Jurnal. oleh. Maria Astri Wanda Sutarto Wijono Adi Setiawan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jurnal. oleh. Maria Astri Wanda Sutarto Wijono Adi Setiawan"

Transkripsi

1 SELF-ESTEEM, DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA, DAN SCHOOL CONNECTEDNESS SEBAGAI PREDIKTOR SUBJECTIVE WELL-BEING SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 TUNTANG DITINJAU DARI JENIS KELAMIN Jurnal oleh Maria Astri Wanda Sutarto Wijono Adi Setiawan PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER SAINS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2

3

4

5 Self-Esteem, Dukungan Sosial Teman Sebaya, dan School Connectednes Sebagai Prediktor Subjective Well-Being Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang Ditinjau Dari Jenis Kelamin Maria Astri Wanda, Sutarto Wijono, Adi Setiawan Program Pasca Sarjana Magister Sains Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-esteem, dukungan sosial teman sebaya dan school connectedness secara simultan terhadap subjective well-being siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII Negeri 2 Tuntang yang berjumlah 210 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan skala psikologi. Hasil penelitian dengan analisis regresi berganda melalui program SPSS windows versi 18.0 didapatkan nilai F= 27,953 pada p= 0,000 (p<0,05) dan R 2 = 0,289. Melalui uji two ways anova didapatkan hasil tidak ada pengaruh interaksi self-esteem dan jenis kelamin dengan subjective well-being siswa, tidak ada pengaruh interaksi dukungan sosial teman sebaya dan jenis kelamin dengan subjective well-being siswa, dan tidak ada pengaruh interaksi school connectedness dan jenis kelamin dengan subjective well-being siswa. Untuk perbedaan subjective well-being ditinjau dari jenis kelamin ada perbedaan, yaitu siswa perempuan memiliki subjective well-being yang tinggi daripada laki-laki. Kata Kunci: self-esteem, dukungan sosial teman sebaya, school connectedness, jenis kelamin, subjective well-being. 2

6 Pendahuluan Remaja dalam proses perkembangan, memiliki kekhasan yang bisa dijadikan potensi untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Potensi yang dimiliki oleh remaja dapat berkembang baik apabila dapat memenuhi wellbeing mereka. Subjective well-being merupakan merupakan evaluasi subjektif individu akan pengalaman emosi yang menyenangkan (perasaan positif), level rendah dari perasaan hati yang negatif dan tingginya kepuasan hidup. Latar Belakang Menurut Diener & Suh (2000) Subjective well-being adalah suatu keadaan yang didapatkan dari menggabungkan antara aspek afektif dan kognitif. Aspek afektif yang diharapkan untuk meraih subjective well-being adalah perasaan bahagia akan hidupnya, sedangkan aspek kognitif yang diharapkan adalah individu mempunyai pemikiran bahwa berbagai aspek kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah hal-hal yang memberikan kepuasan hidup. Subjective well-being juga dapat dipahami sebagai kombinasi antara afeksi positif dan kepuasan hidup secara umum (Diener et al., 2003). Tidak semua remaja mengalami tingkat subjective well-being yang tinggi dalam kehidupannya. Banyak remaja yang tidak merasa nyaman dengan keadaan hidup mereka selama ini. Oleh sebab itu dengan melihat tingkat subjective well-being, maka potensi diri yang dimiliki oleh setiap remaja dapat dikembangkan, demikian pula dengan lingkungan di mana individu berada, sehingga dapat membawa dampak positif pada kehidupan mereka. Remaja yang memiliki subjective well-being akan dapat menjalani hidup secara sehat dan mengatasi berbagai perubahan yang dialaminya. Subjective well-being pada remaja bergantung pada kebutuhan yang dipenuhi remaja dalam mencapai kepuasan dan tujuannya untuk hidup (Eryilmaz, 2011). Lebih tinggi frekuensi munculnya aspek positif dari pada aspek negatif dapat memberikan perasaan nyaman dan riang (joyful), sehingga pemaknaan individu akan hidupnya pun akan makin positif. Demikian pula individu yang dapat mencapai tujuan dan merasa puas akan semua 3

7 pencapaiannya, maka pemaknaan mengenai hidupnya akan baik pula (Diener, 2009). Masa remaja adalah usia yang paling rentan di dalam perkembangan, ketika memasuki tahap ini remaja membutuhkan penyesuaian intensif baik di sekolah, kehidupan sosial, maupun keluarga. Sementara banyak remaja mengalami kecemasan dan perasaan yang tidak menyenangkan atau perasaan yang aneh. Dalam hal ini, terdapat kecenderungan rendahnya tingkat kepuasan hidup yang dialami oleh remaja (Ehrich & Isaacowitz, 2002). Remaja memiliki level depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa (Nolen-hoeksema, 2004). Selain itu, remaja juga merasakan kebingungan dua atau tiga kali lebih sering dari pada orang tua, dan mengalami gangguan suasana hati yang lebih sering daripada praremaja (Arnett, 2003). Rendahnya kepuasan hidup serta lebih dominannya afeksi negatif seperti bingung, depresi dan bahkan bunuh diri merupakan indikator bahwa remaja cenderung memiliki subjective well-being yang rendah. Remaja belum memiliki kematangan dalam berpikir dan mengambil keputusan sehingga remaja dalam perkembangannya akan mengalami berbagai perubahan struktur fisik-motorik, kognitif, dan emosi. Hal tersebut yang menyebabkan remaja cenderung mengalami gangguan emosi, seperti kecemasan, depresi, dan permusuhan serta gangguan perilaku (Agbaria et al., 2012). Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan guru bimbingan konseling di SMP Negeri 2 Tuntang (22/6/2015) dan meminta data pelanggaran siswa kepada guru pembimbing konseling, terdapat beberapa permasalahan yang sering terjadi pada siswa kelas VIII, yaitu: banyaknya siswa yang datang terlambat ke sekolah, siswa tidak masuk sekolah tanpa ijin, pada jam-jam tertentu siswa tidak masuk kelas, sering tidak berkonsentrasi dan mengganggu teman di kelas, ada juga siswa yang merasa tertekan, sedih, takut, khawatir serta lekas marah jika mendapatkan banyak tugas sekolah dan harus mengikuti banyak kegiatan sekolah. Ketika siswa memiliki afek negatif yang tinggi dan sering merasa tidak puas dengan hasil yang mereka capai. Menurut penuturan dari beberapa siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang, mereka sering merasa 4

8 tidak sejahtera apabila berada di sekolah, mengalami afek negatif yaitu mudah marah, bosan ketika menghadapi situasi di sekolah, dan ada juga yang merasa takut serta gugup ketika mereka harus menghadapi ujian. Ada juga yang mengatakan bahwa kadang mereka merasa minder, merasa tidak mampu, dan tidak pintar dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Tuntutan di sekolah menengah pertama dirasa berat oleh sebagian siswa. Dengan demikian ada masalah subjective well-being yang dialami oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang. Atas dasar dari fenomena yang dikemukakan di atas maka dirasa perlu untuk meneliti lebih jauh mengenai subjective well-being siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Tuntang. Penelitian ini berfokus pada subjective well-being remaja menjadi penting karena dalam periode ini peristiwaperistiwa dan transisi yang berbeda mungkin dapat mempengaruhi perkembangan serta subjective well-being mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being remaja menurut Diener (2009) adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kepribadian dan temperamen, optimisme, harga diri (selfesteem), forgiveness (Hill & Allemand, 2011), jenis kelamin (Eryilmas 2011; Diener & Ryan, 2009) sedangkan faktor eksternal meliputi dukungan sosial teman sebaya dan guru (Flaspohler et al., 2009), orang tua (Del Valle et al., 2010), lingkungan sekolah serta keluarga juga berpengaruh pada subjective well-being (Caldwell et al., dalam Morgan.,et al, 2011) dan juga school connectedness (Eccles et al., 1997; You et al., 2008). Dari sejumlah faktor yang disebutkan, penulis memilih self-esteem, dukungan sosial teman sebaya, dan school connectedness sebagai tiga variabel yang akan menjadi prediktor subjective well-being remaja ditinjau dari jenis kelamin. Pemilihan ini tidak bermaksud untuk mengabaikan variabel yang lain, melainkan didasarkan pada beberapa pendapat. Remaja sebagian besar merasa puas dan bahagia (merupakan salah satu komponen dari subjective well-being) karena prestasinya, yakni merasa pintar, dan memiliki nilai yang baik, dan juga fisik yang baik (physical self-esteem). Hal ini sesuai dengan komponen self-esteem menurut Heartherton & Wyland (2004) yaitu performance self-esteem individu percaya bahwa dia 5

9 mampu dan pintar, social self-esteem individu percaya dengan orang lain, dan physical self-esteem individu melihat fisiknya. Sebagian individu yang yang mempunyai self-esteem yang tinggi akan menjalani kehidupan dengan bahagia dan produktif, sedangkan individu dengan self-esteem rendah memiliki presepsi negatif dalam memandang diri dan lingkungannya (Heartherton & Wyland, 2004). Self-esteem juga dapat memprediksi gejala stres yang dialami remaja (Schraml et al., 2011). Pada remaja, self-esteem ditemukan berperan menjadi variabel mediator antara kesepian dan kepuasan hidup, tetapi tidak menjadi moderator hubungan kedua variabel (Civitci & Civitci, 2009). Penelitian lain juga menemukan bahwa self-esteem menjadi moderator dan mediator hubungan antara dukungan sosial dan subjective well-being pada mahasiswa di universitas Cina (Kong et al., 2013). Secara tidak langsung remaja yang mempunyai self-esteem yang baik akan bisa berhubungan dengan baik pula dengan teman sebaya mereka baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Menurut Stracuzzi & Mills (2010) apabila siswa merasa bahwa dirinya dihargai, didukung dan diterima dalam lingkungan sekolahnya secara tidak langsung, maka akan terjadi peningkatan dan perkembangan positif baik secara emosional maupun kualitas hidup. Diener & Schimmack (2003) menemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara self-esteem dan subjective well-being. Penelitian yang lain yang mendukung penelitian di atas adalah penelitian yang dilakukan oleh Riddle et al., (2012) juga menemukan adanya hubungan yang signifikan antara self-esteem dan subjective well-being. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Datu et al., (2013) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara bahwa subjective well-being dan selfesteem. Selain self-esteem, dukungan sosial teman sebaya juga merupakan faktor yang ikut mempengaruhi subjective well-being. Kebanyakan remaja lebih senang menghabiskan waktu mereka dengan teman sebaya. Penelitian mengenai dukungan sosial teman sebaya yang memiliki peran dalam perkembangan remaja juga dilakukan oleh Scholte & Van Aken (2006). Dalam penelitiannya Arnett (2003) menemukan bahwa remaja lebih senang berbicara dengan teman seusia mereka. Namun ada juga penelitian yang 6

10 menemukan bahwa dukungan sosial orang tua lebih besar pengaruhnya dari pada dukungan sosial teman sebaya (Dell Valle et al., 2010). Penulis juga menemukan penelitian mengenai dukungan sosial teman sebaya dan subjective well-being yaitu yang dilakukan oleh Chou (1999) menemukan ada hubungan yang signifikan antara emosi positif (positive affect) dan semua dimensi dukungan sosial. Kef & Dekovic (2004) juga melakukan penelitian dan didapatkan hasil dukungan teman sebaya dan dukungan orang tua terbukti penting bagi kedua kelompok, yang pertama kelompok remaja yang mempunyai masalah dalam penglihatan dan yang tidak mengalami masalah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga mengenai sekolah, yaitu di mana siswa dapat diterima dan dihargai baik itu oleh guru dan siswa yang lain. Sehingga dalam hal ini siswa merasa menjadi bagian dari lingkungan sekolah tersebut, dan inilah yang disebut school connectednees (Goodenow, 1993). Dengan adanya pemahaman yang baik mengenai school connectednees terhadap subjective well-being siswa, maka guru dan pemimpin di sekolah dapat membangun suasana yang positif dalam lingkungan sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bond et al., (2007) ditemukan bahwa siswa yang school connectedness yang baik jarang sekali bermasalah dan melakukan perilaku menyimpang. Mereka juga memiliki prestasi di atas rata-rata (Anderman, 2002). Ketika siswa merasa dirinya dihargai, didukung, dan diterima dalam lingkungan sekolahnya, maka secara tidak langsung akan terjadi peningkatan dan perkembangan yang positif secara emosional maupun kualitas hidup siswa tersebut (Stracuzzi & Mills, 2010). Dengan memahami pengaruh school connectedness terhadap subjective well-being siswa, hal ini akan mempermudah guru maupun para pemimpin di sekolah untuk membentuk lingkungan sekolah dan lingkungan belajar yang efektif. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dapat dirumuskan Apakah self-esteem, dukungan sosial teman sebaya, dan school connectedness secara simultan menjadi prediktor subjective well-being siswa kelas VIII SMPN 2 Tuntang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh self-esteem, dukungan sosial 7

11 teman sebaya, dan school connectedness secara simultan terhadap subjective well-being siswa kelas VIII SMPN 2 Tuntang. Landasan Teori Subjective well-being Subjective well-being didefinisikan sebagai evaluasi individu terhadap kehidupan, yang dijelaskan dalam terminologi mengenai bagaimana dan mengapa individu mengalami kehidupan dalam cara yang positif, sehingga pengalaman pribadi mereka berkaitan dengan kualitas hidup yang dirasakan (Yang et al., 2008). Subjective well-being merupakan istilah besar yang digunakan untuk menggambarkan level well-being yang dialami individu menurut evaluasi subjektif mereka atas hidup mereka sendiri, evaluasi ini bisa berupa positif atau negatif, termasuk penilaian dan perasaan mengenai kepuasan hidup, minat dan keterikatan, reaksi-reaksi afektif seperti gembira dan sedih atas peristiwa hidup, kepuasan dalam pekerjaan, hubungan, kesehatan, hiburan, makna dan tujuan, dan bidang-bidang penting lainnya (Diener & Ryan, 2008). Subjective well-being menggunakan komponen kognitif dan komponen emosional (Diener & Suh, 2000; Crowford & Henry, 2004): Komponen kognitif berkaitan dengan indikator kepuasan hidup individu. Huebner (2001) secara rinci membagi domain kepuasan hidup individu dalam lima domain, antara lain kepuasan pada keluarga, kepuasan pada teman, kepuasan pada sekolah, kepuasan pada lingkungan tempat tinggal, dan kepuasan pada diri sendiri. Komponen emosi terdiri dari dua indikator utama: perasaan positif dan perasaan negatif. Watson et al., (dalam Crowford & Henry, 2004) melalui positive and negative affect schedule merincikan perasaan positif antara lain, tertarik, waspada, penuh perhatian, bergairah, antusias, terinspirasi, bangga, teguh pendirian, kuat, dan aktif, sedangkan perasaan negatif terdiri dari, tertekan, sedih, perasaan bersalah, malu, bermusuhan, lekas marah, gugup, gelisah, takut, dan khawatir. Self-Esteem Self-esteem dipahami sebagai sebuah fungsi atau komponen kepribadian. Dalam hal ini self-esteem dipandang sebagai bagian dari 8

12 sistem diri, biasanya yang berkaitan dengan motivasi atau regulasi diri dan bisa juga gabungan dari keduanya Wells & Marwell (dalam Murk, 2006). Menurut Gecas (dalam Kreitner & Kinicki, 2005) mendefinisikan self-esteem dengan mengacu pada suatu keyakinan pada nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Dimensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dimensi selfesteem yang dikemukakan oleh Coopersmith (dalam Mruk, 2006) yaitu: 1.Keberartian (Significance) penerimaan, perhatian dan kasih sayang yang diterima dari orang lain. Penerimaan ditandai oleh kehangatan, respon positif, ketertarikan serta rasa suka terhadap individu apa adanya. Perwujudan dari rasa penghargaan serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah penerimaan (acceptance) dan popularitas (popularity), dan kebalikannya adalah penolakan serta isolasi. 2. kekuasaan (Power) kemampuan seseorang untuk mempengaruhi terjadinya sesuatu dengan mengendalikan sikap dirinya maupun orang lain, serta kemampuan untuk mengelola lingkungan secara langsung. 3. kompetensi (Competence) tingkat dimana adanya kinerja yang tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang bervariasi untuk mencapai suatu tujuan. 4. kebajikan (Virtue) kepatuhan terhadap nilai-nilai etis, moral, dan agama. Individu mematuhi nilai-nilai etis, moral, dan agama yang telah diterimanya dan diinternalisasi. Memiliki sikap diri yang positif terhadap keberhasilan untuk memenuhi tujuan dari nilai-nilai tersebut. Dukungan Sosial Teman Sebaya Dukungan sosial yang berasal teman sebaya merupakan salah satu dukungan penting yang dibutuhkan oleh remaja dalam masa-masa perkembangannya (Duncan et al., dalam Robbins et al., 2008). Pada usia remaja teman merupakan anggota atau bagian dalam sebuah tim yang saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah (Cotterell, 1996; Feldman & Elliot, 1993). Remaja dalam menjalin persahabatan menyediakan bantuan yang bersifat nyata yaitu berupa nasihat-nasihat selain dari yang diberikan oleh orang tua (Dolan dalam Robbins, 2008). Dimensi-dimensi dukungan sosial yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dimensi-dimensi dukungan sosial dari House (dalam Glanz et al., 2008) yang terdiri dari dukungan emosional, keberadaan seseorang atau lebih yang bisa mendengarkan dengan simpati ketika 9

13 seorang individu mengalami masalah dan bisa menyediakan indikasi kepedulian dan penerimaan. Dukungan penilaian, meliputi ketersediaan informasi yang berguna dalam rangka evaluasi diri, dengan kata lain, memberikan umpan balik dan penguatan atau penegasan. Dukungan informasi, meliputi ketersediaan pengetahuan yang berguna dalam menyelesaikan masalah, seperti menyediakan informasi mengenai sumbersumber dan layanan komunitas atau menyediakan nasehat dan tuntunan mengenai suatu aksi atau hal-hal tertentu untuk menyelesaikan masalah. Dukungan instrumental, melibatkan bantuan nyata atau praktis yang secara langsung dapat membantu seseorang yang membutuhkan. School Connectedness School connectedness merupakan proses untuk menjembatani kesenjangan antara siswa yang tidak terhubung dengan sekolah maupun yang gagal dalam prestasi. School connectedness merupakan proses yang penting untuk meningkatkan prestasi siswa dan rasa memiliki terhadap sekolah (Blum, 2005). School connectedness didefinisikan meliputi indikator-indikator umum seperti: kesukaan terhadap sekolah, perasaan memiliki, hubungan positif dengan guru dan teman, dan keterlibatan aktif dalam kegiatan sekolah (McGrath et al., 2009). Connell & Wellborn (dalam Stracuzzi & Mills, 2010) menyatakan bahwa school connectedness terdiri dari tiga dimensi utama, yaitu: Social support, khususnya dukungan guru, didasarkan pada sejauh mana siswa merasa dekat dan diperhatikan oleh guru dan staf lainnya di sekolah. Biasanya diukur melalui laporan siswa mengenai apakah gurunya menyukai dirinya atau tidak, kepedulian mereka terhadap guru,perasaan nyaman ketika berbicara dengan guru, seberapa sering guru memuji mereka (Resnick et al., 1997). Belonging, didefinisikan sebagai rasa yang dimiliki oleh siswa mengenai dirinya sebagai bagian dari sekolah. Engagement, merefleksikan resiprokasi siswa atas rasa memiliki (belonging) dan dukungan yang didapat melalui kepedulian yang aktif dan keterlibatan dalam bagiannya (Karcher, 2003). 10

14 Metode Pengumpulan Data Hipotesis Penelitian Self-esteem, dukungan sosial teman sebaya, dan school connectedness secara simultan menjadi prediktor terhadap subjective wellbeing siswa kelas VIII SMP negeri 2 Tuntang. Subjek Penelitian Pengambilan data dalam penelitian ini mengunakan teknik sampel jenuh. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri Tuntang. Dari populasi yang ada sampel yang diambil adalah 210 orang. Uji kelayakan validitas dan reliabilita aitem dengan melihat corrected itemtotal correlations dengan batasan 0,30 (Azwar, 2010) dan uji reliabel, nilai koefisien Cronbach Alpha yang dianggap reliabel adalah jika memenuhi nilai minimal 0,60 (Ghozali, 2006). Hasil pengujian mengunakan SPSS Windows Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data mengunakan skala psikologi dan dibuat dalam skala Likert dengan lima kategori pilihan jawaban yaitu: SS, S, N, TS, dan STS. Hasil dan Pembahasan Nilai Rsquare (R 2 ) adalah 0,289. Dengan demikian self-esteem dukungan sosial teman sebaya dan school connectedness memberikan pengaruh terhadap perubahan variabel subjective well-being sebesar 28,9%, sedangkan sisanya 71,1% dipengaruhi oleh variabel yang lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Self-esteem memberikan pengaruh yang signifikan sebesar 24% (β=0,465), dukungan sosial teman sebaya memberikan pengaruh yang signifikan sebesar 0,9% (β=0,002), dan school connectedness memberikan pengaruh yang signifikan sebesar 4% (β=0,131). Selain itu dilakukan uji t untuk mengetahui subjective wellbeing siswa laki-laki dan perempuan. Uji homogenitas dengan Levenes Test memperoleh F hitung sebesar 9,335 dengan signifikansi 0,003 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa varian dari kedua kategori tidak homogen. Hasil uji t yaitu 13,813 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05) yang bermakna ada perbedaan antara siswa laki-laki dan perempuan. Siswa 11

15 perempuan memiliki rata-rata subjective well-being yang lebih tinggi daripada laki-laki perempuan memiliki nilai rata-rata sebesar 196,66 sedangkan laki-laki sebesar 164,42. Pembahasan Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa self-esteem, dukungan sosial teman sebaya dan school connectedness secara simultan menjadi prediktor terhadap subjective well-being siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang ditinjau dari jenis kelamin. Didapatkan nilai F hitung sebesar 27,953 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p<0,05). Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan adanya self-esteem, dukungan sosial teman sebaya, dan school connectedness secara simultan menjadi prediktor terhadap subjective well-being siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang. Kemungkinan yang pertama adalah sebagian siswa menganggap bahwa self-esteem merupakan bagian penting dalam diri mereka, dan diperkuat oleh dukungan sosial teman sebaya yang membuat mereka semakin mempunyai keterikatan dengan sekolah (school connectedness) yang baik di sekolah. Hal tersebut akan meningkatkan subjective well-being mereka. Pernyataan ini didukung oleh Huang et al., (2015) bahwa dengan adanya hubungan yang baik dengan teman sebaya akan mengakibatkan seseorang memiliki harga diri yang tinggi sehingga subjective well-being juga akan meningkat. Dengan adanya school connectedness yang baik di sekolah maka siswa merasakan kepuasan hidup dan berkurangnya persaaan dan tindakan negatif yang merupakan ciri dari subjective well-being yang tinggi. Penelitian yang mendukung pernyataan ini dilakukan oleh McGrath (2009) yaitu kalangan anak muda yang merasa terhubung dengan sekolah melaporkan kesehatan yang lebih baik dan emosional wellbeing yang lebih baik begitupun juga dengan berkurangnya penyalahgunaan minuman keras, keinginan bunuh diri, gejala-gejala depresi, dan resiko kekerasan atau perilaku kriminal, dan kehamilan di luar pernikahan. Kedua adalah apabila siswa memiliki self-esteem yang tinggi cenderung melakukan segala sesuatu secara maksimal ditambah dukungan sosial yang baik mereka akan merasa nyaman berada di sekolah sehingga 12

16 dapat menjadikan subjective well-being mereka meningkat. Beberapa pendapat yang mendukung pernyataan ini disampaikan oleh beberapa ahli diantaranya: Rosenberg dalam Perera (2001) menyatakan bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan mencoba untuk mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin sampai batas kemampuan dirinya. Diener (dalam Synder & Lopez, 2005) juga menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai self-esteem yang tinggi serta school connectedness yang baik dapat merasakan kepuasan hidup yang sekaligus dapat menciptakan kesejahteraan subjective atau subjective well-being. Dolan (dalam McGrath, 2009) bahwa dalam pertemanan remaja biasanya menyediakan juga bantuan konkrit dan nasehat selain yang mereka sudah terima dari dari orang tua. Teman sebaya memberikan nasehat atau pemikiran penting bagi topik-topik yang mungkin tidak dapat dibicarakan bersama keluarga dan hal ini akan subjective well-being menjadi meningkat. Dari hasil uji statistik untuk perbedaan subjective well-being ditinjau dari jenis kelamin siswa kelas VIII SMPN 2 Tuntang didapatkan nilai t sebesar 13,813 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan subjective well-being antara siswa laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Garnefski (2000) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki subjective well-being yang lebih tinggi dari pada laki-laki. Hasil pengamatan ini sejalan dengan apa yang menjadi pengamatan penulis pada siswa kelas VIII SMPN 2 Tuntang. Siswa perempuan lebih merasakan kesejahteraan ketika berada di sekolah daripada siswa laki-laki. Siswa perempuan lebih senang ketika berada di sekolah dan melakukan semua tugas dengan baik. Dari hasil rapor harian siswa yang diperoleh dari guru BK, ternyata banyak siswa laki-laki yang merasa bosan dan tidak nyaman berada di sekolah, sering membolos dan tidak jarang mereka melanggar peraturan sekolah dengan tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru. Dari hasil rapor tersebut siswa yang melakukan pelanggaran serta tidak masuk sekolah tanpa disertai surat ijin maupun keterangan, kebanyakan dilakukan oleh siswa laki-laki. Dari sepuluh pelanggaran yang dilakukan, hanya dua 13

17 siswa perempuan saja yang melakukannya, sisanya dilakukan oleh siswa laki-laki. Siswa perempuan juga lebih aktif ketika pelajaran di kelas dibandingkan dengan siswa laki-laki. Siswa laki-laki juga sering merasakan bosan sehingga mereka melakukan hal-hal yang bisa membuat mereka lebih bahagia, yaitu dengan cara menganggu siswa yang lain. Apabila perasaan bosan itu terjadi setiap saat maka kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya depresi, karena siswa laki-laki cenderung tidak ingin berbagi kepada orang lain jika ada masalah sehingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk tidak bersekolah. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Bishop (2006) yang menyatakan bahwa laki-laki mempunyai kecenderungan mengalami depresi lebih besar daripada perempuan, hal ini juga bisa terjadi kemungkinan karena laki-laki cepat merasa bosan dan sering kali enggan untuk berbagi masalah mereka dengan orang lain. Kesimpuan dan Saran Berdasarkan uji statistik dan pembahasan pada maka dapat disimpulkan bahwa self-esteem, dukungan sosial teman sebaya, dan school connectedness secara simultan merupakan prediktor subjective well-being siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang. Ada perbedaan subjective wellbeing siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tuntang ditinjau dari jenis kelamin. Saran Siswa SMP Negeri 2 Tuntang Setiap siswa diberikan kesempatan untuk menghargai diri mereka ketika dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya walaupun yang dicapai belum maksimal. Ditambah dengan adanya jalinan persahabatan yang baik dan kesediaan untuk memberi dukungan kepada sesama siswa, secara tidak langsung hal ini akan menjadikan siswa menjadi nyaman dan merasa bahagia serta mempunyai keterikatan yang baik dengan sekolah. Apabila siswa memiliki harga diri yang tinggi disertai dengan dukungan sosial teman sebaya dan memiliki school connectedness yang baik maka siswa tersebut juga pasti akan memiliki tingkat subjective well-being yang tinggi. Cara yang dapat dilakukan untuk mencapai subjective well-being adalah melalui diskusi dengan teman maupun dengan guru apabila ada 14

18 masalah. Selain itu siswa juga dapat mengikuti kegiatan belajar kelompok yang sudah dibentuk oleh sekolah. Pihak Sekolah Sekolah merupakan tempat di mana siswa menghabiskan waktu mereka untuk belajar selain di rumah, maka sekolah mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan subjective well-being siswa. Guru dan staff menanamkan rasa saling menghargai baik antara siswa dengan siswa maupupun siswa dengan guru. Dengan terjalinnya hubungan yang baik akan membuat tingkat selfesteem, dukungan sosial teman sebaya, dan school connectedness menjadi meningkat, sehingga subjective well-being siswa juga akan semakin meningkat. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah adalah: melaksanakan pelatihan mengenai bagaimana cara meningkatkan selfesteem (harga diri) siswa, dapat membentuk kelompok belajar yang mengaharuskan siswa untuk belajar bersama, menciptakan suasana yang nyaman sehingga siswa merasa bahagia dan senang bila berada di sekolah serta memberikan motivasi dan dukungan bagi siswa. Guru juga dapat memberikan tugas kepada siswa untuk membuat karangan mengenai keadaan siswa masing-masing, sehingga dapat mengetahui apakah siswa mengalami masalah dan memerlukan bantuan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah memberikan tugas kelompok sehingga terjalin hubungan yang baik antar siswa sehingga mengurangi perilaku bullying yang mungkin dapat mengurangi kesejahteraan siswa di sekolah. Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, karena penelitian ini masih terbatas dan hanya meneliti variabel self-esteem, dukungan sosial teman sebaya dan school connectedness sebagai prediktor subjective well-being, maka dapat menjadikan variabel yang lain misalnya dukungan sosial guru dan orang tua, self efficacy, religiusitas serta beberapa variabel demografi lainnya seperti usia, tingkatan kelas, dan juga asal daerah sebagai variabel moderator. Alat ukur dalam penelitian ini juga dapat dikembangkan lagi dalam penelitian selanjutnya. 15

19 Daftar Pustaka Agbaria, Q., Ronen, T., & Hamama, L. (2012). The link between developmental components (age and gender), need to belong and resources of selfcontrol and feelings of happiness, and frequency of symptoms among Arab adolescents in Israel. Children and Youth Services Review, 34(10), Arnett, J. J. (2003). Conceptions of the transition to adulthood among emerging adults in American ethnic groups. New Directions in Child and Adolescent Development, 100, Anderman, E. M. (2002). School effects on psychological outcomes during adolescence. Journal of Educational Psychology, 94(4), Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan validitas alat ukur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bishop, J. A. (2006). Age and gender differences in adaptation and subjective well-being of older adults residing in Monastic religious communities. Pastoral Psychol: Spinger, 55(10), Blum, R. Wm., & Libbey, H. P. (2004). School connectedness: Strengthening health and education outcomes for teenagers. Journal of School Health, 74(7), Bond, L., Butler, H, Thomas, L., Carlin, J. B., Glover, S., Bowes, G., & Patton, G. (2007). Social and school connectedness in early secondary school as predictors of late teenage substance use, mental health and academic outcomes. Journal of Adolescence Health, 40, Çivitci, N., & Çivitci, A. (2009). Self-esteem as mediator and moderator of the relationship between loneliness and life satisfaction in adolescents. Personality and Individual Differences, 47, Chou, K. (1999). Social support and subjective well-being among Hongkong Chinese young adults. Journal of Genetic Psychology, 160(3), Cotterell, J. (1996). Social networks and social influences in adolescence. Dalam Psychology in the School. London: Routledge. 16

20 Coopersmith. (1967). The antecedents of self-esteem. San Fransisco: W.H Freman and Company. Crowford, R. J., & Henry, D. J. (2004). The positive and negative affect schedule (PANAS) : Construct validity, measurement properties and normative data ina large non clinical sample. British Journal of Clinical Psychology, 43, Datu, A. J., Salle, L. J., & Juan, S. C. (2013). Can happiness boost selfworth?: exploring the impact of subjective well being on the global self-esteem of Filipino adolescents. Journal of Asia Pacific Counseling, 3(2), Diener, E. & Suh, E. M. (2000). Culture and subjective well-being. Cambridge MA: MIT Press. Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, culture, and subjective well-being: emotional and cognitive evaluations of life. Annual Review of Psychology, 54(1), Diener, E., & Schimmack, U. (2003). Predictive validity of explicit and implicit self esteem for subjective well being. Journal of Research in Personality 37, Diener, E., & Ryan, K. (2009). Subjective well-being: A general overview. South African Journal of Psychology, 39(4), Diener, E. (2009). Subjective well-being. Dalam Diener, E. (Ed.), The science of well-being: The collected works of Ed Diener series 38, Champaign: Springer. Del Valle, J. F., Bravo, A., & Lopez, M. (2010). Parents and peers as providers of support in adolescent s social network: A developmental perspective. Journal of Community Psychology, 38(1), Eccles, J. S., Early, D., Frasier, K., Belansky, E., & McCarthy, K. (1997). The relation of connection, regulation, and support for autonomy of adolesccent s functioning. Journal of Adolescence Research, 12, Ehrlich, B. S., & Isaacowitz, D. M. (2002). Does subjective well being increase with age? 17

21 Eryilmaz, A. (2011). The relationship between adolescents' subjective well-being and positive expectations toward future. Düşünen Adam The Journal of Psychiatry and Neurological Sciences, 24, Feldman, S. S. & Elliott, G. R. (1993). Capturing the adolescent experience. dalam S. S., Feldman & G. R. Elliott (Eds.). At the threshold: The developing adolescent. Cambridge, Ma: Harvard University Press. Flashpohler, P. D., Elfstrom, J. L., Vanderzee, K. L., & Sink, H. E. (2009). Stand by me: The effects of peer and teacher support in mitigating the impact of bullying on quality of life. Psychology in the Schools, 46 (7), Ghozali, H. I. (2006). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Cetakan IV. Universitas Diponegoro. Glanz, K., Rimer B. K., & Viswanath, K., (eds). (2008). Health behavior and health education: Theory, research, and practice (4th ed). San Francisco: Jossey-Bass. Goodenow, C. (1993). Classroom belonging among early adolescent students: Relationships to motivation and achievement. Journal of Early Adolescence, 13(1), Hill, P. L., & Allemand, M. (2011). Gratitude, forgivingness, and wellbeing in adulthood: Tests of moderation and incremental prediction. The Journal of Positive Psychology, 6, Huang, J. Y., Wang, Y. K., & Kulka, R. T. (2015). Predictors of life satisfaction among Asian American adolescents-analysis of add health data. Springer Plus, 4(10), 1-8. Heartherton, T. F., & Wyland, C. L. (2004). Assessing self-esteem. Dalam Lopez, S. J., & Synder, C. R. (Ed.), Positive psychological assessment: A handbook of models and measures.wachington DC: American Psychological Association. Huebner, S. E. (2001). Manual for the multidimensional student s life satisfaction scale. 18

22 Karcher, M. J. (2003) Connectedness and School Violence: A Framework for Developmental Interventions. In E. Gerler (Ed.) Handbook of School Violence. Haworth Press Kef, S., & Dekovic, M. (2004). The role of parental and peer support in adolescents well being: A comparison of adolescents with and without a visual impairment. Journal of Adolescence, 27, Kong, F., Zhao, J., & You, X. (2013). Self-esteem as mediator and moderator of the relationship between social support and subjective well-being among 76 Chinese University students. Social Indicator Research, 112(1), Kreitner, R. & Kinicki, A. (2005). Perilaku organisasi (ed.5). Jakarta: Salemba Empat. McGrath, B., Brennan, M. A., Dolan, P., & Barnett, R. (2009). Adolescent well-being and supporting contexts: A comparison of adolescents in Ireland and Forida. Journal of Community and Applied Social Psychology, 19, Morgan, M. L., Vera, E. M., Gonzales, R. R, Conner, W., Vacek, K. B., & Coyle, L. D. (2011). Subjective well-being in urban adolescents interpersonal, individual, and community influences. Sage Publication. Youth & Society, 43(2), Mruk, C. J. (2006). Self-esteem research, theory, and practice toward a positive psychology of self-esteem 3 rd edition. Springer Company. Nolen-Hoeksema, S. (2004). Abnormal psychology, 3rd edition. New York: The McGraw Hill Companies, Inc Perera, K. (2001). Self-Esteem is the Key.( Resnick, M. D., Bearman, P. S., Blum, R. Wm., Bauman, K. E., Harris, K. M., Jones, J., Tabor, J., Beuhring, T., Sieving, R. E., Shew, M., Ireland, M., Bearinger, L. H., & Udry, J. R. (1997). Protecting adolescents from harm: Findings from the national longitudinal study on adolescent health. The Journal of the American Medical Association, 278,

23 Riddle, S. G., John, S. C., & Romans (2012). Resilience among urban American indianadolescents: Exploration into the role of culture, self-esteem, subjective well-being, and social support. American and Indian Alaska Native Mental Health Research, 19(2), Robbins, L. B., Stommel, M., & Hamel, L. M. (2008). Social support for physical activity of middle school students. Public Health Nursing, 25(5), Schraml, K., Perski, A., Grossi, G., & Simonsson-Sarnecki, M. (2011). Stress symptoms among adolescents: The role of subjective psychosocial conditions, lifestyle, and self-esteem. Journal of Adolescence, 34(5), Scholte, R. H. J., & Van Aken, M. A. G. (2006). Peer relations in adolescence. In S. Jackson & L. Goossens (Eds.), Handbook of Adolescent Development. New York: Psychology Press. Stracuzzi, N. F., & Mills, M. L. (2010). Teachers matter: Feelings of school connectedness and positive youth development among Coos county youth. New England Issue Brief, Synder, C. R., & Lopez, S. J. (2002). Handbook of positive psychology. New York: Oxford University Press. Yang, A., Wang, D., Li, T., & Teng, F. (2008). The impact of adult attachment and parental rearing on subjective well-being in Chinese late adolescents. Social Behavior and Personality, 36(10), You, S., Furlong, J. M., Felix, E., Sharkey, D. J., & Tanigawa, D. (2008). Relation among school connectedness, hope, life satisfaction, and bully victimization. Psychology in the School, 45(5),

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya penelitian kuantitatif, perlu secara jelas diketahui variabel-variabel apa saja yang akan diukur dan instrumen seperti apa yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masa remaja dinyatakan sebagai masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak. Remaja masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR Remaja dalam perkembangannya, memiliki keunikan-keunikan yang bisa menjadi potensi dalam pengembangan dirinya ke arah yang lebih baik. Potensi-potensi yang dimiliki, akan mampu dikembangkan

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya dindanatasyaa@yahoo.com Abstrak - Guru mengalami berbagai masalah dalam menjalankan profesinya.

Lebih terperinci

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung 1 Haunan Nur Husnina, 2 Suci Nugraha 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M. GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA 12-15 TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.PSI 1 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ABSTRAK Kemandirian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG HUBUNGAN ANTARA QUALITY OF SCHOOL LIFE DENGAN EMOTIONAL WELL BEING PADA SISWA MADRASAH SEMARANG Soraya Prabanjana Damayanti, Dinie Ratri Desiningrum* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Sorayadamayanti88@gmail.com

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING DAN REGULASI DIRI REMAJA PELAKU TINDAK KEKERSAN (Studi pada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang)

SUBJECTIVE WELL-BEING DAN REGULASI DIRI REMAJA PELAKU TINDAK KEKERSAN (Studi pada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang) SUBJECTIVE WELL-BEING DAN REGULASI DIRI REMAJA PELAKU TINDAK KEKERSAN (Studi pada anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang) Naomi Soetikno, Debora Basaria email: naomis@fpsi.untar.ac.id

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA. HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi 1 Farah Fauziah Ismail, dan 2 Fanni Putri Diantina 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti, peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara psychological well being

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud (dalam Arikunto, 2006) penelitian komparatif merupakan suatu penelitian yang dapat menemukan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA Oleh : Mohamad Iksan NIS : 151095156 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, diharapkan sumber daya manusia semakin berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan subjektif merupakan suatu hal yang penting dan sangat berhubungan dengan kondisi psikologis individu, serta dapat melihat sejauh mana kepuasan hidup yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA Ayu Redhyta Permata Sari 18511127 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2015 Latar belakang masalah -Keterbatasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian komparasi atau perbedaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY 1 RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY Brian Shendy Haryanto, Sri Hartati Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro brianlagiapa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN III.1 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel I : Pet Attachment 2. Variabel II : Well-being

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan Evi Ema Victoria Polii Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung Abstract This research aims to find the description and

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU PAUD DI DAERAH RAWAN BENCANA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Nurul Fikri Hayuningtyas Nawati F100110101

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu ¹Hemas Farah Khairunnisa, ²Fanni Putri Diantina 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung 1 Rida Ayu Mustika, 2 Sulisworo Kusdiyati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pet Attachment II.1.1 Pengertian Pet Attachment Konsep pet attachment diambil langsung dari teori Bowlby (dalam Quinn, 2005) mengenai gaya kelekatan atau attachment. Bowlby menjelaskan

Lebih terperinci

DUKUNGAN SOSIAL DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA TENAGA KERJA WANITA PT. ARNI FAMILY UNGARAN

DUKUNGAN SOSIAL DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA TENAGA KERJA WANITA PT. ARNI FAMILY UNGARAN DUKUNGAN SOSIAL DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA TENAGA KERJA WANITA PT. ARNI FAMILY UNGARAN Shinta Kumala Samputri, Hastaning Sakti Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Awal penelitian empiris tentang penggunaan internet yang berlebihan ditemukan dalam literatur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika.

Lebih terperinci

PENGARUH IKLIM SEKOLAH TERHADAP SCHOOL CONNECTEDNESS SISWA SMA HARAPAN I MEDAN ABSTRAK

PENGARUH IKLIM SEKOLAH TERHADAP SCHOOL CONNECTEDNESS SISWA SMA HARAPAN I MEDAN ABSTRAK Psikologia 2015, Vol. 10, No. 3, hal. 87-92 87 PENGARUH IKLIM SEKOLAH TERHADAP SCHOOL CONNECTEDNESS SISWA SMA HARAPAN I MEDAN Atika Mentari Nahaya Nasution, dan Dian Ulfasari Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN AMAN DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN AMAN DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK REMAJA 1 HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN AMAN DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK REMAJA Alifia Yuli Rachmawati, Ika Febrian Kristiana* Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alifiayuli88@gmail.com, zuna210212@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subjective well-being merupakan sejauh mana individu mengevaluasi kehidupan yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

Lebih terperinci

Pengaruh Kecenderungan Neurotik yang Dimediasi Efikasi Diri terhadap Subjective Well Being pada Mahasiswa

Pengaruh Kecenderungan Neurotik yang Dimediasi Efikasi Diri terhadap Subjective Well Being pada Mahasiswa Pengaruh Kecenderungan Neurotik yang Dimediasi Efikasi Diri terhadap Subjective Well Being pada Mahasiswa Ria Wiyatfi Linsiya Universitas Muhammadiyah Malang ria_wiyatfi@yahoo.com Abstrak. Tipe kepribadian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu penelitian dengan menggunakan dua pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI Fakhrunnisak, Hazhira Qudsyi Program Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Univesitas Islam Indonesia e-mail:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. SD Katolik Santa Clara kelas IV hingga VI akan diikuti oleh student wellbeing

BAB V PENUTUP. SD Katolik Santa Clara kelas IV hingga VI akan diikuti oleh student wellbeing BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan Berdasarkan hasil analisis statistik non-parametrik dengan menggunakan uji korelasi Kendall Tau terbukti terdapat hubungan yang signifikan antara student well-being dan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang didapatkan lewat sekolah. Setiap orang yang bersekolah harus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEER SUPPORT DENGAN SCHOOL ENGAGEMENT PADA SISWA SD

HUBUNGAN PEER SUPPORT DENGAN SCHOOL ENGAGEMENT PADA SISWA SD HUBUNGAN PEER SUPPORT DENGAN SCHOOL ENGAGEMENT PADA SISWA SD Firda Amalia Gunawan 1, Fransisca I. R. Dewi 2, Sri Tiatri 3 1 Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: firdayuamalia@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode adalah tata cara atau prosedur yang mempunyai langkahlangkah sistematis digunakan untuk mengetahui sesuatu (Setyorini & Wibhowo, 2008,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena dalam pengambilan data peneliti menggunakan instrumen penelitian yaitu skala psikologi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa Atrie Bintan Lestari Hendro Prabowo, SPsi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional. Metode penelitian korelasional digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari : pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, alat ukur penelitian,

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI GAMBARAN SELF-ESTEEM PADA SISWA SMA PELAKU BULLYING FRESHKA JULIE HARDI. Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI GAMBARAN SELF-ESTEEM PADA SISWA SMA PELAKU BULLYING FRESHKA JULIE HARDI. Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M. STUDI DESKRIPTIF MENGENAI GAMBARAN SELF-ESTEEM PADA SISWA SMA PELAKU BULLYING FRESHKA JULIE HARDI Drs. Amir Sjarif Bachtiar, M.Si 1 Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRACT During adolescence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Subjective Well-Being pada Warga Usia Dewasa Madya di Kawasan Padat Penduduk RT 09/ 09 Cicadas Sukamulya Kelurahan Cibeunying Kidul Kota Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

DETEKSI DINI KESEHATAN JIWA ANAK YANG MENGALAMI PENURUNAN PRESTASI BELAJAR

DETEKSI DINI KESEHATAN JIWA ANAK YANG MENGALAMI PENURUNAN PRESTASI BELAJAR Widya Warastuti 1 & Agus Setyo Otomo 2 JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071 DETEKSI DINI KESEHATAN JIWA ANAK YANG MENGALAMI PENURUNAN PRESTASI BELAJAR Early detection on child mental health who experience

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak sekali program pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, salah satunya yaitu sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan ketentuan pelayanan

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Full-Day Darul Ilmi Bandung 1 Nurcahyani Rahayu Rahman, 2 Siti Qodariah 1,2 Fakultas Psikologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-Efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1 Belitang

Hubungan antara Self-Efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1 Belitang Hubungan antara Self-Efficacy dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1 Belitang Rhesaroka Pramudita rhesaroka.p@gmail.com Wiwien Dinar Pratisti wiwienpratisti@yahoocom Program Studi Psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang menguraikan tentang variabel penelitian, definisi operasional, metodologi pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat

Lebih terperinci

Untuk Memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Magister Sains Psikologi

Untuk Memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Magister Sains Psikologi POLA ASUH AUTHORITATIVE DAN KECERDASAN EMOSIONAL SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL SISWA SMU KELAS XI DAN XII MASEHI KUDUS DITINJAU DARI JENIS KELAMIN Tesis Untuk Memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Korelasi Self Esteem dengan Chidren Well-Being Anak Yatim Piatu Usia 12 Tahun di Panti Asuhan Tunas Melati Bandung Correlation Study between Self Esteem and Children

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 45 BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan bagian metode penelitian yang terdiri atas desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel dan definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi, 2009 : 96).

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi, 2009 : 96). BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel disebut juga sebagai objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan bab perkenalan, di dalamnya dipaparkan mengenai; latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup 59 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup 2. Variabel Tergantung : Kesejahteraan subjektif B.

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL. Erick Wibowo HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN REGULASI EMOSI KARYAWAN PT INAX INTERNATIONAL Erick Wibowo Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 BELITANG NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 BELITANG NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 BELITANG NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

DUKUNGAN DOSEN DAN TEMAN SEBAYA DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

DUKUNGAN DOSEN DAN TEMAN SEBAYA DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO DUKUNGAN DOSEN DAN TEMAN SEBAYA DENGAN EFIKASI DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO Dian Lati Utami, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi,

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat ukur, yaitu menggunakan satu macam skala untuk mengukur self esteem dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. metode korelasional, yaitu dengan melihat hubungan antara dua variabel,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. metode korelasional, yaitu dengan melihat hubungan antara dua variabel, BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu dengan melihat hubungan antara dua variabel, yaitu veriabel bebas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya. Siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya kelas XI

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN KARIR DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 5 SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN KARIR DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 5 SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN KARIR DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 5 SEMARANG Farah Nugrahaini 1, Dian Ratna Sawitri 2 * 1,2 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Hal yang dibahas diantaranya lokasi dan sampel penelitian, desain penelitian, variabel

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : subjective wellbeing, lansia, penyakit kronis. vii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Kata kunci : subjective wellbeing, lansia, penyakit kronis. vii Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini berjudul studi deskriptif mengenai subjective wellbeing (SWB) pada lansia penderita penyakit kronis yang mengikuti Prolanis di Puskesmas X Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yaitu dukungan sosial teman sebaya sebagai variabel bebas (X) dan kebahagiaan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yaitu dukungan sosial teman sebaya sebagai variabel bebas (X) dan kebahagiaan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan metode korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu dukungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisikan pertanyaan penelitian, hipotesis penelitian, variabel penelitian, responden penelitian, alat ukur penelitian, prosedur penelitian, dan metode analisis data.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, terlebih mapan secara finansial. Hal itu seolah-olah sudah

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara gratitude terhadap penghayatan subjective well-being pada lansia di Panti Werdha Wanita X Kota Bandung. Jumlah responden

Lebih terperinci

BAB 1 Tinjauan Pustaka

BAB 1 Tinjauan Pustaka BAB 1 Tinjauan Pustaka 2.1. Materialisme 2.1.1. Definisi Belk (1985) mendefinisikan materialisme sebagai bagian dari ciri kepribadian yang dimiliki setiap orang. Di kemudian hari, Richins dan Dawson memperluas

Lebih terperinci