BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memicu perubahan kurikulum dan semua perangkat kerjanya termasuk sistem

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memicu perubahan kurikulum dan semua perangkat kerjanya termasuk sistem"

Transkripsi

1 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan dokter spesialis mengalami perubahan yang pesat, dimulai dengan munculnya istilah kompetensi dan pengobatan berbasis bukti yang memicu perubahan kurikulum dan semua perangkat kerjanya termasuk sistem penilaian residen. Dikenal istilah kompetensi profesional, yaitu kebiasaan penggunaan cara berkomunikasi, pengetahuan, keterampilan teknis, clinical reasoning, emosi, nilai, dan refleksi, dalam praktik sehari-hari untuk kepentingan individu dan komunitas yang dilayani. Kompetensi profesional seorang dokter dibangun dari pengetahuan ilmiah, keterampilan klinis dan pengembangan moral (Epstein & Hundert, 2002). Pelaksanaan pendidikan dokter spesialis berkembang sesuai dengan perubahan dan tuntutan kemajuan, diikuti dengan perubahan tata cara penilaian sesuai dengan perubahan kurikulum dan tujuan pendidikan serta mengacu pada Good Medical Practice (Anonim (a), 2010). Penilaian residen selama masa pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam pendidikan dokter spesialis yaitu dengan mengutamakan penilaian formatif disertai umpan balik konstraktif (WFME, 2003). Penilaian formatif dilakukan untuk melihat kemajuan selama proses pembelajaran, sedangkan penilaian sumatif digunakan saat menilai pencapaian di akhir masa pendidikan (Miller, et al., 2009). Penilaian residen

2 2 tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode (WFME, 2003; Anonim (b), 2010; Anonim, 2006). Untuk penilaian kompetensi dokter (competency-based assessment), penilaian dilakukan dengan mengukur kegiatan yang mampu dilakukan oleh dokter pada situasi yang menggambarkan praktik profesional dan terkontrol, sedangkan penilaian kinerja (performance-based assessment) dilakukan dengan mengukur kegiatan dokter pada waktu melakukan praktik profesional (Hays, et al., 2002; Rethans, et al., 2002). Selain itu, sejalan dengan perkembangan dewasa ini, terjadi perubahan cara penilaian akhir, yaitu dari penilaian tunggal menjadi penilaian multidimensi dan luas yang dapat mewakili penilaian kinerja (performance) dokter (Brown & Doshi, 2006) Disadari walau terdapat berbagai kemajuan dalam pendidikan spesialisasi namun masih terdapat kekurangan khususnya dalam proses penilaian kinerja dokter, yaitu penilaian residen saat pendidikan spesialisasi (Damen, et al., 2011). Evaluasi subjektif oleh staf pengajar merupakan bentuk penilaian yang pada umumnya digunakan untuk menilai kinerja residen selama masa pendidikan, bahkan seringkali penilaian dilakukan secara tersembunyi tanpa menggunakan alat penilaian objektif (Epstein & Hundert, 2002). Selain itu, pada umumnya penilaian kinerja masih menggunakan pendekatan metode penilaian kompetensi. Sesungguhnya, penilaian kinerja membutuhkan penilaian tersendiri yang menjelaskan peran dokter pada waktu dilakukan penilaian kinerja tersebut. Walaupun kompetensi merupakan bagian dari kinerja, namun penilaian kinerja

3 3 tetap perlu dirancang berbeda dari penilaian kompetensi, yaitu berlandaskan bukti (educational evidence) terkait dengan isi, tujuan dan peran yang dinilai (Hays, et al., 2002). Dalam rangka pembakuan program pendidikan dokter spesialis, World Federation for Medical Education (WFME), yaitu sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berafiliasi ke World Health Organization (WHO) menerbitkan pedoman Postgraduate Medical Education WFME (PME WFME) Global Standards for Quality Improvement (WFME, 2003). Kemudian misalnya di Inggeris General Medical Council (GMC) melakukan pembaruan pada pedoman Good Medical Practice (GMP) bagi dokter negaranya (GMC, 2009). Selanjutnya, GMC bersama dengan Postgraduate Medical Education and Training Board (PMETB) di Inggris menerbitkan pedoman kurikulum pendidikan spesialisasi dan sistem penilaian dengan memperhatikan prinsip GMP tersebut. Pedoman tersebut meliputi beragam kompetensi yang harus dicapai hingga tata cara penilaian residen (Anonim (a), 2010). Pada pedoman PME WFME Global Standards for Quality Improvement dinyatakan bahwa tercapainya beberapa kompetensi yang relevan dan disepakati merupakan keluaran pendidikan dokter spesialis (WFME, 2003). Pada GMP 2006 yang diperbaharui pada bulan Maret 2009, ditekankan pentingnya menghargai kepentingan pasien dan kerahasiaan serta promosi kesehatan oleh para dokter dalam menjalankan tugasnya, juga perlunya selalu menjaga dan meningkatkan kinerja sebagai dokter (Anonim, 2009). Perubahan pada panduan pendidikan

4 4 dokter spesialis diharapkan menjadi dasar kandungan instrumen penilaian yang digunakan pada waktu melakukan penilaian kinerja dokter (Anonim (a), 2010). Saat ini pedoman PME WFME telah diadopsi di berbagai negara termasuk di Indonesia, seperti yang tercantum dalam Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis (SPPDS) (Anonim, 2006). Dengan berlakunya UU Praktik Kedokteran No. 29/2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan 512/MENKES/PER/IV/2007, selanjutnya Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Indonesia (Kolegium IKKK) harus menyusun dan menetapkan Standar Nasional Pendidikan Dokter Spesialis (SNPDS) IKKK dan Standar Kompetensi Dokter Spesialis (SKDS) IKKK yang disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) (WFME, 2003; Anonim, 2007; Anonim (a), 2008). Adanya pedoman tersebut di atas dan pedoman praktik klinis yang baik (Anonim, 2009; Anonim (a), 2010) yang juga menjadi acuan sistem penilaian pendidikan kedokteran serta perbedaan kultur dan budaya dalam berkomunikasi di Indonesia, menyebabkan perlunya evaluasi ulang mengenai instrumen penilaian residen yang banyak digunakan pada waktu ini. Salah satu ciri pendidikan dokter spesialis adalah lama waktu pendidikan di tempat kerja. Oleh karena itu, setiap staf pengajar maupun penyelenggara program pendidikan spesialis perlu melakukan evaluasi berkesinambungan selama masa pendidikan berlangsung baik untuk ranah pengetahuan (knowledge), keterampilan klinis (clinical skills) di tempat kerja, maupun ranah sikap dan perilaku (Anonim (b), 2010).

5 5 Salah satu alat ukur penilaian yang sesuai dan banyak digunakan adalah cara penilaian di tempat kerja (Workplace-based assessments/wpba) yang mengacu pada prinsip pendidikan kedokteran dengan pendekatan berbasis hasil dan profesionalisme (Brown & Doshi, 2006). WPBA dikatakan merupakan cara penilaian kinerja dokter waktu melakukan praktik klinis sehari-hari. Dengan melakukan penilaian berulang, penilai dapat mengumpulkan bukti perkembangan pencapaian individu (Bouriscot, et al., 2011). Tujuan akhir pendidikan dokter spesialis diantaranya adalah mampu memberikan pelayanan dengan standar tinggi di bidangnya dan menjadi pengajar bagi calon spesialis maupun mahasiswa kedokteran, meskipun kompetensi yang ditetapkan bervariasi (Anonim (a), 2003; Patil & Wong, 2009). Sesuai dengan perkembangannya, kompetensi yang diharapkan dari seorang residen pada waktu bekerja praktik klinis meliputi perannya sebagai seorang dokter, pengajar, pembelajar, profesional, dan mampu bekerja dalam tim serta memberikan advokasi kesehatan (WFME, 2003, Shumway & Harden, 2003, Patil & Wong, 2009). Produk kompetensi dokter dan juga faktor individual serta sistem selanjutnya akan membentuk kinerja dokter (Hays, et al., 2002; Rethans, et al., 2002). Terdapat beberapa pendapat mengenai ranah kinerja dokter, salah satunya adalah ranah kinerja dapat dibagi dalam tiga grup yang saling berkaitan, yaitu: dokter dalam peranannya sebagai manajer dalam pelayanan pasien, bagi lingkungannya, dan bagi dirinya. Ketiga ranah tersebut terdiri atas delapan

6 6 komponen kinerja, yaitu: (1) keahlian klinis, (2) komunikasi, (3) kolaborasi, (4) manajemen, (5) pengembangan pribadi, (6) edukasi, (7) atribut profesional, serta (8) kesehatan dan perawatan diri (Hays, et al., 2002). Kebutuhan akan tata cara penilaian kinerja yang dapat mengukur kinerja yang dikerjakan dokter waktu berpraktik, telah menjadikan topik penilaian kinerja menjadi fokus pada berbagai penelitian mengenai penilaian dokter di bidang pendidikan kedokteran (Hays, et al., 2002; Murphy, Bruce, et al, 2009; Bouriscot, et al., 2011; Damen, et al, 2011). Metode penilaian yang dewasa ini digunakan untuk menilai kinerja adalah melalui observasi langsung saat praktik, observasi video waktu praktik, menggunakan pasien simulasi, survei, wawancara, pencatatan, dan analisis data. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penilaian kinerja dokter yang akurat memerlukan gabungan nilai berbagai metode dan instrumen (Hays, et al, 2002; Bouriscot, et al., 2011). Cara penilaian dengan observasi langsung banyak dilakukan misalnya di Amerika Serikat. The American Board of Internal Medicine (ABIM) memulai penilaian kompetensi klinis dengan cara Mini C-ex yang menilai kompetensi keterampilan klinis residen (Norcini., et al, 1995; Norcini, et al., 2003; Anonim, 2004) dan mengacu pada kompetensi yang dikeluarkan oleh Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME) serta American Board of Medical Specialities (ABMS) (Anonim, 2004). Instrumen ini dipakai untuk menilai keterampilan klinis residen Ilmu Penyakit Dalam pada waktu menghadapi

7 7 pasien, dan mengacu pada enam kompetensi ACGME. Instrumen ini awalnya digunakan untuk menilai residen ilmu penyakit dalam (Anonim (a), 2003). Terdapat kesulitan saat menerjemahkan kesimpulan penilaian dalam Mini C-ex menjadi angka numerik. Sebagian penilai membuat nilai rata-rata kesemuaan kompetensi yang dinilai atau dengan pembobotan tersendiri (Kogan, et al, 2011). Cara penilaian lain adalah dengan clinical work sampling yang ditujukan untuk menilai keterampilan komunikasi, keterampilan pemeriksaan fisik, diagnosis, keterampilan konsultasi, keterampilan manajemen, sikap interpersonal, keterampilan pembelajaran berkesinambungan dan keterampilan advokasi kesehatan. Pada penilaian ini tidak semua keterampilan dinilai pada satu waktu. Instrumen kemudian diadaptasi dan digunakan pada residen pendidikan spesialisasi radiologi (Turnbull, et al., 2000; Finlay, Norman, et al., 2006; Norcini & Burch, 2007). Case-based discussion merupakan suatu cara penilaian kinerja residen, yang berfokus pada evaluasi clinical reasoning residen untuk memahami rasional di balik keputusan kegiatan di praktik klinis. Digunakan untuk pendidikan spesialisasi, antara lain bidang kegawatdaruratan (Norcini & Burch, 2007). Metode penilaian cara observasi lainnya adalah multisource feedback (MSF) dikenal juga sebagai 360-degree assessment yang menilai kinerja dokter oleh beberapa penilai secara sistematik disertai dengan umpan balik. MSF merupakan suatu metode penilaian kinerja, berbentuk survei dengan butir penilaian yang dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan perspektif (Lockyer,

8 8 2003). Contoh instrumen MSF tersebut mengacu pada standar dalam Good Medical Practice Penilaian dilakukan oleh 8 12 orang penilai yang berasal dari berbagai kelompok penilai (Davies & Archer, 2005). Cara penilaian ini digunakan pada berbagai bidang, misalnya industri, bisnis, dan pendidikan dokter maupun spesialisasi, antara lain pendidikan spesialisasi penyakit dalam dan anak (Davies & Archer, 2005; Lockyer, 2003; Norcini & Burch, 2007). Selain MSF terdapat instrumen lain yang memerlukan beberapa penilai sekaligus yaitu Sheffield Peer Review Assessment Tool (SPRAT) dengan turunannya yaitu mini-pat (mini- Peer Assessment Tool), yang digunakan untuk menilai program pendidikan dokter secara nasional di Inggris (Archer, et al., 2008). Mini CEx, MSF, SPRAT dan Mini-PAT telah digunakan untuk menilai kinerja residen pada pendidikan dokter spesialis di beberapa Negara (Anonim, 2004; Archer, et al., 2005; Norcini & Burch, 2007). Cara penilaian lainnya yang dilaporkan khusus untuk penilaian kinerja ranah kompetensi klinis adalah instrumen penilaian lainnya yang dapat menilai proses klinis dan keluaran (outcome) dengan lebih objektif; misalnya chart audit (Sargeant, et al., 2007). Walaupun telah terdapat beragam instrumen di tempat kerja, namun masih diperlukan instrumen untuk menilai kinerja yang sesuai dengan keluaran pendidikan sesuai standar yang ditetapkan dan prinsip praktik klinis yang baik yang digunakan sebagai standar penilaian. Instrumen ini merupakan salah satu alat penilaian kinerja residen dan akan bermanfaat bagi pendidikan dokter spesialis,

9 9 karena dirancang sesuai dengan standar kompetensi pendidikan dokter spesialis yang ditetapkan. WPBA dapat menjadi pilihan karena penilaian di tempat kerja merupakan cara penilaian terbaik untuk menilai kemajuan kinerja dokter praktik profesional dengan menyertakan kumpulan bukti kinerja yang dilakukan dalam berbagai tahapan pendidikan (Hamdy, 2009). Terdapat perbedaan keluaran kinerja peserta program pendidikan dokter spesialis dengan pendidikan dokter. Hal tersebut menyebabkan diperlukannya instrumen khusus untuk berbagai penilaian yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan (WFME, 2003). Mengingat proses pendidikan dokter spesialis terutama dilakukan di tempat kerja, maka instrumen penilaian tersebut sebaiknya dapat digunakan di tempat kerja di setiap rotasi residen, di berbagai sarana pendidikan oleh setiap staf pengajar yang ada, dan memenuhi persyaratan instrumen yang dapat diandalkan. Walaupun beberapa instrumen telah dinyatakan sahih sebagai alat penilaian, namun disadari bahwa bukti validitas (kesahihan) sebuah instrumen adalah milik instrumen tersebut dan tidak untuk dipindahkan pada alat penilaian yang telah dimodifikasi atau tidak digunakan sesuai dengan tata cara penggunaan instrumen tersebut (Andreatta & Gruppen, 2009). Sampai dewasa ini belum ada instrumen penilaian kinerja yang baku; khususnya untuk menilai peserta program pendidikan dokter spesialis kulit dan kelamin, sehingga terdapat variasi cara penilaian residen di berbagai IPDS di Indonesia. Adanya variasi dapat menimbulkan kesenjangan dalam penilaian

10 10 kinerja residen (Epstein & Hundert, 2002). Oleh karena itu, diperlukan metode penilaian kinerja residen yang sahih dan andal, sehingga dapat digunakan di berbagai fasilitas pendidikan dokter spesialis yang ada (Akib, et al., 2009). Kolegium IKKK di Indonesia saat ini telah memiliki SNPDS IKKK dan SKDS IKKK disertai dengan persyaratan penilaian residen. Evaluasi kompetensi dilakukan dengan uji kompetensi yang dilakukan di masing-masing IPDS IKKK/Fakultas Kedokteran guna memperoleh ijazah serta uji kompetensi nasional yang dilakukan oleh kolegium untuk memperoleh sertifikat kompetensi (Anonim, 2007; Anonim (a), 2008). Pada SPPDS dan SNPDS IKKK ditetapkan bahwa metode dan instrumen penilaian serta kriteria kelulusan disusun dan ditetapkan oleh pengelola program. Namun, keandalan dan kesahihan metode penilaian harus dievaluasi secara berkala serta penilaian harus mencakup semua kegiatan pendidikan, baik pengetahuan dan kegiatan maupun perilaku (Anonim, 2006; Anonim, 2007). Sampai saat ini belum ada instrumen penilaian kinerja baku dan terukur yang sesuai dan dianjurkan untuk digunakan untuk menilai kinerja residen khususnya residen IKKK. Untuk itu, akan dilakukan penelitian yang berfokus pada pengembangan instrumen penilaian kinerja residen, dinilai oleh staf pengajar, berdasarkan SKDS IKKK yang berlaku dan praktik klinis yang baik serta berdasarkan pada ranah kinerja dokter. Mengingat berbagai kelebihannya, dipilih prinsip WPBA dan cara penilaian dengan instrumen Mini-Cex menjadi ide

11 11 awal pengembangan instrumen kinerja untuk residen khususnya pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk instrumen penilaian kinerja residen yang didasarkan pada SKDS IKKK? 2. Apakah instrumen penilaian kinerja residen yang didasarkan pada SKDS IKKK dapat menilai kinerja residen lebih akurat dibandingkan dengan instrumen penilaian yang berlaku waktu ini? 3. Bagaimanakah validitas dan reliabilitas instrumen penilaian kinerja residen yang didasarkan pada SKDS IKKK saat digunakan untuk menilai kinerja praktik klinis residen di tempat kerja (klinik)? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Mengembangkan instrumen penilaian, untuk menilai kinerja residen waktu melakukan kegiatan/pelayanan sesuai dengan peran dan tanggung jawab yang tercakup dalam kompetensi yang harus dicapai sebagai keluaran pendidikan dokter spesialis

12 12 2. Tujuan khusus: a. Mengembangkan instrumen penilaian kinerja residen spesialisasi kulit dan kelamin sesuai dengan standar kompetensi Kolegium IKKK dan dapat memberi umpan balik untuk memperbaiki program pendidikan dokter spesialis IKKK serta dapat digunakan oleh staf pengajar di berbagai tempat pendidikan. b. Membandingkan akurasi instrumen baru penilaian kinerja residen dengan instrumen yang digunakan waktu ini (kontrol). c. Mengaplikasikan instrumen baru untuk menilai kinerja residen pada pendidikan spesialisasi kulit dan kelamin. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk aspek keilmuan: memberikan kontribusi bagi perkembangan penilaian residen melalui instrumen yang akurat untuk menilai kinerja residen pada waktu praktik klinis yang mengacu pada standar kompetensi dokter spesialis kulit dan kelamin. 2. Manfaat untuk masyarakat: penggunaan instrumen yang sesuai diharapkan akan meningkatkan akurasi penilaian kinerja residen dan menghasilkan lulusan sesuai standar kompetensi yang ditetapkan serta pedoman praktik klinis yang baik untuk memberikan layanan optimal bagi masyarakat. 3. Manfaat untuk praktik pendidikan: adanya instrumen diharapkan dapat memperbaiki metode penilaian residen program pendidikan dokter spesialis kulit dan kelamin.

13 13 E. Keaslian Penelitian Penelitian seperti ini belum pernah dilakukan, khususnya di Indonesia, demikian pula instrumen penilaian kinerja, khususnya untuk pendidikan spesialisasi kulit dan kelamin, belum tersedia baik di Indonesia maupun di luar negeri. Adanya perbedaan sistem pendidikan dokter spesialis kulit dan kelamin maupun kultur dan budaya komunikasi dokter pasien, khususnya di Indonesia, menyebabkan diperlukannya suatu instrumen penilaian kinerja yang khusus, baku dan akurat. Telah terdapat berberapa instrumen penilaian kompetensi dan kinerja pada waktu praktik klinis yang bersifat formatif observasional. Kesemuaan metode tersebut pada umumnya berkaitan dengan kegiatan residen pada waktu melakukan kegiatan dalam setiap kompetensi dengan menggunakan berbagai standar kompetensi. Kesamaan metode tersebut dengan metode yang akan diteliti adalah instrumen bersifat formatif, menilai kegiatan residen pada waktu melakukan kegiatan praktik klinis, penilaian dilakukan oleh staf pendidik (seorang hingga beberapa orang) secara langsung. Perbedaannya adalah instrumen baru akan dikembangkan berdasarkan standar kompetensi yang sesuai dengan pendidikan dokter spesialis kulit dan kelamin yang mengacu pada WFME 2003 dan ranah kinerja dokter serta prinsip GMP 2009 dengan mendapat asupan dari berbagai pihak yang terkait dalam pendidikan spesialisasi kulit dan kelamin. Instrumen akan digunakan oleh staf pendidik dan menilai ranah kinerja dokter dengan disertai data keandalan instrumen. Instrumen ini akan merupakan salah satu alat

14 14 untuk menilai kinerja residen yang mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan. Dengan ditetapkannya standar kompetensi WFME 2003, area kompetensi yang sesuai dengan pendidikan dokter spesialisasi kulit dan kelamin yang juga menjadi acuan standar kompetensi Kolegium IKKK Indonesia, serta adanya ranah kinerja dokter dan prinsip GMP 2009, maka diperlukan suatu instrumen penilaian kinerja dokter yang mengacu pada standar tersebut dengan menggunakan instrumen yang andal dan valid.

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi pada penampilan yang bisa digunakan untuk menilai kompetensi klinik

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi pada penampilan yang bisa digunakan untuk menilai kompetensi klinik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mini clinical evaluation exercise (Mini-CEX) adalah salah satu metode evaluasi pada penampilan yang bisa digunakan untuk menilai kompetensi klinik mahasiswa

Lebih terperinci

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF KOLEGIUM BEDAH SARAF INDONESIA ( K.B.S.I. ) STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF Jakarta : Februari 2007 DAFTAR SINGKATAN IPDS KBSI KPS KKI PBL PPDS RS Pendidikan RS Jejaring WFME Institusi

Lebih terperinci

PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN Lampiran SK Direktur Utama RSI Garam Kalianget No.... tentang Panduan Evaluasi Praktek Dokter PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ABSTRAK TUJUAN METODE

ABSTRAK TUJUAN METODE Mengevaluasi Profesionalisme dan Keterampilan Interpersonal dan Komunikasi: Menerapkan Instrumen Evaluasi 360-Derajat pada Program Dokter Magang Anestesiologi. ABSTRAK TUJUAN Untuk menerapkan instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugasnya, serta beberapa perilaku lain yang merupakan sifat-sifat kemanusiaan

BAB I PENDAHULUAN. tugasnya, serta beberapa perilaku lain yang merupakan sifat-sifat kemanusiaan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Selama berabad-abad lamanya sejarah manusia telah beradaptasi dengan berbagai metode pengobatan dan perkembangannya. Salah satu hal yang konsisten dalam perjalanan

Lebih terperinci

SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN

SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes Dosen FK UNSRI BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT KEDOKTERAN KOMUNITAS (IKM/IKK) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA, PALEMBANG 2006 Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diidentifikasi. Umpan balik dapat memberikan informasi kepada mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. diidentifikasi. Umpan balik dapat memberikan informasi kepada mahasiswa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Umpan balik merupakan dasar dari pengajaran klinik yang efektif. Tanpa umpan balik, performa yang baik tidak akan diberi penguatan, performa yang buruk tidak

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Meskipun keterampilan ini wajib dikuasai, namun masih ada beberapa

BAB I. PENDAHULUAN. Meskipun keterampilan ini wajib dikuasai, namun masih ada beberapa 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Keterampilan klinis adalah kemampuan mendasar yang wajib dikuasai oleh perawat yang baru lulus dan dimandatkan di dalam standar kompetensi perawat (Wu et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar. Hal ini mempengaruhi kebutuhan akan pendidikan yang direalisasikan dengan pendirian

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II TINJAUAN PUSTAKA Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Interprofessional Education (IPE) a. Definisi IPE Menurut the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mahasiswa kedokteran. Pada tahap ini mahasiswa belajar untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mahasiswa kedokteran. Pada tahap ini mahasiswa belajar untuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Tahap pendidikan profesi dokter merupakan elemen penting dalam pendidikan mahasiswa kedokteran. Pada tahap ini mahasiswa belajar untuk mencapai kompetensi yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi, terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi dalam bidang pelayanan kesehatan telah menghantarkan tantangan persaingan dan lingkungan yang kompetitif bagi industri rumah sakit di

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI A. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini peningkatan produktifitas dan kualitas

Lebih terperinci

MINI CEX : METODE PENILAIAN PERFORMA PADA PENDIDIKAN TAHAP KLINIK

MINI CEX : METODE PENILAIAN PERFORMA PADA PENDIDIKAN TAHAP KLINIK MINI CEX : METODE PENILAIAN PERFORMA PADA PENDIDIKAN TAHAP KLINIK Detty Iryani TINJAUAN PUSTAKA Bagian Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN 2014-2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah lembaga yang memberikan pelayanan klinik dengan badan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mini clinical evaluation exercise (Mini-CEX) merupakan suatu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mini clinical evaluation exercise (Mini-CEX) merupakan suatu cara untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mini clinical evaluation exercise (Mini-CEX) merupakan suatu cara untuk menilai performa klinik (Norcini, 2005). Mini-CEX memerlukan tiga unsur dasar yaitu:

Lebih terperinci

Panduan Kredensial dan Rekredensial Staf klinis Puskesmas Kampala -RAHASIA- BAB I PENDAHULUAN

Panduan Kredensial dan Rekredensial Staf klinis Puskesmas Kampala -RAHASIA- BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu pelayanan kesehatan masyarakat yang sangat penting di Indonesia. Adapun yang dimaksud denga Puskesmas adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang mendasar dalam keperawatan, bahkan efektivitas pelayanan pasien dipengaruhi oleh kemampuan komunikasi yang dibangun perawat selama

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dimensi mutu telah dipelajari sejak lama, yaitu dimulai tahun 1966 saat Avedis Donabedian mengembangkan kerangka evaluasi mutu yang terdiri dari struktur, proses

Lebih terperinci

KERANGKA SISTEM UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA. Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia

KERANGKA SISTEM UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA. Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia KERANGKA SISTEM UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia Latar Belakang UU No 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 20 ayat 3 berbunyi : Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejak dua dekade yang lalu (Wynia et al., 1999). Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejak dua dekade yang lalu (Wynia et al., 1999). Banyak hal yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Profesionalisme dalam dunia kedokteran terus mendapat perhatian dan terus berkembang sejak dua dekade yang lalu (Wynia et al., 1999). Banyak hal yang mendasari perkembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I Kesimpulan 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan adanya peningkatan kemampuan kolaboratif (komunikasi, kolaborasi, peran dan tanggung jawab,

Lebih terperinci

SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes

SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes SKEMA GRAND DESIGN LAM-PTKes 1 Kompetensi tenaga kesehatan yang belum sesuai dengan kebutuhan individual pasien maupun populasi; Kerja sama antar profesi yang masih rendah; Paradigma yang lebih berorientasi

Lebih terperinci

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018 INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018 REFERENSI UU no 44 tahun 2009 ttg rumah sakit pasal 21-22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran dengan teman sebaya (Peer-Assisted Learning; selanjutnya disingkat PAL) sudah cukup populer dan sejak lama digunakan dalam pendidikan kedokteran. Jika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit terutama dari sumber daya manusianya, pembiayaan dan informasi menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit terutama dari sumber daya manusianya, pembiayaan dan informasi menuju BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit ditekankan pada peningkatan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan rumah sakit melalui peningkatan dan pengembangan manajemen rumah sakit terutama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja. dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja. dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Pendidikan Dokter Spesialis Dokter Spesialis adalah dokter yang mengkhususkan diri dalam suatu bidang ilmu kedokteran tertentu. Program pendidikan dokter

Lebih terperinci

SEJ S A EJ R A AH A PROS PR E OS S E KEPER

SEJ S A EJ R A AH A PROS PR E OS S E KEPER SEJARAH PROSES KEPERAWATAN RAHMAD GURUSINGA Proses keperawatan mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Perawat yang dididik sebelum tahun tersebut pada umumnya belum mengenal proses keperawatan

Lebih terperinci

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP)

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) V INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) Gambaran Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada saat ini, tuntutan masyarakat akan kompetensi dokter semakin berkembang. Masyarakat menuntut institusi pendidikan kedokteran untuk mempersiapkan lulusannya

Lebih terperinci

Karir Dokter di Ranah Pelayanan Primer 1/9/2008 6

Karir Dokter di Ranah Pelayanan Primer 1/9/2008 6 Pendahuluan Dr., PKK Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia - Pusat Ketua Umum Pelayanan primer yang handal 1) MMR dan IMR rendah Sintas (harapan hidup) tinggi Hemat biaya kesehatan Dokter = Basic medical

Lebih terperinci

Draft Naskah Akademik Pengembangan Staf Dosen Pendidik Klinis Menggunakan Metode e-learning. Perkembangan jumlah institusi pendidikan kedokteran,

Draft Naskah Akademik Pengembangan Staf Dosen Pendidik Klinis Menggunakan Metode e-learning. Perkembangan jumlah institusi pendidikan kedokteran, Draft Naskah Akademik Pengembangan Staf Dosen Pendidik Klinis Menggunakan Metode e-learning I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Perkembangan jumlah institusi pendidikan kedokteran, Tuntutan kualitas, pentingnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interprofessional Education (IPE) 1. Definisi IPE Menurut WHO (2010), IPE merupakan suatu proses yang dilakukan dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWA TAHUN II DAN TAHUN IV DI SKILLS LABORATORY PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWA TAHUN II DAN TAHUN IV DI SKILLS LABORATORY PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWA TAHUN II DAN TAHUN IV DI SKILLS LABORATORY PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO Indah Puspasari Kiay Demak* * Dosen pada Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang rasional didefinisikan sebagai suatu kondisi jika pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, baik dilihat dari regimen

Lebih terperinci

CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT (CPD) dr. Indra Z, Sp.THT-KL Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh Continuing Professional Development CPD adalah komitmen seumur hidup dokter untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Umpan balik yang diberikan kepada siswa didik merupakan salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Umpan balik yang diberikan kepada siswa didik merupakan salah satu hal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Umpan balik yang diberikan kepada siswa didik merupakan salah satu hal yang penting di dalam pendidikan klinik, karena umpan balik tersebut akan berpengaruh

Lebih terperinci

kedokteran keluarga, salah satunya adalah patient centered care. Dalam

kedokteran keluarga, salah satunya adalah patient centered care. Dalam PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari tiga dekade terakhir ini, model pendekatan secara biopsikososial oleh dokter terhadap pasien telah menjadi suatu hal yang dianggap penting dan efektif dalam dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran di pendidikan kedokteran terdiri dari : a. Outcome-based curriculum Pembelajaran metode outcome-based curriculum

Lebih terperinci

PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN

PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN Jl. Madya Kebantenan No.4, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) diakui merupakan institusi

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure. Mini-CEX. (Mini Clinical Evaluation Exercise)

Standard Operating Procedure. Mini-CEX. (Mini Clinical Evaluation Exercise) Standard Operating Procedure Mini-CEX (Mini Clinical Evaluation Exercise) PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 0 LEMBAR IDENTIFIKASI Nama Dokumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Institute of Medicine (IOM) melalui Crossing the quality Chasm : A New Health System for the 21 st Century mengatakan diperlukan pembaharuan dalam sistem pelayanan

Lebih terperinci

KREDENSIALING DAN KEWENANGAN KLINIS BAGI APOTEKER RUMAH SAKIT

KREDENSIALING DAN KEWENANGAN KLINIS BAGI APOTEKER RUMAH SAKIT KREDENSIALING DAN KEWENANGAN KLINIS BAGI APOTEKER RUMAH SAKIT Veronika Susi Purwanti Rahayu Disampaikan pada RAKERNAS & PIT IKATAN APOTEKER INDONESIA 2017 Tangerang 6 September 2017 Skill Knowledge Attitude

Lebih terperinci

Kerangka Kompetensi Kepemimpinan Klinik

Kerangka Kompetensi Kepemimpinan Klinik Kerangka Kompetensi Kepemimpinan Klinik The Medical Leadership Competency Framework (MLCF) Dibuat atas dasar konsep kepemimpinan bersama di mana kepemimpinan tidak terbatas hanya pada pemimpin saja, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi didefinisikan sebagai interaksi sosial yang terjadi melalui pesan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi didefinisikan sebagai interaksi sosial yang terjadi melalui pesan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi didefinisikan sebagai interaksi sosial yang terjadi melalui pesan yang melibatkan transmisi informasi dari satu orang ke orang lain (Groves, 2014), dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan klinis, salah satunya adalah feedback (Kneebone dan Nestel,

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan klinis, salah satunya adalah feedback (Kneebone dan Nestel, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pembelajaran keterampilan klinis, salah satunya adalah feedback (Kneebone dan Nestel, 2005). Feedback adalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang penting dalam pendidikan kedokteran. adalah keterlibatan langsung mahasiswa ke dalam situasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang penting dalam pendidikan kedokteran. adalah keterlibatan langsung mahasiswa ke dalam situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hal yang penting dalam pendidikan kedokteran adalah keterlibatan langsung mahasiswa ke dalam situasi klinik yang sebenarnya. Hal ini telah diaplikasikan di semua program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta kualitas pelayanan kesehatan (Majumdar, et al., 1998; Steinert, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. serta kualitas pelayanan kesehatan (Majumdar, et al., 1998; Steinert, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kompleksitas permasalahan dan kemajuan teknologi di bidang kesehatan menyebabkan diversifikasi profesi kesehatan (Hall dan Waver, 2001). Pendidikan adalah

Lebih terperinci

Penjaminan Mutu Sertifikat Dokter dan Dokter Spesialis

Penjaminan Mutu Sertifikat Dokter dan Dokter Spesialis Penjaminan Mutu Sertifikat Dokter dan Dokter Spesialis Kiki Lukman Wakil Ketua III MKKI IDI 2018 RAKORNAS KKI 4/2018 1 Penjaminan mutu profesi dokter & dokter spesialis: DEFINISI REGULASI SERTIFIKASI RESERTIFIKASI

Lebih terperinci

UU No 29:2004 PRAKTIK KEDOKTERAN. Law & Regulation MEDICAL RECORD AUDIT SYSTEM 11/22/12 REKAM MEDIS PARAGRAF 3. Pasal 46

UU No 29:2004 PRAKTIK KEDOKTERAN. Law & Regulation MEDICAL RECORD AUDIT SYSTEM 11/22/12 REKAM MEDIS PARAGRAF 3. Pasal 46 MEDICAL RECORD AUDIT SYSTEM PARAGRAF 3 REKAM MEDIS Pasal 46 Law & Regulation UU No 29:2004 PRAKTIK KEDOKTERAN 1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ilmu keperawatan. Lulus dari ujian merupakan keharusan dan

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ilmu keperawatan. Lulus dari ujian merupakan keharusan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi program sarjana merupakan komponen utama dalam menilai kemampuan peserta didik pada pendidikan tinggi ilmu keperawatan. Pengujian klinik lapangan merupakan

Lebih terperinci

NILAI SENTRAL KEDOKTERAN KELUARGA. Disiapkan oleh: Dr. FX. Suharto, M. Kes

NILAI SENTRAL KEDOKTERAN KELUARGA. Disiapkan oleh: Dr. FX. Suharto, M. Kes NILAI SENTRAL KEDOKTERAN KELUARGA Disiapkan oleh: Dr. FX. Suharto, M. Kes Learning Objective Pengembangan Pelayanan Primer Peran Institusi Pendidikan dalam Kedokteran Keluarga Karakteristik Dokter Keluarga

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI

KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI Pembangunan kesehatan Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal Upaya pelayanan/asuhan

Lebih terperinci

Penerapan Clinical Governance di Rumah Sakit melalui Sistem Manajemen Mutu ISO 9000

Penerapan Clinical Governance di Rumah Sakit melalui Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 Penerapan Clinical Governance di Rumah Sakit melalui Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 Hanevi Djasri Divisi Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK-UGM Latar-belakang Clinical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010) BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masing-masing profesi kesehatan di pelayanan kesehatan memiliki peran yang berbeda. Namun pada praktiknya, profesional kesehatan tidak akan bekerja sendirian namun

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta (FKIK UMY) telah menggunakan beberapa metode pembelajaran

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta (FKIK UMY) telah menggunakan beberapa metode pembelajaran BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) telah menggunakan beberapa metode pembelajaran sejak berdiri tahun 1993.

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU MONITORING DAN EVALUASI KINERJA

TUGAS INDIVIDU MONITORING DAN EVALUASI KINERJA TUGAS INDIVIDU MONITORING DAN EVALUASI KINERJA DISUSUN OLEH : RELIN OKTA VIDORA NIM : P05120314033 JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES BENGKULU KATA PENGANTAR Puji syukur saya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.856, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KKI. Dokter. Dokter Gigi. Kompetensi Yang Sama. Pengesahan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN KOMPETENSI YANG SAMA

Lebih terperinci

Ujian Nasional PPDS Ilmu Kedokteran Forensik

Ujian Nasional PPDS Ilmu Kedokteran Forensik Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 Ujian Nasional PPDS Ilmu Kedokteran

Lebih terperinci

PANDUAN PENILAIAN KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT QIM

PANDUAN PENILAIAN KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT QIM PANDUAN PENILAIAN KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT QIM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah lembaga yang memberikan pelayanan klinik dengan badan dan jiwa manusia sebagai sasaran kegiatannya,

Lebih terperinci

Clinical Indicators, Bagaimana Proses Pengembangannya di RS?

Clinical Indicators, Bagaimana Proses Pengembangannya di RS? Clinical Indicators, Bagaimana Proses Pengembangannya di RS? Hanevi Djasri dan Devi Tandra Sari Indikator Klinis Menurut ACHS (2001), indikator klinis adalah suatu alat ukur atau pengukuran untuk mengukur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Interprofessional Education (IPE) a. Definisi IPE merupakan suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan

Lebih terperinci

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER (S P P A)

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER (S P P A) STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER (S P P A) Majelis Assosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia I. PENDAHULUAN II. KOMPONEN STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER 1. Visi, Misi dan tujuan 2. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Interprofesional Education (IPE) a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE) The Interprofesional Education for Collaborative Patient-Centered

Lebih terperinci

Materi Uji Kompetensi. Endang W. Jakarta,

Materi Uji Kompetensi. Endang W. Jakarta, Materi Uji Kompetensi Endang W. Jakarta, 6-06-2017 Pengantar Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan Upaya standardisasi kompetensi tenaga kesehatan Menguji kompetensi calon lulusan dalam rangka memperoleh sertifikat

Lebih terperinci

Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA #

Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA # Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA # Dody Firmanda Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.671, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Pelaksanaan. Praktik Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menekankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional yang berbasis silo dimana setiap tenaga kesehatan tidak mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional yang berbasis silo dimana setiap tenaga kesehatan tidak mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kurangnya komunikasi antar petugas kesehatan dikatakan menjadi salah satu penyebab dari ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini dapat berujung kepada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1304, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Pendidikan. Dokter Spesialis. Program. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM PENDIDlKAN DOKTER

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lemb

2014, No Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lemb No.297, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN. Dokter. Doter Gigi. WNA. Adaptasi. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ADAPTASI DOKTER DAN DOKTER GIGI WARGA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan menentukan mutu kehidupan dalam pembangunan nasional. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masingmasing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Oranization (WHO) mencetus kan Interprofessional Education (IPE) sebagai sebuah konsep pendidikan terintegrasi untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free Trade Area (AFTA) menuntut peningkatan mutu calon pekerja di negara-negara Asean,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu,

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tenaga kesehatan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam pencapaian keoptimalan derajat kesehatan. Salah satu tenaga kesehatan yang jumlahnya

Lebih terperinci

Keterampilan Komunikasi dalam Pendidikan Kedokteran

Keterampilan Komunikasi dalam Pendidikan Kedokteran Keterampilan Komunikasi dalam Pendidikan Kedokteran Dr. dr. Herqutanto MPH, MARS Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI HP: 08161803969 Email: marsha_ap@yahoo.com Tujuan Sesi Membahas pentingnya keterampilan

Lebih terperinci

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN Staf medis merupakan tenaga yang mandiri, karena setiap dokter dan dokter gigi memiliki kebebasan profesi dalam mengambil keputusan klinis

Lebih terperinci

HARAPAN DIREKTUR TERHADAP PERILAKU DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER DI RSPI DALAM KONTEKS SISTEM KONTRAK KERJA

HARAPAN DIREKTUR TERHADAP PERILAKU DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER DI RSPI DALAM KONTEKS SISTEM KONTRAK KERJA HARAPAN DIREKTUR TERHADAP PERILAKU DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER DI RSPI DALAM KONTEKS SISTEM KONTRAK KERJA Oleh: Mus Aida Disampaikan Dihadapan Mahasiswa S1. FK. UGM 8 Desember 2012 HOSPITAL BYLAWS CORPORATE

Lebih terperinci

KASYFI HARTATI Disampaikan pada ASM 2014

KASYFI HARTATI Disampaikan pada ASM 2014 KASYFI HARTATI Disampaikan pada ASM 2014 Yogyakarta, 15 Maret 2014 Tinjauan Pustaka Pendahuluan Metode Penelitian Hasil & Pembahasan Kesimpulan A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah Bagaimanakah

Lebih terperinci

STANDAR AKADEMIK STIKES RS BAPTIS KEDIRI. Standar 3 Kompetensi Lulusan

STANDAR AKADEMIK STIKES RS BAPTIS KEDIRI. Standar 3 Kompetensi Lulusan STANDAR AKADEMIK STIKES RS BAPTIS KEDIRI Standar 3 Kompetensi Lulusan 0 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Daftar Isi... ii Prakata... iii Pendahuluan... iv A. Ruang Lingkup... 1 B. Acuan... 3 C. Istilah dan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MULTI SOURCE FEEDBACK UNTUK MENGEVALUASI PROFESSIONAL BEHAVIOUR MAHASISWA DI KEPERAWATAN KOMUNITAS. Fatikhu Yatuni Asmara

IMPLEMENTASI MULTI SOURCE FEEDBACK UNTUK MENGEVALUASI PROFESSIONAL BEHAVIOUR MAHASISWA DI KEPERAWATAN KOMUNITAS. Fatikhu Yatuni Asmara Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 9, No.2, Juli 2 IMPLEMENTASI MULTI SOURCE FEEDBACK UNTUK MENGEVALUASI PROFESSIONAL BEHAVIOUR MAHASISWA DI KEPERAWATAN KOMUNITAS Fatikhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented (Hepler dan Strand, 1990). Perubahan paradigma tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Refleksi merupakan proses metakognitif yang dilakukan dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. Refleksi merupakan proses metakognitif yang dilakukan dengan penuh BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Refleksi merupakan proses metakognitif yang dilakukan dengan penuh pertimbangan, baik sebelum, selama atau setelah situasi tertentu, dengan tujuan untuk mengambil

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (HOSPITAL CASE MANAGER)

PANDUAN PELAKSANAAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (HOSPITAL CASE MANAGER) PANDUAN PELAKSANAAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (HOSPITAL CASE MANAGER) BAB I DEFINISI A. Manajemen Pelayanan Pasien: - Suatu proses kolaboratif mengenai asesmen, perencanaan, fasilitasi, koordinasi

Lebih terperinci

FASE I FASE II FASE III Bersambung rasa dengan pasien dan keluarganya

FASE I FASE II FASE III Bersambung rasa dengan pasien dan keluarganya LAMPIRAN 1. PEMETAAN HASIL BE LAJAR (LO) KE DALAM TEMA FASE/TAHUN Pemetaan Learning outcome ke dalam fase dilakukan dengan cara mendistribusikan kemampuan atau learning outcome sesuai dengan fase masing-masing.

Lebih terperinci

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian

Lebih terperinci

Emiliana Tarigan Staf Pengajar STIK Sint Carolus Jakarta

Emiliana Tarigan Staf Pengajar STIK Sint Carolus Jakarta Emiliana Tarigan Staf Pengajar STIK Sint Carolus Jakarta Disampaikan pada : Tantangan Pengembangan Mutu Pelayanan Kesehatan: Antara Keselamatan Pasien, Biaya dan Efisiensi Surabaya, 29 Agustus 2007 Institusi

Lebih terperinci

dr. T. Caroline Kawinda, MARS

dr. T. Caroline Kawinda, MARS KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DUREN SAWIT NOMOR : TENTANG PANDUAN PENCATATAN DAN PELAPORAN INDIKATOR RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DUREN SAWIT DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DUREN SAWIT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Kualifikasi Nasional. Pendidikan Kedokteran. Penerapan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Longarts Dokter Pulmonologi longarts Consortium for Health Sciences Program Studi Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

KATA PENGANTAR Longarts Dokter Pulmonologi longarts Consortium for Health Sciences Program Studi Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi KATA PENGANTAR Pulmonologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berkembang di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda. Pada waktu itu sudah ada dokter-dokter Indonesia yang dihasilkan dari pendidikan dokter

Lebih terperinci

LBM 3 PRAKTIKUM 2 EVIDENCE BASED MEDICINE (EBM) UNTUK FARMASI

LBM 3 PRAKTIKUM 2 EVIDENCE BASED MEDICINE (EBM) UNTUK FARMASI LBM 3 PRAKTIKUM 2 EVIDENCE BASED MEDICINE (EBM) UNTUK FARMASI Secara prinsip yang menjadi dasar praktik evidence based health care adalah bahwa setiap perilaku atau tindakan medis harus dilandasi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, di Amerika Serikat penyebab kematian nomer tiga pada

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, di Amerika Serikat penyebab kematian nomer tiga pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi praktik dalam pelayanan kesehatan, di Amerika Serikat penyebab kematian nomer tiga pada pasien adalah dampak dari kesalahan

Lebih terperinci

MENJADI RISK & CONTROL EXPERT : MEMELIHARA PROFESIONALISME DAN KOMPETENSI PENGAWAS INTERN. Oleh : Slamet Susanto, Ak., CRMP.

MENJADI RISK & CONTROL EXPERT : MEMELIHARA PROFESIONALISME DAN KOMPETENSI PENGAWAS INTERN. Oleh : Slamet Susanto, Ak., CRMP. MENJADI RISK & CONTROL EXPERT : MEMELIHARA PROFESIONALISME DAN KOMPETENSI PENGAWAS INTERN Oleh : Slamet Susanto, Ak., CRMP Abstract Auditor Internal dituntut untuk mampu melaksanakan perannya memberikan

Lebih terperinci

(Medical Staff Bylaws)

(Medical Staff Bylaws) Peraturan Internal Staf Medis 1 (Medical Staff Bylaws) RSUP Fatmawati Jakarta Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta PENDAHULUAN Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I I. PENDAHULUAN

BAB I I. PENDAHULUAN BAB I I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada tahap pendidikan klinik merupakan pembelajaran yang berfokus pada keterlibatan langsung dengan pasien dan berbagai macam masalahnya. Dalam

Lebih terperinci