BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja Pengertian Kelelahan Kerja Secara garis besar kelelahan kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang ditimbulkan dari aktivitas seseorang, sehingga orang tersebut tidak mampu lagi melakukan atau mengerjakan aktivitasnya. Kelelahan kerja dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja yang dapat berujung pada kecelakaan kerja. Berikut ini adalah beberapa pengertian kelelahan kerja: a. Menurut Suma mur (2009), kelelahan merupakan menunjukkan keadaan tubuh baik fisik maupun mental yang semuanya berakibat pada penurunan daya kerja serta ketahanan tubuh. b. Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO), kelelahan adalah sebuah kondisi fisiologis, dimana kemampuan kinerja mental atau fisik berkurang yang disebabkan oleh hilangnya waktu tidur atau terjaga dalam waktu yang panjang, fase sirkadian, atau beban kerja (aktivitas mental dan/atau fisik) yang dapat mengganggu kewaspadaan anggota sebuah kru dan kemampuan dalam mengoperasikan pesawat terbang secara aman atau melakukan tugas terkait keselamatan (Millar, 2012). 7

2 Jenis Kelelahan Menurut Susetyo, dkk. (2008), konsep kelelahan yang sudah dikenal saat ini, membedakan atas dua jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum atau general fatigue. Kelelahan otot terjadi apabila otot yang beraktivitas tidak lagi dapat berespon terhadap rangsangan dengan tingkat aktivitas kontraktil yang setara. Kelelahan umum diartikan sebagai sensasi kelelahan yang dirasakan secara umum oleh tubuh. Tubuh dirasakan terhambat dalam melakukan aktivitas, kehilangan keinginan untuk melakukan tugas-tugas fisik maupun mental, merasa berat, ngantuk dan letih. Menurut Suma mur (2009) dan Tarwaka (2014), kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Kelelahan menurut proses a. Kelelahan otot, yaitu kelelahan yang ditandai dengan tremor atau perasaan nyeri pada otot. Kelelahan ini terjadi akibat penurunan kapasitas otot dalam bekerja karena adanya kontraksi yang berulang, baik karena gerakan statis maupun dinamis. Sehingga seseorang tampak kehilangan kekuatannya untuk melakukan pekerjaan. b. Kelelahan umum, yaitu kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya kemauan dalam bekerja karena pekerjaan yang monoton, intensitas, lama kerja, kondisi lingkungan, sesuatu yang mempengaruhi mental, status gizi, dan status kesehatan. 2. Kelelahan menurut waktu a. Kelelahan akut, merupakan kelelahan yang ditandai dengan kehabisan tenaga fisik dalam melakukan aktivitas, serta akibat beban mental yang diterima saat 8

3 bekerja. Kelelahan ini muncul secara tiba-tiba karena organ tubuh bekerja secara berlebihan. b. Kelelahan kronis, juga disebut dengan kelelahan klinis yaitu kelelahan yang diterima secara terus-menerus karena faktor atau kegiatan yang dilakukan berlangsung lama dan sering. Kelelahan ini sering terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama, serta kadang muncul sebelum melakukan pekerjaan dan menimbulkan keluhan seperti sakit kepala, sulit tidur, hingga masalah pencernaan. Gejala Kelelahan Berikut ini adalah gejala-gejala kelelahan atau perasaan yang berhubungan dengan kelelahan menurut Suma mur (2009), antara lain perasaan berat di kepala, lelah di seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, mengantuk, pikiran terasa kacau, mata terasa berat, kaku dalam bergerak, tidak seimbang dalam berdiri, dan merasa ingin berbaring, merasa sulit berpikir, lelah berbicara, gugup, tidak dapat berkonsentrasi, kurang memiliki perhatian terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak dapat tekun dalam bekerja, sakit kepala, bahu terasa kaku, nyeri di punggung, nafas terasa tertekan, suara serak, haus, pening, spasme dari kelopak mata, tremor, dan merasa kurang sehat. Cara Mengatasi Kelelahan Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi kelelahan, antara lain: a. Menyediakan asupan kalori yang cukup untuk tubuh. b. Menggunakan metode yang baik dalam bekerja, misalnya bekerja dengan prinsip ergonomi. 9

4 c. Memperhatikan kemampuan tubuh dengan tidak mengeluarkan tenaga melebihi pemasukannya. d. Memperhatikan waktu kerja, dengan melakukan pengaturan jam kerja, waktu istirahat, rekreasi, dan lain-lain. e. Mengurangi bekerja secara monoton maupun ketegangan akibat kerja, misalnya dengan mengatur dekorasi dan warna ruangan kerja, menyediakan waktu olahraga, dan lain-lain. Pengukuran Kelelahan Hingga saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang akurat, hal itu disebabkan karena kelelahan adalah suatu perasaan yang subyektif dan sulit diukur. Menurut Grandjean (1997) banyak metode yang dapat digunakan untuk mengukur kelelahan kerja antara lain: kualitas dan kuantitas hasil kerja, uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test), Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2), dan uji psikomotor (psychomotor test). 1. Kualitas dan kuantitas hasil kerja Kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja yaitu waktu yang digunakan setiap item atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor. Kuantitas kerja dapat terlihat dari prestasi kerja yang dinyatakan dalam jumlah produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja dapat dilihat 10

5 dengan penilaian kualitas pekerjaan, misalnya jumlah yang ditolak, kerusakan material, dan lain-lain (Tarwaka, 2014). 2. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test) Saat seseorang dalam kondisi lelah, kemampuan seorang pekerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah seorang pekerja, maka semakin panjang waktu yang diperlukan untuk melihat jarak antara dua kelipan. Di samping untuk mengukur kelelahan, uji kelipan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan pekerja (Tarwaka, 2014). 3. Pengukuran kelelahan secara subyektif Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang yang merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan dalam mengukur tingkat kelelahan secara subyektif. Skala kelelahan IFRC yang didesain untuk pekerja dengan budaya jepang ini merupakan angket yang mengandung tiga puluh macam perasaan kelelahan. Kelemahan skala ini yaitu perasaan yang dirasakan seorang pekerja dan tiap butir pernyataan dalam skala IFRC tidak dapat dievaluasi hubungannya (Setyawati, 2010). 4. Alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2) KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan parameter yang digunakan dalam pengukuran perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subyektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Parameter ini didesain oleh Setyawati (2010) khusus bagi pekerja di Indonesia dan telah teruji kesahihan dan kehandalannya untuk mengukur perasaan kelelahan pada pekerja. Instrumen pengukuran perasaan kelelahan kerja ini dipersiapkan untuk penelitian masal pada pekerja di unit-unit kerja, sehingga bersifat sederhana, sahih, handal dan berbahasa Indonesia. 11

6 Kuesioner ini terdiri dari 17 pertanyaan tentang keluhan subyektif yang dapat diderita oleh tenaga kerja, antara lain: sukar berpikir, lelah berbicara, gugup menghadapi sesuatu, tidak pernah berkonsentrasi mengerjakan sesuatu, tidak punya perhatian terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang percaya diri, tidak tekun dalam melaksanakan pekerjaan, enggan menatap orang lain, enggan bekeja dengan cekatan, tidak tenang bekerja, lelah seluruh tubuh, lamban, tidak kuat berjalan, lelah sebelum bekerja, daya pikir menurun dan cemas terhadap sesuatu (Zuraida, dkk., 2013). 5. Uji psikomotor (psychomotor test) Metode uji psikomotor ini menggunakan fungsi persepsi, interpretasi, dan reaksi motorik. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi merupakan jangka waktu dari pemberian suatu rangsangan hingga sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi biasanya menggunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit, atau goyangan badan. Jika terjadi perpanjangan waktu reaksi, hal tersebut menunjukkan adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot (Grandjean, 1997). Di Indonesia sendiri telah berkembang alat ukur waktu reaksi dengan menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli, yaitu reaction timer. Dalam penelitian ini menggunakan alat reaction timer agar hasil pengukuran tingkat kelelahan terhadap responden bernilai kuantitatif. Berikut ini merupakan kriteria kelelahan menurut Balai Hiperkes (2004): - Normal : milidetik - Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : >240 - <410 milidetik - Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : <580 milidetik 12

7 - Kelelahan Kerja Berat (KKB) : 580 milidetik Sehingga dalam penelitian ini, penulis menggunakan KAUPK2 untuk mengukur kelelahan secara subyektif dan reaction timer untuk mengukur kelelahan secara obyektif Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja Karakteristik Individu 1. Umur Grandjean (1988) menyatakan, kondisi umur berpengaruh terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang. Kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai pada umur antara tahun dan akan terus menurun seiring dengan bertambahnya umur. Penelitian yang dilakukan Eraliesa (2009), sebanyak 61,5% pekerja yang berusia di atas 41 tahun mengalami kelelahan, dengan 50% menyatakan sangat lelah dan 11,5% menyatakan lelah. Umyati (2010) menyatakan pekerja yang berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak mampu lagi untuk bekerja dengan cepat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan, jika seseorang yang berusia lebih muda akan sanggup mengerjakan sebuah pekerjaan yang lebih berat dibandingkan dengan pekerja yang berusia lebih tua. 2. Jenis kelamin Jenis kelamin dapat berpengaruh pada kelelahan, pada pekerja wanita biasanya terjadi siklus mekanisme dalam tubuh setiap bulannya berupa menstruasi, sehingga 13

8 dapat berpengaruh terhadap turunnya kondisi fisik dan psikisnya. Sehingga tingkat kelelahan wanita lebih besar daripada pekerja laki-laki (Krisanti, 2011). Oginska dan Pokorski (2006) dalam Maurits dan Widodo (2008) menyatakan bahwa wanita memiliki kecenderungan mudah mengalami kelelahan, perubahan mood dan masalah kognitif. 3. Masa kerja Masa kerja adalah akumulasi dari waktu dimana pekerja telah memegang pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang disimpan, maka semakin banyak keterampilan yang dipelajari serta semakin banyak pekerjaan yang dikerjakan (Rohmert, 1988 dalam Andiningsari, 2009). Pengalaman kerja berpotensi mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Semakin lama seseorang bekerja dalam suatu perusahaan, maka perasaan seseorang terhadap rasa jenuh dalam bekerja akan mempengaruhi tingkat kelelahan. Umyati (2010) menyatakan bahwa masa kerja yang lebih lama akan mempengaruhi kelelahan. Kelelahan kerja yang paling banyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja lebih dari 8 (delapan) tahun sebesar 69,7%. 4. Status kesehatan Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, kesehatan adalah keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa, dan sosial, memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Aryani, 2013). Maka dari itu, kesehatan merupakan hal yang harus diutamakan terutama bagi para pekerja. Jika pekerja berada dalam kondisi sehat, maka mereka akan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan tempat mereka bekerja. 14

9 Riwayat penyakit juga memiliki hubungan terhadap kelelahan kerja. Penyakit yang dialami oleh seorang pekerja mungkin saja berasal dari pekerjaannya tersebut dan berasal dari riwayat keturunan. Penyakit yang berasal dari riwayat keturunan memang tidak bisa dihindari seperti penyakit diabetes, jantung koroner, obesitas dan lain-lain. Namun penyakit yang berasal dari jenis pekerjaan bisa dicegah. Penyakit yang berasal dari jenis pekerjaan disebut dengan penyakit akibat kerja. Penyakit ini muncul karena beberapa faktor risiko yaitu, kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang digunakan, proses produksi, cara kerja, limbah serta hasil produksinya (Buchari, 2007). Jam kerja Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jam kerja yang berlaku adalah 8 jam perhari atau 40 jam selama seminggu. Sedangkan jam kerja untuk lembur, waktu yang dianjurkan adalah 3 jam perhari atau 14 jam selama seminggu (Wijoyo, 2003). Namun petugas ATC memiliki peraturan jam kerja tersendiri yang mengacu pada aturan yang ditetapkan ICAO yang telah diadaptasi oleh Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP 287 Tahun 2015 menyatakan jumlah jam kerja yang dimaksud adalah jumlah jam kerja dalam satu hari tidak lebih dari 8 jam, dan jumlah jam kerja dalam 1 minggu tidak lebih dari 32 jam. Batas memandu pesawat dalam sehari adalah 6 jam. Menurut Suma mur (2009), jika jam kerja diperpanjang melebihi aturan yang telah ditetapkan, hanya akan mengakibatkan kelelahan kerja yang berdampak pada penurunan produktivitas kerja dan hasil kerja yang kurang memuaskan. 15

10 Shift kerja Menurut Maurits dan Widodo (2008), shift kerja merupakan periode waktu dimana suatu kelompok pekerja dijadwalkan bekerja pada tempat kerja tertentu. Di samping memiliki segi positif yaitu memaksimalkan sumber daya yang ada, shift kerja akan memiliki risiko dan mempengaruhi pekerja pada aspek psikologis berupa stres akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan (fatigue) yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan iritasi. Ada dua model shift konvesional yang umum dilakukan: 1. Kontinental Rota: 2-2-3(2)/2-3-2(2)/3-2-2(3) 2. Metropolitan Rota: 2-2-2(2) Rotasi yang digunakan pada penulisan di atas menunjukkan: pagi-siang-malam (libur). Arnvig (2006) dalam Serber, dkk. (2010) melakukan kajian literatur untuk mengevaluasi sistem shift kerja pada ATC. Arnvig menyimpulkan bahwa tidak ada satu sistem shift terbaik untuk ATC, karena banyak faktor yang berperan dalam mendesain sistem shift, seperti situasi kerja, organisasi politik, beban kerja, distribusi spasial dan temporal, serta kondisi individu itu sendiri. Banyak tempat menggunakan rapidly rotating schedules yaitu sistem 2-2-1, dimana ATC bekerja dengan sistem 2 hari shift pagi, 2 hari shift sore, dan 1 hari shift tengah malam. Selama tahun 2010, sebanyak personel ATC di Amerika Serikat telah menyelesaikan NASA ATC Fatigue Factors Survey secara online. Survei tersebut menyatakan 78% dari survei responden yang telah teridentifikasi menyatakan shift kerja sebagai penyebab kelelahan mereka. 70% dari responden survei yang bekerja shift tengah malam telah menyadari diri mereka akan tertidur saat aktif bekerja (Orasanu, dkk., 2012). Pada penelitian yang dilakukan Handayani (2010) menyatakan 16

11 adanya hubungan yang bermakna antara lama waktu bekerja dengan kejadian kelelahan kerja, dengan sebanyak 13,2% pekerja yang bekerja shift pagi mengalami kelelahan dengan kategori sangat lelah, sedangkan pekerja pada shift malam pada kategori yang sama memiliki tingkat kelelahan sebanyak 21%. Pola tidur Pola tidur adalah bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap, meliputi jadwal mulai tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan tidur. Jika pola tidur seseorang berantakan, maka dapat menimbulkan gangguan tidur. Menurut Serber, dkk. (2010), jenis-jenis gangguan tidur yang digambarkan dalam populasi Air Traffic Controller yaitu insomnia, sleep related breathing disorders (tidur terkait gangguan pernapasan), hypersomnias of central origin not due to a circadian rhythm sleep disorder, sleep related breathing disorder, or other cause of disturbed nocturnal sleep (hypersomnia sentral bukan karena gangguan ritme sirkadian tidur, gangguan pernapasan terkait dengan tidur, atau penyebab lain dari gangguan tidur malam hari), circadian rhythm sleep disorders (gangguan tidur ritme sirkadian), parasomnia, sleep related movement disorders (gangguan gerak yang terkait dengan tidur), dan gangguan tidur lainnya. Gangguan tidur tersebut biasanya disebabkan oleh shift kerja ATC, terutama akibat dari adanya shift malam. Gangguan tidur mengakibatkan penurunan konsentrasi maupun gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terjadinya kelelahan pada tubuh seseorang. Menurut hasil NASA ATC Fatigue Factors Survey secara online, rata-rata ATC di Amerika Serikat memperoleh waktu tidur sebanyak 5,8 jam per malam selama 17

12 seminggu bekerja, dengan 5,4 jam diperoleh sebelum shift pagi dan 3,25 jam yang diperoleh sebelum shift tengah malam (Orasanu, dkk., 2012). Faktor lingkungan Menurut Irianto (2014), pekerja sering atau kadang-kadang memikul beban tambahan yang berupa kondisi atau lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karena lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan, dan harus diatasi oleh pekerja atau karyawan yang bersangkutan. Beban tambahan ini dapat dikelompokkan menjadi 5 faktor yakni: 1. Faktor fisik, misalnya penerangan/pencahayaan yang tidak cukup, suhu, kelembaban yang tinggi atau rendah, kebisingan, dan sebagainya. 2. Faktor kimia yaitu bahan-bahan kimia yang menimbulkan gangguan kerja, misalnya asap, uap, dan sebagainya. 3. Faktor biologis, yaitu binatang atau hewan penggangu, dan tumbuhan yang menyebabkan pandangan mengganggu, misalnya nyamuk, lumut, taman yang tidak teratur, virus, dan bakteri. 4. Faktor sosial-psikologis, yaitu suasana kerja yang tidak harmonis, misalnya adanya konflik di tempat kerja, stres kerja, dan sebagainya. 5. Faktor fisiologis, yaitu peralatan kerja yang tidak ergonomis. Untuk jenis pekerjaan seperti radar controller, faktor lingkungan kerja yang paling diperhatikan adalah stres kerja karena ATC dituntut memiliki konsentrasi serta kewaspadaan yang tinggi agar dapat memandu pesawat dengan baik dan pesawat terhindar dari insiden. Menurut Tarwaka (2014), banyak hal yang dapat menjadi faktor stres kerja, seperti kondisi individu itu sendiri, hubungan sosial, hingga strategi dalam 18

13 menghadapi stres itu sendiri. Jika stres tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan beberapa efek samping, seperti depresi, gangguan tidur, dan gangguan mental Air Traffic Controller Pengertian Air Traffic Controller Air Traffic Controller (ATC) merupakan pemandu atau pengatur lalu lintas udara sejak pesawat tersebut akan terbang hingga sampai pada tujuan. Pilot harus membuat rencana penerbangan yang harus diajukan ke unit ATC sebelum melakukan penerbangan. Rencana penerbangan tersebut meliputi bahan bakar yang dibawa, kemudian alternatif pendaratan atau pendaratan darurat. Dari sinilah pelayanan dari Air Traffic Control dimulai. Menurut International Virtual Aviation Organisation (2015), unit Air Traffic Control terdiri dari: 1. Aerodrome Control Tower (TWR) merupakan unit pengaturan hanya sebatas jarak pandang ATC di tower, apabila pesawat diluar jarak pandang ATC maka ruang udara perlu ditingkatkan menjadi APP. 2. Approach Control Unit (APP) merupakan unit pengaturan lalu lintas udara apabila di luar jarak pandang tower ATC. 3. Area Control Centre (ACC) merupakan unit pemantauan ruang udara lapis atas dari mulai ketinggian Fl 245 (Flight Level) sampai dengan Fl 460. Namun pada Air Traffic Control di bandara internasional tersebut terdapat dua unit kontrol yaitu bagian kontrol tower (tower control) dan bagian kontrol radar (radar control), pada dasarnya unit tersebut memiliki tanggung jawab yang sama terhadap pemantauan pesawat dan keselamatan dalam penerbangan. Namun pengaturan tugas 19

14 yang berbeda, pada ruang kontrol tower bertugas untuk mengontrol pesawat dalam jarak pandang tower. sedangkan ruang kontrol radar bertugas mengontrol pesawat yang berada di luar jarak pandang tower. Tujuan pelayanan lalu lintas udara yang diberikan oleh ATC berdasarkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil bagian 170 antara lain (Menteri Perhubungan, 2009): 1. Mencegah tabrakan antar pesawat 2. Mencegah tabrakan antar pesawat di area pergerakan rintangan di area tersebut 3. Mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas udara 4. Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara 5. Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam pencarian yang memerlukan pencarian dan pertolongan sesuai dengan organisasi yang dipersyaratkan Peranan Air Traffic Controller Peranan ATC yang paling penting adalah dalam hal pemberian pelayanan navigasi, namun di samping itu ATC juga memiliki peran yang tidak kalah pentingnya, baik di udara maupun di darat. 1. Peran ATC di darat Berikut adalah peran ATC di darat: a. Peran ATC dalam memberikan informasi dan instruksi kepada pesawat. Dalam hal ini pilot dan awak pesawat harus mendapatkan informasi yang benar, jelas dan lengkap sepanjang runway dan taxiway sebelum melakukan penerbangan dan pesawat masih berada di bandara. 20

15 b. Peran ATC dalam menanggulangi jam sibuk di bandara. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur jadwal penerbangan. Jam sibuk bandara berkaitan dengan arus penumpang. Pada saat jam sibuk merupakan saat dimana beban tugas ATC akan terasa, karena mereka diwajibkan memandu suatu penerbangan sejak keberangkatan hingga kedatangan pesawat ke bandara dengan selamat. c. Peranan ATC dalam pengendalian kebisingan di bandara. Peran ATC diperlukan dalam strategi pengendalian kebisingan, yaitu melalui penggunaan landasan pacu tertentu, banyak jenis pesawat udara yang tidak begitu dipengaruhi oleh cross wind atau tail wind ketika tinggal landas atau akan mendarat. 2. Peran ATC di udara Peran ATC di udara lebih mengatur rute-rute penerbangan yang akan dilalui pesawat. Pilot harus mengikuti instruksi ATC, karena semua pesawat yang akan terbang dari take-off hingga landing, dan sampai tempat tujuan selalu dipantau oleh ATC. Informasi yang diberikan kepada pilot sangat membantu dalam penerbangan, misalnya informasi mengenai cuaca maupun bencana alam yang sedang terjadi, sehingga pilot dapat mengambil inisiatif dalam penerbangan untuk menghindari cuaca buruk tersebut. 21

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat transportasi yang aman dan nyaman. Salah satu mode transportasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat transportasi yang aman dan nyaman. Salah satu mode transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor transportasi menjadi salah satu tolok ukur dalam menentukan perkembangan sebuah negara. Sektor transportasi harus memiliki sistem manajemen yang sangat baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan di dalam Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970 pasal 3.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan di dalam Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970 pasal 3. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja adalah penduduk yang produktif dan oleh karena itu sangat besar peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan atau memberikan nilai tambah, kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kelelahan Konsep mengenai kelelahan sering ditemui pada pengalaman pribadi, kata kelelahan digunakan untuk menunjukan kondisi yang berbeda yaitu semua yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bertahap. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelelahan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian. Semua jenis pekerjaan baik formal dan informal menimbulkan kelelahan kerja. Kelelahan adalah perasaan subjektif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelelahan Kerja Pengertian kelelahan kerja Banyak pengertian mengenai kelelahan kerja yang telah dikemukakan oleh para ahli. Secara garis besar kelelahan kerja merupakan suatu kondisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang. (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001).

BAB II LANDASAN TEORI. Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang. (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001). BAB II LANDASAN TEORI A. Kualitas Kehidupan Bekerja 1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. higiene perusahaan dan kesehatan kerja, memiliki segi-segi khusus yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. higiene perusahaan dan kesehatan kerja, memiliki segi-segi khusus yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suma mur (2014) menyatakan bahwa industri tekstil ditinjau dari segi higiene perusahaan dan kesehatan kerja, memiliki segi-segi khusus yang tidak ditemui dalam industri

Lebih terperinci

Peneliti, Pratiwi Andiningsari

Peneliti, Pratiwi Andiningsari Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP TINGKAT KELELAHAN (FATIGUE) PADA PENGEMUDI TRAVEL X TRANS TRAYEK JAKARTA-BANDUNG TAHUN 2009 Yth, Saudara/I Selamat Pagi/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Shift Kerja 2.1.1 Defenisi Shift Kerja Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan dengan pekerjaan yang dibentuk di luar jam kerja biasa (08.00-17.00).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelelahan Kerja 1. Definisi Kelelahan Kerja Salah satu ciri makhluk hidup adalah bergerak. Semua gerak dan kesibukan manusia mempunyai arti bagi mereka. Apabila dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi modern memungkinkan manusia untuk melakukan berbagai hal sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam masyarakat, dikenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang yang memiliki jiwa profesional akan melakukan pekerjaan yang dimilikinya dengan penuh suka cita dan bersedia dalam pekerjaannya serta mampu menjadi pekerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pekerja Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin ERGONOMI Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandinavia - Human (factor) engineering atau Personal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu pelayanan yang beroperasi 24 jam dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah sakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umum yang dimaksud dengan shift kerja adalah semua pengaturan jam kerja,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umum yang dimaksud dengan shift kerja adalah semua pengaturan jam kerja, 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Shift Kerja 2.1.1 Definisi Shift Kerja Shift kerja mempunyai berbagai definisi tetapi biasanya shift kerja disamakan dengan pekerjaan yang dibentuk diluar jam kerja biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata kelelahan diterapkan di berbagai macam kondisi. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata kelelahan diterapkan di berbagai macam kondisi. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja 2.1.1. Definisi Kelelahan Kerja Kata kelelahan diterapkan di berbagai macam kondisi. 9 Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi tidak aman (unsafe condition). Keselamatan merupakan hal yang harus diutamakan dalam dunia penerbangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waktu Kerja Waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal waktu kerja meliputi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penerbangan di Indonesia berkembang dengan cepat setelah adanya deregulasi mengenai pasar domestik melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Potensi bahaya banyak ditemukan di setiap tempat dimana kita melakukan aktivitas pekerjaan baik dirumah, di jalan, maupun di tempat kerja. Dalam UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan kerja 1. Definisi Kelelahan adalah proses yang mengakibatkan penurunan kesejahteraan, kapasitas atau kinerja sebagai akibat dari aktivitas kerja (Mississauga, 2012) Kelelahan

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pengemudi travel X-Trans Jakarta dengan trayek Jakarta-Bandung yang berjumlah 60 orang. Namun seiring dengan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Dalam penelitian ini, karakteristik responden terdiri atas usia, status pernikahan, pengalaman kerja, dan tingkat pendidikan. 1. Usia Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan terhadap pasien (Praptiningsih, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan terhadap pasien (Praptiningsih, 2006). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keperawatan 2.1.1 Definisi Keperawatan Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN MANAJEMEN K3 TERHADAP TINDAKAN TIDAK AMAN (UNSAFE ACTION) PADA PEKERJA

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN MANAJEMEN K3 TERHADAP TINDAKAN TIDAK AMAN (UNSAFE ACTION) PADA PEKERJA Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN MANAJEMEN K3 TERHADAP TINDAKAN TIDAK AMAN (UNSAFE ACTION) PADA PEKERJA DI PT. INTI BENUA PERKASATAMA DUMAI Saya adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga terjadi pemulihan sementara. Menurut Suma mur (2009) kelelahan (fatigue) menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga terjadi pemulihan sementara. Menurut Suma mur (2009) kelelahan (fatigue) menunjukkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan Kerja 1. Pengertian Kelelahan Menurut Tarwaka (2010), kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga

Lebih terperinci

Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Kelelahan Kerja Melalui Subjective Self Rating Test

Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Kelelahan Kerja Melalui Subjective Self Rating Test Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Kelelahan Kerja Melalui Subjective Self Rating Test Titin Isna Oesman 1 dan Risma Adelina Simanjuntak 2 Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta ti_oesman@yahoo.com,risma_stak@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan

BAB II LANDASAN TEORI. diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Moril Kerja 1. Definisi Moril Moril adalah sikap atau semangat yang ditandai oleh adanya kepercayaan diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelelahan merupakan masalah yang umum dialami banyak orang. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kelelahan merupakan masalah yang umum dialami banyak orang. Semakin BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kelelahan merupakan masalah yang umum dialami banyak orang. Semakin banyak aktivitas manusia, maka kemungkinan seseorang mengalami kelelahan semakin besar. Kelelahan merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja :

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja : BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Postur Kerja Postur atau sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerja dalam hubungan pertambangan. Pertambangan di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerja dalam hubungan pertambangan. Pertambangan di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena pertambangan pada era globalisasi banyak memunculkan persoalan mengenai higene perusahaan dan kesehatan kerja serta keselamatan kerja dalam hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia tentunya sangat berperan dalam suatu perusahaan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan siap pakai untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan teh yang terletak di Kebun Ciater merupakan salah satu perusahaan yang beroperasi selama 24 jam. Dengan jam kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain stasiun kerja akan berpengaruh pada sikap kerja yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Desain stasiun kerja akan berpengaruh pada sikap kerja yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desain stasiun kerja yang ergonomis merupakan suatu hal yang sangat penting untuk pencapaian suatu produktivitas kerja yang tinggi. Desain stasiun kerja akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh perawat. Perawat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh perawat. Perawat merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan yang beroperasi 24 jam dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh perawat. Perawat merupakan salah satu pegawai yang selalu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi a. Pengertian Ergonomi adalah ilmu, penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan dengan baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan Kerja 2.1.1 Pengertian Kelelahan Kerja Kata lelah (fatique) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. pada fungsi fisiologis dan psikologis seseorang. Sekitar tahun 1920, Walter

BAB 1. PENDAHULUAN. pada fungsi fisiologis dan psikologis seseorang. Sekitar tahun 1920, Walter BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Stres dapat digambarkan sebagai suatu keadaan yang mengganggu pada fungsi fisiologis dan psikologis seseorang. Sekitar tahun 1920, Walter Canon untuk pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kelelahan adalah proses yang mengakibatkan penurunan kesejahteraan, kapasitas atau kinerja sebagai akibat dari aktivitas kerja (Mississauga, 2012). Kelelahan kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KELELAHAN 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini kondisi jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini kondisi jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini masih banyak terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (occupational diseases), baik pada sektor formal maupun sektor informal (seperti sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisik (physical fatigue) dan kelelahan mental (mental fatigue). Kelelahan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisik (physical fatigue) dan kelelahan mental (mental fatigue). Kelelahan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kelelahan Kerja Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam

BAB V PEMBAHASAN. saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Masa Kerja Masa kerja dihitung dari hari pertama masuk kerja sampai dengan saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan daripada yang sebelumnya (Susetyo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan daripada yang sebelumnya (Susetyo, 2012). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi mendorong manusia mengerahkan segenap potensi untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada. Manusia dapat mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perusahaan pasti memiliki berbagai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada dalam perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan, maka

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghasilkan suatu produk dan jasa yang dapat dipasarkan dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan, maka perusahaan tersebut harus

Lebih terperinci

kelelahan (Ryna Parlyna dan Arif Marsal, 2013).

kelelahan (Ryna Parlyna dan Arif Marsal, 2013). 2.1 Kelelahan Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja Kata lelah (fatique) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: ANALISIS KONDISI SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA OPERATOR OFFSHORE DI PT. X DENGAN METODE PSIKOFISIOLOGI

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: ANALISIS KONDISI SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA OPERATOR OFFSHORE DI PT. X DENGAN METODE PSIKOFISIOLOGI ANALISIS KONDISI SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA OPERATOR OFFSHORE DI PT. X DENGAN METODE PSIKOFISIOLOGI Rudi Aman 1*, Dutho Suh Utomo 2, Lina Dianati Fathimahhayati 3* 1,2,3 Program Studi Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawat 2.1.1 Pengertian Perawat Secara sederhana, perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang lain yang mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, defenisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja 2.1.1. Pengertian Kelelahan Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN KUESIONER GAMBARAN GETARAN MEKANIS DAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA PEMECAH BATU DI BAGIAN PRODUKSI CV. BAROKAT MAQOBUL BINJAI TAHUN 2016 Nama : Jenis Kelamin : *Pr / Lk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa defenisi produktivitas kerja, antara lain : adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa defenisi produktivitas kerja, antara lain : adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Defenisi Produktivitas Kerja Terdapat beberapa defenisi produktivitas kerja, antara lain : Menurut Hasibuan dalam Edyun (2012) produktivitas adalah meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelelahan kerja adalah gejala yang berhubungan dengan penurunan efisiensi

I. PENDAHULUAN. Kelelahan kerja adalah gejala yang berhubungan dengan penurunan efisiensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelelahan kerja adalah gejala yang berhubungan dengan penurunan efisiensi kerja, keterampilan, kebosanan, serta peningkatan kecemasan. Kata lelah memiliki arti tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia penerbangan, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan bertambahnya pesawat-pesawat yang digunakan oleh industri-industri penerbangan. Pertambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja berhubungan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja berhubungan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja berhubungan dengan ergonomi, yaitu : sikap dan cara kerja, kegelisahan kerja, beban kerja yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelelahan Kerja a. Pengertian Kelelahan Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Maulidi, 2012). Kelelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin suksesnya industrialisasi tersebut dituntut tingkat efisiensi yang tinggi terhadap penggunaaan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN STATUS GIZI DAN ASUPAN ENERGI TERHADAP KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA I PABRIK PULAU TIGA TAHUN 2015 Yth. Saudara/I Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia, yaitu dapat memberikan kepuasan, tantangan, bahkan dapat pula menjadi gangguan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi Kata ergonomi atau dalam bahasa inggris ergonomics berasal dari bahasa Yunani, yaitu ergos yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum, jadi ergonomi dapat diterjemahkan

Lebih terperinci

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. 1. Beban Kerja a. Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan pekerja dimana dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan panca indera manusia yang berfungsi sebagai alat penglihatan. Dengan mata kita dapat melihat sesuatu dan mampu melakukan setiap jenis pekerjaan. Untuk

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI AIR TRAFFIC CONTROLLER (ATC) BEKERJA DI BANDARA DI SUSUN OLEH :

ETIKA PROFESI AIR TRAFFIC CONTROLLER (ATC) BEKERJA DI BANDARA DI SUSUN OLEH : ETIKA PROFESI AIR TRAFFIC CONTROLLER (ATC) BEKERJA DI BANDARA DI SUSUN OLEH : 1. Wira Satya Pratama Biantong ( D42115015 ) 2. Muh. Muhtasan ( D42115515) TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu. Semakin lama waktu kerja yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu. Semakin lama waktu kerja yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja maka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waktu Kerja Waktu kerja merupakan waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan pekerjaan, yang dapat dilakukan pada siang, sore dan malam hari. Waktu kerja adalah penggunaan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Organisasi atau perusahaan merupakan sebuah tempat dimana pekerja merupakan salah satu bagian penting dalam kesuksesan sebuah perusahaan. Bekerja adalah penggunaan tenaga

Lebih terperinci

Pengukuran Kelelahan Shift Kerja Pada Pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT. BGR Jambi

Pengukuran Kelelahan Shift Kerja Pada Pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT. BGR Jambi Pengukuran Kelelahan Shift Kerja Pada Pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT. BGR Jambi Diana Chandra Dewi 1, Julianus Hutabarat 2, Prima Vitasari 3 1,2,3) Program Studi Teknik Industri S-2, Pascasarjana, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut dengan meratifikasi 15 Konvensi International Labour Organization (ILO). Delapan

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut dengan meratifikasi 15 Konvensi International Labour Organization (ILO). Delapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia perlu terus ditingkatkan karena kualitas sumber daya manusia mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 NASA-TLX Analisis Setiap Dimensi NASA-TLX

BAB V PEMBAHASAN 5.1 NASA-TLX Analisis Setiap Dimensi NASA-TLX BAB V PEMBAHASAN 5.1 NASA-TLX 5.1.1 Analisis Setiap Dimensi NASA-TLX NASA-TLX merupakan suatu prosedur pembobotan dan rating multi-dimensional yang menyediakan suatu penilaian beban kerja secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menambah peluang menurunnya jaminan kualitas keselamatan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. menambah peluang menurunnya jaminan kualitas keselamatan transportasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketidakseimbangan antara kapasitas suatu infrastruktur transportasi dan volume permintaan akan jasa transportasi telah menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization)

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization) dan GATT (General Agreement On Tariffs And Trade) yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di lingkungan industri. Faktor yang paling utama timbulnya kecelakaan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di lingkungan industri. Faktor yang paling utama timbulnya kecelakaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan industri. Faktor yang paling utama timbulnya kecelakaan kerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi,

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu tentang mengantisipasi, merekognisi, menilai, dan mengendalikan suatu bahaya yang berasal atau terdapat di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan sebalikanya adalah waktu istirahat. Memeperpanjang waktu kerja lebih dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan Kerja 1. Pengertian Kelelahan Kerja Pada umumnya kelelahan kerja didefinisikan berkurangnya energi dan motifasi yang dapat berpengaruh pada kemampuan fisik, mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali dana bantuan umum yang diberikan ke Negara berkembang. Jumlah santunan yang dibayarkan sebesar Rp triliun.

BAB I PENDAHULUAN. kali dana bantuan umum yang diberikan ke Negara berkembang. Jumlah santunan yang dibayarkan sebesar Rp triliun. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional, baik di sektor tradisional maupun modern. Menurut ILO (2003), setiap

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT KELELAHAN PADA RADAR CONTROLLER DI SALAH SATU BANDARA INTERNASIONAL DI INDONESIA TAHUN 2016

GAMBARAN TINGKAT KELELAHAN PADA RADAR CONTROLLER DI SALAH SATU BANDARA INTERNASIONAL DI INDONESIA TAHUN 2016 UNIVERSITAS UDAYANA GAMBARAN TINGKAT KELELAHAN PADA RADAR CONTROLLER DI SALAH SATU BANDARA INTERNASIONAL DI INDONESIA TAHUN 2016 AYU RATIH UTAMI NARAISWARI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara

Lebih terperinci

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Pilihlah salah satu pilihan yang sesuai dengan keadaan anda, beri tanda silang (X) pada kolom yang tersedia untuk setiap pertanyaan. 1. Keadaan perasaan sedih (sedih,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya pembangunan industri tentunya akan semakin meningkat pula risiko yang berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja. Bahaya di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gabah dan memisahkan lapisan kulit air beras dari beras pecah kulit untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gabah dan memisahkan lapisan kulit air beras dari beras pecah kulit untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggilingan Padi Menurut Suprayono dan Setyono yang dikutip oleh Sijabat (2007) penggilingan padi adalah salah satu proses mekanik memisahkan sekam dari gabah dan memisahkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sarana dan prasarana transportasi terus mengalami perkembangan yang pesat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sarana dan prasarana transportasi terus mengalami perkembangan yang pesat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana dan prasarana transportasi terus mengalami perkembangan yang pesat, hal ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan infrastruktur transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketahanan tubuh untuk bekerja(suma mur, 2013).Pada umumnya kelelahan kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketahanan tubuh untuk bekerja(suma mur, 2013).Pada umumnya kelelahan kerja 2.1 Kelelahan Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Kelelahan Kerja Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang penyebab utamanya adalah mata (kelelahan visual), kelelahan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawat Perawat merupakan salah satu tenaga medis di rumah sakit yang memberikan pelayanan untuk menunjang kesembuhan pasien, oleh sebab itu peran perawat di rumah sakit sangatlah

Lebih terperinci

Pengukuran Kelelahan

Pengukuran Kelelahan Kegiatan Belajar -7.2 Modul 4: Pengukuran Kelelahan Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc Modul-4, data M Arief Latar 1 PENGUKURAN KELELAHAN SECARA SUBYEKTIF (subyective feeting of fatigue) Pengukuran kelelahan mengunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan Gatt yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI DAMPAK PENGGUNAAN AC (AIR CONDITIONING) PADA BUS TERHADAP TINGKAT KELELAHAN PENGEMUDI

STUDI KOMPARASI DAMPAK PENGGUNAAN AC (AIR CONDITIONING) PADA BUS TERHADAP TINGKAT KELELAHAN PENGEMUDI STUDI KOMPARASI DAMPAK PENGGUNAAN AC (AIR CONDITIONING) PADA BUS TERHADAP TINGKAT KELELAHAN PENGEMUDI (studi pada pengemudi Bus Jurusan Tasikmalaya-Bandung PT. Hs Budiman 45 Tasikmalaya) Oleh : Rena Meiliani,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk (Nanny, 2007). Bising dengan intensitas

Lebih terperinci