BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Faktor Penyebab Kemiskinan Kemiskinan yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh adanya faktorfaktor yang menghambat seseorang individu dalam memanfaatkan kesempatan yang ada dalam masyarakat. Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena faktor struktural, kultural (budaya), serta kondisi alamiah (bencana alam). Kemiskinan struktural disebabkan karena struktur ekonomi yang timpang atau pembangunan yang belum merata, Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kesempatan bagi setiap individu untuk memperoleh mendapatkan aset ekonomi. Dalam hal ini, pedesaan menjadi tertinggal karena terjadinya ketidakadilan dalam pembangunan sehingga mereka terjebak dalam kemiskinan. Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan oleh sikap malas atau kebiasaan masyarakat yang sudah merasa puas dengan apa yang dimiliki sekarang sehingga mereka terjebak dalam kemiskinan, dan juga penyakit serta cacat fisik. Hal ini menjadi sangat ironis pada masyarakat di pedesaan karena masyarakat tidak mau berusaha untuk memperbaiki kehidupannya sehingga masyarakat tetap stagnan dan tidak mengalami perubahan dalam bidang ekonomi (Setiadi, 2011:798). Berbeda dengan kemiskinan alamiah, ada beberapa beberapa faktor alamiah yang menyebabkan kemiskinan, antara lain : a. keadaan alam yang miskin b. bencana alam c. keadaan iklim yang kurang menguntungkan. 16

2 Kemiskinan alamiah dapat juga ditandai dengan semakin menurunnya kemampuan kerja anggota keluarga karena usia bertambah dan sakit keras untuk waktu yang cukup lama. Namun bencana alam dapat diterima sebagai sebuah kenyataan karena hal ini berakibat rusaknya barang berharga milik masyarakat serta kehilangan tempat tinggal masyarakat. Dalam hal ini kemiskinan alamiah merupakan kemiskinan yang terjadi begitu saja dan merupakan faktor alamiah yang terjadi pada struktur kehidupan masyarakat Nugroho (dalam Warsito, 2015). Menurut Bank Dunia (2003) penyebab dasar kemiskinan adalah: a. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana. b. Kegagalan pemilikan terutama tanah dan modal. c. Adanya perbedaan kesempatan diantara angota masyarakat dan sistem yang tidak mendukung. d. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor. e. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi. f. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkungannya. g. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat. h. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik. i. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan. 17

3 Inti dari penyebab kemiskinan ini secara tidak langsung terletak pada informasi mengenai karakteristik rumah tangga miskin. Karakterisitik rumah tangga miskin itu dapat dilihat dari kondisi pendidikan kepala rumah tangga, kondisi sosial demografi dan kondisi perumahan masyarakat(bps 2015). Secara konseptual kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat dalam (Setiadi2011:802)banyak dihubungkan dengan beberapa hal berikut ini: a. Faktor individual, yang melihat kemiskinan yang disebabkan oleh perilaku, pilihan, dan kemampuan dari orang itu sendiri. b. Faktor struktural, artinya bahwa kemiskinan terjadi karena struktur atau sistem yang tidak adil sehingga menyebabkan seorang individu menjadi miskin. c. Faktor subbudaya ini lebih kepada kebiasaan hidup atau mentalitas yang dimiliki sebagai orang miskin. d. Faktor keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga atau orangtuanya. 18

4 2.2. Kemiskinan di Pedesaan Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berlalunya waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam masyarakat. Kemiskinan menunjukan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak si miskin, melainkan karena tidak bisa dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik(2015) kemiskinan merupakan persoalan multidimensi yang mencakup berbagai akses kehidupan, tidak hanya mencakup sisi ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya baik dari kebutuhan dasar makanan maupun non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Ada dua syndrome kemiskinan yang merupakan permasalahan pokok dalam pembangunan. Di daerah pedesaan, syndrome kemiskinan berkaitan dengan dimensi yang saling memperkuat seperti kurang gizi, pengangguran, tingginya angka buta huruf, dan produktivitas rendah. Hal inilah menjadi salah satu faktor pendorong kemiskinan yang tinggi di pedesaan. Tingginya pengangguran dan buta huruf mengakibatkan masyarakat desa tetap stagnan dan sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Sedangkan syndrome inertia lebih kepada ketergantungan, dan serba patuh (Soetomo, 1996). Dari sisi ini kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut yang ditetapkan atau dengan kata lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum. Di Indonesia garis batas minimum kebutuhan 19

5 hidup yang ditentukan BPS sebesar kalori per kapita per hari. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin dan tidak miskin atau sering disebut dengan garis kemiskinan (Mardimin 1996). Kemiskinan relatif di pedesaan dapat dilihat bahwa perbandingan dekat mempunyai pengaruh besar, perbandingan tersebut mendorong individu untuk bersaing dengan tetangga atau kenalan. Pemicu terkuat atas rasa ketidakadilan sosial kita muncul ketika merasa martabat diri kita tidak diakui. Hal inilah yang menunjuk pada kemiskinan relatif di pedesaan (Seabrook, 2007). Perbedaan dalam kedua ini ialah pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan garis kemiskinan, sementara pada kemiskinan relatif kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan relatif tingkat kesejahteraan penduduk Pendekatan Tentang Kemiskinan Pendekatan tentang kemiskinan terbagi dua yaitu kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang terjadi pada suatu masyarakat karena struktur sosial dalam masyarakatnya tidak dapat menggunakan sumber penghasilan yang tersedia bagi kebutuhan mereka. Dalam hal ini, artinya struktur yang ada dalam masyarakat menyebabkan suatu kelompok masyarakat mengalami kemiskinan karena struktur tersebut telah menghambat mereka dalam penguasaan sumber daya. Kemiskinan struktural tidak hanya kekurangan sandang dan pangan saja tetapi juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan perlindungan hukum dari pemerintah, serta kurang komunikasi dengan dunia sekitar (Soetomo, 1996). 20

6 Secara teoritis, kemiskinan struktural dapat diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial sehingga keadaan kelompok yang termasuk golongan miskin tampak tidak berdaya untuk mengubah nasibnya dan tidak mampu mengubah hidupnya. Dalam hal ini, struktur sosial telah mengurung mereka ke dalam suasana kemiskinan secara turun menurun selama bertahun-tahun. Sejalan dengan itu, mereka hanya mungkin keluar dari penjara kemelaratan melalui proses perubahan struktur yang mendasar (Setiadi,2011). Menurut Robert Chambers (dalam Setiadi, 2011:804) mengemukakan dimensi luas yang berkaitan dengan masalah kemiskinan di pedesaan. Berbagai dimensi tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam memperkokoh kondisi kemiskinan itu sendiri. Ia mengatakan bahwa inti kemiskinan struktural tersebut terletak pada perangkap kemiskinan atau deprivation trap. Menurut Chambers perangkap kemiskinan terdiri dari lima unsur yaitu: a. Kemiskinan itu sendiri b. Kelemahan fisik c. Keterasingan/kadar isolasi d. Kerentanan e. Ketidakberdayaan Kelima unsur ini menjadi saling berhubungan satu sama lain dan menjadi suatu perangkap kemiskinan dalam masyarakat sehingga masyarakat sangat sulit keluar dari keadaan mereka saat ini sehingga mereka terus berada dalam kemiskinan. Diantara kelima faktor tersebut, kemiskinan ditunjuk sebagai faktor yang paling menentukan dibandingkan yang lain. 21

7 Dalam hal ini pemahaman dan penanganan masalah kemiskinan melibatkan aspek sosiologis, ekonomis, serta psikologis. Aspek sosiologis terutama sosial, yaitu terbatasnya interaksi sosial dan terbatasnya penguasaan informasi. Aspek ekonomi meliputi terbatasnya pemilikan faktor produksi, rentan terhadap kebutuhan mendesak karena tidak memiliki tabungan. Realita kemiskinan tersebut lebih kepada realita kemiskinan di pedesaan. Dikatakan bahwa lapisan miskin pada umumnya cenderung terisolir dari lapisan masyarakat lainnya. Menurut pandangan masyarakat lain mereka terkesan malas, kotar dan imoral (Soetomo, 1996). Kondisi tersebut disadari oleh lapisan miskin sendiri dan mereka mengkategorikan dirinya sebagai kelompok yang gagal dan kelompok yang terlempar dalam lingkungannya. Kesadaran ini menyebabkan kemiskinan di pedesaan sudah terlihat, bahwa mereka merasa tidak memiliki kekuatan dan mereka tidak mampu menguasai nasibnya sendiri karena lebih ditentukan oleh orang lain. Kemiskinan kultural ialah kemiskinan yang terjadi karena faktor internal dalam individu, misalnya seperti malas, etos kerja yang rendah serta pasrah dengan nasib atau kondisi yang dialaminya. Masyarakat rela dengan keadaan miskinnya karena diyakini sebagai upaya untuk membebaskan diri dari sikap serakah. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok, masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya dimana mereka merasa berkecukupan. Kelompok masyarakat yang seperti ini sulit untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum(khomsan, 2015). 22

8 Kemiskinan kultural inilah yang menjadi salah satu penyebab utama masyarakat di pedesaan tetap berada dalam lingkaran kemiskinan. Faktor tersebut menjadi indikator utama bahwa kemiskinan yang mereka alami saat ini sudah merupakan suatu takdir yang tidak dapat diubah sehingga sulit keluar dari kemiskinan. Berdasarkan pendekatan kemiskinan di atas hal-hal yang menyebabkan terjadinya kemiskinan adalah kebijakan pembangunan yang belum merata, karena budaya, dan juga karena ketimpangan dalam memperoleh akses baik terhadap kesehatan, kekuasaan, dan sumber daya lainnya Indikator-Indikator Kemiskinan Badan Pusat Statistik menyertakan analisis tentang karakteristik rumah tangga miskin. Didalamnya tercakup kondisi rumah tangga miskin berdasarkan karakteristik pendidikan, kesehatan, sumber penghasilan, kondisi perumahan, sumber air dan sanitasi, kondisi sosial demografi. Dalam hal ini karakteristik rumah tangga miskin memiliki ciri identik dengan pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota keluarga, kepala keluarga yang berstatus janda, kepala rumah tangga melek huruf, penguasaan lantai dan luas rumah, akses air bersih, serta pekerjaan kepala rumah tangga(khomsan 2015:). Indikator kemiskinan ditandai oleh pendapatan perkapita wilayah yang rendah, persentase rawan gizi yang tinggi, umur harapan hidup rendah serta disertai tingkat pendidikan yang rendah (Supriatna 2000). 23

9 Menurut Badan Pusat Statistik yang digunakan oleh Kabupaten Simalungun pada tahun 2011, untuk mengukur indikator kemiskinan digunakan beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Kondisi perumahan Keadaan atau kondisi tempat tinggal rumah tangga dapat menggambarkan keberhasilan pembangunan. Kondisi fisik bangunan serta fasilitas yang berada didalamnya seperti luas bangunan, jenis dinding, atap, lantai bangunan serta sumber air minum dan WC menjadi gambaran kondisi tingkat kesejahteraan masyarakat. Beberapa kriterianya ialah sebagai berikut: a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 20 m² /orang. b. Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati sewa, milik dinas, atau milik keluarga. c. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, semen, jenis dinding bangunan terbuat dari bambu, kayu murahan atau tembok tanpa diplester. d. Sumber air minum dari mata air tak terlindung, sumur tak terlindung, air hujan, air sungai, air isi ulang. e. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan tetangga lain. f. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar, arang atau minyak tanah. 24

10 2. Pendidikan Pendidikan di Kabupaten Simalungun masih sangat rendah. dilihat dari masih banyaknya masyarakat yang berpendidikan rendah. Disadari, bahwa masalah pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi lebih menuntut kepedulian masyarakat terhadap pendidikan serta pola pikir masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Kriteria pendidikannya ialah tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, dan hanya tamat SD. 3. Kesehatan Dampak dari kemiskinan akan bermuara pada tingkat kesehatan yang rendah serta berakibat pada kekurangan asupan gizi. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui keluarga sehat atau tingkat derajat kesehatan masyarakat adalah dengan melihat angka kesakitan. Semakin banyak masyarakat yang mempunyai keluhan kesehatan dan jenis keluhan kesehatan, maka derajat kesehatan di daerah itu masih rendah. Indikator lain yaitu tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas atau Poliklinik. 4. Klasifikasi Ketenagakerjaan Pembangunan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi berupaya meningkatkan pemerataan pendapatan serta memperluas lapangan pekerjaan serta mengurangi angka kemiskinan. Indikator ini lebih kepada sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan sempit, buruh tani, serta jenis pekerjaan home industri lainnya. 25

11 5. Karakteristik Sosial Demografi Indikator yang tercakup dalam karakteristik sosial demografi, meliputi ratarata jumlah Anggota Rumah Tangga (ART), usia dan jenis kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT). Secara umum, rumah tangga miskin memiliki ciri bahwa jumlah anggota keluarga lebih banyak, kepala keluarga yang berusia lebih tinggi, serta lebih mungkin memiliki perempuan sebagai kepala keluarga dibandingkan rumah tangga tidak miskin. Masyarakat miskin menurut World Bank(2004) yaitu mereka yang hidup dalam keluarga yang kemampuan konsumsinya di bawah garis tertentu, seperti di bawah $1 atau $2 per hari atau di bawah level yang ditetapkan negara masingmasing.indikator kemiskinan di pedesaan terdiri dari: a. Konsumsi Pangan Pangan sumber protein adalah pangan yang digunakan sebagai laukpauk sehari-hari dan menjadi zat gizi pengatur metabolisme dalam tubuh sehingga dapat menjaminpertumbuhan optimal. Pemilihan protein hewani seperti daging sapi dan ikan asin dilakukan karena kedua jenis lauk tersebut mewakili jenis protein yang memiliki nilai ekonomis yang berbeda. Pada rumah tangga miskin, menu ikan asin disajikan setiap hari. Secara keseluruhan, rumah tangga miskin mengonsumsi daging sapi lebih sedikit dan ikan asin lebih banyak per minggunya dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin. 26

12 b. Sandang Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sandang dapat dilihat dari banyaknya anggota rumah tangga yang mampu mengakses baju baru dalam kurun waktu setahun terakhir. Jumlah rata-rata anggota keluarga yang mampu membeli baju baru pada kategori keluarga miskin sebesar 3,7 orang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin. Tidak berbeda jauh dengan data rumah tangga berdasarkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sandang, sebaran sebagian besar rumah tangga miskin memiliki kemampuan untuk membeli sedikitnya satu stel pakaian dalam setahun dengan persentase sebesar 85,7%. c. Papan Keadaan rumah yang sehat dapat tergambarkan dari cukup tidak ventilasi udara. Selain dari sisi ventilasi udara, rumah tangga miskin juga dapat dilihat dari total pengeluaran listrik rumah tangga per bulan. Rata-rata pengeluaran listrik perbulan rumah tangga miskin hanya Rp ,00. Kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan papan tidak hanya dilihat dari keadaan fisik rumah tapi juga kemampuan dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar. Selain itu, indikator rumah tangga miskin juga dapat dilihat berdasarkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, sosial, dan informasi. 27

13 Indikator utama kemiskinan di pedesaan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2005), adalah sebagai berikut : a. kecukupan dan mutu pangan yang terbatas b. mutu dan akses layanan kesehatan terbatas c. akses dan mutu layanan pendidikan rendah dan terbatas d. kesempatan kerja dan berusaha terbatas e. akses layanan perumahan dan sanitasi terbatas f. akses terhadap air bersih terbatas g. kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah yang lemah h. kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam memburuk, serta akses masyarakat terhadap sumber daya alam memburuk, serta akses masyarakat terhadap sumber daya alam terbatas. i. Jaminan rasa aman rendah j. Partisipasi rendah. 2.5 Strategi Adaptasi Strategi adaptasi merupakan strategi, cara atau metode yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam lingkungan sosial. Dalam hal ini adaptasi berarti suatu proses untuk memenuhi syarat dasar ilmiah, syarat dasar kejiwaan atau ketenangan hidup, serta syarat dasar sosial. Syarat dasar ilmiah meliputi pemenuhan kebutuhan untuk makan,minum, pakaian, tempat tinggal dan ketahanan tubuh, sedangkan syarat dasar sosial meliputi hubungan untuk melangsungkan keturunan, belajar budaya, pertahanan dari serangan musuh. 28

14 Snel dan Staring (Nainggolan, 2013) mengatakan bahwa strategi adaptasi adalah rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu dan rumah tangga miskin secara sosial ekonomi. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain, ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas dan kualitas barang atau jasa. Cara-cara individu menyusun strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat, sistem kepercayaan dan jaringan sosial yang dipilih, termasuk keahlian dalam memobilitasi sumber daya yang ada, tingkat keterampilan, dan kepemilikan aset. Secara umum copying strategy dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Kajian mengenai copying strategis dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik dan dinamika kemiskinan bahwa ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Pada mulanya konsep coping strategys sering dipergunakan untuk menunjukan strategi bertahan hidup keluarga di negara-negara berkembang dalam menghadapi kondisi kritis, seperti bencana alam, kekeringan. Belakangan ini, beberapa peneliti menunjukan bahwa konsep ini ternyata dipraktekkan juga oleh keluarga di wilayah perkotaan dan tidak hanya di negara berkembang, melainkan di negara maju. Di daerah pedesaan, coping strategys keluarga miskin sangat terkait dengan sumber daya alam dan sistem pertanian (Kharisma, 2013). Beberapa bentuknya antara lain: 29

15 1. Akumulasi asset pada masa panen untuk digunakan pada masa paceklik. 2. Sistem gotong royong diantara anggota keluarga dan anggota masyarakat dalam mengelola makanan dan sumber daya alam pada masa krisis. 3. Migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan. 4. Penggantian jenis tanaman dan cara bercocok tanam. 5. Pengumpulan tanaman-tanaman liar untuk makanan. 6. Penghematan konsumsi makanan. 7. Peminjaman dari kredit dari anggota keluarga pedagang atau lintah darat. 8. Penjualan simpanan benda-benda berharga(emas, perabot rumah tangga) 9. Penjualan aset produktif (tanah, binatang ternak) 10. Penerapan ekonomi subsistem. 11. Produksi dan perdagangan skala kecil. 12. Pemanfaatan bantuan pemerintah di masa krisis Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah mengilhami penelitian ini, baik sebagai referensi, pembanding maupun sebagai dasar pemilihan topik penelitian. Diantaranya yaitu: 1 Rujukan pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Nari (2013), yang menganalisis bagaimana pengrajin keranjang bambu sangat identik dengan masalah sosial terutama di bidang sosial ekonomi. Secara sosial, mereka (pengrajin bambu) yang menggeluti profesi ini adalah masyarakat dengan perekonomian menengah ke bawah. Ada yang memilih profesi pengrajin ini sebagai penghasilan utamanya dan ada juga yang memilih profesi 30

16 pengrajin ini sebagai penghasilan tambahannya. Penelitian ini menyatakan bahwa pekerjaan sebagai pengrajin keranjang bambu telah merupakan warisan dari orang tua mereka yang sejak dahulu digeluti dan merupakan kebiasaan turun-temurun. Hal ini mereka lakukan karena kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi sehingga mereka masih melakukan kegiatan mereka setiap hari. Alasan mereka menjadi pengrajin keranjang bambu karena kebiasaan dan budaya masyarakat daerah, pengetahuan dan keahlian yang rendah, dan keterbatasan lapangan pekerjaan. Para pekerja perempuan ini beraktifitas dari pagi hari sampai sore hari bahkan malam hari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi deskriptif dengan penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi kepustakaan, serta observasi. Adapun yang menjadi unit analisa informan ini adalah para ibu rumah tangga di desa Timbang Lawan. Kerajinan ini mereka lakukan guna menambah penghasilan suami mereka. Dimana harga bahan baku yang tidak terlalu mahal dan proses pengolahannya yang tidak terlalu sulit dan hanya menggunakan pisau dan gergaji. Hal itulah yang membuat mereka bekerja sebagai pengrajin keranjang bambu. 2. Rujukan kedua adalah penelitian yang dilakukan Kharisma (2013), yang mendeskripsikan dan menganalisis perangkap kemiskinan yang terjadi dikaitkan dengan adanya keterbatasan sumber daya manusia serta rendahnya kesempatan dunia kerja. Dalam hal ini ada dua faktor penyebab kemiskinan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor dari dalam 31

17 diri seseorang seperti pendidikan rendah, keterbatasan skill yang dimiliki, serta faktor kultur dan kebiasaan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor pendapatan dan upah yang rendah, keterbatasan lapangan pekerjaan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kemiskinan dan untuk mengetahui strategi adaptasi pengrajin batu bata dalam mengatasi kemiskinan. Teknik pengumpulan data dilakukan denganobservasi, wawancara, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor penyebab kemiskinan disebabkan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Strategi bertahan hidup yang dilakukan adalah dengan pengelolaan aset tenaga kerja yaitu peran anak dan istri sebagai pengatur ekonomi keluarga. Dan strategi mereka bertahan hidup dengan jaringan atau meminjam uang kepada tetangganya serta pengusahanya. Dalam hal ini kegiatan produksi batu bata merusak lingkungan. Dari kedua referensi penelitian di atas terdapat kaitan dengan penelitian yang akan dilakukan kepada masyarakat yang ada di Desa Sirpang Dalig Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Persamaan tersebut adalah sama-sama meneliti kemiskinan serta pengrajin keranjang bambu. Perbedaannya terletak pada fokus permasalahan, lokasi dan objek penelitian. Seperti pada penelitian rujukan pertama yang membahas mengenai peran perempuan pengrajin keranjang bambu dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Hal tersebut juga terkait dengan penelitian ini yang hendak melihat bagaimana proses pekerjaan pengrajin 32

18 keranjang bambu dalam meningkatkan keadaan ekonomi serta menambah penghasilan keluarga. Demikian juga beranjak dari penelitian rujukan kedua mengenai perangkap kemiskinan pengrajin batu bata dengan melihat faktor penyebab kemiskinan dan strategi adaptasi yang dilakukan guna mengatasi kemiskinan tersebut. Alasan penelitian ini juga menjadi referensi dalam penelitian ini dikarenakan pada latar belakang penelitian ini juga membahas bagaimana penyebab terjadinya kemiskinan dan bagaimana klasifikasi penghasilan pengrajin batu bata serta bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan. Dari uraian pustaka di atas kita bisa melihat bagaimana cara untuk mengatasi kemiskinan yang terjadi di pedesaan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam pedesaan terutama keranjang bambu. Kemiskinan tidak akan bisa teratasi bila masyarakat itu sendiri tidak berusaha untuk keluar dari perangkap kemiskinan. 33

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA Form : I Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus Di - K U D U S Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar masnusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Dr. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM., M.Kes (Ketua Stikes Surya Mitra Husada Kediri Jawa Timur) Latar

Lebih terperinci

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin 418 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Selatan Pasar Terapung Muara Kuin Pasar Terapung Muara [Sungai] Kuin atau Pasar Terapung Sungai Barito adalah pasar terapung tradisional yang berada

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan serta dididik sampai menjadi dewasa. Kewajiban suami selain menafkahi ekonomi keluarga, juga diharapkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan serta dididik sampai menjadi dewasa. Kewajiban suami selain menafkahi ekonomi keluarga, juga diharapkan menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai unit kelompok terkecil dalam masyarakat yang mempunyai kedudukan cukup sentral dan penting dalam pembentukan struktural sosial kemasyarakatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK A. Gambaran Status Baik Balita di Desa Pecuk Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi,

Lebih terperinci

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan 402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Ummul Hairah ummihairah@gmail.com Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah utama yang sedang dihadapi dan masih

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah utama yang sedang dihadapi dan masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah utama yang sedang dihadapi dan masih belum terselesaikan di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut laporan Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk

Lebih terperinci

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 32 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2011 TENTANG INDIKATOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan sosial yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (Anggraini, 2012). Kemiskinan umumnya

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

POLICY INFORMASI. Sub Bidang Analisis Dampak Kependudukan Tahun 2015 KEMISKINAN KULTURAL DI KALIMANTAN TENGAH DAN KELUARGA BERENCANA

POLICY INFORMASI. Sub Bidang Analisis Dampak Kependudukan Tahun 2015 KEMISKINAN KULTURAL DI KALIMANTAN TENGAH DAN KELUARGA BERENCANA BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK SUB BIDANG ANALISIS DAMPAK KEPENDUDUKAN PERWAKILAN BKKBN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2015 1 POLICY INFORMASI Sub Bidang Analisis Dampak Kependudukan Tahun 2015 KEMISKINAN KULTURAL

Lebih terperinci

BAB II CHYNE, O BRIEN DAN BELGRAVE: TEORI SOSIAL DEMOKRAT

BAB II CHYNE, O BRIEN DAN BELGRAVE: TEORI SOSIAL DEMOKRAT BAB II CHYNE, O BRIEN DAN BELGRAVE: TEORI SOSIAL DEMOKRAT A. Teori Sosial Demokrat Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu POTRET KEMISKINAN MASYARAKAT DESA Studi Kasus Masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Beras memiliki urutan utama dari jenis bahan pangan yang dikonsumsi. Hampir seluruh penduduk Indonesia menjadikan

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

tempat sebelumnya anda bekerja? Apabila ada apa saja?

tempat sebelumnya anda bekerja? Apabila ada apa saja? PANDUAN WAWANCARA 1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 3. Umur : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Alamat Rumah : 6. Agama : 7. Suku : 8. Jabatan : 9. Jumlah Anggota Keluarga : A. Data Dasar 1. Sebelum anda di PHK,

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan pangan Konsep ketahanan pangan (food security) mulainya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan masyarakat akan mempengaruhi produktivitas kerja. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan masyarakat akan mempengaruhi produktivitas kerja. Sehat adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dan kesehatan memiliki suatu keterkaitan yang sangat erat. Pembangunan ekonomi sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat, dan perbaikan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang

Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang Oleh : Renanthera Puspita N. Pembimbing : Dr. Bambang Widjanarko Otok, M.Si. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa Indonesia saat ini adalah masalah pengangguran dan masalah kemiskinan. Kedua permasalahan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam membahas analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam membahas analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kesejahteraan Dalam membahas analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita harus mengetahui pengertian sejahtera. Pengertian sejahtera menurut W.J.S Poerwadarminta adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara didunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera Laporan Provinsi 169 Sumatera Selatan Jembatan Ampera Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap negara di dunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun

BAB II LANDASAN TEORI. Tabel 2.1. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 18 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Kemiskinan Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah konsep kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di ruang Perawatan Bayi Sehat (R. X) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara memiliki tujuan untuk memakmurkan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara memiliki tujuan untuk memakmurkan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara memiliki tujuan untuk memakmurkan atau mensejahterakan seluruh rakyatnya, kesejahteraan rakyat sendiri adalah kondisi di mana terpenuhinya kebutuhan dasar

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun VIII-1VIII-1 Komitmen Bupati Mandailing Natal yang akhirnya menjadi visi daerah adalah terwujudnya masyarakat Kabupaten Mandailing Natal yang yang Religius, Mandiri, Sehat dan Sejahtera melalui Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya

BAB I PENDAHULUAN. terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecamatan medan marelan merupakan salah satu dari 21 kecamatan yang terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya Kecamatan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi merupakan pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu terentu. Pengeluaran konsumsi menjadi komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah Negara tidak akan pernah lepas dari suatu masalah yang bernama Kemiskinan. Semua Negara, terutama pada Negara Negara berkembang, pasti dihadapkan pada

Lebih terperinci