BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Larutan memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Di alam kebanyakan reaksi berlangsung dalam larutan air, tubuh menyerap mineral, vitamin dan makanan dalam bentuk larutan.sejalan dengan pesatnya perkembangan penelitian di bidang obat, saat ini tersedia berbagai pilihan obat, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk mengobati suatu penyakit, kelarutan sangat besar pengaruhnya terhadap pembuatan obat dimana bahan-bahan dapat dicampurkan menjadi suatu larutan sejati, larutan koloid, dan dispersi kasar. Data kelarutan suatu zat dalam air sangat penting untuk diketahui dalam pembuatan sediaan farmasi. Sediaan farmasi cairan seperti sirup, eliksir, obat tetes mata, injeksi dan lain-lain dibuat dengan menggunakan pembawa air. Bahkan untuk sediaan obat lainnya seperti suspensi, tablet atau kapsul yang diberikan secara oral, data ini tetap diperlukan karena didalam saluran cerna obat harus dapat melarut dalam cairan saluran cerna yang komponen utamanya adalah air agar dapat diabsorpsi. Pada umumnya obat baru dapat diabsorpsi dari saluran cerna dalam keadaan telarut kecuali kalau transport obat melalui mekanisme pinositosis. Oleh karena itu salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya di dalam air. Faktor faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu adalah suhu, ph, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielektrik bahan pelarut dan penambahan surfaktan. Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat mengetahui dan dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan

2 farmasetis (dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kelarutan. Oleh karena itu, percobaan kelarutan sangat penting dilakukan agar kita dapat mengetahui usaha usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang dapat mempermudah absorpsi obat didalam tubuh manusia. 1.2 Tujuan Percobaan 1. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif. 2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan satu zat. 3. Menjelaskan usaha-usaha yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat aktif dalam air dalam pembuatan sediaan cair. 1.3 Maksud Percobaan Untuk mengetahui dan memahami perbandingan kelarutan paracetamol di dalam air, alkohol dan propilenglikol. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Umum Kelarutan atau solubility (s) adalah kebanyakan senyawa dalam satuan garam yang dapat membuat jenuh larutan. Jika volume larutan dm 3 maka kelarutan itu mempunyai satuan molar (m) (Martin, 1990). Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan juneh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan

3 solut yang tidak terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Mochtar, 1989). Jika gambar ionik dimasukkan kedalam air, maka banyaknya garam yang dapat larut dalam sejumlah pelarut tertentu merupakan nilai dari perkalian ion-ion yang bergam dan merupakan salah stu sifat fisis dari senyawa/garam itu sendiri (Martin, 1990). Banyaknya garam yang dapat larut dalam sejumlah pelarut disebut kelarutan, jika volume larutan yang dipakai untuk melarutkan 1 dm 3, maka kelarutan garam senyawa tersebut dapat dinyatakan sebagai kepekaan garam atau senyawa tersebut (Arief, 2003). Kelarutan suatu gram yang sedikit larut juga tergantung pada konsentrasi dari zat-zat yang membentuk kompleks dengan kation gram dan hasil hidolisasi seperti dikatakan diatas adalah suatu contoh yang pereaksi pembentuk kompleksnya yaitu ion hidroksida (Roth,1994). Telah lazim dikenal dalam bidang kimia bahwa senyawa tidak larut pun tidak memiliki kelarutan. Oleh karena itu senyawa seperti ini lebih tepat dikatakan sebagai senyawa yang sukar larut (Anief, 2003). Besarnya kelarutan suatu senyawa adalah jenuh, misalnya senyawa yang bersangkutan yang larut dalam sejumlah pelarut tertentu dan merupakan larutan yang jenuh yang ada dalam kesetimbangan dengan bentuk padatnya (Ansel, 1989). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah (Mirawati, 2007) : 1. Pengaruh ph Zat aktif yang sering digunakan didalam dunia pengobatan adalah zat organik yang bersifat asam lemah, kelarutan asam lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam akar akan bertambah dengan naiknya ph karena terbentuknya garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organic seperti alkaloida dan anastetik pada umumnya sukar larut. 2. Pengaruh temperatur Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur, titik leleh zat padat, dan panas peleburan molar zat tersebut.

4 3. Pengaruh jenis pelarut Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar ionik, begitu juga sebaliknya. 4. Pengaruh konstanta dielektrik Telah diketahui bahwa kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. 5. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat. Konfigurasi molekul dan bentuk sediaan susunan kristal juga mempengaruhi. 6. Pengaruh penambahan zat-zat lain Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat. Surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Sifat yang penting dari misel ini adalah kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat yang biasanya sukar larut dalam air. Proses ini dikenall sebagai solubility. Solubility terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel membentuk suatu larutan yang jernih dan stabil secara termodinamika. Lokasi molekul zat terlarut dalam misel tergantung pada pelarut zat tersebut. Molekul non polar akan masuk kedaerah polisade dan membentuk suatu misell campuran (Mirawati, 2007). Selain penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan ureten dalam pembuatan injeksi khirin (Mohtar, 1989). Kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu diketahui dengan membuat larutan jenuh dari zat itu pada suhu yang spesifik dan penentuan jumlah zat yang larut pada sejumlah berat tertentu dan larutan dengan cara analisis kimia (Ansel, 2005). Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran itu (Hardjaji, 1993)

5 Tipe larutan yang paling umum yang kita jumpai di laboratorium terdiri atas solute yang terlarut dalam zat cair, oleh karena itu sebagian besar perhatian kita, kita arahkan terhadap larutan tipe ini. Larutan yang berbentuk cair (contohnya NaCl dalam air), melarutkan zat cair dalam zat cair (contohnya etilen glikol dalam air, larutan anti beku), atau melarutkan gas dalam zat cair contohnya CO 2 dalam air, efferfescens) (Ditjen POM, 1979). Untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam pengertian umum kadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20 o C dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut, pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar, kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik seperti bagian kertas saring, serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah dalam sejumlah ml pelarut (Ditjen POM, 1979). Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah sebagai bentuk (Ditjen POM, 1979). Sangat mudah larut Kurang dari 1 Mudah larut 1 sampai 10 Larut 10 sampai 10 Agak sukar larut 30 sampai Sukar larut sampai Sangat sukar larut sampai Praktis tidak larut Lebih dari Prosedur Kerja (Anonim, 2015) A. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif 1. Masukkan 1 g asam salisilat dalam 50 ml air dan kocok selama 1,5 jam dengan stirer, jika ada endapan yang larut selama pengocokan

6 tambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh. 2. Saring dan tentukan kadar asam salisilat yang terlarut dalam masingmasing larutan B. Pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat 1. Buat campuran pelarut-pelarut seperti yang tertera pada tabel di bawah ini : Pelarut Air % (v/v) Alkohol % (v/v) Propilen glikol %v/v) A B C D E F G H Ambil 50 ml campuran pelarut, larutkan asam salisilat sebanyak 1 g ke dalam masing-masing campuran pelarut. 3. Kocok larutan dengan stirer selama 1,5 jam, jika ada endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali. 4. Saring larutan, tentukan kadar asam salisilat yang larut. 5. Buat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan harga konstatnta dielektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan. C. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 1. Buat 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi 0; 0,1:0,5; 1; 10; 50 dan mg/ml air. 2. Tambahkan asam benzoat sedikit demi sedikit sampai diperoleh larutan jenuh. 3. Kocok larutan selama 2 jam, kalau ada endapan yang larut selama pengocokan, tambahkan lagi asam salisilat sampai didapat larutan yang jenuh kembali. 4. Saring dan tentukan kadar asam benzoat yang terlarut dalam masingmasing larutan.

7 5. Buat grafik antara kelarutan asam benzoat dengan konsentrasi tween 80 yang digunakan. 6. Tentukan konsentrasi misel kritik tween 80 D. Pengaruh ph terhadap kelarutan suatu zat 1. Buat ml larutan dapar fosfat dengan ph 4,5,6,7, dan Ambil 25 ml larutan masing-masing larutan lalu ditambahkan 0,5 g natrium diklofenak ke dalamnya. 3. Kocok larutan selama 2 jam, kalau ada endapan yang larut selama pengocokan, tambahkan lagi asam salisilat sampai didapat larutan yang jenuh kembali. 4. Saring larutan dan tentukan kadar natrium diklofenak yang terlarut dalam masing-masing larutan dapar dengan cara spektrofotometri UV pada panjang gelombang nm. Bila konsentrasi larutan terlalu pekat encerkan dulu dengan larutan dapar yang sesuai. 5. Buatlah kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan ph larutan.

8 3.1 Alat Dan Bahan Alat yang digunakan BAB 3 METODE KERJA Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu gelas kimia 25 ml, erlenmeyer 25 ml, gelas ukur 50 ml, magnetic stirrer, kertas grafik, sendok tanduk, botol semprot, botol coklat ml, pipet pendek, pipet panjang, spektrofotometer, kuvet, corong, oven, dan timbangan analitik Bahan yang digunakan Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Air Suling, Alkohol, Propilenglikol, Parasetamol, Dapar fosfat ph 6, Dapar fosfat ph 8, Dapar fosfat ph 10, larutan NaOH 0,1 N, Tween 80, Alumunium Foil,dan Kertas Saring, 3.2 Cara Kerja A. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif 1. Dimasukkan mg paracetamol ke dalam 50 ml air dan dikocok dengan stirrer selama 30 menit, jika ada endapan yang larut selama

9 pengocokan, ditambahkan lagi sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh endapan yang tidak larut. 2. Saring dan tentukan kadar asam paracetamol yang terlarut dalam larutan. B. Pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat Dibuat 5 ml campuran bahan pelarut yang tertera pada tabel dibawah ini: Pelarut Air % ( v/v ) Alkohol % Propilen glikol (v/v) % ( v/v ) A B C D E Ambil 5 ml campuran pelarut, larutkan paracetamol sebanyak mg ke dalam masing-masing campuran pelarut. 2. Kocok larutan dengan stirrer selama 30menit. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan, di tambahkan lagi sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali. 3. Saring larutan dan tentukan kadar asam salisilat yang larut. 4. Buatlah kurva antara kelarutan paracetamol dengan harga konstanta dielektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan. C. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 1. Buatlah larutan tween 80 dengan konsentrasi 0,1; 0,5; 1,0; 5,0; 10,0;; dan mg. 2. Tambahkan mg paracetamol ke dalam masing-masing larutan. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan, di tambahkan lagi sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali. 3. Saring larutan dan di tentukan kadar paraceamol yang larut. 4. Buatlah kurva antara kelarutan paracetamol dengan konsentrasi tween 80 yang digunakan. 5. Tentukan konsentrasi misel kritik (KMK) tween 80. D. Pengaruh ph terhadap kelarutan suatu zat 1. Buat 25 ml larutan dapar fosfat dengan ph 6, 8 dan Masing-masing larutan ditambahkan mg paracetamol ke dalamnya.

10 3. Kocok larutan dengan stirrer selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan, di tambahkan lagi sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali. 4. Saring larutan dan ditentukan kadar paracetamolyang terlarut dalam masing-masing larutan dapar dengan cara spektrofotometri UV pada panjang gelombang 236 nm. Bila konsentrasi larutan terlalu pekat encerkan dulu dengan larutan dapar yang sesuai. 5. Buat kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan ph larutan.

11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Menentukan Kelarutan Suatu Zat Secara Kuantitatif PCT (g) Vol Air (ml) BeratKertasSarin g (g) Berat kertas saring + BeratResidu residu 1, , Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat Pelarut Perbandi ngan K. Dielekt rik Berat Kertas Saring (g) Berat Kertas Saring + Residu (g) Berat Residu (g) Jumlahterlarut (g) 0,0936 Jumlah terlarut (g) (g) A 60:00: ,756 1, ,7185 B 60:05: ,4392 1,9 0,4708 0,5292 C 60:10: ,4476 2,3554 0,9078 0,0922 D 60:15: ,5086 2,1028 0,5942 0,4058 E 60:20: ,3647 2,1023 0,7376 0,8492 F 60:30: ,4005 2,1993 0,7988 0,7753 G 60:35:05 57,995 1,3617 1,7594 0,3977 0,6823 H 60:40: ,346 2,125 0,779 0,771

12 4.1.3 Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan Suatu Zat Berat Kertas Berat Jumlah Paracetamo Konsentrasi Berat Kertas Saring + Residu Residu Terlaru l (g) Tween 80% Saring (g) (g) (g) t (g) mg 0,1% 1,0325 2,7775 1,745 0,755 mg 0,5% 0,8158 2,4939 1,6781 0,3219 mg 1,0% 1,4547 2,0013 0,5466 0,4534 mg 5,0% 0,8124 0,8882 0,0758 1,4242 mg 10% 1,1097 1,6948 0,5851 0,4149 mg mg 1,0805 1,5625 0,482 0, Pengaruh ph terhadap kelarutan suatu zat ph larutan Berat sampel Berast kertas Sampel dan kertas Residu sampel Sampel yang larut saring saring 6 mg 1,0541 g 1,7176 g 0,6635 g 0,3365 g 8 mg 1,4607g 1,9833 g 0,5226 g 0,4774g 10 mg 1,2980 g 1,3016 g 0,0036 g 0,9964g Perhitungan 1. Kelarutan suatu zat secara kuantitatif Residu = berat zat berat kertas timbang = = g Sampel yang larut = berat awal berat residu = = g Kelarutan = 50mL g = ml/g (sukar larut) 2. Pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan suatu zat Dik Konstanta dielektrik : Air : 80,4 Propilen glikol : 32 Alkohol : 23,3 Pelarut A :

13 Air : Propilen glikol : Pelarut B : Air : Alkohol : Propilen glikol : Pelarut C : Air : Alkohol : Propilen glikol : Pelarut D : Air : Alkohol : Propilen glikol : Pelarut E : Air : Alkohol : Propilen glikol : Pelarut F : Air : 60 x80,4 48,24 40 x32 12,8 = 48, ,8 = 61,04 60 x80,4 48,2 5 x23.3 1, x32 11,2 = 48,24 + 1, ,2 = 60, x80,4 48,24 10 x23.3 2,33 30 x32 9,6 = 48,24 + 2,33 + 9,6 = 60,17 60 x80,4 48,24 15 x23.3 3, x32 8 = 48,24 + 3, = 59, x80,4 48,24 20 x23.3 4,66 20 x32 6,4 = 48,24 + 4,66 + 6,4 = 59,3 60 x80,4 48,24

14 Alkohol : Propilen glikol : Pelarut G : Air : Alkohol : Propilen glikol : Pelarut H : Air : Alkohol : = 48,24 + 9,32 = 57,56 30 x23.3 6,99 10 x32 3,2 = 48,24 + 6,99 + 3,2 = 58,43 60 x80,4 48,24 35 x23.3 8,155 5 x32 1,6 = 48,24 + 8, ,6 = 57, x80,4 48,24 40 x23.3 9,32 3. Pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat Tween 0,1 % Residu sampel = 2,7775 gr 1,0325 gr = 1,745 gr Sampel yang larut = 2,5 gr 1,745 gr = 0,755 gr/ ml kelarutan= 0, ,45 ml/ gr (sukar larut) Tween 0,5 % Residu sampel Sampel yang larut Tween 1,0 % Residu sampel Sampel yang larut = 2,4939 gr 0,8158 gr = 1,6781 g = 2 gr 1,6781 gr = 0,3219 gr/ ml ml kelarutan= 0,3219 gr 310,65 ml/ gr = 2,0013 gr 1,4547 gr = 0,5466 gr = 1 gr 0,5466 gr = 0,4534 gr/ ml

15 Kelarutan= 0,4534 Tween 5,0% Residu sampel 220,55 ml/ gr (sukar larut) = 0,8882 gr 0,8124 gr = 0,0758 gr Sampel yang larut = 1,5 gr 0,0758 gr = 1,4242 gr/ ml ml Kelarutan= 1,4242 gr Tween 5% Residu sampel 70,214 ml /gr (agak sukar larut) = 1,6948 gr 1,1097 gr = 0,5851 gr Sampel yang larut = 1 gr 0,5851 gr = 0,4149 gr/ ml ml Kelarutan= 0,4149 gr Tween 10% Residu sampel 241,02ml/ gr (sukar larut) = 1,5625 gr 1,0805 gr = 0,482 gr Sampel yang larut = 1 gr 0,482 gr = 0,518 gr/ ml ml Kelarutan= 0,518 gr 193,05 ml/ gr (sukar larut) 4. Pengaruh ph terhadap kelarutan suatu zat ph 6 Residu sampel = 2,1662 gr 1,4653 gr = 0,6969 gr Sampel yang larut = 1 gr 0,6969 gr = 0,3031gr/ ml 53,6 ml Kelarutan= 0,303 g 176,897 ml/ gr (sukar larut) ph 8 Residu sampel Sampel yang larut = 1,7176 gr - 1,0541 gr = 0,6635 gr = 1 gr 0,6635 gr = 0,3365 gr

16 Kelarutan= 55,6ml 0,3365 g 165,23 ml/ gr (sukar larut) ph 10 Residu sampel = 1,9833 gr 1,4607 gr = 0, 5226 gr Sampel yang larut = 1gr 0,5226 gr = 0, 4774gr 79,1 ml Kelarutan= 0,4774 g 165,689 ml/ gr (sukar larut) 4.2 Pembahasan Larutan adalah campuran homogen antara zat pelarut dan zat terlarut. Kelarutan adalah kemampuan suatu zat melarut dalam pelarut tertentu. Larutan pada umumnya dibagi menjadi tiga yaitu larutan jenuh adalah larutan yang zat terlarutnya dapat melarut dalam zat pelarutnya dalam konsentrasi yang maksimal. Larutan lewad jenuh terjadi pada saat zat terlarut sudah melewati batas maksimal zat pelarut untuk melarutkannya yang biasanya ditandai dengan terbentuknya endapan. Lautan tak jenuh terjadi saat zat terlarut belum mencapai batas maksimal zat pelarut untuk melarutkannya. Kelarutan dalam besaran kuantitatif didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulary definisi kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut di mana akan larut 1 gram zat terlarut. Proses kelarutan diatur oleh tiga factor. Factor pertama adalah gaya kohesi zat terlarut. Factor kedua adalah gaya kohesi pelarut dan yang ketiga adalah hasil interaksi antara zat terlarut yang terdisolusi dan molekul pelarut setelah pemutusan. Faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :

17 1. ph Zat organik yang bersifat asam lemah/basah lemah adalah zat aktif yang sering digunakan dalam dunia pengobatan. Kelarutannya dipengaruhi ph, yakni untuk dapat larut. Zat organik yang bersifat asam lemah diberikan atau dicampurkan dulu dengan larutan basa agar berbentuk garam organik yang mudah larut dalam air, demikian sebaliknya. 2. Temperatur Ada 3 pernyataan tentang kelarutan yang dipengaruhi oleh temperature yaitu : a. Bila suhu dinaikkan, kelarutan akan meningkat, namun bila didinginkan dia akan mengendap. b. Bila suhu dinaikkan, kelarutan akan meningkat. c. Bila suhu dinaikkan, kelarutan akan kecil. 3. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel, maka kelarutan zat tersebut akan meningkat, begitu pula sebaliknya. 4. Pengaruh jenis pelarut Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar atau ionik, begitu pula sebaliknya. Pelarut non polar akan melarutkan lebih baik zatzat non polar atau molekul. 5. Pengaruh konstanta dielektrik Besarnya dielektrik diatur dengan penambahan pelarut lain. 6. Pengaruh penambahan zat-zat lain Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat. Surfaktan yang digunakan pada percobaan ini adalah tween-80 dengan berbagai konsentrasi yang akan meningkatkan kelarutan paracetamol. Hubungan suatu surfaktan mempengaruhi kelarutan paracetamol yaitu dimana surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat.oleh kaerna surfaktan mempunyai kecenderugnan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal dengan misel dimana misel ini

18 dapat menaikkan kelarutan paracetamol yang sukar larut dalam air. Dengan penambahan surfaktan terdiri dua bagian yaitu bagian polar dan non polar, bila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah bagian air. Pada praktikum ini dilakukan beberapa percobaan yaitu pertama, pada kelarutan Paracetamol secara kuantitatif dimana cara kerjanya adalah Dimasukkan mg paracetamol ke dalam 5 ml air dalam vial 10 ml, kocok selama 1,5 jam dengan stirer jika ada endapan yang larut selama pengocokan maka tambahkan sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh endapan yang tidak larut. Disaring dan ditentukan kadar paracetamol yang terlarut dalam larutan dan diperoleh berat residu paracetamol 0,9464 gram dan jumlah paracetamol yang terlarut 0,0936 gram. Dari data tersebut diperoleh hasil bahwa paracetamol dapat larut ml/g bagian dalam air (sukar larut). Kedua, pada pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan paracetamol dimana cara kerjanya adalah Diambil 5 ml campuran pelarut, larutkan paracetaol sebanyak mg ke dalam masing-masing campuran pelarut. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh larutan jenuh kembali.disaring lartan dan tentukan kadar paracetamol yang larut.dibuat kurva antara kelarutan paracetamol dengan harga konstanta dielektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan dan diperoleh hasil bahwa paracetamol lebih sukar larut dalam pelarut yang memiliki konstanta dielektrik rendah. Pada pelarut A jumlah paracetamol yang terlarut 61,04 mg. Pada pelarut B jumlah paracetamol yang terlarut 60,605 mg. Pada pelarut C jumlah paracetamol yang terlarut 60,17 mg. Pada pelarut D jumlah paracetamol yang terlarut 59,735 mg. Pada pelarut E jumlah paracetamol yang terlarut 59,3 mg. Pada pelarut F jumlah paracetamol yang terlarut 58,43 mg. Pada pelarut G jumlahparacetamol yang terlarut 57,995 mg. Pada pelarut H jumlah paracetamol yang terlarut 57,56 mg.

19 Ketiga, pada pengaruh surfaktan terhadap kelarutan, cara kerjanya adalah Dibuat larutan tween 80 dengan konsentrasi: 0,1 ; 0,5 ; 1,0 ; 5,0 ;10,0 dan mg. Ditambahkan mg paracetamol ke dalam masing-masing larutan. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi sejumlah larutan tertentu paracetamol sampai dperoleh yang jenuh kembali. Disaring larutan dan tentukan kadar paracetamol yang larut. Dibuat kurva antara kelarutan paracetamol dengan konsentrasi tween 80 yang digunakan. Ditentukan konsentrasi misl kritik (KMK) tween 80 dan dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penambahan surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara paracetamol sehingga mempermudah kelarutan, namun pada konsentrasi misel kritik (KMK) kelarutan paracetamol menjadi konstan. Pada konsentrasi tween 80 0,1% jumlah paracetamol yang terlarut 132,45 ml/ gr, pada konsentrasi tween 80 0,5% jumlah paracetamol yang terlarut 310,65 ml/ gr, pada konsentrasi tween 80 1% jumlah paracetamol yang terlarut 220,55 ml/ gr, pada konsentrasi tween 80 5% jumlah paracetamol yang terlarut 70,214 ml/gr, dan pada konsentrasi tween 80 10% jumlah paracetamol yang terlarut 241,02 ml/ gr Keempat, pada pengaruh ph terhadap kelarutan, cara kerjanya adalah Dibuat 25 ml larutan dapar fosfat dengan ph 6,8 dan 10. Ditambahkan mg paracetamol ke dalam masing-masing larutan. Dikocok larutan dengan stirrer selama 1,5 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan tambahakan lagi sejumlah tertentu paracetamol sampai diperoleh yang jenuh kembali. Disaring larutan dan tentukan kadar paracetamol yang terlarut dalam masing-masing larutan dapar dengan cara spektrofotometri UV pada panjang gelombang 236 nm. Bila konsentrasi larutan terlalu pekat encerkan dulu dengan larutan dapar yang sesuai. Dibuat kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan ph larutan.dan data yang diperoleh adalah pada ph 6 jumlah paracetamol yang larut adalah 176,897 ml/gr, pada ph 8 jumlah paracetamol yang larut adalah 165,23 ml/ gr, dan ph 10 jumlah paracetamol yang larut adalah 165,689 ml/gr.

20 Data kelarutan suatu zat dalam air sangat penting untuk diketahui dalam pembuatan sediaan farmasi.sediaan farmasi cairan seperti sirup, eliksir, obat tetes mata, injeksi dan lain-lain dibuat dengan menggunakan pembawa air. Bahkan untuk bentuk sediaan obat lainnya seperti suspense, tablet atau kapsul yang diberikan secara oral, data ini tetap diperlukan karena dalam saluran cerna obat harus dapat melarut dalam cairan saluran cerna yang komponen utamanya adalah air agar dapat diabsorbsi. Pada umumnya obat baru dapat di absorbsi dari saluran cerna dalam keadaan terlarut kecuali kalau transport obat melalui mekanisme pinositosis. Oleh karena itu salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya di dalam air. Adapun kesalahan yang diperoleh karena beberapa faktor yaitu : Kurang teliti dalam melihat endapannya, sehingga dilakukan penambahan terus-menerus walaupun sudah lewat jenuh Kurang teliti dalam menimbang hasil residu Terlalu sebentar dikocok di stirrer, sehingga asam salisilat belum larut sempurna.

21 DAFTAR PUSTAKA Anonim, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Universitas Muslim Indonesia : Makassar. Dirjen POM Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI ; Jakarta. Hardjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia Pestaka, Jakarta. Anief, Moh Ilmu Meracik Obat, Gajah Mada University Press; Yogyakarta. Ansel, Haward Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia; Makassar. Martin, Alfred dkk Farmasi Fisika jilid I dan II Edisi III. Press; Yogyakarta. Mohtar, Farmasi Fisika. Gajah Mada University Press ; Yogyakarta.

22 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Semakin lama pengocokan maka kelarutan suatu zat semakin besar. b. Semakin tinggi konstanta dialektrik suatu zat maka semakin tinggi pula kelarutan suatu zat. c. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan maka semakin tinggi pula kelarutan suatu zat. d. Semakin tinggi ph suatu zat maka semakin cepat pula kelarutan suatu zat. 5.2 Saran Adanya komunikasi yang baik antara praktikan dan asisten pendamping dalam praktikum sehingga segala sesuatunya lebih terkoordinasi.

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt

KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI. Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt KELARUTAN DAN GEJALA DISTRIBUSI Oleh : Nur Aji, S.Farm., Apt LARUTAN Larutan sejati didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen,

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa.

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Peniadaan perubahan ph tersebut dikenal sebagai aksi dapar.

Lebih terperinci

HASIL KALI KELARUTAN (Ksp)

HASIL KALI KELARUTAN (Ksp) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA HASIL KALI KELARUTAN (Ksp) NAMA : YUSI ANDA RIZKY NIM : H311 08 003 KELOMPOK : II (DUA) HARI/TGL PERC. : SENIN/08 MARET 2010 ASISTEN : FITRI JUNIANTI LABORATORIUM KIMIA FISIKA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi-reaksi kimia berlangsung antara dua campuran zat, bukannya antara dua zat murni. Salah satu bentuk yang umum dari campuran ialah larutan. Larutan memainkan peran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN Tanggal Praktikum : 17 November 2014 Tanggal Pengumpulan : 24 November 2014 Disusun oleh Grup F - Kelompok 5 1. Hilwa Lutfia (1143050023) (Hasil dan

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN UJI KELARUTAN OBAT KELOMPOK 7 SHIFT B SELASA 10.00 13.00 Disusun Oleh : Nata Rimana Fadila Sausan Rihhadatulaisy Wan Aulia Arif Krysta Desela 260110160066 (Pembahasan)

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212 PERCOBAAN VIII PEMURNIAN SENYAWA ORGANIK PADAT DENGAN REKRISTALISASI Tanggal Praktikum : 4 Maret 2014 Tanggal Pengumpulan : 13 Maret 2014 Disusun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN : REGINA ZERUYA : J1B110003 : 1 (SATU) : SUSI WAHYUNI PROGRAM STUDI S-1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PENGARUH ph MEDIUM TERHADAP

Lebih terperinci

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR Disusun oleh : 1. Juliana Sari Moelyono 6103008075 2. Hendra Setiawan 6103008098 3. Ivana Halingkar 6103008103 4. Lita Kuncoro 6103008104

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH I. Tujuan Praktikan dapat memahami dan menstandarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan larutan baku primer H 2 C 2 O 4 2H 2 O II. Dasar Teori Reaksi asam basa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL Nama : Ardian Lubis NIM : 121810301028 Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 I. Waktu / Tempat Praktikum : Rabu,15 Februari 2012 / Lab Kimia Jur. Analis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini melibatkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan sampel, tahap

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II KLOROKUIN FOSFAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II KLOROKUIN FOSFAT LAPORA PRAKTIKUM KIMIA FARMASI AALISIS II KLOROKUI FOSFAT Oleh : Kelompok 6 Lisma Rahmawati ( 31112090) FARMASI 3B PRODI S1 FARMASI SEKOLAH TIGGI ILMU KESEHATA BAKTI TUAS HUSADA TASIKMALAYA 2015 A. Tujuan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph)

PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph) PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph) I. Tujuan. Membuat kurva hubungan ph - volume pentiter 2. Menentukan titik akhir titrasi 3. Menghitung kadar zat II. Prinsip Prinsip potensiometri didasarkan pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1 PERCOBAAN VII TITRASI PENGENDAPAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1 PERCOBAAN VII TITRASI PENGENDAPAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1 PERCOBAAN VII TITRASI PENGENDAPAN OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK : V (LIMA) ASISTEN : SARJUNA LABORATORIUM KIMIA ANALITIK FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN III (PEMURNIAN BAHAN MELALUI REKRISTALISASI) OLEH : NAMA : HANIFA NUR HIKMAH STAMBUK : A1C4 09001 KELOMPOK ASISTEN : II (DUA) : WD. ZULFIDA NASHRIATI LABORATORIUM

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Kimia

Laporan Praktikum Kimia Laporan Praktikum Kimia Membuat Larutan Na2S2O3( Natriumthiosulfat) disusun oleh: Natasya Octavia Indrawan ( 20 ) Kelas: XI IPA 1 SMA MARDI YUANA BOGOR Jl Siliwangi No. 50 Sukasari 2012-2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si Oleh Kelompok V Indra Afiando NIM 111431014 Iryanti Triana NIM 111431015 Lita Ayu Listiani

Lebih terperinci

PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan

PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan PENETAPAN NATRIUM BENZOAT Laporan Praktikum Kimia Pangan Kelompok 3 Ade Juwita (109096000012) Chitta Putri Noviani (109096000007) Galuh Ilmia Cahyaningtyas (109096000011) Hafiz Akhyar (109096000034) Rahmawati

Lebih terperinci

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT I. DASAR TEORI I.1 Asidi-Alkalimetri Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode analisis titrimetri. Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) NAMA : KARMILA (H311 09 289) FEBRIANTI R LANGAN (H311 10 279) KELOMPOK : VI (ENAM) HARI / TANGGAL : JUMAT / 22 MARET

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN OBAT TETES PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, terdispersi secara molekuler

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

KELARUTAN DAN LARUTAN. Ivan Isroni, S.Si., Apt.

KELARUTAN DAN LARUTAN. Ivan Isroni, S.Si., Apt. KELARUTAN DAN LARUTAN Ivan Isroni, S.Si., Apt. LARUTAN Merupakan suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen KOMPONEN LARUTAN Larutan terdiri dari komponen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA Senin, 21 April 2014 Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH 1112016200040 KELOMPOK 1 MILLAH HANIFAH (1112016200073) YASA ESA YASINTA (1112016200062) WIDYA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI Percobaan modul 3 TITRASI SPEKTROFOTOMETRI

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI Percobaan modul 3 TITRASI SPEKTROFOTOMETRI LAPORAN KIMIA ANALITIK KI 3121 Percobaan modul 3 TITRASI SPEKTROFOTOMETRI Nama : Imana Mamizar NIM : 10511066 Kelompok : 5 Nama Asisten : Fatni Rifqiyati Tanggal Percobaan : 1 November 2013 Tanggal Pengumpulan

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Organik Universitas Lampung.

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat kontrol sebagai acuan antara

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 60

UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 60 UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 60 SKRIPSI OLEH : ELIN HERLINA K 100 040 264 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan lokasi penelitian di analisis di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida LAMPIRAN Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida 53 Lampiran 2. Aplikasi Dosis Herbisida Selama 1 Musim Tanam No Blok Kebun Petak Luas (Ha) Aplikasi 1 (Liter) Aplikasi 2 (Liter) Ametryn 2,4-D

Lebih terperinci

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI Imam Santosa, MT. METODA GRAVIMETRI PRINSIP : Analat direaksikan dengan suatu pereaksi sehingga terbentuk senyawa yang mengendap; endapan murni ditimbang dan dari berat endapan didapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan alur penelitian, berikut merupakan diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. STUDI LITERATUR

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II PERCOBAAN II REAKSI ASAM BASA : OSU OHEOPUTRA. H STAMBUK : A1C : PENDIDIKAN MIPA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II PERCOBAAN II REAKSI ASAM BASA : OSU OHEOPUTRA. H STAMBUK : A1C : PENDIDIKAN MIPA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II PERCOBAAN II REAKSI ASAM BASA NAMA : OSU OHEOPUTRA. H STAMBUK : A1C4 07 017 KELOMPOK PROGRAM STUDI JURUSAN : II : PENDIDIKAN KIMIA : PENDIDIKAN MIPA ASISTEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Larutan dan Konsentrasi

Larutan dan Konsentrasi Larutan dan Konsentrasi Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami konsep larutan Mahasiswa memahami konsep perhitungan konsentrasi Pentingnya perhitungan konsentrasi Pentingnya memahami sifat larutan dan

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI K E L O M P O K 4 PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI L/O/G/O www.themegallery.com Pend. Kimia Rombel 3 1 2 Vepy Iandasari 46 Gustiyani Eka. S 48 3 4 Anggun Dwi Astiningsih 49 Nurul Anggi Ayuningtias

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI Metodologi yang dilakukan pada kaplet Omefulvin produksi PT.MUTIFA Medan adalah uji disolusi dengan menggunakan alat uji disolusi tipe dayung dengan kecepatan rotasi 100 rpm dan waktu

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Pembuatan larutan buffer menggunakan metode pencampuran antara asam lemah dengan basa konjugasinya. Selanjutnya larutan buffer yang sudah dibuat diuji kemampuannya dalam mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II TURUNAN ASAM HIDROKSI BENZOAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II TURUNAN ASAM HIDROKSI BENZOAT LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II TURUNAN ASAM HIDROKSI BENZOAT KELOMPOK : 10 DESI AGNI MUTIA 31110012 FAUZY RODIAH 31110019 GANJAR TAUFIK F. 31110022 FARMASI 3A PRORGAM STUDI S1 FARMASI STIKes

Lebih terperinci

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan praktikum ini adalah agar praktikan dapat membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

pengenceran larutan PENDAHULUAN

pengenceran larutan PENDAHULUAN pengenceran larutan PENDAHULUAN Latar belakang Larutan baku atau larutan standar y.i larutan yang konsentrasinya sudah diketaui dengan pasti. Untuk mengetahui konsentrasinya larutan tersebut harus dibakukan

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, 18 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco chemical),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan diantaranya deksametason natrium fosfat farmasetis (diperoleh dari Brataco), PLGA p.a (Poly Lactic-co-Glycolic

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA IPB, di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 : a) Proses Fermentasi di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci