physiologist.Long Medical Publishing Los Atos. California. Guyton Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta. Suntoro, S.H Metode Pewarnaan (Histologis dan Histokimia). Penerbit Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 24

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR Disusun Oleh: Nama : Juwita NIM : 127008003 Tanggal Praktikum: 22 September 2012 Tujuan praktikum: 1. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan Tissue Processing.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 LAPORAN PRAKTIKUM Judul : Histoteknik Nama : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 Tujuan Praktikum : 1. Melihat demonstrasi pembuatan preparat histology mulai dari fiksasi jaringan hingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan 1 faktor, yaitu perlakuan limbah cair nata de coco yang terdiri atas 5 variasi kadar dan 1 kontrol

Lebih terperinci

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Berumur 30, 60, 90, dan 120 hari Hewan uji 2. Pakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan I. Tujuan: 1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan teknik teknik histoteknik yang digunakan dalam pembuatan preparat jaringan 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN

PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN PEMBUATAN PREPARAT MELINTANG DENGAN METODE PARAFIN LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK TUMBUHAN DEVI WAHYUNINGSIH 3425131060 PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB Laporan Praktikum Histotehnik Oleh: Lucia Aktalina Jum at, 14 September 2012 14.00 17.00 WIB Tujuan Praktikum: Melihat demo tehnik-tehnik Histotehnik,mulai dari pemotongan jaringan organ tikus sampai bloking,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat dan waktu pengambilan sampel Sampel diambil di Pantai Timur Surabaya, tepatnya di sebelah Timur Jembatan Suramadu (Gambar 3.1).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi hati dilaksanakan di Balai Penyidikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK NAMA PRAKTIKAN : Ramadhan Bestari GRUP PRAKTIKAN : Grup Pagi (08.00-11.00) HARI/TGL. PRAKTIKUM : Rabu, 24 Oktober 2013 I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu memahami dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN Nama : Yulia Fitri Djaribun NIM : 127008005 Tanggal : 22 September 2012 A.Tujuan Praktikum : 1. Agar mahasiswa mampu melakukan proses

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Mei 2013. Pengambilan sampel ikan mas berasal dari ikan hasil budidaya dalam keramba jaring apung

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

PEWARNAAN HAPUSAN DARAH TEPI. Oleh, Kelompok 2: I Gusti Agung Ayu Krisma D. D (P ) I Putu Paramartha Wicaksana A.

PEWARNAAN HAPUSAN DARAH TEPI. Oleh, Kelompok 2: I Gusti Agung Ayu Krisma D. D (P ) I Putu Paramartha Wicaksana A. PEWARNAAN HAPUSAN DARAH TEPI Oleh, Kelompok 2: I Dewa Ayu Megarani (P07134012003) Ni Wayan Nursilayani (P07134012013) I Gusti Agung Ayu Krisma D. D (P07134012023) I Putu Paramartha Wicaksana A. (P07134012033)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SUPRAVITAL EPITELIUM MUKOSA MULUT Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi.

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengetahuan mengenai anatomi mikroskopis baik tentang hewan maupun tumbuhan banyak diperoleh dari hasil pengembangan sediaan mikroteknik atau yang juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut:

Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut: 79 Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut: Pengambilan Organ Fiksasi Pemotongan Organ Washing Dehidrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan coba yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan hewan coba, sebagai bagian dari penelitian eksperimental lain yang lebih besar. Pada penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, di Laboratorium Kesehatan Ikan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta (lokasi 1) dari pusat kota ke arah Gunung Merapi sebagai lokasi yang relatif tercemar dan di Kota Solo

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Epy Muhammad Luqman Bagian Anatomi Veteriner (Anatomi Perkembangan) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Tujuan : mempelajari keadaan morfologi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOLOGI DAN EMBRIOLOGI HEWAN PREPARAT SAYATAN ORGAN HEWAN. Disusun Oleh : Yulia F

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOLOGI DAN EMBRIOLOGI HEWAN PREPARAT SAYATAN ORGAN HEWAN. Disusun Oleh : Yulia F LAPORAN PRAKTIKUM HISTOLOGI DAN EMBRIOLOGI HEWAN PREPARAT SAYATAN ORGAN HEWAN Disusun Oleh : Yulia F05109031 Prodi Pendidikan Biologi Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendiidkan Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan perlakuan pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap gambaran histologik trakea

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin LAMPIRAN 53 54 Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin Menurut Muntiha (2001), prosedur analisis hispatologi dan jaringan hewan,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen satu faktor dengan pola acak

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen satu faktor dengan pola acak BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen satu faktor dengan pola acak lengkap. Dosis uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan dosis uji sesungguhnya. Dosis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten :

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : PEDOMAN PRAKTIKUM Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KEGIATAN i MIKROSKOP Prosedur A. Memegang dan Memindahkan Mikroskop 1. Mikroskop dipindahkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Alat dan bahan tercantum dalam Lampiran 1. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Apus Darah Tepi Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat. Jelo Tech Mengeringkan daun pare Perkembangan inkubator Hewan. Pyrex Iwaki. - Menyaring ekstrak.

No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat. Jelo Tech Mengeringkan daun pare Perkembangan inkubator Hewan. Pyrex Iwaki. - Menyaring ekstrak. Lampiran 1. Spesifikasi alat dan bahan No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat Oven 1. Jelo Tech Mengeringkan daun pare inkubator 2. Loyang - 3. Labu erlenmeyer Pyrex Iwaki 4. Cawan petri Pyrex Iwaki

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUSAN DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUSAN DARAH LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUSAN DARAH I. Tujuan Untuk dapat mengetahui cara pembuatan dan pewarnaan sediaan hapusan darah II. Metode Hapusan darah ( blood smear ) III.

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN

PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN PEMBUATAN PREPARAT IRISAN MELALUI METODE PARAFIN Kelompok 1 Ardhania Pratiwi Erma Yunita Nur Azizah Yunita Putri JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Jenis Data Data Primer 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta sebagai kota yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Merapi dan di lokasi yang relatif tidak terlalu

Lebih terperinci

METODE DASAR MIKROTEKNIK DAN PEWARNAAN HISTOLOGI

METODE DASAR MIKROTEKNIK DAN PEWARNAAN HISTOLOGI METODE DASAR MIKROTEKNIK DAN PEWARNAAN HISTOLOGI Nama : Kelompok I Kelas D MIKROTEKNIK Mikroteknik atau teknik histologi merupakan ilmu atau seni mempersiapkan organ, jaringan atau bagian jaringan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan 54 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat seluruh cairan dalam jaringan, baik cairan interstisial maupun cairan intrasel sebelum dilakukan penanaman jaringan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi Alat dan Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu sampel daun jambu semarang Buah Pink, Hijau Bulat, Unsoed, Merah Lebar', Kaget Merah, Camplong Putih, Irung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan rancangan post

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen, dikarenakan terdapat pemberian perlakuan terhadap variabel yang diteliti. B. Rancangan Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan 22 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian eksperimental. Penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan pengadaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500 Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci Kelompok Tanpa pemberian obat Indometasin dalam kapsul gelatin Indometasin dalam matriks kalsium alginatkitosan (dibedah stlh 1 hari) Indometasin dalam matriks

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media LAMPIRAN 27 Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media Keterangan : V 1 = Volume air media ke-1 V 2 = Volume air media ke-2 M 1 = Konsentrasi ph media ke-1 = Konsentrasi ph media ke-2 M 2 HCl yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya sebagai 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Hewan Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya sebagai tempat pemeliharaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS).

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS). 39 Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS). 1. Sea Water Complete (SWC) Cair. Media SWC pada penelitian ini digunakan untuk kultivasi Vibrio harveyi yang akan digunakan untuk perlakuan infeksi.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Rekomendasi Persetujuan Kode Etik Penelitian Kesehatan

Lampiran 1. Surat Rekomendasi Persetujuan Kode Etik Penelitian Kesehatan 43 Lampiran 1. Surat Rekomendasi Persetujuan Kode Etik Penelitian Kesehatan 43 44 Lampiran 2. Data Berat Badan Mencit Setelah Dipaparkan Asap Rokok Total Rata-rata Berat Notasi Badan Mencit K 309.17 34.35±1.23

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan April 2010. Sampel diperoleh dari Kepulauan Seribu. Identifikasi cacing parasitik dilakukan di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis probit uji LC50-96 jam minyak sereh. Pengamatan Jumlah Respon

Lampiran 1 Analisis probit uji LC50-96 jam minyak sereh. Pengamatan Jumlah Respon 58 Lampiran 1 Analisis probit uji LC5096 jam minyak sereh LC 50 96jam Konsentrasi Jumlah Terekspos Pengamatan Jumlah Respon Pengaturan Proporsi Respon Prediksi Proporsi Respon Proposi Respon 60 10 1 0,1000

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002.

Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember Juni 2002. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2001 - Juni 2002. Pemeliharaan dan pengamatan pertumbuhan ternak dilakukan di kandang Unggas Fakultas Petemakan

Lebih terperinci

MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL

MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL 15 MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL TUJUAN Membandingkan antara proses difusi, osmosis, turgor, plasmolisis, krenasi, dan hemolisis sehingga dapat diketahui perbedaannya dengan jelas. TEORI Membran memiliki

Lebih terperinci

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI MIKROTEKNIK Definisi: cara pembuatan sediaan histologik yg dpt diamati di bawah mikroskop Macam sediaan histologik: sediaan segar & sediaan permanen Sediaan Segar Sediaan hidup

Lebih terperinci

Teknik Pengelolaan Sediaan Sitologi

Teknik Pengelolaan Sediaan Sitologi Teknik Pengelolaan Sediaan Sitologi ( Dibacakan pada Simposium Prosedur dan Analisis FNAB yang Tepat dalam Meningkatkan Akurasi Diagnosis ) Oleh : Bethy S. Hernowo, dr., Sp.PA(K)., Ph.D Sitologi adalah

Lebih terperinci

PAPER HEMATOLOGI PEMBUATAN HAPUSAN DARAH

PAPER HEMATOLOGI PEMBUATAN HAPUSAN DARAH PAPER HEMATOLOGI PEMBUATAN HAPUSAN DARAH Oleh Kelompok I (Ganjil) : Ni Wayan Windi Ferina A.A.I.N. Gayatri Agung Kadek Ayu Lestariani Ni Komang Mirayanti Luh De Trisna Dewi (P07134012001) (P07134012011)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 Pebruari 2005 di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain rancangan acak lengkap (RAL). B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV)

III. METODE PENELITIAN. jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) 32 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi dan Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi jantung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Pemberian Kepel.

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Pemberian Kepel. LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Penghitungan Dosis Pemberian Kepel. Berat keseluruhan daging buah kepel yang masih basah:440 g, dan setelah dikeringkan diperoleh 60 g serbuk simplisia kering. Jadi rendemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel 1. Populasi Tikus putih betina umur ±2 bulan, berat 150-200 gr dan belum pernah bunting. 2. Sampel 16 ekor tikus putih betina yang diberi perlakuan ekstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

PRAKTIKUM HISTOTEKNIK PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Tujuan: i) Melihat pada demo teknik-teknik Histologi, termasuk persiapan sampel dan penggunaan mikroskop ii)latihan membuat preparat histologi jaringan masing-masing yang dapat dianalisa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. METODE PENELITIAN Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. Pengujian probiotik secara in vivo pada tikus percobaan yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian 49 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji efektivitas jamu keputihan dengan parameter zona hambat dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan

Lebih terperinci