TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Pengertian Gambut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Pengertian Gambut"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan yang bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air (Hardjowigeno, 2003). Air dalam tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Di samping percampuran bahan mineral dengan bahan organik, maka dalam proses pembentukan tanah terbentuk pula lapisanlapisan tanah atau horison-horison. Oleh karena itu, dalam definisi ilmiahnya tanah (soil) adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Tanah (soil) berbeda dengan lahan (land) karena lahan meliputi tanah beserta faktor-faktor fisik lingkungannya seperi lereng, hidrologi, iklim, dan sebagainya (Hardjowigeno, 2003). Pengertian Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa Inggris, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Istilah-istilah ini berkenaan dengan perbedaan jenis atau sifat gambut antara satu tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil alih dari kosa kata bahasa daerah Kalimantan Selatan (suku Banjar). Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa setiap timbunan bahan organik yang basah adalah gambut. Pengertian gambut di sini sebagai bahan onggokan dan secara umum diartikan sebagai bahan tambang, bahan bakar (non-minyak), bahan industri, bahan kompos, dan lain sebagainya (Noor, 2001). Menurut Andriesse (1992) dalam Noor (2001), gambut adalah tanah organik (organic soils), tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam,karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut

2 yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (muck, peaty muck, mucky). Petani Kalimantan Barat menamakan tanah ini dengan sebutan sepuk. Tetapi istilah gambut dan sepuk sering diidentikkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, dalam istilah tanah gambut secara umum termasuk pula yang disebut dengan sepuk. Pengertian tentang gambut yang lebih menitikberatkan sebagai medium pertumbuhan tanaman sama sekali berbeda dengan pengertian gambut untuk tujuan industri atau energi. Dalam konteks ini, gambut diartikan sebagai suatu bentuk menurut konsep pedologi, yang morfologi dan sifat-sifat bentukan tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar bahan organik yang dikandungnya (Notohadiprawiro, 1988 dalam Noor 2001). Daerah dan Penyebaran Gambut di Indonesia Lahan gambut tropis di dunia meliputi areal seluas 40 juta ha dan hampir separuhnya berada di Indonesia, yaitu sekitar juta ha yang terhampar di dataran rendah pantai. Papua memiliki luasan hutan gambut sekitar 4.6 juta hektar, Kalimantan 4.5 juta hektar, dan Sumatera 7.2 juta hektar. Untuk di pulau Jawa, Halmahera, dan Sulawesi, luas totalnya sekitar 300 ribu hektar (Wibisono et al., 2005). Menurut Notohadiprawiro (1996) dalam Noor (2001), luas lahan gambut di Indonesia sekitar 17 juta hektar atau sekitar 10 % luas daratan Indonesia. Luas lahan gambut di Indonesia menempati separuh luas gambut tropik. Di kawasan Asia, negara yang mempunyai gambut terluas setelah Indonesia (70 %) adalah Malaysia dengan luas 2.36 juta hektar, disusul Brunei Darussalam dengan luas 1.65 juta hektar. Lahan gambut di Indonesia terutama menyebar di tiga pulau besar, yaitu Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Menurut Nugroho et al. (1992) dalam Noor (2001), lahan gambut di Indonesia sebagian besar terhampar di kawasan rawa pasang surut yang meliputi juta hektar dan sisanya sekitar 4.99 juta hektar terhampar di kawasan rawa lebak. Berdasarkan kedalamannya, lahan gambut yang tergolong sangat dalam (tebal antara 4 m - 12 m) sekitar 3.16 juta hektar, lahan gambut dalam sampai dengan sangat dalam (tebal antara 2 m 4 m) sekitar 1.30 juta hektar, dan gambut dalam campuran dengan jenis tanah lainnya sekitar 4.34 juta hektar (Euroconsult, 1984a).

3 Uraian di atas menunjukkan bahwa potensi lahan gambut cukup besar, tetapi lahan gambut yang belum dimanfaatkan masih cukup luas. Peluang untuk berbagai macam pemanfaatan lahan gambut masih cukup besar, namun pemanfaatan lahan gambut tersebut harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah terjadinya degradasi yang mempunyai dampak spektrum sangat luas, baik terhadap sumber kehidupan maupun terhadap fisik lingkungan (Noor, 2001). Pembentukan Gambut Gambut di bentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan > 30 cm. Proses penimbunan bahan sisa tanaman ini merupakan proses geogenik (bukan pedogenik, seperti tanahtanah mineral) yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama (Hardjowigeno, 1986 dalam Noor 2001). Pembentukan gambut diduga terjadi pada periode Holosin antara 10,000 15,000 tahun silam. Menurut Andriesse (1974), gambut daratan pesisir di kawasan Asia Tenggara terbentuk sekitar 6,000 tahun silam. Pembentukan gambut di Indonesia terjadi antara 6,800 4,200 tahun yang silam. Pengukuran dengan radio-metrik (umur karbon -14 C) dari contoh gambut dalam (dome) Pulau Petak, Kalimantan, menunjukan umur antara 3,500 4,000 tahun, tetapi hasil penimbunan bahan lempung (bergambut) baru diperkirakan terjadi sekitar 2,700 3,000 tahun silam (Pons, 1989 dalam Maas, 1996; Prasetyo et al., 1990 dalam Noor 2001). Perubahan berupa peningkatan suhu global yang terjadi sekitar 10,000 tahun silam mengakibatkan lapisan es di daerah kutub mencair sehingga secara perlahan-lahan terjadi peningkatan muka air laut (Dheeradilok, 1987). Selama masa glasial Wurm pada akhir periode Pleistosin, peningkatan muka air laut mencapai antara 3 m 4 m setiap seribu tahun (Blackwelder, 1979). Tinggi permukaan air laut pada periode Pleistosin ditaksir berada sekitar 60 m di bawah muka air laut sekarang (Karama dan Ardi, 1998 dalam Noor 2001). Menurut Noor (2001), pada jaman es mulai mencair secara pelan-pelan, dataran sunda (sunda land) mulai tergenang yang puncaknya terjadi pada 5,500 tahun silam dengan membentuk garis pantai. Akibat terjadinya transportasi bahan tanah (lempung, lanau, dan pasi) dari pegunungan atau daerah bagian hulu menuju ke arah laut, maka terjadilah pembentukan dataran pantai (regresi) dan garis pantai mengalami pergeseran (transgesi) menjorok lebih ke laut.

4 Dataran pantai yang terbentuk umumnya mempunyai pengatusan yang jelek atau berupa cekungan sehingga sisa-sisa tumbuhan yang umumnya adaptif seperti tanaman air, pakis, dan bakau tertimbun secara berlapis-lapis. Oleh karena kondisi anaerob, maka timbunan sisa-sisa tumbuhan tersebut hampir tidak mengalami perombakan. Secara bertahap dengan kurun waktu yang panjang, timbunan sisa tumbuhan-tumbuhan ini menjadi lantai hutan gambut. Pada awal perkembangannnya, akar tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas timbunan sisa tumbuhan (gambut tipis) ini masih dapat mengambil hara mineral dari lapisan bawahnya (substratum) dan sebagian disumbang dari luapan air sungai. Hasil timbunan berupa bahan organik dari sisa tumbuh-tumbuhan yang relatif kaya hara mineral (eutrofik) membentuk gambut topogen. Selanjutnya, begitu lapisan bahan organik bertambah tebal sehingga akar tumbuhan yang hidup di atasnya tidak dapat lagi mengambil hara dari lapisan mineral, dan muka air sungai dan muka air tanah berada jauh di bawah, maka gambut yang terbentuk miskin hara. Hara mineral yang dapat diperoleh tumbuhan semata-mata hanya dari hujan atau hasil perombakan bahan organik setempat. Lapisan gambut yang miskin hara (oligotrofik) ini disebut gambut ombrogen. Gambut umumnya dianggap sebagai biomassa (vegetasi) yang terdekomposisi sebagian. Mereka menunjukan dekomposisi yang tarafnya sangat bervariasi. Kurbatov (1968) dalam Andriesse (2003) meringkas hasil dari 35 tahun penelitian mengenai pembentukan gambut sebagi berikut : Pembentukan gambut adalah suatu proses biokimiawi yang relatif pendek, di bawah pengaruh mikrioorganisme aerobik di lapisan permukaan deposit selama periode air bawah tanah yang rendah. Ketika gambut yang terbentuk dalam lapisan penghasil gambut tersebut kontak dengan kondisi anaerobik di lapisan yang lebih dalam dari deposit tersebut, maka gambut menjadi terawetkan dan menunjukkan perubahan yang relatif sedikit menurut waktu. Menurut teori ini, adanya kondisi aerobik atau anaerobik akan memantulkan apakah akan ada biomasa yang terkumpul dan dalam bentuk apa. Kurbatov (1968) dalam Andriesse (2003) mengemukakan perbedaan diantara gambut hutan yang lebih teraerasi (dan karena itu lebih terdekomposisi), dengan gambut yang terbentuk pada kondisi berawal dengan kondisi anaerobik yang kuat. Pada gambut hutan, lignin dan karbohidrat nampak terdekomposisi sempurna sehingga umumnya mempunyai kandungan yang rendah untuk senyawa organik tersebut. Pada

5 kondisi rawa, gambut dicirikan oleh kandungan yang tinggi untuk lignin dan selulosa yang tidak berubah (Andriesse, 2003). Klasifikasi Tanah Gambut Menurut Noor (2001), Sistem Klasifikasi Tanah (Soil Taxonomy) yang sering dijadikan acuan dalam tata nama tanah-tanah tropik adalah yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Dalam klasifikasi, tanah gambut dikelompokkan dalam ordo Histosol. Menurut system klasifikasi ini, yang disebut tanah gambut memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Jika dalam keadaan jenuh air dengan genangan dalam periode yang lama (sekalipun dengan adanya pengatusan buatan) dan dengan meniadakan akar-akar tanaman hidup, mengandung : a. 18 % bobot karbon organik (setara dengan 30 % bahan organik) atau lebih jika mengandung fraksi lempung (clay) sebesar 60 % atau lebih, atau b. 12 % bobot karbon organik (setara dengan 20 % bahan organik) atau lebih jika tidak ada kandungan fraksi lempung, atau c. 12 % + (lempung dengan kelipatan 0,1 kali) persen bobot karbon organik atau lebih, jika mengandung fraksi lempung < 60%, atau 2. Jika tidak pernah tergenang, kecuali beberapa hari dan mengandung 20 % bobot atau lebih karbon organik. Selain ketentuan di atas, berlaku juga kriteria lain yaitu jika ketebalan lapisan gambut > 40 cm, maka semestinya mempunyai kerapatan lindak > 0.1 g cm -3 atau jika ketebalan gambut >60 cm, maka harus mempunyai kerapatan lindak < 0.1 g cm -3. Jika ketebalan gambut < 50 cm atau < 40 cm, tetapi mempunyai kerapatan lindak > 0.1 g cm -3 atau tebal gambut < 60 cm, tetapi mempunyai kerapatan lindak < 0.1 g cm -3, maka dalam klasifikasi tanah tidak termasuk ke dalam jenis tanah gambut, tetapi dimasukkan ke dalam jenis tanah bergambut (peaty soils). Tanah-tanah mineral/gambut yang mengandung kadar karbon organik di bawah 12 % - 18 % atau dengan kata lain tidak memenuhi ketentuan di atas atau mempunyai ketebalan < 50 cm dapat digolongkan ke dalam jenis tanah (mineral) bergambut atau tanah mineral humik.

6 Menurut Andriesse (1988), tiga jenis bahan-bahan tanah organik dapat dibedakan, yaitu bahan-bahan fibrik, hemik dan saprik, tergantung kepada derajat dekomposisi bahan tanaman asalnya. Fibrik (L.Fibra = serat) Bahan bahan tanah ini biasanya mempunyai suatu kerapatan lindak kurang dari 0.1. Mempunyai kandungan serat tak tergosok yang melebihi 2/3 volume, dan suatu kandungan air yang bila jenuh berkisar dari kira-kira 850% sampai dari 3,000 % menurut berat dari bahan kering oven. Warna-warna mereka biasanya cokelat kekuningan terang, cokelat gelap atau cokelat kemerahan. Warna dari ekstrak natrium pirofosfat pada kertas kromatografik putih mempunyai values dan chromas 7/1, 7/2, 8/1, 8/2 atau 8/3 (perlambangan munsel). Humik (gk.hemi = separuh) Bahan-bahan tanah ini adalah bersifat pertengahan dalam hal derajat dekomposisi. Kerapatan lindak biasanya antara 0.07 dan 0.18, dan kandungan seratnya biasanya antara 1/3 dan 2/3 volume sebelum penggosokan. Kandungan air maksimum ketika jenuh, berkisar dari sekitar %. Saprik (gk. Sapros = melapuk) Bahan-bahan tanah ini adalah paling terdekomposisi. Kerapatan limbak biasanya 0.2 atau lebih, dan kandungan rata-rata serat adalah kurang dari 1/3 volume sebelum penggosokan. Kandungan air maksimum ketika jenuh biasanya kurang dari 50%, dengan dasar berat kering oven. Warna dari ekstrak natrium pirofosfat pada kertas kromatografik adalah di bawah atau sebelah kanan dari suatu garis yang ditarik untuk mengeluarkan blok 5/1, 6/2 dan 7/3 pada Munsell Colour Charts. Sifat Fisik Tanah Gambut Menurut Soepardi (1983), warna cokelat tua atau hitam kelam dari tanah organik yang sudah diusahakan untuk pertanian, mungkin merupakan ciri fisik pertama yang menarik perhatian. Meskipun bahan asalnya mungkin berwarna kelabu, cokelat, atau kemerah-merahan tetapi setelah mengalami pelapukan muncul senyawa-senyawa humik berwarna gelap. Pada umumnya, perubahan

7 yang dialami bahan organik kelihatannya sama dengan yang dialami oleh sisa bahan organik tanah mineral, walaupun pada gambut aerasi sangat terbatas. Satu ciri lain yang penting ialah ringannya bahan organik kering. Kerapatan limbak tanah organik dibandingkan dengan tanah mineral adalah rendah, 0.2 hingga 0.3 merupakan nilai biasa bagi tanah organik yang telah mengalami dekomposisi lanjut. Suatu tanah mineral yang telah diusahakan, lapisan atasnya biasanya mempunyai nilai kerapatan limbak dari 1.25 hingga Lapisan olah tanah organik mempunyai bobot 400,000 hinga 500,000 kg tanah kering tiap hektar dibandingkan dengan tanah mineral 2 hingga 2.5 juta kg tiap hektar. Bobot untuk organik ternyata sangat ringan. Ciri ketiga yang penting ialah kapasitas menahan air dari tanah organik yang tinggi. Tanah mineral kering akan menahan air sebanyak seperlima hingga duaperlima dari bobotnya, sedangkan tanah organik dua hingga empat kali bobot keringnya. Gambut lumut yang belum atau sebagian didekomposisikan akan menahan air lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang terbentuk dari bahan itu. Tidak jarang bahwa bahan demikian dapat menahan air sebanyak 12, 15 atau bahkan 20 kali bobot keringnya. Ini menerangkan arti mereka bagi keperluan-keperluan kamar kaca dan persemaian. Sifat Kimia Tanah Gambut Menurut Sri et al. (2005) sifat kimia gambut yang penting untuk diketahui adalah tingkat kesuburan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan tersebut. Friesher dalam Driessen dan Soepraptohardjo (1974) membagi gambut dalam tiga tingkatan kesuburan yaitu Eutropik (subur), Mesotropik (sedang), dan Oligotropik (tidak subur). Secara umum gambut topogen yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan sungai umumnya tergolong gambut mesotropik sampai eutropik sehingga mempunyai potensi kesuburan alami yang lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan hanya terpengaruh oleh air hujan) yang sebagian besar oligotropik. Tanah gambut di Indonesia pada umumnya mempunyai reaksi kemasaman tanah (ph) yang rendah, yaitu antara Data hasil analisis di berbagai wilayah di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya, memperlihatkan bahwa Histosol menunjukan reaksi tanah ekstrim (ph 3.5 atau kurang ) sampai sangat masam sekali (ph ). Kandungan bahan organik di seluruh lapisan, sangat tinggi (6 91 %), dan kandungan nitrogen seluruh lapisan gambut,

8 sebagian besar, juga sangat tinggi(>75 %), rasio C/N tergolong tinggi sampai sangat tinggi (16 69), yang berarti, walaupun kandungan N tinggi, tetapi dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Kandungan P dan K-potensial lapisan atas (0 50 cm) sedang sampai tinggi, lebih baik dari pada lapisan bawah yang umumnya rendah. Pada gambut dangkal dan gambut eutropik (subur), kandungan potensial kedua unsur tersebut termasuk sedang sampai tinggi. Gambut Eutropik, Mesotropik, dan Oligotropik mempunyai kadar abu masing-masing sekitar 10, 5, dan 2 %. Jumlah basa dapat tukar (Ca, Mg, K dan Na) tanah sebagian besar tergolong sangat rendah sampai rendah. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah karena kandungan bahan organik yang tinggi, semuanya menunjukkan nilai sangat tinggi ( cmol (+)/kg tanah. Namun sebaliknya, Kejenuhan Basa setiap bahan organik termasuk sangat rendah (1-5%). Dapat disimpulkan bahwa potensi kesuburan alami tanah gambut sangat rendah sampai rendah (Fleischer in Widjaya-Adhi 1986 dalam CCFPI 2003). Analisis Tanah Menurut Hardjowigeno (1993), hasil analisis tanah di laboratorium sangat diperlukan untuk berbagai hal, misalnya: 1. Untuk membedakan macam-macam tanah dengan lebih teliti. Sebagai contoh untuk membedakan tanah-tanah dengan pelapukan lanjut dan yang masih lebih muda diperlukan data kimia dari tanah tersebut seperti : - Kadar besi bebas atau kadar besi dapat diekstrak - Kapasitas Tukar Kation - Kandungan mineral mudah lapuk 2. Klasifikasi tanah modern didasarkan pada data yang kuantitatif. 3. Untuk mengetahui hubungan tanah dan tanaman diperlukan datadata laboratorium. Tingkat Kesuburan Tanah Menurut Purwowidodo (2000), kesuburan tanah ditetapkan berdasarkan nilai beberapa sifat kimiawinya, yaitu : kandungan bahan organik, kandungan N- Total, kandungan P 2 O 5, kandungan K 2 O, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB). Gatra-gatra kimiawi ini ditetapkan sebagai berikut :

9 Sifat kimia Metode Analisis a) bahan organik - Walkley-Black b) N-Total - Kjeldahl c) P 2 O 5 - tanah kapuran - Olsen - tanah masam - Bray d) K 2 O - HCl 25% e) KTK -Al-add -titrasi -H-dd -titrasi -Fe-dd -INasamasetatpH7.0 - Na-dd - fotometer pijar - K - fotometer pijar - Mg - fotometer pijar - Ca - fotometer pijar f) KB - perhitungan Kategori hasil-hasil analisis sifat kimia tersebut ditetapkan dengan panduan Tabel 1 dan penetapan status kesuburan tanahnya menggunakan panduan Tabel 2.

10 Tabel 1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor (1981) Sifat Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Kimia Tanah Rendah Tinggi B.O.total (%) < > 5.00 C Organik (%) < > 5.00 N (%) < >0.75 C/N < >25 P total (ppm) < >2000 K total (mg %) < >1600 P tersedia (ppm) < > 35 K tersedia (ppm) < > 60 Susunan Kation Ca(mg%) < >20 Mg (mg %) < > 8.0 K (mg %) < > 1.0 Na (mg %) < > 1.0 KTK < > 40 Kejenuhan Basa (%) < > 70 Kejenuhan Al (%) < > 60 ph (H 2O) Sumber : LPT (1981) Sangat masam sekali 3.6 Sangat masam Masam Agak masam Netral

11 Tabel 2. Paduan status watak kimiawi dan kandungan hara untuk penetapan status kesuburan tanah menurut LPT (1981) dalam Purwowidodo (2000) KTK KB BO, N, P2O5 dan K2O Status Kesuburan T T > 2 T tanpa R Tinggi T T > 2 dengan R Sedang T T > 2 S tanpa R Tinggi T T > 2 dengan R Sedang T T TSR Sedang T T < 2 R dengan T Sedang T T < 2 R dengan S Rendah T S > 2 T tanpa R Tinggi T S > 2 T dengan R Sedang T S 2 S Sedang T S paduan lain Rendah T R > 2 T tanpa R Sedang T R > 2 T dengan R Sedang T R paduan lain Rendah S T > 2 T tanpa R Sedang S T > 2 T dengan R Sedang S T paduan lain Rendah S S > 2 T tanpa R Sedang S S > 2 T dengan R Sedang S S paduan lain Rendah S R S T Sedang S R paduan lain Rendah R T > 2 T tanpa R Sedang R T > 2 T dengan R Rendah R T > 2 S tanpa R Sedang R T paduan lain Rendah R S > 2 T tanpa R Sedang R S paduan lain Rendah R R semua paduan Rendah SR T/S/R semua paduan Sangat Rendah Keterangan: KTK = Kapasitas Tukar Kation KB = Kejenuhan Basa, BO = Bahan Organik T = Tinggi S = Sedang R = Rendah SR = Sangat Rendah

DESKRIPSI DAN KARAKTERISASI TANAH HUTAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR DAN YANG TIDAK PERNAH TERBAKAR DI HPH PT. PUTRADUTA INDAH WOOD MUKHTI BAEHAQI

DESKRIPSI DAN KARAKTERISASI TANAH HUTAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR DAN YANG TIDAK PERNAH TERBAKAR DI HPH PT. PUTRADUTA INDAH WOOD MUKHTI BAEHAQI DESKRIPSI DAN KARAKTERISASI TANAH HUTAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR DAN YANG TIDAK PERNAH TERBAKAR DI HPH PT. PUTRADUTA INDAH WOOD MUKHTI BAEHAQI DEPARTEMEN MAN AJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut 2.1.1. Pengertian Tanah Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut 3 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun selalu jenuh air atau tergenang air dangkal. Swamp adalah istilah umum untuk rawa yang menyatakan wilayah lahan atau

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001). TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai Desember 2005 di perusahaan pemegang IUPHHK PT. Putraduta Indah Wood, Jambi. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Lahan gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu yang lama. Bahan organik tersebut berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau Bahan gambut dari Riau dianalisis berdasarkan karakteristik ekosistem atau fisiografi gambut yaitu gambut marine (coastal peat swamp),

Lebih terperinci

Kegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi

Kegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha-usaha untuk mereklamasi daerah pasang surut sebagai daerah pemukiman transmigrasi dan pengembangan persawahan telah dirintis sejak awal Pelita I. Langkah ini merupakan

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Radjagukguk (2001) menyatakan bahwatanah gambut adalah tanah-tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Radjagukguk (2001) menyatakan bahwatanah gambut adalah tanah-tanah TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Tanah Gambut Radjagukguk (2001) menyatakan bahwatanah gambut adalah tanah-tanah yang terdapat pada deposit gambut. Ia mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dan kedalaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA PENYEBAB Kebakaran hutan penebangan kayu (illegal logging, over logging), perambahan hutan, dan konversi lahan Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai 30-45 juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas lahan gambut di dunia (Rieley et al., 2008). Sebagian

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan. untuk semua bentuk pemanfaatan (Suparmoko, 1989).

I. PENDAHULUAN. Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan. untuk semua bentuk pemanfaatan (Suparmoko, 1989). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam hayati didefinisikan sebagai unsur-unsur di alam yang terdiri dari sumber-sumber alam nabati dan hewani yang bersama dengan unsur non hayati disekitarnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 4. Lahan Kebun Campuran di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 5. Lahan Kelapa Sawit umur 4 tahun di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 6. Lahan Kelapa Sawit

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010), Ultisol merupakan tanah

I. PENDAHULUAN. Menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010), Ultisol merupakan tanah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010), Ultisol merupakan tanah yang mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh solum yang dalam, peningkatan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat

Lebih terperinci

Lampiran 3. Analisis AwalLimbah Padat Kertas Rokok PT. Pusaka Prima Mandiri Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji. 14,84 IK.01.P.

Lampiran 3. Analisis AwalLimbah Padat Kertas Rokok PT. Pusaka Prima Mandiri Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji. 14,84 IK.01.P. Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Kapur Berdasarkan Kandungan Al dd Al dd yang diperoleh adalah : 1.6 me Al-dd/100 g tanah 1 me CaCO 3 /100 g : 100/2 mg CaCO 3 /100 g Kebutuhan Kapur L0 : Tanpa Perlakuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vermikompos Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan organiknya. Walaupun sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

6/14/2013 .PENDAHULUAN KANDUNGAN HARA DAN TINGKAT EROSI PADA LAHAN MIRING BERSOLUM DANGKAL METODE

6/14/2013 .PENDAHULUAN KANDUNGAN HARA DAN TINGKAT EROSI PADA LAHAN MIRING BERSOLUM DANGKAL METODE PENDAHULUAN KANDUNGAN HARA DAN TINGKAT EROSI PADA LAHAN MIRING BERSOLUM DANGKAL Oleh: Nining Wahyunigrum dan Tyas Mutiara Basuki BADAN LITBANG KEHUTANAN BPTKPDAS SOLO Degradasi lahan di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang : a. bahwa gambut merupakan tipe ekosistem lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN. - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup

II. TINJAUAN PUSTAKA. sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Lahan Gambut Tanah organosol atau tanah histosol yang saat ini lebih popular disebut tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik seperti

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan perlakuan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 22 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Luas dan Lokasi Wilayah Merang Peat Dome Forest (MPDF) memiliki luas sekitar 150.000 ha yang terletak dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Lalan di Kecamatan

Lebih terperinci

Soal UTS Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan Dikumpul Pada hari Jum at 26 Afril 2013 Batas pengumpulan Pukul Wib

Soal UTS Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan Dikumpul Pada hari Jum at 26 Afril 2013 Batas pengumpulan Pukul Wib Soal UTS Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan Dikumpul Pada hari Jum at 26 Afril 2013 Batas pengumpulan Pukul 11.00 Wib 1. Jelaskan pengertian klasifikasi tanah dan evaluasi lahan...?? Jawaban : Klasifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Tanah Sawah di Pulau Jawa Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah sawah di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah gambut adalah material organik yang terbentuk dari bahan-bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah gambut adalah material organik yang terbentuk dari bahan-bahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut Tanah gambut adalah material organik yang terbentuk dari bahan-bahan organik, seperti dedaunan, batang dan cabang serta akar tumbuhan. Bahan organik ini terakumulasi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang

Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Di bagian atas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut Gambut adalah material organik (mati) yang terbentuk dari bahan -bahan organik, seperti dedaunan, batang dan cabang serta akar tumbuhan, yang terakumulasi dalam kondisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci