II. LANDASAN TEORI II.1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. LANDASAN TEORI II.1"

Transkripsi

1 I. UJUAN PRAKTIKUM 1. Mampu memahami teori mengenai larutan irigasi dan tetes mata dengan baik. 2. Mampu mencapai perhitungan isotonis suatu zat dengan benar. 3. Mampu menghitung pengambilan bahan dengan benar. 4. Mampu melakukan sterilisasi dengan baik dan benar. 5. Mampu memahami proses pembuatan larutan irigasi dan tetes mata dengan baik dan benar. 6. Mengetahui cara pengemasan, penandaan, dan penyimpanan larutan irigasi dan tetes mata dengan benar. II. LANDASAN TEORI II.1 Sediaan Steril 1. Pengertian Steril Steril adalah keadaan ketika suatu zat bebas dari mikroba hidup, dari jenis patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/nonapatogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap berkembang biak), maupun bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat). 2. Tujuan Sterilisasi Tujuan pembuatan sediaan steril adalah karena sediaan obat tersebut berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lainnya dimana pertahanan terhadap benda asing tidak selengkap yang ada di saluran cerna. Diharapkan dengan digunakannya sediaan steril tidak terjadi infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu steril dan tidak steril. Sediaan farmasi yang dapat disterilkkan adalah obat suntik injeksi, tablet impant, tablet hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata, cuci mata, dan salep mata. 3. Cara-cara Sterilisasi a. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III 1) Cara A Pemanasan dalam otoklaf. Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah, kemudian ditutup kedap, sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh tpada suhu 115 o 116 o C selama 30 menit. 2) Cara B Pemanasan dengan bakterisida, panaskan pada suhu 98 o 100 o C selama 30 menit. 3) Cara C Penyaringan. Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril. 4) Cara D 1

2 Pemanasan kering, panaskan pada suhu 150 o selama 1 jam. 5) Teknik Aseptik Cara pemeliharaan bahan steril sedemikian rupa sehingga seminimal mungkin terjadinya pencemaran oleh kuman. b. Menurut Farmakope Edisi IV 1) Sterilisasi Uap Proses sterilisasi panas menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung dalam sebuah bejana yang disebut otoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi yang paling banyak digunakan (suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah 15 menit pada suhu 121 o C kecuali dinyatakan lain). 2) Sterilisasi Panas Kering Proses sterilisasi panas untuk bahan yang tertera di Farmakope dengan menggunakan panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets di dalam suatu oven yang didesain khusus untuk itu. Rentan suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15 o jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250 o. 3) Sterilisasi Gas Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas inert. Cara ini merupakan alternatif sterilisasi thermal jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap suhu yang tinggi. Proses sterilisasi ini berlangsung di dalam bejana bertekanan yang didesain seperti otoklaf dengan modifikasi tertentu, alat ini didesain sehingga mampu mengeluarkan gas setelah proses sterilisasi, mampu membantu mikroba yang masih hidup dan mengurangi paparan gas yang sangat berbahaya terhadap operator. 4) Sterilisasi dengan Radiasi Ion Ini dilakukan bila bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variable yang dikendalikan lebih sedikit. Mekanisme radiasi ion ini belum pasti, tetapi ada teori yang menyatakan keterlibatan dalam perubahan kimia atau membantu mikroba membentuk senyawa baru yang dapat merusak sel, dan teori lain menyatakan terjadi perusakan kromosom yang sifatnya menetap. 5) Sterilisasi dengan Penyaringan Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba sehingga mikroba yang dikandungnya dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat 2

3 penyaring umumnya terdiri dari matriks berpori tertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. 6) Sterilisasi dengan cara Aseptik Proses ini untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril atau komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk rauhan atau komponennya bebas dari mikroba hidup. 4. Dasar Pemilihan Cara Sterilisasi Pemilihan cara sterilisasi harus mempertimbangkan beberapa hal seperti berikut: a. Stabilitas: sifat kimia, sifat fisika, khasiat, dan struktur bahan obat tidak boleh mengalami perubahan setelah proses sterilisasi. b. Efektivitas: cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal dengan proses yang sederhana, cepat, dan biaya murah. c. Waktu: lamanya waktu sterilisasi ditentukan oleh bentuk zat, jenis zat, sifat zat, dan kecepatan tercapainya suhu sterilisasi yang merata. 5. Jenis-jenis Steril a. Bedasarkan pengemasan 1) Single dose unit : injeksi dalam ampul 2) Multiple dose : infeksi dalam vial 3) Cairan volume besar : infus intravena b. Bedasarkan bentuk fisik dari produk 1) Larutan steril 2) Suspensi steril 3) Emulsi steril 4) Padat steril c. Bedasarkan penggunaan 1) Injeksi Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. 2) Infundabilia (Infus Intravena) Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak. II.2 Tetes Mata 1) Pengertian Tetes Mata Sediaan tetes mata addalah sediaan steril berupa larutan suspense, diguakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. (Farmakope edisi hal: 10) 3

4 Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (Farmakope edisi 4 hal: 13) 2) Keuntungan dan kerugian sediaan tetes mata : 1. Keuntungan a. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan penanganan. b. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif pada memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya. 2. Kerugian a. Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas, maka larutan yang berlebihan dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Misalnya : b-bloker untuk perawatan glaucoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau asma bronchial. b. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relative non permeable sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya local/topical 3. Penggunaan Obat Tetes Mata Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikatagorikan menjadi: miotik, midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti glaucoma, senyawa dan anestetik local. 4. Syarat Sediaan Tetes Mata a. Steril b. Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan ph air mata. c. Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7-14% b/v atau 0,7- II.3. Larutan Irigasi 1,5% b/v d. PH air mata = 7,4 larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus. e. Tidak iritan pada mata (untuk basis salep) Menurut Farmakope Ingdonesia edisi 4, Larutan irigasi adalah larutan steril yang digunakan utuk mencuci atau memersihkan luka terbuka atau rongga-rongga tubuh. Pemakaiannya secara topical, tidak boleh secara perenteral. 4

5 II.4. Injeksi 1. Pengertian Injeksi Menurut Farmakope Indonesia edisi 3, Injeksi adalah sediaan steril adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. 2. Jenis-jenis Injeksi Dalam Farmakope Indonesia edisi 4, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis, antara lain: a. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk imjeksi. b. Sediaan padat kering atau cairan pekat, tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan bila ditambahkan pelarut lain yang sesuai memberikan larutan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk obat suntik dan dapat dibedakan dari nama bentuknya. c. Sediaan seperti tertera pada (b) kan tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya. d. Sediaan berupa suspense serbuk dalam medium air yang sesuai dan tidak disuntik secara intravena atau keadaan saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya e. Sediaan padat kering, yang bila ditambahkan pembawa yang sesuai menghasilkan sediaan yang memenuhi semua aspek persyaratan suspense steril dapat dibedakan dri nam bentuknya. 3. Komponen Sediaan Injeksi a. Bahan obat atau zat berkhasiat. b. Zat pembawa atau zat pelarut. c. Bahan pembantu atau zat tambahan d. Wadah dan tutup 4. Cara Pembuatan Obat Suntik Segala garis besar cara pembuatan sediaan injeksi dibedakan menjadi: a. Cara aseptik Digunakan untuk bahan obat yang tidak dapat mengalami sterilisasi akhir karena bahan obat rusak atau terurai pada pemanasan. b. Cara non-aseptik (nasteril) Digunakan untuk bahan obat yang tahan pemanasan atau termostabil. 5. Syarat-syarat Injeksi 5

6 a. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebababkan iritasi jaringan atau efek toksis. Pelarut dan bahan tambahan harus dicoba pada hewan terlebih dahulu untuk meyakinkan keamanan pemakain bagi manusia. b. Jika berupa larutan jernih, bebas dari parikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi. c. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai ph =7,4 agar tidak merasa sakit pada saat penyuntikan dan penyerapannya optimum. d. Sedapat mungkin isotonic, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan darah atau cairan tubuh, agar tidak terasa sakit. III. ALAT DAN BAHAN Alat: 1. Timbangan elektrik 2. Beker glass 3. Kertas saring 4. Sendok tanduk 5. Dandang 6. LAF 7. Penyaring bakteri steril 8. Autoclave 9. Batang pengaduk Bahan: 1. NaCl 2. ZnSO4 3. Asam Borat 4. Aqua Pro Injeksi 6

7 IV. FORMULASI DAN PERHITUNGAN BAHAN IV.1 Formulasi 1. Larutan irigasi NaCl: R/ NaCl 0,9% 2. Sediaan tetes mata: Aqua p.i ad 200 ml R/ ZnSO4 1 mg Asam borat 15 mg NaCl qs A. Monografi Bahan 1. Larutan Irigasi Aqua p.i ad 10 ml a. NaCl (Natrii Chloridum) Natrium klorida mengandung tidak kurang dari 99,5% NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian: hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa asin. Kelarutan: larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol p, sukar larut dalam etanol (95%)P. Khasiat: sumber ion klorida dan ion natrium. Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik. (Farmakope edisi 3 hal: 403) b. Aqua Pro Injectione (Air Untuk Injeksi) Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan cara sterilkan dengan cara sterilisasi A atau C. Pemerian: Keasaman-keasaman, amonium, besi, tembaga, timbal, kalsium, klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada aqua destilata. Khasiat: Untuk pembuatan injeksi. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam wadah bertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu tiga hari setelah pembuatan. (Farmakope edisi 3 hal: 97) 2. Tetes Mata a. ZnSO4 (Zinci Sulfas) Seng sulfat mengandung tidak kurang dari 55% dan tidak lebih dari 61,0% ZnSO4, sesuai dengan tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 108,7% ZnSO4.7 H2O.

8 Pemerian: Hablur transparan atau serbuk hablur; tidak berwarna; tidak berbau; rasa sepat dan mirip logam. Sedikit merapuh. Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam gliserol P. Khasiat: Adstringen Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat (Farmakope edisi 3 hal: 637) b. Asam Borat (Acidum Boricum) Asam benzoat mengandung tidak kurang dari 99,5% C7H6O2 Pemerian: Hablur halus dan ringan : tidak berwarna : tidak berbau. Kelarutan: Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. Khasiat: Antiseptikum ekstern : antijamur. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik (Farmakope edisi 3 hal: 49) c. NaCl (Natrii Chloridum) Natrium klorida mengandung tidak kurang dari 99,5% NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian: Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih : tidak berbau : rasa asin. Kelarutan: Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol p, sukar larut dalam etanol (95%) p. Khasiat: Sumber ion klorida dan ion natrium. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik. (Farmakope edisi 3 hal: 403) d. Aqua Pro Injectione (Air Untuk Injeksi) Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan cara sterilkan dengan cara sterilisasi A atau C. Pemerian: Keasaman-keasaman, amonium, besi, tembaga, timbal, kalsium, klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada aqua destilata. Khasiat: Untuk pembuatan injeksi. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam wadah bertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu tiga hari setelah pembuatan. (Farmakope edisi 3 hal: 97) IV.2. Perhitungan Bahan

9 A. B. V. LANGKAH KERJA A. Larutan Irigasi : 1. Lakukan sterilisasi alat dengan cara yang sesuai. 2. Hitung jumlah bahan yang diperlukan. 3. Timbang NaCl dengan timbangan electric. 4. Larutkan bahan dengan beaker glass dengan aqua pro injeksi (di dalam LAF). 5. Tambahkan aqua pro injeksi ad sampai (di dalam LAF). 6. saring larutan melalui penyaring bakteri steril (di dalam LAF). 7. Masukkan fitrat ke dalam wadah yang sesuai dan tutup wadah (di dalam LAF). 8. Sterilisasi pada auto clave pada suhu 121 o C selama 15 menit. 9. Amati sediaan selama 1 bulan. 10. Beri penandaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. B. Tetes Mata : 1. Lakukan sterilisasi alat dengan cara yang sesuai 2. Hitung jumlah bahan yang diperlukan untuk pembuatan 6 ml dan lebihkan 10% 3. Timbang ZnSO4, asam borat, dan NaCl dengan timbangan electric 4. Larutkan masing-masing bahan dalam beaker glass dengan aqua pro injeksi (di dalam LAF) 5. Campur masing-masing larutan dalam beaker glass dan ad sampai 60 ml (di dalam LAF) 6. Saring larutan melalui penyaring bakteri steril (di dalam LAF) 7. Masukkan fitrat ke dalam wadah yang sesuai dan tutup wadah (di dalam LAF) 8. Sterilisasi uap pada suhu 100 o C selama 60 menit 9. Amati sediaan selama 1 bulan 10. Beri penandaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku VI. HASIL KEGIATAN Pada pengujian sediaan steril ini, kami hanya menggunakan pengamatan secara visual tanpa menggunakan lampu Atherman. Dan hasilnya adalah sebagai berikut : A. Hasil Kerja Larutan Irigasi NaCl Dari percobaan yang telah kami lakukan, dalam membuat larutan irigasi NaCl, kami menghasilkan 1260 ml larutan irigasi NaCl yang kemudian kami bagi menjadi lima

10 sediaan yang masing-masing berisi 200 ml. Setelah melakukan pengamatan, hasil yang kami peroleh yaitu : 1. Warna larutan irigasi NaCl yang kami kerjakan tidak keruh atau tidak berubah. B. Hasil Kerja Tetes Mata Dari praktikum sediaan steril tetes mata yang telah kami lakukan, kami menghasilkan 60 ml larutan tetes mata yang kemudian kami bagi menjadi lima sediaan. Dimana masing-masing sediaan berisi 10 ml larutan tetes mata.setelah dilakukan pengamatan, hasil yang kami peroleh, yaitu : 1. Warna larutan tetes mata yang kami kerjakan tidak keruh atau tidak berubah. VII. PEMBAHASAN Dalam pelaksanaan Praktikum Ilmu Resep khususnya pada tahap pembuatan sediaan tetes mata dan larutan irigasi, kami menggunakan metode sterilisasi uap. Steril adalah suatu keadaan dimna suatu zat bebas dari mikroba hidup baik yang patogen maupun non patogen, baik vegetative maupun dalam bentuk spora. Sedangkan Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril. Formulasi pembuatan larutan irigasi, kami menggunakan kompesisi NaCl dan Aqua pro injeksi dan formulasi pembuatan tetes mata mengunakan kompesisi tiap ml mengandung ZnSO, Asam Borat, NaCl, Aqua pro injeksi dimana pada sediaan larutan irigasi, NaCl sebagai zat aktif dan pada pembuatan tetes mata yang menjadi bahan aktif adalah zink sulfat. Pada ke dua sediaan tersebut kami menggunakan metode Sterilisasi yaitu metode uap adalah proses sterilisasi termal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan suhu 121 C selama 15 menit, kecuali dinyatakan lain, sterilisasi ini berlangsung di suatu bejana yang disebut autoclave. Tetapi terdapat beberapa peralatan yang kami sterilisasikan di dandang yang berisi air yang dipanaskan sampai mendidih, setelah mendidih barulah dihitung 15 menit untuk mensterilkan. Itu dikarenakan alat tersebut dari plastik yang memiliki kemampuan meleleh jika disterilisasikan pada suhu tinggi seperti di autoclave. Bahan yang telah ditimbang dan dilarutkan pada kedua sediaan kami, terlebih dahulu disaring dengan menggunakan alat penyaring bakteri steril dan kami masukkan kedalam botol yang sesuai. Kemudian masukkan semua sediaan kedalam autoclave yang telah dihidupkan, tutup autoclave dengan tepat agar tidak terjadi kebocoran, tunggu

11 hingga suhu 121 C lalu hitung selama 15 menit. Jika telah selesai, pastikan terlebih dahulu membuka kutub uap agar uap yang terdapat di dalam autoclave keluar semua, setelah selesai buka autoclave dan keluarkan sediaan kemudian bawa ke ruang LAF. VIII. KESIMPULAN Dari hasil praktikum sterilisasi yang telah kami lakukan, kami dapat simpulkan bahwa: 1. Kami dapat lebih memahami proses atau tahapan-tahapan membuat sediaan steril yang baik dan benar sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 2. Pelaksanaan praktikum farmasetika khususnya pada pembuatan sediaan steril telah berjalan dengan cukup baik. 3. Sediaan steril yang kami peroleh jika dilihat secara sekilas seperti partikel melayanglayang. Namun jika diamati dengan seksama dan menyeluruh, hasil percobaan kami terdapat beberapa partikel yang melayang.

Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Injeksi Atropin Sulfas

Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Injeksi Atropin Sulfas Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril Injeksi Atropin Sulfas Disusun Oleh : Sela Dwi Agraini (P2.31.39.013.089) Siti Nur Fathimah (P2.31.39.013.090) Sutera Apriani (P2.31.39.013.091) Tri Murtiani

Lebih terperinci

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN OBAT TETES PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, terdispersi secara molekuler

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum

Lebih terperinci

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan.

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan. I. Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan steril 2. Untuk menghitung isotonis suatu sediaan steril 3. Untuk mengevaluasi sediaan steril II. Dasar Teori Larutan mata steril adalah steril

Lebih terperinci

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN Pembawa, Syarat dan Evaluasi Obat Suntik Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI

Lebih terperinci

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL) BAB II SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL) PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab II yang diberikan pada pertemuan kedua dan ketiga, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan komponen, prinsip pembuatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl?

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09. LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG

Lebih terperinci

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian BATASAN Menurut USP, larutan parenteral volume kecil (SVP) adalah injeksi yang menurut label pada kemasan, bervolume 100 ml atau kurang Termasuk ke dalam

Lebih terperinci

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan

Sub Pokok Bahasan. - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril. membuat sediaan steril - Formula sediaan RUANG LINGKUP STERIL Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. Sub Pokok Bahasan - Batasan sediaan steril -Macam2 sediaan steril -Persyaratan steril -Kemampuan yang dituntut untuk membuat sediaan steril - Formula

Lebih terperinci

FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Valerius Cordus (1515-1544) Dispensatorium Cikal bakal Farmakope KETENTUAN UMUM Buku resmi yang ditetapkan secara hukum Isi : - Standardisasi obat-obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN

SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau suspensi, digunakan untuk mata dengan jalan meneteskan, mengoleskan pada selaput lendir mata di sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PRAKTIKUM KIMIA DASAR I REAKSI KIMIA PADA SIKLUS LOGAM TEMBAGA Oleh : Luh Putu Arisanti 1308105006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG TAHUN 2013/2014

Lebih terperinci

III. TANGGUNG JAWAB 1...yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tetap ini. 2.. selaku supervisor dalam pelaksanaan prosedur tetap ini.

III. TANGGUNG JAWAB 1...yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tetap ini. 2.. selaku supervisor dalam pelaksanaan prosedur tetap ini. 1 Halaman : 1 dari 11 1 okt 10 I. TUJUAN Untuk memberikan panduan tata cara pembuatan sediaan tetes telinga dan mengetahui area kerja pembuatan. II. FORMULATION 1. Formula Standar Tiap 100 ml mengandung

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Kamis - Sabtu Tgl. Pratikum : 30 September 9 Oktober 2010 Dosen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212 PERCOBAAN VIII PEMURNIAN SENYAWA ORGANIK PADAT DENGAN REKRISTALISASI Tanggal Praktikum : 4 Maret 2014 Tanggal Pengumpulan : 13 Maret 2014 Disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air adalah syarat utama bagi terjaminnya kesehatan (Dwidjoseputro, 1978). kuantitas maupun kualitasnya (Entjang, 2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air adalah syarat utama bagi terjaminnya kesehatan (Dwidjoseputro, 1978). kuantitas maupun kualitasnya (Entjang, 2000). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan zat yang mutlak bagi setiap makhluk hidup, dan kebersihan air adalah syarat utama bagi terjaminnya kesehatan (Dwidjoseputro, 1978). Untuk semua ini diperlukan

Lebih terperinci

IDENTITAS : KODE MATA KULIAH : FAF 321 SKS : 2,1. DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr. rer. nat. Auzal Halim, Apt 2. Dr. Erizal Zaini, MS.

IDENTITAS : KODE MATA KULIAH : FAF 321 SKS : 2,1. DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr. rer. nat. Auzal Halim, Apt 2. Dr. Erizal Zaini, MS. IDENTITAS : KODE MATA KULIAH : FAF 321 SKS : 2,1 DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr. rer. nat. Auzal Halim, Apt 2. Dr. Erizal Zaini, MS. Apt DEFINISI UMUM : PREPARAT PARENTERAL ADALAH BENTUK-BENTUK OBAT YANG

Lebih terperinci

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL BAB I PENGENALAN PERBEKALAN STERIL PENDAHULUAN Setelah mahasiswa mengikuti kuliah bab I yang diberikan pada pertemuan pertama, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan jenis, syarat dan evaluasi dasar perbekalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

SOLUTIO (Larutan) : Sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih dalam pelarut air suling k.ecuali dinyatakan lain.

SOLUTIO (Larutan) : Sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih dalam pelarut air suling k.ecuali dinyatakan lain. SOLUTIO (Larutan) : Sediaan cair yang mengandung satu jenis obat atau lebih dalam pelarut air suling k.ecuali dinyatakan lain. Dapat digunakan sebagai : obat dalam, obat luar, dimasukkan ke dalam rongga

Lebih terperinci

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT I. DASAR TEORI I.1 Asidi-Alkalimetri Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode analisis titrimetri. Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3. Label Bahan Baku PT. Infar Arispharma DITOLAK Nama Bahan/Produk : Nama Pabrik/Pemasok : No. Laporan Penerimaan : Jumlah : No. Sertifikat Analisis : KARANTINA Nama Bahan/Produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Lampiran 2. DENAH ALUR AIR PRODUKSI PT. INFAR ARISPHARMA A B D C F G H E I J K AIR PRODUKSI BILAS BOTOL BILAS TONG Keterangan : A = B = C = D = E = F = G = H = AIR BAKU POMPA AIR BAKU MIX FILTER

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin) GEL Uji gel a. Viskositas Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Mengapa antibiotik perlu ditentukan kadar atau potensinya? Efek penggunaan antimikroba yang meningkat, sehingga

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL Kelompok : 5 Nama : 1. Ike Nofa Okfrianty (30509022) 2. Indri Elsyd (30509023) 3. Lies Istiqomah (30509024) 4. Maya Oktaviani (30509025) Tanggal praktikum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mouthwash dari Daun Sirih (Piper betle L.)

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mouthwash dari Daun Sirih (Piper betle L.) Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III.1 Alat dan Bahan Dalam pembuatan mouthwash memiliki beberapa tahapan proses, adapun alat dan bahan yang digunakan pada setiap proses adalah : III.1.1 Pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

MATERIA MEDIKA INDONESIA

MATERIA MEDIKA INDONESIA MATERIA MEDIKA INDONESIA MEMUAT: PERSYARATAN RESMI DAN FOTO BERWARNA SIMPLISIA YANG BANYAK DIPAKAI DALAM PERUSAHAAN OBAT TRADISIONAL. MONOGRAFI 1. SIMPLISIA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL, MENCAKUP:

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Makalah Praktikum. Teknologi Formulasi Grup A. Sediaan Steril. Injeksi Aminofillin 2,4%

Makalah Praktikum. Teknologi Formulasi Grup A. Sediaan Steril. Injeksi Aminofillin 2,4% Makalah Praktikum Teknlgi Frmulasi Grup A Sediaan Steril Injeksi Aminfillin 2,4% KELOMPOK V : Nurkhasanah Indah Pertiwi Riska Arguar Syah Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 2015 INJEKSI

Lebih terperinci

INKOMPATIBILITAS PADA PERESEPAN. Rina Wijayanti, M. Sc., Apt

INKOMPATIBILITAS PADA PERESEPAN. Rina Wijayanti, M. Sc., Apt INKOMPATIBILITAS PADA PERESEPAN Rina Wijayanti, M. Sc., Apt Sasaran Belajar Mengetahui macam inkompatibilitas pada peresepan INKOMPATIBILITAS SEBERAPA PENTING? EFEK? APA YANG DIMAKSUD? JENIS? CONTOH?

Lebih terperinci

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3.

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3. Preparasi Sampel Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3 siti_marwati@uny.ac.id Penarikan Sampel (Sampling) Tujuan sampling : mengambil sampel yang representatif untuk penyelidikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

Selain itu, menyimpan peralatan gelas dalam keadaan kotor, atau dari hasil pencucian yang tidak/kurang bersih akan menyukarkan proses pencucian atau

Selain itu, menyimpan peralatan gelas dalam keadaan kotor, atau dari hasil pencucian yang tidak/kurang bersih akan menyukarkan proses pencucian atau Di laboratorium, kegiatan pencucian, umumnya ditujukan pada peralatan/instrumen, atau benda lainnya yang terbuat dari gelas. Pengetahuan tentang sifat dari suatu bahan atau zat (seperti daya larut di dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : III.1.1 Pembuatan Ekstrak Alat 1. Loyang ukuran (40 x 60) cm 7. Kompor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ilham Niawan

KATA PENGANTAR. Ilham Niawan SEDIAAN OBAT Namira Ilham Niawan Saputra Fossa Sacci Lacrimalis 201110410311156 Orbita Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang Tahun Akademi 2011/2012 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Larutan memainkan peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

Perhitungan isotonis. Arif Budiman

Perhitungan isotonis. Arif Budiman Perhitungan isotonis Arif Budiman Pengertian Bila dua larutan memiliki tekanan osmose yang sama maka kedua larutan tersebut di katakan isotonis. Larutan obat suntik dikatakan isotonis : Mempunyai tekanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II KLOROKUIN FOSFAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II KLOROKUIN FOSFAT LAPORA PRAKTIKUM KIMIA FARMASI AALISIS II KLOROKUI FOSFAT Oleh : Kelompok 6 Lisma Rahmawati ( 31112090) FARMASI 3B PRODI S1 FARMASI SEKOLAH TIGGI ILMU KESEHATA BAKTI TUAS HUSADA TASIKMALAYA 2015 A. Tujuan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR LABORATORIUM FAKULTAS KIMIA FISIKA FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR I. Tujuan 1. Menentukan titik lebur zat padat dan menggunakannya

Lebih terperinci

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil 1 Pendahuluan Pemberian cairan dalam volume besar langsung ke sirkulasi tubuh memiliki faktor risiko penyerta yang jauh lebih tinggi. Karenanya,

Lebih terperinci

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP

Sanitasi Peralatan. Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Sanitasi Peralatan Nikie Astorina YD, SKM, M. Kes Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Definisi Sanitasi Peralatan : Tujuan : membunuh mikroba vegetatif yg tinggal di permukaan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penyiapan Zeolit Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Tasikmalaya. Warna zeolit awal adalah putih kehijauan. Ukuran partikel yang digunakan adalah +48 65 mesh,

Lebih terperinci

Sterilisasi dan Pembuatan Medium

Sterilisasi dan Pembuatan Medium MODUL 2 Sterilisasi dan Pembuatan Medium POKOK BAHASAN : 1. Sterilisasi alat, medium/bahan, dan area kerja 2. Pembuatan medium tumbuh bakteri TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mengenal persiapan dan pengerjaan teknik

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

ANION TIOSULFAT (S 2 O 3

ANION TIOSULFAT (S 2 O 3 ANION TIOSULFAT (S 2 O 3 2- ) Resume Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Kimia Analitik I Oleh: Dhoni Fadliansyah Wahyu NIM. 109096000004 PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat,

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit. 2. Dasar teori

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk-bentuk Sediaan Obat Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt Bentuk sediaan obat 1. Sediaan Padat 2. Sediaan Setengah Padat 3. Sediaan Cair 4. Sediaan Gas Sediaan Padat Sediaan Padat 1. Pulvis/Pulveres/Serbuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%. 2. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Enterococcus faecalis dengan

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%. 2. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Enterococcus faecalis dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Disain Penelitian Disain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental murni secara laboratoris in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji 1. Bahan uji yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan parenteral Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan hiperdermis,

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia Apakah yang dimaksud dengan reaksi kimia? Reaksi kimia adalah peristiwa perubahan kimia dari zat-zat yang bereaksi (reaktan) menjadi zat-zat hasil reaksi (produk). Pada reaksi kimia selalu dihasilkan zat-zat

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. 3.1 Bahan Buah jeruk nipis, belimbing, jeruk lemon, vitamin C baku (PPOMN),

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MIKROORGANISME

PENGENDALIAN MIKROORGANISME PENGENDALIAN MIKROORGANISME 1 MIKROORGANISME Menimbulkan penyakit Infeksi ringan-berat- kematian Mencemari makanan, minuman, kosmetik, obat dan sediaan farmasi Perubahan secara kimia Tidak dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi dan perubahannya merupakan objek kajian dari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Ilmu kimia juga merupakan ilmu

Lebih terperinci

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari Setelah mempelajari dan memahami konsep atom, ion, dan molekul, kini saatnya mempelajari ketiganya dalam bahan kimia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah dapat melihat atom, ion,

Lebih terperinci

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa.

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Peniadaan perubahan ph tersebut dikenal sebagai aksi dapar.

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

Suspensi. ALUMiNII HYDROXYDUM COLLOIDALE. Aluminium Hidroksida Koloidal. Alukol

Suspensi. ALUMiNII HYDROXYDUM COLLOIDALE. Aluminium Hidroksida Koloidal. Alukol Suspensi Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap.

Lebih terperinci