STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN"

Transkripsi

1 STUDI TEKNO-EKONOMI MESIN TANAM INDO JARWO TRANSPLANTER 2:1 DI KABUPATEN DHARMASRAYA DAN PADANG PARIAMAN Study of Techno-Economic of Indo Jarwo Transplanter 2:1 in Dharmasraya and Padang Pariaman Regency Santosa 1 *, Fadli Irsyad 1, Lia Adiani 2 1 Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang Laboratorium Produksi dan Manajemen Alat dan Mesin Pertanian, Program Studi Teknik Pertanian, * santosa764@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2015 di Korong Caniago, Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman dan di Kabupaten Dharmasraya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian terhadap mesin tanam Indo Jarwo Transplanter dan melakukan analisis ekonomi sistem penanaman. Hasil pengujian Indo Jarwo Transplanter menunjukan bahwa kinerja alat tanam ini efisien karena menghasilkan kecepatan kerja lebih cepat dibandingkan dengan penanaman manual. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dengan membandingkan kecepatan tanam menggunakan alat dan manual yaitu 1.29 km/jam menggunakan alat, sedangkan dengan menggunakan tenaga manusia sebesar km/jam. Efisiensi kerja lapang rata-rata di Kabupaten Padang Pariaman sebesar % sedangkan di Kabupaten Dharmasraya sebesar %. Biaya pokok pengoperasian alat tanam Indo Jarwo Transplanter di Kabupaten Dharmasraya sebesar Rp 322,716/ha dan titik impas ha/tahun sedangkan di Kabupaten Padang pariaman biaya pokok penanaman sebesar Rp 385,437/ha dan titik impas ha/tahun. Kata kunci: biaya pokok, efisiensi kerja lapang, titik impas, transplanter. PENDAHULUAN Luas lahan sawah di Sumatera Barat pada tahun 2013 menurut Badan Pusat Statistik tercatat seluas 224,182 ha. Luas lahan sawah terluas terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 29,296 ha, sementara luas lahan sawah paling kecil terdapat di kota Bukittinggi seluas 389 ha. Luas lahan di Kabupaten Padang Pariaman yaitu 22,366 ha sedangkan luas lahan di Kabupaten Dharmasraya seluas 7,734 ha. Mendukung pengelolaan berusahatani padi sawah maka ditunjang oleh salah satu faktor utama yang sangat penting dengan tersedianya tenaga kerja yang cukup. Sementara ini tenaga kerja yang semakin berkurang terutama pada kegiatan - kegiatan penyiapan lahan dan tanam yang merupakan tahapan kegiatan dalam usahatani padi yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar disamping kegiatan panen dan pascapanen. Penggunaan alat dan mesin pertanian secara tepat dapat dikembangkan untuk menggantikan cara penanaman tradisional yang cenderung lama dalam proses penanaman bibit padi. Pengembangan teknologi sistem tanam legowo bertujuan untuk memberikan alternatif teknologi tanam padi yang efisien pada lahan sawah yang berpengairan dan tadah hujan. Sistem tanam padi secara jajar legowo adalah teknik menanam padi dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan antar barisan. Sistem ini terjadi pemadatan rumpun padi dalam barisan pinggir dan pelebaran jarak antar barisan, sehingga jumlah tanaman perhektar tetap dipertahankan seperti pada jajar biasa (Bobihoe et al., 2004). 272

2 Selama ini pada proses penanaman bibit padi umumnya banyak dilakukan dengan tenaga manusia, hal ini menyebabkan waktu penanaman bibit padi menjadi lama. Menanam bibit padi dengan menggunakan mesin tanam Indo Jarwo Transplanter dapat meningkatkan efisiensi lahan dan menghemat waktu dalam penanaman bibit padi. Inovasi teknologi karya perekayasa Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Peranian (BBP Mektan) Badan Litbang Pertanian ini dirancang khusus untuk mempermudah dan mempercepat petani dalam menerapkan penanaman padi terutama dengan sistem jajar legowo. Analisis tekno-ekonomi untuk proses penanaman bibit padi yang dilakukan dengan alat tanam bibit padi perlu dilakukan agar dapat mengetahui tingkat kelayakan pada alat tersebut. Maka dari itu penulis melakukan penelitian dengan judul Studi Tekno-Ekonomi Mesin Tanam Indo Jarwo Transplanter 2:1 di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Padang Pariaman. Tujuan Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian terhadap mesin tanam Indo Jarwo Transplanter dan melakukan analisis ekonomi untuk mengetahui biaya yang diperlukan dalam pemakaian mesin tersebut. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran mengenai penggunaan mesin tanam bibit padi (transplanter) 2:1 dalam usaha penanaman bibit padi dan memberikan alternatif bagi petani tentang alat tanam bibit padi yang efisien serta dapat menghemat waktu dan tenaga kerja untuk penanaman bibit padi. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - September 2015, di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Padang Pariaman. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit tanaman padi yang sudah siap tanam berumur hari berdaun 5 7 helai. Varietas bibit padi yang digunakan untuk penelitian ini adalah Varietas Rendah Kuning, sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat tanam Indo Jarwo Transplanter 2:1 modifikasi Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan), Stopwatch, meteran, alat - alat tulis dan lainnya. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk melakukan pengujian terhadap alat tanam Indo Jarwo Transplanter pada lahan sawah dan melukukan analisis ekonomi. Transplanter yang diuji adalah transplanter yang dimiliki oleh BPTP Sumbar yang merupakan inovasi teknologi perekayasaan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.Penelitian dilakukan dengantiga kali ulangan. Prinsip mesin tanam indo jarwo transplanter dimulai dari memanaskan mesin terlebih dahulu, setelah mesin panas bibit yang telah disemai pada dapog dimasukan ke mesin kemudian operator mulai 273

3 menjalankan mesin tanam indo jarwo transplanter untuk menanam bibit ke lahan yang telah disiapkan. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pertama dengan penyiapan benih yang dilakukan dengan cara penyemaian benih. Benih gabahnya harus direndam dulu selama 2 x 24 jam. Setelah benih direndam maka benih disemai pada dapog (baki) yang sudah disiapkan. Benih yang sudah disemai itu harus disiram setiap hari atau disiram sesuai kebutuhan. Proses penyemaian ini dilakukan selama ± hari. Setelah penyiapan benih lalu dilakukan persiapan lahan. Tahap persiapan lahan ini, tanah sawah pada saat pengolahan harus halus atau macak - macak agar memudahkan alat pada penanaman. Proses selanjutnya adalah proses penanaman bibit. Bibit padi yang berada pada kotak penyemaian dipindahkan ke alat transplanter, selanjutnya dilakukan penanaman bibit sawah sekaligus pengambilan data di lapangan. Alur lintasan penanaman pada bibit padi di sawah dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Alur Lintasan Proses penanaman Bibit Padi di Sawah Pengamatan Pengamatan penelitan ini dilakukan di lahan sawah. Hasil pengamatan dihitung berdasarkan nilai rata-rata dari ketiga ulangan, sehingga diketahui keefektifan dalam melakukan pengamatan dan analisis tekno-ekonomi pada alat. Bentuk-bentuk dari pengamatan tersebut terdiri dari evaluasi teknis di lapangan dan analisis ekonomi. Evaluasi Teknis di Lapangan Evaluasi teknis di lapangan dilakukan untuk menentukan kapasitas kerja efektif dan efisiensi penanaman bibit padi. Penanaman dilakukan pada bibit yang telah berumur hari dan berdaun 5 7 helai. Kecepatan Kerja Kecepatan maju penanaman ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : V = #.. (1) $ V = Kecepatan tanam (m/detik) s = Jarak tempuh tanam (m) t = Waktu tempuh tanam (detik) Kapasitas Kerja Efektif Kapasitas kerja efektif adalah rata - rata dari kemampuan kerja alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah. Pengamatan dilakukan dengan menghitung 274

4 waktu total yang digunakan untuk mengoperasikan alat pada satuan luas tertentu. Kapasitas kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan rumus : KKe = ' (2) ( Kke = Kapasitas kerja efektif (ha/jam) A = Total luas lahan yang ditanam (ha) T = Total waktu untuk penanaman (jam) Total waktu untuk penanaman meliputi waktu belok, waktu pengisian bibit, waktu penanaman bibit, waktu penyetelan, waktu memperbaiki alat dan waktu hilang lainnya. Kapasitas Kerja Teoritis Kapasitas kerja teoritis adalah kemampuan kerja suatu alat didalam bidang tanah, jika mesin berjalan maju, sepenuhnya waktunya (100%) dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%). Kapasitas kerja teoritis alat tanam dapat dihitung dengan menggunakan rumus : KKt = 0.36 L V....(3) KKt = Kapasitas kerja teoritis (ha/jam) L = Lebar kerja penanaman (m) V = Kecepatan kerja (m/detik) 0.36 = Angka konversi dari m 2 /menit ke ha/jam Besarnya kapasitas penanaman bibit dipengaruhi oleh lebar sebaran, kecepatan maju, karakteristik tanaman, kondisi lingkungan dan lahan sekitar serta keahlian operator. Sedangkan efisiensi kerja penanaman pada penanaman bibit akan dinyatakan sebagai rasio antara kapasitas kerja efektif dan kapasitas kerja teoritis. Efisiensi Kerja Penanaman Efisiensi kerja penanaman dapat dihitung dengan membagi kapasitas kerja efektif dengan kapasitas kerja teoritis, atau dengan rumus : E = **+ 100%...(4) **$ E = Efisiensi kerja penanaman (%) Kke = Kapasitas kerja efektif (ha/jam) KKt = Kapasitas kerja teoritis (ha/jam) Parameter operasi yang akan diambil datanya adalah lebar penanaman, kecepatan maju, berat alat, luas area, waktu penanaman dan waktu hilang. Waktu Hilang pada Saat Penanaman Bibit Persentase Waktu Hilang pada Saat Belok. Waktu belok adalah waktu yang dibutuhkan mesin pada saat mesin membelok pada akhir lintasan sampai memasuki lintasan berikutnya, dengan menggunakan rumus : -. L o - b = 100 %...(5) -/0-. L o - b = Persentase waktu hilang pada saat belok (%) Wb = Waktu untuk belok (detik) W = Waktu untuk pelaksanaan penanaman berjalan lurus (detik) 275

5 Waktu Saat Pengisian Bibit. Waktu hilang pada saat pengisian bibit sangat berpengaruh terhadap efektiftas kerja alat dalam proses penanaman. Kehilangan waktu ini dapat dihitung dengan menggunakan stopwatch atau alat ukur lainnya. Persentase Tanaman Rebah Persentase tanaman rebah dapat dengan membandingkan jumlah tanaman yang rebah dengan jumlah tanaman pokok, dengan rumus : PTR = (5 100%...(6) (6 PTR = Persentase tanaman rebah (%) TR = Tanaman yang rebah pada saat alat beroperasi (rumpun) TP = Jumlah tanaman pokok (rumpun) Persentase Lubang yang Tidak Tertanam Persentase tanaman yang tidak tertanam oleh alat dapat dihitung dengan menggunakan rumus : PLT = 7(( 100%...(7) (6 PLT = Persentase lubang yang tidak tertanam (%) LTT = Jumlah lubang yang tidak tertanam (rumpun) TP = Jumlah tanaman pokok (rumpun) Perhitungan Analisis Ekonomi Perhitungan analisis ekonomi ini diperlukan untuk menentukan biaya pokok dari alat. Berdasarkan biaya tetap dan biaya tidak tetap serta kapasitas kerja alat. Biaya Pokok Biaya pokok adalah biaya yang diperlukan suatu alat untuk menghasilkan satu unit output, dengan menggunakan rumus : 89 : 0 ;(( *6 BP =.....(8) BP = Biaya pokok mesin (Rp/ha) BT = Biaya tetap (Rp/th) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) Kp = Kapasitas kerja mesin (ha/jam) X = Jumlah jam kerja (jam/th) Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumahnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan atau aktifitas. Penyusutan alat dapat dihitung dengan rumus : BT = D + I.(9) BT D I = Biaya tetap (Rp/tahun) = Biaya penyusutan (Rp/tahun) = Bunga modal (Rp/tahun) Biaya penyusutan dapat dihitung dengan rumus : 6 < = D =.. (10) > 276

6 D P S N = Penyusutan mesin (Rp/th) = Harga awal mesin (Rp) = Harga akhir mesin (Rp) = Umur ekonomis mesin (tahun) Bunga modal dapat dihitung dengan rumus : I = i ( 6 0 = ). I = Bunga modal (Rp/th) i = Suku bunga bank (desimal/tahun) P = Harga awal mesin (Rp) S = Harga akhir mesin (Rp) Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap (variable cost) disebut juga dengan biaya operasi (operating cost). Biaya operasi ini bervariasi menurut pemakaian alat atau mesin dan dipengaruhi pula menurut jam pemakaiannya di sawah. Biaya perbaikan dan pemeliharaan alat dapat dihitung dengan rumus : BTT = PP+ Bo + BB + OL..(12) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) PP = Biaya pemeliharaan dan perbaikan mesin (Rp/jam) Bo = Upah operator (Rp/jam) BB = Biaya bahan bakar (Rp/jam) OL = Biaya oli (Rp/jam) Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan Mesin PP = 2% (P - S) / 100 jam.(13) PP = Biaya perbaikan dan pemeliharaan mesin (Rp/jam) P = Harga awal dari mesin (Rp) S = Nilai akhir mesin (Rp) Biaya operator dapat dihitung dengan rumus : -B6 Bo =...(14) -$ Bo = Biaya operator (Rp/jam) Wop = Upah tenaga kerja tiap hari (Rp/hari) Wt = Jam kerja perhari (jam/hari) Upah operator per jam tergantung pada keadaan lokal, sebab upah bervariasi menurut lokasi masing - masing daerah. Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan rumus: BB = Q H bb..(15) BB = Biaya bahan bakar (Rp/jam) Q = Debit bahan bakar (liter/jam) = Harga bahan bakar (Rp/liter) H bb Biaya minyak pelumas (oli) dapat dihitung dengan rumus : 277

7 OL = OL Vp Ho Jp CD EF GD (16) = Biaya oli (Rp/jam) = Volume penggantian oli (liter) = Harga oli (Rp/liter) = Waktu penggantian oli (jam) Titik Impas (Break Even Point) Titik impas akan tercapai jika total pendapatan sama dengan biaya produksi. Rumusnya sebagai berikut. BEP = BEP BT BTT BP KP ;( /,/ ;6 < ( 899 IJ )...(17) = Break event point (ha/th) = Biaya tetap (Rp/th) = Biaya tidak tetap (Rp/jam) = Biaya pokok operasional alat (Rp/ha) = Kapasitas kerja alat (ha/jam) 1.1 = Kalibrasi yang menunjukan keuntungan 10 % dari biaya dalam menentukan sewa alat HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Mesin Tanam Transplanter di Kabupaten Dharmasraya Pengujian mesin tanam transplanter di Kabupaten Dharmasraya dilakukan untuk penelitian pendahuluan atau pra penelitian pada bulan Mei Lahan sawah yang digunakan pada pengujian ini seluas 144 m 2 dengan 3 lintasan sepanjang 40 meter dan lebar kerja 1.2 meter dalam satu kali ulangan. Lahan yang digunakan pada penelitian ini dalam keadaan macak macak atau tidak tertalu berair dan juga tidak tertalu kering. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji kinerjatransplanter di Kabupaten Dharmasraya. Parameter Ulangan Koefisien Ratarata Deviasi Standar Keragaman (%) Waktu Penanaman (menit) Kecepatan Kerja Penanaman (m/detik) Kapasitas Kerja Teoritis (ha/jam) Kapasitas Kerja Efektif (ha/jam) Efisiensi (%) Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat hasil pengujian transplanter dari masingmasing pengamatan, standar deviasi dan koefisien keseragaman didapatkan hasil efisiensi dengan standar deviasi lebih besar yaitu sedangkan kapasitas kerja 278

8 teoritis memiliki standar deviasi paling kecil yaitu dibandingkan pengamatan lainnya. Apabila standar deviasi suatu data kecil maka hal tersebut menunjukan datadata tersebut berkumpul disekitar rata-rata hitungnya, jika standar deviasinya besar hal tersebut menunjukan penyebaran yang besar dari nilai rata-rata hitungnya. Berdasarkan perhitungan koefisien keragaman diatas, kelima pengamatan memiliki nilai kecil dari 15 % yang berarti seragam. Hal demikian menunjukan keseragaman yang terjadi pada tiaptiap ulangan. Kecepatan kerja Penanaman Kecepatan kerja penanaman adalah kecepatan yang mampu dihasilkan oleh transplanter berdasarkan jarak yang telah ditentukan dan lamanya waktu yang ditempuh pada jarak tersebut. Berdasarkan nilai kecepatan kerja mesin tanam Indo Jarwo Transplanter yang dihasilkan di Kabupaten Dharmasraya diperoleh nilai rata-rata dari ketiga ulangan yaitu sebesar m/detik atau 1.5 km/jam. Kecepatan kerja yang dihasilkan berbeda pada tiap lintasannya dengan jarak yang sama yaitu 40 meter. Kecepatan kerja alat tergantung dari jarak tempuh dan waktu penanaman, kemampuan, keterampilan dan kelincahan operator serta kondisi lahan sangat mempengaruhi pada hasil kecepatan kerja yang dihasilkan. Kapasitas Kerja Teoritis Pada Tabel 1 dapat dilihat rata-rata kapasitas kerja teoritis adalah ha/jam dengan rata-rata kecepatan kerja sebesar m/detik. Nilai kecepatan kerja berbeda pada tiap ulangan dengan lebar penanaman yang sama yaitu 120 cm atau 1.2 m, hal ini disebabkan oleh waktu yang didapatkan pada setiap lintasan berbeda. Jika dilihat dari ketiga ulangan didapatkan nilai kecepatan kerja tertinggi pada ulangan 3 sehingga kapasitas kerja teoritis besar. Menurut Yunus (2004), jika kecepatan semakin besar maka kapasitas kerja pun akan semakin besar. Kapasitas Kerja Efektif Kapasitas kerja efektif adalah hasil kerja sebenarnya dari kecepatan tiap-tiap ulangan sesuai dengan waktu di lapangan. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata - rata kapasitas kerja efektif adalah ha/jam atau sawah 1 ha dapat diselesaikan dengan mesin tanam transplanter dalam waktu jam/ha. Semakin kecil total waktu penanaman maka kapasitas yang dihasilkan semakin besar begitu juga dengan sebaliknya. Berdasarkan hasil dilapangan faktor yang menyebabkan perbedaan nilai dari kapasitas kerja efektif ini adalah parameter waktu (waktu berjalan lurus, waktu belok dan waktu pengisian bibit). Efisiensi Kerja Lapang Berdasarkan Tabel 1 hasil rata-rata efisiensi kerja lapang pada penanaman bibit padi di Kabupaten Dharmasraya adalah sebesar %. Besarnya nilai efisiensi kerja lapang ini ditentukan oleh kapasitas kerja efektif dan kapasitas kerja teoritis dari kerja alat, semakin besar kapasitas penanaman maka efisiensinya akan semakin meningkat. Berdasarkan nilai efisiensi kerja lapang tersebut dapat diketahui layak atau tidak layaknya alat ini digunakan untuk proses penanaman bibit padi. Berdasarkan nilai ratarata efisiensi kerja lapang yang diperoleh, maka proses penanaman menggunakan mesin tanam bibit padi transplanter cukup baik dengan nilai rata-rata yang cukup tinggi tetapi belum sepenuhnya maksimal. Waktu Hilang pada saat Penanaman Waktu hilang pada saat penanaman terdiri atas dua yaitu waktu belok dan waktu pengisian bibit. Rata - rata waktu hilang pada saat penanaman dapat dilihat pada Tabel

9 Tabel 2. Waktu hilang pada saat penanaman Keterangan Ulangan Ratarata Jumlah Total Waktu Belok (detik) Persentase Waktu Belok (%) Total Waktu Pengisian Bibit (detik) Persentase Waktu Pengisian Bibit (%) Nilai rata-rata waktu hilang pada saat belok dilihat pada Tabel 2 adalah detik dengan nilai persentasenya sebesar 6.208% dan rata-rata waktu hilang pada saat pengisian bibit sebesar 63 detik dengan nilai persentase sebesar %. Berdasarkan Tabel 3 nilai persentase waktu hilang paling kecil yaitu pada waktu belok. Persentase waktu hilang pada saat belok dipengaruhi oleh keadaan kerja, keahlian operator, ukuran, kondisi lahan dan berat dari alat tersebut. Persentase waktu hilang pada saat pengisian bibit dipengaruhi oleh keterampilan operator dalam menyiapkan bibit ke alat. Persentase Tanaman Rebah Tanaman rebah adalah bibit padi rebah (terkulai) pada saat penanaman. Persentase tanaman rebah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase tanaman rebah. Parameter Jumlah Tanaman Rebah (rumpun) Jumlah Tanaman Pokok (rumpun) Persentase Tanaman Rebah (%) Ulangan Rata rata Standar Deviasi Koefisien Keragaman (%) Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat persentase rata-rata tanaman rebah adalah 1.399%, nilai standar deviasinya adalah dan koefisien keseragaman adalah %. Dari perhitungan koefisien keseragaman, persentase tanaman rebah memiliki nilai < 15 % yang berarti nilai tersebut seragam. Faktor yang mempengaruhi persentase tanaman rebah yaitu pinset penanaman yang tidak terlalu dalam menanamkan bibit pada sawah sehingga bibit rebah atau terkulai dan juga dapat disebabkan air pada lahan terlalu tergenang sehingga bibit tidak tertanam pada tanah. Persentase Lubang yang tidak Tertanam Persentase lubang yang tidak tertanam di Kabupaten Dharmasraya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase lubang yang tidak tertanam Parameter Jumlah Lubang yang Tidak Tertanam (lubang) Jumlah Tanaman pokok (rumpun) Ulangan Rata - rata Standar Deviasi Koefisien Keragaman (%)

10 Persentas Lubang yang Tidak Tertanam (%) Berdasarkan Tabel 4 hasil rata-rata persentase lubang yang tidak tertanam sebesar 2.401%. Nilai standar deviasi lubang tidak tertanam di Kabupaten Dharmasraya adalah sedangkan koefisen keseragamannya adalah sebesar 3.677%. Lubang yang tidak tertanam disebabkan karena pada saat penyemaian benih kurang rapat atau tidak rata sehingga pada saat pengoperasian alat pinset untuk memindahkan bibit ke lahan tidak dapat mengambil bibit dan pinset hanya masuk ke dalam tanah tanpa menanam bibit padi. Analisis Kelayakan Ekonomi Mesin TanamIndo JarwoTransplanter Analisis kelayakan ekonomi dilakukan untuk menghitung biaya pokok penanaman dan titik impas (BEP) menggunakan mesin tanam Indo Jarwo Transplanter. Berdasarkan hasil perhitungan analisis ekonomi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis Kelayakan Ekonomi Mesin Tanam Indo Jarwo Transplanter Parameter Keterangan Harga awal alat (P) Rp Harga akhir alat (S) RP Umur ekonomis (N) 7 tahun Tingkat suku bunga 12 % /tahun Jam kerja/tahun 576 jam Biaya tenaga kerja/hari Rp Kapasitas (Kp) ha/tahun Biaya tetap (BT) Penyusutan (D) Rp /tahun Bunga modal (I) Rp /tahun Total biaya tetap Rp /tahun Pemeliharaan (PP) Rp /jam Biaya tidak tetap (BTT) Upah operator (UO) Rp /jam Bahan bakar (BB) Rp /jam Pelumas (OLI) Rp 630 /jam Total biaya tidak tetap Rp /jam Biaya pokok (BP) Rp /ha Titik impas (BEP) ha/tahun Biaya pokok terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap, biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan dan biaya bunga modal dengan asumsi bunga modal 12% per tahun sehingga total biaya tetap sebesar Rp /tahun. Biaya tetap meliputi biaya pemeliharaan, upah operator, biaya bahan bakar dan biaya pelumas atau oli sehingga total biaya tidak tetap sebesar Rp /jam. Jam kerja pada pemakaian mesin ini yaitu 576 jam/tahun diasumsikan sebagai waktu kerja efektif untuk penanaman bibit padi dalam satu tahun. Biaya pokok dalam proses penanaman bibit padi menggunakan Indo Jarwo Transplanter adalah sebesar Rp /ha dan titik impas yang dihasilkan sebesar 62,97/ha. Grafik biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter dan biaya pokok penanaman dengan cara manual terdapat pada Gambar

11 Biaya Tanam (Rp/ha) 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, , Jam Kerja (jam/tahun) Biaya tanam mesin (Rp/ha) Gambar 2. Biaya Pokok Penanaman Menggunakan Mesin Tanam Indo Jarwo Transplanter dan Manual. Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter semakin kecil jam kerja maka biaya pokok penanaman semakin besar dan semakin besar jam kerja maka biaya pokok penanaman akan semakin kecil. Biaya pokok pada penanaman manual tidak terlalu ada pengaruh antara biaya pokok dengan jam kerja karena biaya alat yang murah. Titik potong antara biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam dan manual yaitu pada jam ke-69, sehingga dapat disimpulkan jika melakukan penanaman dalam 1 tahun selama kurang dari 69 jam sebaiknya dilakukan dengan cara manual sedangkan jika melakukan penanaman lebih dari 69 jam maka sebaiknya dilakukan dengan menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter karena akan menghemat biaya dan waktu lebih cepat dibandingkan degan cara manual. Hasil Pengujian Alat Tanam Transplanter di Kabupaten Padang Pariaman Setelah melakukan pra penelitian di Kabupaten Dharmasraya, dilakukan lagi pengamatan alat tanam transplanter di Kabupaten Padang Pariaman dengan menggunakan lahan yang lebih kering dari pada di Kabupaten Dharasraya. Hal ini disebabkan oleh saat 5 hari sebelum tanam lahan sudah dikeringkan. Pada saat sebelum penanaman, lahan dialiri air terlebih dahulu akan tetapi tanah pada lahan tidak dapat menyerap air sehingga waktu yang digunakan dalam penanaman bibit padi di Kabupaten Padang Pariaman jadi lebih lama. Pengujian ini dilakukan pada awal bulan September 2015 dan lahan sawah yang digunakan untuk penelitian ini seluas 369,6 m 2 dengan 7 lintasan sepanjang 44 meter dan lebar penanaman 1,2 meter untuk satu kali ulangan. Bibit yang digunakan sebaiknya disemai kering menggunakan dapog yang telah disediakan dengan ukuran 18 x 60 cm. Gambar semaian padi di dalam dapog (baki) dapat dilihat pada Gambar

12 Gambar 3. Semaian Bibit Padi pada Dapog (Baki) Berikut ini adalah gambar pengujian transplanter di lahan sawah Kabupaten Padang Pariaman yang dioperasikan oleh satu orang operator dan disaksikan oleh petani sebagai pemilik lahan yang dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil dari pengujian alat tanam transplanter dapat dilihat pada Tabel 6. Gambar 4. Pengujian Transplanter Tabel 6. Hasil Uji Kinerja Transplanter di Kabupaten Padang Pariaman Parameter Ulangan Rata - Standar Koefisien rata Deviasi Keragaman (%) Waktu Penanaman (menit) Kecepatan Kerja Penanaman (m/detik) Kapasitas Kerja Teoritis (ha/jam) Kapasitas Kerja Efektif (ha/jam) Efisiensi (%) Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat hasil uji kinerja transplanter di Kabupaten Padang Pariaman. Nilai standar deviasi paling tinggi pada pengamatan efisiensi sebesar dan standar deviasi paling rendah pada kapasitas kerja teoritis yaitu Koefisien keseragaman pada kelima pengamatan memiliki nilai kecil dari 15 % yang berarti seragam, ini berarti pada tiap - tiap ulangan memiliki keseragaman. Kecepatan Kerja Penanaman Nilai kecepatan kerja yang dihasilkan pada penanaman bibit padi jarak dibagi waktu diperoleh nilai rata- rata m/detik atau 1.3 km/jam. Menurut Widayadi 283

13 (2013), mesin tanam bibit padi Indo Jarwo Transplanter mampu melaju dengan kecepatan 1.5 sampai 2.5 km/jam. Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil yang sedikit berbeda dari literatur. Perbedaan hasil yang didapat disebabkan oleh kondisi tanah yang keras pada saat penanaman sehingga operator mengalami kesulitan dalam penanaman bibit padi. Kecepatan kerja penanaman secara manual yang didapat pada pengamatan yaitu sebesar m/detik atau km/jam. Jika dibandingkan kecepatan kerja penanaman secara manual dengan mesin didapatkan nilai manual lebih rendah, hal ini disebabkan oleh jarak dan juga waktu dibutuhkan pada saat penanaman manual sangat lama karena menggunakan tenaga manusia dalam proses penanaman. Prinsip kerja penanaman dengan manual dan menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter sama akan tetapi cara kerjanya berbeda. Pada penanaman dengan manual, sebelum penanaman terlebih dahulu dibuat garis dengan menggunakan caplak agar saat penanaman bibit tersebut lurus sedangkan dengan menggunakan mesin tanam indo jarjo transplanter tidak perlu dibuat garis karena sistem kerja penanaman menggunakan indo jarwo transplanter mesin akan menanam dengan lurus. Kapasitas Kerja Teoritis Kapasitas kerja teoritis mesin tanamindo Jarwo Transplanter dilakukan dengan mengukur kecepatan kerja dan lebar kerja alat. Rata - rata kapasitas kerja teoritis dari mesin tanam Indo Jarwo Transplanter di Kabupaten Padang Pariaman adalah 0.155ha/jam dengan rata-rata kecepatan kerja penanaman sebesar 0.358m/detik, sedangkan kapasitas kerja teoritis di Kabupaten Dharmasraya sebesar0.180 ha/jam dengan kecepatan kerja penanaman sebesar m/detik. Nilai kapasitas kerja teoritis paling besar yaitu di Kabupaten Dharmasraya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kecepatan penanaman, semakin besar kecepatan penanaman pada mesin maka semakin besar juga kapasitasnya. Kapasitas Kerja Efektif Kapasitas kerja efektif adalah hasil kerja sebenarnya dari kecepatan tiap - tiap ulangan sesuai dengan waktu dilapangan. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa rata - rata kapasitas kerja efektif adalah 0.119ha/jam atau sawah 1 hektar dapat diselesaikan dengan mesin tanam transplanter dalam waktu jam/ha dan kapasitas secara manual sebesar ha/jam atau sawah dalam 1 ha diselesaikan dengan waktu jam/ha.jika dibandingkan kapasitas kerja efektif pada alat dan dengan tenaga manusia perbedaan waktunya yang sangat jauh berbeda, ini dikarenakan tenaga manusia yang sangat terbatas dalam waktu proses penanaman berbeda dengan tenaga alat tanam yang kecepatannya sangat efisien untuk proses penanaman. Kapasitas kerja efektif dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya kecepatan kerja, persentase waktu hilang dan keterampilan operator. Hal ini sesuai dengan pendapat Moens (1978) bahwa dalam melakukan pengoperasian alat pada lahan, kapasitas kerja akan tergantung pada tipe dan ukuran alat,sumber tenaga yang tersedia, keadaan kerja, dan keterampilan operator. Efisiensi Kerja Lapang Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai efisiensi kerja lapang di Kabupaten Padang Pariaman adalah %, sedangkan pada Tabel 1 diketahui efisiensi kerja lapang di Kabupaten Dharmasraya adalah sebesar %. Nilai efisiensi kerja lapang tertinggi yaitu di Kabupaten Dharmasraya. Hal ini disebabkan karena kecepatan dan total waktu penanaman berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena kondisi lahan yang berbeda antara kedua lahan. Lahan di Kabupaten Dharmasraya sesuai dengan kriteria penanaman dengan alat Indo Jarwo Transplanter yaitu tanah 284

14 sawah pada saat pengolahan harus halus atau macak-macak, sedangkan di Kabupaten Padang Pariaman tanah sawah pada saat pengolahan dalam kondisi yang keras sehingga operator sulit dalam pengoperasian alat. Waktu Hilang pada Saat Penanaman Waktu hilang pada saat penanaman terdiri atas dua yaitu waktu belok dan waktu pengisian bibit.waktu belok adalah waktu yang dibutuhkan saat mesin membelok pada akhir lintasan sampai memasuki lintasan berikutnya. Waktu pengisian bibit adalah waktu yang dibutuhkan oleh alat pada saat bibit yang ditanam yang berada pada pengumpan habis saat beroperasi. Persentase waktu hilang dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 rata-rata persentase waktu hilang paling besar yaitu pada waktu saat pengisian bibit sebesar % sedangkan rata-rata persentase waktu belok hanya sebesar % dengan 3 lintasan 2 kali belok, dan nilai rata-rata waktu hilang pada saat belok di Kabupaten Dharmasraya adalah % dengan 7 lintasan 4 kali belok sedangkan waktu hilang pada saat pengisian bibit sebesar %. Nilai persentase waktu hilang di Kabupaten Padang Pariaman lebih besar dibandingkan waktu hilang di Kabupaten Dharmasraya. Ini disebabkan oleh luas lahan dan perbedaan keadaan tanah pada masing masing daerah, hal ini diperjelas oleh pernyataan Suastawa et al. (2000) yang mengatakan bahwa pola pengolahan tanah erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat, karena pada waktu diangkat alat itu tidak bekerja, makin banyak pengangkatan alat pada waktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya. Persentase Tanaman Rebah Persentase tanaman rebah dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Waktu Hilang pada Saat Penanaman Keterangan Ulangan Ratarata Jumlah Total Waktu Belok (detik) Persentase WaktuBelok (%) Total Waktu Pengisian Bibit (detik) Persentase Waktu Pengisian Bibit (%) Tabel 8. Persentase Tanaman Rebah Parameter Ulangan Koefisien Ratarata Deviasi Standar Keragaman (%) Jumlah Tanaman Rebah (rumpun) Jumlah Tanaman Pokok (rumpun) Persentase Tanaman Rebah (%) Rata-rata persentase tanaman rebah pada ketiga ulangan yang didapat dari penelitian di Kabupaten Padang Pariaman adalah sebesar 3.514%, sedangkan pada nilai rata-rata persentase tanaman rebah di Kabupaten Dharmasraya adalah 1.399%. Berdasarkan hasil kedua lahan dapat disimpulkan bahwa persentase tanaman rebah di Kabupaten Padang Pariaman lebih besar dibandingkan persentase tanaman rebah di Dharmasraya. Nilai persentase tanaman rebah setiap ulangan berbeda-beda, ini tergantung pada jumlah tanaman yang rebah perlintasannya, bibit yang terlalu panjang 285

15 sehingga pada saat penanaman bibit akan terkulai, pinset alat kurang dalam menanam bibit padi dan juga kondisi lahan sangat mempengaruhi jangan sampai air terlalu tergenang pada lahan atau tanah. Persentase Lubang yang tidak Tertanam Persentase lubang yang tidak tertanam dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Lubang yang Tidak Tertanam Ulangan Ratarata Standar Parameter Deviasi Jumlah Lubang yang Tidak Tertanam (lubang) Jumlah Tanaman Pokok (rumpun) Persentase Lubang yang TidakTertanam(%) Koefisien Keragaman (%) Pada Tabel 9 dapat dilihat rata-rata persentase lubang yang tidak tertanam sebesar %. sedangkan di Kabupaten Dharmasraya hasil rata - rata persentase lubang yang tidak tertanam pada ketiga ulangan sebesar %. Berdasarkan hasil kedua daerah tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase lubang yang tidak tertanam paling besar di Kabupaten Padang Pariaman. hal ini karena perbedaan luas pada masing masing daerah. Lubang yang tidak tertanam disebabkan karena pada saat penyemaian benih kurang rapat atau tidak rata sehingga pada saat pengoperasian alat pinset untuk memindahkan bibit ke lahan tidak dapat mengambil bibit sehingga pinset hanya masuk kedalam tanah tanpa menanam bibit padi. Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Tanam Indo Jarwo Transplanter Biaya Pokok Biaya pokok rata-rata yang dikeluarkan untuk menanam padi dengan menggunakan alat tanam bibit padi sebesar Rp /ha. Biaya pokok ini meliputi biaya tetap, biaya tidak tetap dan jam kerja per tahun. Analisis kelayakan Ekonomi mesin tanam Indo Jarwo Transplanter dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Analisis Kelayakan Ekonomi Mesin Tanam Indo JarwoTransplanter No Parameter Keterangan 1 Biaya Tetap (BT) Rp /tahun 2 Biaya Tidak Tetap (BTT) Rp /jam 3 Biaya Pokok (BP) Rp /ha 4 Titik Impas (BEP) 52.63ha/tahun Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun pada pemakaian alat ini sebesar Rp /tahun sedangkan biaya tidak tetap sebesar Rp /jam dan biaya pokok adalah Rp /ha. Hal yang mempengaruhi biaya pokok adalah kapasitas alat karena semakin besar suatu kapasitas maka semakin kecil biaya pokok yang dikeluarkan atau sebaliknya. Pada penelitian ini dilakukan juga pengamatan terhadap penanaman dengan menggunakan tenaga manusia atau secara manual. Pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam transplanter dengan cara tanam manual. Pengamatan yang dilakukan yaitu waktu 286

16 tanam, jumlah orang tanam dan luas petakan sawah. Berikut ini adalah data pengamatan dengan cara manual pada Tabel 11. Tabel 11. Pengamatan Penanaman dengan Cara Manual No Parameter Pengamatan 1 Waktu Penanaman 125 menit 2 Jumlah Orang Tanam 3 orang 3 Luas Petakan m 2 4 Biaya Penanaman Rp /ha Berdasarkan hasil pengamatan biaya pokok penanaman dengan menggunakan tenaga manusia atau dengan cara manual sebesar Rp ,00/ha. Biaya pokok penanaman dengan cara manual lebih besar dibandingkan menggunakan mesin tanam transplanter dengan hitungan adalah (Rp /ha / Rp /ha = 0.287). Biaya penanaman dengan mesin tanam Indo Jarwo Transplanter 1/0.287 = lebih murah dibandingkan dengan cara tanam manual. Grafik perbandingan biaya pokok penanaman menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter dan biaya pokok penanaman manual dapat dilihat pada Gambar 5. Biaya (Rp/ha) 4,500,000 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, , Biaya tanam mesin (Rp/ha) Biaya tanam manual (Rp/ha) Jam Kerja (jam/tahun) Gambar 5. Biaya Pokok Penanaman Menggunakan Mesin Tanam Indo Jarwo Transplanter dan Manual Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa titik potong antara biaya pokok penanaman menggunakan mesin dan manual yaitu pada jam ke - 76, sehingga dapat disimpulkan jika melakukan penanaman dalam setahun selama kurang dari 76 jam sebaiknya dilakukan dengan cara manual sedangkan jika melakukan penanaman lebih darii 76 jam maka sebaiknya dilakukan dengan menggunakan mesin tanam indo jarwo transplanter karena akan menghemat biaya dan waktu penanaman. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap konstan tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan atau aktifitas. Nilai biaya tetap dapat dilihat pada Tabel

17 Tabel 12. Biaya Tetap No Parameter Biaya Tetap 1 Penyusutan alat (D) Rp /tahun 2 Bunga modal (I) Rp /tahun 3 Total biaya tetap (D+I) Rp /tahun Biaya tetap pada alat tanam bibit padi ini adalah Rp /tahun yang termasuk dalam biaya tetap adalah biaya penyusutan sebesar Rp /tahun dengan nilai akhir alat 10% dari harga alat. Bunga modal sebesar Rp /tahun dengan suku bunga bank 12% /tahun dengan jam kerja 576 jam/tahun. Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya ditentukan oleh volume produksi. Hasil perhitungan biaya tidak tetap dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Biaya Tidak Tetap No Parameter Pengamatan 1 Biaya Pemeliharaan (PP) Rp /jam 2 Upah Operator (UO) Rp /jam 3 Biaya Bahan Bakar (BB) Rp 3.139/jam 4 Biaya Pelumas (OL) Rp 630 /jam Total Biaya Tidak Tetap (PP+UO+BB+OL) Rp /jam Total biaya tidak tetap pada alat tanam bibit pada saat pengoperasian sebesar Rp /jam yang termasuk didalamnya adalah biaya pemeliharaan sebesar Rp 4.860/jam dengan bunga 2%. Upah operator sebesar Rp /hari atau Rp /jam dengan jam kerja sebanyak 8 jam per hari. Biaya bahan bakar selama pengoperasian alat sebesar Rp 3.139/jam dengan biaya bahan bakar Rp /liter. Biaya pelumas atau oli yang didapat sebesar Rp 630 /jam dengan biaya oli Rp /liter. Titik Impas (Break Even Point) Titik impas (Break Even Point) adalah suatu titik pada kondisi dimana hasil usaha yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan pada penelitian ini adalah biaya penanaman. Jadi untuk mencapai titik impas alat harus dioperasikan sesuai target tertentu (ha/tahun). Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan titik impas yang dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Titik Impas Pengujian Transplanter Ulangan Titik Impas (ha/tahun) Rata - rata Hasil perhitungan diperoleh titik impas pengoperasian transplanter rata-rata adalah ha/tahun. Titik impas digunakan untuk mengetahui titik tertentu yang tidak mendapatkan kerugian atau keuntungan. Berdasarkan nilai kapasitas didapatkan hasil ha/tahun, sehingga dapat dilihat perbandingan kapasitas dengan titik impas alat 288

18 tanam transplanter ini dapat dikatakan memperoleh keuntungan karena kapasitas lebih besar dari titik impas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengujian Indo Jarwo Transplanter menunjukan bahwa kinerja alat tanam ini bagus karena menghasilkan kecepatan kerja yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan penanaman manual. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dengan membandingkan kecepatan tanam menggunakan alat dan manual yaitu 1.29 km/jam menggunkan alat sedangkan dengan menggunkan tenaga manusia km/jam. 2. Efisiensi rata- rata di Kabupaten Padang Pariaman sebesar % sedangkan di Kabupaten Dharmasraya sebesar %. 3. Biaya pokok pengoperasian mesin tanam Indo Jarwo Transplanter di Kabupaten Dharmasraya sebesar Rp /ha dan tititk impas ha/tahun sedangkan di Kabupaten Padang Pariaman sebesar Rp /ha dan titik impas ha/tahun. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebaiknya sebelum melakukan penanaman dengan alat tanam Indo Jarwo Transplanter lahan yang akan digunakan dijaga agar tidak terlalu kering sehingga lahan yang akan dipakai dalam keadaan macak - macak dalam artian tidak terlalu tergenang air dan tidak terlalu kering sehingga alat akan lebih efisien dan operator tidak terlalu berat dalam melakukan penanaman. Alat tanam Indo Jarwo Transplanter ini dapat diaplikasikan pada kelompok - kelompok tani karena biaya penanamannya lebih murah jika dibandingkan dengan biaya penanaman dengan cara manual atau dengan tenaga manusia. DAFTAR PUSTAKA Bobihoe J, Endrizal, Bambang P Teknologi Budidaya Padi Sawah dengan Sistem Legowo Menunjang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jambi. Suastawa IN, Hermawan W, Sembiring EN Konstruksi dan Pengukuran Kinerja Traktor Pertanian. Laporan Penelitian. IPB. Bogor. Widayati S Mesin tanam bibit padi jarwo, gantikan 20 tenaga kerja. Majalah Sains Indonesia. 23: Yunus Y Tanah dan Pengolahannya. Alphabeta, Bandung. 289

Harnel. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok KM. 40 Sukarami, Solok

Harnel. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok KM. 40 Sukarami, Solok KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANAM BIBIT PADI MANUAL (TRANSPLANTER) MODIFIKASI BALAI BESAR PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN DI KABUPATEN SIJUNJUNG, SUMATERA BARAT Harnel Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONDISI LINTASAN UJI Tanah yang digunakan untuk pengujian kinerja traktor tangan Huanghai DF-12L di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB adalah

Lebih terperinci

APLIKASI ALSINTAN MENDUKUNG UPSUS PAJALE DI NTB. Darwis,SP

APLIKASI ALSINTAN MENDUKUNG UPSUS PAJALE DI NTB. Darwis,SP APLIKASI ALSINTAN MENDUKUNG UPSUS PAJALE DI NTB Darwis,SP OUTLINE 1 PENDAHULUAN 2 - PENGENALAN ALAT 3 4 5 SISTEM PERSEMAIAN APLIKASI RICE TRANSPLANTER PENUTUP PENDAHULUAN Kegiatan penanaman memerlukan

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA POPULASI DAN TANAM BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA POPULASI DAN TANAM BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA POPULASI DAN TANAM BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : Populasi dan Tanam Tujuan berlatih:

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNO-EKONOMI ALAT / MESIN UNTUK PENGOLAHAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.)

ANALISIS TEKNO-EKONOMI ALAT / MESIN UNTUK PENGOLAHAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) ANALISIS TEKNO-EKONOMI ALAT / MESIN UNTUK PENGOLAHAN BIJI KAKAO (Theobroma cacao L.) Oleh : Dr. Ir. Santosa, MP Lektor Kepala pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang 2008 Beberapa

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN TRAKTOR DALAM PENGOLAHAN TANAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN MAKALAH Oleh: TAUFIK RIZALDI, STP, MP. DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2012 hingga April 2012 di areal lahan hak guna usaha (GU) Divisi I PT PG Laju Perdana Indah site OKU, Palembang,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN UJI TEKNIS MATA PENYIANG ALAT PENYIANG PADI

PENGEMBANGAN DAN UJI TEKNIS MATA PENYIANG ALAT PENYIANG PADI PENGEMBANGAN DAN UJI TEKNIS MATA PENYIANG ALAT PENYIANG PADI (Oryza sativa) DI LAHAN SAWAH DENGAN PENGGERAK MESIN POTONG RUMPUT TIPE SANDANG (BRUSH CUTTER) BG Santosa, Andasuryani, dan M. Imran ABSTRAK

Lebih terperinci

UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER

UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER BERTENAGA TRAKTOR RODA EMPAT UNTUK PEMBUATAN PARIT PADA TANAH PADAS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X JEMBER Yuan Septia 1, Siswoyo Soekarno 1, Ida Bagus Suryaningrat

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Alat Tanam Semi Mekanis Pengujian kapasitas lapang alat tanam dilakukan di laboratorium lapangan Leuwikopo pada lahan kering seluas 160 m 2 atau 0.016 ha

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Data. Lampiran 2. Gambar Aplikasi Herbisida di Lahan. Lampiran 3. Perhitungan Unjuk Kerja dan Biaya Aplikasi Herbisida

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Data. Lampiran 2. Gambar Aplikasi Herbisida di Lahan. Lampiran 3. Perhitungan Unjuk Kerja dan Biaya Aplikasi Herbisida LAMPIRAN 30 Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Data Lampiran 2. Gambar Aplikasi erbisida di Lahan Lampiran 3. Perhitungan Unjuk Kerja dan Biaya Aplikasi erbisida 31 Ulangan ke- Tabel Debit Penyemprotan Masing-masing

Lebih terperinci

PENANAMAN PADI A.DEFINISI

PENANAMAN PADI A.DEFINISI PENANAMAN PADI A.DEFINISI Penanaman padi adalah kegiatan peletakan tanaman atau benih tanaman dilahan untuk tujuan produksi. Dalam kontek ini diawali dari persemaian, penyiapan alat dan pelaksanaan penanaman

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan. Menggambar alat. Memilih bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan. Menggambar alat. Memilih bahan yang akan digunakan Lampiran 1. Flowchart penelitian Mulai Merancang bentuk alat - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan Menggambar alat Memilih bahan yang akan digunakan Mengukur bahan yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari bulan Februari sampai dengan September 2011. Studi literatur dan pengambilan data sekunder akan dilaksanakan di perpustakaan IPB

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH. Oleh : Drh. Saiful Helmy

SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH. Oleh : Drh. Saiful Helmy SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO 2 1 MENINGKATKAN HASIL GABAH Oleh : Drh. Saiful Helmy Pendahuluan Dalam rangka mendukung Upaya Khusus Pajale Babe yang digalakkan pemerintah Jokowi, berbagai usaha dilakukan untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah METODE PENELITIAN A. Rangkaian kegiatan Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah b. Pengolahan tanah c. Pesemaian d. Penanaman dan uji performansi

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat

Mulai. Merancang bentuk alat. - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat Lampiran 1. Flowchart penelitian Mulai Merancang bentuk alat - Menentukan dimensi alat - Menghitung daya yang diperlukan - Menghitung kecepatan putaran alat Menggambar alat Memilih bahan yang akan digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan perkebunan tebu milik PT. Laju Perdana Indah (LPI), Palembang, Sumatera Selatan. Tempat ini berada pada elevasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanankan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Juli - September 2010. Objek yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah usaha

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

LAMPIRAN. Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan LAMPIRAN Lampiran 1.Flowchart pelaksanaan penelitian Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Mengukur bahan yang akan digunakan Memotong bahan yang digunakan sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Efektivitas Penyemprotan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum pengaplikasian herbisida, terlebih dahulu diukur jumlah persentase gulma dilahan A, B, dan C. Menurut usumawardani (1997) penutupan gulma

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

STUDI PERLAKUAN PANAS PADA ALAT PENGUPAS KULIT GELONDONG UNTUK BIJI KOPI (Coffea sp.) Renny Eka Putri, Mislaini dan Andri Syaputra 1 1) ABSTRAK

STUDI PERLAKUAN PANAS PADA ALAT PENGUPAS KULIT GELONDONG UNTUK BIJI KOPI (Coffea sp.) Renny Eka Putri, Mislaini dan Andri Syaputra 1 1) ABSTRAK STUDI PERLAKUAN PANAS PADA ALAT PENGUPAS KULIT GELONDONG UNTUK BIJI KOPI (Coffea sp.) 1 1) Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas Limau Manis, Pauh, Sumatera Barat

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2010 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB. 3.2 PARAMETER

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS MESIN PENYIANG (POWER WEEDER) PADI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS MESIN PENYIANG (POWER WEEDER) PADI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS MESIN PENYIANG (POWER WEEDER) PADI DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Harnel dan Buharman Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang - Solok km 40 Sukarami,

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN = BIAYA YANG DIKELUARKAN PENDAPATAN YANG DITERIMA ANALISIS BIAYA DARI PROSES PRODUKSI

KEUNTUNGAN = BIAYA YANG DIKELUARKAN PENDAPATAN YANG DITERIMA ANALISIS BIAYA DARI PROSES PRODUKSI ANALISIS BIAYA MESIN PERTANIAN Ekonomi Teknik / Sigit Prabawa / 1 ANALISIS BIAYA ALAT/MESIN PERTANIAN TUJUAN SUATU USAHA KEUNTUNGAN KEUNTUNGAN = BIAYA YANG DIKELUARKAN PENDAPATAN YANG DITERIMA ANALISIS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT MESIN HAMMER MILL UNTUK PENGOLAHAN JAGUNG PAKAN

RANCANG BANGUN ALAT MESIN HAMMER MILL UNTUK PENGOLAHAN JAGUNG PAKAN RANCANG BANGUN ALAT MESIN HAMMER MILL UNTUK PENGOLAHAN JAGUNG PAKAN Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Email: zulnadiujeng@gmail.com ABSTRAK Dalam rangka mempertahankan usaha peternak ayam di Kabupaten

Lebih terperinci

Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian. Mulai. Menyiapkan alat dan bahan. Mengambil data anthropometri 10 orang operator

Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian. Mulai. Menyiapkan alat dan bahan. Mengambil data anthropometri 10 orang operator 48 Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian Mulai Menyiapkan alat dan bahan Mengambil data anthropometri 10 orang operator Mengambil data dimensi alat Menguji kapasitas efektif alat Menganalisis hasil

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

Alat Tanam Padi Tebar Langsung Tipe Drum

Alat Tanam Padi Tebar Langsung Tipe Drum Alat Tanam Padi Tebar Langsung Tipe Drum Penyusun E. Eko Ananto Dadan Ridwan Ahmad Trip Alihamsyah Penyunting Sunihardi Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan 52 Lampiran 1.Flow Chart pelaksanaan penelitian. Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Mengukur bahan yang akan digunakan Memotong bahan yang digunakan sesuai

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan. menentukan dimensi. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan. menentukan dimensi. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan 39 Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian. Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi Memilih bahan Diukur bahan yang akan digunakan Dipotong bahan yang digunakan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember Oktober 2016

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTA, Jember Oktober 2016 UJI KINERJA DAN ANALISIS BIAYA TRENCHER UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE (GOT) TEMBAKAU CERUTU PADA TANAH RINGAN DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X KABUPATEN JEMBER Embun Ayu Gejora 1, Siswoyo Soekarno 1, Ida

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oriza sativa) adalah salah satu jenis serealia yang umumnya dibudidayakan melalui sistem persemaian terlebih dahulu. Baru setelah bibit tumbuh sampai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 29 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret Juni 2009 di lahan petani, Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Peralatan dan Instrumen

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Teknologi Menanam Padi. Tenaga kerja menentukan hasil dan pendapatan sedangkan teknologi menentukan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Teknologi Menanam Padi. Tenaga kerja menentukan hasil dan pendapatan sedangkan teknologi menentukan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teknologi Menanam Padi Indonesia merupakan negara agraris yang tidak lepas dari sektor pertanian sebagai mata pencaharian pokok sebagian besar penduduknya. Pertanian dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di Desa Luhu Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Waktu penelitian dari bulan Maret sampai bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial TINJAUAN PUSTAKA Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Pada umumnya usahatani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian keluarga tani dan perekonomian

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO

SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO ISBN : 978-602-1276-01-3 SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) JAMBI BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

5.3.1 Pengamatan Sistem Produksi WTP

5.3.1 Pengamatan Sistem Produksi WTP III. METODOLOGI 5.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat selama tiga bulan dari Agustus sampai Oktober 2010. 5.2 ALAT DAN BAHAN Alat-alat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinjauan Umum Lokasi Penggilingan Padi Kelurahan Situ Gede adalah suatu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Barat. Berdasarkan data monografi Kelurahan Situ Gede pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

PENGUJIAN MESIN TANAM PADI SISTIM JAJAR LEGOWO (JARWO TRANSPLANTER) DI LAHAN RAWA PASANG SURUT [ASSESMENT OF JARWO TRANSPLANTER ON TIDAL SWAMP LAND]

PENGUJIAN MESIN TANAM PADI SISTIM JAJAR LEGOWO (JARWO TRANSPLANTER) DI LAHAN RAWA PASANG SURUT [ASSESMENT OF JARWO TRANSPLANTER ON TIDAL SWAMP LAND] Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 6, No. 1: 63-72 PENGUJIAN MESIN TANAM PADI SISTIM JAJAR LEGOWO (JARWO TRANSPLANTER) DI LAHAN RAWA PASANG SURUT [ASSESMENT OF JARWO TRANSPLANTER ON TIDAL SWAMP LAND]

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

Mulai. Perancangan bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Pengukuran bahan yang akan digunakan

Mulai. Perancangan bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Pengukuran bahan yang akan digunakan Lampiran 1. Flow chart pelaksanaan penelitian Mulai Perancangan bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Pengukuran bahan yang akan digunakan Dipotong, dibubut, dan dikikir bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA) III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Kegiatan Tugas Akhir (TA) akan dilaksanakan pada lahan kosong yang bertempat di Dusun Selongisor RT 03 / RW 15, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Pengujian alat. Pengukuran parameter. Analisis data. selesai

Pengujian alat. Pengukuran parameter. Analisis data. selesai 47 b a Pengujian alat tidak Uji kelayakan ya Pengukuran parameter Analisis data selesai 48 Lampiran 2. Kapasitas Efektif Alat dan Persentase Bahan Rusak Kapasitas efektif alat menunjukkan produktivitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT

PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT PENGEMBANGAN TANAMAN KACANG HIJAU SEGERA SETELAH PANEN PADA SAWAH DI KOLISIA DAN NANGARASONG KABUPATEN SIKKA NTT I.Gunarto, B. de Rosari dan Tony Basuki BPTP NTT ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di hamparan

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan 38 Lampiran 1. Flow Chart pelaksanaan penelitian. Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Diukur bahan yang akan digunakan Dipotong bahan yang digunakan sesuai

Lebih terperinci

50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2

50kg Pita ukur/meteran Terpal 5 x 5 m 2 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Februari 2010. Pembuatan desain prototipe dilakukan di laboratorium Teknik

Lebih terperinci

STUDI UNJUK KERJA PENANAMAN BIBIT PADI SECARA MEKANIS DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT RINA OKTAVIANA

STUDI UNJUK KERJA PENANAMAN BIBIT PADI SECARA MEKANIS DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT RINA OKTAVIANA STUDI UNJUK KERJA PENANAMAN BIBIT PADI SECARA MEKANIS DI DESA SUKAMANDI, SUBANG, JAWA BARAT RINA OKTAVIANA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGGUNAAN INDO JARWO TRANSPLANTER SEBAGAI MESIN TANAM PADI DI LAHAN SAWAH

PENGGUNAAN INDO JARWO TRANSPLANTER SEBAGAI MESIN TANAM PADI DI LAHAN SAWAH PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN INDO JARWO TRANSPLANTER SEBAGAI MESIN TANAM PADI DI LAHAN SAWAH Penanggung Jawab: Kepala BPTP Lampung Penyusun: Kiswanto Bambang Wijayanto Gohan Octora Manurung Design dan Layout:

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SALIBU.

TEKNOLOGI SALIBU. TEKNOLOGI SALIBU BUDIDAYA PADI TANPA BENIH TANAM 1 KALI PANEN BERKALI-KALI www.indonesiabertanam.com Teknologi Salibu (ratun yang modifikasi) Adalah teknologi budidaya padi dengan memanfaatkan batang bawah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN 50 Lampiran 2. Struktur Lahan Sawah Menurut Koga (1992), struktur lahan sawah terdiri dari: 1.

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk Alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Persiapan bahan dan alat. Mengukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk Alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Persiapan bahan dan alat. Mengukur bahan yang akan digunakan 41 Lampiran 1. flowchart penelitian Mulai Merancang bentuk Alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Persiapan bahan dan alat Mengukur bahan yang akan digunakan Memotong bahan yang digunakan sesuai dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN BENIH PADA MEDIA PERSEMAIAN TERHADAP PERFORMANSI RICE TRANSPLANTER TIPE CROWN INDO JARWO IHT 20-40

PENGARUH KEPADATAN BENIH PADA MEDIA PERSEMAIAN TERHADAP PERFORMANSI RICE TRANSPLANTER TIPE CROWN INDO JARWO IHT 20-40 PENGARUH KEPADATAN BENIH PADA MEDIA PERSEMAIAN TERHADAP PERFORMANSI RICE TRANSPLANTER TIPE CROWN INDO JARWO IHT 20-40 The Effect of Seed Density on Nursery Media to Rice Transplanter Type Crown Indo Jarwo

Lebih terperinci

Mulai. Dirancang bentuk alat. Digambar dan ditentukan ukuran alat. Dipilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan. dirangkai alat.

Mulai. Dirancang bentuk alat. Digambar dan ditentukan ukuran alat. Dipilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan. dirangkai alat. 42 Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian Mulai Dirancang bentuk alat Digambar dan ditentukan ukuran alat Dipilih bahan Diukur bahan yang akan digunakan Dipotong bahan sesuai ukuran yang sudah ditentukan

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK BARAT NTB)

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK BARAT NTB) FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI RICE MILLING UNIT ONE PHASE (STUDI KASUS DI UD. BELEKE MAJU KABUPATEN LOMBOK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanankan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Mei 2010 sampai dengan bulan Juli 2010. Objek yang dijadikan sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengembangan usahatani mina padi dengan sistem jajar legowo ini dilakukan di Desa Mrgodadi, Kecamatan sayegan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan metode

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN PROSPEK PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER Oleh Sumaryanto M. Suryadi Chairul Muslim Adreng Purwoto PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro, Desa Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro dengan ketinggian

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMI PENGOPERASIAN ALAT DAN MESIN PENGADUK ADONAN KERUPUK MERAH

ANALISA EKONOMI PENGOPERASIAN ALAT DAN MESIN PENGADUK ADONAN KERUPUK MERAH ANALISA EKONOMI PENGOPERASIAN ALAT DAN MESIN PENGADUK ADONAN KERUPUK MERAH Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Email : sanmelly@gmail.com ABSTRAK Di Sumatera Barat, sentra

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan secara bertahap dan tahapan pelaksanaan selengkapnya disajikan pada rancangan penelitian (Gambar 1). A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan 43 Lampiran 1. Flow chart pelaksanaan penelitian Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Diukur bahan yang akan digunakan Dipotong bahan yang digunakan sesuai dengan

Lebih terperinci

M T. 1 liter air, Kebutuhan bahan bakar. 3 liter air, Kebutuhan bahan bakar

M T. 1 liter air, Kebutuhan bahan bakar. 3 liter air, Kebutuhan bahan bakar 34 Lampiran 1. Kebutuhan bahan bakar Kebutuhan bahan bakar M T 1 liter air, Kebutuhan bahan bakar 67gr 372dtk 0, 18 gr/dtk 3 liter air, Kebutuhan bahan bakar 127gr 1011dtk 0, 12 gr/dtk 5 liter air, Kebutuhan

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang 50 Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Mengukur bahan yang Memotong bahan yang digunakan sesuai dengan dimensi

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Memotong bahan yang digunakan sesuai dengan dimensi pada gambar

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Memotong bahan yang digunakan sesuai dengan dimensi pada gambar 39 Lampiran 1. Flowchart pengerjaan penelitian Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Mengukur bahan yang akan digunakan Memotong bahan yang digunakan sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Agronomis Bawang prei termasuk tanaman setahun atau semusim yang berbentuk rumput. Sistem perakarannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

Pengujian Dan Evaluasi Alat Penanam Jagung Dan Kedelai Sistem Injeksi Pada Lahan Tanpa Olah Tanah

Pengujian Dan Evaluasi Alat Penanam Jagung Dan Kedelai Sistem Injeksi Pada Lahan Tanpa Olah Tanah Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 424-429 Pengujian Dan Evaluasi Alat Penanam Jagung Dan Kedelai Sistem Injeksi Pada Lahan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya.

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya. Kemampuan sektor pertanian dapat ditunjukan

Lebih terperinci

Mulai. Merancang Ulang / Modifikasi bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang Ulang / Modifikasi bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan yang akan digunakan Lampiran 1.Flowchart penelitian Mulai Merancang Ulang / Modifikasi bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan yang akan digunakan Diukur bahan yang akan digunakan Dipotong dan dihaluskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan pangan utama yang dikonsumsi oleh hampir setengah penduduk dunia. Kebutuhan pangan akan semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk, namun

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan

Mulai. Merancang bentuk alat. Menggambar dan menentukan dimensi alat. Memilih bahan. Mengukur bahan yang akan digunakan 40 Lampiran 1.Flowchart Pelaksanaan Penelitian Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Mengukur bahan yang akan digunakan Memotong bahan yang akan dirangkai Merangkai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

Uji Kinerja Traktor Roda Empat Tipe Iseki TG5470 Untuk Pengolahan Tanah Menggunakan Bajak Rotari Pada Lahan Lempung Berpasir

Uji Kinerja Traktor Roda Empat Tipe Iseki TG5470 Untuk Pengolahan Tanah Menggunakan Bajak Rotari Pada Lahan Lempung Berpasir Uji Kinerja Traktor Roda Empat Tipe Iseki TG5470 Untuk Pengolahan Tanah Menggunakan Bajak Rotari Pada Lahan Lempung Berpasir Bobby Wirasantika*, Wahyunanto Agung Nugroho, Bambang Dwi Argo Jurusan Keteknikan

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) VARIETAS ORBA (Suatu Kasus pada Kelompoktani Cikalong di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Apang Haris 1, Dini Rochdiani

Lebih terperinci

Mulai. Merancang bentuk alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan. Merangkai alat. Pengelasan. Pengecatan

Mulai. Merancang bentuk alat. Memilih bahan. Diukur bahan yang akan digunakan. Merangkai alat. Pengelasan. Pengecatan 45 Lampiran 1. Flowchart penelitian Mulai Merancang bentuk alat Menggambar dan menentukan dimensi alat Memilih bahan Diukur bahan yang akan digunakan Dipotong bahan yang digunakan Merangkai alat Pengelasan

Lebih terperinci

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso BUDIDAYA PADI RATUN Marhaenis Budi Santoso Peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui peningkatan indeks panen dan peningkatan produksi tanaman setiap musim tanam. Padi Ratun merupakan salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBANGAN NILAI EKONOMIS AIR PADA KINCIR AIR IRIGASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN MASYARAKAT TANI. Oleh : ENDANG PURNAMA DEWI

ANALISIS SUMBANGAN NILAI EKONOMIS AIR PADA KINCIR AIR IRIGASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN MASYARAKAT TANI. Oleh : ENDANG PURNAMA DEWI ANALISIS SUMBANGAN NILAI EKONOMIS AIR PADA KINCIR AIR IRIGASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DAN MASYARAKAT TANI Oleh : ENDANG PURNAMA DEWI 07 118 033 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 92 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi dihadapkan pada beberapa permasalahan,

Lebih terperinci