BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja berhubungan dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja berhubungan dengan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja berhubungan dengan ergonomi, yaitu : sikap dan cara kerja, kegelisahan kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai, pekerjaan yang berulang-ulang. Pengaruhpengaruh tersebut berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Perasaan ini dapat mengakibatkan seseorang berhenti bekerja. Interaksi antara manusia, alat dan bahan, serta lingkungan kerja menimbulkan beberapa pengaruh terhadap tenaga kerja. Pengaruh atau dampak negatif sebagai hasil samping proses industri merupakan beban tambahan dari tenaga kerja yang bisa menimbulkan kelelahan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya beban tambahan lingkungan kerja, yaitu : 1. Faktor fisik, meliputi penerangan, kebisingan, vibrasi mekanis, iklim kerja dan radiasi. 2. Faktor kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut fume, asap, awan, cairan dan benda padat. 3. Faktor biologis, meliputi tumbuhan dan hewan. 4. Faktor fisiologis, meliputi konstruksi mesin, sikap dan cara kerja. 5. Faktor psikologis, meliput i suasana kerja, hubungan antara pekerja atau dengan atasan. (Depnaker, 2004) Pembebanan otot secara statis (static muscular loading)jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan Repetition Strain Injuries (RSI), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang

2 dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. (Nurmianto, 2003) Sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/ posisi kerja akan sangat penting. (Suma mur, 1999) Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan menderita cacat tubuh. (Wignjosoebroto, 2003) Sikap tubuh dalam bekerja harus memperhatikan : 1. Senantiasa diupayakan agar semua pekerjaan dilaksanakan dengan sikap duduk dan sikap berdiri yang bergantian. 2. Segala posisi dan sikap tubuh yang tidak alami dihindarkan atau diusahakan agar bebas statis sekecil-kecilnya. (Fikri, 2002) 2.2. Kelelahan Kerja Kelelahan merupakan akibat dari kebanyakan tugas pekerjaan yang sama. Pada pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata-rata panjang waktu yang diambil untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas. Waktu pendistribusian yang hati-hati sering menunjukkan kelambatan performansi sebagaimana yang tampak dalam pendistribusian proporsi yang lebih besar dari siklus lambat yang tidak normal. (Nurmianto, 2003) Defenisi Kelelahan Kerja

3 Ada beberapa defenisi dari kelelahan kerja, yaitu : 1. Kelelahan kerja menurut Suma mur (1996), merupakan proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. 2. Kelelahan kerja menurut Eko Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. 3. Kelelahan kerja menurut Tarwaka (2004), merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. 4. Kelelahan kerja menurut AM. Sugeng Budiono (2003), adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja Penyebab Kelelahan Kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda, yaitu : 1. Beban Kerja Merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja, baik fisik maupun mental dan tanggung jawab. Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan kelelahan kerja. (Depkes, 1991) 2. Beban Tambahan Beban tambahan merupakan beban diluar beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut berassal dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kelelahan adalah:

4 a. Iklim Kerja Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Kepmenaker, No: Kep-51/MEN/1999). Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sedangkan suhu terlalu tinggi akan menyebabkan kelelahan dengan akibat menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat, dan produksi keringat meningkat. (Rasjid, 1989) b. Kebisingan Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan. (Setiarto, 2002) c. Penerangan Penerangan ditempat kerja merupakan salah satu sumber cahaya yang menerangi bendabenda ditempat kerja. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan. Penerangan tempat kerja yang tidak adekuat juga bisa menyebabkan kelelahan mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. 3. Faktor Individu

5 a. Umur Umur dapat mempengaruhi kelelahan kerja. Semakin tua umur seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang. (Suma mur, 1999) b. Masa Kerja Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu: 1. Masa kerja < 6 tahun 2. Masa kerja 6-10 tahun 3. Masa kerja >10 tahun Jenis Kelelahan Kerja Kelelahan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu berdasarkan : 1. Proses a. Kelelahan otot ialah menurunnya kinerja sesudah mengalami stress tertentu yang ditandai dengan menurunnya kekuatan dan kelambanan gerak. b. Kelelahan umum, menurut Grandjean (1985) ialah suatu perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Perasaan adanya kelelahan secara umum ditandai dengan berbagai kondisi antara lain :

6 Kelelahan visual, yaitu ketegangan yang terjadi pada organ visual (mata). Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan mental atau intelektual (proses berpikir). Kelelahan syaraf, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh tekanan berlebihan pada salah satu bagian sistem psikomotor, seperti pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan. Kelelahan monotonis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang bersifat rutin, monoton, atau lingkungan kerja yang sangat menjemukan. Kelelahan kronis, yaitu yaitu kelelahan yang disebabkan olehakumulasi efek jangka panjang. Kelelahan sirkandian, yaitu bagian dari ritme siang-malam dan memulai periode tidur yang baru. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktifitas). 2. Waktu terjadinya kelelahan a. Kelelahan akut, disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba. b. Kelelahan kronis, merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan, selain itu timbulnya keluhan psikosomatis seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum, meningkatnya sejumlah penyakit fisik seperti sakit kepala, perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak jantung yang tidak normal, dan lain-lain 3. Penyebab terjadinya kelelahan

7 a. Faktor fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya faktor lingkungaan fisik, seperti penerangan, kebisingan, panas dan suhu. b. Faktor psikologis terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan. (Ida, 2001) Mekanisme Kelelahan Konsep kelelahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem penghambat (inhibisi dan system penggerak/aktivasi) Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot, yaitu: 1. Teori Kimia Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sistem metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. 2. Teori syaraf pusat Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf oleh syaraf sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi ini akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Kondisi dinamis dari pekerjaan akan meningkatkan sirkulasi darah yang juga mengirimkan zat-zat makanan bagi otot dan mengusir asam laktat. Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan

8 kelelahan otot lokal. Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada jaringan tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja (performance) seseorang. (Eko Nurmianto, 2003) Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadangkadang salah satu daripadanya lebih dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada kondisi yang memberikaan stabilitas pada tubuh. (Suma mur PK, 1999) Proses Akumulasi Kelelahan Kelelahanyang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi akan menyebabkan apa yang disebut dengan lelah kronis. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis dapat dicirikan seperti : Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran atau a- sosial terhadap orang lain. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan. Depresi yang berat, dan lain-lain. Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa diri seseorang akan sulit untuk didefinisikan secara jelas. Problematik kelelahan akhirnya membawa manajemen untuk selalu berupaya mencari jalan keluarnya. Selain memberikan waktu istirahat yang cukup untuk proses pemulihan (recovery) kondisi fisik yang lelah, lamanya periode waktu kerja juga bisa memberikan dampak perubahan terhadap efisiensi operator.

9 Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output per jam, sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja perjamnya. Misalnya tidak hanya akan memberikan hasil yang meragukan, tetapi juga akan diikuti dengan meningkatnya absen karena sakit atas rasas lelah yang berlebihan. Jam kerja 8 jam/ hari sulit untuk dilampaui tanpa menimbulkan efek-efek negatif terhadap fisik manusia. Penambahan jam kerja hanya bisa ditoleransi untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, ringan (non fisik) dan banyak memiliki kesempatan untuk istirahat. Pengaturan jadwal kerja harian sebesar 8 jam per hari sudah merupakan hasil yang optimal. Meskipun dalam hal ini pemberian waktu istirahat masih diperlukan dan bisa disisipkan diantara kurun waktu 8 jam tersebut Pengaturan Jadwal Istirahat dalam suatu Periode Hari Kerja Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia (pekerja). Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja. Tetapi besar kecilnya presentase tersebut juga dapat tergantung pada tipe pekerjaannya. Untuk pekerjaan normal fisik berat (kerja berat/ kasar), presentase waktu istirahat yang diperlukan bisa mencapai 30%. Bekerja dengan frekwensi istirahat yang sering akan lebih baik dibandingkan dengan yang jarang. Beberapa kali melakukan istirahat pendek (3 : 5 menit) akan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari output yang dihasilkan maupun efek terhadap fisik tubuh daripada diberikan sekaligus istirahat dalam jangka waktu panjang Akibat Kelelahan Kerja Kelelahan dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan yang sering timbul. Menurut Suma mur (1996) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :

10 1. Terjadinya pelemahan kegiatan Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, pikiran kacau, mengantuk, mata berat, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri dan merasa ingin berbaring. 2. Terjadinya pelemahan motivasi Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang, kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam pekerjaan. 3. Gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum Sakit kepala, kekakuan bahu, nyeri di punggung, pernafasan seperti tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat. Oleh karenanya terjadi kecenderungan meningkatnya absenteisme terutama mangkir kerja jangka pendek, sebabnya adalah kebutuhan untuk beristirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit Penanggulangan Kelelahan Kerja 1. Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan. 2. Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan. 3. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor. 4. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja. 5. Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.

11 6. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan. 7. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupannya. 8. Disediakan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat dilaksanakan secara baik. 9. Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-sebaiknya. 10. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan. 11. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba, dan obat berbahaya. 2.3.Shift Kerja Seseorang akan berbicara mengenai shift kerja bila dua atau lebih pekerja bekerja secara berurutan pada lokasi pekerjaan yang sama. Bagi seorang pekerja, shift kerja berarti berada pada lokasi kerja yang sama, baik teratur pada saat yang sama (shift kerja kontinyu) atau pada waktu yang berlainan (shift kerja rotasi). Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/ hari. Biasanya perusahaan yang berjalan secara kontinyu yang menerapkan aturan shift kerja hari ini. Bekerja dalam perputaran waktu dapat diatur dalam banyak cara. Bagi industri manufaktur dan jasa, cara yang umum digunakan adalah membagi 24 jam menjadi 3 shift dengan panjang yang sama. Di Inggris dan Eropa biasanya diterapkan dari pukul sampai (shift pagi), sampai (shift sore), dan sampai (shift malam) atau satu jam (bisa 2 jam) lebih dulu untuk tiap shift.

12 Pekerja shift adalah sebagai seseorang yang bekerja diluar jam kerja normal dalam seminggu. Para pekerja shift termasuk mereka yang bekerja dalam tim berotasi, pekerja malam dan mereka yang bekerja pada jam-jam yang tidak umum, minggu kerja yang tidak umum dan hari kerja yang diperpanjang. (Lanfranchi, 2001) Karakteristik dan Kriteria Shift Kerja Shift kerja mempunyai dua macam bentuk, yaitu shift berputar (rotation) dan shift tetap (permanent). Dalam merancang perrputaran shift ada dua macam yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan. 2. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehdiupan keluarga dan kontak sosial. Knauth (1988) dalam jurnalnya yang berjudul The Design of Shift Systems mengemukakan bahwa terdapat 5 (lima) faktor utama yang harus diperhatikan dalam shift kerja, antara lain : 1. Jenis shift (pagi, sore, malam). 2. Panjang waktu tiap shift 3. Waktu dimulai dan diakhirinya satu shift. 4. Distribusi waktu istirahat. 5. Arah transisi shift. Ada 5 (lima) kriteria dalam mendesain suatu shift kerja, antara lain : 1. Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan. 2. Seorang pekerja tidak boleh lebih dari tujuh hari berturut-turut (seharusnya 5 hari kerja, 2 hari libur). 3. Sediakan libur akhir pekan (setidaknya 2 hari).

13 4. Rotasi shift mengikuti matahari. 5. Buat jadwal yang sederhana dan mudah diingat Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kesehatan Fisik Sudah dipercaya bahwa sebagian besar dari pekerja yang bekerja pada shift malam memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja dibandingkan mereka yang bekerja pada shift normal (shift pagi). Josling (1998) dalam artikelnya yang berjudul Shift Work and III-Health mempertegas anggapan tersebut dengan menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Circardian Learning Centre di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa para pekerja shift, terutama yang bekerja di malam hari dapat terkena beberapa permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan ini antara lain : gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan gangguan kesehatan tersebut, ditambah dengan tekanan stres yang besar dapat secara otomatis meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan pada para pekerja shift malam Sistem Shift Kerja Ada beberapa jenis sistem shift kerja yang dikenal perusahaan. Secara umum, sistem itu dapat dibagi dalam beberapa pola, namun tidak menutup kemungkinan suatu shift kerja dapat memiliki beberapa aspek dari pola yang berlainan. Kogi (1985) mencatat empat hal penting dari sebuah sistem shift, yaitu : 1. Apakah shift kerja tersebut dilakukan pada waktu tidur seseorang yang normal? 2. Apakah kerja dilakukan pada seminggu penuh atau memasukkan hari istirahat diantaranya? 3. Bagaimana pembagian shift yang dilakukan dalam satu hari kerja?

14 4. Apakah pekerja melakukan shift yang sama setiap hari atau mengalami rotasi dengan shift lain? Bagaimanakah Memilih Sistem Shift Kerja Yang Sesuai Pada dasarnya, terdapat tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem shift, yakni : 1. Kesehatan dan Keselamatan Pekerja Suatu sistem syaraf manusia biasanya memiliki daya tolak yang luar biasa terhadap perubahan yang tiba-tiba. Jadi, penjadwalan kerja seharusnya diatur sehingga tidak menggangu sistem syaraf tersebut secara berlebihan. Biasanya hal ini dilakukan dengan memberikan perubahan bersifat sementara dan berikutnya pekerja dikembalikan pada kondisi normalnya. Misalnya, seorang pekerja hanya menjalani satu shift malam dalam satu minggunya. Cara lain, adalah dengan memberikan perubahan yang permanen pada pekerja hingga ia terbiasa dengan keadaan tersebut. Contoh, pekerja tersebut melakukan shift malam terus-menerus tanpa diselingi oleh shift yang berlainan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pekerja yang mengalami gangguan kesehatan, seperti kesulitan pencernaan dan sulit tidur, biasanya dipengaruhi secara negatif oleh shift malam. (Calvarhais, Tepas & Mahan, 1988). 2. Performansi Kerja Berkurangnya jumlah dan kualitas tidur pekerja malam mengacu pada berkurangnya performansi pekerja. Pada beberapa pekerjaan, interaksi yang terjadi pada kesenjangan kebutuhan kerja-kondisi tubuh dengan kesulitan tidur dapat

15 menimbulkan penurunan secara signifikan pada performansi dan keselamatan pekerja malam. (Monk, Wagner, 1989) 3. Interaksi Sosial Kebutuhan seseorang pasti berbeda-beda. Permasalahan pokok yang berhubungan dengan shift kerja adalah terkadang pekerja tidur saat kegiatan sosial berlangsung. Hal ini menyebabkan pekerja sulit memberikan waktunya pada keluarga, berkumpul dengan teman atau berinteraksi dengan masyarakat untuk mendapatkan nilai sosial yang besar. Sedangkan kegiatan harian lainnya seperti olahraga, berbelanja atau menonton televisi sebagai hiburan dapat dilupakan. Selanjutnya dalam menentukan shift kerja yang sesuai, kriteria perlu diterapkan untuk mendapatkan sistem yang disetujui banyak pihak. Sebagai contoh, seseorang dapat membuat kebutuhan kerja sebagai berikut : 1. Waktu kerja tiap hari tidak boleh lebih dari 8 jam. 2. Jumlah shift kerja malam yang berurutan untuk seorang pekerja, harus ditekan sekecil mungkin. 3. Setiap shift malam harus diikuti dengan waktu libur setidaknya 24 jam. 4. Tiap perencanaan shift kerja mesti meliputi akhir pekan, paling tidak 2 hari berurutan. Untuk pekerja malam dan sore hari, tingkat penerangan yang tinggi harus tersedia, yakni sekitar 2000 lux atau lebih. Selain itu, stimulan bagi pekerja agar tetap terjaga dan waspada perlu dilaksanakan, seperti pemasangan musik, penyediaan minuman berkafein dan makanan panas. Dari peninjauan psikologis, fisiologis, performansi dan tingkah laku sosial, rekomendasi berikut patut dijadikan acuan bagi perencanaan shift kerja, yaitu : 1. Aktifitas kerja harus mengikuti pola kebiasaan tubuh.

16 2. Pelaksanaan kerja di siang hari lebih disukai daripada shift malam. 3. Shift sore hari lebih disukai daripada shift malam. 4. Bila pembagian shift diperlukan, terdapat dua aturan yang berlawanan yaitu : a. Pekerja melakukan hanya satu shift malam/ sore dalam satu minggu kerja. b. Secara permanen melakukan shift malam. 5. Waktu kerja cukup dilakukan 8 jam selama satu shift, tetapi bagi pekerjaan yang membutuhkan perhatian mental/ fisik tinggi sebaiknya waktu kerjanya dipersingkat. Sebaliknya waktu kerja tiap shift dapat diperpanjang pada pekerjaan yang sifatnya rutin. 6. Jam kerja minggu yang terkompresi sebaiknya dilakukan pada pekerjaan yang rutin, contohnya 10 jam pada 4 hari kerja Standar Internasional bagi Pekerja Malam Pada sidang ke-77 di Jenewa tanggal 26 Juni 1990 dibahas mengenai standar internasional bagi pekerja malam. Standar yang dimaksud adalah The Night Work Convention dan Recommendation. The Night Work Convention membahas mengenai kesehatan dan keselamatan, transfer kerja siang hari, perlindungan bagi kaum wanita, kompensasi dan pelayanan sosial. Recommendation membahas mengenai batas waktu kerja normal, waktu istirahat yang minimum antar shift, transfer kerja siang pada situasi khusus, dan kesempatan pelatihan.

17 Tabel 2.1. Standar International bagi Pekerja Malam No. Bidang Ukuran 1. Jam kerja normal Tidak lebih dari 8 jam per hari. 2. Overtime Tidak ada shift kerja yang penuh berurutan. 3. Waktu istirahat Sekurang-kurangnya 11 jam antar shift. 4. Jam kerja istirahat Istirahat untuk makan dan istirahat. 5. Ibu/ calon ibu Penugasan di siang hari (sebelum dan sesudah kehamilan). 6. Pelayanan sosial Batas waktu transportasi, biaya dan perbaikan keselamatan. Perbaikan kualitas istirahat. 7. Situasi khusus Toleransi pada pekerja yang mempunyai tanggung jawab bagi keluarga, pekerja yang lamban dan tua. 8. Pelatihan Mendapatkan kesempatan pelatihan. 9. Transfer Pemikiran khusus untuk ditugaskan siang hari (setelah bertahun-tahun bekerja pada malam hari). 10. Pensiun Pemikiran khusus bagi pekerja yang pensiun sebelum waktunya. Work in Fitti(E. Grandjean, Night Work and Shift ng The Task To The Man, 1986) Perputaran dan Rekomendasi Shift Kerja Merancang perputaran shift tidak bisa dilakukan sembarangan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan diingat, seperti yang dikemukakan oleh Pribadi (1998) berikut : 1. Kurang tidur atau istirahat hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan. 2. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial.

18 Pembuatan jadwal shift kerja tidak bisa mengabaikan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Grandjean (1986) mengemukakan teori Shwartzenau yang menyebutkan ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam penyusunan jadwal shift kerja, yaitu : 1. Pekerja shift malam sebaiknya berumur antara tahun. 2. Pekerja yang cenderung punya penyakit di perut dan usus, serta yang punya emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam. 3. Yang tinggal jauh dari tempat kerja atau yang berada di lingkungan ramai tidak dapat bekerja malam. 4. Sistem shift 3 rotasi biasanya berganti pada pukul , lebih baik diganti pada pukul atau Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan harus dihindarkan kerja malam secara terus-menerus. 6. Rotasi yang baik (metropolitan pola) atau (continental pola). 7. Kerja malam 3 hari berturut-turut harus segera diikkuti istirahat paling sedikit 24 jam. 8. Perencanaan shift meliputi akhir pekan dengan 2 hari libur berurutan. 9. Tiap shift terdiri dari satu kali istirahat yang cukup untuk makan.

19 2.4. Kerangka Konsep Penelitian Pekerja pada proses produksi di pabrik kelapa sawit : 1. Karakteristik Pekerja: a. Umur b. Masa Kerja 2. Tahap Proses Produksi : a. Penuangan Buah b. Sterilize c. Screw Press d. Klarifikasi/ Pemurnian e. Pengolahan Inti Perasaan Kelelahan Kerja 3. Shift Kerja a. Pagi b. Malam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Shift Kerja 2.1.1 Defenisi Shift Kerja Shift kerja mempunyai berbagai defenisi tetapi biasanya shift kerja disamakan dengan pekerjaan yang dibentuk di luar jam kerja biasa (08.00-17.00).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umum yang dimaksud dengan shift kerja adalah semua pengaturan jam kerja,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umum yang dimaksud dengan shift kerja adalah semua pengaturan jam kerja, 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Shift Kerja 2.1.1 Definisi Shift Kerja Shift kerja mempunyai berbagai definisi tetapi biasanya shift kerja disamakan dengan pekerjaan yang dibentuk diluar jam kerja biasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Potensi bahaya banyak ditemukan di setiap tempat dimana kita melakukan aktivitas pekerjaan baik dirumah, di jalan, maupun di tempat kerja. Dalam UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat. pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat. pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat tertentu.temperature kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi modern memungkinkan manusia untuk melakukan berbagai hal sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam masyarakat, dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu pelayanan yang beroperasi 24 jam dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah sakit

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Dalam penelitian ini, karakteristik responden terdiri atas usia, status pernikahan, pengalaman kerja, dan tingkat pendidikan. 1. Usia Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga terjadi pemulihan sementara. Menurut Suma mur (2009) kelelahan (fatigue) menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga terjadi pemulihan sementara. Menurut Suma mur (2009) kelelahan (fatigue) menunjukkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan Kerja 1. Pengertian Kelelahan Menurut Tarwaka (2010), kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga

Lebih terperinci

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN:

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: Organisasi Kerja Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Organisasi Kerja Organisasi kerja terutama menyangkut waktu kerja; waktu istirahat;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kelelahan Konsep mengenai kelelahan sering ditemui pada pengalaman pribadi, kata kelelahan digunakan untuk menunjukan kondisi yang berbeda yaitu semua yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang penyebab utamanya adalah mata (kelelahan visual), kelelahan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan sebalikanya adalah waktu istirahat. Memeperpanjang waktu kerja lebih dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan di dalam Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970 pasal 3.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dinyatakan di dalam Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970 pasal 3. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja adalah penduduk yang produktif dan oleh karena itu sangat besar peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan atau memberikan nilai tambah, kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waktu Kerja Waktu kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal waktu kerja meliputi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia, yaitu dapat memberikan kepuasan, tantangan, bahkan dapat pula menjadi gangguan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bertahap. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelelahan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian. Semua jenis pekerjaan baik formal dan informal menimbulkan kelelahan kerja. Kelelahan adalah perasaan subjektif,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang. (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001).

BAB II LANDASAN TEORI. Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang. (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001). BAB II LANDASAN TEORI A. Kualitas Kehidupan Bekerja 1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia tentunya sangat berperan dalam suatu perusahaan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan siap pakai untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam

BAB V PEMBAHASAN. saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Masa Kerja Masa kerja dihitung dari hari pertama masuk kerja sampai dengan saat penelitian dilakukan yang diukur dengan satuan tahun. Dalam penelitian ini

Lebih terperinci

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin ERGONOMI Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandinavia - Human (factor) engineering atau Personal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan

BAB II LANDASAN TEORI. diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Moril Kerja 1. Definisi Moril Moril adalah sikap atau semangat yang ditandai oleh adanya kepercayaan diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk (Nanny, 2007). Bising dengan intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk meningkatkan kesadaran bagi pihak perusahaan dan tenaga kerja telah diatur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KELELAHAN 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam

Lebih terperinci

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. 1. Beban Kerja a. Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan pekerja dimana dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan dapat merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization)

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization) dan GATT (General Agreement On Tariffs And Trade) yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja 2.1.1. Pengertian Kelelahan Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN MANAJEMEN K3 TERHADAP TINDAKAN TIDAK AMAN (UNSAFE ACTION) PADA PEKERJA

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN MANAJEMEN K3 TERHADAP TINDAKAN TIDAK AMAN (UNSAFE ACTION) PADA PEKERJA Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN MANAJEMEN K3 TERHADAP TINDAKAN TIDAK AMAN (UNSAFE ACTION) PADA PEKERJA DI PT. INTI BENUA PERKASATAMA DUMAI Saya adalah

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA 1. Temperatur Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya utk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. higiene perusahaan dan kesehatan kerja, memiliki segi-segi khusus yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. higiene perusahaan dan kesehatan kerja, memiliki segi-segi khusus yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suma mur (2014) menyatakan bahwa industri tekstil ditinjau dari segi higiene perusahaan dan kesehatan kerja, memiliki segi-segi khusus yang tidak ditemui dalam industri

Lebih terperinci

Peneliti, Pratiwi Andiningsari

Peneliti, Pratiwi Andiningsari Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP TINGKAT KELELAHAN (FATIGUE) PADA PENGEMUDI TRAVEL X TRANS TRAYEK JAKARTA-BANDUNG TAHUN 2009 Yth, Saudara/I Selamat Pagi/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi a. Pengertian Ergonomi adalah ilmu, penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan dengan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan, maka

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghasilkan suatu produk dan jasa yang dapat dipasarkan dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan, maka perusahaan tersebut harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawat 2.1.1 Pengertian Perawat Secara sederhana, perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang lain yang mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, defenisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan terhadap pasien (Praptiningsih, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan terhadap pasien (Praptiningsih, 2006). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keperawatan 2.1.1 Definisi Keperawatan Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdiri yang di lakukan secara terus menerus atau dalam jangka waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. berdiri yang di lakukan secara terus menerus atau dalam jangka waktu yang lama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah salah satu di antaranya adalah nyeri otot leher. Bekerja dengan posisi berdiri yang di

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1 Karakteristik Responden Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pengemudi travel X-Trans Jakarta dengan trayek Jakarta-Bandung yang berjumlah 60 orang. Namun seiring dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN KUESIONER GAMBARAN GETARAN MEKANIS DAN KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA PEMECAH BATU DI BAGIAN PRODUKSI CV. BAROKAT MAQOBUL BINJAI TAHUN 2016 Nama : Jenis Kelamin : *Pr / Lk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja :

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja : BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Postur Kerja Postur atau sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pekerja Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kelelahan Kerja 1. Definisi Kelelahan Kerja Salah satu ciri makhluk hidup adalah bergerak. Semua gerak dan kesibukan manusia mempunyai arti bagi mereka. Apabila dalam beberapa

Lebih terperinci

BEBAN KERJA & PRODUKTIVITAS PERTEMUAN KE-2

BEBAN KERJA & PRODUKTIVITAS PERTEMUAN KE-2 BEBAN KERJA & PRODUKTIVITAS PERTEMUAN KE-2 BEBAN KERJA Tubuh manusia dirancang untuk melakukan pekerjaan, massa otot beratnya hampir ½ berat badan, memungkinkan dpt menggerakan tubuh Setiap beban kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

E = Konsumsi energi selama pekerjaan berlangsung (kcal/menit). (E-5,0) = Habisnya cadangan energi (kcal/menit). Tw = Waktu kerja (menit).

E = Konsumsi energi selama pekerjaan berlangsung (kcal/menit). (E-5,0) = Habisnya cadangan energi (kcal/menit). Tw = Waktu kerja (menit). BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kelelahan (Fatigue) Kelelahan merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan yang dialami oleh manusia. Kelelahan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin suksesnya industrialisasi tersebut dituntut tingkat efisiensi yang tinggi terhadap penggunaaan

Lebih terperinci

Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Kelelahan Kerja Melalui Subjective Self Rating Test

Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Kelelahan Kerja Melalui Subjective Self Rating Test Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Kelelahan Kerja Melalui Subjective Self Rating Test Titin Isna Oesman 1 dan Risma Adelina Simanjuntak 2 Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta ti_oesman@yahoo.com,risma_stak@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan bagian tubuh seperti tangan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Organisasi atau perusahaan merupakan sebuah tempat dimana pekerja merupakan salah satu bagian penting dalam kesuksesan sebuah perusahaan. Bekerja adalah penggunaan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan daripada yang sebelumnya (Susetyo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan daripada yang sebelumnya (Susetyo, 2012). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi mendorong manusia mengerahkan segenap potensi untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan fasilitas serta sumber daya yang ada. Manusia dapat mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh perawat. Perawat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh perawat. Perawat merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan yang beroperasi 24 jam dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh perawat. Perawat merupakan salah satu pegawai yang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan efek yang negatif yaitu berupa gangguan kesehatan dan keselamatan bagi tenaga kerja maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan suatu industri dalam melaksanakan proses produksi dan mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia industri yang sangat pesat tidak hanya di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia industri yang sangat pesat tidak hanya di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia industri yang sangat pesat tidak hanya di Indonesia bahkan disemua negara telah mengalami perubahan secara terus menerus, sehingga membuat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan kerja 1. Definisi Kelelahan adalah proses yang mengakibatkan penurunan kesejahteraan, kapasitas atau kinerja sebagai akibat dari aktivitas kerja (Mississauga, 2012) Kelelahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan upaya yang harus. diselenggarakan disemua tempat kerja. Khususnya tempat kerja yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan upaya yang harus. diselenggarakan disemua tempat kerja. Khususnya tempat kerja yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan upaya yang harus diselenggarakan disemua tempat kerja. Khususnya tempat kerja yang berbahaya bagi kesehatan, mudah terjangkit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adli Hakama, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adli Hakama, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga dari sudut pandang ilmu faal olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kerja Pengertian atau definisi dari kerja adalah semua aktivitas yang secara sengaja dan berguna dilakukan manusia untuk menjamin kelangsungan hidupnya, baik sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang yang memiliki jiwa profesional akan melakukan pekerjaan yang dimilikinya dengan penuh suka cita dan bersedia dalam pekerjaannya serta mampu menjadi pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihindari, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses

BAB I PENDAHULUAN. dihindari, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian yang tepat akan merugikan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur multidisipliner yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Keperawatan merupakan bagian integral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tempat kerja industri, banyak pekerja melakukan pekerjaan proses dalam posisi berdiri untuk jangka waktu yang panjang. Bekerja di posisi berdiri dapat dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Tenaga kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan Kerja 1. Pengertian Kelelahan Kerja Pada umumnya kelelahan kerja didefinisikan berkurangnya energi dan motifasi yang dapat berpengaruh pada kemampuan fisik, mental,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Shift Kerja Kerja shift jika dipandang sebagai tuntutan yang menekan individu, jika tidak dikelola dengan baik oleh pihak perusahaan akan berdampak pada gangguan fisiologis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini kondisi jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini kondisi jalan serta cuaca turut berperan (Bustan, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini masih banyak terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (occupational diseases), baik pada sektor formal maupun sektor informal (seperti sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia diciptakan mempunyai kreatifitas yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia diciptakan mempunyai kreatifitas yang mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan mempunyai kreatifitas yang mampu mengembangkan seluruh fungsional kemampuannya. Mereka memberikan sumbangan kepada masyarakat yang lain agar hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2 Iklim kerja atau cuaca kerja yang terlalu panas atau dingin dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri dengan produk dan distribusinya telah menimbulkan suatu lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketahanan tubuh untuk bekerja(suma mur, 2013).Pada umumnya kelelahan kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketahanan tubuh untuk bekerja(suma mur, 2013).Pada umumnya kelelahan kerja 2.1 Kelelahan Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Kelelahan Kerja Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI DAMPAK PENGGUNAAN AC (AIR CONDITIONING) PADA BUS TERHADAP TINGKAT KELELAHAN PENGEMUDI

STUDI KOMPARASI DAMPAK PENGGUNAAN AC (AIR CONDITIONING) PADA BUS TERHADAP TINGKAT KELELAHAN PENGEMUDI STUDI KOMPARASI DAMPAK PENGGUNAAN AC (AIR CONDITIONING) PADA BUS TERHADAP TINGKAT KELELAHAN PENGEMUDI (studi pada pengemudi Bus Jurusan Tasikmalaya-Bandung PT. Hs Budiman 45 Tasikmalaya) Oleh : Rena Meiliani,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya pembangunan industri tentunya akan semakin meningkat pula risiko yang berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja. Bahaya di

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: ANALISIS KONDISI SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA OPERATOR OFFSHORE DI PT. X DENGAN METODE PSIKOFISIOLOGI

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: ANALISIS KONDISI SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA OPERATOR OFFSHORE DI PT. X DENGAN METODE PSIKOFISIOLOGI ANALISIS KONDISI SEBELUM DAN SESUDAH KERJA PADA OPERATOR OFFSHORE DI PT. X DENGAN METODE PSIKOFISIOLOGI Rudi Aman 1*, Dutho Suh Utomo 2, Lina Dianati Fathimahhayati 3* 1,2,3 Program Studi Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Fisiologi Fisiologi dari kata Yunani physis = 'alam' dan logos = 'cerita', adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk hidup. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Manusia mempunyai sifat yang holistik, dalam artian manusia adalah makhluk fisik, psikologis, sekaligus rohani, dan aspek-aspek ini saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya mobilitas orang memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat. Dinamisnya mobilitas penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. ke-4 di dunia dengan tingkat produksi sebesar ton dengan nilai USD 367 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein merupakan zat psikoaktif yang terdapat pada banyak sumber seperti kopi, teh, soda dan cokelat. Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar ke-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jam kerja secara bergilir biasa disebut dengan kerja shift.

BAB I PENDAHULUAN. jam kerja secara bergilir biasa disebut dengan kerja shift. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam dunia kerja, seperti halnya di intansi Rumah Sakit terdapat beberapa pekerjaan yang harus dilakukan secara terus menerus selama 24 jam. Pekerjaan ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia berfungsi sebagai penggerak atau motor dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia melakukan aktivitas terutama pada siang hari dan. beristirahat tidur di malam hari. Kehidupan seperti ini mengikuti pola

BAB I PENDAHULUAN. Manusia melakukan aktivitas terutama pada siang hari dan. beristirahat tidur di malam hari. Kehidupan seperti ini mengikuti pola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia melakukan aktivitas terutama pada siang hari dan beristirahat tidur di malam hari. Kehidupan seperti ini mengikuti pola jam biologik yang disebut dengan circadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan bagi masyarakat pekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di lingkungan industri. Faktor yang paling utama timbulnya kecelakaan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di lingkungan industri. Faktor yang paling utama timbulnya kecelakaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan industri. Faktor yang paling utama timbulnya kecelakaan kerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi yang menuntut produktivitas tinggi. Produktivitas dan efisiensi

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi yang menuntut produktivitas tinggi. Produktivitas dan efisiensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Salafi Nugrahani, pembangunan Nasional kini sudah memasuki era Industrialisasi yang menuntut produktivitas tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja baik pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki dua masalah gizi utama yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Kelebihan gizi menyebabkan obesitas yang banyak terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali dana bantuan umum yang diberikan ke Negara berkembang. Jumlah santunan yang dibayarkan sebesar Rp triliun.

BAB I PENDAHULUAN. kali dana bantuan umum yang diberikan ke Negara berkembang. Jumlah santunan yang dibayarkan sebesar Rp triliun. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional, baik di sektor tradisional maupun modern. Menurut ILO (2003), setiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk mencapai

Lebih terperinci