KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh :"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : RANI N.F NAINGGOLAN NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh : RANI N.F NAINGGOLAN NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul : KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TENTARA TK-IV PEMATANGSIANTAR TAHUN 2008 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : RANI N.F NAINGGOLAN NIM Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 05 Oktober 2009 dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji : Ketua Penguji Penguji I Prof. dr. Nerseri Barus, MPH drh. Rasmaliah, M.Kes NIP NIP Penguji II Penguji III Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH NIP Drs. Jemadi, M.Kes NIP Medan, Oktober 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dekan, dr. Ria Masniari Lubis, M.Si NIP

4 ABSTRAK Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat 17 juta kasus demam tifoid dengan Case Fatality Rate (CFR) 3,5%. Pada tahun 2005 proporsi penderita demam tifoid rawat inap di rumah sakit di Indonesia 3,15%. Proporsi penderita demam tifoid tahun 2008 rawat inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar 4,6%. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita demam tifoid di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar tahun Ditemukan proporsi penderita demam tifoid berdasarkan waktu (bulan) tertinggi adalah pada bulan Januari 11,7%. Kecenderungan kunjungan penderita demam tifoid di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar berdasarkan data tahun 2008 menunjukkan penurunan dengan persamaan garis y =12,084-0,003x. Proporsi tertinggi penderita demam tifoid berdasarkan sosiodemografi ditemukan pada kelompok umur tahun 21,4%, dengan proporsi laki-laki 12,4% dan perempuan 9,0%. Umur termuda = 1 tahun 3,45%, tertua 75 tahun 0,68%, sex ratio 137,7%, Batak 50,3%, Islam 61,4%, Pendidikan Menengah (SLTP/SLTA) 54,5%, Pelajar/Mahasiswa 34,5%, tidak kawin 60,0%, tempat asal Kota Pematangsiantar 97,9%, gejala subjektif Demam 100%, uji Widal (+) 53,7%, tanpa komplikasi 91,5%, jenis komplikasi Pneumonia 77,8%, lama rawatan rata-rata 4,33 hari, pulang berobat jalan 48,3%, meninggal dunia 2 orang (CFR 1,4%). Uji chi-square tidak ada perbedaan bermakna proporsi umur (p=1,000), lama rawatan rata-rata (p=0,248), keadaan sewaktu pulang (p=0,445) berdasarkan status komplikasi. Bagi pihak rumah sakit agar meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita demam tifoid untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi dan kematian dan dengan tepat dalam menegakkan diagnosa demam tifoid dengan uji Widal dengan mengikuti prosedur standar (SPO). Kata Kunci: Demam Tifoid, Karakteristik Penderita, RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar

5 ABSTRACT Based on the World Health Organization (WHO) report on 2003, there is 17 million typhoid fever cases with Case Fatality Rate (CFR) 3.5%. On 2005, there is 3.15% typhoid fever patients hospitalized in Indonesian hospital. The proportion of typhoid fever patients hospitalized in Tentara TK-IV Hospital Pematangsiantar on 2008 is 4.6%. This was a descriptive research with case series design that purposed to know the characteristics of typhoid fever patients in Tentara TK-IV Hospital Pematangsiantar on The proportion of people with typhoid fever patients by the time (month) was highest in January, 11.7%. Tendency of typhoid fever patients visit in Tentara TK-IV Hospital Pematangsiantar decrease with the equation mark with lines the y = x on The highest sociodemografi proportion are aged year old 21.4%, male 12.4% and female 9.0%. The youngest at age 1 year 3.45% and, the oldest at 75 year 0.68%, sex ratio of 137.7%, Batak ethnic 50.3%, Moeslem 61.4%, Elementary-Senior High School 54.5%, students/collager 34.5%, unmarried 60.0%, lived in Pematangsiantar 97.9%, subjective symptoms of fever 100%, Widal test (+) 53.7%, without complications 91.5%, with complications pneumonia 77.8%, average length of stay 4.33 days, out patient with clinical recovery 48.3%, died 2 persons (CFR 1.4%). There is no significant difference in Chi-square test of age (p=1,000), average length of stay (p=0,248) and the status of patient when getting home (p=0,445) and complication status. Tentara TK-IV Hospital Pematangsiantar suggested to improve health services for patients with typhoid fever to prevent complications and death, and to do the right diagnosis typhoid fever by Widal test with Standard Prosedur (SOP). Keywords: Typhoid Fever, the characteristic of patients, Tentara TK-IV Hospital Pematangsiantar

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : RANI. N.F NAINGGOLAN Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar/29 Nopember 1986 Agama Status Perkawinan Jumlah Saudara Alamat Rumah Riwayat Pendidikan : Kristen Protestan : Belum Kawin : 4 Bersaudara : Jl. Balige II No.67/83 Pematangsiantar : : SD Latihan YPHKBP Pematangsiantar : SLTP Negeri 3 Pematangsiantar : SMA Negeri 3 Pematangsiantar : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Pencipta Segala Yang Ada, yang menjadikan segala sesuatunya indah pada waktunya. Atas kasih dan penyertaannyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program studi Strata 1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof, Dr. Dra Ida Yustina, Msi selaku dosen Pembimbing Akademik penulis di FKM USU. 3. Bapak Prof, dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku Ketua Departemen Epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Prof, dr. Nerseri Barus, MPH dan Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8 5. Bapak Prof, dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi. 6. Seluruh dosen pengajar dn pegawai staf akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Kesehatan Masyarakat. 7. Direktur Rumah Sakit Tentara TK-IV Pematangsiantar yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian. 8. Kedua orangtuaku yang tersayang dan terkasih, Bapak dr. R.B. Nainggolan (Alm) dan Mama M.br. Hutapea, terima kasih atas segala pengorbanan, doa dan kasih sayangnya yang begitu berharga kepada penulis. 9. Kakakku Febriyanti Nainggolan dan abangku Binsar Nainggolan dan Erwin Nainggolan dan seluruh keluarga besarku yang lainnya terima kasih atas doa, motivasi yang diberikan. 10. Teman-teman peminatan Epidemiologi FKM-USU: Melfa Butar-butar, Eka, Yanti, Siska, Melfa Htglg, Maria, Rolina, Ecy, Roinda, Merry K, Mery Purba, Miranti, Tati, Wance, Vina, Nita, Citra, Yuni, Melinda, Dewi dan yang lainnya, terima kasih atas doa, bantuan, semangat dan kebersamaannya. 11. Teman-teman terkasih, Nessy, Nana, Mitha, Vae, Emme, Erik, Sandro, Desnal, Hendra, Yenthi, Decy, Margaret, Melda, K Melda, K Eka, Fourgelina dan yang lainnya terima kasih atas persahabatan, doa, bantuan dan semangatnya kepada penulis.

9 Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Doxa to Theo panton heneken Medan, Oktober 2009 Penulis Rani. N.F Nainggolan

10 DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN...i ABSTRAK...iia ABSTRACT...iib DAFTAR RIWAYAT HIDUP...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vii DAFTAR TABEL...x DAFTAR GAMBAR...xii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian...6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Demam Tifoid Infectious Agent Patogenesis Masa Inkubasi Epidemiologi Demam Tifoid Distribusi Frekuensi Determinan Sumber Penularan Penderita Demam Tifoid Carrier Demam Tifoid Makanan Dan Minuman Yang Terkontaminasi Komplikasi Komplikasi Intestinal Komplikasi Ekstra-Intestinal Pencegahan Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder Pencegahan Tersier...24 BAB 3. KERANGKA KONSEP Kerangka Konsep Definisi Operasional...25

11 BAB 4. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Metode Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisa Data...31 BAB 5. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pelayanan Medis Penunjang Umum Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Waktu (Bulan) Tahun Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Subjektif (Symptom) Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Objektif (Sign) Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Komplikasi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Analisa Statistik Umur Berdasarkan Status Komplikasi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Status Komplikasi BAB 6. PEMBAHASAN Distribusi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Waktu (Bulan) Tahun Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Suku Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Agama Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Pendidikan Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Pekerjaan Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Perkawinan Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Tempat Asal... 60

12 6.9. Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Subjektif (Symptom) Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Objektif (Sign) Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Komplikasi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Analisa Statistik Umur Berdasarkan Status Komplikasi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Status Komplikasi BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Waktu (Bulan) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Tahun Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Tahun Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Sosiodemografi (Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, Tempat Asal) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Tahun Tabel 5.4. Tabel 5.5. Tabel 5.6. Tabel 5.7. Tabel 5.8. Tabel 5.9. Tabel Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Subjektif (Symptom) di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Darah Tepi di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Darah Tepi Tercatat di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Hasil Pemeriksaan Serologis di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Hasil Pemeriksaan Serologis Tercatat di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi Tercatat di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun

14 Tabel Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang Mempunyai Komplikasi Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Tabel Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang Mempunyai Komplikasi Berdasarkan Sosiodemografi di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Komplikasi di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang Meninggal Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Yang Meninggal Berdasarkan Sosiodemografi di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Status Komplikasi Pada Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Status Komplikasi Pada Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Status Komplikasi Pada Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 6.1. Gambar 6.2. Gambar 6.3. Gambar 6.4. Gambar 6.5. Gambar 6.6. Gambar 6.7. Gambar 6.8. Gambar 6.9. Gambar Gambar Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Waktu (Bulan) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Suku Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Agama Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Pendidikan Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Pekerjaan Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Perkawinan Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Tempat Asal Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Bar Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Subjektif (Symptom) Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Gejala Objektif Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun

16 Gambar Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Jenis Komplikasi Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Gambar Gambar Gambar Gambar Diagram Pie Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Bar Umur Berdasarkan Status Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Demam Tifoid Berdasarkan Status Komplikasi Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun Diagram Bar Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Status Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar Tahun

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yang dirumuskan dalam Indonesia sehat 2010 adalah masyarakat, bangsa dan negara yang memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Salah satu upaya pembangunan kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah melalui Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan serta mengurangi akibat buruk dari penyakit menular. 1 Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di sebagian besar negara berkembang di dunia termasuk Indonesia. 2 Demam tifoid merupakan penyakit yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah. 3 Demam tifoid endemis di Indonesia dan termasuk kelompok penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang semua orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. 4 Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyakit demam tifoid terus menjadi masalah yang disebabkan beberapa faktor yaitu, adanya strain Salmonella typhi yang resisten terhadap antibiotik, masalah pada identifikasi dan penatalaksanaan carrier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, patogenesis

18 dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin yang efektif, aman dan murah. 3 Kasus demam tifoid di dunia pada tahun1995 sebanyak juta kasus per tahun, dengan angka kematian ribu penderita per tahun. 5 Dari laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah kematian mencapai kematian dengan Case Fatality Rate (CFR = 3,5 %). Insidens rate penyakit demam tifoid di daerah endemis berkisar antara 45 per penduduk per tahun sampai per penduduk per tahun. 6 Tahun 2003 insidens rate demam tifoid di Bangladesh per penduduk per tahun. 7 Insidens rate demam tifoid di negara Eropa 3 per penduduk, di Afrika yaitu 50 per penduduk, dan di Asia 274 per penduduk. 8 Insidens rate demam tifoid di Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 1995 rata-rata per penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid tertinggi di Papua New Guinea sekitar per penduduk per tahun. Insidens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per penduduk pedesaan dan 810 per penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun penderita. 5 Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10%. 9 Tingginya insidens rate penyakit demam tifoid di negara berkembang sangat erat kaitannya dengan status ekonomi serta keadaan sanitasi lingkungan di negara yang bersangkutan. 10 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS), pada tahun 2000 demam tifoid menempati urutan kedelapan dari 10

19 penyakit utama penyebab kematian umum di Indonesia dengan Proportional Mortality Ratio (PMR) 4,3%. Menurut hasil Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit (SP2RS), pada tahun 1999 demam tifoid menempati urutan ketujuh dengan PMR 12,9% dari 10 penyakit penyebab kematian semua penderita rawat inap di Rumah Sakit Umum di Indonesia, dan tahun 2000 menduduki urutan ketiga dengan PMR 73,9%. 11 Menurut Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2004, dari 29 jenis penyakit menular yang diamati, demam tifoid menempati urutan kesembilan dengan insidens rate 460 per penduduk pada tahun 2001, urutan ketujuh dengan insidens rate 420 per penduduk pada tahun 2002 dan menempati urutan kesembilan dengan insidens rate 940 per penduduk pada tahun Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2005 demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus dengan proporsi 3,01% 13 Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak., di Paseh (Jawa Barat) tahun 1993, insidens rate demam tifoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per penduduk per tahun. 14 Menurut laporan Subdin Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2006, demam tifoid menempati urutan kedua dari seluruh pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Pemerintah yaitu 587 kasus dengan proporsi 11,70%. Urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah

20 kasus dengan proporsi 37,35%, urutan ketiga ditempati oleh ISPA dengan jumlah kasus 561 dengan proporsi 11,18%, urutan keempat ditempati oleh Tb. Paru dengan jumlah kasus 407 dengan proporsi 8,11%. 15 Berdasarkan data yang diperoleh dari survei pendahuluan di RS. Tentara TK- IV Pematangsiantar, jumlah penderita demam tifoid yang dirawat inap pada tahun 2005 adalah 35 penderita dari pasien rawat inap (1,4%), pada tahun 2006 adalah 211 penderita dari pasien rawat inap (14,6%), tahun 2007 adalah 172 penderita dari pasien rawat inap (6,8%) dan pada tahun 2008 adalah 145 penderita dari pasien rawat inap (4,6%). Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar tahun Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar tahun Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar tahun 2008.

21 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan waktu (bulan) Tahun b. Untuk mengetahui trend kunjungan penderita demam tifoid berdasarkan data per bulan (Januari-Desember) Tahun c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut sosio demografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, tempat asal). d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut gejala subjektif (symptom) saat masuk rumah sakit. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut gejala objektif ( hasil pemeriksaan darah tepi dan hasil pemeriksaan serologis). f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut status komplikasi. g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut jenis komplikasi. h. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita demam tifoid. i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid menurut keadaan sewaktu pulang. j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan status komplikasi. k. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan status komplikasi.

22 l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi keadaan sewaktu pulang berdasarkan status komplikasi Manfaat Penelitian Sebagai informasi dan masukan bagi pihak RS. Tentara TK-IV Pematangsiantar tentang karakteristik penderita demam tifoid Menambah wawasan penulis mengenai demam tifoid dan penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di FKM USU serta sebagai referensi yang berguna untuk peneliti lain yang erat kaitannya dengan penyakit demam tifoid.

23 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus Peyer di distal ileum. Batasan serupa dikemukakan oleh Butler (1991), yaitu suatu infeksi bakterial pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan demam berkepanjangan, nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, dan splenomegali serta kadang-kadang disertai komplikasi perdarahan dan perforasi usus. 3 Piere Louis (1829) memberikan nama demam tifoid ini dengan typhos, yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti asap/kabut, karena umumnya penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat Infectious Agent Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi yang berhasil ditemukan pertama kali oleh Gaffkey di Jerman pada tahun Kuman ini merupakan basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Kuman ini dapat hidup dengan baik pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah. 7 Salmonella typhi mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagela) dan antigen Vi yang merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O

24 antigen terhadap fagositosis. Ketiga antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 7,16 Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif.. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan tinja. Namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60º C (140º F) selama 15 menit Patogenesis Salmonella tpyhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersama makanan/minuman yang tercemar oleh kuman Salmonella tpyhi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lagi masuk ke dalam usus halus dan selanjutnya berkembang biak dan kuman tersebut akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan melalui duktus torasikus kuman akan masuk ke dalam peredaran darah melalui aliran limfe dan menimbulkan bakteremia. Selanjutnya kuman menyebar ke seluruh tubuh dalam sistem retikuloendotelial yaitu hati dan limfa, kemudian kuman berkembang biak dan masuk ke peredaran darah kembali. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa usus dan kandung empedu. 18

25 Kelainan yang terjadi pada demam tifoid, kumannya menyerang pada daerah usus ileum bagian distal, di mana pada minggu pertama dapat terjadi hiperflasi plak Peyer, kemudian pada minggu kedua dapat terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plak Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat meninggalkan sikatrik yang memudahkan terjadi pendarahan hingga perforasi. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. 19, Masa Inkubasi Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama hari. Masa inkubasi bergantung pada jumlah masuknya kuman dan keadaan tubuh penderita. 21, Epidemiologi Demam Tifoid Distribusi Frekuensi a. Orang Penyakit demam tifoid dapat terjadi pada semua lapisan masyarakat dan golongan umur. Menurut Juwono (1996), di daerah endemik insidens tertinggi didapatkan pada anak-anak dan usia remaja. 23 Sebanyak 77% dari penderita demam tifiod di Indonesia terdapat pada usia 3-19 tahun, sedangkan di Amerika Selatan insidensi demam tifoid tertinggi pada usia 5-19 tahun dan pada orang dewasa > 35 tahun. 6 Penyakit demam tifoid ini ditemukan juga pada anak usia 3 tahun, kenyataan ini merupakan informasi baru karena selama ini dianggap bahwa demam tifoid sering terdapat pada anak yang berumur 5-9 tahun dan orang dewasa. 14

26 b. Tempat Demam tifoid terdapat di seluruh dunia, tetapi lebih sering dijumpai di negara-negara sedang berkembang. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu yang kurang baik. 23 Kasus demam tifoid di negara berkembang dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidens rate yang sebenarnya adalah kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. 17 Di negara maju, dimana keadaan sosio-ekonomi dan sanitasi lingkungan sudah baik, insidens penyakit demam tifoid sangat rendah sekali. Sistem pencatatan laporan penyakit yang sudah teratur dan sempurna, sangat memudahkan mengetahui besarnya insidens penyakit demam tifoid pada negara yang bersangkutan. 23 Berdasarkan hasil penelitian Crump, J.A., dkk (2000), Asia Selatan dan Asia Tenggara menempati urutan pertama sebagai daerah dengan insidens rate demam tifoid tertinggi (> 100 per penduduk per tahun), diikuti oleh Afrika, Amerika Latin, Karbia, Ocean di urutan kedua ( per penduduk per tahun). 8 c. Waktu Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Tidak ada kesesuaian pendapat mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah kasus demam tifoid. 23 Pada tahun 1990 penduduk kota Surabaya yang dirawat di rumah sakit karena menderita demam tifoid rata-rata penderita tiap bulan. 2 Di RS Harapan Pematangsiantar terdapat 66 penderita tahun 2003 dari pasien rawat inap (2,5%), terdapat 89 penderita tahun 2004 dari pasien rawat inap (3,2%). 24

27 Determinan a. Host/Pejamu a.1. Umur Faktor umur merupakan determinan penting yang menentukan manifestasi klinis demam tifoid. Pengaruh umur pada insiden berhubungan dengan mekanisme imun seluler dan humoral, frekuensi kontaminasi fecal oral yang lebih sering. 3 Demam tifoid dapat terjadi pada setiap kelompok umur, tetapi lebih sering terjadi pada usia 3 19 tahun. 25 Menurut penelitian Simanjuntak, C.H., dkk (1989) terdapat 77% penderita demam tifoid pada umur 3-19 tahun dan tertinggi pada umur tahun dengan insidens rate 687,9 per penduduk, insidens rate pada umur 0-3 tahun sebesar 263 per penduduk. 14 a.2. Jenis Kelamin Resiko relatif morbiditas akibat penyakit demam tifoid pada laki-laki 2 sampai 3 kali lebih besar dibandingkan perempuan. 25 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lili Musnelina, dkk., di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta pada tahun , dari 182 responden demam tifoid yang diperiksa, demam tifoid lebih banyak diderita oleh laki-laki (55,49%) daripada perempuan (44,51%). 26 a.3. Keasaman Lambung Bila keasaman lambung meningkat misalnya karena penggunaan antasid dalam waktu lama akan meningkatkan kepekaan seseorang terhadap infeksi dengan strain Salmonella yang resisten. 3

28 b. Agen Semakin besar Salmonella typhi yang tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis, semakin pendek masa inkubasi tetapi tidak merubah sindroma klinik yang timbul. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala penyakit adalah sebanyak organisme. Akan tetapi peneliti lain mengatakan bahwa bila yang tertelan sebesar 10 9 organisme dapat bersifat fatal. 3 c. Lingkungan Negara sedang berkembang dengan sumber air dan sistem pembuangan limbah yang kurang memadai, dengan higiene dan sanitasi yang buruk, merupakan daerah endemis demam tifoid. Kasus demam tifoid yang terjadi di daerah endemik 95% merupakan kasus yang dirawat secara poliklinis. 3 Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R tahun 1998 dengan desain Kasus Kontrol menyatakan bahwa faktor risiko penderita demam tifoid di RSUD Dr. Soetomo, yaitu higiene perorangan yang kurang, mempunyai risiko 20,8 kali lebih besar untuk terkena demam tifoid (OR=20,8; 95% CI:2,1-199,8) dan kualitas air minum yang tercemar berisiko sebesar 6,4 kali untuk terjadinya penyakit demam tifoid (OR=6,4; 95% CI:1,7-24,2) Sumber Penularan Penderita Demam Tifoid Sumber penularan yang utama adalah penderita demam tifoid, dimana individu tersebut dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam

29 fesesnya dan feses inilah yang merupakan sumber pencemar untuk makanan dan minuman baik secara langsung melalui tangan penderita maupun melalui lalat sebagai vektor mekanik Carrier Demam Tifoid Berbeda dengan penyakit infeksi lain, penderita demam tifoid walaupun sudah dinyatakan sembuh, mereka masih dapat menularkan penyakitnya ke orang lain. Bakteri Salmonella dapat bersembunyi di kantung empedu dan bakteri ini diekskresikan melalui tinja atau air seni tanpa menunjukkan gejala klinis (carrier). Carrier ini dapat berlangsung cukup lama, bahkan ada yang sampai satu tahun atau bahkan bisa seumur hidup. 5 Di antara demam tifoid yang sembuh klinis, pada 20% di antaranya masih ditemukan kuman Salmonella typhi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan ke-3 serta 3% masih ditemukan setelah 1 tahun. 18 Dikenal ada 2 tipe carrier demam tifoid yaitu : a. Carrier Convalescent (baru sembuh klinis), yaitu penderita yang sedang dalam masa penyembuhan masih mengeluarkan basil tifoid dalam tinjanya sampai 6 bulan sejak terinfeksi. b. Carrier chronis (menahun) yaitu penderita telah sembuh, tetapi masih mengandung dan mengeluarkan organisme Salmonella typhi dalam tinjanya sampai lebih dari satu tahun. 28

30 Makanan dan Minuman Yang Terkontaminasi Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh tinja dan urin dari penderita atau carrier. 29 Penyebaran bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah buang air kecil. Di beberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. 30 Air susu dan bahan makanan lain yang tidak dimasak dengan baik, seperti es krim, keju, pudding dapat menjadi sumber infeksi. Daging ikan yang hidup di air yang tercemar kuman tifoid juga dapat sebagai sumber infeksi. 2

31 Bagan Penularan Demam Tifoid : 30 Tinja/urin penderita atau carrier Cuci tangan yang kurang bersih Vektor Air Makanan dan minuman Termakan/tertelan oleh manusia sehat Kuman Salmonella typhi berkembang biak dalam tubuh Munculnya gejala Sakit Sembuh Carrier Meninggal 2.7. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian yaitu komplikasi pada usus halus (intestinal) dan komplikasi di luar usus halus (ekstra-intestinal). 23

32 Komplikasi Intestinal Komplikasi intestinal atau komplikasi dalam usus halus terdiri dari : perdarahan usus, perforasi usus dan peritonitis. a. Perdarahan usus: Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. 17 b. Perforasi usus: Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. 16,18 c. Peritonitis: Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan Komplikasi Ekstra-Intestinal 23 Komplikasi ekstra - intestinal atau komplikasi di luar usus halus terdiri dari : a. Komplikasi Kardiovaskular: Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), Miokarditis, Trombosis dan Tromboflebitis.

33 b. Komplikasi Darah: Anemia hemolitik, Trombositopenia dan atau Disseminated intravascular coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik. c. Komplikasi Paru: Pneumonia, Bronkitis Empiema dan Pleuritis. d. Komplikasi Hepar dan Kandung empedu: Hepatitis dan Kolesistitis. e. Komplikasi Ginjal: Glomerulonefritis, Pielonefritis dan Perinefritis. f. Komplikasi Tulang: Osteomielitis, Periostitis, Spondilitis dan Artritis. g. Komplikasi Neuropsikiatrik: Delirium, Meningismus, Meningitis, Polineuritis Perifer, Sindrom Guillain-Barre, Psikosis dan Sindrom Katatonia Pencegahan Pencegahan Primer Pencegahan primer ditujukan pada orang sehat untuk menekan faktor resiko dengan usaha peningkatan dan pencegahan khusus terhadap penyakit demam tifoid, berupa : a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan minuman. (Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). b. Melakukan pengawasan higiene makanan dan minuman dengan merebus air dan memperpanjang waktu memasak agar Salmonella typhi mati. c. Membuang kotoran pada jamban yang saniter dan yang tidak terjangkau oleh lalat.

34 d. Memberantas lalat dengan menghilangkan tempat berkembang biak mereka dengan sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang baik. e. Menerapkan standar kebersihan pada waktu menyiapkan dan menangani makanan. f. Melakukan pasteurisasi terhadap susu dan produk susu Pencegahan Sekunder Ditujukan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan. 31 Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah demam tifoid yang diberikan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspek), yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah meluasnya penyakit. 29 a. Diagnosis Dini a.1. Gejala Klinis Gejala-gejala demam tifoid yang muncul bervariasi, tergantung pada beratnya penyakit, lamanya sakit, dan adekuatnya obat yang diminum. Gambaran penyakit bervariasi dan penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit khas dengan komplikasi dan kematian. 2 Pada minggu pertama biasanya hanya memberikan gejala seperti pada umumnya penyakit akut lainnya, seperti demam, mual, muntah, nyeri kepala, pusing, pening, diare atau konstipasi, nyeri otot, nafsu makan kurang/anoreksia, serta perasaan tidak enak di perut. Pada minggu pertama ini suhu tubuh mengalami peningkatan yang nyata. 2,22

35 Pada minggu kedua, kuman dari peredaran darah masuk lagi kembali ke usus. Membuat luka pada usus yang kalau melanjut nantinya akan menyebabkan perforasi yang fatal akibatnya. Lidah penderita khas dimana bagian tengahnya kotor (coated tongue), tepi dan ujungnya merah tetapi jarang disertai tremor. 2,17 Pada pemeriksaan lain akan dijumpai terjadinya pembesaran hati (hepatomegali), lien (splenomegali) serta peristaltik usus yang meningkat (meteorismus). Jika tidak terawat secara baik maka penderita dapat mengalami gangguan mental dan kesadarannya. Pada akhir minggu kedua kuman-kuman akan masuk ke dalam organ-organ lainnya, yang memungkinkan kuman dapat keluar bersama air kencing/urine. Pada minggu ketiga adalah minggu penyembuhan/relapsi atau masa convalescent. Jika terawat dengan baik maka panasnya akan turun, tetapi jika tidak terawat maka disini dapat terjadi perforasi usus dan pasien dapat meninggal. Pada minggu ketiga inilah yang sering membuat keluarga penderita terlena, karena berpikir penderita demam tifoid telah sembuh, akan tetapi yang terjadi kemunduran kesehatan pasien. Maka perawatan pada minggu ketiga ini harus lebih intensif. 2 a.2. Pemeriksaan Laboratorium a.2.1 Pemeriksaan Bakteriologis Dapat dilakukan pembiakan dari berbagai bahan, yaitu darah, sumsum tulang belakang, cairan empedu, feses, urine, dan rose spot. Pemeriksaan biakan dipengaruhi oleh waktu saat pengambilan dan jenis bahan, pengobatan sebelumnya, serta teknik pemeriksaan. Hasil biakan darah yang negatif belum menyingkirkan diagnosa demam tifoid. 23

36 Biakan darah dilakukan pada masa 7-10 hari pertama akan memberikan hasil positif 80%. Hasil biakan sumsum tulang memberikan hasil positif jauh lebih tinggi dari biakan darah tepi, meskipun sudah mendapat antibiotik beberapa hari. Biakan cairan empedu biasanya digunakan untuk mencari carrier. Biakan feses akan lebih sering memberikan hasil positif pada minggu ketiga. Biakan feses yang positif dengan gejala klinis yang khas demam tifoid, dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa. Biakan urine dapat digunakan sebagai deteksi carrier a.2.2. Pemeriksaan Darah Tepi Diagnosis demam tifoid melalui pemeriksaan darah tepi akan mendapatkan gambaran leucopenia, limfositosis relative dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Di samping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis. 16 a.2.3. Pemeriksaan Widal Uji Widal merupakan uji aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid. 23 Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam tifoid.

37 Akibat infeksi Salmonella typhi, pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu: Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman), Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman), Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman). Untuk membuat diagosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. 17 Pemeriksaan Widal harus dilakukan minimal 2 kali dan jika kenaikan titer lebih dari 4 kali dalam 1 minggu, maka demam tifoid dianggap positif. 32 Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal : 23 i. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita, yaitu: Keadaan umum, saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit, pengobatan dini dengan antibiotik, penyakit-penyakit tertentu, obat-obat imunosupresif atau kortikosteroid, vaksinasi dengan kotipa atau tipa, infeksi klinis atau subklinis oleh salmonella sebelumnya, reaksi anamnestik. ii. Faktor-faktor teknis, yaitu : Aglutinasi silang, konsentrasi suspensi antigen, strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

38 a.2.4. Pemeriksaan Elisa (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) Metode ELISA yang digunakan untuk diagnosis penyakit demam tifoid memakai fase padat yang dilapisi dengan sediaan Protein Membran Luar (PML) Salmonella typhi sebagai antigen. Serum penderita yang diduga mengandung antibodi Salmonell typhi dimasukkan ke dalam cekungan dan diinkubasikan sehingga terjadi ikatan kompleks antigen antibodi. Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi lebih cepat daripada kultur darah. Penderita yang secara klinik didiagnosis sebagai demam tifoid yang memberikan hasil positif palsu, dengan metode ini memberikan hasil positif. Hal ini disebabkan karena penderita kemungkinan besar telah terinfeksi oleh Salmonell typhi, tetapi organisme tidak dapat tumbuh pada spesimen darah. Oleh karena itu, ELISA sebagai metode deteksi dengan menggunakan PML Salmonell typhi tampaknya merupakan salah satu pemeriksaan yang berguna dalam menegakkan diagnosis demam tifoid pada daerah endemis. ELISA dapat digunakan bersama-sama kultur darah untuk mendapatkan diagnosis dini demam tifoid terutama pada penderita yang mendapat pengobatan sebelum pengambilan spesimen darah, yang mungkin memberikan hasil pemeriksaan kultur darah negatif. 33 b. Pengobatan Penyakit Demam Tifoid Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian, yaitu perawatan, diet dan obat. b.1 Perawatan Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk

39 mencegah terjadinya komplikasi pedarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi penderita dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Penderita dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubahubah pada waktu-waktu tertentu untuk meghindari komplikasi pneumonia hipostatik atau dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan. 23 b.2. Diet Makanan yang diberi kepada penderita demam tifoid harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 kali satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan lunak dengan lauk pauk yang dicincang. 16,34 Pemberian jenis makanan yang lembek seperti bubur saring, bubur kasar bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena perlukaan pada usus memerlukan istirahat. 2,23 b.3. Obat-obatan Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi sebelum adanya obat-obatan antimikroba (10-15%), tetapi sejak adanya obat antimikroba maka angka kematian menurun secara drastis (1-4%). 2 Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain ialah kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, ampisilin dan amoksisilin, fluorokinolon.

40 Pengobatan pada penderita demam tifoid biasanya diberikan kloramfenikol atau kotrimoksazol. Di Indonesia kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit demam tifoid. Obat ini sangat efektif untuk segera menurunkan demam. Demam berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus Pencegahan Tersier Ditujukan untuk membatasi atau menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan. 31 Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit tifoid, sebaiknya tetap menjaga kesehatan dan kebersihan pribadi dan lingkungan, memberikan kebutuhan nutrisi yang memenuhi syarat kesehatan, tetap harus istirahat dan mendapatkan perawatan yang intensif walaupun telah dinyatakan sembuh, sehingga daya tahan tubuh pulih kembali dan dapat terhindar dari infeksi ulang tifoid. 33

41 BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep Berdasarkan tujuan penelitian, maka variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah: Karakteristik Penderita Demam Tifoid 1. Sosiodemografi Umur Jenis kelamin Suku Agama Pendidikan Pekerjaan Status perkawinan Tempat asal 2. Gejala subjektif (symptom) 3. Gejala objektif 4. Status komplikasi 5. Jenis komplikasi 6. Lama rawatan rata-rata 7. Keadaan sewaktu pulang 3.2. Definisi Operasional a. Penderita demam tifoid adalah pasien yang dinyatakan menderita demam tifoid berdasarkan diagnosa dokter RS. Tentara TK IV Pematangsiantar yang dicatat di kartu status. b. Umur adalah usia penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis pada kartu status.

42 Untuk analisis statistik, kategori umur yang digunakan adalah : tahun 2. > 20 tahun c. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita demam tifoid sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status, dikategorikan atas : 1. Laki-Laki 2. Perempuan d. Suku adalah etnis yang melekat pada diri penderita demam tifoid sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status, yang dikategorikan atas: 1. Batak 2. Jawa 3. Tionghoa 4. Minang 5. Melayu 6. Suku lainnya e. Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh penderita demam tifoid yang tercatat pada kartu status, dikategorikan atas : 1. Islam 2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Hindu f. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir penderita demam tifoid yang tertulis pada kartu status dan dikategorikan atas : 1. Tidak sekolah 2. Pendidikan Dasar (SD) 3. Pendidikan Menengah (SLTP/SLTA) 4. Pendidikan Tinggi (Akademi/Perguruan Tinggi)

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK. sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan 6 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Objek Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad merupakan salah satu dari rumah sakit umum terbesar di daerah Pekanbaru, Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR

ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR ASKEP THYPOID A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi permasalahan kesehatan baik dalam

Lebih terperinci

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2004-2007 SKRIPSI Oleh : EKA SR SIHOMBING NIM 041000174 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSD KOLONEL ABUNDJANI BANGKO KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI TAHUN 2009

KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSD KOLONEL ABUNDJANI BANGKO KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI TAHUN 2009 KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSD KOLONEL ABUNDJANI BANGKO KABUPATEN MERANGIN PROVINSI JAMBI TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : VERARICA SILALAHI NIM. 061000152 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN SKRIPSI OLEH :

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN SKRIPSI OLEH : KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI TAHUN 2004-2008 SKRIPSI OLEH : SISKA ISHALIANI HASIBUAN NIM. 051000159 ` FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Typhoid

Laporan Pendahuluan Typhoid Laporan Pendahuluan Typhoid Di UGD RSU AL-ISLAM H.M.MAWARDI KRIAN-SIDOARJO DISUSUN OLEH : Rani Nurlelasari 1101040 AKADEMI KEBIDANAN MITRA SEHAT SIDOARJO TAHUN AJARAN 2011-2012 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN SKRIPSI.

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN SKRIPSI. KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN 2004-2008 SKRIPSI Oleh : MERY K. SINAGA 051000066 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI. Oleh : JULIANTI AISYAH NIM

KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI. Oleh : JULIANTI AISYAH NIM KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : JULIANTI AISYAH NIM. 061000134 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Demam Tifoid Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh: ARDA SARIANI MALAU

KARAKTERISTIK PENDERITA SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh: ARDA SARIANI MALAU KARAKTERISTIK PENDERITA SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN 2006-2010 SKRIPSI Oleh: ARDA SARIANI MALAU NIM 071000140 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN OLEH NOURMA Y LUMBAN GAOL

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN OLEH NOURMA Y LUMBAN GAOL SKRIPSI KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PAYUDARA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2007 2008 OLEH NOURMA Y LUMBAN GAOL 051000106 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan paratyphiditandai dengan keluhan dan gejala penyakit yang tidak khas, berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI.

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI. KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN 2010-2011 SKRIPSI Oleh : YESSY OKTORINA NIM. 051000161 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI JULI 2012.

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI JULI 2012. KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU. Dr. F.L.TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 - JULI 2012 Alista Br Simanjuntak 1, Hiswani 2, Jemadi 2 1 Program Sarjana

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 JULI 2012

KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 JULI 2012 KARAKTERISTIK PENDERITA TIFUS ABDOMINALIS DENGAN PEMERIKSAAN TEST WIDAL RAWAT INAP DI RSU Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING SIBOLGA JANUARI 2010 JULI 2012 SKRIPSI Oleh : ALISTA BR SIMANJUNTAK 081000099 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Typhoid 1. Pengertian Typhoid Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan.demam tifoid dapat dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN SKRIPSI OLEH : FUTRI S NASUTION

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN SKRIPSI OLEH : FUTRI S NASUTION KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2003-2007 SKRIPSI OLEH : FUTRI S NASUTION 041000009 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB XIX DEMAM TIFOID

BAB XIX DEMAM TIFOID BAB XIX DEMAM TIFOID Definisi 1,2 Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh : NENNY TRIPENA NIM.

KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh : NENNY TRIPENA NIM. KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN TAHUN 2008-2010 SKRIPSI Oleh : NENNY TRIPENA NIM. 081000297 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Tifus abdominalis Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Demam Tifoid a. Definisi Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih menjadi masalah kesehatan penting di banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan sosioekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi di segala bidang berupa perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada pola hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang tergolong dalam famili Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua paling sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyakit menular ini terkait erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA CEDERA KEPALA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA CEDERA KEPALA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA CEDERA KEPALA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2005-2007 S K R I P S I Oleh : EFRIKA SUSANTI NASUTION NIM. 041000036 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Pembangunan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KUSTA DENGAN TINDAKAN PENENTUAN KECACATAN PENDERITA KUSTA PADA SEMUA PUSKESMAS DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2007 SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KUSTA DENGAN TINDAKAN PENENTUAN KECACATAN PENDERITA KUSTA PADA SEMUA PUSKESMAS DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2007 SKRIPSI HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETUGAS KUSTA DENGAN TINDAKAN PENENTUAN KECACATAN PENDERITA KUSTA PADA SEMUA PUSKESMAS DI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh : BERMAN SITUMORANG NIM.051000534 FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010- Isri Rezta Prianty 1, Sori Muda 2, Rasmaliah 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN SKRIPSI

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN SKRIPSI KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2009-2013 SKRIPSI OLEH RIRIN GULTOM NIM. 081000049 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA MENINGITIS ANAK YANG DI RAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh : SHINTA NIM.

KARAKTERISTIK PENDERITA MENINGITIS ANAK YANG DI RAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN SKRIPSI. Oleh : SHINTA NIM. KARAKTERISTIK PENDERITA MENINGITIS ANAK YANG DI RAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010 SKRIPSI Oleh : SHINTA NIM. 061000110 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan nasional yang menimbulkan perubahan dari suatu negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa kecenderungan baru dalam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN DISPEPSIA YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SUNDARI MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : SUCI HERAYANI HRP NIM.

KARAKTERISTIK PASIEN DISPEPSIA YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SUNDARI MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI. Oleh : SUCI HERAYANI HRP NIM. KARAKTERISTIK PASIEN DISPEPSIA YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SUNDARI MEDAN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : SUCI HERAYANI HRP NIM. 061000273 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit menular yang erat hubungannya dengan lingkungan, terutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

Lebih terperinci

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH.

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH. PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH Oleh : FATHIRAH AINA BT. ZUBIR NIM : 070100405 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RSUD RANTAU PRAPAT KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RSUD RANTAU PRAPAT KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN SKRIPSI KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RSUD RANTAU PRAPAT KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN 2006-2009 SKRIPSI Oleh : ELIZABETH LOLOAN PANGGABEAN NIM. 061000033 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR

HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR HUBUNGANRESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR SKRIPSI Untuk MemenuhiSalah Satu Persyaratan MencapaiDerajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tiap tahunnya. Insiden tertinggi demam thypoid terdapat pada anakanak. kelompok umur 5 tahun (Handini, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tiap tahunnya. Insiden tertinggi demam thypoid terdapat pada anakanak. kelompok umur 5 tahun (Handini, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik. Demam thypoid dijumpai secara luas di berbagai Negara berkembang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai dengan penduduknya

Lebih terperinci

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 KARAKTERISTIKK PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) DR. R. M. DJOELHAM BINJAI TAHUN 2014 2015 SKRIPSI OLEH MANGARA TUA SITOHANG NIM.

Lebih terperinci

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii DAFTAR ISI SAMPUL DALAM i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK. vi ABSTRACT... vii RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia karena prevalensinya yang cenderung meningkat serta penyebarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Typus Abdominalis masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan menyerang banyak orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelompok ini, karena sering makan makanan dari luar dan belum menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelompok ini, karena sering makan makanan dari luar dan belum menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan, terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri yang diderita oleh banyak orang. Disamping itu penggunaan antibiotik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dari berbagai macam segi kehidupan, kesehatan merupakan harta terindah bagi setiap manusia. Sering kali manusia tidak mengindahkan kesehatan, walaupun hanya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DM RAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE 1 JANUARI 2009 s.d. 31 DESEMBER Oleh: RONY SIBUEA

KARAKTERISTIK PENDERITA DM RAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE 1 JANUARI 2009 s.d. 31 DESEMBER Oleh: RONY SIBUEA KARAKTERISTIK PENDERITA DM RAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE 1 JANUARI 2009 s.d. 31 DESEMBER 2009 Oleh: RONY SIBUEA 070100171 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH :

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH : GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI 2013 - DESEMBER 2013 OLEH : LUSIA A TARIGAN 110100243 NIM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak setiap orang dan investasi untuk keberhasilan pembangunan suatu negara. 1 Oleh karena itu, dilaksanakan pembangunan kesehatan yang diarahkan

Lebih terperinci

Keywords: Characteristics, Malaria Parasites Positive, RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Keywords: Characteristics, Malaria Parasites Positive, RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DENGAN PARASIT POSITIF YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. M. YUNUS KOTA BENGKULU TAHUN 2012 Dwi Putri 1, Sori Muda 2, Hiswani 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid 1. Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terdapat pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban masalah kesehatan masyarakat terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. DBD banyak ditemukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat menurunkan

Lebih terperinci