DESKRIPSI DAN KARAKTERISASI TANAH HUTAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR DAN YANG TIDAK PERNAH TERBAKAR DI HPH PT. PUTRADUTA INDAH WOOD MUKHTI BAEHAQI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DESKRIPSI DAN KARAKTERISASI TANAH HUTAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR DAN YANG TIDAK PERNAH TERBAKAR DI HPH PT. PUTRADUTA INDAH WOOD MUKHTI BAEHAQI"

Transkripsi

1 DESKRIPSI DAN KARAKTERISASI TANAH HUTAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR DAN YANG TIDAK PERNAH TERBAKAR DI HPH PT. PUTRADUTA INDAH WOOD MUKHTI BAEHAQI DEPARTEMEN MAN AJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 DESKRIPSI DAN KARAKTERISASI TANAH HUTAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR DAN YANG TIDAK PERNAH TERBAKAR DI HPH PT. PUTRADUTA INDAH WOOD Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Oleh : MUKHTI BAEHAQI E DEPARTEMEN MAN AJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

3 Judul Nama Mahasiswa NRP : Deskripsi Dan Karakterisasi Tanah Hutan Gambut Bekas Terbakar Dan Yang Tidak Pernah Terbakar Di HPH PT Putraduta Indah Wood : Mukhti Baehaqi : E Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP Tanggal lulus :

4 RINGKASAN Mukhti Baehaqi. E Deskripsi Dan Karakterisasi Tanah Hutan Gambut Bekas Terbakar Dan Yang Tidak Pernah Terbakar Di HPH PT Putraduta Indah Wood. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc. Tanah gambut (peat soil) terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa jaringan tumbuhan/vegetasi alami pada masa lampau. Tanah ini biasanya terbentuk di daerah cekungan atau depresi di belakang tanggul sungai (backswamps) yang selalu jenuh air (anaerob) dengan drainase terhambat sampai sangat terhambat, sehingga proses dekomposisi terjadi sangat lambat. Gambut merupakan salah satu lahan yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dan bersifat irreversible drying. Artinya, gambut yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim, akan sulit menyerap air kembali. (Suyanto, et.al, 2004). Oleh karena itu gambut harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat dengan tetap menjaga kelangsungan fungsinya. Kondisi tersebut mendorong untuk dipelajarinya sifat dari tanah gambut dan teknik kategorisasi bahan gambut ( saprik, hemik, fibrik ) baik dilapangan maupun di laboratorium agar diketahui sifat dan bahan yang memiliki persentase yang besar pada lahan gambut bekas terbakar dan lahan gambut yang tidak terbakar. Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai Desember 2005 pada lahan gambut bekas terbakar dan yang tidak terbakar di perusahaan pemegang IUPHHK PT. Putraduta Indah Wood, Jambi. Data yang dilkumpulkan untuk analisis karakteristik tanah gambut adalah tingkat kematangan tanah, analisis kimia tanah gambut, dan kadar air. Pembandingan tingkat kematangan tanah gambut pada petak bekas terbakar dan tidak terbakar dilakukan dengan metode pengukuran nilai Bulk Density (Kerapatan Lindak), Uji Lapang dengan menggunakan Skala Humifikasi Von Post dan Uji Warna Pirofosfat. Data hasil pengujian tanah dengan menggunakan metode nilai bulk density dan metode uji lapang ( Skala Humifikasi Von Post) menunjukkan bahwa pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar dengan kedalaman 0-60 cm termasuk kedalam kriteria jenis tanah organik fibrik. Dilain pihak, dengan menggunakan metode uji warna pirofosfat menunjukkan bahwa pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar dengan kedalaman 0-60 cm termasuk kedalam kriteria jenis tanah organik saprik. Banyak tanah yang dapat diklasifikasikan dalam hal kandungan seratnya sematamata hanya dengan pemeriksaan lapangan, tetapi pada keadaan-keadaan

5 tertentu, pengujian untuk kelarutan dalam natrium pirofosfat dapat digunakan. Kalau hasil kelarutan dan pengujian dilapangan bertentangan, maka yang diambil adalah yang berdasarkan kelarutan (Andriesse, 1988). Secara tidak langsung, kadar air tanah dapat menggambarkan kapasitas tanah menahan air (Wahyu et al., 2005). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air pada petak tidak terbakar lebih besar dibandingkan dengan petak bekas terbakar pada setiap kedalamannya, kecuali pada kedalaman cm. Hal ini disebabkan oleh karena dampak kebakaran mengakibatkan kapasitas sekap air tanah pada lapisan atas menurun. Kebakaran pada areal tanah gambut dapat mengakibatkan penurunan porositas tanah dan kapasitas tanah menahan air berkurang (Wahyu et al., 2005). Menurut Buliyansih (2005) kebakaran dapat menurunkan porositas tanah, kandungan air tanah dan permeabilitas tanah. Nilai analisis kimia hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanah gambut pada petak bekas terbakar (KM 4 PT Putraduta Indah Wod) dan petak tidak terbakar(km 3 PT Putraduta Indah Wood) tergolong kedalam kriteria status rendah. Kesimpulan pertama yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah bahwa penilaian tingkat kematangan tanah gambut dengan menggunakan metode di lapangan perlu dillanjutkan dengan menggunakan metode di laboratorium. Kedua, lahan gambut di PT Putraduta Indah Wood pada petak tidak terbakar maupun petak bekas terbakar memiliki kriteria nilai kesuburan yang tergolong rendah. Ketiga, nilai kadar air pada petak bekas terbakar lebih rendah dibandingkan dengan petak tidak terbakar pada kedalaman 0-45 cm. Untuk kedalaman cm nilai kadar air pada petak bekas terbakar lebih besar dibandingkan dengan petak tidak terbakar.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, pada tanggal 16 Januari 1983 sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak H. Muchtarman dan Ibu Hj. Ety Resmiati (Almh). Pendidikan penulis diawali pada tahun1988 di Taman Kanak-kanak Cempaka Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor selama satu tahun. Tahun 1989, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Mekarwangi Kecamatan Parung selama enam tahun. Selanjutnya pada tahun 1995, penulis mengikuti pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 2 Bogor dan menyelesaikannya pada tahun Pada tahun yang sama, penulis memasuki SMU Negeri 7 Bogor hingga tamat pada tahun Pada tahun 2001, penulis diberi kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor di Fakultas Kehutanan pada program studi Budidaya Hutan melalui jalur USMI. Tahun ketiga pendidikan di IPB, penulis memilih Laboratorium Silvikultur. Selama melaksanakan studi di Fakultas Kehutanan IPB, penulis juga aktif di himpunan profesi Forest Management Study Club (FMSC) sebagai anggota Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM). Selain itu, pada tahun 2005 penulis juga pernah menjadi finalis kelompok Program Kreatifitas Mahasiswa sebagai ketua kelompok. Tahun 2004, penulis melaksanakan Praktik Umum Kehutanan (PUK) di Jawa Barat, jalur Sancang Kamojang dan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di KPH Kuningan. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di HPH PT, Putraduta Indah Wood Propinsi Jambi. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Deskripsi Dan Karakterisasi Tanah Hutan Gambut Bekas Terbakar Dan Yang Tidak Pernah Terbakar Di HPH PT Putraduta Indah Wood, di bawah bimbingan Dr. Ir. Cahyo Wibowo, MSc.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sehingga pada akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan ummatnya. Ucapan terima kasih diucapkan kepada : 1. Bapak H. Muchtarman dan Ibu Hj. Ety Resmiati (Almh) atas segala upaya jerih payah dan do a yang tak pernah terputus. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik dan menempatkan keduanya di tempat yang terbaik disisi-nya nanti. Ibu, kupersembahkan hadiah ini untukmu. 2. Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc. atas bimbingan yang diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah membalas dengan yang lebih baik. 3. Ir. Rachmad Hermawan M.Sc. selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Arinana S.Hut, M.Sc. selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan atas segala kritik dan masukannya demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Istri / Bidadariku tercinta, Dyah Nur Isnaini, S.Hut., yang telah membantu dan memberikan semangat baru dalam menapaki jalan ini. Semoga senyum, keringat dan air matamu adalah tanda syukur kepada Allah SWT. 5. Ka Ihsan, Ka haidir, Ka Hendra, Ka Tedi, Ziko dan Ami atas kebersamaan yang indah selama ini, dukungan moril dan materiilnya. 6. Mamah dan Adis yang telah mengisi suasana baru dalam hidup ini. 7. Saudara-saudara ikhwan dan akhowat 38 atas setiap waktu yang diperjuangkan dan ukhuwah yang tak tergoyahkan. 8. Teman-teman dan Kakak-kakakku di Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid Bogor ( Mas Kris, Teh Silvi, Trias, Ikhsan, Kang Furqon, She Honeygreeny, Esti, Ipul, Teh Ita, Novi, Ganz, Sendi, Widi, dan Opik ) atas hiasan indah yang dibuat dalam membangun masyarakat adil dan sejahtera. Semua pihak yang telah sangat membantu dalam penyelesaian tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di dunia kehutanan. Atas segala kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Bogor, Juli 2008 Mukhti Baehaqi

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Tujuan...2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah...3 Pengertian Gambut...3 Daerah dan Penyebaran Gambut di Indonesia...4 Pembentukan Gambut...5 Klasifikasi Tanah Gambut Sifat Fisik Tanah Gambut...8 Sifat Kimia Tanah Gambut...9 Analisis Tanah...10 Tingkat Kesuburan Tanah...10 KONDISI UMUM LOKASI Letak, Keadaan Wilayah, Topografi, Jenis Tanah, Geologi Iklim dan Hidrologi...14 Keadaan Hutan...15 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat...15 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian...17 Bahan dan Alat Penelitian...17 Metode Penelitian...17 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kematangan Tanah Gambut...22 Analisis Sifat Fisik Tanah Gambut...26 Analisi Sifat Kimia Tanah Gambut...26 Tingkat Kesuburan Tanah Gambut...40

9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...44 Saran...45 DAFTAR PUSTAKA...46 LAMPIRAN...48

10 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor (1981) Paduan status watak kimiawi dan kandungan hara untuk penetapan status kesuburan tanah menurut LPT (1981) dalam Purwowidodo (2000) Tabel 3. Keadaan Hutan PT. Putraduta Indah Wood Skala Humifikasi Von Post Karakteristik Bahan-bahan Organik Berdasarkan Derajat Dekomposisi (Sumber : Soil Taxonomy) Analisis Bulk Density Rata-rata Hasil Uji lapang, menggunakan skala Humifikasi Von Post Hasil Uji Warna Pirofosfat Nilai Rata-rata Kadar Air (%) Tanah Gambut Tingkat Kesuburan pada Areal Tidak Terbakar Tingkat Kesuburan pada Areal Bekas Terbakar Perbandingan Status Sifat Kimia Tanah antara Petak Lahan Gambut Tidak Terbakar dan Bekas Terbakar...42

11 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Petak Contoh Penelitian Plot Contoh, Plot Pengambilan Sampel Tanah Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan ph tanah rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai Kandungan C- Organik tanah rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan N-Total rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Fospor (P) rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Kalsium (Ca) rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Magnesium (Mg) rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Kalium (K) rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Natrium (Na) rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Alumunium (Al) rata-rata pada areal tidak terbakar dan areal bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Hidrogen (H) rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut Hubungan antara kedalaman tanah dengan nilai kandungan Cuprum (Cu) rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar di lahan gambut...39

12 DAFTAR LAMPIRAN No Teks Halaman 1. Hasil Analisis Contoh Tanah(Analisis Kimia Tanah) Hasil Analisis Contoh Tanah (Analisis Uji Lapang) Menggunakan Skala Humifikasi Von Post Petak Bekas Terbakar Hasil Analisis Contoh Tanah (Analisis Uji Lapang) Menggunakan Skala Humifikasi Von Post Petak Tidak Terbakar Hasil Uji Analisis Statistik...51

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah gambut (peat soil) terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa jaringan tumbuhan/vegetasi alami pada masa lampau. Tanah ini biasanya terbentuk di daerah cekungan atau depresi di belakang tanggul sungai (backswamps) yangselalujenuhair(anaerob) dengan drainase terhambat sampai sangat terhambat, sehingga proses dekomposisi terjadi sangat lambat. Gambut merupakan salah satu lahan yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dan bersifat irreversible drying. Artinya, g ambut yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim, akan sulit menyerap air kembali. (Suyanto, et.al, 2004). Oleh karena itu gambut harus dikelola dengan sebaikbaiknya agar dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat dengan tetap menjaga kelangsungan fungsinya. Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dapat dibedakan menjadi gambut fibrik, hemik, dan saprik. Tuntutan terhadap kelestarian hutan gambut pada kenyataannya berhadapan dengan tingginya ancaman terhadap keberadaan sumber daya ini. Tingginya bahan organik yang terdapat pada tanah gambut membuat banyak orang ingin mengambil dari apa yang dihasilkan berupa pohon yang memiliki kualitas baik. Oleh karena itu, bila tidak diatur dengan baik maka hal itu akan menimbulkan dampak yang negatif dan salah satunya adalah berubahnya iklim disekitar gambut tersebut. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan panasnya iklim sehingga terjadilah kebakaran lahan hutan gambut. Pada dasarnya hutan rawa gambut memang rawan akan bahaya kebakaran hutan terutama pada musim kemarau yang panjang (Suyanto,et.al, 2004). Kondisi tersebut mendorong untuk dipelajarinya sifat dari tanah gambut dan teknik kategorisasi bahan gambut ( saprik, hemik, fibrik ) baik dilapangan maupun di laboratorium agar diketahui sifat dan bahan yang memiliki persentase yang besar pada lahan gambut bekas terbakar dan lahan gambut yang tidak terbakar.

14 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mempelajari perbedaan dan persamaan lahan gambut yang terbakar dan yang tidak terbakar. 2. Mempelajari sifat-sifat tanah gambut pada berbagai kedalaman tanah gambut. 3. Mempelajari korelasi antara teknik kategorisasi bahan gambut (fibrik, hemik, saprik) di lapangan dan di laboratorium.

15 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan yang bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air (Hardjowigeno, 2003). Air dalam tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Di samping percampuran bahan mineral dengan bahan organik, maka dalam proses pembentukan tanah terbentuk pula lapisanlapisan tanah atau horison-horison. Oleh karena itu, dalam definisi ilmiahnya tanah (soil) adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Tanah (soil) berbeda dengan lahan (land) karena lahan meliputi tanah beserta faktor-faktor fisik lingkungannya seperi lereng, hidrologi, iklim, dan sebagainya (Hardjowigeno, 2003). Pengertian Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa Inggris, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Istilah-istilah ini berkenaan dengan perbedaan jenis atau sifat gambut antara satu tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil alih dari kosa kata bahasa daerah Kalimantan Selatan (suku Banjar). Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa setiap timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Pengertian gambut di sini sebagai bahan onggokan dan secara umum diartikan sebagai bahan tambang, bahan bakar (non-minyak), bahan industri, bahan kompos, dan lain sebagainya (Noor, 2001). Menurut Andriesse (1992) dalam Noor (2001), gambut adalah tanah organik (organic soils), tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam,karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut

16 yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (muck, peaty muck, mucky). Petani Kalimantan Barat menamakan tanah ini dengan sebutan sepuk. Tetapi istilah gambut dan sepuk sering diidentikkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, dalam istilah tanah gambut secara umum termasuk pula yang disebut dengan sepuk. Pengertian tentang gambut yang lebih menitikberatkan sebagai medium pertumbuhan tanaman sama sekali berbeda dengan pengertian gambut untuk tujuan industri atau energi. Dalam konteks ini, gambut diartikan sebagai suatu bentuk menurut konsep pedologi, yang morfologi dan sifat-sifat bentukan tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar bahan organik yang dikandungnya (Notohadiprawiro, 1988 dalam Noor 2001). Daerah dan Penyebaran Gambut di Indonesia Lahan gambut tropis di dunia meliputi areal seluas 40 juta ha dan hampir separuhnya berada di Indonesia, yaitu sekitar juta ha yang terhampar di dataran rendah pantai. Papua memiliki luasan hutan gambut sekitar 4.6 juta hektar, Kalimantan 4.5 juta hektar, dan Sumatera 7.2 juta hektar. Untuk di pulau Jawa, Halmahera, dan Sulawesi, luas totalnya sekitar 300 ribu hektar (Wibisono et al., 2005). Menurut Notohadiprawiro (1996) dalam Noor (2001), luas lahan gambut di Indonesia sekitar 17 juta hektar atau sekitar 10 % luas daratan Indonesia. Luas lahan gambut di Indonesia menempati separuh luas gambut tropik. Di kawasan Asia, negara yang mempunyai gambut terluas setelah Indonesia (70 %) adalah Malaysia dengan luas 2.36 juta hektar, disusul Brunei Darussalam dengan luas 1.65 juta hektar. Lahan gambut di Indonesia terutama menyebar di tiga pulau besar, yaitu Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Menurut Nugroho et al. (1992) dalam Noor (2001), lahan gambut di Indonesia sebagian besar terhampar di kawasan rawa pasang surut yang meliputi juta hektar dan sisanya sekitar 4.99 juta hektar terhampar di kawasan rawa lebak. Berdasarkan kedalamannya, lahan gambut yang tergolong sangat dalam (tebal antara 4 m - 12 m) sekitar 3.16 juta hektar, lahan gambut dalam sampai dengan sangat dalam (tebal antara 2 m 4 m) sekitar 1.30 juta hektar, dan gambut dalam campuran dengan jenis tanah lainnya sekitar 4.34 juta hektar (Euroconsult, 1984a).

17 Uraian di atas menunjukkan bahwa potensi lahan gambut cukup besar, tetapi lahan gambut yang belum dimanfaatkan masih cukup luas. Peluang untuk berbagai macam pemanfaatan lahan gambut masih cukup besar, namun pemanfaatan lahan gambut tersebut harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya degradasi yang mempunyai dampak spektrum sangat luas, baik terhadap sumber kehidupan maupun terhadap fisik lingkungan (Noor, 2001). Pembentukan Gambut Gambut di bentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan > 30 cm. Proses penimbunan bahan sisa tanaman ini merupakan proses geogenik (bukan pedogenik, seperti tanahtanah mineral) yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama (Hardjowigeno, 1986 dalam Noor 2001). Pembentukan gambut diduga terjadi pada periode Holosin antara 10,000 15,000 tahun silam. Menurut Andriesse (1974), gambut daratan pesisir di kawasan Asia Tenggara terbentuk sekitar 6,000 tahun silam. Pembentukan gambut di Indonesia terjadi antara 6,800 4,200 tahun yang silam. Pengukuran dengan radio-metrik (umur karbon -14 C) dari contoh gambut dalam (dome) Pulau Petak, Kalimantan, menunjukan umur antara 3,500 4,000 tahun, tetapi hasil penimbunan bahan lempung (bergambut) baru diperkirakan terjadi sekitar 2,700 3,000 tahun silam (Pons, 1989 dalam Maas, 1996; Prasetyo et al., 1990 dalam Noor 2001). Perubahan berupa peningkatan suhu global yang terjadi sekitar 10,000 tahun silam mengakibatkan lapisan es di daerah kutub mencair sehingga secara perlahan-lahan terjadi peningkatan muka air laut (Dheeradilok, 1987). Selama masa glasial Wurm pada akhir periode Pleistosin, peningkatan muka air laut mencapai antara 3 m 4 m setiap seribu tahun (Blackwelder, 1979). Tinggi permukaan air laut pada periode Pleistosin ditaksir berada sekitar 60 m di bawah muka air laut sekarang (Karama dan Ardi, 1998 dalam Noor 2001). Menurut Noor (2001), pada jaman es mulai mencair secara pelan-pelan, dataran sunda (sunda land) mulai tergenang yang puncaknya terjadi pada 5,500 tahun silam dengan membentuk garis pantai. Akibat terjadinya transportasi bahan tanah (lempung, lanau, dan pasi) dari pegunungan atau daerah bagian hulu menuju ke arah laut, maka terjadilah pembentukan dataran pantai (regresi) dan garis pantai mengalami pergeseran (transgesi) menjorok lebih ke laut.

18 Dataran pantai yang terbentuk umumnya mempunyai pengatusan yang jelek atau berupa cekungan sehingga sisa-sisa tumbuhan yang umumnya adaptif seperti tanaman air, pakis, dan bakau tertimbun secara berlapis-lapis. Oleh karena kondisi anaerob, maka timbunan sisa-sisa tumbuhan tersebut hampir tidak mengalami perombakan. Secara bertahap dengan kurun waktu yang panjang, timbunan sisa tumbuhan-tumbuhan ini menjadi lantai hutan gambut. Pada awal perkembangannnya, akar tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas timbunan sisa tumbuhan (gambut tipis) ini masih dapat mengambil hara mineral dari lapisan bawahnya (substratum) dan sebagian disumbang dari luapan air sungai. Hasil timbunan berupa bahan organik dari sisa tumbuh-tumbuhan yang relatif kaya hara mineral (eutrofik) membentuk gambut topogen. Selanjutnya, begitu lapisan bahan organik bertambah tebal sehingga akar tumbuhan yang hidup di atasnya tidak dapat lagi mengambil hara dari lapisan mineral, dan muka air sungai dan muka air tanah berada jauh di bawah, maka gambut yang terbentuk miskin hara. Hara mineral yang dapat diperoleh tumbuhan semata-mata hanya dari hujan atau hasil perombakan bahan organik setempat. Lapisan gambut yang miskin hara (oligotrofik) ini disebut gambut ombrogen. Gambut umumnya dianggap sebagai biomassa (vegetasi) yang terdekomposisi sebagian. Mereka menunjukan dekomposisi yang tarafnya sangat bervariasi. Kurbatov (1968) dalam Andriesse (2003) meringkas hasil dari 35 tahun penelitian mengenai pembentukan gambut sebagi berikut : Pembentukan gambut adalah suatu proses biokimiawi yang relatif pendek, di bawah pengaruh mikrioorganisme aerobik di lapisan permukaan deposit selama periode air bawah tanah yang rendah. Ketika gambut yang terbentuk dalam lapisan penghasil gambut tersebut kontak dengan kondisi anaerobik di lapisan yang lebih dalam dari deposit tersebut, maka gambut menjadi terawetkan dan menunjukkan perubahan yang relatif sedikit menurut waktu. Menurut teori ini, adanya kondisi aerobik atau anaerobik akan memantulkan apakah akan ada biomasa yang terkumpul dan dalam bentuk apa. Kurbatov (1968) dalam Andriesse (2003) mengemukakan perbedaan diantara gambut hutan yang lebih teraerasi (dan karena itu lebih terdekomposisi), dengan gambut yang terbentuk pada kondisi berawal dengan kondisi anaerobik yang kuat. Pada gambut hutan, lignin dan karbohidrat nampak terdekomposisi sempurna sehingga umumnya mempunyai kandungan yang rendah untuk senyawa organik tersebut. Pada

19 kondisi rawa, gambut dicirikan oleh kandungan yang tinggi untuk lignin dan selulosa yang tidak berubah (Andriesse, 2003). Klasifikasi Tanah Gambut Menurut Noor (2001), Sistem Klasifikasi Tanah (Soil Taxonomy) yang sering dijadikan acuan dalam tata nama tanah-tanah tropik adalah yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Dalam klasifikasi, tanah gambut dikelompokkan dalam ordo Histosol. Menurut system klasifikasi ini, yang disebut tanah gambut memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Jika dalam keadaan jenuh air dengan genangan dalam periode yang lama (sekalipun dengan adanya pengatusan buatan) dan dengan meniadakan akar-akar tanaman hidup, mengandung : a. 18 % bobot karbon organik (setara dengan 30 % bahan organik) atau lebih jika mengandung fraksi lempung (clay) sebesar 60 % atau lebih, atau b. 12 % bobot karbon organik (setara dengan 20 % bahan organik) atau lebih jika tidak ada kandungan fraksi lempung, atau c. 12 % + (lempung dengan kelipatan 0,1 kali) persen bobot karbon organik atau lebih, jika mengandung fraksi lempung < 60%, atau 2. Jika tidak pernah tergenang, kecuali beberapa hari dan mengandung 20 % bobot atau lebih karbon organik. Selain ketentuan di atas, berlaku juga kriteria lain yaitu jika ketebalan lapisan gambut > 40 cm, maka semestinya mempunyai kerapatan lindak > 0.1 g cm -3 atau jika ketebalan gambut >60 cm, maka harus mempunyai kerapatan lindak < 0.1 g cm -3. Jika ketebalan gambut < 50 cm atau < 40 cm, tetapi mempunyai kerapatan lindak > 0.1 g cm -3 atau tebal gambut < 60 cm, tetapi mempunyai kerapatan lindak < 0.1 g cm -3, maka dalam klasifikasi tanah tidak termasuk ke dalam jenis tanah gambut, tetapi dimasukkan ke dalam jenis tanah bergambut (peaty soils). Tanah-tanah mineral/gambut yang mengandung kadar karbon organik di bawah 12 % - 18 % atau dengan kata lain tidak memenuhi ketentuan di atas atau mempunyai ketebalan < 50 cm dapat digolongkan ke dalam jenis tanah (mineral) bergambut atau tanah mineral humik.

20 Menurut Andriesse (1988), tiga jenis bahan-bahan tanah organik dapat dibedakan, yaitu bahan-bahan fibrik, hemik dan saprik, tergantung kepada derajat dekomposisi bahan tanaman asalnya. Fibrik (L.Fibra = serat) Bahan bahan tanah ini biasanya mempunyai suatu kerapatan lindak kurang dari 0.1. Mempunyai kandungan serat tak tergosok yang melebihi 2/3 volume, dan suatu kandungan air yang bila jenuh berkisar dari kira-kira 850% sampai dari 3,000 % menurut berat dari bahan kering oven. Warna-warna mereka biasanya cokelat kekuningan terang, cokelat gelap atau cokelat kemerahan. Warna dari ekstrak natrium pirofosfat pada kertas kromatografik putih mempunyai values dan chromas 7/1, 7/2, 8/1, 8/2 atau 8/3 (perlambangan munsel). Humik (gk.hemi = separuh) Bahan-bahan tanah ini adalah bersifat pertengahan dalam hal derajat dekomposisi. Kerapatan lindak biasanya antara 0.07 dan 0.18, dan kandungan seratnya biasanya antara 1/3 dan 2/3 volume sebelum penggosokan. Kandungan air maksimum ketika jenuh, berkisar dari sekitar %. Saprik (gk. Sapros = melapuk) Bahan-bahan tanah ini adalah paling terdekomposisi. Kerapatan limbak biasanya 0.2 atau lebih, dan kandungan rata-rata serat adalah kurang dari 1/3 volume sebelum penggosokan. Kandungan air maksimum ketika jenuh biasanya kurang dari 50%, dengan dasar berat kering oven. Warna dari ekstrak natrium pirofosfat pada kertas kromatografik adalah di bawah atau sebelah kanan dari suatu garis yang ditarik untuk mengeluarkan blok 5/1, 6/2 dan 7/3 pada Munsell Colour Charts. Sifat Fisik Tanah Gambut Menurut Soepardi (1983), warna cokelat tua atau hitam kelam dari tanah organik yang sudah diusahakan untuk pertanian, mungkin merupakan ciri fisik pertama yang menarik perhatian. Meskipun bahan asalnya mungkin berwarna kelabu, cokelat, atau kemerah-merahan tetapi setelah mengalami pelapukan muncul senyawa-senyawa humik berwarna gelap. Pada umumnya, perubahan

21 yang dialami bahan organik kelihatannya sama dengan yang dialami oleh sisa bahan organik tanah mineral, walaupun pada gambut aerasi sangat terbatas. Satu ciri lain yang penting ialah ringannya bahan organik kering. Kerapatan limbak tanah organik dibandingkan dengan tanah mineral adalah rendah, 0.2 hingga 0.3 merupakan nilai biasa bagi tanah organik yang telah mengalami dekomposisi lanjut. Suatu tanah mineral yang telah diusahakan, lapisan atasnya biasanya mempunyai nilai kerapatan limbak dari 1.25 hingga Lapisan olah tanah organik mempunyai bobot 400,000 hinga 500,000 kg tanah kering tiap hektar dibandingkan dengan tanah mineral 2 hingga 2.5 juta kg tiap hektar. Bobot untuk organik ternyata sangat ringan. Ciri ketiga yang penting ialah kapasitas menahan air dari tanah organik yang tinggi. Tanah mineral kering akan menahan air sebanyak seperlima hingga duaperlima dari bobotnya, sedangkan tanah organik dua hingga empat kali bobot keringnya. Gambut lumut yang belum atau sebagian didekomposisikan akan menahan air lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang terbentuk dari bahan itu. Tidak jarang bahwa bahan demikian dapat menahan air sebanyak 12, 15 atau bahkan 20 kali bobot keringnya. Ini menerangkan arti mereka bagi keperluan-keperluan kamar kaca dan persemaian. Sifat Kimia Tanah Gambut Menurut Sri et al. (2005) sifat kimia gambut yang penting untuk diketahui adalah tingkat kesuburan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan tersebut. Friesher dalam Driessen dan Soepraptohardjo (1974) membagi gambut dalam tiga tingkatan kesuburan yaitu Eutropik (subur), Mesotropik (sedang), dan Oligotropik (tidak subur). Secara umum gambut topogen yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan sungai umumnya tergolong gambut mesotropik sampai eutropik sehingga mempunyai potensi kesuburan alami yang lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan hanya terpengaruh oleh air hujan) yang sebagian besar oligotropik. Tanah gambut di Indonesia pada umumnya mempunyai reaksi kemasaman tanah (ph) yang rendah, yaitu antara Data hasil analisis di berbagai wilayah di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya, memperlihatkan bahwa Histosol menunjukan reaksi tanah ekstrim (ph 3.5 atau kurang ) sampai sangat masam sekali (ph ). Kandungan bahan organik di seluruh lapisan, sangat tinggi (6 91 %), dan kandungan nitrogen seluruh lapisan gambut,

22 sebagian besar, juga sangat tinggi(>75 %), rasio C/N tergolong tinggi sampai sangat tinggi (16 69), yang berarti, walaupun kandungan N tinggi, tetapi dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Kandungan P dan K-potensial lapisan atas (0 50 cm) sedang sampai tinggi, lebih baik dari pada lapisan bawah yang umumnya rendah. Pada gambut dangkal dan gambut eutropik (subur), kandungan potensial kedua unsur tersebut termasuk sedang sampai tinggi. Gambut Eutropik, Mesotropik, dan Oligotropik mempunyai kadar abu masing-masing sekitar 10, 5, dan 2 %. Jumlah basa dapat tukar (Ca, Mg, K dan Na) tanah sebagian besar tergolong sangat rendah sampai rendah. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah karena kandungan bahan organik yang tinggi, semuanya menunjukkan nilai sangat tinggi ( cmol (+)/kg tanah. Namun sebaliknya, Kejenuhan Basa setiap bahan organik termasuk sangat rendah (1-5%). Dapat disimpulkan bahwa potensi kesuburan alami tanah gambut sangat rendah sampai rendah (Fleischer in Widjaya-Adhi 1986 dalam CCFPI 2003). Analisis Tanah Menurut Hardjowigeno (1993), hasil analisis tanah di laboratorium sangat diperlukan untuk berbagai hal, misalnya: 1. Untuk membedakan macam-macam tanah dengan lebih teliti. Sebagai contoh untuk membedakan tanah-tanah dengan pelapukan lanjut dan yang masih lebih muda diperlukan data kimia dari tanah tersebut seperti : - Kadar besi bebas atau kadar besi dapat diekstrak - Kapasitas Tukar Kation - Kandungan mineral mudah lapuk 2. Klasifikasi tanah modern didasarkan pada data yang kuantitatif. 3. Untuk mengetahui hubungan tanah dan tanaman diperlukan datadata laboratorium. Tingkat Kesuburan Tanah Menurut Purwowidodo (2000), kesuburan tanah ditetapkan berdasarkan nilai beberapa sifat kimiawinya, yaitu : kandungan bahan organik, kandungan N- Total, kandungan P 2 O 5, kandungan K 2 O, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB). Gatra-gatra kimiawi ini ditetapkan sebagai berikut :

23 Sifat kimia Metode Analisis a) bahan organik - Walkley-Black b) N-Total - Kjeldahl c) P 2 O 5 - tanah kapuran - Olsen - tanah masam - Bray d) K 2 O - HCl 25% e) KTK -Al-add -titrasi -H-dd -titrasi -Fe-dd -INasamasetatpH7.0 - Na-dd - fotometer pijar - K - fotometer pijar - Mg - fotometer pijar - Ca - fotometer pijar f) KB - perhitungan Kategori hasil-hasil analisis sifat kimia tersebut ditetapkan dengan panduan Tabel 1 dan penetapan status kesuburan tanahnya menggunakan panduan Tabel 2.

24 Tabel 1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor (1981) Sifat Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Kimia Tanah Rendah Tinggi B.O.total (%) < > 5.00 C Organik (%) < > 5.00 N (%) < >0.75 C/N < >25 P total (ppm) < >2000 K total (mg %) < >1600 P tersedia (ppm) < > 35 K tersedia (ppm) < > 60 Susunan Kation Ca(mg%) < >20 Mg (mg %) < > 8.0 K (mg %) < > 1.0 Na (mg %) < > 1.0 KTK < > 40 Kejenuhan Basa (%) < > 70 Kejenuhan Al (%) < > 60 ph (H 2O) Sumber : LPT (1981) Sangat masam sekali 3.6 Sangat masam Masam Agak masam Netral

25 Tabel 2. Paduan status watak kimiawi dan kandungan hara untuk penetapan status kesuburan tanah menurut LPT (1981) dalam Purwowidodo (2000) KTK KB BO, N, P2O5 dan K2O Status Kesuburan T T > 2 T tanpa R Tinggi T T > 2 dengan R Sedang T T > 2 S tanpa R Tinggi T T > 2 dengan R Sedang T T TSR Sedang T T < 2 R dengan T Sedang T T < 2 R dengan S Rendah T S > 2 T tanpa R Tinggi T S > 2 T dengan R Sedang T S 2 S Sedang T S paduan lain Rendah T R > 2 T tanpa R Sedang T R > 2 T dengan R Sedang T R paduan lain Rendah S T > 2 T tanpa R Sedang S T > 2 T dengan R Sedang S T paduan lain Rendah S S > 2 T tanpa R Sedang S S > 2 T dengan R Sedang S S paduan lain Rendah S R S T Sedang S R paduan lain Rendah R T > 2 T tanpa R Sedang R T > 2 T dengan R Rendah R T > 2 S tanpa R Sedang R T paduan lain Rendah R S > 2 T tanpa R Sedang R S paduan lain Rendah R R semua paduan Rendah SR T/S/R semua paduan Sangat Rendah Keterangan: KTK = Kapasitas Tukar Kation KB = Kejenuhan Basa, BO = Bahan Organik T = Tinggi S = Sedang R = Rendah SR = Sangat Rendah

26 KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK Letak, Keadaan Wilayah, Topografi, Jenis Tanah, Geologi, Iklim dan Hidrologi Letak Areal PT.Putraduta Indah Wood Secara geografis, PT.Putraduta Indah Wood berada pada hingga Bujur Timur dan hingga Lintang Utara. Kawasan ini berada pada kelompok hutan Sungai Kumpeh, dan Sungai Air Hitam Laut. PT Putraduta Indah Wood berada di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Propinsi Jambi. Keadaan Lapang Seluruh wilayah hutan PT.Putraduta Indah Wood merupakan hutan rawa gambut. PT.Putraduta Indah Wood memiliki areal seluas 61,000 ha dengan areal produksi seluas 40,000 ha dan wilayah Hutan Lindung Gambut (HLG) seluas 20,000 ha. Sisanya seluas 1,000 ha merupakan wilayah yang digunakan untuk pembangunan sarana prasarana pendukung, seperti kamp pekerja maupun wilayah konservasi (sempadan sungai, kawasan buffer taman nasional, kawasan konservasi plasma nutfah dan tegakan benih alam). Topografi, Ketinggian Tempat, Geologi Seluruh wilayah hutan PT Putraduta Indah Wood memiliki topografi yang datar dengan ketinggian tempat dari permukaan laut m. Geologi (jenis batuan) wilayah ini berupa Tufa Vulkan dan Resen. Iklim Tipe iklim hutan ini adalah tipe iklim A menurut klasifikasi Ferguson, yaitu tipe iklim kering dengan kelembaban antara %. Curah hujan tertinggi adalah 2,071mm dengan bulan tertinggi pada Desember dan terendah pada bulan Mei.

27 Hidrologi Sungai yang terdapat di areal IUPHHK adalah Sungai Air Hitam Laut dan Sungai Kumpeh yang digunakan sebagai sarana transportasi dan sarana pengangkutan. Di wilayah ini tidak terdapat mata air, karena wilayah ini adalah hamparan hutan rawa gambut. Keadaan Hutan Tabel 3. Keadaan Hutan PT. Putraduta Indah Wood Uraian RKPH*) RKLPH **) 1. Tipe Hutan : Rawa Rawa 2. Komposisi Jenis/ Jenis Dominan a. Dipterocarpaceae Meranti rawa ( % ) : b. Non Dipterocarpaceae Jelutung ( % ) : Ramin ( % ) : Geronggang ( % ) : Durian ( % ) : Nyatoh/ Balam ( % ) : Rengas Sumpung ( % ) : Rengas Tembaga ( % ) : Lain - lain ( % ) : Potensi Tegakan a cm (m³/ha) : b cm (m³/ha) : c. 40 cm up (m³/ha) : d. 50 cm up (m³/ha) : Keterangan : *) Diperinci berdasarkan hasil cruising RKPH **) Diperinci berdasarkan hasil cruising RKLPH yang lalu Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Wilayah PT.Putraduta Indah Wood berbatasan langsung dengan dua desa, yaitu Desa Pematangraman dan Desa Petanang. Keseluruhan jumlah penduduk desa terdekat dari wilayah perusahaan PT.Putraduta Indah wood adalah sebanyak 2,756 orang. Komposisi penduduk berdasarkan agama dan kepercayaan, sebagian besar atau 99% penduduk beragama Islam dan 1% beragama Kristen Protestan. Disebabkan mayoritas penduduk beragama Islam, maka sarana ibadah yang tersedia adalah masjid dan surau.

28 Mata pencaharian mayoritas penduduk (85%) adalah bertani, 10% berdagang dan sisanya sebanyak 5% mengerjakan mata pencaharian lain, seperti mengelola sektor perikanan, berkebun atau sebagai penebang pohon dengan komposisi tingkat pendapatan masyarakat sebagai berikut : - Kurang dari Rp. 1,200,000 : 78 % - Berkisar Rp.1,200,000 Rp.2,400,000 : 20 % - Lebih dari Rp.2,400,000 : 2 % Fasilitas pendidikan yang tersedia di Desa Petanang hanya bangunan Sekolah Dasar (SD) dengan tiga ruang kelas. Hal ini dikarenakan penduduk umumnya belum memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan.

29 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai Desember 2005 di perusahaan pemegang IUPHHK PT. Putraduta Indah Wood, Jambi. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah contoh tanah gambut, kantung plastik transparan, dan kertas label. Peralatan yang digunakan adalah antara lain ring sampel tanah, tali plastik, pita ukur, cangkul, oven, timbangan, kamera dan alat tulis. Metode Penelitian Pembuatan Petak Contoh Pembuatan petak contoh dilakukan pada areal tanah gambut bekas terbakar dan tidak terbakar. Pada areal tanah gambut bekas terbakar dibuat 3 petak contoh. Pada areal tanah gambut tidak terbakar juga dibuat 3 petak contoh. Jadi, dalam penelitian ini jumlah total petak contoh yang dibuat adalah 6 buah. Tiap plot contoh berukuran 30 m X 30 m. 30 m 30 m Gambar 1. Petak Contoh Penelitian Pengambilan Contoh Tanah Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan cara membuat tiga plot contoh yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari 50 cm di dalam setiap petak

30 contoh penelitian. Pada setiap plot tersebut diambil contoh tanah dalam keadaan basah sebanyak ½ kg pada setiap kedalaman 0 15 cm, cm, cm, cm. Peletakan plot contoh dilakukan secara purpossive pada setiap petak contoh. 30 m 30 m Plot Contoh, Jari-jari 50 cm Gambar 2. Plot Contoh, Plot Pengambilan Sampel Tanah Pengambilan Data Untuk Analisis Karakteristik Tanah Gambut 1. Analisis Tingkat Kematangan Tanah Gambut Analisis tingkat kematangan tanah gambut ini dilakukan dengan menggunakan 3 metode yaitu metode Uji Lapang dengan menggunakan Skala Humifikasi Von Post, metode Pengukuran Nilai Bulk Density (Kerapatan lindak) dan metode Uji Warna Pirofosfat Metode Uji Lapang dengan Menggunakan Skala Humifikasi Von Post (Tabel 3.) Metode ini dilakukan langsung pada saat pengambilan contoh tanah dilapangan. Menurut Andriesse (1988), barangkali, peneliti pertama yang mengklasifikasi gambut berdasarkan sifat fisik adalah Von Post, yang mengembangkan suatu metoda lapangan untuk menunjukan tahap dekomposisi. Skala Von Post menggambarkan adanya 10 tahap: gambut berwarna terang, berserat dan sedikit terdekomposisi dikategorikan sebagai H 1, sedangkan bahan berwarna gelap, bersifat koloid dan terdekomposisi sempurna diujung ekstrim yang lain dari skala tersebut dilambangkan sebagai H 10. Skala Humifikasi Von Post yang digunakan untuk analisis tingkat kematangan tanah gambut dapat dilihat pada Tabel 4.

31 Tabel 4. Skala Humifikasi Von Post Lambang H1 H2 Deskripsi Gambut yang sama sekali belum terdekomposisi yang bila diperas akan mengeluarkan air yang hampir bening. Sisa-sisa tanaman dapat dengan mudah diidentifikasi. Tidak ada bahan-bahan yang bersifat amorf. Gambut yang hampir seluruhnya belum terdekomposisi, yang bila diperas mengeluarkan air yang bening atau kekuningan. Sisa-sisa tanaman masih dengan mudah dapat diidentifikasi. Tidak ada bahan-bahan yang bersifat amorf. H3 Gambut yang terdekomposisi sangat sedikit, yang bila diperas mengeluarkan air coklat yang bersifat mirip lumpur. Ketika diperas tidak ada gambut yang lewat diantara jari-jari tangan. Sisa-sisa tanaman masih dapat diidentifikasi dan tidak ada bahan-bahan yang bersifat amorf. H4 Gambut yang terdekomposisi ringan, yang bila diperas mengeluarkan air yang sangat berlumpur dan berwarna gelap. Tidak ada gambut yang melewati sela-sela jari, tetapi sisa-sisa tanaman sedikit bersifat seperti pasta dan telah kehilangan sebagian dari sifat-sifatnya yang dapat diidentifikasi. H5 Gambut yang terdekomposisi secara sedang, yang bila diperas mengeluarkan air yang sangat berlumpur dengan adanya gambut granuler amorf (bersifat seperti butiran) dalam jumlah yang sangat kecil yang lepas melewati sela-sela jari tangan. Struktur sisa-sisa tanaman sangat tidak jelas meskipun masih dimungkinkan pengenalan sifat-sifat tertentu. Residunya sangat lengket. H6 H7 H8 H9 H10 Gambut-gambut yang terdekomposisi dengan taraf antara sedang sampai lanjut, yang mempunyai struktur tanaman yang sangat tidak jelas. Ketika diperas, kira-kira 1/3 dari gambut tersebut lepas lewat sela jari tangan. Residunya sangat lengket, tetapi menunjukan struktur tanaman secara lebih jelas dibanding sebelum pemerasan. Gambut yang sangat terdekomposisi. Mengandung banyak bahan-bahan amorf, dengan struktur tanaman yang sangat sulit dikenal. Bila diperas, kirakira separuh dari gambut lepas lewat sela-sela jari. Air kalaupun ada, bila terlepas bersifat sangat gelap dan hampir seperti pasta. Gambut yang sangat terdekomposisi dengan bahan amorf yang berjumlah besar dan struktur tanaman yang sangat tidak jelas. Bila diperas, kira-kira 2/3 gambut akan lepas lewat sela-sela jari. Sejumlah kecil air yang bersifat seperti pasta mungkin dapat lepas. Bahan-bahan tanaman yang masih tersisa di tangan terdiri dari residu-residu seperti akar dan serat yang tahan terhadap dekomposisi. Gambut yang secara praktis telah terdekomposisi penuh, dimana hampir tidak ada struktur tanaman yang dapat dikenal. Bila diperasgambut ini mirip pasta yang seragam. Gambut yang terdekomposisi sempurna tanpa ada struktur tanaman yang dapat dikenali. Bila diperas, semua gambut basah akan lepas melewati antara jari-jari tangan. Keterangan : Arti dari Amorf adalah tidak jelas bentuknya. Penentuan tingkat kematangan tanah gambut dengan menggunakan Skala Humifikasi Von Post dilakukan dengan cara mengambil segenggam tanah gambut kemudian diremas dengan jari-jari sambil dirasakan dan dilihat bentuk dari tanah gambut tersebut kemudian dicocokkan sesuai dengan tabel Skala Humifikasi Von Post (Tabel 4).

32 1.1. Metode Pengukuran Nilai Bulk Density (Kerapatan lindak) Metode Pengukuran Nilai Bulk Density (Kerapatan Lindak) tanah gambut dilakukan dengan cara mengambil contoh tanah pada setiap plot contoh kemudian kerapatan lindak dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Kerapatan Lindak = Berat tanah setelah dikeringkan Volume tanah saat pengambilan sampel Ring tanah digunakan untuk mengambil contoh tanah tersebut pada berbagai kedalaman yaitu 0-15 cm, cm, cm, cm. Kriteria tingkat kematangan tanah gambut berdasarkan nilai Bulk Density dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Bahan-bahan Organik Berdasarkan Derajat Dekomposisi (Sumber : Soil Taxonomy) Sifat Fisik Tanah Fibrik Hemik Saprik Bulk Density < > Metode Uji Warna Pirofosfat Penentuan tingkat kematangan tanah gambut dengan Metode Uji Warna Pirofosfat dilakukan dengan cara membawa setiap contoh tanah ke Laboratorium LIPI Cibinong. Contoh-contoh tanah tersebut di uji dengan cara menempatkan 1 g pirofosfat dan 4 ml air ke dalam wadah plastik berukuran 30 ml dan dibiarkan beberapa menit untuk mengalami kesetimbangan. Half syiringe yang distel pada tanda 5 cc (volume 2.5 cc) di isi dengan bahan tanah lembab sampai penuh rata. Dalam pengisian tersebut tanah dimampatkan oleh spatula, tetapi tidak sampai ada kandungan air dalam tanah tersebut yang keluar dari half syringe. Bahan tanah tersebut kemudian di transfer ke wadah yang menampung larutan pirofosfat dan di aduk secara seksama dengan menggunakan pengaduk kopi yang terbuat dari kayu. Setelah itu, ditutup dan biarkan satu malam, kecuali bila warna cairan tersebut berubah cepat dan terlalu gelap atau mempunyai chroma yang terlalu tinggi untuk bahan-bahan hemik. Temperatur yang digunakan berada diantara 15 dan 32 0 C. Setelah itu, di pagi berikutnya di aduk kembali.

33 Dengan menggunakan tweezer, sepotong kertas khromatografik dimasukkan secara vertikal sedalam kira-kira 1 cm dan dibiarkan sampai potongan kertas uji tersebut telah terbasahi 2 cm di atas permukaan yang mirip lumpur (kira-kira 5 menit, tapi ini bisa lebih lama bila penutupnya dipasang). Setelah itu, potongan kertas uji tersebut diambil dengan memakai tweezers dan disobek, kemudian bagian yang ditempeli tanah di buang. Potongan kertas tersebut kemudian disimpan di atas sepotong blotting paper dan ditekan secara perlahan dengan memakai tweezer untuk membuat kontak yang erat. Setelah beberapa menit potongan kertas tadi diambil dengan memakai tweezer dan bandingkan warna pada sisi di dekat blotting paper dengan Munsell Soil Colour Charts. Bila sejumlah sampel yang berurutan diserapkan (diblot) secara sistematik ke blotting paper tersebut, maka akan diperoleh suatu catatan komparatif pada lembaran blotting paper. 2. Analisis Kimia Tanah Gambut Analisis kimia tanah gambut dilakukan dengan cara menyerahkan contoh tanah yang telah dikompositkan ke Laboratorium Departemen Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Laboratorium Departemen Tanah melakukan analisis sifat-sifat kimia contoh tanah tersebut. 3. Kadar Air Pengukuran kadar air tanah dilakukan pada setiap contoh tanah yang diambil dalam berbagai kedalaman. Penentuan kadar air tanah menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar Air = Berat Basah Berat Kering Berat Kering X 100% Pengeringan dilakukan dengan metode oven pada suhu Cselama1 x24jam.

34 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kematangan Tanah Gambut Tingkat kematangan tanah gambut dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Tingkat kematangan tanah gambut tersebut dicirikan dengan kondisi serat yang terkandung pada tanah gambut. Pembandingan tingkat kematangan tanah gambut pada petak bekas terbakar dan tidak terbakar dilakukan dengan metode pengukuran nilai Bulk Density (Kerapatan Lindak), Uji Lapang dengan menggunakan Skala Humifikasi Von Post dan Uji Warna Pirofosfat. Metode Pengukuran Nilai Bulk Density (Kerapatan Lindak) Pengukuran Kerapatan Lindak adalah penting untuk menafsirkan data analisis tanah (Andriesse, 2003). Hasil analisis nilai Bulk Density rata-rata pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis Bulk Density Rata-rata Kedalaman Areal Tidak Terbakar Areal Bekas Kebakaran 0-15 cm cm cm cm Data hasil penelitian pada Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa perbandingan nilai Bulk Density pada petak tidak terbakar (KM 3 PT Putraduta Indah Wood) dan petak bekas terbakar (KM 4 PT Putraduta Indah Wood) relatif sama besar hampir di seluruh kedalaman, yaitu Tetapi, untuk kedalaman cm petak tidak terbakar memiliki nilai Bulk Density lebih besar, yaitu 0.03 dibandingkan dengan petak bekas terbakar, yaitu Nilai ini menunjukkan bahwa tanah gambut di KM 4 PT Putraduta Indah Wood yang mengalami kebakaran pada tahun 1997 memiliki nilai Bulk Density yang relatif sama dengan tanah gambut di KM 3 PT Putraduta Indah Wood yang tidak mengalami kebakaran. Tanah gambut memiliki berat isi yang rendah berkisar antara gr/cm 3 (CCFPI, 2003). Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai bulk density hasil penelitian (Tabel 6) pada petak tidak terbakar dan petak bekas terbakar dengan kedalaman 0-15 cm, cm, cm dan cm termasuk kedalam jenis tanah organik fibrik.

35 Metode Uji Lapang dengan Menggunakan Skala Humifikasi Von Post Klasifikasi tanah gambut dengan menggunakan metode uji lapang ini didasarkan pada skala Humifikasi Von Post (Tabel 4). Menurut Andriesse (2003), barangkali, peneliti pertama yang mengklasifikasi gambut berdasarkan sifat fisik adalah Von Post, yang mengembangkan suatu metoda lapangan untuk menunjukan tahap dekomposisi. Skala Von Post menggambarkan adanya 10 tahap: gambut berwarna terang, berserat dan sedikit terdekomposisi dikategorikan sebagai H 1, sedangkan bahan berwarna gelap, bersifat koloid dan terdekomposisi sempurna diujung ekstrim yang lain dari skala tersebut dilukiskan sebagai H 10. Sesuai dengan skala humifikasi Von Post pada Tabel 4, maka pengamatan dilakukan langsung dilapangan pada setiap plot, baik dipetak bekas terbakar maupun petak yang tidak terbakar dengan berbagai kedalaman, yaitu 0-15 cm, cm, cm dan cm. Hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut disajikan pada Tabel 7.

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Pengertian Gambut

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Pengertian Gambut TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan yang bercampur dengan sisa-sisa bahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai Desember 2005 di perusahaan pemegang IUPHHK PT. Putraduta Indah Wood, Jambi. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut 3 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun selalu jenuh air atau tergenang air dangkal. Swamp adalah istilah umum untuk rawa yang menyatakan wilayah lahan atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) IFA SARI MARYANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Waktu, Lokasi Pengambilan Tanah Gambut dan Tempat Penelitian Bahan gambut berasal dari Kabupaten Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Siak, dan Kampar, Provinsi Riau dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau Bahan gambut dari Riau dianalisis berdasarkan karakteristik ekosistem atau fisiografi gambut yaitu gambut marine (coastal peat swamp),

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut 2.1.1. Pengertian Tanah Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA PENYEBAB Kebakaran hutan penebangan kayu (illegal logging, over logging), perambahan hutan, dan konversi lahan Salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001). TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3. 1 Luas dan Lokasi Hutan Gambut Merang terletak dalam kawasan Hutan Produksi Lalan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Konservasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Konservasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menjelaskan bahwa hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

Kegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi

Kegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha-usaha untuk mereklamasi daerah pasang surut sebagai daerah pemukiman transmigrasi dan pengembangan persawahan telah dirintis sejak awal Pelita I. Langkah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Lahan gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu yang lama. Bahan organik tersebut berasal dari

Lebih terperinci

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 4. Lahan Kebun Campuran di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 5. Lahan Kelapa Sawit umur 4 tahun di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 6. Lahan Kelapa Sawit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan. untuk semua bentuk pemanfaatan (Suparmoko, 1989).

I. PENDAHULUAN. Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan. untuk semua bentuk pemanfaatan (Suparmoko, 1989). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam hayati didefinisikan sebagai unsur-unsur di alam yang terdiri dari sumber-sumber alam nabati dan hewani yang bersama dengan unsur non hayati disekitarnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pembuatan kompos dilakukan di saung plastik yang dibuat di University Farm kebun percobaan Cikabayan (IPB) Dramaga.Analisis fisik, kimia dan pembuatan Soil Conditionerdilakukan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci